Upload
jian-septian
View
876
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mengetahui bagaimana cara menganalisis kadar MDA tikus percobaan
Citation preview
ANALISIS KADAR MALONALDEHIDA (MDA)
Oleh :
Golongan P2; Kelompok 1
Nurul Agustina Chandradewi F24090042
Mila Kharisma F24090043
Jian Septian F24090046
Ayu Cahyaning Wulan F24090130
Didiet Rayadi F24061503
Dosen : Ir. Arif Hartoyo, M.Si
Asisten Praktikum : Dede Saputra, S.Pi, M.Si
Umi Kulsum, S.TP
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2012
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di
dalam tubuh. Tikus sebagai hewan percobaan adalah jenis mamalia yang
diharapkan dapat merepresentasikan manusia. Sehingga hasil percobaan yang
dilakukan dapat diterapkan pada manusia. Sistem pencernaan yang hampir serupa
ini akan mampu menjelaskan efek dari pemberian ransum dan minum teh hijau
terhadap kadar MDA pada hati.
Menurut Bird dan Draper (1984), malonaldehida (MDA) merupakan
produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan sebagai indeks ketengikan
oksidatif dalam makanan. Di dalam material biologi terdapat dalam bentuk bebas
dan sebagai kompleks dengan unsur pokok lainnya didalam jaringan.
Malonaldehida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui
reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebgai produk samping biosintesis
prostaglandin. Senyawa aldehida seperti malonaldehida diketahui bersifat toksik
terhadap sel.
Konsentrasi malonaldehida dalam material biologi digunakan secara luas
sebagai indikator dari kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus
merupakan indikator keberadaan radikal bebas ( Zakaria 2003). Tingginya kadar
MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain tingginya kadar peroksidasi lipid
dimana MDA sebagai produk akhirnya. Selain itu dipengaruhi juga oleh
terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa, dan
biosintesis prostaglandin. Akan tetapi, peroksidasi dari asam lemak tiga atau
banyak ikatan ganda khusus arakhidonik dipercaya sebagai sumber utama.
Analisa malonaldehida merupakan analisa radikal bebas secara tidak
langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah
radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit
dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil. Reaksi ini berlangsung sangat
cepat sehingga pengukuranya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal
bebas (Gutteridge 1995).
Menurut Contie (1991), MDA dapat melakukan reaksi penambahan
nukleofilik (nukleophilic addition reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA)
membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat
diukur intensitas fluoresensinya menggunakan spektrofotometer. Inilah yang
merupakan dasar analisa malonaldehida dengan metode TBA.
Siswanoto (2008) menjelaskan bahwa secang dapat menaikkan status
antioksidan dalam tubuh. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang
memiliki sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat
pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal
alkoksil, singlet oksigen, hidrogen peroksida. Zakaria et al. (2003)
mengungkapkan bahwa status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti dengan
penurunan kadar MDA.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
protein ransum dan secang terhadap jumlah malonaldehida pada
tikus percobaan.
2. METODOLOGI
2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari tabung reaksi,
timbangan, penggerus steril (syringe), sentrifuse, mikropipet, waterbath,
vortex, kuvet, dan spektrofotometer UV-Vis, stopwatch.
2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah hati tikus
berbagai perlakuan ransum, larutan standar TEP (tertraetoksi propane), larutan
PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7,4, larutan HCl 0,25 N.
2.3 Prosedur
a. Pembuatan kurva standar TEP
Larutan yang digunakan dalam pembuatan kurva standar dalam analisa
kadar malonaldehida adalah larutan standar TEP (tetraetoksi propane).
Larutan tersebut diperoleh dari larutan induk yaitu 30 µL/ 50 ml. Larutan
induk tersebut diencerkan hingga 10 kali menjadi 0,06 µL/ml kemudian
dibuat menjadi larutan kerja yang memiliki konsentrasi sebesar 0; 0,0001;
0,0002; 0,0003; 0,0004; 0,0005µL/ml. Larutan kerja tersebut kemudian
ditambahkan dengan 4 ml larutan HCl 0,25 N dingin dan divortex. Campuran
tersebut dipanaskan di dalam waterbath 80oC selama 30 menit dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm setelah dingin. Hasil
pengukuran absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan menjadi kurva
standar TEP untuk diketahui persamaan regresi liniernya. Persamaan regresi
linier tersebut kemudian digunakan untuk menghitung kadar malonaldehida.
b. Analisis kadar malonaldehida
Percobaan analisa kadar malonaldehida ini menggunakan organ hati
tikus dari berbagai perlakuan ransum, yaitu ransum standar kasein, ransum
non protein, ransum protein tepung tempe, dan ransum standar dengan
minuman ekstrak secang. Hati yang digunakan dalam analisa ditimbang
sebanyak 1,25 gram kemudian dihancurkan dengan alat penggerus dalam
Larutan induk 0,06 µL/ml x ml Aquades
Pengenceran
Larutan kerja TEP0; 0,0001; 0,0002; 0,0003; 0,0004; 0,0005 µL/ml
4 ml HCl 0,25 N
Vortex
Dipanaskan dalam waterbath 80oC selama 30 menit
Didinginkan
Pengukuran absorbansiΛ = 532 nm
Pembuatan kurva standar TEP
Kurva standar TEP
Gambar 1. Diagram alir pembuatan kurva standar TEP
kondisi dingin dengan 5 ml larutan PBS. Homogenate hati tersebut
disentrifuse pada 4000 rpm selama 10 menit untuk diambil supernatannya.
Proses pemisahan dengan menggunakan sentrifuse dilakukan sebanyak dua
kali hingga diperoleh supernatant yang jernih.
Bagian supernatan hati diambil sebanyak 1 ml sebagai serum/plasma
darah kemudian dicampur dengan 4 ml larutan HCl 0,25 N dingin dan
divortex. Campuran kemudian dipanaskan di dalam waterbath pada suhu
80oC selama 30 menit. Campuran dikeluarkan dari waterbath dan dinginkan
untuk kemudian disentrifuse kembali pada 3500 rpm selama 10 menit.
Bagian supernatant diambil dan diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gemlombang 532 nm. Hasil pengukuran
absorbansi kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier
yang didapat dari kurva standar untuk mendapatkan kadar malonaldehida
masing-masing sampel.
3. DATA HASIL PERCOBAAN
Berikut data hasil perhitungan MDA hati tikus yang diberi perlakuan
ransum non protein, ransum protein tepung tempe, ransum standar kasein, dan
ransum standar dengan tambahan minuman antioksidan ekstrak kayu secang,
beserta contoh perhitungannya.
Tabel 1. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum
standar kasein
Konsentrasi TEP (μL/mL)
Absorbansi
0 0.0130.0001 0.0150.0002 0.0320.0003 0.0310.0004 0.0380.0005 0.082
Gambar 2. Kurva standar TEP perlakuan ransum standar kasein
Tabel 2. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum non
protein dan tempe
Konsentrasi TEP (μL/mL)
Absorbansi
0 0,0000,0001 0,0200,0002 0,0360,0003 0,0620,0004 0,0720,0005 0,090
Gambar 3. Kurva standar TEP perlakuan ransum non protein dan tempe
Tabel 3. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum kasein
dan secang
Konsentrasi TEP (μL/mL)
Absorbansi
0 0,0910,0001 0,1100,0002 0,1220,0003 0,1390,0004 0,1450,0005 0,166
Gambar 4. Kurva standar TEP perlakuan ransum kasein dan secang
Tabel 4. Data kadar MDA
Perlakuan Ulangan AbsorbansiKadar MDA Rata-rata
(μL/mL) (μL/mL)
Kasein
1 0,094 0,00075
0,00058
2 0,082 0,000653 0,053 0,000414 0,062 0,000485 0,089 0,000716 0,059 0,00046
Tempe
1 0,069 0,00038
0,00037
2 0,061 0,000333 0,077 0,000424 0,051 0,000285 0,067 0,000376 0,081 0,00044
Non-protein
1 0,064 0,00035
0,00031
2 0,049 0,000273 0,061 0,000334 0,056 0,000305 0,052 0,000286 0,058 0,00032
Perlakuan Ulangan AbsorbansiKadar MDA Rata-rata
(μL/mL) (μL/mL)
Kasein + Secang
1 0,151 0,00041
0,00022
2 0,171 0,000553 0,108 0,000104 0,119 0,000185 0,114 0,000156 0,085 -0,00006
Contoh perhitungan untuk menentukan kadar MDA :
Tikus perlakuan ransum protein tempe ulangan 2
Persamaan garis dari kurva standar TEP:
y = 180,5x + 0,001
Kadar MDA
Absorbansi = y = 0,061
y = 180,5x + 0,001
0,061= 180,5x + 0,001
0,061+0,001 = 180,5x
x = = 0,00033μL/mL
Maka kadar MDA = 0,00033μL/mL
Gambar 4. Diagram rata-rata kadar MDA
4. PEMBAHASAN
Malonaldehida (MDA) merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam
tubuh. Malonaldehida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas
melalui reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebagai produk samping biosintesis
prostaglandin. Tingginya kadar MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain
tingginya kadar peroksidasi lipid dimana MDA sebagai produk akhirnya.
Tingginya kadar peroksidasi lipid disebabkan oleh stress oksidatif dapat terjadi
pada lipid di hati akibat adanya gangguan keseimbangan antara prooksidan
dengan antioksidan dalam tubuh. Radikal bebas seperti radikal hidroksil (OH.),
radikal superoksida (O.), radikal nitrit oksida (NO.), dan radikal lemak peroksil
(LOO.) merupakan salah satu senyawa prooksidan yang umumnya berperan dalam
reaksi kerusakan tubuh. Sumber terbesar dari spesies radikal bebas adalah reaksi
reduksi oksidasi yan melibatkan O2. Radikal bebas bersifat reaktif. Pada umumnya
radikal bebas bersifat sebagai perantara yang dapat diubah menjadi substansi lain
dengan cepat. Namun, jika bereaksi dengan enzim atau asam lemak tak jenuh
(PUFA) akan menghasilkan lipid peroksida. Reaksi terjadi secara berantai dan
terus-menerus karena akan menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan
peroksidasi lebih lanjut (Nugroho 2007). Kadar malonaldehida juga dipengaruhi
oleh terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa,
dan biosintesis prostaglandin.
Analisis malonaldehida merupakan analisis radikal bebas secara tidak
langsung dan merupakan analisis yang memiliki kepekaan cukup tinggi dan
mudah diaplikasikan dalam menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk.
Jumlah radikal bebas yang berlebih mengakibatkan peningkatan proses
peroksidasi lipid sehingga malondialdehid yang dihasilkan juga meningkat. Kadar
MDA yang tinggi dapat merusak sel-sel hati dan mengganggu fungsi kerja hati.
Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena senyawa
radikal sangat tidak stabil dan bersifat elektrofil dan reaksinya pun berlangsung
sangat cepat. Proses peroksidasi lipid yang diperantarai oleh radikal bebas
menghasilkan senyawa malonaldehida (MDA) (Cicerol & Derosa 2005).
Pada percobaan kali ini, tikus yang digunakan dibagi menjadi empat
kelompok yang diberi makan ransum yang berbeda-beda. Kelompok pertama
diberi makan ransum kasein dengan minuman air putih yaitu sebagai standar
(STD), kelompok kedua diberi ransum berupa tepung tempe yaitu sebagai
perlakuan (SOY), kelompok ketiga diberi ransum tanpa protein (NON), dan
kelompok terakhir diberi makan standar tapi dengan minuman eekstrak kayu
secang (SPL). Pengukuran kadar malonaldehida (MDA) dilakukan pada organ
hati. Organ hati dipilih karena berperan penting dalam proses detoksifikasi
sehingga pengukuran tingkat kerusakan oksidatif pada organ hati menjadi penting
(Khayrani 2008).
Pengukuran kadar MDA tubuh dilakukan dengan metode TBA. Dalam
penentuan kadar MDA ini, digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) sebagai
standar. Senyawa ini menghasilkan malonaldehida melalui hidrolisis asam. Pada
suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol.
Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan
malonaldehida. Perlakuan pemanasan bertujuan untuk menghidrolisis peroksida
lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat dibebaskan dan bereaksi dengan
TBA. Prinsip pengukuran MDA adalah 1 reaksi satu molekul MDA dengan dua
molekul asam tiobarbikturat (TBA) membentuk warna merah muda yang diukur
pada spektrofotometer panjang gelombang 523 nm. MDA akan melakukan reaksi
penambahan nukleofilik dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa
MDA-TBA. Semakin pekat warna yang dihasilkan maka konsentrasi MDA juga
semakin tinggi. Dalam metode ini digunakan senyawa 1,1,3,3-tetraetoksipropana
(TEP) dalam pembuatan kurva standar karena TEP dapat dioksidasi dalamsuasana
asam menjadi senyawa aldehid yang dapat bereaksi dengan TBA (Arkhaesi 2008).
Sebelum pengukuran kadar malonaldehida pada sampel,
dilakukan pembuatan kurva standar yang akan digunakan untuk menghitung
kadar malonaldehida pada sampel. Masing-masing kelompok tikus memiliki
kurva standar yang berbeda-beda, namun kelompok tikus SOY dan NON
memiliki kurva standar yang sama, sehingga terdapat tiga kurva standar yang
diperoleh dari percobaan ini. Dari hasil pengukuran diperoleh persamaan kurva
standar standar untuk kelompok tikus STD adalah y= 118x + 0,005 dengan
R2= 0,779, kuva standar untuk kelompok SOY dan NON adalah
y= 180.5x + 0.001 dengan R2= 0,991, sedangkan kurva standar untuk kelompok
SPL adalah y = 142x + 0,093 dengan R2= 0,986, dengan y: absorbansi dan
x: konsentrasi MDA (µl/ml). Sampel berupa hancuran organ hati dalam bufer
fosfat ditambah TCA 15% yang berfungsi menghancurkan dan mengendapkan
protein. Adanya protein akan mengganggu munculnya warna merah muda dari
kompleks MDA-TBA. Setelah itu, ditambahkan TBA 0,38% dalam HCl 0,25 N.
TBA akan bereaksi dengan MDA, sedangkan HCl berfungsi mengondisikan
reaksi dalam suasana asam. Campuran kemudian dipanaskan dalm water bath
untuk menghidrolisis peroksida lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat
dibebaskan dan bereaksi dengan TBA. Campuran kemudian didinginkan sampai
suhu ruang, disentrifuse, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532
nm. Hasil pengukuran absorbansi sampel kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan kurva standar dan diperoleh kadar malonaldehida sampel.
Hasil pengukuran menunjukkan kelompok tikus STD yang diberi ransum
kasein dan minuman air putih memiliki MDA paling tinggi yaitu 0,00058 μL/mL,
selanjutnya kelompok tikus SOY yang diberi ransum tepung tempe dan minuman
air putih dengan hasil sebesar 0,00037μL/mL, kemudian kelompok tikus NON
dengan ransum tanpa protein dan minuman air putih sebesar 0,00031 μL/mL dan
yang terakhir adalah kelompok tikus SPL yang diberi ransum kasein dengan
minuman ekstrak kayu secang sebesar 0,00022 μL/mL. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut, kelompok tikus SPL memilki MDA yang paling rendah
dibandingkan dengan kelompok tikus yang lain. Hal ini disebabkan karena
pemberian minuman secang dapat menaikkan status antioksidan dalam tubuh
tikus percobaan. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki
sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat pembentukan
radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil,
singlet oksigen, hidrogen peroksida (Siswanoto 2008). Menurut Zakaria et al.
(2003) status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti dengan penurunan kadar
MDA.
Pemberian ransum yang berbeda terutama dalam jenis dan jumlah protein
memberikan dampak terhadap kadar MDA pada tikus. Produksi enzim-enzim
termasuk enzim antioksidan sangat dipengaruhi oleh komposisi diet terutama
protein. Jumlah MDA kelompok tikus STD lebih tinggi daripada kelompok tikus
NON. Kasein mengandung karena turunan peptida dari kasein yang memiliki
aktivitas imunomodulator sehingga seharusnya pada kelompok tikus STD terdapat
kadar MDA yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus NON. Hasil
percobaan yang menunjukkan bahwa kelompok tikus SOY dengan ransum tepung
tempe memilki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
tikus NON dengan ransum non protein tidak sesuai dengan hasil penelitian
Urbano et al. (2003) yang menyatakan bahwa fraksi karbohidrat pada kedelai
dapat menurunkan kadar malonaldehida pada hati tikus secara nyata. Hal ini
disebabkan karena kandungan zat– zat yang bersifat antioksidan mampu
menghambat oksidasi lipid. Selain itu, terdapat pula zat-zat yang mempunyai
aktivitas antioksidan dalam fraksi non protein pada kedelai. Kapasitas antioksidan
pada fraksi protein mungkin disebabkan kandungan protein atau asam amino yang
bersifat antioksidan diantaranya yaitu sistein, metionin, histidin, triptophan, lysin,
superoxide dismutase (SOD), katalase, dan glutathione (GSH).
Terdapat beberapa ketidaksesuaian antara teori dengan data hasil
percobaan pengukuran kadar MDA ini, terutama kadar MDA pada kelompok tikus
NON yang seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus STD dan
SOY. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terikatnya kelompok aldehida
selain malonaldehida di dalam organ hati tikus dengan TBA yang juga
memberikan warna merah muda, sehingga menyebabkan kesalahan positif yang
meningkatkan kadar MDA. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam selama
proses persiapan sampel juga dapat meningkatkan jumlah radikal bebas di dalam
hati yang telah dihancurkan sehingga meningkatkan jumlah peroksida lipid yang
berakibat pada peningkatan kadar MDA.
5. KESIMPULAN
Kelompok tikus SPL yang mengkonsumsi ransum standar (kasein) dan
secang memilki MDA yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok tikus
yang lain. Hal ini disebabkan karena pemberian minuman secang dapat
menaikkan status antioksidan dalam tubuh tikus percobaan. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa jumlah MDA kelompok tikus STD lebih tinggi daripada
kelompok tikus NON dan tikus SOY dengan ransum tepung tempe memilki kadar
MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus NON dengan
ransum non protein.
6. DAFTAR PUSTAKA
Arkhaesi N. 2008. Kadar Malondialdehid (MDA) Serum sebagai Indikator Prognosis Keluaran pada Sepsis Neonatorum. Tesis. Semarang : Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Diponegoro.
Bird,R.P dan Draper, H.H 1984. Comparative studies on different methods of malonaldehyde determination. Methodes in Enzimology 105: 299-304.
Contie, M. 1991. Improved Fluorometric Determination of Malonaldehyde. Clin. Chem. 7, 1273-1275.
Cicerol, A.F.G. and Derosa, G. 2005. Rice bran and its main components: potential role in the management of coronary risk factors. Hypocholesterolemic effect of diet supplemented with indian bean (Dolichos lablab L. var Lignosus) seeds. J. Nutr & Food Sci Vol. 37 No. 6, pp. 452-456.
Gutterdige, J.M.C.1995. Lipid peroxidation andantioxidant as biomarkers on tissue damage. Clin. Biochem. 41:1819-1828.
Khayrani, A.C. 2008. Pengaruh konsentrat protein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) terhadap kadar glukosa darah, profil lipid, dan peroksidasi lipid tikus diabetes. Skripsi. Bogor: Fateta-IPB.
Nugroho, P. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan Non Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet) Terhadap Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tinggi Kolesterol. Bogor: Fateta-IPB.
Siswanoto S. 2008. Hubungan Kadar Malondialdehid Plasma dengan Keluaran Klinis Stroke Iskemik Akut. Tesis. Semarang: Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf, Universitas Diponegoro
Urbano, G., Aranda, P., Gomez-Villalva, E., Frejnagel, S., Porres, J.M., Frias, J., Vidal-valverde, C., and Lopez-Jurado, M. 2003. Nutritional evaluation of pea (pisum sativum L.) protein diets after mild hydrothermal treatment and with and without added phytase. J. Agric Food Chem Vol 51, pp. 2415-2420.
Zakaria, F.R, Nurrahman, Prangdimurti E., Tejasari. 2003. Antioxidant and immunoenhancement activities of ginger (Zingiber officinale Roscoe) extracts and compounds in vitro and in vivo mouse and human system. J. Nutr & Food Sci Vol. 8 No. 1, pp. 96-104.