Upload
alejandro-jones
View
26
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bnfvb
Citation preview
REFERAT
PRIMARY HEADACHE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
Pembimbing :
dr. Ludmila, Sp.S
Oleh :
Ario Agung Waranto
110170005
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI
CIREBON
2015
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………… 3
Daftar isi…………………………………………………………………………….
4
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….. 5
Bab II Pembahasan Primary Headache……………………………………………… 7
II.1. Definisi Nyeri Kepala……………………………………………….. 7
II.2. Epidemiologi Nyeri Kepala….……………………………………… 7
II.3. Klasifikasi Nyeri Kepala…………….……………………………… 7
II.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer…………………………………...... 8
A. Migraine ………………………………………………………….. 10
B. Tension Headache ………………………………………………... 21
C. Cluster Headache …………………………………………………. 27
Bab III Kesimpulan ....………………………………………………………………… 38
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 39
2
BAB I
PENDAHULUAN
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala kronik
biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan
lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungdi sendi
temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya.
Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia,
keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai.Sekitar satu pertiga pasien tumor otak,
sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala.
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri, terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan
gejala neurologik terkait dapat memberikan tanda penyebab.Migraine atau nyeri kepala tipe
tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum terdapat pada
nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab neuritik; nyeri
okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri
kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan periokuler
menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat umum pada nyeri kepala tipe
tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang
sekitar
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi pembuluh
darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral.Kebanyakan serat nosiseptif
yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang terletak dalam ganglia
trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainnya berasal dari dalam ganglia servikal
bagian atas.Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup bervariabel, mulai dari traksi
mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang disebabkan oleh infeksi SSP atau
perdarahan subarachnoid.Pada pasien dengan gangguan cephalgia sekunder, sakit kepala berasal
3
dari sumber struktur atau peradangan yang dapat teridentifikasi.Penanganan terhadap
abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan penyembuhan sakit kepala.Akan tetapi
kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik memiliki gangguan cephalgia primer seperti
migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan
laboratorium biasanya normal.
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan terhadap
terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi “rebound” atau distensi
pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini berdasarkan
pengamatan dari adanya
(1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut selama serangan migraine terjadi pada
kebanyakan pasien, sehingga menandakan kemungkinan peranan penting dari pembuluh
cranial;
(2) Rangsangan pembuluh intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit
kepala ipsilateral; dan Zat yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid,
ergot alkaloids, meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat
memicu serangan.
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat
migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri
intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan
akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada
serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif (pada
prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya vasokonstriksi dalam
distribusi tunggal neurovaskuler
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi
dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya.Pencitraan (i.e., magnetic resonance
imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan genetic yang
mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan dari neurovaskuler.
4
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DEFINISI
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala ( daerah oksipital
dan sebahagian daerah tengkuk). 5
II.2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit
di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut : Migren tanpa
aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic
Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache 14%.
Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional Headache Society untuk
Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana
Chronic Daily Headache juga disertakan . Secara global, persentase populasi orang
dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type Headache
dan 3% untuk Chronic daily headache.
III.3. KLASIFIKASI NYERI KEPALA
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional Headache
Society (IHS),
Primary Headache Disorders :
1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
5
4. Other primary headaches.
Secondary Headache Disorders:
1. Headache attributed to head and/or neck trauma
2. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
3. Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
4. Headache attributed to a substance or its withdrawal
5. Headache attributed to infection
6. Headache attributed to disorder of homeoeostasis
7. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
8. Headache attributed to psychiatric disorder
9. Cranial Neuralgias and facial pains
10. Cranial neuralgias and central causes of facial pain
11. Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain. 5
III.4. KLASIFIKASI NYERI KEPALA PRIMER
Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The Intemational Classification of
Headache Disorders, 2nd Edition adalah: Untuk nyeri kepala primer secara garis besar
klasifikasinya adalah:
1. Migren:
1.1. Migren tanpa aura
1.2. Migren dengan aura
1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren
1.4. Migren Retinal
1.5. Komplikasi migren
1.6. Probable migren
2. Tension-type Headache:
2.1. Tension-type headache episodik yang infreguent
6
2.2. Tension-type headache episodik yang frequent
2.3. Tension-type headache kronik
2.4. Probable tension-type headache
3.Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:
3.1. Nyeri kepala Klaster
3.2. Hemikrania paroksismal
3.3. Short-lasting unilateral neuralgi form headache with conjunctival injection and
tearing
3.4. Probable sefalgia trigeminalotonomik
4.Nyeri kepala primer lainnya:
4.1.Pimary stabbing headache
4. 2. Primary cough headache
4.3. Primary exertional headache
4.4 Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas
4.5 Hypnic headache
4.6 Primary thunderclap headache
4.7 Hemikrania kontinua
4.8 New daily-persistent headache.5
7
A. MIGRAINE
1. DEFINISI
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.Karekteristik
nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1
2. EPIDEMIOLOGI
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya.Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada
11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.2 Prevalensi migraine ini
beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari
mulai kanak-kanak sampai dewasa.Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering
ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44
tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine
8
jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine
yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine
semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3
3. ETIOLOGI
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine
meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura.1,3
Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya,
walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu.
Migraine juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria
seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and
strokelikeepisodes).Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal
dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung
timbul migrane dengan aura.
4. KLASIFIKASI
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine Dengan Aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan
manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20
menit.
9
2. Migraine Tanpa Aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum.Sakit kepalanya hampir
sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala
dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia.Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.
5. PATOFISIOLOGI 3,4
a. Teori Vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat.
Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan
menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan
vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala.
b. Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia.Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar.Hal
10
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala.CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin.Seperti
calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid.Namun CGRP
juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular,
sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital.Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem
saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan
pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan
terjadi adalah hipotensi dan takikardia.
CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi
keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.Pada prinsipnya,
penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang
diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat
serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini
diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia
(hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode
migraine.
Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak
stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan
aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang
11
berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka
menimbulkan nyeri berdenyut.
c. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD).Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang
menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang
supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang
diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau
asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi
depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
6. MANIFESTASI KLINIS2,3
6.1. Migraine Tanpa Aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72 jam.Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan
diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.
6.2. Migraine Dengan Aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang
disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau
hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita.Penderita yang
lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau
skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip.Ada juga penderita yang
mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau
lebih besar dari sesungguhnya.Beberapa penderita merasakan kesemutan atau
12
kelemahan pada lengan dan tungkainya.Biasanya gejala-gejala tersebut
menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan
dengan munculnya sakit kepala.
Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di
seluruh kepala.Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan.
Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap
serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang
panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan
tahun.
Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
a. Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang
berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala
terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan
tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas
berbicara.
b. Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan
kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk
mencegah serangan yang dalam.Gejala dari periode ini adalah gangguan
penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
13
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri
yang diawali dengan perubahan fisiologi awal.Aliran darah serebral
berkurang, dengan kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan
responsivitas CO2.
c. Fase III Sakit Kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak
mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah.Durasi
keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
d. Fase IV Pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan
dengan sakit otot dan ketegangan lokal.Kelelahan biasanya terjadi, dan
pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG5
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir
sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan
mempersulit pengobatannya.
b. Pencitraan
CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien
baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta
derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala
14
persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon
terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai
gejala neurologis kontralateral.
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala,
sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit
kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum
dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk
menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
8. DIAGNOSIS
1. Migraine Tanpa Aura
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1) Lokasi unilateral
2) Kualitas berdenyut
3) Intensitas nyeri sedang atau berat
4) Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1) Mual dan/atau muntah
15
2) Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
2. Migraine Dengan Aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.Yang
berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran
positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine
tanpa aura.
Kriteria Diagnostik:
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
b. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1) Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2) Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3) Gangguan bicara disfasia yang reversibel
c. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2) paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura
yang lainnya > 5 menit.
3) masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
d. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
16
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
9. TATALAKSANA4,6,7
1. Terapi Abortif dilakukan antara lain dengan pemberian farmasi sebagai berikut :
a. Sumatriptan
b. Zolmitriptan
c. Eletriptan
d. Rizatriptan
e. Naratriptan
f. Almotriptan
g. Frovatriptan
h. Analgesik opioid seperti meperidin
i. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg.
Pada terapi abortif para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang
tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang
dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita
istirahat atau tidur.
2. Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan
lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta
pengurangan disabilitas.Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat
dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis
efektif.Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi supaya
17
pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping
obat.Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk
mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon
terhadap pengobatan yang diberikan.
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami,
seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat,
MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya
terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan
dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine.Disamping itu,
pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran
darah.Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti
yoga dan senam.Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru
dapat menyebabkan migraine.
10. PROGNOSIS
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada
akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah
menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian,
migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria
maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke
terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko
untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita.Selain itu, migraine juga meningkatkan
risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan
18
Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada
pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine. 8
B. TENSION HEADACHE
1. DEFINISI
a. Tension type headache disebut juga nyeri kepala tegang, nyeri kepala kontraksi otot,
nyeri kepala psikomiogenik, nyeri stres, nyeri kepala esensial, nyeri kepala idiopatik,
nyeri kepala psikogenik. 9
b. Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau
rasa tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya
berhubungan dengan ketegangan otot didaerah tersebut. 10
19
2. KLASIFIKASI11
a. Tension Type Headache Episodik
Tension Type Headache Episodik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu 11
1) Tension Type Headache Episodik Infrequent
2) Tension Type Headache Episodik Frequent
1) Tension Type Headache Episodik Infrequent
Deskripsi : 11
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari, nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan
sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan
mual, tetapi bisa terdapat fotofobia atau fonofobia.
Kriteria Diagnosis : 11
20
1) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan
(< 12 hari/tahun).
2) Nyeri Kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia.
-
Tension Type Headache Episodik yang infrequent diklasifikasikan menjadi 2,yaitu:11
a) Tension Type Headache Episodik Infrequent yang berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial pada palpasi
manual.
b) Tension Type Headache Episodik Infrequent yang tidak berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial.
2) Tension Type Headache Episodik Frequent
Deskripsi :11
21
Nyeri kepala episodik yang frequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari, nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat (tidak berdenyut),
intensitas ringan sampai sedang, nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual / muntah, tetapi mungkin terdapat fotofobia atau fonofobia.
Kriteria Diagnosis : 11
1) Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama paling
tidak 3 bulan.
2) Nyeri Kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan (fotofobia atau fonofobia).
Tension Type Headache Episodik yang frequent diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :11
1.) Tension Type Headache Episodik Frequent yang berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial pada palpasi
manual.
22
2.) Tension Type Headache Episodik Frequent yang tidak berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial.
3.) Tension Type Headache Kronik (CTTH).
Deskripsi :11
Nyeri kepala yang berasal dari Tension Type Headache Episodik (ETTH)
dengan serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala lebih sering yang
berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari, nyeri kepala bersifat bilateral,
menekan atau mengikat (tidak berdenyut) dengan intensitas ringan sampai sedang,
dan nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, kemungkinan terdapat mual
fotofobia atau fonofobia ringan.
Kriteria diagnostik : 10,11
1) Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 6 bulan.
2) Nyeri Kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual sedang atau berat, maupun muntah
- Lebih dari satu keluhan : fotofobia, fonofobia, mual yang ringan.
23
Tension Type Headache Kronik (CTTH) diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 11
1) Tension Type Headache Kronik yang berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial pada palpasi manual.
2) Tension Type Headache Kronik yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial.
3. PENATALAKSANAAN 10,11
a. Terapi Farmakologis 10,11
Terapi farmakologis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Terapi Abortif
Terapi ini digunakan untuk menghentikan atau mengurangi intensitas serangan.
Terapi abortif tersebut antara lain : aspirin 1000 mg/hari, acetaminophen 1000
mg/hari, NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari,
tolfenamic 200-400 mg/hari, ibu profen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari).
2) Terapi Preventif
Amitriptilin ( dosis 10-50 mg sebelum tidur) dan nortriptilin (dosis 25-75 mg
sebelum tidur) yang merupakan antidepresan golongan trisiklik yang paling sering
dipakai. selain itu juga, selective serotonin uptake inhibitor (SSRI) juga sering
digunakan seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin.
b. Terapi Non-Farmakologis 10
24
Disamping mengkonsumsi obat, terapi non farmakologis yang dapat dilakukan
untuk meringankan nyeri tension type headache antara lain :
1) Kompres hangat atau dingin pada dahi
2) Mandi air hangat
3) Tidur dan istirahat.
4. PENCEGAHAN10
Cara untuk mencegah terjadinya tension type headache adalah dengan
menghindari faktor pencetus seperti menghindari kafein dan nikotin, situasi yang
menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, rasa lapar, rasa marah, dan posisi tubuh yang
tidak baik. Perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk menghindari tension type
headache kronis dapat dilakukan dengan beristirahat dan berolahraga secara teratur,
berekreasi, atau merubah situasi kerja.
C) CLUSTER HEADACHE
1. DEFINISI
Clusterheadache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang
jelas dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan
parah.17Clusterheadache juga dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu suatu bentuk
sakit kepala neurovascular. Serangan biasanya parah, unilateral dan terletak di daerah
periorbital. Rasa sakit ini terkait dengan lakrimasi ipsilateal, hidung tersumbat, injeksi
konjungtiva, miosis, ptosis dan edema kelopak mata. Sakit kepala berlangsung singkat dan
25
berlangsung beberapa saat sampai 2 jam. Cluster mengacu pada pengelompokan sakit
kepala, biasanya selama beberapa minggu. Untuk memenuhi kriteria diagnosis, pasien
harus memiliki minimal 5 serangan yang terjadi dari 1 setiap hari untuk 8 per hari dan
tidak ada penyebab lain untuk sakit kepala.14
2. EPIDEMIOLOGI
Pada sebuah penelitian,ditemukan untuk prevalensi cluster headachemasih
kontroversial tetapi salah satu survei menghitung prevalensi sekitar 0,24% pada populasi
umum. Tingkat intensitas nyeri pasien dengan cluster headache pada umumnya, sebagai
salah satu cluster headache terburuk dan mungkin yang paling parah dari gangguan sakit
kepala primer. Paling sering, clusterheadache terjadi sekali setiap 24 jam selama 6 sampai
12 minggu pada suatu waktu dengan periode remisi biasanya berlangsung 12 bulan. Khas
usia onset untuk pria dan wanita adalah 27 hingga 31 tahun. Namun sakit kepala cluster
merupakan salah satu sindrom sakit kepala yang lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita. Penelitian menunjukkan rasio laki-laki dan wanita berkisar dari
5.0:1 sampai 6.7:1, tetapi ada bukti lain bahwa kesenjangan mungkin telah berkurang
pada tahun 1990 an. Dua studi terbaru menemukan rasio jenis kelamin yang masih
menunjukkan frekuensi lebih besar pada pria, tetapi hanya 3.5:1 dan 2:1. Beberapa fitur
membedakan adanya tanda serangan. Paling penting adalah adanya gejala otonom
sementara.12
Data epidemiologi pada cluster headache hanya sedikit. Dalam sebuah penelitian
bahwa laki-laki berusia 18 tahun, pada tahun 1976 di Swedia ditemukan prevalensi
seumur hidup dari 90 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1984 dan 1999, seluruh
penduduk Republik San Marino dilakuan penelitian dalam dua studi yang menggunakan
pendekatan metodologi yang sama. Dalam survey pertama, ditemukan tingkat prevalensi
69 per 100.000 (128 per 100.000 pada laki-laki dan 9 per 100.000 pada wanita), pada
survei kedua, 3 angka prevalensi diperkirakan adalah 56 per 100.000 (115,3 per 100.000
pada laki-laki). Dalam penelitian epidemiologi ekstensif yang dilakukan pada populasi
daerah kecil di Norwegia (studi Vaga), tingkat prevalensi diperkirakan adalah 326 per
100.000 (558 per 100.000 pada laki-laki dan 106 per 100.000 pada wanita) sangat tinggi
dibandingkan populasi di San Marino.12
26
3. ETIOLOGI
Beberapa pemicu cluster headache meliputi:
1. Injeksi subkutan histamine memprovokasi serangan pada 69% pasien.
2. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi, perubahan musiman,
atau nitrogliserin.
3. Perokok berat.
4. Gangguan dalam pola tidur normal.
5. Keabnormalan kadar hormon tertentu.
6. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama remisi. Pasien
dengan clusterheadache, 80% adalah perokok berat dan 50% memiliki riwayat
penggunaan etanol berat.
7. Faktor resiko
Laki-laki.
Usia lebih dari 30 tahun
Vasodilator dengan jumlah kecil (misalnya, alcohol).
Trauma kepala sebelumnya atau operasi (kadang-kadang).14
4.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari clusterheadache tidak diketahui dengan jelas. Ada beberapa
mekanisme yang mungkin dapat menjelaskannya.
1. Hemodinamik
Dilatasi vaskular mungkin memiliki peranan, tetapi studi tentang peredaran darah
masih belum pasti. Aliran darah ekstrakranial (hipertermia dan peningkatan aliran
darah arteri temporal) meningkat tetapitidak menimbulkan rasa sakit. Perubahan
vaskular merupakan perubahan sekunder untuk neuronal discharge yang primer.
2. Saraf Trigeminal
Saraf trigeminal mungkin bertanggung jawab terhadap neuronal discharge yang bisa
menyebabkan clusterheadache. Substansi P neuron membawa impuls sensori dan
motorik dalam divisi saraf maksillaris dan opthalamic. Semua ini berhubungan
27
dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus sympathetic carotid perivaskular
interior. Somatostatin menghambat substansi P dan mengurangi durasi dan intensitas
clusterheadache.
3. Sistem Saraf Autonomik
Efek simpatis (misalnya, Horner syndrome, keringat di dahi) dan parasimpatis
(misalnya, lakrimasi, rinore, nasal congestion).
4. Ritme Sirkadian
Clusterheadache sering kambuh dalam waktu yang sama setiap hari, menunjukkan
hipothalamus, yang mengontrol ritme sirkadian, dimana lokasi yang menjadi
penyebabnya.
5. Serotonin
Tidak khas seperti pada migrain, tetapi kadang-kadang terdapat perubahan.
6. Histamin
Meskipun penyebabnya kurang mendukung, clusterheadache mungkin dipicu oleh
sedikit perubahan histamin. Antihistamin tidak menghilangkan clusterheadache.
7. Mast sel
Peningkatan jumlah mast sel dapat ditemukan pada area kulit yang sakit pada
beberapa penderita, tetapi hal ini tidak dapat menjadi penjelasan. 14
5. PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI
Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, International
HeadacheSociety telah mengklasifikasikan clusterheadache menjadi dua tipe :
1. Episodik
Dalam tipe ini, clusterheadache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai
satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.
2. Kronik
Dalam tipe ini, clusterheadache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun
dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari
dua minggu.
28
Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan clusterheadache mempunyai tipe kronik.
Clusterheadache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau
dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya.
Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.
Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan
karakter utama dari clusterheadache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan
clusterheadache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik yang
terlibat. Beberapa faktor dapat bersama-sama menyebabkan clusterheadache.12
6. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada clusterheadache adalah Tidak ada aura
muncul seperti pada migraine. Periodisitas adalah karakteristik yang paling
mencolok.Biasanya, pasien mengalami 1-2 kali periode cluster per tahun, yang masing-
masing berlangsung 2-3 bulan.
1. Sakit (digambarkan sebagai sakit pedih dan berat )
Onset mendadak ( Puncaknya dalam 10-15 menit)
Unilateral wajah ( masih pada sisi yang sama selama periode cluster)
Durasi (10 menit sampai 3 jam per episode)
Karakter (membosankan dan sakit pedih, seolah-olah mata didorong
keluar)
Distribusi (divisi pertama dan kedua dari saraf trigeminal, sekitar 18-20%
pasien mengeluh sakit di daerah ekstratrigeminal, misalnya, beelakang
leher, di ssepanjang arteri carotid)
Periodesitas (keteraturan sirkadian di 47%)
Remisi (panjang interval bebas gejala terjadi pada beberapa pasien. Rata-
rata selama 2 tahun tetapi berkisar antara 2 bulan sampai 20 tahun)
29
2. Lakrimasi (84-91%) atau injeksi konjungtiva.
3. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore.
4. Edema kelopak mata ipsilateral.
5. Miosis atau ptosis ipsilateral.
6. Keringat pada dahi dan wajah ipsilateral (26%).
7. Letih/ lemas (90%).14
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali untuk lakrimasi dan injeksi
konjungtiva yang mungkin terjadi. Ptosis juga bisa dilihat. Pada penelitian, hasilnya
konsisten dengan fitur ipsilateral otonom parasimpatis yang ditandai oleh aktivasi
tengkorak dan hipofungsi simpatis. Munculnya kelainan lain menunjukkan etiologi lain
untuk sakit kepala.
1. Parasimpatis overactivity.
2. Kelumpuhan ocular simpatis – sindrom Horner ringan (misalnya, ptosis, miosis,
anhidrosis).
3. Bradikardia.
4. Pucat.
5. Sakit kulit kepala dan wajah.
6. Kelembutan krotid ipsilateral (pada beberapa pasien).
7. Pasien sering dalam kesulitan yang parah.
8. Pasien dapat menurunkan kepala dan menekan pada daerah yang sakit, kadang-
kadang menangis atau menjerit.
9. Latihan fisik dapat membantu beberapa pasien mendapatkan bantuan.
10. Pasien mungkin merasa ingin bunuh diri.14
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neuroimaging.
Computed tomography (CT).
30
Magnetic Resonance Imaging / angiografi (MRI / MRA).
2. Elektroencephalography (jarang diperlukan).12
9. DIAGNOSIS
Clusterheadache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu
diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan
keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu
terjadinya sakit kepala merupakan faktor yang penting.
Keterlibatan fenomena otonom yang jelas sangat penting pada clusterheadache.
Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral,
lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan
sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari
clusterheadache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan
diantara serangan.
Diadaptasi IHS Criteria for the General Diagnosis of ClusterHeadache*
Headache Description (All 4) Autonomic Symptoms (Any 2)
Severe headache
Unilateral
Duration of 15–180 min
Orbital periorbital or temporal location
Rhinorrhea
Lacrimation
Facial sweating
Miosis
Eyelid edema
Conjunctival injection
Ptosis
* Tidak ada bukti dari gangguan sakit kepala sekunder. Sakit kepala cluster episodik terjadi
untuk <1 tahun dan sakit kepala kronis terjadi selama> 1 tahun.16
31
10. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes zoster.
2. Sinusitis.
3. Subarachnoid hemorrage.
4. Termporal arteritis.
5. Trigeminal neuralgia.14
11. KOMPLIKASI/PENYULIT
1. Cedera selama serangan.
2. Efek samping obat, termasuk unmasking penyakit arteri koroner.
3. Potensi untuk panyalahgunaan obat.14
12. TERAPI
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan clusterheadache. Tujuan dari pengobatan
adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu
serangan. Obat-obat yang digunakan untuk clusterheadache dapat dibagi menjadi obat-
obat simptomatik dan profilaksis. Obat-obat simptomatik bertujuan untuk menghentikan
atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan clusterheadache, sedangkan obat-
obat profilaksis digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit
kepala.17
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan simptomatik
harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya
menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.17
Pengobatan Simptomatik
1. Oksigen
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan
kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai
90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih
besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak
32
mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian
utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus membawa-bawa
tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini
menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang
oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan
rasa sakit tersebut akan kembali.17
2. Sumatriptan
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati
migraine, juga efektif digunakan pada clusterheadache. Beberapa orang
diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray
namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan
keefektifannya.17
3. Ergotamin
Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos
di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler,
penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus
dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta
hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.17
4. Obat- Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf
menjadi kurang permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah
pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek
anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif pada
serangan clusterheadache. Namun harus berhati-hati jika digunakan pada
pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau bradikardi.17
Obat-Obat Profilaksis :
1. Anti Konvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada
clusterheadache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas.
33
Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah clusterheadache masih
belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.17
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus
clusterheadache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi
diberikan selama beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan.
Mekanisme kerja kortikosteroid pada clusterheadache masih belum
diketahui.17
Pembedahan
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan
clusterheadache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan
atau pada pasien yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan.
Tindakan pembedahan hanya pada pasien yang mengalami serangan pada satu
sisi kepala saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Sedangkan yang
mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai
resiko kegagalan operasi.17
Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati
clusterheadache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang
bertanggungjawab terhadap nyeri.17
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya
radio frekuensi pericutaneus, ganglionhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah
terbukti berhasil mengobati clusterheadache. Namun demikian terjadi efek
samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan
anestesia dolorosa.17
Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering
digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah
penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan
stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa
perangsangan hipotalamus pada pasien dengan clusterheadache yang parah
34
Clusterheadache tingkat sedang sampai berat
Profilaksis (jangka pendek)
Riwayat penyakit lengkap, tingkat pendidikan pasien dan keinginan untuk sembuh.Diagnosis bandingMengukur keparahan penyakitPengaruh terhadap aktivitas seharihari (kuisioner MIDAS atau HIT).Frekuensi dan durasi serangan.Tingat keparahan penyakit.Gejala diluar sakit kepala.Riwayat penyakit pasien dan preferensinya.
Profilaksis (jangka panjang dengan Verapamil)
Pengobatan akut dengan pemberian sumatriptan secara subkutan
memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang
signifikan.17
13. PROGNOSIS
1. 80 % pasien dengan clusterheadache berulang cenderung untuk mengalami serangan
berulang.
2. Clusterheadache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4 sampai13 %
penderita.
3. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada
clusterheadache tipe episodik.
4. Umumnya clusterheadache menetap seumur hidup.
5. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat clusterheadache tipe
episodik mempunyai prognosa lebih buruk.14
14. ALGORITME
35
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala primer secara garis besar terdiri dari Migraine, tension type headache dan
cluster headache. Masing – masing jenis nyeri kepala ini memiliki karakteristik yang berbeda –
beda dan sifatnya khas.
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72
jam.Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah
berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan
fonofobia.
Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau rasa
tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya berhubungan dengan
ketegangan otot didaerah tersebut.
36
Clusterheadache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas dan
berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan parah.Clusterheadache juga
dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu bentuk sakit kepala neurovascular. Serangan
biasanya parah, unilateral dan biasanya terletak di daerah periorbital. Clusterheadache sering
sekali dipicu oleh rokok dan alkohol, dan lebih sering terjadi pada laki-laki.
Penatalaksanaan untuk nyeri kepala berbeda – beda terantung dari jenis nyeri kepala.
Oleh karena itu perlu untuk membedakan jenis dari nyeri kepala melalui anamnesis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams and Victor’s Neurology.
2. Gilroy, J. Basic neurology.3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.
3. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. [Internet];
2014 October 5. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1144656-
overview.
4. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill.
2007. p 289.
5. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2014 October
5. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
6. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
37
7. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2014 October 5. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm.
9. Sjahrir, Hasan; Samino; Wenda, Ali. Konsensus Nasional penanganan Nyeri Kepala Di
Indonesia.PERDOSSI.
10. Dewanto, George; W.J.Suwono; B.Riyanto; Y.Turana. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.
11. Sjahrir, Hasan. 2005. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala.
PERDOSSI.
12. C. Finocchi, M. Del Sette, S. Angeli, et al. 2010. Neurology. Available from : URL :
http://neurology.org. Diakses tanggal 5 Oktober 2014.
13. Dr. Hasan Sjahrir Sp S. 2004. Mekanisme terjadinya nyeri kepala primer dan prospek
pengobatannya. Abailable from : URL : http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/
3457/1/neurologi-hasan.pdf. Diakses tanggal 5 Oktober 2014.
14. K Sargeant, Lori. 2010. Cluster Headache. Available from : URL :
http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 5 Oktober 2014.
15. Kusumoputro, S., dkk, Nyeri Kepala Menahun. Universitas Indonesia Press. Jakarta
16. Martin V Elkind A. 2004. Diagnosis and classification of primary hadache disorders. In:
Standards of care for headache diagnosis and treatment. National Headache Foundation.
Chicago (IL). P. 4-18
17. Mayo Clinic Staff. 2010. Cluster Headaches. Available from : URL :
http://www.mayoclinic.com/health/cluster-headache/ DS00487. Diakses tanggal 5 Oktober
2014.
18. MIPCA. 2004. Cluster Headache Algorithm. Available from : URL : www.mipca.org.uk.
Diakses tanggal 5 Oktober 2014.
38