Upload
taffany-h
View
42
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Neuropati, Headache
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf perifer adalah susunan saraf yang terdapat diluar medulla
spinalis sampai pada yang terdapat pada tubuh.. Sistem saraf perifer adalah
sistem saraf yang menyampaikan impuls dari otak dan medula spinalis ke
organ tubuh. Sel saraf perifer tardiri dari 3 bagian, yaitu: badan sel, akson,
dan dendrit. Akson menyampaikan impuls dari satu sel saraf kepada sel saraf
yang lainnya. Pada akson terdapat cairan yang dikenal dengan mielin yang
berfungsi untuk mempercepat transmisi impuls saraf. Sistem saraf perifer
terdiri dari sistem sensorik, motorik dan sistem otonom.
Neuropati menjelaskan kerusakan sistem saraf tepi yang mengirimkan
informasi dari otak dan sumsum tulang untuk setiap bagian dari tubuh. Lebih
dari 100 jenis neuropati telah diidentifikasi, masing-masing dengan
karakteristik mengatur sendiri gejala, pola pembangunan, dan prognosis.
Gangguan fungsi dan gejala tergantung pada jenis saraf - motor, indera, atau
otonom--yang rusak. Beberapa orang mungkin mengalami sementara mati
rasa, kesemutan, dan sensasi gatal, kepekaan terhadap sentuhan, atau
kelemahan otot.
Nyeri kepala merupakan bagian dari pengalaman manusia dalam
kehidupan sehari-hari dan seringkali dikeluhkan ke dokter. Nyeri kepala
diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer tidak berkaitan dengan suatu abnormalitas struktur
muskuloskeletal ataupun organik, sedangkan nyeri kepala sekunder
1
disebabkan oleh suatu keadaan patologis (suatu penyakit). Nyeri kepala
adalah sensasi tidak menyenangkan yang bervariasi dari nyeri yang ringan
hingga ke nyeri yang berat yang dirasakan di kepala. Gangguan nyeri kepala
ini adalah salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum. Nyeri kepala
ini juga merupakan suatu keluhan yang biasanya timbul untuk seumur hidup.
Di negara-negara maju, nyeri kepala tipe-tegang sendiri mempengaruhi
dua per tiga dari laki-laki dewasa dan lebih dari 80 % wanita. Prevalensi dan
faktor resiko bagi nyeri kepala tipe-tegang adalah tinggi di negara manapun,
baik di Timur, Barat, di negara maju dan negara kurang berkembang. Bukti
menunjukkan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe-tegang yang kronis adalah
3% di Amerika, Eropa dan Asia. Menurut studi lain, hampir 40% orang
Amerika memiliki setidaknya satu episode nyeri kepala tipe-tegang sepanjang
tahun. Nyeri kepala ini bukan saja menyakitkan malah merupakan hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Nyeri kepala yang dialami dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit yang lain pada penderita.
Misalnya, depresi tiga kali lebih sering pada orang dengan migren atau sakit
kepala parah dari pada orang yang sehat.
1.2 Tujuan Pembahasan
Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang
diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis
sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara
umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/I dalam
menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih
pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana
pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar
2
mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan
secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
Melengkapi tugas small group discussion skenario dua modul dua
puluh dua dengan judul skenario “Suatu Hari di Poliklinik Saraf”.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.
Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU
dalam menghadapi ujian akhir modul.
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga
sangat diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini.
Semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.
1.3 Metode dan Teknik
Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode
yang sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah
sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif
dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang
akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh informasi tentang
masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang didapatkan
dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang
akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan
pembuatan makalah ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
SEMESTER VII MODUL 22 (PERSARAFAN)
SKENARIO 2
SUATU HARI DI POLIKLINIK SARAF
Kasus I
Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang ke poliklinik saraf dengan
keluhan punggung tangan dan telapak tangan atrofi. Mula-mula tangan
terasa sakit dan kebas-kebas yang dirasakan makin lama makin sakit, dan
beberapa hari ini pasien mengeluhkan tangan terasa panas. Hal ini dialami
sejak 6 bulan yang lalu, dan beberapa hari ini pasien selalu mengeluhkan
kepalanya sakit, frekuensinya 2x per hari sifatnya berdenyut dan leher terasa
tegang.
Kasus II
Seorang perempuan berumur 40 tahun datang ke poliklinik saraf
dengan keluhan nyeri kepala yang dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu,
makin lama makin memberat satu hari ini. Nyeri terutama dirasakan pada
kepala bagian depan sampai ke belakang, frekuensi 3 kali sehari seperti
diikat dan dihimpit, tengkuk terasa tegang, pada pemeriksaan fisik dijumpai
sens: CM, TD: 130/90 mmHg, Nadi: 84x/menit regular, RR: 18x/menit,
Temperatur: 36,5° C.
4
2.2 Neuropati
2.2.1 Definisi
Neuropati adalah merupakan kondisi medis untuk menjelaskan
terjadinya gangguan pada system saraf perifer (persarafan yang tidak terletak
pada system saraf pusat yaitu otak dan medulla spinalis). Sistem saraf
perifer terdapat pada persarafan wajah, lengan, kaki, badan, dan beberapa
persarafan pada kepala. Neuropati dapat merusak satu saraf
(mononeuropati) atau beberapa saraf (polineuropati).
Dalam keadaan normal, serabut – serabut saraf dapat berhubungan
atau mengirimkan 'sinyal' ke otak, otot, kulit maupun organ interna dan
pembuluh darah. Namun pada keadaan yang tidak sehat atau keadaan yang
tidak normal, saraf-saraf tidak dapat berhubungan sebagaimana mestinya
dan dapat menyebabkan gejala seperti nyeri atau kebas.
2.2.2 Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan neuropati antara lain:
a. Diabetes
Terjadi pada 60% pasien dengan diabetes baik tipe 1 atau 2. Salah
satu penyebab tersering dari polineuropati. Risiko neuropati dapat
meningkat pada pre diabetes terutama pada sesorang yang sulit
mengontrol kadar gula darah.
b. Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun yang sering menyebabkan neuropati perifer
adalah systemic lupus eritematosus (SLE), Rheumatoid Arthritis, dan
Guillan Bare Syndrome.
5
c. Penyakit Metabolik
Hipertiroidisme dan Amyloidosis merupakan gangguan
metabolickyang dapat menyebabkan neuropati perifer.
d. Penyakit Herediter
Beberapa penyakit herediter yang menyebabkan neuropati perifer
seperti charcot-Maric Tooth disease (CMT), Dejerine-Sottas
syndrome (salah satu jenis CMT tetapi lebih berat dan progresifnya
lebih cepat).
e. Penyakit Infeksi
Penyakit Lyme (salah satu jenis penyakit menular pada manusia dan
hewan dengan perantara/vektor berupa kutu), HIV/AIDS, Hepatitis B,
kusta.
f. Gangguan Sirkulasi (Iskemik)
g. Chronic Kidney Disease atau Liver Failure
h. Trauma atau kompresi dari saraf (merupakan penyebab tersering
kerusakan saraf)
i. Tekanan berlebih saat gerakan berulang missal pada carpal tunnel
syndrome
j. Defisiensi vitamin (khususnya vitamin B)
k. Penyalahgunaan alcohol
l. Tumor Paraneoplastik
m. Keracunan
n. Obat-obatan kemoterapi untuk pengobatan kanker seperti
Vincristine, Taxanes
2.2.3 Klasifikasi
Neuropati dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Onset serangan
- Neuropati akut
6
Misalnya: Polineuropati Idiopatik Akut
- Neuropati kronik
Misalnya: Beri-beri, Diabetes Melitus, lepra
b. Jumlah saraf yang terlibat
- Mononeuropati Simpleks
- Mononeuropati Kompleks
- Polineuropati
c. Letak lesi
- Aksonopati distal
Merupakan gangguan pada akson
- Mielinopati
Merupakan gangguan pada selubung mielin
- Neuronopati
Merupakan gangguan pada badan sel saraf di cornu anterior,
medulla spinalis, atau pada dorsal root ganglion.
d. Derajat Keparahan
- Neuropati ringan
Pada derajat keparahan yang ringan hanya terdapat gangguan
sensorik saja.
- Neuropati sedang
Pada derajat keparahan sedang meliputi gangguan sensorik dan
gangguan motorik.
- Neuropati berat
Pada neuropati dengan derajat keparahan berat selain ada
gangguan sensorik dan gangguan motorik, terdapat juga atrofi otot
7
2.2.4 Gejala dan Tanda
Saraf-saraf perifer mudah rapuh dan rusak. Kerusakan saraf perifer
dapat menganggu hubungan antara area yang dipersarafi dan otak. Kondisi
tersebut akan mengakibatkan terganggunya kemampuan untuk pergerakan
otot – otot tertentu atau sensasi rasa. Gejala tersebut tidak tergantung pada
penyebab neuropati dan satu atau beberapa saraf yang terlibat.
Gejala jika saraf sensorik mengalami kerusakan , antara lain :
Nyeri
Kebas
Rasa gatal
Kelemahan otot
Rasa terbakar
Hilang rasa
Gejala-gejala tersebut sering dimulai secara bertahap. Pederita mungkin
akan merasa sedikit geli atau kebas yang dimulai pada jari – jari kaki atau
bagian kaki dan menyebar ke atas. Rasa geli mungkin juga dimulai pada
tangan dan meluas ke lengan. Pada saat gejala baru saja muncul, beberapa
penderita bisa saja tidak menyadari adanya kelainan, namun bagi penderita
lain, gejala menetap terutama pada malam hari, gejalanya hampir tidak bisa
ditahan. Tanda dan gejalanya antara lain:
Kebas atau tidak dapat merasakan kulit saat ada sentuhan.
Nyeri seperti terbakar.
Nyeri tajam, tertusuk atau seperti terkena listrik.
Kepekaan berlebihan terhadap sentuhan, bahkan sentuhan ringan.
Kurangnya koordinasi
8
Bila saraf motorik rusak, penderita akan mengalami kelemahan atau
paralisis otot yang dikendalikan oleh saraf tersebut. Dan bila saraf tersebut
rusak yang mana mengontrol fungsi sistem saraf otonom tertentu, penderita
bisa juga mengalami gangguan buang air besar dan kecil, berkurangnya
keringat atau juga impotensi. Selain itu, penderita mungkin juga mengalami
penurunan tekanan darah drastis pada saat berdiri yang menyebabkan
pingsan dan pusing.
2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan
yang mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat
mengakibatkan neuropati melalui peningkatan stress oksidatif yang
meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs), akumulasi polyol,
menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi endotel, mengganggu aktivitas
Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada hiperglikemia, glukosa
berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang dapat
9
dirusak oleh radikal bebasi dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian
merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim antioksidan
dapat mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien.
Glukosa di dalam sel saraf diubah menjadi sorbitol dan polyol lain oleh
enzim aldose reductase. Polyol tidak dapat berdifusi secara pasif ke luar sel,
sehingga akan terakumulasi di dalam sel neuron, yang menganggu
kesetimbangan gradien osmotik sehingga memungkinkan natrium dan air
masuk ke dalam sel dalam jumlah banyak. Selain itu, sorbitol juga dikonversi
menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang tinggi meningkatkan prekursor
AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf menurunkan aktivitas
Na/K ATP ase. Nitric oxide memainkan peranan penting dalam mengontrol
aktivitas Na/K ATP ase. Radikal superoksida yang dihasilkan oleh kondisi
hiperglikemia mengurangi stimulasi NO pada aktivitas Na/K ATP ase. Selain
itu penurunan kerja NO juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke saraf
perifer.
2.2.6 Pemeriksaan
Sasaran pemeriksaan neuropati perifer adalah menetapkan diagnosis
neuropati periferal, menentukan apakah proses aksonal atau demielinatif,
serta mencari penyebabnya. Secara klinis, neuropati menyebabkan
kelemahan serta atrofi otot, hilangnya sensasi atau perubahan sensasi (nyeri,
parestesia), dan kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan
konduksi saraf dapat membedakan neuropati demielinatif (perlambatan
kecepatan konduksi atau blok konduksi) pada neuropati aksonal (amplitudo
potensial aksi rendah).
Elektromielografi (EMG) dapat membedakan atrofi denervasi dari
kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS membantu terutama pada neuropati
10
demielinatif inflamatori. Karena akar kranial dan spinal terendam pada CSS,
neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian
protein CSS. Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleositosis CSS.
Pengambilan riwayat teliti dengan penekanan pada riwayat keluarga,
paparan lingkungan, serta penyakit sistemik, dikombinasi dengan
pemeriksaan neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada
kebanyakan neuropati saraf tepi. Bila diagnosis meragukan, biopsi saraf
dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, morfometri, dan preparat
berkas serabut dapat memberikan informasi definitif lebih banyak. Saraf sural
biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah
ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural
meninggalkan bercak hipestesia pada aspek lateral kaki yang biasanya
ditolerasi dengan baik.
Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil
bermielin dan yang tidak bermielin yang menghantar sensasi nyeri dan suhu.
Degenerasi pada ‘neuropati serabut kecil’ ini mengenai serabut saraf bagian
yang paling distal yang dijumpai pada berbagai organ dan jaringan (serabut
somatik) dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf
serta EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa
sulit diinterpretasikan. Diagnosis bisa ditegakkan dengan biopsi kulit. Sekitar
3-4 mm kulit diambil dengan punch dan dipotong dengan mikrotom. Potongan
diuji dengan antibodi terhadap Protein Gene Product 9.5 yang menampilkan
serabut saraf kecil yeng menembus epidermis. Kepadatan serabut ini
berkurang pada neuropati serabut kecil.
Perubahan patologis pada kebanyakan neuropati saraf tepi
(degenerasi aksonal, demielinasi aksonal atau kombinasinya) tidak spesifik.
Pada neuropati aktif makrofag membuang debris mielin dan akson.
11
Kebanyakan neuropati aksonal lanjut memperlihatkan hilangnya akson yang
bermielin serta bertambahnya kolagen endoneurial. Beberapa neuropati
demielinatif kronik memperlihatkan perubahan hipertrofik. Karenanya pada
kebanyakan neuropati, biopsi saraf sural hanya dapat menentukan diagnosis
neuropati dan membedakan neuropati aksonal dari demielinatif serta
neuropati akut dari yang kronis, namun tidak dapat menentukan penyebab
neuropati. Hanya beberapa neuropati memperlihatkan perubahan patologis
yang khas untuk kelainannya setelah diagnosis yang spesifik. Neuropati ini
antaranya neuropati demielinatif inflamatori akut dan kronik, neuropati motor
dan sensori herediter, vaskulitis, neuropati sarkoid, leprosi, neuropati amiloid,
invasi neoplastik kesaraf tepi, leukodistrfi metakhromatik,
adrenomieloneuropati, dan neuropati aksonal raksasa.
2.2.7 Penatalaksanaan
Pendekatan umum dalam penatalaksaaan neuropati perifer dapat dibagi
menjadi tiga garis besar yaitu, pertama, upaya membalikkan proses
patofisiologi jika jenis kerusakannya dapat dijelaskan. Kedua, metabolisme
saraf dapat dijelaskan agar dapat mendorong terjadinya regenerasi. Ketiga,
bahkan jika saraf pada neuropati sendiri tidak bisa diperbaiki, terapi
simtomatik merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan.
a. Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup meliputi hal-hal yang tidak boleh dilakukan ,
dimana hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya neuropati. Seperti
contohnya mengurangi minum minuman beralkohol, diet untuk
mengontrol kadar gula darah, dan mengkonsumsi makanan bervitamin
guna menghindari neuropati akibat defisiensi besi.
b. Mengobati penyebab
12
Mengobati penyebab yang mendasari neuropati dapat mencegah
kerusakan lebih jauh dan dapat membantu penyembuhan lebih baik.
Pada kasus infeksi bakteri contohnya pada lepra atau penyakit Limme,
dapat diberikan antibiotic untuk menghancurkan bakteri penyebab
infeksi. Neuropati yang berkaitan dengan obat-obatan, bahan kimia dan
racun diobati dengan menghentikan pajanan terhadap agen yang
merusak. Bahan kimia seperti EDTA digunakan untuk membantu tubuh
mengkonsentrasikan dan membuang beberapa racun. Neuropati dapat
diobati dengan memperbaiki kadar gula darah, namun gagal ginjal
kronis mungkin memerlukan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal
untuk mencegah atau mengurangi kerusakan saraf. Pada beberapa
kasus seperti trauma kompresi atau tumor dapat dilakukan pembedahan
untuk menghilangkan tekanan pada saraf.
Pada situasi krisis seperti onset GBS, dilakukan pertukaran plasma
immunoglobulin intravena dan pemberian steroid. Intubasi dan ventilasi
mungkin dilakukan untuk membantu system pernapasan. Pengobatan
mungkin lebih difokuskan pada manajemen gejala daripada penyebab
yang mendasarinya, setidaknya sampai diagnosis definitive dibuat.
c. Perawatan suportif dan terapi jangka panjang
Beberapa neuropati perifer tidak bias disembuhkan atau
membutuhkan waktu untuk . Pada kasus-kasus tersebut, monitoring
jangka panjang dan perawatan suportif dilakukan. Pemeriksaan-
pemeriksaan dapat diulang untuk mengetahui perkembangan
neuropatinya. Jika terdapat keterlibatan saraf otonom, monitoring
secara berkala dari kardiovaskuler perlu dilakukan. Karena nyeri
dikaitkan dengan banyak neuropati perencanaan penatalaksanaan nyeri
mungkin perlu untuk dilakukan terutama jika nyeri menjadi kronis.
13
Sebagaimana dengan penyakit kronis lainnya, paling baik tidak
memakai narkotik. Obat-obat yang mungkin digunakan pada nyeri
neuropati termasuk diantaranya amitriptiline, karbamazepin, dan krim
capsaisin.
d. Pembedahan
Pembedahan mungkin diperlukan pada kondisi tertentu pada
Neuropati perifer. Sebagai contoh, jika neuropati karena sindrom carpal
tunnel atau kompresi saraf yang disebabkan oleh pecahnya diskus atau
tumor, pada kondisi ini operasi mungkin diperlukan untuk
menyelesaikan penyebab dan meringankan nyeri neuropatik.
Pembedahan rekonstruksi diperlukan untuk perubahan structural yang
dapat terjadi karena komplikasi neuropati (misalnya: pemanjangan
tendon Achilles)
e. Stimulus Spinal Cord
Spinal Cord Stimulation (SCS) adalah proses pemberian rangsangan
listrik ke kolom dorsal saraf tulang belakang melalui pembedahan
implant elektroda yang terhubung ke perangkat stimulasi listrik. SCS
untuk mengurangi rasa sakit pada pasien dengan nyeri neuropati yang
tak merespons pengobatan konvensional. Namun dilaporkan 70% dari
penderita ini melaporkan terjadi nyeri kembali satu tahun setelah
pembedahan SCS lebih efektif nyeri spontan dibandingkan jenis nyeri
lainnya (misalnya allodynia). Studi terus dilakukan menyelidiki perlunya
penambahan pompa baclofen intertekal (sejenis obat yang dimasukkan
ke dalam liquor) pada metode SCS untuk pasien menderita berbagai
jenis nyeri neuropatik yang tidak respon terhadap SCS.
14
2.2.8 Prognosis
Hasil akhir neuropati sangat tergantung pada penyebabnya. Neuropati
perifer sangat bervariasi dari gangguan yang reversible sampai komplikasi
yang bersifat fatal. Pada kasus yang paling baik, saraf yang rusak akan ber-
regenerasi. Sel saraf tidak bisa digantikan jika mati namun mempunyai
kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan pemulihan tergantung
kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang tersebut.
Pemulihan berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun
karena pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya
mungkin tidak bisa terjadi dan sulit ditentukan prognosis hasil akhirnya. Jika
disebabkan keadaan degeneratif seperti penyakit Charcot-Marie-Tooth,
kondisi akan bertambah buruk. Mungkin terdapat periode dimana penyakit
tersebut mencapai kondisi statis namun belum ada pengobatan yang telah
ditemukan untuk penyakit ini. Sehingga gejala-gejala akan terus berlangsung
dan memburuk. Beberapa neuropati berakibat fatal. Keadaan yang fatal ini
telah dikaitkan dengan kasus difteri, keracunan botulisme dan lain-lain.
Beberapa penyakit dengan neuropati juga bisa berakibat fatal namun
penyebab kematian tidak selalu berkaitan dengan neuropati, seperti halnya
pada kanker.
2.3 Headache
2.3.1 Definisi
Headache atau nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu
sampai kedaerah belakang kepala (daerah oksipital dan sebagian daerah
tengkuk). Berdasarkan penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak
jelas kelainan anatomi atau kelainan struktur, yaitu migrain, nyeri kepala tipe
15
tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala
sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun
kelainan struktur dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan
non vaskuler.
2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5
rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala
sebagai berikut : Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik
Tension type Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%,
Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache 14%.
Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional
Headache Society untuk Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga
penelitian Headache in General dimana Chronic Daily Headache juga
disertakan . Secara global, persentase populasi orang dewasa dengan
gangguan nyeri kepala 46%, 11% Migren, 42% Tension Type Headache dan
3% untuk Chronic Daily Headache.
2.3.3 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi IHS (International Headache Society) Edisi 2
dari yang terbaru tahun 2004, nyeri kepala terdiri atas migren, nyeri kepala
tipe-tegang, nyeri kepala klaster dan other trigeminal-autonomic cephalalgias,
dan other primary headaches.
a. Migren
Migren adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala
unilateral dan kadang kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan
16
gangguan visual. Kondisi ini sering terjadi, lebih dari 10% populasi
mengalami setidaknya satu serangan migren dalam hidupnya. Migren
dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya onset terjadi saat
remaja atau usia dua puluhan dengan wanita lebih sering. Terdapat
riwayat migren dalam keluarga pada sebahagian besar pasien.
1) Migren dengan aura
Pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas beberapa
jam sebelum serangan seperti mengantuk, perubahan mood dan
rasa lapar. Serangan klasik dimulai dengan aura. Gejala visual
meliputi pandangan gelap yang berupa kilasan gelap yang cepat.
Aura umumnya membaik setelah 15 hingga 20 menit, dimana
setelah itu timbul nyeri kepala. Nyeri terasa seperti ditusuk- tusuk
dan lebih berat jika batuk, mengejan atau membungkuk. Nyeri
kepala terjadi selama beberapa jam, umumnya antara 4 hingga 72
jam. Pasien lebih suka berbaring di ruangan yang gelap dan tidur.
Gejala yang menyertai adalah fotofobia, mual, muntah, pucat dan
diuresis.
2) Migren tanpa aura
Pasien mungkin mengalami gejala prodromal yang tidak jelas.
Nyeri kepala dapat terjadi saat bangun tidur dan gejala yang lain
sama dengan migren tipe klasik.
b. Nyeri kepala klaster
Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai
oleh nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan. Mekanisme
histaminergik dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom yang
terjadi bersamaan dengan nyeri kepala ini. Pasien biasanya laki-laki,
onset usia 20 hingga 60 tahun. Pasien merasakan serangan nyeri hebat
17
di sekitar satu mata (selalu pada sisi yang sama) selama 20 hingga 120
menit, dapat berulang beberapa kali dalam sehari, dan sering
membangunkan pasien lebih dari satu kali dalam semalam. Alkohol juga
dapat mencetuskan serangan. Pola ini berlangsung selama berhari-hari,
berminggu-minggu bahkan bulanan kemudian bebas serangan selam
berhari-hari, berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan. Tidak seperti
migren, pasien nyeri kepala klaster seringkali gelisah selama serangan
dan tampak kemerahan.
c. Nyeri Kepala Tegang
Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sering terjadi dengan
penyebab belum diketahui, walaupun telah diterima bahawa kontraksi
otot kepala dan leher merupakan mekanisme penyebab nyeri. Kontraksi
otot dapat dipicu oleh faktor-faktor psikogenik yaitu ansietas atau
depresi atau oleh penyakit lokal pada kepala dan leher Pasien
umumnya pasien akan mengalami nyeri kepala yang sehari-hari yang
dapat menetap selama beberapa bulan atau tahun. Nyeri dapat
memburuk pada sore hari dan umumnya tidak responsif terhadap obat-
obatan analgesik sederhana. Nyeri kepala ini juga besifat bervariasi.
Nyeri kepala bervariasi adalah nyeri yang dimulai dari nyeri tumpul di
berbagai tempat hingga sensasi tekanan yang menyeluruh sampai
perasaan kepala diikat ketat. Selain kadang ada mual, tidak ada gejala
penyerta lainnya dan pemeriksaan neurologis adalah normal.
18
2.3.4 Etiologi
Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya
iaitu nyeri kepala akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut ini biasanya
disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit
serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain
itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar punksi dan
karena hipertensi ensefalopati. Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa
timbul karena giant cell arteritis, massa intrakranial, neuralgia trigeminal,
neuralgia glossofaringeal dan hipertensi. Nyeri kronik timbul karena migren,
nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipetegang, cervical spine disease, sinusitis
dan dental disease.
Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri
kepala juga disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan
neuralgia, irritasi meningeal, lesi di intracranial, trauma dan penurunan
tekanan intracranial. Selain itu cough headache dan psychogenic headache
juga dapat menimbulkan nyeri kepala(1969). Nyeri kepala sering menyertai
19
OSA (Obstructive Sleep Apnea); dibandingkan dengan gangguan tidur yang
lain, sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA.
2.3.5 Patofisiologi
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan
neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan
kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren
dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan
respons dari neuron trigeminalsentral.
lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal
dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung
neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah
CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP
(substance P), NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating
peptide (PACAP), nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2),
bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi
atau mensensitisasi nosiseptor 2. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan
chronic paroxysmal headache ada lagi pelepasan VIP(vasoactive intestine
peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan
rhinorrhea.
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri
adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel (Nav 1.8),
purinergic reseptors (P2X3), isolectin B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan
artemin reseptor (GFR-∝3 = GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor
family receptor-∝3). Sistem ascending dan descending pain pathway yang
berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang
20
otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa
impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi
transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya
periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan
reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik
yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus,
anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan
demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgia.
Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada
periaquaduct grey (PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya
nyeri kepala seperti migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI
(Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada
penderita migren, CDH (Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang
non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada
penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.
Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas. Pada CDH justru
yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi
reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan
menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan
nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP
(cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar CGRP, SP maupun
NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH.
Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid
analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut
migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan
21
adanya analgesic overused maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam
perubahan dari migren menjadi CDH.
Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan
kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin IL1
(Interleukin 1), IL6 dan TNF∝ (Tumor Necrotizing Factor ∝) dan NGF (Nerve
Growth Factor). Mast cell melepas/mengasingkan metabolit histamin,
serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan
melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi
proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific sodium/SNS,
dan SNS-2) dan peptides (CGRP, SP).
Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk
menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan.
Terdapat tiga kategori reseptor nyeri: nosiseptor mekanis yang merespon
terhadap kerusakan mekanis; nosiseptor termal yang berespon terhadap
suhu yang berlebihan; dan nosiseptor polimodal yang berespon terhadap
semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang
dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Semua nosiseptor dapat disensitisasi
oleh adanya prostaglandin. Prostaglandin ini sangat meningkatkan respons
reseptor terhadap rangsangan yang mengganggu. Impuls nyeri yang berasal
dari nosiseptor disalurkan ke sistem saraf pusat melalui salah satu dari dua
jenis serat aferen.
Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal
disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin dengan
kecepatan sampai 30 meter per detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari
nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan tidak bermielin
22
dengan kecepatan 12 meter per detik. Nyeri biasanya dipersepsikan mula-
mula sebagai sensasi tertusuk yang tajam dan singkat yang mudah
ditentukan lokalisasinya. Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul yang
lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama dan menimbulkan rasa tidak
enak. Jalur nyeri lambat ini diaktifkan aleh zat- zat kimia, terutama bradikinin,
suatu zat yang dalam keadaan normal inaktif dan diaktifkan oleh enzim-
enzim yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak. Serat-serat aferen primer
bersinaps dengan neuron ordo kedua di tanduk dorsal korda spinalis.
Salah satu neurotransmitter yang dikeluarkan dari ujung-ujung aferen
nyeri ini adalah substansi P, yang diperkirakan khas untuk serat- serat nyeri.
Jalur nyeri asendens memiliki tujuan yang belum dipahami dengan jelas di
korteks somatosensorik, talamus dan formasio retikularis. Peran korteks
dalam persepsi nyeri belum jelas, walaupun korteks penting paling tidak
dalam penentuan lokalisasi nyeri. Nyeri masih dapat dirasakan walaupun
korteks tidak ada, mungkin pada tingkat talamus. Formatio retikularis
meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan
yang menggangu. Hubungan- hubungan antara talamus dengan formatio
retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik menghasilkan respons emosi dan
perilaku yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri.
2.3.6 Diagnosis
Tantangan terpenting dalam diagnosis nyeri kepala adalah
mengeksklusi nyeri kepala sekunder yang disebabkan oleh gangguan
organik. Nyeri kepala dapat menjadi gejala dari kelainan yang jinak (misal
sinusitis) atau merupakan gejala kelainan yang mengancam nyawa (seperti
pecahnya aneurisma intrakranial dengan perdarahan subaraknoid). Sebelum
diagnosis nyeri kepala primer dapat ditegakkan, penyebab sekunder harus
dipertimbangkan. Diagnosis melalui eksklusi kelainan sekunder berdasarkan
23
riwayat dan pemeriksaan yang normal, dan pertimbangan matang
penggunaan tes diagnostik.
Untuk nyeri kepala yang memenuhi kriteria primer, peranan tes
diagnostik berkurang seiring dengan makin lamanya nyeri kepala diderita
(rendah pada nyeri kepala selama 3 bulan, dan secara signifi kan lebih
rendah pada nyeri kepala yang sudah ada selama 1 tahun). Nyeri kepala
persisten baru adalah nyeri kepala yang onsetnya terjadi setiap hari selama 3
hari, bertahan lebih dari 3 bulan, dengan paling tidak dua dari karakteristik
berikut: lokasi bilateral; kualitas menekan/ mengikat (tidak berdenyut);
intensitas ringan atau sedang; dan tidak ditingkatkan oleh kegiatan harian
seperti berjalan atau memanjat.
Pertimbangan untuk diagnosis nyeri kepala primer antara lain: riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik dan neurologis yang tidak mengimplikasikan
gangguan sekunder; kelainan sekunder mungkin dapat dipertimbangkan,
namun dieksklusi melalui investigasi yang tepat; atau gangguan sekunder
memang ada, namun serangan nyeri kepala primer tidak muncul untuk
pertama kali pada selang waktu yang singkat dengan gangguan kausatif.
Diagnosis nyeri kepala sekunder pada pasien yang sebelumya telah
diketahui memiliki kelainan nyeri kepala primer dapat cukup sulit. Diagnosis
nyeri kepala sekunder dapat diduga bila pasien mengalami nyeri kepala tipe
baru untuk pertama kali. Bila nyeri kepala menjadi lebih berat berhubungan
dengan penyebab nyeri kepala yang diketahui, maka ada 2 kemungkinan;
pertama, perburukan merupakan eksaserbasi nyeri kepala primer yang telah
ada sebelumnya. Kemungkinan kedua adalah nyeri kepala tersebut
merepresentasikan nyeri kepala baru tipe sekunder. Kemungkinan nyeri
kepala sekunder lebih besar jika memiliki beberapa karakteristik, antara lain
24
muncul dengan selang waktu yang singkat dengan kelainan yang mungkin
menjadi penyebabnya; eksaserbasi nyeri kepala sangat menonjol (atau
berbeda dari gangguan primer); ada bukti kuat yang mendukung penyebab
kausatif potensial nyeri kepala tersebut; atau perubahan nyeri kepala setelah
gangguan kausatif ditangani.
Strategi penting untuk mengindentifi kasi atau mengeksklusi nyeri
kepala sekunder adalah dengan mencari ”tanda-tanda bahaya” nyeri kepala
(headache red flag), baik melalui riwayat penyakit, maupun pemeriksaan fi sik
dan pemeriksaan neurologis. Keberadaan kelainan ini meningkatkan
kemungkinan adanya kelainan medis yang serius atau kondisi neurologis
yang dapat berkontribusi terhadap nyeri kepala dan membutuhkan
pemeriksaan yang lebih lanjut. Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah
keberadaan “tanda peringatan” nyeri kepala (headache yellow flag).
2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi bagi nyeri kepala klaster meliputi penggunaan ergotamin,
sumatriptan atau kortikosteroid selama 2 minggu dengan dosis diturunkan
bertahap. Terapi jangka panjang untuk pencegahan rekurensi meliputi
penggunaan metisergid,verapamil atau pizotifen. Litium dapat membantu jika
nyeri menjadi kronik tetapi kadarnya dalam darah harus dipantau. Terapi
biasanya tidak memuaskan untuk nyeri kepala tipe tegang. Beberapa pasien
mungkin merasa lebih baik jika diyakinkan tidak ada penyakit dasar, tetapi hal
ini kurang membantu jika pola perilaku telah menjadi selama beberapa bulan
atau tahunan. Terutama jika kemungkinan besar didasari oleh keadaan
psikogenik, maka terapi trisiklik atau komponen lain selama 3-6 bulan dapat
membantu. Pasien yang lain mungkin merasa lebih baik dengan bantuan ahli
fisioterapi.
25
Bagi migren, pasien akan merasa lebih nyaman berbaring di ruangan
gelap dan tidur. Analgesik sederhana seperti parasetamol atau aspirin
diberikan dengan kombinasi antiemetik. Episode yang tidak responsik
dengan terapi di atas dapat diberikan ergotamin, suatu vasokonstriktor poten
atau sumatriptan, agonis reseptor selektif 5-HT yang dapat diberikan
subkutan, intranasal atau oral. Kedua obat tersebut memiliki kelemahan.
Alkaloid ergot dapat menimbulkan keracunan akut dengan gejala muntah,
nyeri dan kelemahan otot.
26
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Neuropati adalah merupakan kondisi medis untuk menjelaskan
terjadinya gangguan pada system saraf perifer (persarafan yang tidak terletak
pada system saraf pusat yaitu otak dan medulla spinalis). Sistem saraf
perifer terdapat pada persarafan wajah, lengan, kaki, badan, dan beberapa
persarafan pada kepala. Neuropati dapat merusak satu saraf
(mononeuropati) atau beberapa saraf (polineuropati). Beberapa hal yang
dapat menyebabkan neuropati antara lain: diabetes, penyakit autoimun,
penyakit metabolik, dan lain-lain. Gejala dari neuropati dapat berupa lebas
atau tidak dapat merasakan kulit saat ada sentuhan, nyeri seperti terbakar,
nyeri tajam, tertusuk atau seperti terkena listrik, kepekaan berlebihan
terhadap sentuhan, bahkan sentuhan ringan, dan kurangnya koordinasi.
Headache atau nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu
sampai kedaerah belakang kepala (daerah oksipital dan sebagian daerah
tengkuk). Berdasarkan penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak
jelas kelainan anatomi atau kelainan struktur, yaitu migrain, nyeri kepala tipe
tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala
sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun
kelainan struktur dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan
non vaskuler.
27
Berdasarkan klasifikasi IHS (International Headache Society) Edisi 2
dari yang terbaru tahun 2004, nyeri kepala terdiri atas migren, nyeri kepala
tipe-tegang, nyeri kepala klaster dan other trigeminal-autonomic cephalalgias,
dan other primary headaches.
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi
para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah
berikutnya :
Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut
Pembahasan yang lebih mendalam
Pembahasan secara tepat dan benar
Beberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada
yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .
Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini
dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas
kedokteran UISU dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami
terima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah kami.
28
DAFTAR PUSTAKA- Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
22. Jakarta: EGC; 1997
- Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Pendit BU,
Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA,Editors. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2005
- Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, 2th ed. Jakarta:
EGC;2001.
- Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Hartanto H,
Editors. Sistem Saraf, 6th ed.Jakarta: EGC.
- Snell RS. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. In: Dimanti
A, Editors. Pendahuluan dan Organisasi Susunan Saraf. 5th ed. Jakarta:
EGC; 2007.
29