Praktikum Faal usus

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    1/11

    5

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    2/11

    6

    PENDAHULUAN

    Dasar Teori

    Pengaruh Epinefrin dan Asetilkolin Terhadap Otot Usus

    Kontrol Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal-Sistem Saraf Enterik

    Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik.

    Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus.

    Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah pada

    keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini bersifat penting,

    terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal.

    Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:

    1. Pleksus Bagian Luar, yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular yang disebut

    pleksus mienterikusatau pleksus Auerbach

    2. Pleksus Bagian Dalam, disebut pleksus submukosaataupleksus Meissner yang terletak di

    dalam submukosa.

    Pleksus mienterikus berfungsi mengatur pergerakan gastrointestinal. Sedangkan pleksus

    submukosa berfungsi mengatur sekresi gastrointestinal serta aliran darah lokal. Selain itu, terdapat

    serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ekstrinsik yang berhubungan dengan kedua pleksus

    tersebut. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari

    saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat sangat

    meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.

    Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dindingusus dan mengirimkan serabut-serabut afferents ke kedua pleksus sistem enterik, lalu ke ganglia

    prevertebra dari sistem saraf simpatis, setelah itu ke medula spinalis, dan yang terakhir ke dalam

    saraf vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal

    di dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia

    prevertebra maupun dari daerah basal otak.

    Jenis-Jenis Neurontransmiter yang Disekresi oleh Neuron-Neuron Enterik

    Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf enterik gastrointestinal,

    para peneliti dari seluruh dunia telah mengidentifikasikan selusin atau lebih zat-zat neurontransmiter

    yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari

    neurontransmiter yang telah kita kenal adalah asetilkolin, dan norepinefrin. Yang lain adalah

    adenosin trifosfat, serotonin, dopamin, kolisistokinin, substansi P, polipeptida intestinal vasoaktif,

    somatostatin, leu-enkefalin, metenkefalin, dan bombesin. Fungsi-fungsi khusus dari banyak

    neurontransmiter ini tidak terlalu dikenal untuk dibahas disini, selain pembahasan hal berikut:

    Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu

    menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus

    gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke dalam

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    3/11

    7

    sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari bahan-bahan eksitator

    dan inhibitor.

    Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang dikeluarkan oleh semua serat

    praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan neuron motorik.

    Epinefrinhormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal.

    Tempat pengeluaran Asetilkolin dan Norepinefrin

    ASETILKOLIN NOREPINEFRIN

    Semua ujung (terminal) praganglion sistem

    saraf otonom

    Sebagian besar ujung pascaganglion

    simpatis

    Semua ujung pascaganglion parasimpatis Medulla adrenal

    Ujung pascaganglion simpatis di kelenjanr

    keringat dan sebagian pembuluh darah di

    otot rangka

    Susunan saraf pusat

    Ujung neuron aferen yang mempersarafi otot

    rangka (neuron motorik)

    Susunan saraf pusat

    Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal

    Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir

    yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari

    SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua

    neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat

    preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di

    luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor.

    Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatisdanparasimpatis. Serat-serat

    saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat

    preganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion

    didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda

    spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ

    efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dankemudian berakhir di ganglion kolateralsimpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP

    dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.

    Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat

    ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu

    tidak terputus sampai mencapai ganglion terminalyang terletak di dalam atau dekat dengan organ

    efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan

    itu sendiri.

    Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang

    sama, yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    4/11

    8

    neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat

    pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama

    dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat

    pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum

    dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zatperantara kimiawi di bagian tubuh lainnya.

    Persarafan Parasimpatis

    Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk

    beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf

    parasimpatis kranialhampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi

    yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian

    pertama usus besar.

    Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula

    spinalis serta berjalan melalui saraf pelviske seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus.

    Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik

    daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi.

    Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di

    pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan

    peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat

    aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal.

    Persarafan Simpatis

    Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis

    antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus,

    sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna

    spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh

    seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik

    postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf

    simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi

    seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus,

    sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar

    menyekresikan norepinefrindan juga epinefrindalam jumlah sedikit.

    Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus

    gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem

    parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang

    kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal

    (kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui

    pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik.

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    5/11

    9

    Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus

    begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus

    gastrointestinal.

    Efek Sistem Saraf Otonom Pada GIT

    OrganJenis Reseptor

    Simpatis

    Efek Stimulasi

    Simpatis

    Efek Stimulasi

    Parasimpatis

    Saluran

    Pencernaan, 2 (organ-organ) motilitas (gerakan) motilitas

    Pengaruh Ion Kalsium Terhadap Kontraksi Otot Usus (Otot Polos Visceral)

    Dasar Molekul Kontraksi

    Kalsium berperan penting dalam kontraksi otot polos, seperti halnya yang terjadi pada otot

    rangka. Namun, karena secara umum retikulum sarkoplasma otot polos visceral kurang berkembang,peningkatan konsentrasi kalsium yang disebabkan oleh influks kalsium dari CES melalui kanal

    kalsium bergerbang voltase dan bergerbang ligan. Disamping itu, miosin otot polos harus

    terfosforilasi untuk dapat mengaktifkan miosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi miosin juga

    terjadi pada otot rangka, tetapi fosforilasi tidak diperlukan untuk pengaktifkan ATPase. Pada otot

    polos, kalsium berikatan pada kalmodulin dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan miosin

    kinase rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin (calmodulin-dependent myosin light chain

    kinase). Enzim ini mengkatalis fosforilasi rantai ringan miosin pada serin diposisi 19. Fosforilasi ini

    akan mengaktifkan ATP.

    Miosin mengalami defosforilasi oleh miosin fosfatase rantai ringan dalam sel. Namun,

    defosforilasi miosin kinase rantai ringan tidak selalu menyebabkan relaksasi otot polos. Berbagai

    mekanisme berperan. Salah satunya adalah mekanisme latch bridge, yang menyebabkan jembatan

    silang miosin tetap terikat ke aktin beberapa lama setelah menurunnya konsentrasi kalsium

    sitoplasma. Hal ini menimbulkan kontraksi yang menetap dengan penggunaan energi yang sedikit,

    yang sangat penting pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot kemungkinan terjadi ketika

    kompleks kalsium-kalmodulin akhirnya terurai atau ketika mekanisme lain bekerja.

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    6/11

    10

    PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    Tata Cara dan Kendala

    I. Kerutan Usus di Luar Badan

    a. Tata Cara

    1. Susunlah alat menurut gambar.

    2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam tabung mencapai

    suhu 35C.

    3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang sedang bertugas.

    4. Pasang sediaan usus sebagai berikut:

    a. Ikatkan dengan benang dikedua ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengkok.

    b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (Usahakan dalam hal ini supaya sediaan

    usus tidak terlampau teregang)

    5. Alirkan udara ke dalam larutan Locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon dan

    mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang

    telah dipasang itu.

    6. Selama percobaan, perhatikakn suhu larutan Locke dalam tabung perfusi yang harus

    dipertahankan pada suhu 35C kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.1 Pengaruh Epinefrin

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap

    kerutan masih tercatat terpisah.

    2. Catat waktunya dengan interval 5 detik.

    3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1:10.000 ke dalam larutan

    perfusi.

    4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.

    5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghentikan pengaruh epinefrin sebagi

    berikut:

    a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga+kawat kasa dan gelas beker pireks dari tabung

    perfusi.

    b. Letakkan sebuah baskom di bawah tabung perfusi.

    c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.

    d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak perlu

    yang versuhu 35C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang.

    e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Locke-nya.

    f. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari

    pengaruh epinefrin.

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    7/11

    11

    g. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan

    locke baru yang bersuhu 35C (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya.

    h. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar Bunsen.

    .b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.2 Pengaruh Asetilkolin

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

    2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000 ke dalam cairan

    perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.

    3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.

    4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin seperti

    pada ad.I.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.3 Pengaruh Ion Kalsium

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

    2. Hentikan tromol dan gantilah larutan Locke dalam tabung perfusi dengan larutan Locke tanpa

    kalsium yang bersuhu 35C (disediakan).

    3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion kalsium terlihat

    jelas.4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda

    saat penetesan.

    5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna

    gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru yang berushu 35C.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.4 Pengaruh Pilokarpin

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

    2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi.

    Beri tanda pada saat penetesan.

    3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh pilokarpin terlihat jelas.

    4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin seperti

    pada ad.I 4.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.5 Pengaruh Suhu

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    8/11

    12

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

    2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C dengan jalan memindahkan

    pembakar Bunsen dan mengganti iar hangat di dalam gelas beker pireks dengan air biasa.

    3. Segera setelah mencapai suhu 30C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.

    4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan

    perfusi sebanyak 5C, sampai tercapai 20C dengan jalan memasukkan potongan-potongan

    es ke dalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapatkan pencatatan keaktifan berturut-

    turut pada suhu 35C, 30C, 25C dan 20C.

    5. Hentikan tromol perfusi dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 35C dengan jalan

    mengganti air es di dalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanaskan air itu.

    6. Segera setelah suhu mencapai 35C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    I.6 Pengaruh Ion Barium

    a. Tata Cara

    1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.

    2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Bila

    1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkkan penambahan BaCl2 setetes

    demi setetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.

    b. Kendala

    Percobaan yang tidak dilakukan akibat bahan yang tidak ada (usus halus kelinci;red.)

    II. Pengaruh Kafein Terhadap Bising Usus

    II.1 Pra Makan (Perut Kosong)

    a. Tata Cara

    1. Persilahkan OP untuk berbaring.

    2. Hitung bising usus OP selama 1 menit.

    3. Persilahkan OP untuk meminum kopi yang telah disediakan oleh asisten. Tunggu 1 menit.

    4. Hitung kembali bising usus OP selama 1 menit.

    b. Kendala

    Tidak ada

    II.2 Pasca Makan (Perut Terisi)

    a. Tata Cara

    5. Persilahkan OP untuk berbaring.

    6. Hitung bising usus OP selama 1 menit.

    7. Persilahkan OP untuk meminum kopi yang telah disediakan oleh asisten. Tunggu 1 menit.

    8. Hitung kembali bising usus OP selama 1 menit.

    b. Kendala

    Tidak ada

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    9/11

    13

    HASIL PRAKTIKUM

    Tabel Data, Grafik dan Analisa Data

    I. Kerutan Usus di Luar Badan

    Apa tujuan pengaliran udara ke dalam cairan perfusi?

    Agar gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah terpasang.

    I.1 Pengaruh Epinefrin

    a. Grafik

    b. Analisis Data

    Pemberian epinefrin dapat menurunkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja dari

    epinefrin yang mempengaruhi saraf simpatis. Dimana efek dari saraf simpatis tersebut terhadapusus adalah penurunan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat gambaran penurunan

    kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.

    Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini?

    Menurunkan kerutan usus.

    I.2 Pengaruh Asetilkolin

    a. Grafik

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    10/11

    14

    b. Analisis Data

    Pemberian asetilkolin dapat meningkatkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja

    dari asetilkolin yang mempengaruhi saraf parasimpatis. Dimana efek dari saraf parasimpatis

    tersebut terhadap usus adalah peningkatan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat

    gambaran peningkatan kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.

    Apa pengaruh asetilkolin dalam percobaan ini?

    Meningkatkan kerutan usus.

    I.3 Pengaruh Ion Kalsium

    Apa pengaruh kekurangan ion kalsium terhadap kerutan usus?

    Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan efek dari ion

    kalsium yang berfungsi dalam kontraksi otot polos.

    I.4 Pengaruh Pilokarpin

    Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?

    Pilokarpin merupakan obat kolinergik sehingga pemberian pilokarpin dapat mengakibatkan

    peningkatan kerutan usus disertai dengan penurunan kerutan usus (interval menjadi lebih

    panjang).

    I.5 Pengaruh Suhu

    Apa pengaruh suhu pada keaktifan usus?

    Hubungan antara keaktifan usus dengan suhu adalah berbanding lurus. Artinya, semakin tinggi

    suhu, semakin aktif gerakan usus. Sebaliknya, semakin rendah suhu, semakin pasif gerakan

    ususnya.

    I.6 Pengaruh Ion BariumApa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCl2?

    Peningkatan kerutan usus.

    II. Pengaruh Kafein Terhadap Bising Usus

    a. Tabel

    Keadaan OPBising Usus

    Sebelum Minum Kopi Setelah Minum Kopi

    Sebelum Makan 19 kali 25 kali

    Setelah Makan 3 kali 8 kali

    b. Analisis Data

    Terlihat peningkatan bising usus pasca minum kopi (konsumsi kafein). Hal tersebut

    dikarenakan efek dari kafein dapat mengakibatkan relaksasi (bekerja pada saraf parasimpatis).

    Sehingga tejadi peningkatan bising usus pasca meminum kopi.

  • 7/31/2019 Praktikum Faal usus

    11/11

    15

    KESIMPULAN

    I. Kerutan Usus di Luar Badan

    I.1 Pengaruh Epinefrin

    Epinefrin menyebabkan penurunan kerutan usus di luar badan.

    I.2 Pengaruh Asetilkolin

    Asetilkolin menyebabkan peningkatan kerutan usus di luar badan.

    I.3 Pengaruh Ion Kalsium

    Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus di luar badan.

    I.4 Pengaruh Pilokarpin

    Pilokarpin menyebabkan peningkatan kerutan usus yang disertai penurunan intreval

    kerutan usus (interval menjadi lebih panjang atau lama dibandingkan kontrol).

    I.5 Pengaruh Suhu

    Besarnya suhu berbanding lurus dengan kerutan usus. Oleh karena itu, semakin

    rendah suhu, semakin tidak aktif lah (terlihat penurunan pada kimograf) kerutan usus.

    I.6 Pengaruh Ion Barium

    Ion barium menyebabkan peningkatan interval kerutan usus (interval menjadi lebih

    pendek atau cepat dibandingkan kontrol).

    II. Pengaruh Kafein Terhadap Peristaltik Usus

    Bising usus pada OP yang belum makan (kondisi perut kosong), jauh lebih besar dibandingkan

    dengan OP yang telah makan (konding perut terisi).

    Terjadi peningkatan bising usus pasca minum kopi.