Upload
ad-monika
View
213
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
presentasi
Citation preview
REFRAT
CEEBRAL PALSY
Diajukan untuk mencapai persyaratan Pendidikan Dokter Stase Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi Medik Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
SITI KHOIRIYAH S.ked
J5000 90069
Pembimbing:
dr. Harry Haryana, Sp. KFR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena
kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau
belum selesai pertumbuhannya. Manifestasi dari gangguan motorik dan postur tubuh dapat
berupa spastisitas, rigiditas, atakisa, tremor, atonik atau hipotonik, tidak adanya refleks primitif
(pada fase awal) atau refleks primitif yang menetap (fase lanjut), dikinesia (sulit melakukan
gerakan volunter). Gejala-gejala tersebut dapat timbul sendiri-sendiri ataupun kombinasi, selain
itu gejala-gejala tersebut akan muncul pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum
tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Usia terdiagnosa biasanya diatas 1 tahun
sehingga anak gagal mencapai perkembangan yang semestinya 1
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. Cerebral Palsy
merupakan kumpulan penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai
penyebab yang berbeda. Penyebab Cerebral Palsy dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu
pranatal, perinatal dan postnatal. Untuk menentukan penyebab Cerebral Palsy, harus di lakukan
pemeriksaan mengenai bentuk Cerebral Palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset dari
penyakit tersebut1,2
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada
penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup
atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. Rehabilitasi medik dalam ilmu kedokteran
adalah suatu disiplin ilmu yang berperan dalam pemulihan gangguan fungsi baik secara fisik,
psikologi, edukasi dan sosial. Dalam penatalaksanaan Cerebral Palsy, dibutuhkan keterlibatan
rehabilitasi medik karena tujuan dari terapi pasien Cerebral Palsy adalah untuk mambantu pasien
dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian
emosional dan pendidikan, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain atau dengan sedikit bantuan2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan
tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan
menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental1,3
Gambar 1.1 Anak Penderita Cerebral Palsy
Gejala Cerebral palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi
beratnya penyakit.Seseorang dengan Cerebral palsy dapat menampakkan gejala
kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah
keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat
mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat
berubah pada seorang penderita. Penderita Cerebral palsy derajat berat akan
mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang ekstensif dan
jangka panjang, sedangkan Cerebral palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit
canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. Cerebral palsy
bukan penyakit menular atau bersifat herediter2,3
B. EPIDEMIOLOGI
Asosiasi Cerebral palsy dunia memperkirakan > 500.000 pendertia Cerebral
palsy di Amerika. Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab
Cerebral palsy , jumlah anak – anak dan dewasa yang terkena Cerebral palsy tampaknya
masih tidak banyak berubah atau mungkin lebih meningkat sedikit selam 30 tahun
terakhir. Angka harapan hidup penderita Cerebral palsy tergantung dari tipe Cerebral
palsy dan beratnya kecacatan motorik3.
C. ETIOLOGI
Cerebral palsy dapat disebabkan oleh cedera otak yang terjadi pada saat:
1. Bayi masih berada dalam kandungan
2. Proses persalinan berlangsung
3. Bayi baru lahir
4. Anak berumur kurang dari 5 tahun2,3
Penyebabnya tidak diketahui, 10-15% kasus terjadi akibat cedera lahir dan berkurangnya
aliran darah ke otak sebelum, selama dan segera setelah bayi lahir. Bayi prematur sangat
rentan terhadap Cerebral palsy, kemungkinan karena pembuluh darah ke otak belum
berkembang secara sempurna dan mudah mengalami perdarahan atau karena tidak dapat
mengalirkan oksigen dalam jumlah yang memadai ke otak2.
Cedera otak bisa disebabkan oleh:
A. Kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah (sering ditemukan pada bayi
baru lahir), bisa menyebabkan kernikterus dan kerusakan otak
B. Penyakit berat pada tahun pertama kehidupan bayi (misalnya
ensefalitis, meningitis, sepsis, trauma dan dehidrasi berat)
C. Cedera kepala karena hematom subdural
D. Cedera pembuluh darah
Penyebab Cerebral palsy secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal,
perinatal dan post natal.
a. Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal diantaranya:
1. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik,
kelainan kromosom.
2. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.
3. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak
Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis
4. Radiasi saat masih dalam kandungan
5. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa,
anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta,
ibu hipertensi, dan lain–lain).
6. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,
riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau
lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory
deficit).
7. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam
kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria
dan Edema), yang kadang–kadang bila keadaan lebih parah
diikuti oleh KK (kejang–kejangataukonvulsi dan koma).
Patogenetik hubungan antara toksemia pada kehamilan dengan
kejadian cerebral palsy masih belum jelas. Namun, hal ini
mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak
b. perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat
menimbulkan CP, antara lain:
1. Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat
mengakibatkan:
a. Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan
oksigen, yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi
abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan
instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran
misalnya pada proses kelahiran dengan mengunakan
bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di
ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan
spastic.
c. Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke
ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas
golongan darah.
d. Meningitis purulent
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau
tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa
berupa CP.
e. Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada
kasus kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
anoksia berat pada saat kelahiran.
c. Post natal
Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka
parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir
rendah3,4.
D. KLASIFIKASI
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan dan merupakan salah satu
bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai Cerebral palsy. Hingga saat ini,
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi
dalam 4 kategori, yaitu:
a. Cerebral palsy Spastik
Merupakan bentukan Cerebral palsy yang terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak
bergerak kaku dan lurus.Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa
ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting (scissor gait). Anak dengan
spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat
mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh4.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya
lengan,tangan,kaki.
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih
berat daripada kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang
sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan
terkena lebih berat
Gambar 2.2. Gambar Anggota Gerak Yang Mengalami Kelainan
b. Cerebral palsy Atetoid / diskinetik
Bentuk Cerebral palsy ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak
terkontrol dan perlahan.Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai
dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah
koordinasi gerakan otot bicara (disartria).Cerebral palsy atetoid terjadi pada 10-20%
penderita Cerebral palsy2,3 .
d. Cerebral palsy Ataksia
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan
kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan
dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju.
Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya
mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan menuju obyek
yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral palsy 4.
e. Cerebral palsy Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
Cerebral palsy yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
Dari defisit neurologis, Cerebral palsy terbagi :
1. Tipe spastis atau pyramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
1. Hipertoni (fenomena pisau lipat)
2. Hiperfleksi yang disertai klonus
3. Kecenderungan timbul kontraktur
4. Refleks patologis
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter,
seperti atetosis, distonia, ataksia.Tipe ini sering disertai
gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping itu juga
dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai
timbul klonus.Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan
apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris
dan disartri.
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas,
misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan
khorea 3,4.
E. PATOFISIOLOGI
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah.
Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu
presentasi Cerebral palsy dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak :
awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian setelah kelahiran dalam
kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi) 4.
Di USA, sekitar 10 – 20% Cerebral palsy disebabkan oleh karena penyakit
setelah lahir. Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan – bulan pertama
atau tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya meningitis
bakteri atau ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat
kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak3,4.
F. FAKTOR RESIKO
1. letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal
yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal.Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan
otak permanen.
3. Angka score rendah.
Angka score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko Cerebral palsy lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram
dan bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai
dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.
5. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan Cerebral palsy memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali).Hal
tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP
sejak dalam kandungan.
6. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan
jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
Cerebral palsy pada bayi3,4
G. DIAGNOSIS
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam menganamnesa pasien dengan
kemungkinan diagnosa cerebral palsy:
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan keluhan tidak bisa
berjalan dari kecil meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal.
Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi kekuatan anggota tubuh dan
refleks-refleks.
1. Motorik
1. keempat ekstremitas adanya gerakan yang kurang aktif
2. kekuatan yang tidak bisa dinilai
3. belum bisa duduk,
2. reflek
untuk reflek pasien cerebral palsy pemeriksaannya meliputi :
reflek tendon biseps dan triseps
reflek patologis : hoffmen dan tromner, Babinsky
H. PENATALAKSAAN
1) Medikamentosa
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung
seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup
semandiri mungkin. Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala
dan bisa berupa:
1. terapi fisik
2. braces (penyangga)
3. kaca mata
4. alat bantu dengar
5. pendidikan dan sekolah khusus
6. obat anti-kejang
7. obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan)
8. terapi okupasional
9. bedah ortopedik
10. terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan
11. perawatan (untuk kasus yang berat)4,5
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak dengan
cerebral palsy yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya
memerlukan terapi fisik yang luas, pendidikan khusus dan selalu memerlukan
bantuan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur persendian yang semakin
memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan
juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan untuk mengendalikan
refluks gastroesofageal2,3.
Untuk penderita Cerebral palsy yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat
anti kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan.obat yang
diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu
obat yang dapat mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang
berbeda walaupun dengan tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang
berbeda, dan banyak orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau
lebih macam obat untuk mencapai efektivitas pengontrolan kejang .Tiga macam obat
yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita Cerebral palsy
adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan
tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
■ 2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
■ 8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
■ > 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja.
Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat,
tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
Obat - obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan
efek jangka panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu
solusi untuk menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru
untuk memberi obat - obat tersebut 4
2). Fisioterapi
Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas dan tingkat
keparahan. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih
prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan yang
telah dikembangkan terhadap pasien.
Metode tersebut meliputi metode Bobath atau Neuro Development Treatment(NDT).
a. Konsep Neuro Development Treatment
Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan antara
normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural normal), yang
merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai
dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural normal memiliki
kemampuan yang terdiri dari: (1) normal postural tone, (2) normal reciprocal
innervations, dan (3) variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar
mekanisme refleks postural normal dapat terjadi dengan baik: (1) righting
reaction yang meliputi labyrinthine righting reaction, neck righting reaction,
body on body righting reaction, body on head righting reaction, dan optical
righting reaction, (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan
mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3) protective reaction, yang
merupakan gabungan antara righting reaction dengan equilibrium reaction5,6.
b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT
Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment atau NDT meliputi 3 hal:
1. Patterns of movement
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola tertentu dan
pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level kortikal bukan kelompok
otot tertentu. Pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pola gerak yang
terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa dominasi refleks primitif,
berkembangnya pola gerak abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak,
dan adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak
atau penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan pergerakan
yang minim4.
a. Use of handling
Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus, membangkitkan
koordinasi gerak dan postur, pengembangan ketrampilan, dan adaptasi respon.
Dengan demikian anak atau penderita dibantu dan dituntun untuk memperbaiki
kualitas gerak dan tidak dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.
b. Prerequisites for movement
Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang mendasari atau
prerequisites yaitu (1) normal postural tone mutlak diperlukan agar dapat
digunakan untuk melawan gravitasi, (2) normal reciprocal innervations pada
kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi kelompok agonis, antagonis, dan
sinergis yang terkoordinir dan seimbang, dan (3) postural fixation mutlak
diperlukan sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota
gerak saat terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak3,4.
c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT)
Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-teknik khusus
untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks (Wahyono, 2008). Teknik-
teknik tersebut meliputi:
1. Inhibisi
Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang
bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang
abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang
abnormal. Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan
tingkat affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari
proksimal.
2. Fasilitasi
Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara
dan mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan
gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari).
3. Propioceptive Stimulation
Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melalui propioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi
pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi secara otomatis.
4. Key Points of Control (KPoC)
Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya terletak
di proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus
maupun menuntun gerak aktif yang normal. Letak Key Points of
Control (KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang
panggul.
5. Movement Sequences and Functional Skill
Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk
menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan
fungsional anak 4,5
d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT)
Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) adalah
menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan yang
normal, serta meningkatkan kemampuan aktivitas pasien5.
3). Terapi Bedah
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan
masalah pergerakan berat.Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan
dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal
yang sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama
yang bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah
pada satu otot dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh
terhadap otot yang bermasalah dapat tidak tepat5
Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk melakukan analisis gait. Analisis gait
menggunakan kamera yang merekam saat penderita berjalan, komputer akan menganalisis
tiap bagian gait penderita. Dengan menggunakan data tersebut, dokter akan lebih baik dalam
melakukan upaya intervensi dan mengkoreksi masalah yang sesungguhnya. Mereka juga
menggunakan analisis gait untuk memeriksa hasil operasi4,5.
Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan
untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah operasi. Karena hal
tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang terkena pada satu waktu jika
memungkinkan atau jika lebih dari satu produser pembedahan tidak dapat dihindarkan,
mereka dapat mencopba untuk menjadwalkan operasi yang terkait secara bersama-sama5.
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan
untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang
mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir
dan memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai.
walaupun disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya6.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan stereotaxic
thalamotomy.Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum
yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan
digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik tersebut
dapat menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik, hasil dari prosedur invasif
tersebut masih belum jelas4,6.
I. PROGNOSIS
Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy seperti
tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan adanya
defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan hemiplegi sebagian
besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace, yang
sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang
hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan
gangguan motorik halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar
berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian
anak memerlukan alat bantu6.
Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak
dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan,
biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering didapatkan dan
menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot bulber, akan
menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini5,6.
Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan,
sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex, extensor
thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar berjalan. Hanya
sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar berjalan.
Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup. Pada
umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun angka kematian
sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun pada gangguan motorik berat
42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan penglihatan berat 38%. Hasil tersebut
lebih buruk dibanding gangguan yang ringan atau sedang6.
Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy bervariasi seperti
sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan tradisional, pekerja pendukung. Hasil
penelitian menunjukkan adanya prediktor sukses atau tidak suksesnya bekerja pada penderita
Cerebral Palsy. Dimana yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat
melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat
menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan bantuan4,5.
DAFTAR PUSTAKA
a. Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi
b. Mahar Mardjono, Prof. DR., Priguna Sidharta, Prof. DR. 2008. Neurologi Klinis
Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakart
c. National Institutes of Health. 2013. Cerebral Palsy. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000716.htm, diakses 27
November 2013
d. Neurological Foundation. 2011. Cerebral Palsy. Diunduh dari
http://www.neurological.org.nz/disorders/cerebral-palsy, diakses 25 November
2013
e. Sukarno. Terapi Latihan Bobath. Terjemahan dari The Western Cerebral Palsy
centre, London. UPF Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
f. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak; Palsi Serebralis. Jakarta: EGC