Preskas Hadi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

LAPORAN KASUS DIAGNOSTIKACUTE STEMI ANTERIOR DAN INFERIOR KILLIP II TIMI 6/14 ONSET 3 HARI TANPA REVASKULARISASI

Oleh :

Hari Hendriarti SatotoPembimbing:

dr. Sefri Noventi Sofia, SpJP, FIHA

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi

Semarang

2015ABSTRAKSindrom koroner akut masih merupakan suatu masalah penyakit kardiovaskular yang lama dimana angka morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Lokasi anatomis STEMI mempengaruhi prognosis. Kondisi STEMI dengan lokasi multipel berkaitan dengan fatalitas kasus.

Laki laki 61 tahun dengan nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih di dada sebelah kiri selama lebih dari 20 menit, tidak berkurang dengan istirahat dan meningkat dengan beraktivitas, dijalarkan ke punggung, keringat dingin (+), mual (+).Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nafas 18x/menit, nadi 74 x/menit. Ictus cordis terlihat dan teraba spatium intercostal V 2 cm lateral linea midklavikula kiri, kuat angkat (+), konfigurasi jantung bergeser ke caudolateral. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan kreatinin. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya ST elevasi 0,2 mV pada sadapan V2,V3 dan 0,1 mV pada sadapan V1,V4, II, III, dan aVF. Kompleks QS pada sadapan V3, V4, V5, dan V6. Pada rontgen thorax didapatkan kardiomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan enzim jantung (CKMB, troponin) yang meningkat. Pasien didiagnosis dengan STEMI Anteroseptal Killip I TIMI risk 6/14 onset 3 hari tanpa revaskularisasi.Kata kunci : STEMI, evolusi EKGILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. H Umur

: 61 tahun

Alamat

: Tanjungmas RT 03/RW 03 Semarang Pendidikan: SMA

Pekerjaan: Tukang kebun MRS

: 17 Juni 2015

Jaminan : BPJS Non PBI

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan pasien di UPJ Putra kelas 2 RS dr. Kariadi Semarang tanggal 26 Juni 2015. Keluhan utama Nyeri dada Riwayat Penyakit Sekarang

3 hari SMRSDK pasien mengeluh nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih di dada sebelah kiri selama lebih dari 20 menit. Nyeri dirasakan setelah pasien bekerja membersihkan kebun. Nyeri disertai panas. Nyeri dirasakan terus-menerus tidak berkurang dengan istirahat dan meningkat dengan beraktivitas. Nyeri tidak berubah dengan perubahan posisi seperti tidur/duduk dan tidak berubah dengan gerakan nafas. Nyeri dijalarkan ke punggung. Keringat dingin (+), mual (+), muntah (-), berdebar-debar (-), sesak nafas (-), pingsan (-). Awalnya pasien tidak memeriksakan diri ke dokter, namun disarankan oleh keluarga berobat. Pasien kemudian berobat ke RST dikatakan sakit jantung dan dirujuk ke IGD RSDK, nyeri masih dirasakan terus-menerus. Saat datang ke IGD, pasien masih merasakan nyeri dada, tidak bisa ditunjuk dengan jari, nyeri menjalar sampai punggung, keringat dingin (-), mual (-), muntah (-), sesak nafas (-), pingsan (-), berdebar-debar (-), batuk (+) berdahak warna putih, demam (-). Pasien dirawat di HCU selama 5 hari dan dilanjutkan perawatan di UPJ Putra setelah kondisi pasien membaik.Saat dilakukan pemeriksaan di UPJ Putra, nyeri dada (-), sesak nafas (-), mual (-), muntah (-), berdebar (-), keringat dingin (-), batuk (-), demam (-)Faktor resiko penyakit jantung koroner : Hipertensi disangkal Ex smoker berhenti sejak 3 bulan yang lalu Dislipidemia disangkal Diabetes mellitus disangkal Family History (-)Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat nyeri dada sebelumnya (-) Riwayat asma (-) Riwayat gastritis (-) Riwayat batuk lama (-) Riwayat pengobatan TB sebelumnya (-)Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga sakit jantung (-), riwayat keluarga meninggal pada usia muda (-)Riwayat Sosial EkonomiPasien merupakan pensiunan pegawai swasta yang sekarang bekerja sebagai tukang kebun. Kesan sosial ekonomi cukup. C. PEMERIKSAAN FISIK (26 Juni 2015), di UPJ Putra kelas 2 RSDK Keadaan Umum:

Berat badan : 62 kg

Tinggi badan : 165 cm

Body mass index : 22,7 kg/m2 (normoweight) Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 Tanda Vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi : 74 x/menit RR : 18 x/menit

Suhu : 36.5 0C

Saturasi: 99 % Mata : Konjungtiva Palpebra Anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Leher :

- JVP R + 2 cm H2O-Hepatojugular reflux (-) Dada : Cor Inspeksi : Ictus cordis terlihat di spatium intercostal V 2 cm lateral linea midklavikula kiri Palpasi : Ictus cordis teraba di spatium intercostal V 2 cm lateral linea midklavikula kiri, kuat angkat (+), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), Right Ventricular Heave (-), thrill (-) Perkusi : kesan konfigurasi jantung kiri bergeser ke caudolateral Auskultasi: HR : 74 x/menit, murmur (-), gallop (-) Paru: Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: Vesikuler di kedua lapang paru, Ronki basah halus (-) di basal paru Abdomen:

Inspeksi: datar Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: Hepar dan lien tak teraba Perkusi: timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

Ekstremitas: Akral hangat (+) Sianosis (-) Jari tabuh (-) Pitting edema pada kedua ekstremitas inferiorD.ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) :

17 Juni 2015

Deskripsi EKG:

Irama sinus QRS Rate: 94 kali/menit

Normoaksis Interval PR : 0,20 s Gelombang P : P mitral (-), P pulmonal (-) Durasi QRS: 0,10 detik Gelombang QRS : S V1 + R V5 < 35 mm; R/S V1 < 1; gelombang Q di II, III, aVF, V3-4 ST elevasi II, III, aVF, V1-4 Gelombang T bifasik di V5, T inverted di V6Kesan EKG : sinus rhythm, AMI anterior dan inferior, OMI inferior18 Juni 2015

Deskripsi EKG:

Irama sinus QRS Rate: 94 kali/menit

Normoaksis Interval PR : 0,20 s Gelombang P : P mitral (-), P pulmonal (-) Durasi QRS: 0,10 detik Gelombang QRS : S V1 + R V5 < 35 mm; R/S V1 < 1; gelombang Q di II, III, aVF, V3-4 ST elevasi II, III, aVF, V1-4 Gelombang T bifasik di V5, T inverted di V6Kesan EKG : sinus rhythm, AMI anterior dan inferior, OMI inferior19 Juni 2015

Deskripsi EKG:

Irama sinus QRS Rate: 100 kali/menit

Normoaksis Interval PR : 0,20 s Gelombang P : P mitral (-), P pulmonal (-) Durasi QRS: 0,10 detik Gelombang QRS : S V1 + R V5 < 35 mm; R/S V1 < 1; gelombang Q di II, III, aVF, V3-4 ST elevasi II, III, aVF, V1-4 Gelombang T bifasik di V5, T inverted di V6Kesan EKG : sinus rhythm, AMI anterior dan inferior, OMI inferior22 Juni 2015

Deskripsi EKG:

Irama sinus QRS Rate: 83 kali/menit

Normoaksis Interval PR : 0,20 s Gelombang P : P mitral (-), P pulmonal (-) Durasi QRS: 0,10 detik Gelombang QRS : S V1 + R V5 < 35 mm; R/S V1 < 1; gelombang Q di II, III, aVF, V3-6 ST elevasi II, III, aVF, V1-4 Gelombang T bifasik di V5, T inverted di V6Kesan EKG : sinus rhythm, AMI anterior dan inferior, OMI anterior dan inferior25 Juni 2015

Deskripsi EKG:

Irama sinus QRS Rate: 71 kali/menit

Normoaksis Interval PR : 0,20 s Gelombang P : P mitral (-), P pulmonal (-) Durasi QRS: 0,10 detik Gelombang QRS : S V1 + R V5 < 35 mm; R/S V1 < 1; gelombang Q di II, III, aVF, V3-6 ST elevasi II, III, aVF, V1-4 Gelombang T bifasik di V5, T inverted di V6Kesan EKG : sinus rhythm, AMI anterior dan inferior, OMI anterior dan inferiorE.LABORATORIUM PEMERIKSAAN17/6/201519/6/201521/6/2015SATUANN. NORMALKET.

HEMATOLOGI

Hemoglobin13,2gr%12-15-

Hematokrit41,6%40-54-

Eritrosit4,71juta/mmk4,4-5,9-

MCH28,0Pg27-32-

MCV88,3Fl76-96-

MCHC31,7g/dL29-36-

Lekosit12,5ribu/mmk3,6-11H

Trombosit194ribu/mmk150-400-

RDW15%11,6-14,8H

MPV12,7fL4-11H

KIMIA KLINIK

Gula darah puasa87mg/dL80-109-

Gula darah 2 jam PP143mg/dL80-140H

HbA1c5,7%6,0-8,0-

Kolesterol total168mg/dL< 200-

Trigliserid109mg/dL< 150-

HDL kolesterol31mg/dL40-60L

LDL direk119mg/dL0-100H

Asam urat6,2mg/dL3,5-7,2-

GDS135103mg/dl80-160-

CKMB41U/L7-25H

Troponin10,34U/L< 0,01H

Ureum7860mg/dl15-39H

Creatinin2,461,7mg/dl0,6-1,3H

ELEKTROLIT

Natrium137137mmol/L136-145-

Kalium5,24,9mmol/L3,5-5,1-

Chlorida107106mmol/L98-107-

Magnesium0,74mmol/L0,74-0,99-

Calcium2,15mmol/L2,12-2,52-

F.X FOTO THORAX (17 Juni 2015)

X Foto thorax AP:

CTR 70%

Batas jantung kiri bergeser ke lateral, apex downward Pinggang jantung (-) Double countour sulit dinilai Corakan bronkovaskuler tidak meningkat Gambaran infiltrat pada kedua lapangan paru Sudut costofrenikus kanan dan kiri lancip Elongasio aorta (-)Kesan foto x foto thorax : Kardiomegali (LA, LV)X FOTO THORAX (22 Juni 2015)

X Foto thorax AP:

CTR 65%

Batas jantung kiri bergeser ke lateral, apex downward Pinggang jantung (+) Double countour (-) Corakan bronkovaskuler tidak meningkat Gambaran infiltrat pada paru kanan Sudut costofrenikus kanan dan kiri lancip Elongasio aorta (+)Kesan foto x foto thorax : Kardiomegali (LV)

Elongatio aorta (+)G. ECHOCARDIOGRAFIM-MODEVALUE

Ao25,15 mm

LA79,5 mm

RVDd

IVSd62,3 mm16,1 mm

LVIDd47,9 mm

LVPWd19,4 mm

IVSs21 mm

LVIDs25,3 mm

LVPWs28 mm

LVEF (Teich)78,5%

LVFS47,2%

LVMI

EPSS285 g/m24,41 mm

2 DIMENSIONVALUE

A 4Ch EDV32,9 ml

A 4Ch ESV13,2 mm

EF A4Ch59,9 %

A2Ch EDV50,9 ml

A2Ch ESV6,99 ml

EF Biplane79,5%

DOPPLERVALUE

PV Acct56 ms

RVOT Vmax0,59 m/s

E/AFusi

LVOT Vmax1,01 m/s

TAPSE14,7 mm

Pasien dalam kondisi atrial fibrilasi dengan respon ventrikel normal

Dimensi ruang jantung, dilatasi LA, RV, RA LVH (+) konsentrik, efusi pericardial (+) moderat 24,9 mm, thrombus (-), IAS dan IVS intak

Global normokinetik Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF > 70% (Teichz), > 70% Biplane Fungsi diastolik LV sulit dinilai karena E dan A fusi Fungsi sistolik RV normal dengan TAPSE 14,71 mm

Katup katup

AoV : 3 kuspis, kalsifikasi di ketiga kuspis, AS (+) moderat dengan aortic jet velocity 3,39 m/s mean gradient 27,98 mmHg, AVA by planimetri 1,16 cm2, indexed AVA 0,84 cm2/m2, velocity ratio 0,298, AR (+) mild dengan vena contracta 0,25 cm, AR PHT 553,25 msec, jet width 16%, AR PHT 553,25 msec MV : MS (+) moderate dengan MVA by planimetri 1,4 cm2, MVA VTI 1,0 cm2, mean gradient 8,28 mmHg, Wilkins score 8 (mobility 2, valvular thickening 2, calcification 3, subvalvular thickening 1), MR (+) severe dengan vena contracta 0,77 cm dan max PG 95,5 mmHg, jet eksentrik ke posterior et causa prolaps AML (Carpentier type II) TV : TS (-), TR (+) severe dengan vena contracta 0,98 cm dan mean PG 43,15 mmHg PV : PS (-), PR (+) mild, PH moderat dengan RVSP 58,15 mmHgKesimpulan LA, RV, RA dilatasi

LVH konsentrik Efusi perikardial 24,9 mm Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF > 70% (Teichz), > 70 % (Biplane)

Disfungsi sistolik RV menurun dengan TAPSE 14,7 mm AS moderat, AR mild, MS moderat, MR berat, PH moderat, TR berat, PR mildH. ANGIOGRAFI KORONERHasil :

RCA : CTO di proksimal, distal mendapatkan aliran dari bridging kolateral RV branch

: normal Acute marginal: normal Posterior descending: proksimal subtotal oklusi, mendapatkan kolateral dari LCx Posterolateral branch: normalLeft Main : normalLAD: stenosis 90 95% (tipe trombus) di mid Diagonal 1: normal Diagonal 2: normalLCx: normal Obtus marginal: normal Posterolateral

: normal Intermediate

: tidak adaLV grafi: tidak dilakukanKesan : CAD 2 Vessel DiseasesI. DIAGNOSIS AKHIR

1. Acute STEMI anterior dan inferior Killip II TIMI 6/14 onset 3 hari tanpa revaskularisasi2. Bronkopneumonia3. Insufisiensi renalTINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

I. PendahuluanSindrom koroner akut masih merupakan suatu masalah penyakit kardiovaskular yang lama dimana angka morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Spektrum klinis SKA meliputi gejala-gejala yang menunjukkan adanya suatu iskemia miokard akut seperti angina pectoris stabil, infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI), dan infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI). Data di Amerika Serikat, menunjukkan lebih 1 juta orang tiap tahunnya menderita infak miokard, dimana diperkirakan 300.000 meninggal akibat infark miokard akut sebelum masuk rumah sakit.1 Dan dari penderita infark miokard akut tersebut, sepertiga diantaranya mempunyai spektrum infark miokard dengan elevasi ST (STEMI).2 Lokasi anatomis STEMI mempengaruhi prognosis. Kondisi STEMI dengan lokasi multipel berkaitan dengan fatalitas kasus.3II. Definisi

Berdasarkan konsensus para ahli dan guideline, infark miokard akut didefinisikan sebagai terdeteksinya peningkatan dan atau penurunan biomarker jantung paling sedikit satu nilai diatas ambang batas atas (URL) dan diikuti oleh paling tidak satu dari : gejala-gejala iskemik, perubahan segmen ST-T yang signifikan atau adanya LBBB baru, terbentuknya gelombang Q patologis pada EKG, pada pencitraan terdapat hilangnya viabilitas miokardium atau pergerakan segmen dinding miokard yang abnormal, teridentifikasinya thrombus intrakoroner pada angiografi atau otopsi.4,5 Istilah infark miokard harus digunakan ketika ada bukti terdapatnya nekrosis miokardium dalam lingkup klinis iskemia miokardium.5Kriteria lain untuk menegakkan diagnosis infark miokard yaitu terbentuknya gelombang Q patologis pada serial EKG. Pasien mungkin tidak ingat kapan tepatnya gejala iskemik muncul, biomarker enzim jantung mungkin sudah kembali ke nilai normal tergantung dari lamanya kejadian infark.4,6 Selain itu, pemeriksaan secara patologis bisa juga digunakan untuk mengidentifikasi adanya infark miokard dan menggambarkan apakah proses tersebut merupakan suatu infark yang lama atau baru.6III. Klasifikasi dan Stratifikasi ResikoInfark miokard diklasifikasikan kedalam beberapa tipe berdasarkan perbedaan gambaran klinis dan prognosis, patologis, maupun strategi penatalaksanaan.4 ESC dalam universal definition of myocardial infarction menggolongkan infark miokard menjadi 5 tipe seperti dibawah ini :51. Infark miokard tipe 1 Infark miokard spontan yang berhubungan dengan ruptur plak atherosklerosis, ulserasi, fisura, erosi, atau robekan yang menyebabkan terbentuknya thrombus intralumen. Dapat terjadi pada satu atau lebih pembuluh darah koroner.

2. Infark miokard tipe 2 Cedera miokard disertai nekrosis pada kondisi-kondisi selain CAD yang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen miokard seperti pada disfungsi endotel, spasme koroner, emboli koroner, bradi/takiaritmia, anemia, hipo/hipertensi.

3. Infark miokard tipe 3 Kematian mendadak dengan didahului gejala iskemik miokard dan perubahan pada EKG yang terjadi sebelum sampel darah diperiksa atau kenaikan serum biomarker enzim jantung.

4. Infark miokard tipe 4Infark miokard yang berhubungan dengan PCI (4a) maupun stent trombosis (4b) yang dapat dideteksi melalui angigrafi koroner atau autopsi. 5. Infark miokard tipe 5

Infark miokard yang berhubungan dengan CABG.

Gambar 1. Perbedaan antara infark miokard tipe 1 dan 2 berdasarkan keadaan arteri koroner.5Stratifikasi Resiko

Selain klasifikasi diatas, untuk menentukan diagnosis dan prognosis luaran klinis serta prediksi mortalitas pada penderita dengan STEMI dapat digunakan klasifikasi berdasarkan Killip, seperti pada tabel berikut.2Killip ClassClinical PresentationHospital Mortality (%)

ITidak didapatkan adanya tanda dan gejala-gejala gagal jantung6

IIGagal jantung ringan-sedang.didapatkan adanya S3 gallop, ronkhi basah pada basal paru, hipertensi vena pulmonalis17

IIIDidapatkan adanya gagal jantung berat dengan edema paru38

IVDidapatkan syok kardiogenik 81

Tabel 1. Klasifikasi Killip1Pada kasus diatas, pasien termasuk kedalam Killip kelas II dimana pada saat pemeriksaan awal di IGD RSDK ditemukan adanya tanda gagal jantung ringan sedang yaitu ronki basah pada basal paru. Selain Killip, kriteria TIMI juga dapat dipakai pada penderita STEMI sebagai prediktor mortalitas atau menentukan prognosis.1STEMI Faktor RisikoPoin

Anamnesa:

Usia 65-74 tahunUsia >75 tahun

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah sistolik 100

Klasifikasi Killip II-IV

Berat < 67 kg

Presentasi

Elevasi ST anterior atau LBBB Waktu ke reperfusi > 4 jam

Skor risiko = total poin2

3

1

3

2

2

1

1

1

0-14

Tabel 2 . Faktor Resiko TIMI6Pada kasus diatas, pasien mempunyai TIMI score 6/14 yaitu : klasifikasi Diabetes mellitus/hipertensi/angina (1 point), klasifikasi Killip II (2 point), berat badan 62 kg (1 point), elevasi ST anterior (1 point), dan waktu untuk reperfusi pada pasien ini > 4 jam (1 point). Berdasarkan penelitian Morrow dkk, angka mortalitas dalam 30 hari pasien STEMI dengan skor TIMI 6 adalah sebesar 16,1%. 6IV. PatofisiologiSebagian besar infark miokard terjadi karena adanya ruptur plak atheroma pembuluh darah koroner arteri yang menyebabkan terjadinya manifestasi akut dari infark miokard.1 Lebih dari 90 % penyebab infark miokard dikarenakan robekan atau disrupsi plak atherosklerotik.7 Hal ini berhubungan dengan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan lapisan fibrous penutup plak. Robeknya lapisan fibrous tersebut kedalam lumen arteri memicu terjadinya proses agregasi trombosit yang kaya trombosit (white thrombus) dan pembentukan thrombus intra koroner.7 Akibat lanjut dari trombus ini akan menyumbat lumen arteri koroner bisa parsial maupun total atau menjadi mikroemboli yang menyumbat arteri koroner yang lebih distal.1,7

Gambar 2. Patofisiologi Trombosis7Bila trombus menyumbat secara parsial akan timbul manifestasi sebagai angina pectoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Akan tetapi, bila thrombus menyumbat secara total tanpa adanya aliran kolateral menyebabkan terjadinya infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI).1,7 Terbentuknya thrombus selain diakibatkan oleh ruptur plak juga disebabkan oleh adanya disfungsi endotel. Disfungsi endotel menyebabkan kehilangan fungsi normalnya yang mempunyai efek proteksi terhadap thrombus dan vasodilator.7Proses lanjutan yang terjadi akibat ruptur plak dan disfungsi endotel yaitu: aktivasi dan agregasi trombosit, aktivasi kaskade koagulasi, vasokonstriksi pembuluh koroner, kehilangan fungsi normal endotel yang mempunyai efek antitrombotik dan pada akhirnya terbentuklah thrombus intrakoroner.7

Gambar 3. Akibat dari trombus koroner7V. Diagnosis

Dengan mengintegrasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, pemeriksaan biomarker jantung, maka diagnosis awal seseorang dengan kecurigaan infark miokard akut dapat ditegakkan sekaligus menyingkirkan penyebab yang lain.1,7,8Diagnosis infark miokard mempunyai dua komponen utama. Komponen patologis dimana memerlukan bukti adanya kematian sel miokard sebagai konsekuensi dari iskemik yang berkepanjangan. Dan diagnosis klinis dengan menilai riwayat penyakit dari anamnesis ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi, biomarker jantung, dan pemeriksaan pencitraan.5,8

Gambar 4. Alur Diagnosis STEMI5Anamnesis

Keluhan penderita dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (typical angina) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan, berat, seperti ditindih benda berat, terbakar didaerah retrosternal, dapat menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, bahu, punggung, atau epigastrium.2 Pada penderita dengan STEMI keluhan seperti ini dirasakan seperti angina pectoris tetapi lebih berat, dengan durasi yang lebih lama (lebih dari 20 menit), dan tidak berkurang dengan istirahat atau pemberian preparat nitrat. Gejala penyerta yang sering terdapat pada penderita infark miokard antara lain : diaforesis, mual-muntah, nyeri abdomen, palpitasi, sesak nafas, dan sinkop.1,2

Walaupun nyeri dada tipikal merupakan tanda khas infark, akan tetapi tidak semua pasien merasakannya.9 Kira-kira sekitar 30% pasien infark miokard adalah asimptomtik atau datang dengan keluhan atipikal.4 Pada pasien angina atipikal sering dijumpai keluhan nyeri didaerah penjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak dapat diterangkan atau mendadak rasa lemah yang tidak dapat diterangkan.2,9 Keluhan atipikal ini sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, post operatif pasien.2

Diagnosis menjadi lebih kuat bila keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik : pria, diketahui mempunyai penyakit atherosklerosis atau pernah mengalami infark miokard, CABG atau PCI, mempunyai faktor resiko tinggi (hipertensi, diabetes mellitus, merokok, dislipidemia, riwayat penyakit jantung koroner dalam keluarga atau meninggal mendadak sebelum usia 55 tahun pada laki-laki dan 65 tahun pada perempuan).9 Mengidentifikasi faktor-faktor resiko terutama pada mereka yang mempunyai faktro resiko tinggi bisa membantu dalam menegakkan diagnosis infark miokard.1

Anamnesis pada kasus diatas didapatkan adanya nyeri dada khas infark dengan durasi lebih dari 20 menit, tidak berkurang dengan istirahat dan pada pasien disertai gejala penyerta berupa keringat dingin dan mual.Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan infark miokard sering datang dengan penampakan gelisah dan tidak nyaman. Mereka yang sudah mempunyai gangguan pada fungsi ventrikel kiri dapat muncul manifestasi takipneu, takikardia, ronkhi paru, dan bunyi jantung ketiga. Terdapatnya bising sistolik menunjukkan adanya disfungsi katup mitral maupun ruptur septum ventrikel sebagai kamplikasi adanya iskemik.1 Pada pasien dengan infark ventrikel kanan dapat dijumpai peningkatan tekanan vena jugular, tanda kusmaul dan bunyi jantung ketiga pada ventrikel kanan. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel berat terdapat tanda-tanda syok seperti hipotensi, diaforesis, akral dingin, pucat, oligouria, dan perubahan status mental.1,7

1. Karakteristik nyeri Berat, Terus menerus, Umumnya substeral

2. Efek Simpatis Berkeringat

Kulit yang dingin dan lembab

3. Parasimpatis (Vagal) Mual, Muntah

Lemahan

4. Inflamasi Demam Ringan

5. Pemeriksaan Jantung S4 (dan S3 bila ditemukan disfungsi systolic)

Diskinetic Buldge (pada anterior MI)

Systolic Murmur (pada VSR atau MR)

6. Lain-lain Ronkhi Basah Halus (bila ditemukan gagal jantung)

JVP Meningkat (pada gagal jantung atau MI jantung kanan)

Tabel 3. Tanda dan gejala Infark Miokard Akut7Elektrokardiografi

Pemeriksaan elektrokardiografi memegang peranan yang penting dalam penatalaksanaan infark miokard tidak hanya sebagai alat diagnostik tetapi juga untuk menentukan prognosis dari infark.8 EKG merupakan suatu bagian integral dari diagnosis kerja pasien yang dicurigai menderita infark miokard dan harus tersedia dan diinterpretasikan secara tepat (dalam waktu 10 menit) setelah presentasi klinis.3 Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemik miokard harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.4

Gambaran EKG pada penderita STEMI dengan onset akut diawali dengan peningkatan amplitudo gelombang T, diikuti oleh elevasi segmen ST dalam beberapa menit. Gelombang R dapat meningkat pada fase awal dan kemudian segera mengalami penurunan lalu diikuti oleh terbentuknya gelombang Q.2 gambaran evolusi EKG pada STEMI dapat dilihat pada bagan dibawah ini.7,9

Gambar 5. Evolusi EKG selama STEMI7Kriteria diagnosis EKG pada STEMI yaitu : adanya elevasi segmen ST diatas titik J (J point) pada 2 sadapan yang berurutan dengan nilai : 0,1 mV pada semua sadapan selain V2-V3 dimana pada sadapan tersebut kenaikannya 0,2 mV pada laki-laki 40 tahun, 0,25 mV pada laki-laki < 40 tahun, atau 0,15 mV pada perempuan.3,4 Yang dimaksud sadapan yang berurutan yaitu kelompok sadapan anterior (V1-V6), sadapan inferior (II,III,aVF), atau sadapan lateral/apikal (I,aVL). Sadapan tambahan meliputi V3R dan V4R yang menggambarkan dinding ventrikel kanan serta V7-V9 pada dinding basal inferior (posterior).3 ST elevasiArteri koronerArea kerusakanKomplikasi

V1-4LADDinding anterolateral

Septum

Ventrikel kiri

Bundle his dan percabangannyaDisfungsi ventrikel kiri : CHF

LBBB

RBBB

LPFB

Blok infranodal

V5-6, I, aVLLCxDinding lateral kiriDisfungsi ventrikel kiri : CHF

Blok infranodal

II, III, aVF, V4RRCA : Posterior descending Dinding inferior

Ventrikel kananHipotensi

Blok supranodal

Atrial fibrilasi/flutter

Blok infranodal

Ruptur muskulus papilaris

V8-9 (ST depresi V1-2)90% RCA : Posterior descending

10% LCx (elevasi V5-6) Dinding posteriorHipotensi

Blok supranodal

Atrial fibrilasi/flutter

Blok infranodal

Ruptur muskulus papilaris

Tabel 4. Distribusi Infark pada STEMI dan konsekuensinya10Pada STEMI angka mortalitasnya meningkat dengan peningkatan besar dan jumlah elevasi ST. Prediktor mortalitas lain yang dapat dilihat dari EKG 12 sadapan meliputi LBBB dan infark anterior.10 Pada kasus diatas pasien menderita STEMI Anterior dan inferior dengan didapatkan elevasi segmen ST 0,1 mV di V1, V4, II, III, aVF serta elevasi segmen ST 0,2 mv di lead V2, V3 yang menunjukkan lokasi kelainan pada Left Anterior Descending dan Right Coronary Artery.Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium khususnya biomarker jantung sudah sejak lama digunakan dalam mendiagnosis infark miokard. Kenaikan dari kreatin kinase (CK), dan sub tipe miokard (CK-MB), troponin (T dan I), mioglobin, AST, dan LDH dapat terjadi pada semua pasien dengan nekrosis miokard pada pasien infark miokard.11 Kerusakan pada miokard menyebabkan pelepasan dari protein dam enzim tersebut kedalam sirkulasi sehingga bisa terdeteksi dalam darah. Kardiak troponin sangat dianjurkan sebagai biomarker untuk kerusakan miokard karena mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. CK-MB bisa dipilih sebagai alternatif terbaik bila pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan.2

Biomarker CKMB, karena lebih cepat terdeteksi dan dan hilang dari dalam sirkulasi, maka dapat digunakan pada : pasien dengan presentasi klinis awal atau dini saat gejala muncul, untuk menentukan onset cidera jika troponin meningkat, dan untuk mendeteksi reinfark saat datang ke runah sakit.1 Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan biomarker pada penderita infark miokard direkomendasikan pada saat pasien datang ke rumah sakit, pada 6-9 jam onset, dan 12-24 jam jika sampel awal mempunyai nilai negatif dan pasien mempunyai kecurigaan yang tinggi untuk infark miokard.1,3,11

Gambar 6. Evolusi EKG selama STEMI8

Selain pemeriksaan serum biomarker, pemeriksaan laboratorium lain yang direkomendasikan pada penderita STEMI yaitu : darah rutin lengkap, elektrolit lengkap, BUN, kreatinin, gula darah, profil lipid, INR, aPTT.12

Pada kasus terdapat peningkatan kadar Troponin dengan onset pemeriksaan 3 hari, yaitu sebesar 10,34 ul/l. VI. Diagnosis Banding

Pasien yang datang dengan presentasi klinis nyeri dada akut disertai EKG ST elevasi, selain infark miokard harus dipikirkan juga penyebab yang lain seperti7 : Mengancam jiwa : diseksi aorta, emboli pulmo, ulkus perforasi, tension pneumothorax, rupture esophagus dengan mediastinitis Penyebab kardiovaskuler non iskemik : pericarditis, angina atipikal, early repolarization, sindrom Wolff Parkinson White, lesi saraf pusat dengan T inverted dalam, hipertrofi ventrikel kiri, sindrom Brugada, miokarditis, hiperkalemi, bundle branch block, angina vasospastic, kardiomiopati hipertrofi Penyebab nonkardiak : GERD, nyeri dinding dada, ulkus peptikum, serangan panic, nyeri bilier atau pancreas, nyeri somatic dan psikogenik Diagnosa banding lain coba disingkirkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang :7 Pericarditis: Nyeri tidak berubah dengan perubahan posisi seperti tidur/duduk dan tidak berubah dengan gerakan nafas. Nyeri tidak tajam dan terasa seperti tertindih. Lokasi nyeri tidak dapat ditunjuk dengan 1 jari dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan pericardial friction rub, begitupula dari pemeriksaan penunjang EKG tidak ada suatu gambaran yang menunjang ke pericarditis.

Diseksi aorta: Nyeri pada diseksi aorta biasanya lebih seperti rasa teriris (knifelike sensation / tearing) yang dapat menjalar dari dada depan sampai punggung. Onsetnya biasanya akut dengan setting dapat berupa pada penderita hipertensi atau dengan individu-individu yang memiliki faktor predisposisi seperti Marfan syndrome. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suatu tekanan darah yang asimetris dan defisit neurologis.

Emboli pulmo: Gejala nyeri pada emboli pulmo dapat menyerupai gambaran angina, tetapi nyeri pada emboli pulmo biasanya dipengaruhi gerakan pernafasan, dan pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung kanan hingga hipotensi.

Ulkus peptikum : Pada pasien ini mengaku nyerinya dirasakan tidak berhubungan dengan makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Selama ini tidak ada riwayat gastritis dan nyeri di ulu hati. Tidak juga didapatkan tanda-tanda suatu perforasi misalnya seperti BAB hitam. Nyeri dada pada pasien ini mengarah ke suatu infark miokard dengan melihat karakteristik nyeri, kualitas dan durasi nyerinya. Keluhan pasien adalah nyeri dada yang dirasakan sangat berat di dada sebelah kiri seperti tertindih setelah pasien makan malam. Nyeri tidak dapat ditunjuk dengan 1 jari, dan tidak dirasakan menjalar. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat, dirasakan > 20 menit, dirasakan makin lama makin berat.

VII. Komplikasi

Karakteristik klinis dan demografis serta aspek prosedural dapat menentukan pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi akibat STEMI.4 Diantara kondisi-kondisi yang memiliki resiko tinggi yaitu : usia lanjut, Killip II-IV, 3 vessel disease, infark dinding anterior, prolong iskemik atau TIMI flow yang berkurang.4

Secara umum komplikasi akibat STEMI dibagi menjadi 3 : komplikasi mekanik, elektrik, dan inflamasi yang disebabkan oleh miokard yang mengalami nekrosis. Komplikasi akibat dari nekrosis miokard dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pada perikardium sehingga terjadi perikarditis maupun tamponade.7 Komplikasi mekanik dapat berupa, gangguan pompa jantung, regurgitasi mitral, defek septum ventrikel akibat VSR, ruptur dinding LV, aneurisma LV, infark RV, LV trombus. Sedangkan komplikasi elektrik dapat berupa : ventrikular fibrillasi, supraventrikular aritmia, maupun gangguan konduksi/ blok.1,4,7Disfungsi Miokardium

Adanya infark miokard akut akan mengganggu kontraktilitas ventrikel dan meningkatkan kekakuan miokard yang mengakibatkan gejala gagal jantung, remodeling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik. Syok kardiogenik dapat terjadi pada 10% pasien dengan infark miokard akut.7

Sekitar sepertiga dari pasien dengan infark dinding inferior mengalami disfungsi pada ventrikel kanan. Hal ini akan mengakibatkan kontraksi abnormal dan penurunan compliance pada ventrikel kanan, yang mangakibatkan tanda tanda clear lung dengan hipotensi dan peningkatan tekanan vena juguler.7,8Komplikasi Mekanik

Terdapat 3 koplikasi mekanik utama yang terjadi pada AMI yaitu rupturnya dinding ventrikel (ventricular free wall rupture/VFWR), rupturnya dinding septal (ventricular septal rupture/VSR), dan rupturnya papillary muscle yang mengakibatkan mitral regurgitasi yang berat. Semua komplikasi ini dapat menyebabkan syok kardiogenik 1,4,7Left ventricular free wall rupture:1,4,7,11 Epidemiologi: terjadi pada 3% pasien dengan AMI.

Faktor Resiko: transmural MI, MI pertama, single vessel disease, kurangnya perdarahan kolateral, dan wanita.

Waktu: umumnya terjadi pada hari 5-14 setelah serangan AMI, dapat terjadi lebih awal pada pasien dengan trombolisis.

Pemeriksaan fisik: gagal jantung akut yang diakibatkan tamponade jantung (meningkatnya JVP, pulsus paradoksus, suara jantung meredup).

Diagnosis: echocardiography, kateterisasi jantung.

Therapi: pericardiocentesis segera dan thoracotomy cardiac rupture merupakan kegawatdaruratan bedah jantung.

Ventricular septal rupture (VSR): 1,4,7,11 Epidemiologi: terjadi pada 1-2% pasien dengan AMI.

Faktor Resiko: infark yang besar, single vessel disease, kurangnya perdarahan kolateral.

Waktu: umumnya terjadi 3-7 hari setelah serangan AMI. Pemeriksaan Fisik: pansistolik murmur yang menjalar dari kiri ke kanan melewati precordium, terdengar paling jelas pada left lower sternal border (LLSB).

Diagnosis: echocardiography, kateterisasi jantung.

Therapi: koreksi secara bedah, vasodilator, intraaortic balloon pump.

Papillary muscle rupture: 1,4,7,11 Epidemiologi: terjadi pada 1% pasien dengan AMI.

Faktor resiko: inferior MI.

Waktu: Umumnya terjadi 2-7 hari setelah terserang AMI.

Pemeriksaan Fisik: holosystolic murmur, terdengar paling keras di apex, menjalar ke axilla. Intensitas murmur tidak berhubungan dengan derajat keparahan regurgitasi.

Diagnosis: echocardiography, kateterisasi jantung.

Treatment: vasodilator dan koreksi secara bedah. Jika pasien mengalami penurunan takanan darah pemasangan intraaortic balloon pump (IABP) dapat dilakukan sebagai bridging therapy sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.

Komplikasi ElektrikAritmia

Aritmia adalah kondisi dimana irama yang berasal bukan dari nodus SA, irama yang tidak teratur, frekuensi kurang dari 60x/menit (lebih dari 100x/menit), dan terdapat hambatan impuls supra ataupun intraventricular.Salah satu etiologi tersering dariaritmia adalah iskemia berat dari sel otot jantung (ACS). Secara epidemiologi aritmia post ACS terjadi pada 72-100% dari pasien ACS yang dirawat pada ICCU (Intensive Coronary Care Unit). Akan tampak adanya gambaran PVC (Premature Ventricular Contraction) pada lebih dari 90% pasien dengan ACS. Premature Atrial Contraction juga umum terjadi sekitar lebih dari 50% pasien postACS.7,8Pada fase awal AMI, pasien sering menunjukkan gejala peningkatan aktivitas dari sistem sarafparasimpatis (tonus vagal); pasien akan mengalami sinus bradikardi, AV block, dan hipotensi. Selanjutnya akan terjadi perubahan menjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis oleh peningkatan pelepasan hormon katekolamin, sehingga pasien akan mengalami ketidakstabilan listrik; PVC, Ventricular tachycardia, Ventricular fibrilasi, accelerated idioventricular rythms dan AV junctional tachycardia.7,8Pada aritmia, konsekuensi perubahan hemodinamis tergantung dari fungsi ventrikelnya. Contohnya pada kasus aritmia, jantung akan kehilangan 10-20% volume output ventrikel kiri pada kondisi dimana kontraksi atrium tereliminasi. Penurunan dari komplians ventricular dapat mengakibatkan penurunan 35% dari stroke volume ketika systole atrium tereliminasi. Pada akhirnya takikardia persisten dihubungkan dengan prognosis yang buruk, karena peningkatan penggunaan oksigen otot jantung. Ketika ventrikel takikardi terjadi pada perjalanan akhir ACS, sering dihubungkan dengan infark di transmural dan disfungsi ventricular. (mortalitas 50%).7,8Gangguan KonduksiSecara umum gangguan konduksi akan menghasilkan bradikardi oleh kegagalan penghantaran (konduksi)impuls dari nodus SA ke ventrikel (hambatan pada AV node). Secara fisiologis impulsSA selanjutnya akan diteruskan ke atrium kanan dan ke atrium kiri melalui Bachmans Bundle, dianjutkan ke nodus AV, bundle his, berkas cabang kanan dan kiri, serabut purkinje, dan berakhir di miokard. Nodus AV mendapatkan pasokan darah dari arteri descenden posterior yang merupakan cabang dari arteri koroner kanan pada 80% populasi. Maka infark miokard inferior paling sering menimbulkan komplikasi gangguan hantaran pada nodus AV (blok AV).7,8Blok AV akan menimbulkan gejala seperti pusing, lemas, hampir pingsan, pingsan, dan kadang-kadang kematian mendadak. Blok AV derajat 1 dan derajat 2 tipe Mobitz I umumnya sering terjadi pada AMI anterior. Sedangkan blok AV derajat 2 tipe Mobitz II umumnya terjadi pada AMI anterior dan resiko berkembang menjadi blok AV derajat 3(total blok).7,8RBBB terjadi sekitar 2% pada pasien dengan AMI. Sering dihubungkan dengan AMI anteroseptal. Sedangkan LBBB terjadi sekitar 5% pada pasien dengan AMI dan dihubungkan dengan resiko mortalitas tinggi karena biasanya diakibatkan oleh infark luas.7,8Komplikasi Inflamasi

Pericarditis

Insidensi pericarditis pada AMI diperkirakan sebanyak 10% dan terjadi pada 24-96 jam pertama. Pericarditis disebabkan oleh inflamasi dari jaringan pericardial yang melapisi myocardium yang rusak. Presentasi klinis yang dapat terjadi adalah nyeri dada yang hebat yang umumnya bertambah dengan tarikan nafas dan pericardial friction rub.7

Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan peningkatan segmen ST pada hampir di semua lead. Pada pemeriksaan echocardiografi dapat ditemukan efusi pericard minimal. Pengobatan yang biasa diberikan umumnya pemberian aspirin atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs). Colchicine dapat berguna pada pasien dengan pericarditis yang berulang.7Insufisiensi Renal pada Infark Miokard AkutInsufisiensi renal dapat terjadi karena kompensasi hemodinamik penurunan perfusi glomerulus maupun penggunaan kontras. Faktor prognostik insufisiensi renal yang penting adalah waktu reperfusi, lokasi infark, kondisi penyerta, dan riwayat diabetes. Kondisi insufiensi renal dapat memperburuk prognosis karena dapat meningkatkan faktor aterogenik, proteinuri, dan meningkatkan aktivitas inflamasi.13 DAFTAR PUSTAKA

1. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of Cardiovascular Medicine. 4th edition. 2013. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.

2. Fuster V, Walsh RA et al. ST Elevation Myocardial Infarction in Hursts The Heart. 13th ed. 2011. Mc Graw-Hill.3. Newman, et al. Trends in myocardial infarction rates and case fatality by anatomical location in four United States communities, 1987 to 2008 (from the Atherosclerosis Risk in Communities Study). Am J Cardiol.2013 Dec 1;112(11):1714-9. doi: 10.1016/j.amjcard.2013.07.037. Epub 2013 Sep 21.

4. Thygesen K, Alpert JS, White HD, et al. Third Universal definition of myocardial infarction. 2012. European Heart Journal; 10.1093/eurheartj/ehj184.

5. Steg G, James SK, et al. European Society Cardiology. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. 2012. European Heart Journal. Doi:10.1093/eurheartj/ehs2156. Morrow DA, Antman EM, et al. TIMI Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction. Circulation 2000;102;2031-2037.7. Lilly LS, Harvard Medical School. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical students and faculty. 5th ed. 2011. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Libby P, Braunwald E. Braunwald's heart disease : a textbook of cardiovascular medicine. 10th ed. Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2015.

9. Birnbaum Y, Drew B. The electrocardiogram in ST elevation acute myocardial infarction: correlation with coronary anatomy and prognosis. Postgrad Med J 2003;79:490504.10. Kosowsky JM. The Diagnosis and Treatment of STEMI in Emergency Departement. EBMedicine. 2009; vol 11, no.6.

11. Pandey R. Diagnosis of Acute Myocardial Infarction. JAPI; 2011 vol 59.12. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. 2007 focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol 2008;51:210-47.13. Lekston, et al. Impaired renal function in acute myocardial infarction. Cardiology Journal 2009, Vol. 16, No.5, pp, 1-XXX.34