21
PRESENTASI KASUS DERMATITIS VENENATA MODERATOR: dr. Abraham Arimuko,Sp.KK, MARS, FINS-DV, FAADV DISUSUN OLEH: Wagi Gantina Tito Nugraha 1210221014 Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta DIPRESENTASIKAN TANGGAL: 12 Mei 2014 1

Presus D. Venenata Wagi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS VENENATA

MODERATOR:dr. Abraham Arimuko,Sp.KK, MARS, FINS-DV, FAADV

DISUSUN OLEH:Wagi Gantina Tito Nugraha

1210221014Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

DIPRESENTASIKAN TANGGAL: 12 Mei 2014

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMINRUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SUBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL JAKARTA

PERIODE: 21 April – 24 Mei 2014

1

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. U

Umur/ Tanggal lahir : 19 tahun / 2 Mei 1995

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Raya Ciracas, RT 04/08, Ciracas, Jakarta Timur

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum Menikah

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal 9 Mei 2014

Keluhan Utama

Timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal di punggung kanan dan dada

kanan.

Keluhan Tambahan:

Terasa perih dan panas di daerah luka

Riwayat Penyakit Sekarang:

1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh timbul kemerahan

di punggung kanan. Keluhan tersebut dirasakan mendadak pada pagi hari

setelah bangun tidur. Pasien juga mengatakan bahwa bercak kemerahan

tersebut menjadi gatal, kemudian pasien menggaruknya. Setelah itu bercak

kemerahan tersebut menjadi luka dan terasa perih serta panas. Pasien

kemudian mengoleskan Caladin pada daerah yang gatal, namun keluhan tidak

berkurang. Pasien mengatakan bahwa di tempat tidurnya ditemukan tomcat,

tapi pasien tidak yakin ada riwayat kontak dengan tomcat tersebut. Pasien

menyangkal riwayat kontak dengan bahan kimia.

4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien pergi ke dokter dan

mendapatkan obat salep, tetapi pasien tidak tahu nama obatnya. Setelah

2

diobati dengan salep terebut pasien mengatakan keluhannya menjadi tidak

terlalu gatal, tetapi masih terasa perih dan panas.

2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan timbul keluhan

yang sama di dada kanan. Kemudian pasien mengoleskan salep yang sama

pada daerah tersebut.

Hari masuk rumah sakit, pasien masih merasakan perih dan panas pada

punggung kanan, dan masih terasa gatal pada dada kanan. Kemudian pasien

memutuskan untuk pergi ke Poli Kulit RSPAD Gatot Soebroto.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien

tidak pernah mengalami sering gatal-gatal atau kemerahan sebelumnya.

Pasien memiliki riwayat penyakit asma dan alergi terhadap amoxilin.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan yang sama dikeluarga disangkal. Ayah pasien memiliki riwayat

asma.

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : baik

Tanda vital : Tekanan darah : tidak dilakukan

Nadi : 84 kali/menit

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : afebris

Kepala : dalam batas normal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : dalam batas normal

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : dakam batas normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

3

Status dermatologikus

1. Regio : truncus posterior dextra

Efloresensi :

Terdapat bercak eritema yang berbentuk tidak beraturan, berukuran

lentikular sampai numular, batas tegas. Sebagian terdapat krusta dan

skuama diatasnya. Krusta berwarna merah kehitaman, bentuk linier,

batas tegas.

Gambar 1. Lokasi regio truncus posterior dextra

4

Gambar 2. Lokasi regio truncus posterior dextra

Gambar 3. Lokasi regio truncus posterior dextra

5

2. Regio : truncus anterior dextra

Efloresensi :

Terdapat makula eritem tersusun linier, berukuran lentikular sampai

numular batas tegas.

Gambar 4. Lokasi regio truncus anterior dextra

IV. RESUME

Pasien perempuan 19 tahun, datang dengan keluhan timbul bercak

kemerahan disertai rasa gatal di punggung kanan sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit pasien. Keluhan tersebut dirasakan mendadak pada pagi

hari setelah bangun tidur. Pasien sering kali menggaruk bagian yang gatal

hingga menjadi luka dan terasa perih serta panas. Tiga hari kemudian pasien

mengaku timbul keluhan yang sama di dada kanan. Pasien telah mengobati

dengan salep dari dokter tapi keluhan masih belum sembuh. Pasien

menyangkal riwayat kontak dengan bahan kimia.

6

Pasien tidak pernah mengalami sering gatal-gatal atau kemerahan

sebelumnya. Pasien memiliki riwayat penyakit asma dan alergi terhadap

amoxilin. Keluhan yang sama dikeluarga disangkal. Ayah pasien memiliki

riwayat asma.

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis : dalam batas normal

Status Dermatologikus

1. Regio : truncus posterior dextra

Efloresensi :

Terdapat bercak eritema yang berbentuk tidak beraturan, berukuran

lentikular sampai numular, batas tegas, disertai dengan likenifikasi.

Sebagian terdapat krusta dan skuama diatasnya. Krusta berwarna merah

kehitaman, bentuk linier, batas tegas.

2. Regio : truncus anterior dextra

Efloresensi :

Terdapat makula eritem tersusun linier, berukuran lentikular sampai

numular batas tegas.

V. DIAGNOSIS KERJA

Dermatitis Venenata

VI. DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN

Tidak ada

VIII. TERAPI

MedikamentosaSistemik

- Cetirizine 10mg 1x/hari bila gatalTopikal

- Kompres NaCl 0,9%

- Krim betamethasone dipropionate 0,05% 2x/hari

7

Non medikamentosa- Jaga kebersihan diri dan lingkungan- Hindari garukan

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-

bahan yang mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi

seseorang dan belum tentu bagi individu lain. Bahan-bahan ini dapat

menimbulkan kelainan pada kulit sesuai dengan kontak yang terjadi.

Kelainan ini disebut dermatitis kontak.(1)

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar

merupakan respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen. Dermatitis

kontak ini dibagi menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak

Alergi. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Dermatitis Kontak Iritan.(1)

Serangga (Insecta) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang

paling sering mengakibatkan masalah kulit adalah klas Lepidoptera (kupu-

kupu), hemiptera (bed bug), Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk),

Coleoptera (blister beetle), Hymenoptera (lebah, tawon, semut),

Shiponaptera (flea). Kelas arthropoda lain yang bermakna secara

dermatologis adalah myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba, tick,

mite, kalajengking).(2)

II. DEFINISI

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,

menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,

papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.(3)

Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan

terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang

menimbulkan kelainan klinis efloresensi polimorfik berupa eritema,

vesikula, edema, papul, vesikel, dan keluhan gatal, perih serta panas. Tanda

polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan hanya beberapa saja.(1)

9

Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan

oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga,

pohon mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan

bawang. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.(1)

III. SINONIM

Plant dermatitis, contact dermatitis, flower eczema

IV. EPIDEMIOLOGI

DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,

diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI

dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis

kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).(3) Insiden dari penyakit

kulitakibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per

100.000 pekerja pertahun.Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar

bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industrimebel, pekerja rumah sakit

(perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerjaindustri

kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung.

V. ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan

serbuk kayu.(3) Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.(1)

VI. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang

mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut,

reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan

akneformis, noneritematosa, dan subyektif.(3)

10

DKI Akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan

akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asal sulfat dan

asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.

Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas

reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan,

terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,

kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis.

Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.(3)

DKI Akut Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul

8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan dapat menyebabkan

DKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida,

benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang

disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis

venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat

eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.(3)

DKI Kumulatif

Dermatitis ini adalah jenis dermatitis yang paling sering terjadi; nama

lain ialah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan

iritan lemah (Faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, dan kelembaban

rendah, panas atau dingin; juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut,

tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama

berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat

menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan

faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau

bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan

kontak merupakan faktor penting.(3)

Dijumpai pula adanya reaksi iritan, DKI Traumatik, DKI

Noneritematosa dan DKI Subyektif.(1, 3, 4)

11

VII. PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan

iritan melalui kerja kimiawi atau fisis.(1) Ada 4 mekanisme yang

berhubungan dengan DKI.

1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)

2. Kerusakan dari sel lemak

3. Denaturasi keratin epidermal

4. Efek sitotoksik secara langsung(4)

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF),

dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien

(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan

permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan

kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit

dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG

lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan

sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage

colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper

mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan

stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi

intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga

melepaskan TNFα, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel

T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan

pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di

tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila

iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah

berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh

karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi

sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.(3)

12

VIII. GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.

Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis

meskipun faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.

Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut

kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat

mengering menjadi krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis,

skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, mungkin juga terdapat erosi

atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa

saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan

kulit stadium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus

polimorfik. Mungkin hanya oligomorfik.(1)

IX. DIAGNOSA

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih

cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi

penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai

variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan

dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan

bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnosa bandingnya.(1, 3)

X. DIAGNOSA BANDING

Dermatitis atopik

Dermatitis seboroika

Dermatofitosis

XI. PENATALAKSANAAN

Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan

yang menjadi penyebab.

13

Pengobatan medikamentosa terdiri dari:

A. Pengobatan sistemik :

1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam

waktu singkat.

Prednisone

Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak : 1 mg/KgBB/hari

Dexamethasone

Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak : 0,1 mg/KgBB/hari

Triamcinolone

Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak : 1 mg/KgBB/hari

2. Antihistamin

Chlorpheniramine maleat

Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali

Diphenhydramine HCl

Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali

Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali

Loratadine

Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali

B. Pengobatan topikal :

1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali

(NaCl 0,9%)

2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau

diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,05-

0,1%(5)

XII. PROGNOSIS

Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan

dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan

bahkan lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien

14

atopi, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan

penatalaksanaan adalah faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari

prognosis.(4)

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah B.,Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah

Sakit,Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga., 2009, hal 94-96.

2. James WD., Berger TG., Elston DM., Andrews’ Diseases of The Skin:

Clinical Dermatology, 10th ed, Canada: Elsevier Inc., 2006, hal 421-427.

3. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA.,

penulis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Jakarta Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, hal 129-138.

4. Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI., Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ.,

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed, USA: McGraw-Hill

Companies., 2008, hal 395-401.

5. Pohan SS., Hutomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan Terapi

Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Indonesia: Pusat Penerbitan

Universitas Airlangga., hal 5-8.

16