32
BAB I PENDAHULUAN Kuratase merupakan prosedur operasi ginekologi minor yang paling banyak di lakukan baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus maupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi. Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan kuratase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, plasenta rest, dan kehamilan anggur. Ada juga yang ditujukan untuk diagnostic seperti biopsy endometrium (Bagus, Ida 2001). Tindakan kuratase merupakan prosedur yang memakan waktu tidak terlalu lama karena itulah makan diperlukan teknik anestesi yang dapat menghasilkan waktu pulih yang singkat tetapi tingkat sedasi dan analgesic yang adekuat sehingga TIVA (Total Intravenous Anesthesia) menjadi pilihan yang lebih sering digunakan dibanding inhalasi. TIVA adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan anestesi dicapai melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja dan menghindari pemakaian agen volatile ataupun N2O. (Ikbal, 2012). Pada laporan kasus ini akan membahas penggunaan anestesi umum dengan teknik TIVA pada pasien perempuan berusia 52 tahun dengan diagnosis bedah hyperplasia endometrium dan diagnosis anestesi ASA I, pembedahan yang dilakukan adalah kuratase dan histereskopi. 1

Presus Anestesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tiva

Citation preview

Page 1: Presus Anestesi

BAB I

PENDAHULUAN

Kuratase merupakan prosedur operasi ginekologi minor yang paling banyak di

lakukan baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus

maupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi.

Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan

kuratase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, plasenta rest, dan

kehamilan anggur. Ada juga yang ditujukan untuk diagnostic seperti biopsy

endometrium (Bagus, Ida 2001).

Tindakan kuratase merupakan prosedur yang memakan waktu tidak terlalu

lama karena itulah makan diperlukan teknik anestesi yang dapat menghasilkan waktu

pulih yang singkat tetapi tingkat sedasi dan analgesic yang adekuat sehingga TIVA

(Total Intravenous Anesthesia) menjadi pilihan yang lebih sering digunakan

dibanding inhalasi.

TIVA adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan anestesi dicapai

melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja dan menghindari

pemakaian agen volatile ataupun N2O. (Ikbal, 2012).

Pada laporan kasus ini akan membahas penggunaan anestesi umum dengan

teknik TIVA pada pasien perempuan berusia 52 tahun dengan diagnosis bedah

hyperplasia endometrium dan diagnosis anestesi ASA I, pembedahan yang dilakukan

adalah kuratase dan histereskopi.

1

Page 2: Presus Anestesi

BAB II

STATUS PASIEN

II. 1 Identitas Pasien

Nama : Ny. H

No. RM : 173774

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 28 April 1963

Usia : 52 tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

II. 2 Anamenis

Keluhan Utama : Ingin Punya Anak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang untuk program punya anak, pasien menikah pada usia 52

tahun dengan suami usia 40 tahun. Frekuensi berhubungan 2-3 kali seminggu,

pasien baru 1 tahun menikah, pasien mengaku haid sudah mulai tidak teratur.

HT (-), Jantung (-), Paru (-), DM (-), Gigi palsu (-), Gigi goyang (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

Kista Bartolini kiri , riwayat schizophrenia residual.

Riwayat Operasi :

Post insisi kista bartonlini kiri (25/11/15) tidak di anestesi.

Riwayat Menstruasi : Menarche usia 11 tahun, teratur, 4-5 hari

Riwayat KB : tidak ada

2

Page 3: Presus Anestesi

II. 3 Pemeriksaan Fisik

Gambaran umum Pasien

Keadaan umum : baik

Tingkat Kesadaran : CM GCS : E4M6V5

BB : 52kg

TB : 160 cm

Tanda Vital

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/m

RR : 18 x/m

Suhu : 36oC

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjuntiva tidak anemis (-/-), sclera tidak ikterik (-/-)

Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), Perdarahan (-), Lendir (-)

Mulut : Mallampati 2

Telinga : Sekret (-/-)

Leher : tidak tampak pembesaran KGB

Thoraks

Paru

I : gerakan dada simetris saat statis dan dinamis

P : taktil fremitus kedua paru simetris

P : Sonor di semua lapang paru

A : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-

3

Page 4: Presus Anestesi

Jantung

I : Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis

P :

Batas Kanan Atas : ICS II Linea Parasternal dextra

Batas Kanan Bawah : ICS IV Linea Parasternal dextra

Batas Kiri Atas : ICS II Linea Parasternal sinistra

Batas Kiri Bawah : ICS IV Linea Parasternal sinistra

A : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I : datar, ascites (-)

A : bising usus (+)

P : Supel, Nyeri tekan (-)

P : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Status Ginekologi

Inspeksi : Vulva Uretra tenang, tampak bekas insisi benjolan kista

bartolini, tidak tampak perdarahan dan pus

RVT : porsio kenyal, posterior, pembukaan tidak ada, parametrium

lemas, CVT (-) membesar, tidak teraba massa intra lumen.

RT : Spingter ani tebal, mukosa licin, tidak teraba massa

intralumen.

4

Page 5: Presus Anestesi

II. 4 Pemeriksaan Penunjang (12/11/2015)

Jenis PemeriksaanHasil

Nilai RujukanSaat ini

Hematologi

Hemoglobin 13,4 12-16 g/dL

Hematokrit 39 37-47 %

Eritrosit 4,8 4,3-6,0 juta/ uL

Leukosit 10730 4800 – 10800 /uL

Trombosit 463000 * 150000 - 400000

Hitung Jenis :

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 3 1-3 %

Batang 2 2-6 %

Segmen 65 50-70 %

Limfosit 22 20-40 %

Monosit 8 2-8 %

MCV 83 80-96 fl

MCH 28 27-32 pg

MCHC 34 32-36 g/dL

RDW 14.40 11,5 – 14,5 %

Faal Hemostasis

Koagulasi

Waktu Perdarahan 1’00” 1-3 menit

Waktu Pembekuan 3’00” 1-6 menit

Kimia Klinik

SGOT 21 <35 u/l

SGPT 14 <40 u/l

Ureum 22 20-50 mg/dl

Kreatinin 0,5 0,5 -1,5 mg/dl

GDP 103* 70-100 mg/dl

GD2JPP 150* <140 mg/dl

5

Page 6: Presus Anestesi

Foto Thorax

Jantung tidak melebar, CTR <50%

Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar

Trachea ditengah, kedua hilus tidak menebal

Corakan bronchovascular baik

Tidak tampak infiltrate dikedua paru

Sinus costofrenikus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

Kesan : Jantung dan paru dalam batas normal

USG

Uterus retrofleksi 4,5 x 5 x 4,8, FAB (-)

EKG

Sinus rhytm, st elevasi (-), gelombang P normal, PR interval <0,2 detik, QRS

complex <0,12 detik

Kesan : normal EKG

Diagnosis Bedah : Hiperplasia Endometrium

Diagnosis Anestesi : ASA I

Rencana OP : Kuretase + Histeroskopi

Rencana Pembiusan : GA – TIVA

6

Page 7: Presus Anestesi

BAB III

PERSIAPAN ANESTESI

III. 1 Persiapan Pasien

Sebelum Operasi

Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi, paru, jantung, dan penyakit

dalam untuk toleransi operasi

Setelah menerima persetujuan toleransi operasi, pasien di periksa satu hari

sebelum operasi (kunjungan pre-operasi).

Pasien diminta untuk puasa selama 6-8jam sebelum operasi.

Diruang Persiapan

Cek indentitas pasien : pasien seorang wanita usia 52 tahun, status fisik

ASA 1 dengan diagnose hyperplasia endometrium dengan rencana

anestesi TIVA.

Sebelum masuk kamar operasi, pasien diminta untuk mengganti pakaian

yang telah disediakan.

Pemeriksaan fisik pasien : tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi : 80x/m, rr :

18 x/m, suhu : 36 x/m

Pasien masuk kamar operasi dan di baringkan dimeja operasi kemudian

dilakukan pemasangan EKG, manset dan kanulasi vena serta diikuti

pemasangan saturasi oksigen (pulse oxymetri).

Selama Operasi

Dilakukan induksi obat anestesi per intravena, kemudian melakukan

monitoring tanda-tanda vital pasien, obat-obatan yang digunakan selama

operasi dan melakukan pengisian kartu anestesi.

III. 2 Persiapan Alat

7

Page 8: Presus Anestesi

Alat Anestesi umum

Mesin anestesi

Monitor EKG

Pulse oxymetri

Laringoskop

Stetoskop

Pipa endotrakeal (ukuran 7;7,5)

Orofaringeal airway

Micropore

Mandrin

Forcep Magill

Suction

Gel lubrikasi

Face mask dewasa

Spuit 10 cc

Spuit 5 cc

Alat kanulasi vena

Infus set (abbocath no. 18g, cairan infuse (RL)), plester, kassa steril,

tourniquet.

III. 3 Persiapan Obat

Anestesi Umum

o Midazolam dosis 0,07-0,1 mg/kgBB

o Propofol dosis 2-2,5 mg/kgBB

o Fentanyl dosis 1-2 mcg/kgBB

o Atracurium dosis 0,5-0,6 mg/kgBB

Obat emergensi

o Sulfas atropine dosis 0,5-1 mg

o Dexamethasone dosis 0,5-0,25 mg/hari IV

o Ephedrine dosis 5-20 mg

BAB IV

8

Page 9: Presus Anestesi

PELAKSANAAN ANESTESI

IV. 1 Proses Anestesi

A. Pukul 10:00 WIB

Memasang alat monitoring EKG dan Saturasi Oksigen

Memasang infuse RL

TD : 120/70 mmHg, N : 65 x/m, RR : 18 x/m, SpO2 : 99%

B. Pukul 10:15 WIB

Mulai induksi obat anestesi per intravena

Propofol 50 mg, miloz 2 mg, fentanyl 100 mcg

C. Pukul 10:17 WIB

Pasien mulai tertidur

Pasang nasal kanul dan goodle

Pembersihan area operasi

D. Pukul 10:25 WIB

Kuratase dimulai

Ondansetron 8 mg, propofol 20 mg

TD : 120/68 mmHg, Nadi : 60 x/m, SpO2 : 99%, rr : 19 x/m

Infus ke 2 RL

E. Pukul 10:35 WIB

Fentanyl 25 mg

TD : 184/108 mmHg, Nadi : 58 x/m, rr : 28 x/m, SpO2 : 99%

F. Pukul 10:50 WIB

Operasi selesai

Ketorolac 30 mg

TD : 122/70 mmHg, Nadi : 54 x/m, RR : 15 x/m, SpO2 : 100%

Masuk ke ruang pemulihan.

Terapi Cairan

9

Page 10: Presus Anestesi

Kebutuhan maintenance cairan pada pasien dengan berat 52 kg adalah 92cc/jam,

dengan lama puasa 6 jam membutuhkan terapi cairan pengganti sebanyak 552 cc.

jenis operasi yang dilakukan pada pasien ini tergolong kedalam operasi ringan,

dibutuhkan cairan sebanyak 208 cc perioperative. Maka dari itu jumlah cairan yang

dibutuhkan pada pasien ini adalah 852 cc, pada pasien ini diberikan cairan sebanyak

1000 cc.

Post Operatif

Pasien masuk keruang pemulihan pada pukul 10:50 WIB, diruang pemulihan

dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien kesadaran CM. dilakukan

penilaian tanda-tanda vital didapatkan hasil TD : 130/85 mmHg, Nadi : 55 x/m, RR :

16 x/m, SpO2 : 97%. Pada pasien diberikan instruksi pasca anestesi selama di ruang

pemulihan yaitu bila kesakitan diberikan ketorolac 30 mg IV, bila mual – muntah

diberikan ondansetron 4 mg IV, obat-obatan sesuai DPJP, pemberian infus RL 20

tetes/menit dan dilakukan pemantauan tanda vital setiap 15 menit selama 1 jam.

Sebelum dipindahkan ke ruangan, dilakukan penilaian aldrette score diruang

pemulihan dan di dapatkan hasil aldrette score 10 dengan kesadaran 2, tekanan darah

2, respirasi 2, aktivitas 2, warna kulit 2 sehingga pasien diperbolehkan pindah ke

ruang perawatan.

Tabel 1. Aldrette Score

BAB V

10

Page 11: Presus Anestesi

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien dengan jenis kelamin wanita, usia 52 tahun dengan

diagnosis hyperplasia endometrium akan dilakukan kuratase. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan tidak ada

kelainan bersifat sistemik, maka dari itu pasien di golongkan dalam ASA 1. Hal ini

mengacu pada tabel berikut.

Tabel 2. ASA Score

Rencana anestesi pada pasien ini adalah TIVA, yaitu teknik anestesi dimana

semua obat anestesi diberikan secara intravena (Thiagarajan, 2014). Alasan pemilihan

teknik anestesi ini berdasarkan indikasi: tindakan kuratase merupakan operasi

ginekologi minor dan termasuk one day care (ODC) dimana butuh teknik anestesi

dengan waktu bius dan sadar yang cepat dengan tingkat sedasi dan analgesic yang

adekuat sehingga TIVA merupakan pilihan yang tepat untuk anestesi pada jenis ini.

Melalui pemasangan kanulasi vena lalu obat-obat anestesi dimasukan melalui

selang infus dan masuk ke dalam peredarah darah tubuh menghasilkan efek anestesi,

untuk operasi operasi lama dapat digunakan dengan target infusion control (TCI)

dimana secara otomatis menyuntikan obat anestesi sesuai dengan kadar dan waktu

yang telah ditentukan.

Indikasi Pemberian TIVA

11

Page 12: Presus Anestesi

Obat Induksi Umum

Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

Obat tambahan anestesi regional

Cara pemberian TIVA

o Total Controlled Infusion

o Manual Controlled Infusion

Jenis Obat-obat TIVA

Golongan Barbiturat

Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton

Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat

basa, berbau belerang, larut dalam air dan alcohol.

Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari

anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi

serebral. Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal (Soenarjo,

2010)

Onset : 20-30 detik

Durasi : 20-30 menit

Dosis :

Induksi iv: 305 mg/KgBB, anak 5-6 mg/KgBB, bayi 7 mg/kg

BB

Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB

Induksi rectal : 25 mg/ kg BB

Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB

12

Page 13: Presus Anestesi

Efek samping obat :

Sistem kardiovaskuler

- Depresi otot jantung

- Vasodilatasi perifer

- Turunnya curah jantung

Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran

Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI

Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar

Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian

dihentikan)

Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan

pada dewasa muda

Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi

Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren

Kontraindikasi :

Alergi barbiturat

Status ashmatikus

Porphyria

Pericarditis constriktiva

Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik

Syok

Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)

Golongan Benzodiazepin

Obat ini dapat dipakai sebagai tranquilizer, hipnotik ataupun sedative.

Selain itu obat ini memiliki efek anti-konvulsan dan amnesia. Obat-obat ini

sering digunakan sebagai:

o Obat induksi

o Hipnotik untuk balance anestesi

o Kardioversi

o Antikonvulsi

o Premedikasi

13

Page 14: Presus Anestesi

o Mengurangi halusinasi akibat pemakaian ketamine

Diazepam

Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic

(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan

menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila

disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan

melalui ginjal.

Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini

digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan

jantung berat.

Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,

sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan

penarikan alcohol akut dan serangan panic.

onset : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,

oral 15 menit-1 jam

durasi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam

Dosis :

Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg

Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB

Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg

Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis

maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari

Efek samping obat :

Menyebabkan bradikardi dan hipotensi

Depresi pernapasan

Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,

Inkontinensia

Ruam kulit

DVT, phlebitis pada tempat suntikan

Midazolam

14

Page 15: Presus Anestesi

Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad

amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.

Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7

pada neonatus.

Dosis :

Premedikasi : im/iv 0,07-0,1 mg/kgBB, Po 10-20 mg

Sedasi : iv 0,5-5 mg

Efek samping obat :

Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi

Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi

Euphoria, agitasi, hiperaktivitas

Salvasi, muntah, rasa asam

Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempatsuntikan

PROPOFOL

Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari

gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini

sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier

dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan ekskresikan lewat

ginjal.

Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual

muntah dari kemoterapi (Omoigui, 1997)

Dosis :

Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg

Induksi : iv 2-2,5 mg/kg

Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit, antiemetic iv

10 mg

Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi

janin.

15

Page 16: Presus Anestesi

Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit

menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa

menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya

pasien diberikan obat-obatan antikolinergik.

Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

KETAMIN

Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan

pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya

ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk (soenarjo, 2010).

Dosis

Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg

BB, Po 5-6 mg/kg BB

Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB

Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin berbahaya

bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi.

Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan

curah jantung.

Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.

Kontraindkasi :

Hipertensi tak terkontrol

Hipertroid

Eklampsia/ pre eklampsia

Gagal jantung

Unstable angina

Infark miokard

Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen

TIK tinggi

Perdarahan intraserebral

16

Page 17: Presus Anestesi

TIO tinggi

Trauma mata terbuka

OPIOID

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam

dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga banyak digunakan

untuk induks pada pasien jantung (latief S., 2001).

a. Morfin

Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan

nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan

dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru (omoigui, 1997).

Dosis :

Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-

20 mg setiap 4 jam

Induksi : iv 1 mg/kg

OA : iv < 1 menit, im 1-5 menit

DOA : 2-7 jam

Efek samping obat :

Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia

Bronkospasme, laringospasme

Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia

Retensi urin, spasme ureter

Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,

penundaan pengosongan lambung

Miosis

b. Petidin

Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen

sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak

seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan

dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.

Dosis

Oral/ IM,/SK :

17

Page 18: Presus Anestesi

Dewasa :

o Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,

o Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.

Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika

perlu.

Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg

IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati

Kontraindikasi

Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14

hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang

parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit

kepala, kejang)

Hipersensitivitas.

Pasien dengan gagal ginjal lanjut

Efek samping obat

Depresi pernapasan,

Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,

depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi,

ketegangan, kejang,

Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,

Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,

Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.

Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi,

takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi,

delirium atau disorintasi, halusinasi.

Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam

kulit

Peringatan

Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan

memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada

depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi

18

Page 19: Presus Anestesi

pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma

bronchial

c. Fentanil

Digunakan sebagai analgesic dan anastesia

Dosis :

Analgesic : iv/im 25-100 µg

Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB

Onset : iv dalam 30 detik, im < 8 menit

Durasi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Efek samping obat :

Bradikardi, hipotensi

Depresi saluran pernapasan, apnea

Pusing, penglihatan kabur, kejang

Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

Miosis

obat untuk DosisOnset of Action

Durasi

PropofolInduksi

Maintenancesedasi

2 – 2,5 mg/kg6-10 mg/kg/jam

25-100 mcg/kg/menit30’’ 5-10 menit

ThiopentalInduksi

Maintenancesedasi

4-6 mg/kg1-3 mh/kg/jam0,2 – 0,4 mg/kg

10” 5-15 menit

KetamineInduksi IV

Sedasi1-3 mg/kg

9-11 mg/kg 30’’ 10-20 menit

Midazolam

Pre-medsedasi

induksiinfus

0,03-0,04 mg/kg0,5-2,5 mg/kg0,2-0,4 mg/kg

4-6 mg/jam

30’’ 15-80 menit

diazepamInduksisedasi

0,04-0,2 mg/kg0,3-0,6 mg/kg

30-60’’45”

10-15 menit15-30 menit

Tabel 3. Obat Anestesi Intravena

19

Page 20: Presus Anestesi

SIFAT-SIFAT DARI OBAT ANESTETIK INTRAVENA YANG IDEAL

Onset cepat – biasanya ini dapat dicapai oleh obat yang utamanya tidak

terionisasi pada pH darah dan cepat larut dalam lipid; sifat ini memungkinkan

penetrasi melewati blood-brain barrier.

Pemulihan cepat – proses pemulihan yang cepat biasanya dapat dicapai secara

cepat bila redistribusi obat dari otak ke jaringan yang memiliki perfusi baik,

khususnya otot, juga terjadi secara cepat. Konsentrasi obat dalam plasma

berkurang, dan obat akan berdifusi keluar dari otak tergantung pada derajat

konsentrasi tertentu. Kualitas periode pemulihan yang disebutkan terakhir itu

adalah lebih terkait dengan laju metabolisme obat; obat dengan tingkat

metabolisme yang rendah akan terkait dengan efek ‘hangover’ yang lebih lama

dan akan mengalami akumulasi jika digunakan dengan dosis berulang atau

melalui infus untuk maintenance anestesia.

Analgesia pada konsentrasi subanestetik

Depresi pada kardiovaskuler dan repirasinya minimal

Tidak ada efek emetik

Tidak ada excitatory phenomena (misalnya batuk, cegukan, pergerakan

involunter) saat induksi

Tidak ada emergence phenomena (misalnya, mimpi buruk)

Tidak ada interaksi dengan neuromuscular blocking drugs

Tidak nyeri saat injeksi

Tidak ada venous sequelae

Aman jika secara tidak sengaja terinjeksi masuk ke dalam arteri

Tidak ada efek toksik pada organ yang lain

Tidak menyebabkan pelepasan histamin

Tidak ada reaksi hipersensitivitas

20

Page 21: Presus Anestesi

Formulanya water soluable

Dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama

Tidak menyebabkan stimulasi porphyria

Tidak ada satupun agen yang tersedia sekarang ini yang memenuhi semua kriteria

yang disebutkan di atas. Sifat-sifat dari obat anestetik intravena yang sering

digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tiopental Methotexital Propofol Ketamin Etomidat

Sifat fisik

Larut air + + - + +

Stabil dalam larutan - - + + +

Dapat disimpan lama - - + + +

Nyeri saat injeksi i.v. - + ++ - ++

Non-iritan pada injeksi s.c. - ± + +

Nyeri saat injeksi arterial + + -

Tidak ada sequelae akibat injeksi

intra-arterial

- ± +

Insidensi trombosis vena yang

rendah

+ + + + -

Effek pada Tubuh

Onset cepat + + + + +

Pemulihan dikarenakan:

Redistribusi + + + +

Detoksifikasi + +

Kumulasi ++ + - - -

Induksi

Excitatory effects - ++ + + +++

Komplikasi respirasi - + + - -

Kardiovaskuler

Hipotensi + + ++ - +

Analgesik - - - ++ -

Anti analgesik + + - - ?

Interaksi dengan relaksan - - - - -

Muntah pasca operasi - - - ++ +

Emergence delirium - - - ++ +

Targer 4. Efek obat anestesi

21

Page 22: Presus Anestesi

BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan status fisik ASA, pasien ini termasuk ASA I karena pada

anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak ditemukan kelainan sistemik.

Pemilihan teknik anestesi TIVA pada pasien dengan rencana kuratase ini sudah sesuai

indikasi. Alasan pemilihan anestesi ini berdasarkan indikasi sebagai berikut: pasien

tidak menolak untuk dilakukan anestesi dengan teknik TIVA, jenis pembedahan

kuratase termasuk jenis pembedahan minor dengan waktu pembedahan yang singkat

sehingga memerlukan teknik anestesi dengan waktu pulih yang cepat dengan dosis

obat yang adekuat. Pasien sudah ditatalaksana dengan baik, pada saat proses operasi

dan anestesi. Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan sebelum

nantinya di pindahkan ke ruang perawatan dan kembali pulang. Pada saat di ruang

pemulihan pasien di pantau tanda vitalnya. Setelah kondisi hemodinamik pasien

stabil, pasien dibawa ke ruang perawatan untuk mendapatkan terapi selanjutnya sesuai

instruksi pasca pembedahan.

22

Page 23: Presus Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Ida gede, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan rutin Obestri Ginekologi dan

KB, EGC: Jakarta

Ikbal, Muhammad, 2012, Anestesi Pada Kuratase, diakses pada 30 November 2015

dari situs: http://www.dokterdesa.com/2012/04/anestesi-pada-kuratase.html

Latief, S., Suryadi, K., Dachlan, R., 2001. Petunjuk Praktis Anastesiologi. FK UI

Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

Soenarjo, Sp. An., Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP

Thiagarajan, Balasubramanian, 2014, Total Anesthesia Intravenous, diakses pada 1

desember 2015 dari situs :

http://www.researchgate.net/publication/260085944_Total_Intravenous_Anae

sthesia

23