Upload
halimanda-denta
View
55
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
responsi
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENDAHULUAN
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi
sebelum kehamilan atau timbul dalam kahamilan atau pada permulaan nifas. Preeklamsia
adalah gangguan yang terjadi pada wanita hamil yang berefek pada maternal dan fetal.
Pada preeklamsia dan eklamsia akan terjadi perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologi pada berbagai organ seperti system hemodinamik, ginjal, retina dan kimia darah.
Kondisi nutrisi yang baik sebelum hamil memegang peranan yang penting dalam mencegah
terjadinya preeklamsia.
Preeklamsia dan eklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditasdan
mortalitas perinatal di Indonesia. Sampai sekarang penyakit preeklamsia dan eklamsia
masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat terpecahkan secara tuntas.
Soejonoes (1980) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit rujukan dengan jumlah sampel
19.506, didapatkan kasus preeklamsia 4,78%, kasus eklamsia 0,51% dan angka kematian
perinatal 10,88 perseribu. Soejoenoes (1983) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit
Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian peeklamsia dan eklamsia 5,30% dengan
kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan
normal).
Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi pada primigravida, sedangkan
pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan
penyakit ginjal. Pada primigravida frekuensi preeklamsia/eklamsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. M.K Karkata (2005)
melakukan penelitian di Rumah Sakit Denpasar, didapatkan sebaran preeklamsia sebagai
berikut : Insidensi preeklamsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat
penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli
1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) preeklamsia berat dengan 55 kasus di
antaranya dirawat konservatif.
1.2 DEFINISI
Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul
sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Wibowo dan Rachimhadi, 2006).
Preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada
organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel(William, 2005).
1
Klasifikasi gangguan hipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan oleh
National Institutes of Health (NIH) Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
menyatakan kriteria diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan disertai dengan
proteinuria. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklamsia (William, 2005).
Menurut Cunningham, F.Gary (1995) preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi
disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat kehamilan setelah
minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis
yang luas pada vili khorialis.
Sedangkan menurut Hacker, Moore (2001) preeklamsia dapat disebut sebagai
hipertensi yang diinduksi-kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada kehamilan.
Preeklamsia tidak semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan pertamanya.
Preeklamsia ini paling sering terjadi selama trimester terakhir kehamilan.
Eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa
nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukkan gejala-
gejala preeklamsia (hipertensi, edema, proteinuria).
Disebut hipertensi yaitu bila kenaikan tekanan darah sisitolik ≥ 30 mmHg dan
kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
atau tekanan sisitolik ≥ 140 mmHg. Tekanan darah diastolik penting sebagai indikator dalam
pengelolaan preeklamsia oleh karena tekanan darah diastolik mengukur tekanan perifer dan
tidak tergantung keadaan emosional pasien.
Disebut proteinuria bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300 mg dalam 24
jam atau ≥ 1 gram /liter dalam 2 kali pengambilan urine secara acak atau dengan
pemeriksaan semi kuantitatif 2+ pada pengambilan urine secara acak.
Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang pasti untuk menegakkan preeklamsia
karena edema biasa dijumpai pada wanita hamil. Sepertiga wanita hamil timbul edema pada
usia kehamilan 38 minggu dan tidak ada korelasi statistik antara edema dan hipertensi.
1.3 ETIOLOGI
Penyebab pre-eklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui. Telah
terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab akibat penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima
harus dapat menerangkan hal-hal berikut (1). Sebab bertambahnya frekuensi pada
primigraviditis, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya
frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan
penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklamsia pada
2
kehamilan-kehamilan berikutnya; (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang
dam koma.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di
atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai “the diseases of theory”. Adapun teori-
teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsia/eklamsia:
a. Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun dalam
serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia
atau eklamsia antara lain:
a. Preeklamsia atau eklamsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia atau eklamsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) (Sudhaberata, Ketut. 2005).
3
1.4. KLASIFIKASI
Preeklamsia dibagi dua yaitu :
1. Preeklamsia ringan adalah preeklamsia dengan tekanan tekanan darah sistolik 140-
<160 mmHg atau tekanan darah diastolic 90- <110 mmHg
2. Preeklamsia berat
Disebut preeklamsia berat bila :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 120 mmHg
- Proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau positif 3 atau positif 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
Bisa disertai dengan :
- Oliguria yaitu produksi urine < 500 ml per 24 jam yang disertai kenaikan kadar
kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan serebral
- Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen
- Edema paru dan sianosis
- Pertumbuhan janin terhambat
- Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet)
(Wibowo B., Rachimhadi T., 2006)
1.5 PATOFISIOLOGI
Menurut Castro, C.L (2004) kelainan patofisiologi yang mendasari
preklamsia/eklamsia pada umumnya karena vasospasme. Peningkatan tekanan darah dapat
ditimbulkan oleh peningkatan cardiak output dan resistensi sistem pembuluh darah. Cardiak
output pada pasien dengan preeklamsia/eklamsia tidak terlalu berbeda pada kehamilan
normal di trimester terakhir kehamilan yang disesuaikan dari usia kehamilan.
Bagaimanapun juga resistensi sistem pembuluh darah pada umumnya diperbaiki.
Aliran darah renal dan angka filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien preeklamsia/eklamsia
lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan
yang sama. Penurunan aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah
afferen yang dapat mengakibatkan kerusakkan membrane glomerulus dan kemudian
meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat proteinuria. Oliguria yang
diakibatkan karena vasokontriksi renal dan penurunan GFR. Resistensi vaskular cerebral
selalu tinggi pada pasien preeklamsia/eklamsia. Pada pasien hipertensi tanpa kejang, aliran
darah cerebral mungkin bertahan sampai batas normal sebagai hasil fenomena
autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih
4
sedikit dibandingkan dengan wanita hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah dan
peningkatan tahanan vaskuler pada sirkulasi uteroplasental pada pasien
preeklamsia/eklamsia.
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklamsia dan eklamsia.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga
terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat
endotel (Sudhaberata, Ketut. 2005). Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan
merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri
memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh
yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal
bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan
oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada
preeklamsia dan eklamsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain (1). adhesi dan agregasi trombosit. (2)
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. (3) terlepasnya enzim lisosom,
tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit. (4) produksi prostasiklin
terhenti. (5) terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. (6) terjadi hipoksia
plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak (Sudhaberata, Ketut. 2005).
1.6 FAKTOR RESIKO
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi. menyebabkan
kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular
serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan
dengan kehamilan itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.
Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004) :
1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a. Kelainan kromosom
b. Mola hydatidosa
5
c. Hydrops fetalis
d. Kehamilan multifetus
e. Inseminasi donor atau donor oosit
f. Kelainan struktur kongenital
2. Faktor spesifik maternal
a. Primigravida
b. Usia > 35 tahun
c. Usia < 20 tahun
d. Ras kulit hitam
e. Riwayat preeklamsia pada keluarga
f. Nullipara
g. Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
h. Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia
i. Stress
3. Faktor spesifik paternal
a. Primipatemitas
b. Pasangan pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsia
1.7 GEJALA KLINIS
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan
yang berlebihan diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
1. Preeklamsia Ringan
Kenaikan tekanan darah systole ≥ 30 mmHg atau diastole ≥ 15 mmHg (dari tekanan
darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau systole ≥ 140 (<
160 mmHg diastole ≥ 90 mmHg (<110 mmHg)
Proteinuria 0,3 gr/lt dalam 24 jam atau secara kwantitatif 2+ (++)
Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah / tangan
2. Preeklamsia Berat
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
Proteinuria > 5 g/liter dalam 24 jam atau secara kuantitatif 3+ atau 4+
Oligouria < 500 ml/24 jam atau disertai kenaikkan kadar kreatinin darah
Adanya gejala-gejala eklamsia impending : Skotoma dan gangguan visus atau nyeri
frontal yang berat, nyeri epigastrium, hiperrefleksia,
Adanya sindroma HELLP ( Hemolysis Elevated Liver Enzymes Low Platelets)
6
3. Eklamsia
Terjadi pada kehamilan > 20 minggu atau saat persalinan atau masa nifas
Tanda-tanda preeklamsia yaitu hipertensi, edema, proteinuria
Kejang-kejang dan bisa sampai koma
Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
1.8.1 KOMPLIKASI
Komplikasi Preeklamsia/eklamsia antara lain: Nyeri epigastrium menunjukkan telah
terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk kemungkinan:
a. Perdarahan subkapsular
b. Perdarahan periportal sistem dan infark liver
c. Edema parenkim liver
d. Peningkatan pengeluaran enzim liver
Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan
sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai bentuk
kelainan patologis sebagai berikut :
- Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah
- Iskemia yang menimbulkan infark serebal
- Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis
- Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina
- Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medulla oblongata.
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang
biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia:
a. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi
pada preeklamsia.
b. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal
hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
7
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-
paru.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat vasospasme
arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat
ditemukan pada penyakit lain.Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati,terutama penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan lowplatelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati: SGPT, SGOT,gejala subjektif: cepat lelah,
mual, muntah, nyeri epigastrium), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.
i. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascularcogulation).
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
1.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi preeklamsia
dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui. Tujuan
utama penanganan adalah :
1. Mencegah terjadinya preeklamsia berat dan eklamsia
2. Melahirkan janin hidup
8
3. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya
1.9.1 Hipertensi karena kehamilan tanpa proteinuria:
Tangani secara rawat jalan.
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklamsia ringan.
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk
penilaian kesehatan janin.
Beritau pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia atau eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
1.9.2 Preeklamsia Ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu
a. Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), reflex dan kondisi janin.
b. Konseling pasien dengan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklamsia dan
eklamsia.
c. Lebih banyak istirahat (berbaring /tidur miring).
d. Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
e. Tidak perlu diberi obat-obatan.
f. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat tinggal di rumah sakit.
g. Kriteria untuk rawat tinggal untuk preeklamsia ringan
1. Hasil penilaian kesejahteraan janin ragu-ragu atau jelek
2. Kecenderungan menuju gejala preeklamsia berat (timbul salah satu / lebih gejala
preeklamsia berat)
- Tirah baring total
- Diet biasa.
- Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urine (untuk proteinuria) sehari sekali
- Lakukan USG, NST
- Pemeriksaan laboratorim (PCV, Hb, Asam urat darah, Trombosit, fungsi
ginjal/hepar)
- Tidak perlu obat-obatan.
- Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensatio kordis atau
gagal ginjal akut.
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan.
- Jika tidak ada tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan
observasi kesehatan janin.
9
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai aterm.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia berat.
Kehamilan lebih dari 37 minggu
- Jika kesejahteraan janin jelek, dilakukan terminasi dengan seksio sesarea
- Jika kesejahteraan janin ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang dari NST 1 hari
kemudian
- Jika kesejahteraan janin baik, penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari, bila
kehamilan remature penderita dipulangkan dan rawat jalan. Pada kehamilan
aterm dengan skor serviks yang matang (≥ 5), pecahkan ketuban dan induksi
persalinan dengan oksitoksin atau prostaglandin.
- Jika skor serviks belum matang (<5), lakukan pematangan dengan prostaglandin
atau kateter folley atau lakukan seksio sesaria.
- Terminasi kehamilan juga dikerjakan bila didapatkan tanda-tanda dari impending
ekalampsia dari ibunya (Saifudin, Bari. 2005).
1.9.3 Preeklamsia berat
Penatalaksanaan preeklamsia berat ada dua yaitu secara konservatif dan aktif..
Semua kasus preeklamsia berat harus ditangani secara aktif. Lama perawatan konservatif
sekitar 7-15 hari.
A. Perawatan konservatif
Indikasi
Pada usia kehamilan <34 minggu (estimasi berat janin <2000 gr tanpa ada tanda-
tanda impending eklamsia
Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
- Tirah baring
- Infuse RL yang mengadung 5% dextrose 60-125 cc/jam
- 10 gr MgSO4 50% I.M setiap 6 jam sampai dengan 24 jam pasca
persalinan (diberikan jika tidak ada kontraindikasi pemberian MgSO4
- Diberikan antihipertensi yang digunakan : Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam,
dapat diberikan bersama sama Methyldopa 250 -500 mg setiap 8 jam.
Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10 mg dalam waktu 30 menit
pada keadaan tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
(diberikan satu kali saja)
- Lakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hepar dan fungsi ginjal
- Pantau produksi urine 24 jam
10
- Konsultasi dengan bagian lain : bagian mata, bagian jantung, bagian lain
sesuai dengan kondisi
b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di ruang bersalin (setelah 24 jam
masuk ruangan bersalin)
- Tirah baring
- Obat-obatan :
- roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah : 87,5 mg sehari satu kali
- Antihipertensi (Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam Methyldopa 250 mg tiap
8 jam)
- Penggunaan Atenolol dan B bloker (dosis regimen) dapat
dipertimbangakan pada pemberian kombinasi
- Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
- Lakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan
- Ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri (resistensi
umbilikalis dan rasio panjang femur terhadap lingkaran abdomen.
Perawatan konservatif dianggap gagal bila
a. Ada tanda-tanda impending eklampsia
b. Kenaikan progresif tekanan darah
c. Ada Sindroma Hellp
d. Ada kelaianan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
B. Perawatan aktif
1. Indikasi
a. Hasil penialaian kesejahteraan janin jelek
b. Ada tanda-tanda impending eklamsia
c. Ada Sindroma Hellp
d. Kehamilan late preterm (≥ 34 minggu estimasi berat janin ≥ 2000 gr)
e. Konservatif gagal
2. Pengoabatan medisinal
a. Segera rawat inap
b. Tirah baring ke satu sisi
c. Infuse RL yang mengandung 5% dextrose dengan 60-125 cc/jam
d. Pemberian anti kejang MgSO4
Dosis awal MgSO4 20% 4 gr I.V selama 5 menit kemudian lanjutkan MgSO4
50% 10 gr I.M pada bokong kanan/kiri masing-masing 5 gr. Jika kejang
11
berulang setelah 15 menit berikan MgSO4 2 gr dalam larutan 50% I.V selama
5 menit
Dosis ulangan yaitu MgSO4 5 gr I.M diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal
sampai 6 jam pasca persalinan
Syarat pemberian :
- reflex patella (+)
- respirasi > 16 kali permenit
- urine ± 150 cc/6 jam
Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas lakukan ventilasi (masker dan
balon, ventilator), beri calcium glukosa 1 gram 10 % (diberiakan I.V pelan-
pelan pada intoksikasi MgSO4)
Antihipertensi dapat dipertimbakan diberikan bila : systole ≥ 180 mmHg,
diastole ≥ 120 mmHg. Nifedipin 5-10 mg tiap 8 jam atau methyldopa 250 mg
tiap 8 jam.
3. Pengobatan obstetrik
a. Sedapat mugkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan
pemeriksaan “Non Stress Test” (NST)
b. Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila:
- “Non Stress Test” jelek
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (skor Bioskop <5)
- Kegagalan drip oksitosin
c. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila:
- NST baik
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvic baik (Skor Bioskop ≥ 5)
Obat anti hipertensi yang dapat digunakan pada preeklamsia
Jenis Obat Dosis
1. Penghambat adrenergic
(adrenolitik)
a. Adrenolitik sentral
- Metildopa
- Klonidin
b. Beta bloker
c. Alfa bloker
3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari
3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500 ml
glukosa 5%/6jam
1x5mg/hari sampai 3x10 mg/hari
3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari
12
d. Alfa dan beta bloker
2. Vasodilator
Hidralazin
3. Antagonis kalsium
Nifedipin
3x100 mg/hari
4x25 mg/hari atau parenteral 2,5-5 mg
3x10 mg/hari
Jika tekanan diastolik 110mmHg atau lebih, berikan obat anti hipertensi. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg dan mencegah
perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin.
Berikan hidralazin mg I.V. pelan-pelan setiap 5 menit sampai
Eklampsia
Prinsip terapi ada 2 yaitu secara klasik dan secara krusal. Eklampsia klasik
mengutamakan pemberian anti konvulsan sedangkan eklampsia krusial mengutamakan
keselamatan ibu (live saving).
Terapi
- Infuse RD5
- Pasang sudip lidah jika terdapat kejang
- Oksigen jka perlu
- Pasang kateter folley
- Furosemid 2 ampul i.v
- Digoksin 1 ampul i.v
- Evaluasi tanda vital
- Bila perlu pemberian morphin inj
- Pertimbangan pemberian vasodilator (dopamine) untuk perfusi jaringan
- Terapi suportif :
a. antibiotik : ampicilline, cephalosporin
b. Dexamethasone 1 ampul i.v tiap 6 jam
- MgSO4 dosis penuh, SM 0% 4 gr/IV/4 menit kemudian SM 40% 8 gr/IM/ kanan
dan kiri. Jika dalam 10 menit setelah lodding dose terjadi kejang lagi diberikan
SM 20% 2gr IV. Jika dalam 30 menit terjadi kejang lagi diberikan Fenitoin 100
mg/IV perlahan. Dilanjutkan MD SM 40% 4 r/IM 6 jam kanan dan kiri samapi 24
jam bebas kejang /pasca persalianan.
- Valium 20 mg/iv perlahan, diikuti drips 10 mg/500 ml Dx dalam 30 tetes/menit.
Jika dalam 30 menit masih kejang berikan valium 10 mg/iv perlahan. Terapi lain
sama seperti PEB
13
- Terminasi, pada eklamsia krusal dilakukan secsio sesarea, terutama janin hidup
estimasi berat janin 1800-2000 gram, sedangkan pada eklamsia klasik persalinan
pervaginam diberikan prostaglandin, drip oksitosin, diharapkan persalinan selesai
dalam waktu 24 jam.
- Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Saat terminasi setelah terjadi
stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu
keadaan di bawah ini:
a. Pemberian antikonvulasi
b. Kejang terakhir
c. Pemberian antihipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Cara terminasi sama dengan cara terminasi pada PEB
- Konsultasi
a. Neurologi, bila ada tanda-tanda perdarahan otak
b. Kardiologi, sebelumnya lakukan pemeriksaan X foto thorax
c. Mata
- CT-Scan kepala bila ada kejang ≥ 4 kali
- Bila edema otak harus dipertimbangkan pemberian manitol
- Evaluasi :
1. Ibu: pemeriksaan fisik
- adanya pitting oedema setiap bangun tidur pagi
- pengukuran BB setiap bangun tidur pagi
- menentukan Gestosis Index setiap 12 jam, pagi dan sore
- pengukuran tekanan darah setiap 6 jam
- pengukuran produksi urine setiap 3 jam
- monitoring tingkat kesadaran jika terdapat penurunan kesadaran
- Laboratorium: Hb, Hematokrit, Urine Lengkap, Asam Urat darah, Trombosit, LFT
dan RFT
2. Placenta: Human Placental Lactogen dan Estriol
3. Janin : Fetal Well Being, Fetal Maturity
RESPONSI ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
14
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Mujiatun Nama Suami : Tn. imam
Umur : 41 Tahun Umur : 38 Tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Pandugo Gg.II
MRS : 05 09 2011 (jam 13.50)
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi
2. Keluhan Tambahan : kedua kaki bengkak
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita datang ke VK dengan membawa surat rujukan dari bidan dengan
tekanan darah yang tinggi. Ketika MKB, tekanan darah penderita mencapai 170/110
mmHg disertai bengkak pada kedua kaki. Pusing -, mata kabur -, nyeri ulu hati -,
muntah -, sesak - . Penderita tidak merasa kenceng-kenceng dan tidak ada darah
atau lendir yang keluar melalui jalan lahir. Hasil pemeriksaan dari bidan sebelumnya
tekanan darah penderita 180/100 mmHg. Selama kehamilan penderita kontrol secara
teratur ke bidan. Pada awal kehamilan penderita mengatakan tidak pernah
mengalami pusing dan tekanan darahnya selalu normal (120/70mmHg). Namun
sejak menginjak usia kehamilan 7 bulan kaki bengkak tapi belum ada peningkatan
tekanan darah. Saat usia kehamilan 9 bulan, tekanan darah meningkat saat terakhir
kontrol (180/100) lalu dirujuk oleh bidan ke rumah sakit haji.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
o Sebelum kehamilan : disangkal
15
o Selama masa kehamilan : disangkal
o Kehamilan sebelumnya : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Ginjal : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
6. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : ± 28 hari, teratur
Lama : 5-6 hari
Dismenorhea : Tidak selalu
Fluor albus : Ya (kadang-kadang), tidak berbau, tidak gatal
HPHT : 14 November 2010
TP : 21 Agustus 2011
Umur kehamilan : 42/43 minggu
7. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 19 tahun
8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
I. : 9 bulan / Spontan B/ Bidan / ♂ / 3800 / 11 th
II. : 9 bulan / Spontan B/ Bidan / ♂ / 4500 / 8 th
III. : Hamil ini
9. Riwayat ANC
Bidan 7 x (normal)
USG 2 x (normal)
16
10. Riwayat KB
KB suntik 2 tahun (2006 - 2008)
KB pil 4 bulan (2009)
III. PEMERIKSAAN UMUM
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 86 kg
Keadaan umum : Tampak baik
A / I / C / D : - / - / - / -
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170 / 110 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Suhu (axiller) : 36°C
RR : 20 x / menit
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Kepala :
o Oedem kelopak mata - / -
o Konjunctiva anemis - / -
o Sclera icterus - / -
o Chloasma gravidarum -/-
Leher
o Pembesaran KGB (-)
o Thorax : Bentuk normal, gerak simetris, mammae membesar
+/+, hiperpigmentasi areola mammae +/+, ASI -/-
o Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -
o Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : membesar, cembung, simetris
o Palpasi : nyeri tekan (-), lihat status obstetri
o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : BU dalam batas normal
Ekstremitas
o akral hangat
17
+ +
+ +
o oedema
- -
+ +
b. Status Obstetri
Abdomen
o Inspeksi : perut membesar, cembung, simetris, striae albican
(+), linea nigra (+), bekas jahitan operasi (-), scar (-)
o Palpasi : TFU 41 cm, nyeri tekan (-), his (-)
Leopold I Teraba bagian bulat tidak melenting di fundus, kesan
bokong
Leopold II kesan punggung janin disisi kiri ibu
Leopold III bagian bawah perut ibu teraba kepala belum masuk
PAP
Leopold IV bagian terbawah janin belum masuk PAP
o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : BU dalam batas normal, DJJ: 12.12.12
VT : Ø -/ bagian terendah janin masih tinggi / UPD kesan normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil lab 05-09-2011
o Darah lengkap
Hb : 12,1 g/dl (N : 11,4-15,1 g/dl)
Leukosit : 9.720/mm³ (N : 4.300-11.300/mm³)
Trombosit : 322.000 (N : 150.000-400.000/mm³)
Hematokrit : 33,4 % (N : 38-42 %)
o Faal Hemostasis
PPT : C 11,0” P 10,4”
INR : 0,93
APTT : C 28,0” P 24,2”
18
o Kimia klinik
GDA : 86 mg/dl (N : < 150 mg/dl)
BUN : 11
K : 0,7
SGOT : 14
SGPT : 8
Albumin : 3,7
Kalium : 4,7 mmol/l (N : 3,8 – 5,5 mmol/l)
Natrium : 143 mmol/l (N : 136 – 144 mmol/l)
Chlorida : 112 mmol/l (N : 97 – 103 mmol/l)
o Urine lengkap
BJ :1,010
pH : 7
Nitrit : (-)
Protein : (++++)
Glukosa : N
Keton : -
Urobilin : N
Bilirubin : (-)
o Sedimen
Eritrosit : 1-2 (N : 0-1 plp)
Leukosit : 1 (N : 0-1 plp)
Epitel : 1 (N : 0-1 plp)
Bacteria : (-)
Cryst silinder : (-)
Lain : (-)
19
V. RESUME
Wanita, 40 tahun, datang ke VK dengan membawa surat rujukan dari bidan
dengan keluhan tekanan darah tinggi. Ketika MKB, tekanan darah penderita
mencapai 170/110 mmHg disertai bengkak pada kedua kaki. Pusing -, mata kabur -,
nyeri ulu hati -, muntah -, sesak - . Hasil pemeriksaan dari bidan sebelumnya
tekanan darah penderita 180/100 mmHg. Sejak usia kehamilan 7 bulan kaki bengkak
tapi belum ada peningkatan tekanan darah. Saat usia kehamilan 9 bulan, tekanan
darah meningkat saat terakhir kontrol. Dengan HPHT : 14 november 2011 dan
taksiran persalinan 21 Agustus 2011. Penderita kontrol ke bidan 7x dan melakukan
USG 2x.
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170 / 110 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Suhu (axiller) : 36°C
RR : 20 x / menit
A / I / C / D : - / - / - / -
Pemeriksaan fisik
Ekstremitas
oedema
- -
+ +
Status Obstetri
TFU : 41 cm
DJJ : 12 – 12 - 12
Teraba bagian bulat tidak melenting, dengan punggung janin di sisi kiri ibu
dan bagian terendah janin belum masuk PAP
VT : Ø -/ bagian terendah janin masih tinggi / UPD kesan normal
Pemeriksaan penunjang
Urine lengkap : protein → (++++)
20
VI. DIAGNOSIS
GIIIP2-2/UK 42-43 minggu/T/H/IU/letak kepala/tak inpartu/upd kesan
normal/usia>35th/PEB/TBJ 4500 g
VII. PLANNING
Terapi
o Non medika mentosa
KIE dan informed consent pro terminasi PEB dan MOW
o Medika mentosa
Infus RD5 + kateter
Nifedipine 3 x 10 g
Inj. SM full dose
Loading : Inj. 4gram MgSO4 20% iv disuntuk secara
perlahan selama 15-20 menit
Maintenance : 25cc MgSO4 40% drip dalam larutan RD5%
(17 tts per menit, habis dalam 10 jam) diberikan sampai 12
jam post partum
Balance cairan
o Monitoring
Keadaan umum penderita
Keluhan penderita
Djj
Vital Sign
Tanda-tanda impending eklampsia
Terapi pasca operasi
o Medika mentosa
Infus RD5
Ondencentron 3 x 1 amp iv
Tramadol 3 x 1 amp iv
Phyton 1 amp dalam RD5 drip
B1 3 x 1 amp iv
Ketorolac 3 x 30 mg iv
Nifedipin 3 x 10 mg
Maintenance MgSO4
Balance cairan
21
LAPORAN OPERASI
(05 – 09 – 2011)
Pendapatan Waktu Explorasi :
Uterus Gravid Aterm
AP d/s dalam batas Normal
Apa yang dikerjakan :
Dilakukan LSCS + Tubektomy pomesoy bilateral
OU disisihkan ke caudolateral
Insisi SBR 2 cm, dilebarkan secara tumpul, dilakukan amniotomi, ketuban jernih
Bayi dilahirkan secara mencungkit kepala
Placenta dilahirkan dengan tarikan tangan
SBR dijahit 2 jelujur
Eksplorasi tuba ovarium d/s diikat, dipotong
Cuci cavum abdomen ± 500 cc
Perdarahan ± 150 cc
Lapangan operasi ditutup
NB : pukul 17.05
Bayi lahir 17:45 ♂ 5000 gr / 55 cm, AS 7-
23