26
PRESENTASI KASUS CIDERA KEPALA RINGAN Pembimbing : Dr. Suryo Hapsoro, Sp. B Disusun Oleh : Triandari Sumantri (20070310152) SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS CKR

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRESENTASI KASUS CKR

PRESENTASI KASUS

CIDERA KEPALA RINGAN

Pembimbing :

Dr. Suryo Hapsoro, Sp. B

Disusun Oleh :

Triandari Sumantri (20070310152)

SMF ILMU BEDAHRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTUL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012

Page 2: PRESENTASI KASUS CKR

HALAMAN PENGESAHAN

Cidera Kepala Ringan

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Triandari Sumantri

20070310152

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal Juni 2012

Oleh :

Dosen Pembimbing

Dr. Suryo Hapsoro, Sp.B

Page 3: PRESENTASI KASUS CKR

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. ponijah

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bantul

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Masuk RS : 15 Juni 2012

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama : nyeri kepala dan luka lecet.

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Orang sakit (OS) datang sadar ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul

dengan keluhan pusing setelah terjatuh dari sepeda motor karena diserempet motor 3

jam yang lalu. Saat terjatuh kepala OS sempat terbentur aspal, tetapi OS tidak pingsan

saat kejadian. OS masih mengingat kejadian sebelum OS terjatuh. OS juga mengeluh

mengeluh lecet pada wajah, tangan kanan, kaki kanan. OS mengeluh mual (+), muntah

(-), sesak (-), mimisan (-).

2. Riwayat Penyakit Dahulu : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum : sedang

b. Kesadaran : compos mentis

Page 4: PRESENTASI KASUS CKR

c. GCS : E4M6V5 = 15

d. Vital Sign : T : 110/80 mmHg

N : 76 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,7 °C

e. Status Generalis

- Kepala : Lihat status lokalis

- Wajah : vulnus eksoriasi (+), edema (-)

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

reflek cahaya (+/+)

- Hidung : Discharge (-), deformitas (-)

- Telinga : Discharge (-), deformitas (-)

- Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor

- Leher : Trakea di tengah, limfonoduli tidak teraba, JVP tidak meningkat

- Thorax

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra 2 jari ke lateral, tidak

kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas SIC II LSB

Batas kanan atas SIC II RSB

Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra 2 jari ke lateral

Batas kanan bawah SIC IV LMC dextra

Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar SIC VI dextra

Auskultasi : SD : Vesikuler

ST : Tidak ada

Page 5: PRESENTASI KASUS CKR

- Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar/lien tidak teraba

Perkusi : Tympany seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

- Anogenital : Tidak ada kelainan

- Ekstremitas : superior : edema (-), vulnus eksoriasi tangan kanan (+) diameter

1cm.

Inferior : edema (-), vulnus eksoriasi kaki kanan (+) diameter 2

cm.

f. Status Lokalis (Regio capitis)

Inspeksi : Terdapat hematom di capitis regio occipital, diameter 10 cm

Palpasi : Nyeri tekan (+)

g. Status Neurologis

Pemeriksaan motorik

Eks. Superior Eks. Superior

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Gerak Tidak ada kesan

paresis

Tidak ada kesan

paresis

Tidak ada kesan

paresis

Tidak ada kesan

paresis

Kekuatan + + + +

Tonus + + + +

Klonus - -

-

-

Trofi E E E E

Pemeriksaan sensibilitas

Nyeri + + + +

Taktil Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

R. Fisiologis + + + +

R. Patologis

Babinski + + + +

Chadok + + + +

Page 6: PRESENTASI KASUS CKR

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah Rutin

Hb : 12,6 g/dl (13-16 gr/dl)

Ht : 41 % (40-48%)

Leukosit : 13.200 /mL (5.000 – 10.000/mL)

Eritrosit : 4,69 juta/mL (4,5-5,5 juta/mL)

Trombosit : 201.000 /mL (150.000-400.000/mL)

LED : 10 / jam (0 – 10 / jam)

MCV : 87 pg (82-92 pg)

MCH : 26,9 % (37-31%)

GDS : 118 gr/dl

Hitung Jenis : E / Bas / Bat / S / L / M

1 / 0 / 0 / 82 / 17 / 0

V. RESUME

A. Anamnesis

- Pasien sadar tanpa didahului muntah dan tanpa disertai kejang.

- Terdapat hematom di regio occipital kiri

B. Pemeriksaan

Status Lokalis (Regio occipital) : terdapat hematom

Status Neurologis : E4M6V5

Pemeriksaan Penunjang

- Hb : 12,6

- Leukosit : 13.200

VI. DIAGNOSIS

CKR + Perdarahan intra cerebral

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto rontgen kepala

Hasil : terdapat perdarahan kulit di occipital sinistra

Page 7: PRESENTASI KASUS CKR

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

- Infus RL 20 tpm

- Inj. Ceftriaxon 2x1gr

- Inj. Teranol 2x1gr

- Inj. Ranitidine 2x1

- Bedrest

IX. PROGNOSIS :

Dubia ad bonam

X. FOLLOW UP HARIAN

tanggal Pemeriksaan Terapi

15/6/12 S : nyeri kepala (+), mual (+), muntah (-), epistaksis (-), VE (+)

KU : Sedang, CM

GCS : E4M6V5

TD : 110/80b mmHg

N : 80x/mnt

RR : 20x/mnt

S : 36,3

Inf. RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 2x1gr

Inj. Teranol 2x1

Inj ranitidine 2x1

bedrest

16/6/12 S : nyeri kepala (+) sudah berkurang , mual (-), muntah (-), epistaksis (-), VE (+)

KU : sedang, CM

GCS : E4M6V5

TD : 110/70 mmHg

N : 88x/mnt

Inf. RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 2x1gr

Inj. Teranol 2x1

Inj. Ranitidine 2x1

bedrest

Page 8: PRESENTASI KASUS CKR

RR : 20x/mnt

S : 36,2

17/6/12 S : nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), VE (+)

KU : sedang, CM

GCS : E4M6V5

TD : 120/80mm Hg

N : 80x/mnt

RR : 20x/mnt

S : 36,5

Inf.RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 2x1gr

Inj.teranol 2x1

Inj. Ranitidine 2x1

Bedrest

18/6/12 S : tidak ada keluhan

KU : Baik, CM

GCS : E4M6V5

TD : 120/70 mmHg

N : 76x/mnt

RR : 20x/mnt

S : 36,5

Amoxixillin tab 3x500mg

Asam mefenamat tab 3x500mg

BLPL

Page 9: PRESENTASI KASUS CKR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury adalah suatu keadaan yang bukan disebabkan

oleh penyakit degeneratif atau bawaan, tetapi disebabkan oleh kejadian eksternal oleh trauma

fisik yang bisa menyebabkan gangguan kesadaran. Akibatnya terjadi gangguan kognitif, emosi,

tingkah laku dan fungsi tubuh yang mungkin bisa menjadi permanent, baik parsial ataupun total.2

II.1. ANATOMI FISIOLOGI.

Otak terdiri dari dua bagian sisi, yaitu otak sisi kanan dan sisi kiri. Sisi sebelah kanan

bertanggung jawab terhadap tubuh bagian kiri, dan sebaliknya sisi bagian kiri bertanggung jawab

terhadap tubuh bagian kanan.3

Otak sisi kanan Otak sisi kiri

• Mengenal dan memastikan

objek di sekeliling kita.

• Mengenal posisi tubuh

• Memahami dan mengingat

segala tindakan dan

penglihatan.

• Menyimpan sebagian

memori informasi untuk

• Memahami dan bisa

menggunakan bahasa

(mendengarkan,

membaca, berbicara, dan

menulis)

• Mengingat pembicaraan

dan menulis pesan.

• Bisa memahami sutu

Page 10: PRESENTASI KASUS CKR

kemudian bisa

menggambarkan nya.

• Mengontrol sisi kiri

tubuh.

informasi secara

terperinci.

• Mengontrol sisi kanan

tubuh.

Lobus frontal bertanggung jawab atas kontrol emosional dan kepribadian, yang

mempengaruhi fungsi motorik, keputusan dan pemecahan masalah, spontanitas, ingatan,

ekspresi dan pemilihan bahasa atau kalimat, inisiatif, serta perilaku sosial dan perilaku sex.3

Lobus parietal memiliki dua fungsi utama, yaitu yang pertama bertanggung jawab pada

sensasi dan persepsi, dan yang kedua bertanggung jawab pada pengintegrasian input sensorik,

terutama pada sistem visual. 3

Lobus temporal bertanggung jawab terhadap kemampuan pendengaran, sebagian persepsi

visual, serta pengakategorian objek. 3

Lobus Occipital merupakan pusat dari system persepsi visual. Sehingga bertanggung

jawab pada penglihatan. 3

Batang otak sangat berperan pada masalah vital, seperti aurosal dan kesadaran. Seluruh

informasi yang masuk dan keluar dari tubuh kita menuju dan keluar dari otak mesti melewati

batang otak. 3

Secara garis besar terdapat tiga hal yang mempengaruhi keadaan fisiologis otak, yaitu

tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak, serta aliran darah otak.

Tekanan intrakranial normal berkisar antara 10 mmHg (136 mm H20). Dan menurut hukum

Monro Kellie, hal-hal yang mempengaruhi tekanan intrakranial, yaitu volume darah, volume

LCS dan volume jaringan otak adalah berbanding lurus dan bersifat konstan.

Page 11: PRESENTASI KASUS CKR

Tekanan perfusi otak normal berkisar antara 70 mmHg. Sedangkan aliran darah otak normal

berkisar antara 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. 4

II. 2. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA.

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, berat ringannya,

serta morfologinya.4,5

1. Mekanisme terjadinya :

- Trauma tumpul, baik kecepatan tinggi misalnya tabrakan kendaraan bermotor atau

kecepatan rendah misalnya terjatuh bukan dari ketinggian.

- Trauma tembus, misalnya trauma akibat tertembus peluru.

2. Berat ringannya cedera :

Untuk menentukan berat ringannya cedera kepala yang dianggap paling mudah dan lebih

obyektif adalah dengan mempergunakan Glasgow Coma Scale. Skala penentuan berat

ringannya cedera kepala akan dibicarakan dalam bagian khusus.

3. Morfologi :

- Fraktur tengkorak.

Kalfaria (kubah), misal fraktur garis – bintang (linear – stelata) yang sering terjadi

pada perdarahan epidural, fraktur depresi dan nondepresi yang sering

menyebabkan deficit neurologis, serta fraktur terbuka dan tertutup.

Pada fraktur linier, keadaan fraktur lebih penting karena fraktur yang melewati

tulang temporalis dapat merobek pembuluh darah meningeal tengah dan

menghasilkan hematoma eksterna.

Page 12: PRESENTASI KASUS CKR

Basis Cranii, baik itu disertai atau tanpa kebocoran liquor, serta dengan atau tanpa

disertai parese nervus cranialis.

Fraktur ini dapat meluas ke dalam sinus udara atau telinga tengah dan sering

terkait dengan keluarnya darah atau cairan serebrospinal dari hidung dan telinga.

Fraktur pada Krista supra-siliare sering meliputi sinus udara frontal atau sinus

udara ethmoid. Sering dinding posterior berkeping-keping dan durameter robek.

- Lesi Intrakranial.

Lesi Supratentorial.

Pada lesi supratentorial, gangguan akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada

jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses

tersebut maupun gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkan. Proses ini

menjalar secara radial dan lokasi lesi kemudian kearah rotasi-kaudal sepanjang

batang otak.

Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang

dimulai dengan gejala-gejala neurologik foka-kaudal sepanjang batang otak.

Gejala-gajala klinis akan timbul sesuai dengan perjalanan proses tersebut yang

dimulai dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuia dengan lokasi lesi. Jika

keadaan bertambah berat dapat timbul sindrom diensefalon, sindrom mesenfalon,

bahkan sindrom ponto-meduler dan deserbasi.

Lesi infratentorial.

Pada lesi infratentorial, gangguan dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh

proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.

Lesi difus.

Page 13: PRESENTASI KASUS CKR

Gangguan neurologi pada umumnya bersifat bilateral dan hampir selalu simetrik.

Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomi

tertentu pada susunan saraf pusat. Keadaan ini misalnya terjadi pada komosio

klasik, komosio ringan, dan cedera akson difus.

Penyebab gangguan pada golongan ini terutama akibat kejadian sekunder

misalnya kekurangan O2, kekurangan glukosa, serta gangguan sirkulasi darah.

- Cedera otak primer dan sekunder.

Cedera otak primer terjadi kerusakan otak akibat trauma langsung.

Cedera otak sekunder terjadi akibat hipotensi, hipoksia, gangguan aliran darah,

serta peningkatan tekanan intrakranial.

II. 3. GAMBARAN KLINIK

Otak memilki peranan dan bertanggung jawab pada penampilan atau gambaran kebiasaan

manusia, yang sangat riskan atau rawan dan mudah untuk terkena cedera akibat trauma. Hal

tersebut ternyata menimbulkan perubahan yang signifikan pada fungsi tabiat dan fungsi adaptasi

dalam kehidupan sosialnya.

Keadaan-keadaan setelah terjadinya cedera kepala, yang tentunya berpengaruh pada otak bisa

menyebabkan defisit dari fungsi otak yang berjangka panjang. Defisit jangka panjang yang dapat

terjadi dari cedera pada otak yang dapat terjadi dapat dikategorikan pada tiga kategori, yaitu2 :

1. Defisit fungsi fisik, misalnya :

Paralisis atau parese, baik kedua tangan dan kedua kaki, atau hanya satu bagian

sisi tubuh.

Kelainan skil motorik, kadang disertai dengan tremor.

Page 14: PRESENTASI KASUS CKR

Ataxia.

Diplopia.

Gangguan pemendekan area visual.

Oral apraxia.

Apraxia.

2. Defisit fungsi kognitif, misalnya :

Penurunan daya perhatian dan konsentrasi.

Penurunan daya ingat untuk memahami, mempelajari atau mengingat kembali

informasi yang baru.

Penurunan kemampuan menentukan sikap dan keputusan.

Melemahnya kecepatan proses informasi yang diterima.

Pemikiran yang meledak-ledak tanpa peduli akan akibatnya.

Kelemahan kemampuan perencanaan.

Penurunan konsep berpikir dan berpikir secara abstrak.

Kaku dalam berpikir dan mental.

Kelemahan dalam pengambilan keputusan terutama keadaan yang menyangkut

sosial.

3. Defisit fungsi tingkah laku, misalnya :

Ketidakmampuan untuk menentukan suatu aktivitas.

Tidak dapat diam.

Gangguan tingkah laku sosial.

Impulsif

Apatis dan tidak memiliki inisiatif.

Page 15: PRESENTASI KASUS CKR

Ketidakmampuan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman.

Tidak bisa menolak.

Tidak bisa menghargai diri sendiri.

Masa Penyembuhan dan rehabilitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu2:

1. Seberapa parah cedera kepala.

2. Komplikasi medis.

3. Seberapa lama koma.

4. Umur pasien.

5. Waktu antara kejadian dengan penanganan.

6. Dukungan keluarga.

7. Komitmen pelayanan medis.

II. 4. PENENTUAN DERAJAT CEDERA KEPALA.

Untuk menentukan derajat cedera kepala dapat digunakan skala Glasgow Coma Scale=

GCS, yang pertama kali dikenalkan oleh Teasdale dan Jennet dalam tahun 1974 dan banyak

digunakan dalam klinik. 3,4

Pada GCS tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek :

1. Kemampuan membuka mata : Eye opening = E

2. Aktifitas motorik : Motor response = M

3. Kemampuan bicara : Verbal respone = V

1. Kemampuan Membuka Mata

Page 16: PRESENTASI KASUS CKR

a. Dapat membuka mata sendiri secara spontan : 4

b. Dapat membuka mata atas perintah : 3

c. Dapat membuka mata atas rangsangan nyeri : 2

d. Tak dapat membuka mata atas rangsangan nyeri apapun : 1

2. Aktivitas Motorik

Dinilai anggota gerak yang memerikan reaksi yang paling baik dan tidak dinilai pada

anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannay

lebih bervariasi daripada tungkai.

a. Mengikuti perintah : 6

b. Melokalisasi rangsangan : 5

c. Menarik ekstremitas yang dirangsang : 4

d. Fleksi pada perangsangan : 3

e. Ekstensi pada perangsangan : 2

f. Tak ada gerakan : 1

3. Kemampuan bicara

Menunjukkan fungsi otak dengan integrasi yang paling tinggi.

a. orientasi yang baik mengenali orang tempat dan waktu : 5

b. dapat diajak bicara tapi kacau : 4

c. menegeluarkan kata-kata yang tidak berarti : 3

d. tidak menegluarkan kata hanya bunyi : 2

e. tidak keluar suara : 1

Page 17: PRESENTASI KASUS CKR

Gejala klinis juga ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak

kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan

ialah penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit

saja. Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi ringan bila derajat koma Glasgow

(Glasgow Coma Scale, GCS) total adalah 14-15, sedang 9-13, dan berat bila 3-8. 3,4,

Page 18: PRESENTASI KASUS CKR

BAB III

PEMBAHASAN

Kejadian cedera kepala di rumah sakit merupakan kasus UGD yang sering ditemui, maka

dari itu dalam penanganannya harus diperhatikan, karena dari pemeriksaan GCS dan

pemeriksaan lainnya seperti reflex fisiologis dan patologis itulah dapat mengkategorikan suatu

kasus apakah merupakan cedera kepala yang ringan, sedang atau berat. Dari pengkategorian itu

pula suatu pemeriksaan penunjang dapat dikategorikan menjadi suatu indikasi seperti CT scan

ataupun MRI pada kasus cedera kepala berat, karena ditakutkan terjadi pendarahan intraserebral,

atau epidural hematom, subdural hematom dan sebagainya.

Page 19: PRESENTASI KASUS CKR

DAFTAR PUSTAKA

1. Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.

2. Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, 1990, 105-110.

3. Jong D, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC, 2010