Upload
anggi-dan-pipit
View
97
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
I. Identitas
Nama : An. R G
Usia : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Alamat :
Tanggal masuk : 27 Februari 2010
Tanggal periksa : 02 Maret 2010
II. Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama : Tersiram kuah panas sejak 2 hari SMSRS
Keluahan tambahan : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun karena tersiram kuah bakso yang
panas dua hari sebelum masuk Rumah Sakit. Menurut orang tua pasien kulit
pasien langsung memerah dan mengelupas sesaat setelah tersiram kuah
panas. Kuah panasnya mengenai wajah pasien pada pipi dan dahi sebelah
1
kanan, belakang kepala sebelah kiri pasien, lengan kanan pasien, tangan kiri
pasien dan sedikit pada punggung kanan pasein. Setelah itu ibu pasien
langsung menyiram pasien dengan air dingin dan membuka pakaian pasien.
Saat itu pasien menggunakan pakaian dari bahan kaos. Lalu orang tua
pasien membawanya ke Puskesmas terdekat dengan lama perjalanan 10
menit. Disana pasien diperiksa, diberi resep obat dan diperbolehkan pulang.
Orang tua pasien mengatakan beberapa jam setelah pulang dari
Puskesmas timbul lepuh-lepuh di belakang kepala sebelah kiri pasien, lengan
kiri pasien, dan tangan kanan pasien. Pada luka di wajah sebelah kiri pasien
terlihat berwarna putih di tengah luka dan terlihat mengkilat seperti lilin.
Terlihat gambaran kehitaman pada sekitar luka-luka tersebut. Karena
keadaan tidak membaik pasien dibawa ke RS dua hari setelah tersiram kuah
panas.
Sebelumnya di Puskesmas pasien diberi obat sirup amoksisilin, sirup
parasetamol dan salep bioplasenton untuk dioleskan pada lukanya.
Orang tua pasien mengatakan pasien beberapa kali demam setelah
tersiram kuah panas. Keluarganya mengatakan BAK pasien normal dengan
jumlah yang sama seperti sebelum sakit. Keluhan sesak nafas dan bengkak
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien dalam keadaan sehat ketika tersiram kuah panas.
2
- Pasien tidak mempunyai alergi.
- Riwayat sering demam, diare berkepanjangan disangkal pasien.
- Riwayat kejang demam pada waktu 2 bulan diakui pasien.
Riwayat Penyakit keluarga :
- Riwayat adanya alergi pada keluarga pasein disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg
N : 120 x/menit
S : 36,2oC
R : 24 x/ menit
Kepala : normocephal
Mata : Konnjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Pupil bulat, isokor
Refleks pupil -/-
3
Leher : Tiroid tidak teraba membesar
KGB tidak teraba membesar
Thoraks : cor I ; iktus cordis tidak terlihat
P : iktus cordis teraba pada ICS V garis
midclavikula
P : batas jantung sulit dinilai
A ; BJ I-II reguler, murmur(-), gallop(-)
Pulmo : I : pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
P : vokal fremitus hemitoraks kanan dan kiri sama
P ; sonor pada kedua lapangan paru
A ; vesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen I : Asimetris
P : supel, nyeri tekan (+), tidak teraba pembesaran hepar lien dan
teraba massa pada kiri bawah
P : Timpani ada perkusi seluruh lapang abdomen
4
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Superior : Luka bakar (+)
Inferior : Tidak ada kelainan
STATUS LOKALIS
- Luka bakar pada pipi dan dahi kanan. (6,5%)
Eritema(+), hiperemia(+), bulla(+), krusta(+), waxing appearance(+)
- Luka bakar pada belakang kepala sebelah kiri (6,5%)
Eritema(+), hiperemia(+), bulla(+), krusta(+),
- Luka bakar pada lengan kiri (2%)
Eritema(+), hiperemia(+), krusta(+)
- Luka bakar pada tangan kiri dan punggung kiri (6%)
Eritema(+), hiperemia(+), bulla(+), krusta(+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
WBC : 25300
5
Granulosit : 21000
HGB : 16,4
HCT : 47,9
MCV : 79,8
PLT : 446000
V. Saran Pemeriksaan :
- Uji tusuk jarum untuk membedakan anestesi pada derajat II-III
- GDS
- AGD
- Elektrolit
VI. Diagnosis Kerja
Luka bakar derajat II-III 14,5 %
VII. Diagnosis banding
Luka bakar derajat II-III 14,5 % + infeksi sekunder
VIII. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
- IVFD RL 14,5% x 12kg x 4ml = 696 cc
348 cc untuk 8 jam pertama setelah terpapar
6
348 cc untuk 16 jam berikutnya
348 cc untuk hari kedua
RL maintenance saat ini : 11 gtt
- Sulfadiazine zalp
- Cefotaksim 2x500 mg IV
- Antrain 2x150mg IV
- Roborantia (Vitamin A, E, C)
Non Medikamentosa
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Monitor output urin
- Kebersihan luka
Debridement
IX. Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
Luka Bakar
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering terjadi. Jenis dan berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengen
cedera oleh sebab lain.
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. 1
II.1. Patofosiologi Luka Bakar
Pada luka bakar perubahan suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Derajat luka bakar berhubungan dengan
beberapa faktor, termasuk kondisi jaringan yang terkena sewaktu kontak dengan sumber
tenaga panas dan pigmentasi permukaan. Saraf dan pembuluh darah merupakan
struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas, sedang tulang yang paling tahan.
Sumber-sumber radiasi elektromagnetik meliputi sinar X, gelombang mikro, sinar UV
dan cahaya tampak. Radiasi ini dapat merusak jaringan baik dengan panas (gelombang
mikro) atau ionisasi (sinar X).
Sel-sel dapat menahan temperatur hingga 44oC tanpa kerusakan bermakna.
Antara 44oC-51oC, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat
kenaikan temperatur dan waktu penyinaran yang terbatas yang dapat ditoleransi. Di atas
8
51oC, protein mengalami denaturasi dan kerusakan jaringan sangat hebat. Temperatur di
atas 70oC menyebabkan kerusakan selular yang sangat cepat dan hanya periode
penyinaran yang dapat ditahan. Pada rentang panas yang lebih rendah, tubuh dapat
mengeluarkan tenaga panas dengan perubahan sirkulasi, tetapi pada rentang panas yang
lebih tinggi, hal ini tidak efektif.2
II.2. Respon Metabolisme terhadap Luka Bakar
Sekresi katekolamin, kortisol, glukagon, renin angiotensin, antidiuretic hormon, dan
aldosteron meningkat. Energi berasal dari pemecahan simpanan glikogen dan pada
proses glikolisis anaerob.
Hipermetabolisme sering terjadi pada periode sesudah luka bakar. Tanda-tandanya
adalah peningkatan basala rate menjadi dua kali lipat.
Evaporasi air dapat mencapai 300 mL/m2/jam (normal 15 mL/m2/jam.
II.3. Diagnostik
Anamnesis :
Adanya riwayat terkena paparan sinar matahari, api, air panas, zat kimia, listrik,
radiasi atau suhu dingin. Harus ditanyakan dengan jelas tanggal, jam dan lokasi
geografis dari cedera. Perlu pula diketahui keadan pasien sebelum sakit, penyakit kronis
sebelumnya, penyakit pembuluh darah koroner, DM, penyakit paru kronis, penyakit
serebrovaskular, dan AIDS, karena memperburuk prognosis.4
9
Pemeriksaan Fisik :
Pengamatan pertama yang tepat dapat mengenali kesulitan seperti cedera inhalasi yang
berat, yang menimbulkan kerusakan jalan napas atas dan obstruksi, atau keracunan
karbon monoksida yang mendekati letal. Pengamatan kedau yang menyeluruh dapat
dideteksi adanya cedera-cedera lain yang menyertainya.
Pemeriksaan penunjang :
Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu diperoleh
segera. AGD dan karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian
oksigen dapat menuutupi keparahan keracunan karbon monoksida yang dialami
penderita.3
II.3. Derajat Luka Bakar
Luka bakar bisanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan
letak luka. 1
II.3.1. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
10
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari woll.
Bahan sintetis yang mudah terbakar seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar
juga mudah lumer pada suhu tinggi, sehingga menjadi lengket dan memperberat
kedalaman luka bakar.1
Luka bakar secar klasik, dibagi atas derajat satu, derajat dua dan derajat tiga.
Pembagian berdasarkan kedalaman kulit yang terbakar.
1. Luka bakar derajat satu, hanya mengenai epidermis luar. Ditandai oleh eritema
dan hiperemia. Perubahan jaringan sangat minimal, fungsi proteksi kulit tetap
utuh, edema kulit minimal dan jarang ditemukan efek sistemik. Nyeri dan gejala
utama biasanya membaik dalam 48-72 jam. Dalam 5-10 hari, epitelium yang
rusak mengelupas sediki demi sedikit, tanpa menimbilkan bekas. Kejadian yang
paling sering pada luka bakar derajat satu adalah karena terpapar sinar matahari.3
2. Luka bakar derajat dua, melibatkan seluruh lapisan epidermis dan sebagian dari
dermis. Gejala sisitemik dan proses penyembuhan berhubungan langsung
dengan banyaknya elemen epitel lapisan dermis sehat yang tersisa. Luka bakar
yang superfisial, ditandai oleh lepuh. Untuk yang lebih dalam adanya gambaran
kemerahan yang disisinya ada lapisan putih sebagai batas tegas dengan jaringan
sehat sekitaranya. Timbulnya bula yang berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Pada luak derajat dua
yang superfisial biasanya sembuh dalam 10-14 hari kecuali terjadi infeksi. Pada
luka derajat dua yang lebih dalam penyembuhan terjadi dalam 25-35 hari dengan
ditutupi oleh epitel yang rapuh yang tumbuh dari sisa epitel yang masih sehat,
11
misalnya epitel kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut.
Hipertrofi pada bekas luka biasanya terjadi karena pecahnya bulla. Konversi
oleh bakteri mungkin terjadi. Skin grafting pada luka derajat dua yang dalam
jika munkin dapat memeperbaiki penampilannya.1,3
3. Luka bakar derajat tiga, meliputi seluruh kedalaman epidermis dan dermis atau
organ yang lebih dalam. Luka terlihat berwarna putih dan gambaran lilin. Luka
bakar derajat tiga ini biasanya disebabkan oleh pemaparan yang lama, yang
mengenai jaringan lemak dan jaringan di bawahnya, gambarannya dapat
berwarna coklat, merah kehitaman atau hitam. Dapat juga didiagnosis
berdasarkan berkurangnya sensasi rasa nyeri, capillary refill yang sedikit dan
tekstur kulit yang tidak normal. Seluruh elemen epitel hancur menjadikan tidak
adanya lagi potensi untuk reepitelisasi.3
II.3.2. Luas Luka Bakar
Sewkatu pasien diperiksa untuk pertama kalinya, dilakukan penilaian presentase
luka pada seluruh daerah permukaan tubuh (TBSA). Pada luka yang besar (>20%)
tindakan ini dapat mempengaruhi jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi.
Penentuan daerah luka dapat dilakukan dengan Rule of Nine. Dalam rumus ini, tiap
daerah anatomi ditentukan presentase TBSA-nya, yang merupakan perkalian 9.
12
Tiap anggota gerak atas diberi angka 9%, tiap anggota gerak bawah diberi angka 18%,
batang tubuh depan dan belakang masing-masing 18%, kepala dan leher 9% serta
perineum dan genitalia 1%. Tetapi kita tetap perlu waspada pada persentasi relatif
bagian anatomi tubuh, yang berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Pada anak-
anak, kepala dan leher memiliki daerah permukaan yang jauh kebih besar daripada
orang dewasa dan anggota gerak bawah yang lebih kecil. Untuk menghindari kesulitan
ini, bagan seperti bagan Lund-Bowder dapat digunakan untuk menentukan TBSA luka
bakar pada setiap umur. Pada pemerksaan ringkas luka bakar yang kecil, satu
permukaan tangan pasien dapat digunakan sebgai penetuan 1% daerah permukaan
tubuh.3
III.4. Penatalaksanaan
Terapi
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutupi bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen
pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakanya dengan cepat menyjatuhkan diri
dan berguling agar bagian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan dahan yang panas
juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau
menceburkan diri keair dingin , atau melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka
bakar dalam air atau menyiramnya dengan air yang mengalir selama sekurang-
13
kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi cepat meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian
yang terbakarselama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk
menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan
demikian, luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derjat satu.
Pencelupan dan penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin tidak usah
steril.
Pendinginan luka baker harus dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama
Pada luka baker ringan, prisip penanganan adalah mendinginkan daerah yang terbakar
dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa sel epitel untuk
berplorifikasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau
terbuka. Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka baker ringan,
dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukan gejala syok, bila penderita
menunjukan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan campuran udara lembab dan
oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa endotrakea atau buat trakeostomi.
Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati, dan
memudahkan pembersihan jalan nafas dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan
keracunan CO, diberikan oksigen murni. Perawatan lokal adalah mengoleskan luka
dengan antiseptik dan membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau
menutupnya dengan pembalut steril untuk perawatan tertutup. Kalau perlu, penderita
14
dimandikan dahulu, penderita dimandikan dahulu. Selanjutnya, diberikan pencegahan
tetanus berupa ATS dan/ atau toksoid. Analgetik diberikan bila penderita kesakitan.
III.4.1. Resusitasi pada Penderita Luka Bakar
Terapi dasar penderita luka bakar yang besar dengan menghindari komplikasi
defisiensi cairan dan elektrolit pada periode pasca-luka bakar dini. Penentuan
presentase TBSA luka menjadi tahap awal dalam menghitung kebutuhan cairan. Juga
pasien harus ditimbang beratnya pada awal terapi untuk menentukan berat dasar sebagai
pedoman terapi. Kateter urina digunakan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk
mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan. Pada penderita luka bakar dengan inahalasi
paru atau pada penderita dengan penyakit kardiovaskular dan paru, pemantauan tekan
sentral dengan kateter Swan-Ganz harus dilakukan.
Dua sistem yang paling sering digunakan dalam menghitung kebutuhan cairan
saat ini adalah Modifikasi Brooke dan Parkland. Kedua rumus ini menghitung
kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien dalam
kilogram, dikali volume larutan RL yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar.
Pada kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
resusitasi, seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8 jam berikutnya.
Volume larutan RL yang dianjurkan pada rumus modifikasi Brooke dan Parkland
masing-masing 4cc kg per luka bakar dan 2 cc per kg persen luka besar . Keduannya
memberikan cukup cairan untuk perhitungan awal kebutuhan resusitasi, seperti terlihat
15
dengan keberhasilan pada sebagian besar penderita. Tetapi dokter yang ikut serta
menangani resusitasi pasien luka bakar harus waspada bahwa masing-masing rumus
dapat digunakan hanya sebagai pedoman untuk menentukan kebutuhan cairan.
Pemantau yang teliti dan cermat atas sensorium, pengeluaran urin, dan tekanan vaskular
sentral dengan perubahan terapi berikutnya dalam terapi cairan yang ditentukan oleh
respon pasien, adalah metode resusitasi yang tepat. Perubahan kesadaran pada awal
pasca luka bakar pada penderita dengan gas darah arteri yang normal, harus membuat
dokter mewaspadai adanya penurunan aliran serebrovaskular. Urin output harus 30-50
cc per jam pada penderita luka bakar yang berhidrasi baik, dengan fungsi ginjal yang
normal. Bila output urin rendah atau ada ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian
volume intra vena yang tampaknya cukup besar, maka pemasangan kateter termodilusi
Swan-Ganz untuk memantau tekana jantung kiri dan kanan serta curah jantung,
merupakan tindakan yang tepat. Walaupun kateter ini dapat menimbulkan komplikasi
vaskular dan septik, namun manfaatnya sering melebihi resiko penggunaan jangka
pendek selama resusitasi awal.
Resisutasi pada anak membuthkan perubahan parameter. Rumus yang sama
dapat digunakan berdasarkan berat badan dalam kilogran dikalikan persentase TBSA
dari bagan seperti bagan Lund-Bower. Kebutuhan cairan keseluruhan untuk 24 jam
pertama 3 ml per kg per TBSA dan diberikan setengah pada 8 jam pertama dan
seperempat pada tiap jam berikutnya. Natrium bikarbonat ditambahkan pada tiap liter
RL. Resusitasi cairan yang cukup dapat diperiksa denagn memantau tanda-tanda vital
16
dan pengeluaran urin. Pada anak, berat 30 kg atau kurang, pengeluaran urin harus tetap
1ml per kg per jam.
Cara terbaik untuk menentukan kebutuhan awal cairan pada penderita luka bakar
adalah dengan menggunakan 2-4ml per kg, per TBSA. Rentang ini dapat digunakan
sebgai pedoman untuk pemberian cairan berdasarkan indeks perfusi.2
II.4.2. Periode Post Resusitasi
Cairan intravena selam 24 jam perlu disertai dengan glukosa ada cairan garam
hipotonik untuk menggantikan kehilangan akibat evaporasi dan juga diberikan protein
plasma untuk menjaga agar volume sirkulasi tetap adekuat. Evaporasi akan terus
dipertimbangkan sampai luka telah sembuh atau dilakukan skin grafted. Dapat
diestimasi dengan (25 x % burn) x m2 TBS
Perawatan bertujuan untuk menurunkan stimulasi dari katekolamin dan menyediakan
kalori yang cukup untuk melawan efek hipermetabolisme. Hipotermia, nyeri dan
ansietas harus dikontrol ketat. Hipovolemia harus dicegah dengan cairan yang cukup.
Pemberian nutrisi dapat dimuai sedini mungkin untuk memaksimalkan penyembuhan
luka dan meminimalisasi defisiensi imun.
Profilaksis penisilin pada pasien luka bakar masih kontroversial.
Vitamin A, E, C dan Zinc diberikan sampai lukanya tertutup. Dosis rendah heparin
mungkin juga menguntungkan seperti pada pasein dengan cedera jaringan lunak.3
17
III.4.3. Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat, kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali,
terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program
fisioterpi intensif dan kontraktur yang memerlukan tindakan bedah. Pada cacat estetik
yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri
penderita, dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi, terutama jika cacat
mengenai wajah atau tangan. Bila luka bakar merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat
terjadi ateletaksis, pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma1.
Luka sengatan listrik
Kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listik mengaliri tubuh, karena
adanya loncatan arus atau karena tegangan tinggi, antara lain akibat petir.
18
Arus listrik
Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap syaraf dan otot. Energi
panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar
pada jaringan tersebut.Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang
mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik
dapat mencapai 2.500 C. Kejang tetanik yang kuat pada otot skelet dapat menimbulkan
fraktur kompresi vetebra, pada otot dada (m,interkostal) keadaan ini menyebabkan
gerakan nafas terhenti sehingga penderita dapat mengalami asfiksia.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah adalah saraf, pembuluh darah.,
otot, kulit, tendo dan tulang. Jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak dialiri
arus dan panas yang timbul lebih tinggi. Panas yang timbul pada pembuluh darah akan
merusak intima sehingga terjadi trombosis yang timbul pelen-pelan, pada kecelakaan
tersengat arus listrik didaerah kepala, penderita dapat pingsan lama dan dapat henti
nafas, dapat juga terjadi udem otak.
Pengobatan
Terlebih dahulu, sebelum penderita ditangani, arus listrik harus diputus, harus diingat
penderita mengandung muatan listrik selama masih berhubungan dengan sumber arus,
19
kalau perlu dilakukan resusitasi jantung dengan masase jantung dan nafas buatan dari
mulut kemulut, umumnya perlu pemberian cairan lebih banyak dari yang diperkirakan
karena sering kerusakan jauh lebih luas dari yang disangka, kalau banyak terjadi
kerusakan otot, urin akan berwarna gelap oleh mioglobin: penderita ini perlu diberi
manitol dengan dosis awal 25gr, disusul dosis rumat 12,5 gram/jam, kalau perlu manitol
diberikan sampai enam kali, bila ada udem otak diberikan diuretik dan kortikosteroid.
Pada luka bakar yang dalam dan berat, perlu pembersihan jaringan mati secara bertahap,
bila luka pada ekstremitas mungkin perlu fisiotomi pada hari pertama untuk mencegah
sindrom kompartemen.
Tersambar petir
Patogenesis, petir bervoltase 20-100 juta volt dan arus dapat mencapai 20.000 ampere
dengan suhu inti sampai 30.000 kelvin, kecelakaan tersambar petir dapat terjadi melalui
empat cara.
Cara pertama terjadi bila seseorang secara terbuka berada dilapangan luas sehingga
orang itulah yang dicapai oleh muatan listrik dari awan sebelum mencapai bumi,
kecelakaan ini disebut tersambar langsung.
Cara kedua terjadi bila seseorang berada didalam daerah paling jauhdua meter sekitar
batang pohon yang tersambar petir karena terjadi loncatan arus listrik dari batang
pohon, ini disebut tersambar samping.
20
Cara yang ketiga terjadi bila korban bersandar pada pohon atau didanau yang tersambar
petir yang disebut tersambar kontak
Cara yang keempat terjadi bila melangkah berdiri, berdiri, atau jongkok dekat tanah
yang tersambar petir, kejadian ini disebut tersambar langkah.
Biasanya pada kejadian tersambar langsung atau tersambar samping, arus listrik masuk
dikepala melalui lubang kepala, yaitu telinga, mata atau mulut, dan mencapai bumi
melalui leher, tubuh dan kaki. Pada jalan arus listrik terdapat sebagian otak, pusat
pernafasan, dan jantung sehingga korban dapat pingsan, henti nafas, maupun henti
jantung.
Resusitasi, biasanya orang akan sadar kembali dalam tertentu, sedangkan kelumpuhan
pusat nafas juga akan berlalu setelah lima sampai sepuluh menit, biasanya asistolik juga
akan pulih bila nafas buatan mulut kemulut dilakukan secara memadai. Oleh karena itu,
korban korban akan selamat bila diberikan resusitasi berupa nafas buatan segera setelah
kecelakaan.
Penyulit, penyulit dini pada kecelakaan tersambar petir langsung dan tersambar petir
samping merupakan perforasi membran timpani dan konjungtivitis, dan katarak lensa
sebagai penyulit lama.
Pencegahan sewaktu datang guntur dapat dicari perlindungan dirumah, gedung atau
sangkar faraday, seperti mobil.
21
Luka akibat zat kimia
Luka akibat zat kimia biasanya merupakan luka bakar, ini dapat terjadi akibat
kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja, dan kecelakaan diindustri atau
dilaboratorium, dan akibat penggunaan jat beracun akibat peperangan
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganas, dan asam kromat dapat bersifat
oksidator, bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan basa, seperti
kallium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat
penggaramandapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat,dan klorida.
Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam
peperangangan menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak
dengan kulit atau mukosa, asam flourida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia,
asam tanat, kromat, formiat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau
diabsorbsi. Lisol menyebabkan methhemoglobinemia.
pengobatan pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia
secara massif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir sambil kalau
perlu, diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Sebagai tindakan lanjut
kalau perlu dilakukan resusitasi perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan serta
elektrolit. Pada kecelakaan akibat sam flourida, pemberian kalsium glukonat 10%
dibawah jaringan yang terkena berman faat mencegah ion flour menembus jaringan dan
menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion flour akan terikat menjadi kalsium flourida yang
22
tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan luka debridemen yang disusul
cangkok kulit dan rekonstruksi. Pejanan jat kimia pada mata perlu tindakan darurat
segera berupa irigasi dengan air atau sebaliknya larutan garam 0,9% secara terus-
menerus sampai penderita dirawat dirumah sakit.
Cedera suhu dingin
Cedera akibat suhu dingin terutama terjadi pada bagian ujung tubuh yang langsung
terkena suhu dingin, seperti jari kaki dan tangan, telinga, dan hidung. Factor
kelembaban udara yang rendah serta angina kencang memperberat kerusakan pada
daerah yang tidak terlindung pakaian, seperti hidung, telinga, dan tangan. Baju dan
pakaian yang ketat dan kaku, atau yang lembab dan basah,seperti kaos kaki dan sepatu
basah, berpengaruh buruk.beratnya kerusakan dibagi menjadi berapa derajat, pada derjat
satu ditemukan hyperemia dan udem, seperti pada luka bakar derajat satu. Pada derajat
dua terjadi nekrosis kulit dan subkutis, terdapat juga nyeri seperti pada luka bakar yang
biasanya berlangsung sampai lima minggu, kemudian terbentuk kropeng yang berwarna
hitam dan mngelupas. Luka ditangani seperti luka bakar derajat tiga. Pada derajat empat
terjadi kerusakan seluruh jaringan, terjadi mumifikasi yaitu bagian tubuh tersebut
berwarna hitam dan mengkerut, batas jaringan mati menjadi jelas dan dalam waktu satu
bulan tampak demarkasi bagian tubuh yang mati sehingga dapat dilakukan amputasi.
Pengobatan semua pakaian dan baju yang ketat dilonggarkan, bagian yang sakit secara
perlahan-lahan dihangatkan kembali dengan merendamnya dalam air suam-suam kuku
(kira-kira 30 C), selanjutnya diberikan perawatan pada luka bakar biasa.1
23
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 67-84
2. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994.Hal151-163.
3. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw
Hill.2006.Page 245-259.
4. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000.
25