Upload
caesar-corleone
View
38
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Interna
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Cronic Renal Failure (CRF) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/mnt. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK (Suyono, 2001).
Perbedaan ini tidak selalu sama diseluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpangsiuran. Istilah azotemia menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fese simtomatik gagal ginjal dimana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas (Suyono, 2001).
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama:Tn. S
Umur:59 tahun
Jenis kelamin:Laki-lakiStatus: Menikah
Pendidikan:SMAPekerjaan:WiraswataAgama:Islam
Alamat: PurbalinggaSuku :Jawa
Kewarganegaraan: Indonesia
Tanggal periksa:05 Maret 2014
C. ANAMNESIS
1. Keluhan utamaSesak nafas
2. Keluhan Tambahan
Bengkak pada perut dan kedua kaki, mual, muntah, lemas, BAK tidak lancar.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan sesak nasas sejak satu minggu ini. Sesak nafas dirasakan terus menerus dan makin bertambah berat sejak satu hari terakhir baik saat istirahat maupun sedang beraktivitas. Sesak nafas tidak disertai dengan nyeri dada, dada berdebar, maupun bunyi mengi. Sejak satu hari sebelum masuk RSMS pasien mengeluh bengkak pada kedua tungkai dan perut. Selain itu, pasien juga mengeluh lemah, mual, muntah, dan mudah lelah bila beraktivitas. Pasien tampak edema, turunnya rentang gerak. Pasien mengatakan susah BAK sejak 4 bulan terakhir serta mengeluhakn pinggangnya nyeri. Pasien tidak merasakan adanya rasa berpasir saat BAK. Pasien sempat berobat ke puskesmas setempat, namun keluhan tidak membaik sehingga pasien berobat ke RSMS.4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit sama: disangkalb. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat jantung : disangkal
e. Riwayat darah tinggi : diakui sejak lima tahun yang laluf. Riwayat penyakit ginjal: disangkalg. Riwayat penyakit gula : disangkalh. Riwayat pengobatan : tidak sedang menjalani pengobatan lain.
i. Riwayat alergi makanan/obat : disangkalj. Riwayat penyakit batu saluran kemih : disangkal5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit sama: disangkalb. Riwayat jantung : disangkal
c. Riwayat darah tinggi : diakui pada kedua kakak pasiend. Riwayat penyakit ginjal: disangkale. Riwayat penyakit gula : disangkalf. Riwayat alergi makanan/obat : disangkal6. Riwayat Sosial dan Exposure
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga baik. Disekitar lingkungan rumah dinyatakan tidak ada wabah penyakit tertentu.
b. Home
Pasien tinggal bersama dengan istri dan dua orang anaknya. Rumah pasien merupakan rumah permanen. Atap tertutup genteng dan lantai rumah terbuat dari semen, memiliki ventilasi yang baik serta memilki kamar mandi di dalam rumah.c. Occupational
Pekerjaan sebagai wiraswasta. Sehari-harinya kegiatan pasien hanya menunggu tokonya, tidak terlalu banyak bekerja.d. Personal habit
Pasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi jamu-jamuan sejak masih muda. Selain itu pasien gemar sekali dengan makanan goreng-gorengan dan asin. Pasien juga mengaku jarang minum.e. Drug
Pasien tidak mempunyai alergi obat dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan.C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Asoka RSMS, 05 Maret 20141. Keadaan umum: Tampak sakit sedang, lemah2. Kesadaran
: Composmentis
3. Tanda vital
:
Tekanan darah
: 180/100 mmHg
Nadi
: 96x/ menit regular
Respirasi
: 24x/ menit
Suhu
: 36,5C
4. BB
: 60 kg
5. TB
: 170 cm
6. Status Generalis
a. Pemeriksaan Kepala
Bentuk: Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
Rambut: Tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat
isokor,diameter 3 mm
THT: Tonsil T1 T1, lidah tampak kotor (-), tremor (-),discharge (-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut: Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)Leher: deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+2 cmH2O
b. Pemeriksaan Dada
Paru
Inspeksi:Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketinggalan
gerak antara hemithoraks dextra dan sinistra, kelainan
bentuk dada (-), retraksi interkostalis (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi: Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi: Suara dasar vesikuler +/+, Ronki basah halus -/-, Ronki basah kasar -/-, Wheezing -/-Jantung
Inspeksi: Ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi: Ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas
: SIC II LPSD
Kiri atas
: SIC II LPSS
Kanan bawah: SIC IV LPSD
Kiri bawah
: SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, murmur (-), Gallop (-)Abdomen
Inspeksi: CembungAuskultasi: Bising usus (+) N
Palpasi: Nyeri tekan (+) epigastrik , test undulasi (+), Hepatojugular Refleks (-)Perkusi: Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)Hepar: tidak terabaLien: tidak teraba
Renal: Nyeri ketok kostovertebrae +/+Ekstremitas :
Ekstremitas superiorEkstremitas inferior
DextraSinistraDextraSinistra
Edema--++
Sianosis----
Akraldingin----
Reflek fisiologis+ N+ N+ N+ N
Reflek patologis----
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Tanggal 05 Maret 2014Darah Lengkap
Hemoglobin
: 6,2 g/dl
Leukosit
: 10810 uL
Hematokrit
: 30%
Eritrosit
: 3 x 10^6/uL
Trombosit
: 154.000/uL
MCV
: 88 pl
MCH
: 30,1 pg
MCHC
: 34,2 g/dlHitung Jenis
Basofil
: 0,1%
Eosinofil
: 0.0% (L)
Batang
: 0.4%(L)
Segmen
: 61%
Limfosit
: 32%
Monosit
: 5,6 % (H)
Kimia KlinikUreum
: 420,5 mg/dlKreatinin
: 13,51 mg/dlNatrium
: 126 mmolKalium
: 4,3 mmolKlorida
: 92 mmolGDS
: 113E. DIAGNOSISChronic Renal Failure (CRF)Hipertensi Grade 2
Anemia Sedang (Mikrositik Hipokromik)F. PENUNJANG YANG DIAJUKAN1. Rontgen thorax2. USG abdomen3. EKGG. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
a. Bed rest
b. Diet rendah garam2. Farmakologi
a. O2 4 lpm (Nasal Kanul)b. IVFD RL 30 tpm + Lasix 2 ampulc. Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
d. Injeksi Ranitidin 2x1 ampule. P.O. Amlodipin 10 mg 0-0-1f. P.O. Valsartan 80 mg 0-0-1g. Transfusi PRC 3 kolf
h. Edukasi Hemodialisa RegulerBAB III
TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal atau Chronic Renal Failure (CRF) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007).B. Epidemiologi Insidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya di Malaysia, dan di negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2007). Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.Beberapa penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2000 antara lain Glomerulonefritis (46,39%), Diabetes Mellitus (18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi (8,46%), dan penyebab yang lain dengan presentase sebesar (13,65%) (Murray et al, 2007).C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2006) :
1. Gangguan imunologisa. Glomerulonefritisb. Poliartritis nodosac. Lupus eritematous2. Gangguan metabolika. Diabetes Mellitusb. Amiloidosisc. Nefropati Diabetik3. Gangguan pembuluh darah ginjala. Arterisklerosisb. Nefrosklerosis4. Infeksia. Pielonefritisb. Tuberkulosis5. Gangguan tubulus primerNefrotoksin (analgesik, logam berat)6. Obstruksi traktus urinariusa. Batu ginjalb. Hipertopi prostatc. Konstriksi uretra7. Kelainan kongenitala. Penyakit polikistikb. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis)Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia tahun 2000, adalah sebagai berikut:Tabel 1. Penyebab gagal ginjalPenyebabInsiden
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Sebab lain46.39%
18.65%
12.85%
8.46%
13.65%
(Suwitra, 2007)D. Klasifikasi Chronic Kidney Disease diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin buruk.Tabel 2. Klasifikasi Chronic Kidney Disease
DerajatDeskripsiKlasifikasi Berdasarkan Keparahan
GFR
mL/min/1.73 m2Keadaan Klinis
1Kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat 90Albuminuria, proteinuria, hematuria
2Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan60-89Albuminuria, proteinuria, hematuria
3Penurunan GFR sedang30-59Insufisiensi ginjal kronik
4Penurunan GFR berat15-29Insufisiensi ginjal kronik, pre-ESRD
5Gagal ginjal< 15
Atau dialisisGagal ginjal, uremia, ESRD
(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005)E. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Long, 1996).Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001).Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 2006).
Gambar 1. Patofisiologi CRF (Price, 2006).F. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis CKD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mengenai manifestasi klinis yang ada pada pasien dan dibantu hasil pemeriksaan penunjang. 1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b.Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai koma.
c.Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.
2.Pemeriksaan Laboratorium
a.Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi masih dalam batas normal. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.b. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan kreatinin serum, dan penghitungan TKK
c. Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin dan asam urat.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.
3.Gambaran radiologis;
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
4.Biopsi
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara invasif sulit ditegakkan (Suwitra, 2007).G. PenatalaksanaanDiagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan dari terapi CRF adalah (K/DOQI, 2002):
1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat (Suwitra, 2006).
2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid
Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya sehingga diharapkan kejadian komorbid pada pasien dapat berkurang (Suwitra, 2006).
3. Memperlambat Pemburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah dengan (Suwitra, 2006):
a. Pembatasan asupan protein
Pembatasan mulai dilakukan pada LFG 60 ml/menit, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal sehingga dapat memperberat fungsi ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia, dengan demikian pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasa fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia (Suwitra, 2006).b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus
Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan ACE inhibitormelalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).
4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular
40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan pencegahan terhadap koplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan (Suwitra, 2006).5. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi, yaitu sebagai berikut (Suwitra, 2006):
a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89 ml/menit) : tekanan darah mulai meningkat
b. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia
c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia
d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia
6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk berkembang lebih cepat (K/DOQI, 2002).H. Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (K/DOQI, 2002).I. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%) (Suwitra, 2006).J. KomplikasiPasien dengan CRF akan mengalami peningkatan kadar urea dan serum darah karena gagalnya sekresi yang disebabkan oleh penurunan fungsi filtrasi pada glomerulus. Kalium juga merupakan ion yang disekresikan melalui ginjal. Pasien CRF akan mengalami keadaan hiperkalemia. Pasien CRF dapat mengalami veskulopati serta retensi cairan dalam tubuh. Vaskulopati dapat menyebabkan kerusakan endotel serta respon vasokonstriksi pembuluh darah yang berujung pada keadaan hipertensi. Retensi cairan yang terjadi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan overload cairan. Hasil limbah nitrogen (ureum dan kreatinin) dapat memicu reaksi inflamasi pada organ organ di sekitar ginjal. Reaksi inflamasi pada jantung yang diikuti dengan hipertensi dan overload cairan akan membebani kerja jantung. Jantung yang tidak dapat mengkompensasi akibat dari CRF dapat berakhir pada keadaan gagal jantung kongestif (CHF). CHF yang berkelanjutan dapat mengakibatkan edema pulmo apabila tidak ditangani (McCance dan Sue, 2006).
Pasien CRF harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan sebaliknya (Eknoyan, 2009).BAB IV
KESIMPULAN1. Diagnosis pada pasien ini yaitu CRF yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.2. Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).3. Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
4. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease. US Nephrology: 13-7.Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. New York: National Kidney Foundation.Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International: 67; 2089-2100.Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan KeperawatanMc Cance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006.Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-prosesPenyakit. Jakarta : EGCSuwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.Suyono, Slamet. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUISekresi protein terganggu
Ketidakseimbangan cairan, asam, basa, darah
Regulasi dan ekskresi tidak seimbang
Sindrom uremia
Intoleransi aktivitas
Kelebihan volume cairan
keletihan
Kelebihan volume cairan
Keletihan
Anemia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
As. Lambung naik
Prod. Asam naik
Gang. Integritas kulit
Gang. Citra tubuh
pruritus
perpospatemia
Urokrom tertimbun di kulit
Perubahan warna kulit
Edema
Mual muntah
Anoreksia
Iritasi
Infeksi
Perdarahan
Hematemesis
Melena
Peradangan pericardium
Pericarditis
Hipertensi/hipotensi, HF
Sesak nafas
Pola nafas tidak efektif
Tekanan Kapiler naik
Volume intestisial naik
Kulit
Retensi Na
Asam basa tidak seimbang
Toksin ureum
Permeabilitas membran kapiler alveolar meningkat
Ektermitas
Sal. Pencernaan
Jantung
Paru
Gangguan perfusi jaringan
Edema
Volume interstisiel naik
Anemia
Tekanan Kapiler naik
Retensi Na
Sekresi erytropoisis turun
Produksi Hb turun
Oksihemoglobin menurun
Suplai O2 menurun
CRF
Kerusakan integritas kulit
Gatal gatal
Rx terhadap membrane dialiser
Hemodialisa
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Kekurangan volume cairan
Hipotensi
TD
Vol darah dalam sirkulasi tubuh
Darah keluar >>darah masuk
Resiko perdarahan
Nyeri akut
Sakit kepala
Ureum kreatinin yang terlalu cepat di otak
infeksi
Kram otot
Perpindahan elektrolit pada membrane dialiser >>
Perpindahan darah &elektrolit dari sirkulasi ke dialiser
Intoleransi aktivitas
Kelebihan volume cairan
Entry point
Akses vaskuler
Edema paru
Kapiler paru naik
Tek.vena pulmonalis naik
Bendungan atrium kiri naik
Gang.pertukaran gas
CRF
Suplai O2 ke otak turun
syncope
Resiko jatuh
Payah jantung kiri
Fatigue
Nyeri sendi
As.laktat naik
Suplai O2 jaringan turun
Retensi Na dan H20 naik
RAA turun
Aliran darah ginjal turun
Cardiac output turun
Hipertrofi ventrikel kiri
Beban jantung
naik
Edema
20