Upload
cy8er9round
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/31/2019 Praktikum Faal usus
1/11
5
7/31/2019 Praktikum Faal usus
2/11
6
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Pengaruh Epinefrin dan Asetilkolin Terhadap Otot Usus
Kontrol Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal-Sistem Saraf Enterik
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik.
Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus.
Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah pada
keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini bersifat penting,
terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:
1. Pleksus Bagian Luar, yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular yang disebut
pleksus mienterikusatau pleksus Auerbach
2. Pleksus Bagian Dalam, disebut pleksus submukosaataupleksus Meissner yang terletak di
dalam submukosa.
Pleksus mienterikus berfungsi mengatur pergerakan gastrointestinal. Sedangkan pleksus
submukosa berfungsi mengatur sekresi gastrointestinal serta aliran darah lokal. Selain itu, terdapat
serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ekstrinsik yang berhubungan dengan kedua pleksus
tersebut. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari
saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat sangat
meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dindingusus dan mengirimkan serabut-serabut afferents ke kedua pleksus sistem enterik, lalu ke ganglia
prevertebra dari sistem saraf simpatis, setelah itu ke medula spinalis, dan yang terakhir ke dalam
saraf vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal
di dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia
prevertebra maupun dari daerah basal otak.
Jenis-Jenis Neurontransmiter yang Disekresi oleh Neuron-Neuron Enterik
Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf enterik gastrointestinal,
para peneliti dari seluruh dunia telah mengidentifikasikan selusin atau lebih zat-zat neurontransmiter
yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari
neurontransmiter yang telah kita kenal adalah asetilkolin, dan norepinefrin. Yang lain adalah
adenosin trifosfat, serotonin, dopamin, kolisistokinin, substansi P, polipeptida intestinal vasoaktif,
somatostatin, leu-enkefalin, metenkefalin, dan bombesin. Fungsi-fungsi khusus dari banyak
neurontransmiter ini tidak terlalu dikenal untuk dibahas disini, selain pembahasan hal berikut:
Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu
menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus
gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke dalam
7/31/2019 Praktikum Faal usus
3/11
7
sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari bahan-bahan eksitator
dan inhibitor.
Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang dikeluarkan oleh semua serat
praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan neuron motorik.
Epinefrinhormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal.
Tempat pengeluaran Asetilkolin dan Norepinefrin
ASETILKOLIN NOREPINEFRIN
Semua ujung (terminal) praganglion sistem
saraf otonom
Sebagian besar ujung pascaganglion
simpatis
Semua ujung pascaganglion parasimpatis Medulla adrenal
Ujung pascaganglion simpatis di kelenjanr
keringat dan sebagian pembuluh darah di
otot rangka
Susunan saraf pusat
Ujung neuron aferen yang mempersarafi otot
rangka (neuron motorik)
Susunan saraf pusat
Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal
Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir
yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari
SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua
neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat
preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di
luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatisdanparasimpatis. Serat-serat
saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat
preganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion
didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda
spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ
efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dankemudian berakhir di ganglion kolateralsimpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP
dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.
Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat
ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu
tidak terputus sampai mencapai ganglion terminalyang terletak di dalam atau dekat dengan organ
efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan
itu sendiri.
Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang
sama, yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan
7/31/2019 Praktikum Faal usus
4/11
8
neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat
pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama
dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat
pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum
dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zatperantara kimiawi di bagian tubuh lainnya.
Persarafan Parasimpatis
Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk
beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf
parasimpatis kranialhampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi
yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian
pertama usus besar.
Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula
spinalis serta berjalan melalui saraf pelviske seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus.
Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik
daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi.
Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di
pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan
peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat
aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal.
Persarafan Simpatis
Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis
antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus,
sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna
spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh
seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik
postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf
simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi
seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus,
sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar
menyekresikan norepinefrindan juga epinefrindalam jumlah sedikit.
Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang
kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal
(kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui
pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik.
7/31/2019 Praktikum Faal usus
5/11
9
Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus
begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Efek Sistem Saraf Otonom Pada GIT
OrganJenis Reseptor
Simpatis
Efek Stimulasi
Simpatis
Efek Stimulasi
Parasimpatis
Saluran
Pencernaan, 2 (organ-organ) motilitas (gerakan) motilitas
Pengaruh Ion Kalsium Terhadap Kontraksi Otot Usus (Otot Polos Visceral)
Dasar Molekul Kontraksi
Kalsium berperan penting dalam kontraksi otot polos, seperti halnya yang terjadi pada otot
rangka. Namun, karena secara umum retikulum sarkoplasma otot polos visceral kurang berkembang,peningkatan konsentrasi kalsium yang disebabkan oleh influks kalsium dari CES melalui kanal
kalsium bergerbang voltase dan bergerbang ligan. Disamping itu, miosin otot polos harus
terfosforilasi untuk dapat mengaktifkan miosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi miosin juga
terjadi pada otot rangka, tetapi fosforilasi tidak diperlukan untuk pengaktifkan ATPase. Pada otot
polos, kalsium berikatan pada kalmodulin dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan miosin
kinase rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin (calmodulin-dependent myosin light chain
kinase). Enzim ini mengkatalis fosforilasi rantai ringan miosin pada serin diposisi 19. Fosforilasi ini
akan mengaktifkan ATP.
Miosin mengalami defosforilasi oleh miosin fosfatase rantai ringan dalam sel. Namun,
defosforilasi miosin kinase rantai ringan tidak selalu menyebabkan relaksasi otot polos. Berbagai
mekanisme berperan. Salah satunya adalah mekanisme latch bridge, yang menyebabkan jembatan
silang miosin tetap terikat ke aktin beberapa lama setelah menurunnya konsentrasi kalsium
sitoplasma. Hal ini menimbulkan kontraksi yang menetap dengan penggunaan energi yang sedikit,
yang sangat penting pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot kemungkinan terjadi ketika
kompleks kalsium-kalmodulin akhirnya terurai atau ketika mekanisme lain bekerja.
7/31/2019 Praktikum Faal usus
6/11
10
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tata Cara dan Kendala
I. Kerutan Usus di Luar Badan
a. Tata Cara
1. Susunlah alat menurut gambar.
2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam tabung mencapai
suhu 35C.
3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang sedang bertugas.
4. Pasang sediaan usus sebagai berikut:
a. Ikatkan dengan benang dikedua ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengkok.
b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (Usahakan dalam hal ini supaya sediaan
usus tidak terlampau teregang)
5. Alirkan udara ke dalam larutan Locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon dan
mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang
telah dipasang itu.
6. Selama percobaan, perhatikakn suhu larutan Locke dalam tabung perfusi yang harus
dipertahankan pada suhu 35C kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.1 Pengaruh Epinefrin
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap
kerutan masih tercatat terpisah.
2. Catat waktunya dengan interval 5 detik.
3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1:10.000 ke dalam larutan
perfusi.
4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.
5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghentikan pengaruh epinefrin sebagi
berikut:
a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga+kawat kasa dan gelas beker pireks dari tabung
perfusi.
b. Letakkan sebuah baskom di bawah tabung perfusi.
c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.
d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak perlu
yang versuhu 35C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang.
e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Locke-nya.
f. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari
pengaruh epinefrin.
7/31/2019 Praktikum Faal usus
7/11
11
g. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan
locke baru yang bersuhu 35C (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya.
h. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar Bunsen.
.b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.2 Pengaruh Asetilkolin
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000 ke dalam cairan
perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin seperti
pada ad.I.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.3 Pengaruh Ion Kalsium
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Hentikan tromol dan gantilah larutan Locke dalam tabung perfusi dengan larutan Locke tanpa
kalsium yang bersuhu 35C (disediakan).
3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion kalsium terlihat
jelas.4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda
saat penetesan.
5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna
gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru yang berushu 35C.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.4 Pengaruh Pilokarpin
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi.
Beri tanda pada saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh pilokarpin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin seperti
pada ad.I 4.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.5 Pengaruh Suhu
7/31/2019 Praktikum Faal usus
8/11
12
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C dengan jalan memindahkan
pembakar Bunsen dan mengganti iar hangat di dalam gelas beker pireks dengan air biasa.
3. Segera setelah mencapai suhu 30C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.
4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan
perfusi sebanyak 5C, sampai tercapai 20C dengan jalan memasukkan potongan-potongan
es ke dalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapatkan pencatatan keaktifan berturut-
turut pada suhu 35C, 30C, 25C dan 20C.
5. Hentikan tromol perfusi dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 35C dengan jalan
mengganti air es di dalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanaskan air itu.
6. Segera setelah suhu mencapai 35C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
I.6 Pengaruh Ion Barium
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Bila
1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkkan penambahan BaCl2 setetes
demi setetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.
b. Kendala
Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)
II. Pengaruh Kafein Terhadap Bising Usus
II.1 Pra Makan (Perut Kosong)
a. Tata Cara
1. Persilahkan OP untuk berbaring.
2. Hitung bising usus OP selama 1 menit.
3. Persilahkan OP untuk meminum kopi yang telah disediakan oleh asisten. Tunggu 1 menit.
4. Hitung kembali bising usus OP selama 1 menit.
b. Kendala
Tidak ada
II.2 Pasca Makan (Perut Terisi)
a. Tata Cara
5. Persilahkan OP untuk berbaring.
6. Hitung bising usus OP selama 1 menit.
7. Persilahkan OP untuk meminum kopi yang telah disediakan oleh asisten. Tunggu 1 menit.
8. Hitung kembali bising usus OP selama 1 menit.
b. Kendala
Tidak ada
7/31/2019 Praktikum Faal usus
9/11
13
HASIL PRAKTIKUM
Tabel Data, Grafik dan Analisa Data
I. Kerutan Usus di Luar Badan
Apa tujuan pengaliran udara ke dalam cairan perfusi?
Agar gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah terpasang.
I.1 Pengaruh Epinefrin
a. Grafik
b. Analisis Data
Pemberian epinefrin dapat menurunkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja dari
epinefrin yang mempengaruhi saraf simpatis. Dimana efek dari saraf simpatis tersebut terhadapusus adalah penurunan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat gambaran penurunan
kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.
Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini?
Menurunkan kerutan usus.
I.2 Pengaruh Asetilkolin
a. Grafik
7/31/2019 Praktikum Faal usus
10/11
14
b. Analisis Data
Pemberian asetilkolin dapat meningkatkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja
dari asetilkolin yang mempengaruhi saraf parasimpatis. Dimana efek dari saraf parasimpatis
tersebut terhadap usus adalah peningkatan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat
gambaran peningkatan kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.
Apa pengaruh asetilkolin dalam percobaan ini?
Meningkatkan kerutan usus.
I.3 Pengaruh Ion Kalsium
Apa pengaruh kekurangan ion kalsium terhadap kerutan usus?
Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan efek dari ion
kalsium yang berfungsi dalam kontraksi otot polos.
I.4 Pengaruh Pilokarpin
Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?
Pilokarpin merupakan obat kolinergik sehingga pemberian pilokarpin dapat mengakibatkan
peningkatan kerutan usus disertai dengan penurunan kerutan usus (interval menjadi lebih
panjang).
I.5 Pengaruh Suhu
Apa pengaruh suhu pada keaktifan usus?
Hubungan antara keaktifan usus dengan suhu adalah berbanding lurus. Artinya, semakin tinggi
suhu, semakin aktif gerakan usus. Sebaliknya, semakin rendah suhu, semakin pasif gerakan
ususnya.
I.6 Pengaruh Ion BariumApa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCl2?
Peningkatan kerutan usus.
II. Pengaruh Kafein Terhadap Bising Usus
a. Tabel
Keadaan OPBising Usus
Sebelum Minum Kopi Setelah Minum Kopi
Sebelum Makan 19 kali 25 kali
Setelah Makan 3 kali 8 kali
b. Analisis Data
Terlihat peningkatan bising usus pasca minum kopi (konsumsi kafein). Hal tersebut
dikarenakan efek dari kafein dapat mengakibatkan relaksasi (bekerja pada saraf parasimpatis).
Sehingga tejadi peningkatan bising usus pasca meminum kopi.
7/31/2019 Praktikum Faal usus
11/11
15
KESIMPULAN
I. Kerutan Usus di Luar Badan
I.1 Pengaruh Epinefrin
Epinefrin menyebabkan penurunan kerutan usus di luar badan.
I.2 Pengaruh Asetilkolin
Asetilkolin menyebabkan peningkatan kerutan usus di luar badan.
I.3 Pengaruh Ion Kalsium
Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus di luar badan.
I.4 Pengaruh Pilokarpin
Pilokarpin menyebabkan peningkatan kerutan usus yang disertai penurunan intreval
kerutan usus (interval menjadi lebih panjang atau lama dibandingkan kontrol).
I.5 Pengaruh Suhu
Besarnya suhu berbanding lurus dengan kerutan usus. Oleh karena itu, semakin
rendah suhu, semakin tidak aktif lah (terlihat penurunan pada kimograf) kerutan usus.
I.6 Pengaruh Ion Barium
Ion barium menyebabkan peningkatan interval kerutan usus (interval menjadi lebih
pendek atau cepat dibandingkan kontrol).
II. Pengaruh Kafein Terhadap Peristaltik Usus
Bising usus pada OP yang belum makan (kondisi perut kosong), jauh lebih besar dibandingkan
dengan OP yang telah makan (konding perut terisi).
Terjadi peningkatan bising usus pasca minum kopi.