48
PRESENTASI KASUS SUSPEK CHOLESISTITIS DD CHOLELITHIASIS DENGAN EFUSI PLEURA PULMO BILATERAL DISUSUN OLEH ISTI IRYAN PRIANTI 1102009146 PEMBIMBING dr. DJAJA SUTISNA, Sp.B KEPANITRAAN ILMU BEDAH

PRESENTASI KASUs bedah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas bedah

Citation preview

Page 1: PRESENTASI KASUs bedah

PRESENTASI KASUS

SUSPEK CHOLESISTITIS DD CHOLELITHIASIS

DENGAN EFUSI PLEURA PULMO BILATERAL

DISUSUN OLEH

ISTI IRYAN PRIANTI

1102009146

PEMBIMBING

dr. DJAJA SUTISNA, Sp.B

KEPANITRAAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG

2014

Page 2: PRESENTASI KASUs bedah

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Nn. Y

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 39 Tahun

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Alamat : Kp. Padek Pamanukam

Suku bangsa : Sunda

Agama : Islam

Masuk RS : 16 Desember 2013

Ruang : Dahlia

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa

Tanggal : 30 Desember 2013

a. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Subang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan pasien timbul secara mendadak dan letaknya menetap pada perut kanan atas. Nyeri perut dirasakan memberat apabila pasien batuk ataupun mengejan. Pasien menceritakan nyeri perut yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan sangat nyeri hingga pasien lebih nyaman untuk menekuk kedua lututnya dan duduk. Pasien menambahkan lebih nyaman dalam posisi tersebut walaupun nyeri dirasakan tidak berkurang. Awalnya pasien merasakan nyeri pada ulu hati sejak 2 bulan yang lalu namun pasien selalu mengabaikan nyeri tersebut. Nyeri pada ulu hati

Page 3: PRESENTASI KASUs bedah

dirasakan pasien sesaat setelah pasien makan, terutama makan makanan bersantan. Nyeri pada ulu hati disertai perasaan sulit bernapas. Namun, nyeri dirasakan semakin hebat dan pada akhirnya sangat mengganggu aktivitas. Selain posisi berbaring yang diceritakan pasien, pasien juga menambahkan nyerinya sedikit bertambah apabila ia bernapas dalam. Pasien mengaku nafsu makan baik. Namun sering merasakan mual walaupun tidak muntah. Pasien juga mengeluh kembung. Sebelum masuk rumah sakit pasien menceritakan bahwa sudah tidak BAB sejak 4 hari namun setelah itu pasien BAB mencret bewarna hijau disertai lendir dan ampas >3x/hari.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Sesak semakin kuat dirasakan pasien bersamaan dengan nyeri perut yang dikeluhkannya. Sesak napas tanpa disertai nyeri dada. Demam disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluh mimisan ataupun nyeri pada sendi. Batuk berkepanjangan, penurunan berat badan secara drastis juga disangkal oleh pasien.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya (sejak 2 bulan yang lalu nyeri pada ulu hati)

Riwayat Diabetes Melitus disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Maag (+) Riwayat infeksi paru-paru disangkal Riwayat Alergi obat disangkal Riwayat pembedahan atau operasi sebelumnya ( operasi ceasar anak

Ke-3 7 tahun lalu)

3 hr SMRS :-nyeri perut kanan atas

- mual - Rontgen di RS PMC :

terdapat cairan pada paru-paru kanan

- Konstipasi sejak 2 hari

2 Hari SMRS :- semakin nyeri pada

perut kanan atas- Mual

- kembung-konstipasi

1 hari SMRS :- Sesak napas

- mual -nyeri perut kanan atas

- kembung - BAB Mencret berwarna

kehijauan

Page 4: PRESENTASI KASUs bedah

d. Riwayat penyakit keluarga

Pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya.

Riwayat Diabetes Melitus pada Keluarga (+) Riwayat Hipertensi pada Keluarga (+) Riwayat Infeksi paru-paru pada keluarga disangkal Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal

e. Riwayat Kebiasaan

Pasien senang makan makanan berlemak, bersantan maupun goreng-gorengan.

Kebiasaan merokok disangkal

III. PEMERIKSAAN

III.1 PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 128 x/menit

Respirasi : 28 x/menit

Suhu : 37,8.0 °C

BB : 72 Kg

III.2 PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Normocephal

Mata : Conjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Leher : KGB leher tidak teraba membesar

Thoraks : Pulmo (Pemeriksaan setelah 2 hari pemasangan WSD)

Inspeksi : bentuk dada cembung simetris kanan maupun kiri Tidak terdapat sikatriks maupun massa Simetris pada keadaan statis maupun dinamis

Page 5: PRESENTASI KASUs bedah

Palpasi : tidak teraba massa, fremiktus taktil maupun vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : terdengar sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : Vesikuler (+/+) , Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

Kulit : tidak ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit

Ekstrimitas : Akral hangat, Edema (-) di keempat ekstrimitas

III.3 STATUS LOKALIS a/r ABDOMEN

Inspeksi : - terlihat wajah penderita pucat dan tampak kesakitan

- Abdomen tampak bulat simetris- Tidak tampak gerakan peristaltik usus - Tidak tampak massa atau benjolan , tidak tampak sikatrik

Page 6: PRESENTASI KASUs bedah

Palpasi : - teraba supel, tidak teraba tahanan otot abdomen

- Nyeri tekan (+), nyeri Lepas (+) pada kuadran kanan atas - Tidak teraba pembesaran organ (Hepar, Lien, Ginjal)- Tidak teraba massa

Perkusi : - Nyeri ketok (-), timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi : - Bising Usus (+) normal

IV. RESUME

Pasien wanita berusia 39 tahun datang ke RSUD Subang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan menetap, memberat jika pasien bernapas dalam, mengejan maupun batuk. Dan sedikit berkurang jika pasien duduk ataupun berbaring dengan menekuk kedua kakinya. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan sangan perih. Pasien juga mengeluh kembung dan mual tanpa disertai muntah. Pasien juga menambahkan mengeluh susah BAB sejak 4 hari yang lalu, namun setelah itu pasien BAB mencret .3x/hari bewarna kehijauan disertai lendir. Pasien juga mengeluh sesak napas tanpa disertai nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Pada riwayat penyakit sebelumnya pasien mengaku sering mengeluh nyeri perut di daerah ulu hati sejak 2 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga menambahkan ia memiliki riwayat penyakit maag. Pada riwayat penyakit pada keluarga pasien, didapatkan riwayat hipertensi maupun diabetes melitus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital yakni, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 128 x/menit, frekuensi napas 28x/menit, suhu 37,8 C, berat badan 72 kg. Selain itu juga didapatkan terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan atas pada pemeriksaan fisik abdomen. Bising usus terdengar normal pada auskultasi.

Page 7: PRESENTASI KASUs bedah

V. DIAGNOSA KERJA

Suspek cholesistiitis akut DD cholelithiasis dengan efusi pleura pulmo bilateral

VI. DIAGNOSIS BANDING

- cholelithiasis- Pankreatitis

VI. RENCANA PEMERIKSAAN

- Laboratorium darah Lengkap ( hemoglobin, Hematokrit, trombosit, Leukosit, Diff count)

- Pemeriksaan kadar bilirubin total, SGOT dan SGPT- GDS, GDP- Foto Abdomen 3 posisi- USG hepatobilier dan pankreas

VII. RENCANA TERAPI

- Infus RL - Oksigen 2-3 L- Ranitidin 2 ml 2 dd 1- Inj Ketorolac 5 mg/ ml 2 dd 1- Inj. Cefotaxime 1 g 2 dd 1

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia

Quo ad Sanactionam : dubia

Page 8: PRESENTASI KASUs bedah

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI SISTEM BILIARIS

Sistem empedu dan hati tumbuh bersama. Berasal dari diverticulum yang menonjol dari

lantai depan (foregut) ada tonjolan yang akan menjadi hepar dan sistem empedu. Tonjolan

ini akan menyebar ke septum transversum.

Bagian caudal diverticulum akan menjadi:

o Gall Bladder (kandung empedu)

o Ductus cysticus

o Ductus biliaris communis (ductus choledochus)

Bagian cranialnya akan menjadi liver dan hepatic bile ducts. Kandung empedu berbentuk

buah pear, diliputi oleh peritoneum viseral dan menempel ke permukaan bawah dari lobus

kanan dan lobus quadratus dari liver. Ductus cysticus berjalan dari liver ke arah kandung

empedu. Ductus choledochus berjalan ke bawah menuju ke duodenum. Ductus choledochus

masuk ke duodenum melalui bagian belakang duodenum. Ductus hepaticus bercabang 2

lobus kanan dan lobus kiri. Di daerah ductus hepaticus banyak terjadi kelainan

kongenital.Kandung empedu panjangnya 10 cm, 3 – 5 cm dan mengandung 30 – 60 cc

bile.

Secara anatomis, kandung empedu terbagi menjadi:

Bagian fundus (ujung)

o Menonjol keluar ke tepi depan dari liver

Page 9: PRESENTASI KASUs bedah

Corpus (bagian yang besar/ body)

Infundibulum

Leher (berhubungan dengan ductus cysticus)

Panjang ductus cysticus 3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak

sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) jadi disebut VALVE OF HEISTER

mengatur pasase bile dari dan ke gall bladder. Ductus cysticus akan bergabung dengan ductus

hepaticus communis menjadi ductus biliaris communis (ductus choledochus). Ductus

hepaticus bercabang menjadi lobus kiri dan kanan, dg panjang masing-masing 2 – 3 cm.

Ductus choledochus panjangnya 10 – 15 cm dan berjalan menuju duodenum dari sebelah

belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum

descendens.

Tempat muaranya ini disebut PAPILLA VATERI. Dalam keadaan normal, ductus

choledochus akan bergabung dengan ductus pancreaticus WIRSUNGI (baru mengeluarkan

isinya ke duodenum). Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya,

pada umumnya bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam

duodenum, disebut = choledochoduodenal junction (di tempat ini ada sphincter ani).

Page 10: PRESENTASI KASUs bedah

VASKULARISASI

Mendpt darah dari:

o A.retroduodenalis yang merupakan cabang dari a.gastroduodenalis mendarahi

ductus choledochus

o A.cysticus ada 2 cabang yaitu anterior dan posterior, mendarahi gall bladder

o Darah vena menuju ke vena porta

o Aliran limfe dari liver dan gall bladder akan masuk ke dalam cisterna chyli dan

seterusnya akan masuk ke ductus thoracicus

PERSARAFAN

Dari saraf otonom N.vagus – menyebabkan kontraksi dari gall bladder dan relaksasi dari

sphincter odi. Saraf simpatis relaksasi gall bladder dan kontraksi sphincter odi (terbuka)

HISTOLOGI

o Mukosa gall bladder – epitel columna tinggi

o Terdapat kelenjar mukus yang menghasilkan lendir dan umumnya ada di fundus

o Peradangan kandung empedu akan menimbulkan invaginasi mukosa, menonjol ke

dalam lapisan muscularis yang disebut ROKITANSKY ASCHOFF

o Epitel saluran empedu adalah epitel columna dan mengandung banyak sekali kelenjar-

kelenjar mukosa

II. FISIOLOGI SISTEM BILIARIS

Fungsi Empedu:

1. Berperan utk penyerapan lemak yaitu dalam bentuk emulsi, juga penyerapan mineral.

Contoh : Ca, Fe, Cu

2. Merangsang sekresi enzim (Contoh: lipase pankreas)

3. Penyediaan alkalis utk menetralisir asam lambung di duodenum

4. Membantu ekskresi bahan-bahan yang telah dimetabolisme di dalam hati

Fungsi sistem bilier ekstrahepatik (transport saluran empedu)

1. Transportasi empedu dari hepar ke usus halus

2. Mengatur aliran empedu

3. Storage (penyimpanan) dan pengentalan dari empedu

Page 11: PRESENTASI KASUs bedah

Hati menghasilkan ± 600 – 1000 cc bile/ hari dengan BJ ± 1,011 yang 97%-nya t.d air.

Kandung empedu akan mengentalkan empedu 5 – 10 kali dengan cara menyerap air dan

mineral lalu mengekskresinya dengan BJ 1.040. Kendati tidak terdapat makanan di dalam

usus, hati tetap secara kontinu mensekresi bile yang kemudian disimpan sementara di dalam

saluran empedu oleh karena kontraksi dari sphincter odi. Bila tekanan dalam saluran empedu

meningkatkan maka terjadi refleks dari empedu masuk ke dalam kandung empedu di mana

akan disimpan dan dikentalkan. Begitu makanan masuk dari lambung ke duodenum maka

akan keluar hormon cholecystokinin.

Pengaruh hormon disertai dengan rangsang saraf akan menyebabkan kontraksi

dinding kandung empedu dan relaksasi sph.odi sehingga menyebabkan bile mengalir ke

usus. Lemak dan protein merangsang kuat terhadap kontraksi dari kandung empedu

sedangkan karbohidrat sedikit pengaruhnya. Nyeri yang timbul dari kandung empedu dan

ductus empedu disebabkan karena distensi dan sering disertai dengan nausea, muntah. Rasa

nyeri itu diakibatkan oleh serat-serat sensoris simpatis yaitu dari segment T7-10 dan rasa nyeri

dirasakan di daerah epigastrium. Nyeri yang timbul bersifat intermitten (Hilang timbul),

berkaitan dg tek di dlm sist biliaris. Peradangan kandung empedu juga akan menyebabkan

nyeri di daerah hypochondrium kanan, daerah infra scapula, daerah substernal dan kadang-

kadang berhubungan dengan rgsg N.phrenicus sehingga menyebabkan nyeri di daerah puncak

bawah bahu kanan. Distensi kandung empedu dan salurannya secara refleks dapat

mengakibatkan penurunan aliran darah dalam A.coronaria sehingga menyebabkan aritmia

jantung

III. CHOLELITHIASIS

A. DEFINISI

Cholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam

kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya

batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan

komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40

tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,

diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

Page 12: PRESENTASI KASUs bedah

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu

B. FAKTOR RESIKO

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar

esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi

dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu

dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk

terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam

Page 13: PRESENTASI KASUs bedah

kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn

dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.

Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi

untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.

Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

C. PATOFISIOLOGI

Patogenesis Bentukan Batu Empedu

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa

sebagai:

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya

paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Page 14: PRESENTASI KASUs bedah

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang

tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk

micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya

dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol

tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam

keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi

dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio

seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan

lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan

batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain

menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Page 15: PRESENTASI KASUs bedah

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu

heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel

yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal

kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam

empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk

bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi

kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang

sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi

kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi

akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita

Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang

lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut

kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari

mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa

keluar. 

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit

yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada

keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin

menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim

b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal

cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja

glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Page 16: PRESENTASI KASUs bedah

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga

oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan

bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing

ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti

batu adalah dari cacing tambang.

Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan

bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari

90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu

campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis

pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan

batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang

tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu

merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada

keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas

empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh

(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk

pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian

lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu.

Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan

predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam

kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun

dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan

dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema,

biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan

dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat

juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan

nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya

peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus

Page 17: PRESENTASI KASUs bedah

pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,

kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna

melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus

obstruksi.

C. MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi

dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang

timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula

disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan

tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu

dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. 4

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini

berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah

kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan

inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama

antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat

menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat

menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang

merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. 1

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi

yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis

kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,

abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan

mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus

kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus

yang menyebabkan peradangan organ tersebut.  Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya

Page 18: PRESENTASI KASUs bedah

mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis

akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 %

pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus

sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran

empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan

sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif

yang nyata.  Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul

pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar

spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis

koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Gambar 2.3 Manifestasi klinis

D. DIAGNOSIS

Anamnesis

Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu

empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis,

koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik. Setengah

sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul

adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang

Page 19: PRESENTASI KASUs bedah

simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau

perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari

15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap

dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,

empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri

tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.

Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik

nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan

pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba

hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari

3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah

berat, akan timbul ikterus klinis.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin

juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis

Teknik Imaging

Page 20: PRESENTASI KASUs bedah

Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus biliaris. Kira-

kira 10-15% batu kantung empedu mengapur (kalsifikasi) dan dapat diidentifikasi sebagai

batu kandung empedu pada foto polos. Mungkin pula penimbunan kalsium di dalam kandung

empedu yang mirip bahan kontras. Kadang-kadang dinding kandung empedu mengapur

(kalsifikasi) yang disebut porcelain gallbladder, yang penting sebab dari hubungan kelainan

ini dengan karsinoma kandung empedu.

Gas dapat terlihat dipusat kandung empedu gambaran berbentuk segitiga (mercedez-

ben sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan secara tidak langsung hubungan abnormal

anatara gas kandung empedu atau duktus choledochus. Ini dapat disebabkan oleh penetrasi

ulkus duedeni ke dalam traktus biliaris atau erosi batu kedalam lambung, duodenum atau

kolon. Gas kadang-kadang terlihat didalam duktus sebagai manifestasi cholangitis disebabkan

oleh organisme pembentuk gas. Gas di dalam kandung empedu dan dindingnya

(emphysematous cholecystitis) adalah manifestasi dari infeksi serupa dan biasanya timbul

pada diabetes, sekunder terhadap kemacetan dari arteri kistik disebabkan diabetic angiopathy.

Gas didalam vena porta, tampak perifer di dalam hepar, menyatakan secara tidak langsung

usus necrosis tetapi itu dapat terjadi dengan cholecystitis hebat.

Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan

perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral yang diserap didalam

usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan

untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi. Dapat pula

dideteksi kelainan intra abdominal lain dari kandung empedu.

Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti kolesistografi oral. Bahan

kontras di pergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).

Ultrasonografi kandung empedu (GB-US) telah membuat suatu pengaruh yang hebat pada

diagnosa traktus biliaris. Ini telah menggantikan kolesistografi oral sebagai cara imaging

utama karena ini menawarkan bermacam-macam keuntungan. Tidak mempergunakan sinar x,

tidak perlu menelan kontras.

Kemampuan untuk menentukan ukuran duktus biliaris dan untuk mengevaluasi

parenkim hepar dan pankreas sangat menguntungkan sekali. Seorang ultrasonografer yang

mempunyai skill diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Ultrasonografer

memperlihatkan patologi anatomi dari pada patophysiology, kolesistografi oral

memperlihatkan kedua-duanya. Sebab banyak orang yang mempunyai batu kandung empedu

Page 21: PRESENTASI KASUs bedah

asimptomatik. Ada suatu derajat tertentu agar batu tampak pada ultrasonografi kandung

empedu adalah pasien mengeluh. Ultrasonografi kandung empedu dapat mendeteksi batu

kecil dari pada kolesistografioral. Ultrasonografi dapat pula untuk menemukan masa intra

luminal selain dari pada batu, seperti adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung

empedu. Kolesistografi telah berkembang sebagai studi dinamik dari patologi fisiologi dari

sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium labeled imminodiacetic acid compounds

memberikan imaging segera dari kandung empedu dan radioaktivitas dapat diikuti ke dalam

duodenum.

Kolelitiasis

Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada kandung

empedu serta khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil dan tipis

kadang-kadang tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang meragukan

perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat membantu.

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Page 22: PRESENTASI KASUs bedah

Gambar 2.4 Foto rongent pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam

usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang

ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Page 23: PRESENTASI KASUs bedah

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-

keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih

bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 2.6 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

CT scan

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

Gambar 2.7 CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

Page 24: PRESENTASI KASUs bedah

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP

ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus

koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk

membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan

ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki

gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP

ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Gambar 2.8 ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan

di duktus intrahepatik (panah panjang)

Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari

Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris

dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga

bila terdapat obstruksi duktus.

Page 25: PRESENTASI KASUs bedah

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh

dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.

Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap

dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.

Manajemen terapi :

o Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

o Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

o Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

o Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

o Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh

jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari

metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah

lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani.

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan

adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa

lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.

Terapi Non-farmakologis, seperti : relaksasi, distraksi, kompres hangat /

dingin, masase ), mempertahankan Tirah Baring. pemberian analgetik.

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang

hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak.

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah

dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung

empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat

gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

Page 26: PRESENTASI KASUs bedah

Pilihan penatalaksanaan antara lain :

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan

untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang

ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di

Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi

normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung

dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan

kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai

melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu

duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu

terjadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini dan sukses.

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu

baik dan duktus sistik paten.

4. Disolusi kontak

Page 27: PRESENTASI KASUs bedah

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-

Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan

perkutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang

tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu

melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka

agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus

halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari

4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,

sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja

biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

kandung empedunya telah diangkat.

IV. CHOLESISTITIS

A. DEFINISI

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut 

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas

badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis.

Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara

tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,

yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

B. ETIOLOGI

Page 28: PRESENTASI KASUs bedah

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.

Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.

Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung

timbul setelah terjadinya:

-cedera

-pembedahan

-lukabakar

-sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)

- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat

infus dalam jangka waktu yang lama).

-Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian

atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.

Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,

yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan

kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia

diatas 40 tahun.

Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat

kolesistitis akut sebelumnya.

C. PATOFISIOLOGI

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan

memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan

elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel

hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat 

katup Oddi tertutup.

Page 29: PRESENTASI KASUs bedah

Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan

mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi

zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan

supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.

Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.

Page 30: PRESENTASI KASUs bedah

Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelithiasis. Kolesistitis dapat terjadi

sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi

terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan komposisi

empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi

terjadinya peradangan akibat jejas kimia.

D. FAKTOR RESIKO

Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

Usia lebih dari 40 tahun .

Kegemukan (obesitas).

Faktor keturunan

Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

Hiperlipidemia

Diet tinggi lemak dan rendah serat

Pengosongan lambung yang memanjang

Nutrisi intravena jangka lama

Dismotilitas kandung empedu

Obat-obatan antihiperlipedmia

Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan

kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru

orang Afrika)

E. MANIFESTASI KLINIS

Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:

- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan 

bagian atas.

- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke

bahu kanan.

- Biasanya terdapat mual dan muntah. 

- Nyeri tekan perut

- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.

- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.

- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.

Page 31: PRESENTASI KASUs bedah

- Gangguan pencernaan menahun

- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)

F. DIAGNOSIS

Kolesistitis akut

Keluhan khas adalah nyeri kolik di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan,

ditemukan pula nyeri menjalar ke pundak dan scapula kanan yang dapat berlangsung hingga

60 menit tanpa reda, disertai demam. Berat ringan gejala tergantung tingkat inflamasi yang

terjadi. Pada pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda –

tanda peritonitis local (Murphy sign). Ikterus ditemui pada 20 % kasus umumnya derajat

ringan (bilirubin <40 mg/dl). Konsentrasi bilirubin yang tinggi menunjukkan adanya

penyumbatan hampir atau total, sehingga perlu dipikirkan adanya kolelitiasis

.Kolesistitis kronik 

Diagnosis sulit ditegakkan karena gejala yang minimal dan tidak menonjol seperti

dyspepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan

berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di

keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri local didaerah kandung empedu disertai Murphy’s

sign (+) menyokong diagnosis.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis dengan shift kiri dapat diamati pada kolesistitis.

tingkat Alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST)

digunakan untuk mengevaluasi keberadaan hepatitis dan dapat meningkat pada

kolesistitis atau dengan penyumbatan saluran empedu umum.

Bilirubin dan tes fosfatase alkali yang digunakan untuk mengevaluasi bukti

penyumbatan saluran umum.

Amilase / lipase tes digunakan untuk mengevaluasi kehadiran pankreatitis. Amilase

juga mungkin meningkat sedikit pada kolesistitis.

Tingkat alkali fosfatase tinggi diamati pada 25% pasien dengan kolesistitis.

Urine digunakan untuk menyingkirkan pielonefritis dan batu ginjal.

Semua wanita usia subur harus memiliki pengujian kehamilan.

Perubahan morfologik pada kolesistitis kronis sangat bervariasi dan kadang

minimal. Keberadaan batu empedu dalam kandung empedu, bahkan tanpa adanya

Page 32: PRESENTASI KASUs bedah

peradangan akut, sudah bisa ditegakkan diagnosis. Kandung empedu mungkin

mengalami kontraksi, berukuran normal/membesar. Ulserasi mukosa jarang terjadi;

submukosa dan subserosa sering menebal akibat fibrosis. Tanpa adanya kolesistitis akut,

limfosit di dalam lumen adalah satu-satumya tanda peradangan

Pemeriksaan Penunjang

Kolesistografi oral, USG, kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi

kandung empedu.  Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP), bermanfaat

dalam mendeteksi batu di kandung empedu  dan duktus koledous dengan sensitivitas 90%,

spesivitas 98%, dan akurasi 96%, tapi prosedur invasif ini dapat menimbulkan komplikasi

pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal.

Radiografi (tanpa kontras) Batu empedu dapat digambarkan dalam 10-15% kasus.

Penemuan ini hanya menunjukkan cholelithiasis, dengan atau tanpa kolesistitis aktif. Udara

bebas di Subdiaphragmatic tidak bisa berasal dari saluran empedu, dan, jika ada, ini

menunjukkan proses lain penyakit. Gas yang terbatas pada dinding kandung empedu atau

lumen merupakan kolesistitis emphysematous , biasanya karena bakteri pembentuk gas,

seperti Escherichia coli dan spesies streptokokus anaerob dan clostridial. Emphysematous

kolesistitis erat kaitannya dengan  meningkatnya  tingkat kematian dan terjadi paling sering

pada pria dengan diabetes dan dengan kolesistitis acalculous .

Ultrasonografi

Ultrasonografi memilik lebih dari 95% sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis batu

empedu lebih dari 2 mm. Ultrasonography 90-95% sensitif bagi kolesistitis dan 78-80%

spesifik.  Temuan ultrasonografi yang sugestif dari kolesistitis akut adalah sebagai berikut:

cairan pericholecystic, penebalan dinding kandung empedu lebih besar dari 4 mm, dan

sonografi tanda Murphy. Adanya batu empedu juga membantu untuk mengkonfirmasikan

diagnosis. Ultrasonografi terbaik dilakukan segera setelah minimal 8 jam karena batu empedu

yang divisualisasikan paling baik dalam kandung empedu yang penuh .

G. DIAGNOSIS BANDING

Page 33: PRESENTASI KASUs bedah

Intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastic, karsinoma kolon kanan, pancreatitis

kronik, hepatitis kronik, kolelitiasis. Penyakit ini perlu dipertimbangkan sebelum melakukan

kolesistektomi.

H. KOMPLIKASI

Kolesistitis kronik dapat menyebabkan kolangitis, pankreatitis, hepatitis akibat penyebaran

infeksinya.

I. PENATALAKSANAAN

Pengobatan umum: istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat

penghilang rasa nyeri (petidin) dan  anti spasmodik. Antibiotic untuk mencegah

komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia, seperti golongan ampisilin,

sefalosporin dan metronidazol mampu mematikan kuman yang umum pada

kolesistitis akut (E. coli, S. faecalis, Klebsiella)

Kolesistektomi, masih diperdebatkan. Ahli bedah pro operasi dini menyatakan

gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan; dan menekan

biaya perawatan RS. Ahli bedah kontra operasi dini menyatakan akan terjadi

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses

inflamasi akut di sekitar duktus mengaburkan anatomi. Saat ini banyak di gunakan

kolesistektomi laparoskopik. Walau invasif tapi bisa mengurangi rasa nyeri pasca

operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, menurunkan biaya

perawatan RS dan mempercepat aktivitas pasien

J. PROGNOSIS

Tindakan bedah akut pada pasien >75 tahun mempunyai prognosis buruk, bisa terjadi

komplikasi pasca bedah. Prognosis tepat dari kolesistitis kronis belum dapat diperkirakan

(dubia).

DAFTAR PUSTAKA

Page 34: PRESENTASI KASUs bedah

1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta. 754-781

2. Pabst. Atlas Anatomi Sobotta. Edisi 22. EGC : Jakarta

3. Pridadi. Kolesistitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.IV. Hal 477-

478. Jakarta : FKUI. 2007 . Hal 477 – 478

4. Lesmana , Laurentius A. Penyakit Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Ed.IV. Hal 477- 478. Jakarta : FKUI. 2006 . Hal 479 – 481.

5. Kumar V, Cotran RZ,. Gastroenterologi. Robbins SL, editor. Buku ajar patologi

robbins. Edisi 7. Vol.2. Jakarta;. 2007. Hal 504 – 508