print 1

  • Upload
    zul090

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cgcgc

Citation preview

Anestesi Umum, Tidur, dan Koma(Emery N. Brown, M.D., Ph.D., Ralph Lydic, Ph.D., and Nicholas D. Schiff, M.D.)

Di United States. Hampir 60.000 pasien setiap harinya mendapat anestesi umum untuk operasi. Anestesi umum adalah kondisi reversibel yang timbul akibat induksi obat yang meliputi ciri perilaku dan fisiologis tertentu , tidak sadarkan diri, amnesia, dan akinesia yang disertai stabilnya sistem autonomik, kardiovaskuler, respirasi, dan termoregulasi. Anestesi umum menghasilkan pola yang berbeda pada electroencephalogram (EEG), yang paling umum adalah adanya peningkatan progresif pada frekuensi rendah, aktivitas amplitudo yang tinggi sebagai tingkat anestesi umum yang dalam. Bagaimana obat anestesi menginduksi dan mempertahankan kondisi perilaku anestesi umum adalah pertanyaan penting dalam obat-obatan dan neurosains. Pengetahuan substansial dapat diperoleh dengan mempertimbangkan hubungan anestesi umum dengan tidur dan koma.Manusia menghabiskan sekitar sepertiga dari hidup mereka untuk tidur. Pada saat seseorang tidur, terjadi penurunan stimulus yang dihasilkan oleh inti dalam hipotalamus, batang otak, dan otak depan bagian basal secara aktif,hal ini sangat penting guna pemeliharaan kesehatan. Siklus tidur manusia normal terbagi atas 2 yaitu tidur dengan Rapid Eye movement (REM) dan tidur dengan non-REM. Kedua kondisi ini memiliki interval waktu sekitar 90 menit. Tidur REM ditandai dengan gerakan cepat mata, bermimpi, respirasi dan detak jantung tidak teratur, ereksi penis dan klitoris, dan hipotonia otot rangka dan saluran napas. Pada gambaran EEG seseorang yang tidur dengan REM, menunjukkan frekuensi tinggi, dan irama rendah amplitudo aktif (Gambar 1), sedangkan gambaran EEG pada seseorang yang tidur non-REM terdiri dari tiga tahap yang berbeda yaitu memiliki amplitudo tinggi, irama dengan frekuensi yang lebih rendah disertai dengan berkurangnya tonus otot, penurunan suhu tubuh, dan penurunan denyut jantung.Koma adalah keadaan unresponsiveness mendalam , biasanya merupakan akibat dari cedera otak berat.9 Pasien koma biasanya berbaring dengan mata tertutup dan tidak dapat dibangunkan meskipun diberikan rangsangan yang kuat . Seorang pasien koma dapat meringis , menggerakkan anggota badan , dan memberi respon tarikan terhadap stimulus nyeri yang diberikan namun tidak mampu menunjukkan lokasi nyeri tersebut. Pada pasien dengan koma dalam, reaksi terhadap stimulasi nyeri yang diberikan dapat berkurang atau menghilang. Meskipun pola aktivitas EEG yang diamati pada pasien koma tergantung pada sejauh mana cedera otak yang di alami namun sering dijumpai amplitudo yang tinggi , aktivitas frekuensi yang rendah, hal ini dapat juga terlihat pada pasien yang mengalami anestesi umum .10 (Gambar 1 ) . Pada kenyataannya , anestesi umum merupakan koma yang terjadi akibat induksi obat yang reversibel . Namun demikian ,ahli anestesi menyebutnya sebagai "tidur " untuk menghindari kecemasan pasien . Sayangnya , ahli anestesi juga menggunakan kata "tidur " dalam penjelasan teknis untuk merujuk ketidaksadaran disebabkan oleh drugs.11 Ulasan ini membahas fitur klinis dan neurofisiologis umum anestesi dan hubunganya dengan tidur dan koma, dengan fokus pada mekanisme saraf terhadap ketidaksadaran yang disebabkan oleh induksi obat anestesi intravena yang dipilih.

Gambar 1. Pola Elektroensefalografik (EEG) Pada kondisi Terjaga, Anestesi Umum, dan Tidur.Panel A menunjukkan pola EEG ketika pasien sadar, dengan mata terbuka (kiri) dan irama alpha (10 Hz) dengan mata tertutup (kanan)Panel B menunjukkan pola EEG dalam kondisi anestesi umum: eksitasi paradoksal, fase 1 dan 2, meledak penindasan, dan penelusuran isoelektrik. Panel C menunjukkan pola EEG selama tahap tidur: rapid-eye-movement (REM) tidur; Tahap 1 non-REM tidur; Tahap 2 tidur non-REM, dan tahap 3 non-REM (slow-wave) tidur. Pola EEG selama pemulihan dari koma - koma, kondisi vegetatif, dan keadaan sadar minimal - menyerupai pola selama anestesi umum, tidur, dan keadaan terjaga. Penelusuran EEG saat tidur adalah dari Watson et al.5

TANDA KLINIS DAN GAMBARAN POLA EEG PADA PASIEN YANG TIDAK SADAR AKIBAT INDUKSI DARI ANESTESTESI UMUMTanda klinis dan gambaran pola EEG pada pasien yang tidak sadar akibat induksi dari anestestesi umum dapat digambarkan dengan 3 periode kemunculannya yaitu : Induksi, pemeliharaan, dan reaksi

Periode InduksiSebelum dilakukan induksi, pasien normal, memiliki gambaran EEG aktif dengan aktivitas alpha yang menonjol (10 Hz) saat menutup mata (Gambar 1). Pemberian obat hipnotik dosis kecil seperti propofol, Barbiturat, atau etomidate, semuanya bekerja pada reseptor -aminobutyric acid tipe A (GABAA) yang menyebabkan keadaan sedasi di mana pasien tenang dan mudah dibangunkan, dengan mata yang seluruhnya tertutup.12 Dosis ditingkatkan secara perlahan, maka pasien akan masuk dalam keadaan eksitasi paradoksal, ditandai dengan gerakan involunter atau defensif, bicara ngawur, euforia atau disforia, dan peningkatan aktivitas beta pada EEG (13-25 Hz). Keadaan ini disebut paradoksal karena obat tersebut ditujukan untuk mendorong terjadinya eksitasi yang mengakibatkat ketidaksadaran. Sebagian besar dari agen hipnotik pada umumnya diberikan secara bolus dengan periode dari 10 sampai 15 detik. Peningkatan pola pernapasan yang semakin tidak teratur akan berkembang menjadi apnea, di mana ventilasi bag-mask harus dimulai untuk mendukung pernafasan, seiring dengan hilangnya respon terhadap perintah lisan dan tonus otot. Kehilangan kesadaran dapat dengan mudah dinilai dengan meminta pasien mengikuti gerakan jari ahli anestesi dengan mata mereka. Saat ketidaksadaran terjadi kemudian, lacak berhentinya gerakan mata, nistagmus mungkin muncul dan meningkatnya kedipan mata. Refleks bulu mata, dan kornea hilang namun refleks cahaya pupil tetap, dapat berupa peningkatan atau penurunan tekanan darah, sedangkan denyut jantung biasanya meningkat. Pemberian opioid atau benzodiazepin sebelum atau selama induksi dapat mengurangi peningkatan respon denyut jantung, dan vasopressor dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan darah. Intubasi trakea biasanya dilakukan pada akhir induksi, setelah pemberian relaksan otot.Periode PemeliharaanAnestesi umum diberikan dengan kombinasi agen hipnotis , agen inhalasi , opioid ,relaksan otot , obat penenang , dan obat kardiovaskuler, bersama dengan ventilasi dan dukungan thermoregulatory.Selama masa pemeliharaan , perubahan denyut nadi dan tekanan darah merupakan tanda klinis yang dapat digunakan untuk memantau tingkat anestesi umum (lihat Tambahan Lampiran ) . Ketika kondisi anestesi umum tidak mencukupi untuk tingkat stimulasi nociceptive dari operasi , maka denyut nadi dan Tekanan darah dapat meningkatkan secara dramatis , memperingatkan kepada ahli anestesi untuk meningkatan nosisepsi dan stimulasi . Indikator lain dari tidak adekuatnya anestesi umum adalah keringat , air mata , perubahan ukuran pupil , kembalinya tonus otot , pergerakan dan perubahan aktifitas otak pada pengukuran EEG. Pada tingkat tepat untuk pembedahan, anestesi umum secara fungsional dapat perkiraan batang otak mati, karena pasien yang sadar, telah tertekan refleks batang otak, tidak menanggapi rangsangan nociceptive, tidak memiliki dorongan apnea, dan perlu kardiorespirasi dan dukungan thermoregulatory.Empat pola EEG menentukan fase masa pemeliharaan (Gambar 1). Tahap 1, keadaan ringananestesi umum, ditandai dengan penurunan dalam kegiatan beta EEG (13-30 Hz) dan peningkatan aktivitas alpha EEG (8 sampai 12 Hz) dan aktivitas delta (0 sampai 4 Hz). Tahap 2 dinamakan kondisi menengah, pada kondsi ini terjadi penurunan aktivitas beta dan alpha dan meningkatnya aktivitas delta, dengan apa yang disebut anteriorization. yaitu, peningkatan alpha dan aktivitas delta di EEG anterior mengarah relatif terhadap posterior leads.The EEG dalam fase 2 menyerupai yang terlihat pada tahap 3, non-REM (atau slowwave) tidur. Tahap 3 adalah kondisi yang lebih dalam, di mana pada kondisi ini EEG ditandai dengan periode datar diselingi dengan periode alpha dan aktivitas beta, Pola ini disebut yang disebut semburan penekanan. Hal ini Karena pada keadaan anestesi umum yang lebih dalam, waktu antara periode aktivitas alfa memanjang, dan terjadi penurunan aktivitas amplitudo dari alpha dan beta . Pembedahan biasanya dilakukan selama fase 2 dan 3. Pada tahap 4, kondisi yang paling dalam dari anestesi umum, EEG berbentuk isoelektrik (benar-benar datar). EEG isoelektrik mungkin sengaja diinduksikan dengan pemberian barbiturat atau propofol untuk melindungi otak selama bedah saraf atau untuk menghentikan kejang umum.Periode EmergenceEmergence pada anestesi umum adalah proses pasif, tergantung pada jumlah obat yangdiberikan; tindakan, potensi, dan farmakokinetik; karakteristik fisiologis pasien; dan jenis dan durasi operasi. Emergence pada anestesi umum umumnya dinilai dengan memantau fisiologis dan tanda-tanda perilaku. Kembalinya pernapasan spontan biasanya salah satu dari tanda-tanda klinis pertama diamati neuromuscular blokade sekali perifer menurun. Ini menandai kembalinya pasien dari keadaan fungsional yang mendekati kematian batang otak (Tabel 1). Denyut nadi dan tekanan darah biasanya meningkat, asalkan respon farmakologi tidak dihambat. Dimulai dari keluarnya air liur dan air mata, diikuti oleh respon tanpa menunjukkan lokasi yang mendapatkan rangsangan nyeri, menunjukkan bahwa kondisi pasien yang paling mirip dengan kondisi vegetatif dengan pengecualian yang mata tetap tertutup. Antara ekstubasi dan keluarnya pasien dari unit perawatan postanesthesia, minimal pasien dalam keadaan sadar. Respon fungsional yang melebihi minimal dan kondisi sadar harus jelas sebelum pasien dipulangkan dari perawatan postanesthesia Unit. Pasien harus mampu menjawab pertanyaan sederhana dan menyampaikan rasa tidak nyaman, seperti nyeri atau mual.MEKANISME KETIDAKSADARAN YANG DISEBABKAN OLEH ANESTESI UMUMJalur Kortikal dan Perubahan stimulasiBerdasarkan hasil pengamatan dari praktek klinis dan ilmu pengetahuan dasar menunjukkan bahwa obat anestesi dapat menyebabkan ketidaksadaran dengan cara mengubah neurotransmisi beberapa lokasi di korteks serebral, batang otak, dan thalamus. Jika prosedur tidak menggunakan anestesi umum full, hal tersebut merupakan praktek klinis standar dengan menggunakan obat hipnotik atau sedatif dosis rendah untuk mendapatkan efek sedasinya, yang dimaksudkan adalah fungsi kognitif (aktivasi kortikal) dikurangi namun fungsi pernapasan dan kardiovaskuler intak. Penurunan aktivitas saraf yang cukup besar telah diamati pada korteks tikus percobaan yang diberikan anestesi umum. Demikian juga, pada positron-emission tomographic pada manusia dibawah anestesi umum menunjukkan penurunan aktivitas metabolic pada korteks. Magnetic resonance imaging dan rekanaman local-field-potential memberikan tambahan bukti tentang mekanisme kortikal dari ketidaksadaran yang ditimbulkan oleh anestesi umum. Secara In vivo dan in vitro studi farmakologis molekuler telah mengidentifikasi resepetor GABAA dan N-methyl-D-aspartate (NMDA) dikorteks, thalamus, batang otak, dan striatum sebagai dua sasaran penting obat hipnotik. Karena sebagian kecil interneuron inhibisi mengontrol sebagian besar eksitasi neuron piramidal, peningkatan GABAA inhibisi disebabkan oleh anestesi umum yang secara efisien menonaktifkan sebagian besar daerah otak dan berkontribusi menyebabkan ketidaksadaran (Gambar 2A).Batang otak, tidur dan perubahan stimulasiObat hipnotik yang diberikan degan cara bolus pada saat induksi anestesi umum akan dengan cepat mencapai pusat stimulasi dibatang otak, yang berperan dalam proses ketidaksadaran. Tanda-tanda klinis yang disebutkan diatas sesuai dengan yang terjadi dibatang otak. karena fungsi dari agen hipnotik. Menghilangnya refleks okulocephalic dan refleks kornea merupakan indikator yang tidak spesifik untuk menunjukkan adanya gangguan fungsi batang otak karena kerja agen hipnotik pada oculomotor, troklearis, abducens, trigeminal, dan facial nuclei pada otak bagian tengah dan pons. Dalam sebuah penelitian menggunakan tikus percobaan, dilakukan injeksi langsung barbiturat ke daerah mesopontine tegmental akan menyebabkan ketidaksadaran. Penelitian tersebut menegaskan bahwa ketidaksadaran yang diakibatkan oleh kerusakan otak biasanya melibatkan daerah dorsal tegmental lateral pons dan wilayah paramedian otak tengah. Apnea dapat dijelaskan, sebagian, kerja dari obat hipnotik pada interneuron GABAA dalam mengontrol pernapasan di ventral medulla dan pons.Atonia cepat terjadi setelah pemberian propofol secara bolus kemungkinan besar disebabkan oleh kerja obat ini pada tulang belakang , pontine dan nucleus medullar reticulare yang mengontrol otot- otot anti gravitasi. Dalam suatu penelitian dengan menggunakan konsep mekanisme kerja propofol- misalnya, atonia yang dikarenakan anestesi lokal pada ruang subarachnoid atau arteri basiler selama terjadinya interscalene block atau ketidaksengajaan injeksi alkohol kedalam tulang belakang servikal selama terjadinya. Selanjutnya untuk mendukung konsep ini, dilakukan penelitian pada pasien yang memiliki stroke pontin, seperti pengamatan dengan relaksasi otot dan efek penidur dari GABA agonist baclofen. Pengamatan tersebut dapat menjelaskan mengapa diakhir operasi, propofol dosis kecil dapat digunakan sebagai perelaksasi otot yang cepat durasi pendek, dan mengapa dalam kasus ini propofol lebih baik digunakan sebagai relaksan otot yang memiliki onset lambat dan durasi kerja lama. Sebaliknya obat induksi yang dijelaskan diatas dapat menyebabkan atonia, rigiditas dan spasme terlihat pada pasien yang sedang koma atau dalam keadaan vegetative, dan tonus otot dipertahankan pada fase tidur slow wave. Tanda-tanda hilangnya fungsi batang otak (apnea, atonia, hilangnya oculocphalic, dan reflex kornea) sehingga tanda ketidaksadaran itu dipercaya sebagai indikiasi untuk memulai memasangan bag valve mask atau untuk menempatkan laringeal mask airway pada saat induksi anestesi umum.Jalur- jalur saraf yang telibat pada waktu tidur memberikan tambahan informasi ke otak depan bagian basal, batang otak, dan hypothalamus sebagai mekanisme ketidaksadaran. Pada saat dalam keadaan sadar, lokus sereleus menghambat norepinefrin melalui nucleus preoptik ventrolateral di hypothalamus. Oleh karena itu, mediator GABAA dan galanin menghambat jalur stimulasi atas pada nukleus preoptik ventrolateral dan terjadilah keadaan sadar.Adenosine, salah satu somnogens otak, terakumulasi dari degradasi adenosine triphosphate selama interval kesadaran yang lama. Peningkatan adenosine pada nucleus preoptik ventrolateral dapat dikaitkan dengan peningkatan stimulus otak bagian tengah. Adenosine mengikat dan menghambat lokus sereleus yang menyebabkan aktivasi dari nucleus preoptik ventrolateral, sehingga terjadi penghambatan jalur stimulasi atas dan menyebabkan tidur non-REM. Obat sedatif demedetomidine adalah golongan agonis 2-adrenergik yang dapat menghambat pelepasan norepinefrin dari lokus sereleus dengan demikian dapat memungkinankan nucleus preoptik ventrolateral untuk mengurangi stimulasi dan menghambat jalur stimulasi atas (gambar 2B). pola EEG dari induksi sedasi dexmedetomidine sangat mirip dengan pola EEG tidur non-REM. Propofol juga dapat menyebabkan keadaan tidak sadar, dengan cara menghambat GABAA untuk melepaskan peningkatan stimulasi neurotransmitter histamine pada korteks dari nucleus tuberomammillary di hypothalamus. Pola aktif EEG diamati selama fase tidur REM, sebagian disebabkan oleh masuk kolinergik yang kuat dari termental dorsolateral dan nuneul tegmental pedunkulopotine ke formasi reticular potine medial, dan juga berasal dari otak basal bagian depan dengan korteks. Sintesis opioid fentanil dapat menurunkan stimulasi dengan cara mengurangi asetilkolin di formasi reticular pontine medial, sedangkan morfin dapat menurunkan stimulasi dengan cara menghambat neuron pada bagian nucleus tegmental dorsolateral, formasi reticular pontine medial dan otak depan bagian basal. Opioid lebih banyak menyebabkan kehilangan kesadaran dengan cara meningkatkan reseptor opioid di daerah periaqueductal gray, rostral ventral medulla, spinal cord, dan jaringan peripheral untuk mengurangi transmisi dari nosiseptive pada susunan saraf pusat. Opioid bekerja terutama pada jalur nosiseptik daripada bagian korteks untuk mengubah stimulasi dan mengubah sebagian kognisi yang akan membantu tingginya insiden kesadaran pasca operasi pada pasien yang mejalani operasi jantung, opioid dosis tinggi, saat ini, menjadi pilihan anestesi yang utama.Studi klinis telah menunjukkan bahwa keadaan tidak sadar akibat penggunaan propofol dapat dipulihkan dengan menggunakan agen kolinomimetik fisostigmin. Kombinasi dari pencitraan, molekul dan neurofisiologi menunjukan bahwa kerja propofol, degan cara meningkatkan penghambatan GABAA oleh interneuron dari neuron piramidal dikorteks dan daerah subkortikal, sedangkan physostigmine melawan efek ini dengan cara meningkatkan aktivitas klinergik pada seluruh korteks (gambar 2A) Physostigmine adalah pengobatan standar apabila terjadi delirium, suatu keadaan darurat yang disebabkan anestesi umum.Pola EEG pada anestesi umum bebeda dengan pola EEG dalam keadaan tidur (Gambar 1). Keadaan sangat aktif dari korteks selama tidur fase REM diperantarai oleh aktivitas kolinergik yang berasal dari otak depan bagian basal, dorsolateral, dan nukleus tegmental pedunculopontine menuju korteks melalui thalamus. Seperti yang dibahas sebelumnya, eksitasi paradoksal yang terjadi dibawah pengaruh anestesi umum dapat menggambarkan tidak terinhibisinya mediator GABAA di jalur striothalamik. Hipotonia otot rangka selama tidur fase REM dikarenakan adaknya aktivitas pontomedullary kolinergik pada jaringan, sehingga mediator glisin menghambat alpha motor neuron pada tulang belakang, dimana terjadi selama eksitasi paradoksal, tonus otot akan terjaga.Ada kesamaan pola EEG yang terlihat antara gelombang lambat dari tidur dan pada fase 2 mempertahankan anestesi umum (gambar 1). Periode dari anestesi umum ini adalah periode yang cukup dalam untuk melakukakan operasi. Selama tidur, penurunan persepsi nyeri terbesar terjadi pada fase tidur gelombang lambat. Stimulasi mungkin terjadi dalam tahap ini, tetapi pada tahap- tahap lain dari tidur membutuhkan stimulasi lebih kuat. Gelombang tidur lambat menunjukkan peralihan thalamus yang kuat. Fase ke-2 dalam mepertahankan anestesi umum dan gelombang lambat dari tidur mengalami penurunan besar aktivitas kortikal yang disebabkan oleh efk farmakologis dan mekanisme jalur endogeneous.

Tabel 1. Emergence dari anestesi Umum dan kondisi pemulihan dari koma

Emergence dari anestesi UmumPemulihan dari Koma

Anestesi Umum Pemberian obat anestesi yang tetap Stimulus tidak memungkinkan, tidak berespon, mata tertutup, dengan reaksi pupil, analgesia, akinesia Obat pengontrol tekanan darah dan denyut nadi Ventilasi kontrol mekanik Gambaran EEG mulai dari aktivitas alpha dan delta burst suppresionMati Batang Otak Tidak ada respon pernafasan sampai terjadinya apneu pada tes oksigenasi Kehilangan seluruh reflex batang otak Gambaran isoelektrik pada EEG

Emergence , Fase 1 Penghentian obat anestesi Akinesia Transisi dari apneu yang bernapas tidak teratur menuju pernapasan yang teratur Peningkatan aktivitas alpha dan beta pada EEGKoma Kerusakan struktur otak pada kedua belahan otak, dengan atau tanpa cedera tegmental otak tengah, pons rostral, atau keduanya Stimulus tidak memungkin, tidak responsif Fungsi batang otak utuh, gas darah arteri yang normal Gambaran EEG dengan aktivitas delta frekuensi rendah dan aktivitas tetha dan alpha pada intermitten burst atau memungkinkan munculnya burst suppression

Emergence, Fase 2 Peningkatan denyut nadi dan tekanan darah Kembalinya respon autonomic Berespon terhadap nyeri Salivasi Menangis Meringis Refleks menelan, tersedak, dan batuk Kembalinya tonus otot Sikap bertahan Peningkatan aktivitas alfa dan beta yang lebih lanjut pada EEG Memungkinkan untuk dilakukannya ekstubasiKondisi Vegetatif Mata berputar secara spontan pada saat terbuka dan tertutup Meringis dan tidak sengaja bergerak Gambaran EEG berupa frekuensi tinggi pada aktivitas gelombang delta dan tetha Kehilangan gambaran EEG pada saat tidur Biasanya bisa bernafas tanpa bantuan mekanik

Emergence, Fase 3 Membuka mata Merespon terhadap perintah Memberikan gambaran EEG seseorang yang bangun Memungkinkan dilakukannya ekstubasiKondisi Kesadaaran Minimal Sengaja menahan pergeraakan, gerakan mata sesuai Komunikasi inkonsisten, verbal Mengikuti perintah Kembalinya siklus tidur-bangun\ Pulihnya gambaran EEG normal

Pusat thalamus dan kontrol rangsanganPusat thalamus berperan penting dalam sitem regulasi dan stimulasi. Jalur asendens pada batang otak dan jalur descendens dari korteks frontalis yang memabantu mengatur stimulasi otak bagian depan dan mempertahankan pengaturan perilaku salama dalam keadaan sadar sepenuhnya. Baik cedera langsung dari pusat thalamus maupun tanda berbeda dari neuron yang mengalami gangguan stimulasi berat dan integrasi fungsional otak depan yang diamati pada beberapa gangguan otak. Stimulasi listrik pada pusat thalamus pada pasien dengan kesadaran minimal dapat meningkatkan fungsi kognitif, gerakan, asupan oral. Demikan juga, keadaan tidak sadar yang disebabkan oleh anestesi umum telah membalikkan eksperimental injeksi langsung agonis kolinergik ke pusat thalamus.Pusat dari thalamus mungkin berperan dalam beberapa fenomena yang terlihat pada anestesi umum, seperti yang dijelaskan (Gambar 3). Penjelasan tentang eksitasi paradoxical yang diamati pada pemberian dosis rendah obat bius yang menyebabkan mekanisme stimulasi paradoxical pada pasien dalam keadaan kesadaran minimal setelah pemberian agonis GABAA1 Zolpidem. Setelah pemberian zolpidem, ditandai regulasi menurun pada otak depan pasien yang mengalami cedera otak, dengan perbaikan fungsi penting. Globus palidus interna biasanya melengkapi pengahambatan tonik pada pusat thalamus yang bertentangan dengan penghambatan striatal dari pallidum tersebut. Pengikatan zolpidem pada GABAA1 yang memiliki banyak reseptor globus pallidus interna akan menekan penghambatan tonik ke thalamus, mendorong aktivitas thalamokortikal dan jalur thalamostriatal, akibatnya akan meningkatankan stimulasi (gambar 3A). untuk obat bius yang meningkatkan peghambatan GABAA, eksitasi paradoksal dapat dijelaskan sama dengan aksi terjadi pada jalur ini. Hipotesis ini juga dapat menjelaskan eksitasi paradoxical yang diamati selama endoskopi dan delirium pada unit perawatan intensif yang umumnya berkaitan dengan induksi sedasi dengan menggunakan benzodiazepin yang merupakan agonis GABAA. Fakta bahwa gerakan involunter berhubungan dengan eksitasi paradoxical yang sejalan dengan mekanisme ganglia basal.Sebuah studi pencitraan pada manusia menunjukkan jalur ganglia-thalamik kortikobasal setelah induksi propofol pada pasien tidak sadar. Pada jalur ini dapat juga mendasari terjadinya anteriorization (gambar 3B). ritme delta dan alpha yang dilihat pada EEG pada saat anestesi umum dan tidur muncul dari hiperpolarisasi berkelanjutan dari pengeluaran neuron piramidal yang lebih rendah dari korteks dikarenakan terjadi penarikan (saat tidur) atau inhibisi (selama anetesi umum) pemasukan stimulasi sinaptik. Awal dari perubahan pada otak depan anterior akibat dari penghambatan aktif dari pusat thalamus yang terjadi ketika masukkan kortikal ke striatum tidak mencukupi (gambar 3A). Teori telah membuktikan bahwa peningkatan dosis propofol yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya eksitasi paradoxical, aksi ini terjadi pada jalur talamokortikal yang menyebabkan pergerakan alpha yang koheren antara thalamus dan otak bagian depan.Pada akhirnya, terjadi penekanan yang kuat, yang disesuaikan dengan arus keluar dari pembuangan thalamic kekorteks (Gambar 1). Keadaan ini adalah keadaan anestesi umum yang lebih dalam daripada tahap 2 dari masa maintenance, yang menyerupai pecahnya tonik thalamus terlihat dalam fase tidur gelombang lambat. Pecah menjadi lebih banyak terpisah selama terjadinya penekanan pada tingkat paling dalam enestesi umum. Hal ini mennjukkan bahwa sebagian besar dari korteks tidak aktif selama proses penekanan relative terhadap tahap 2 dari anestesi umum atau tidur gelombang lambat.Mendukung hipotesis ini, pengamatan pada penekanan yang terlihat pada pasien dalam keadaan koma yang disebabkan kerusakan anoksia, hypothermia, epilepsy akibat sindrom ohtahara. Tidak adanya penekanan saat tidur adalah perbedaan penting antara elektrofisiologi pada saat tidur dan anestesi umum.Kondisi keaktifan otak dan ketidakesadaranBerbeda dengan ketidaksadaran yang disebabkan oleh sebagian besar agen hipnotis, yang sebagian besar berkaitan dengan pola EEG yang lambat, tidak sadarkan diri disebabkan NMDA antagonis ketamin terkait pola-pola aktivitas EEG. kejang yang umumnya terkait dengan sangat tidak teraturnya pola aktivitas EEGnya. Tidak sadar karena kejang kemungkinan besar hasil dari pengaturan, penyimpangan aktivitas otak yang menghambat komunikasi normal yag diperlukan untuk mepertahankan stimulasi dan kognisi. Demikian juga, keadaan otak yang sangat aktif kemungkinan besar berperan dalam ketidaksadaran yang diinduksi oleh ketamin. Ketamin secara istimewa menghambat NMDA-yang diperantarai glutamatergic untuk interneuron GABAergic, menyebabkan rangsangan menyimpang dari kebiasaan aktivitas di korteks, hipokampus, dan sistem limbik dan akhirnya pingsan (Gambar 4). Halusinasi dapat terjadi karena aktivasi yang menyimpang ini memungkinkan hubungan antara informasi yang tidak konsisten dalam waktu dan ruang. Halusinasi dapat dikurangi dengan pemberian benzodiazepin, yang diperkirakan berfungsi untuk meningkatkan aktivitas GABA-yang diperantarai oleh interneuron yang menyebabkan sedasi. Anti nosiseptik memiliki efek poten ketamin pada reseptor NMDA di sumsum tulang belakang dan penghambatan pelepasan asetilkolin dari pons juga berkontribusi terhadap ketidaksadaran (Gambar 4).

Gambar 2. Kemungkinan mekanisme Neural-Circuit mengubah stimulasi yang diinduksi oleh agen anetesi. Panel A menunjukkan penghambatan interneuron GABAergic (orange) yang bersinaps pada neuron pyramidal (abu-abu) menerima input rangan dari jalur naik stimulasi. Jalur monoaminergik muncul dari lokus ceruleus, yang melepaskan norepinefrin; raphe, yang melepaskan serotonin; nukleus tuberomammilary, yang melepas histamine; dan tegmental daerah ventral, yang melepaskan dopamine. Jalur kolinergik, yang melepaskan asetilkolin, muncul dari basal otak depan, nucleus tegmental dorsal lateral, dan nucleus tegmental pedunculopontine. Neuron hypothalamus lateral melpaskan orexin. Propofol mengikat post sinaps dan meningkatkan penghambatan GABAergic, menangkal input stimulasi yang menuju neuron pyramidal, menurunkan aktivitas rangangan, serta berkontribusi terhadap ketidaksadaran. Dexmedetomidine terikat pada reseptor 2 pada neuron-neuron yang berasal dari lokus seruleus, menghambat pelepasan norepinefrin (garis putus-putus) di nekleus preoptik ventrolateral, seperti yang ditunjukkan pada panel B. tidak terinhibisinya nucleus preoptik ventrolateral mengurangi stimulasii dengan cara GABAA sebagai perantara dan pengahambatan galanin dipeantarai oleh otak tengah, hipotalamus, dan stimulasi nucleus pontine. Seperti yang ditunjukkan dalam panel C, Opioid dapat mengurangi rangsangan dengan cara menghambat pelepasan asetilkolin dari neuron dorso lateral dan nucleus pedunculopontine tegmental menuju medial potine reticular dan thalamus, dengan mengikat reseptor opioid pada periaquaductal gray dan rostral ventral medulla, dan dengan mengikat presinaps dan postsinaps ke reseptor opioid di tulang belakang pada sinaps antara neuron perifer dengan neuron aferen dalam galion dorsalis.

Gambar 3. Eksitasi Paradoksikal, Metabolisme cerebral, dan aktivitas elektroensefalografi (EEG) dalam Tahapan pemulihan koma. Kerusakan kortikal menyebabkan hilangnya input rangsang dari korteks frontalis ke median spiny neurons di striatum, seperti yang ditunjukkan pada Panel A. penghambatan striatal normal dari globus pallidus interna hilang, dan interna globus pallidus menghambat thalamus. zolpidem dan propofol dapat mengikat reseptor GABAA1 di globus pallidus interna, menghalangi penghambatan ke talamus; sebagai hasilnya, masukan kortikal rangsang dari talamus dikembalikan, menyebabkan eksitasi paradoksikal. Skema Panel B menggambarkan perubahan metabolisme otak yang diukur dengan Positron Emission Tomographic (PET) scanning dan elektroencephalography (EEG) pada tahap berbeda pemulihan koma. Pada keadaan bangun, pola elektrocephalography aktif dan metabolisme cerebral aktif secara serentak. Eksitasi paradoksial diinduksi oleh zolpidem, yang mana terkait dengan perbaikan perilaku pada beberapa pasien dengan kesadaran minimal dan keadaan vegetative menunjukkan EEG anteriorization, dengan pola EEG alpha, theta, dan delta dan penurunan metabolism dikorteks frontalis, stiatum dan thalamus. Penekanan pada koma berkorelasi dengan penekanan metabolism menyeluruh. Hasil anestesi umum memiliki pola EEG yang sama. A menandakan anterior, dan P menandakan posterior.

Gambar 4. Ketidaksadaran dan kondisi keaktifan otak. Ketamin mengikat N-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor pada penghambat interneuron di korteks, sistem limbik (amigdala), dan hipokampus, peningkatan tidak terkoordinasi dalam aktivitas saraf, pola aktif elektroensefalografi, dan ketidaksadaran, seperti yang ditunjukkan pada Panel A. Dalam sumsum tulang belakang, ketamin menurunkan rangsangan dengan memblokir NMDA glutamat (Glu) yang diperantarai sinyal nosiseptik dari neuron aferen perifer di ganglion dorsalis untuk diproyeksikan neuron, seperti yang ditunjukkan pada Panel B.Emergence anestesi umum dan pemulihan dari komaPemulihan dari koma jika itu terjadi mungkin membutuhkan waktu berjam-jam sampai bertahun-tahun. Sebaliknya, kemunculan anestesi umum yang hanya memerlukan waktu beberapa menit. Sekalipun demikian, hal ini berguna untuk membandingkan emergence dari anestesi umum dan pemulihan dari koma (table 1). Tanda- tanda klinis awal dari kemunculan anestesi umum kembali bernapas regular, air liur, air mata, menelan, tersedak dan meringis mendekati caudal adanya kemajuan dalam system otak dalam hal ini fungsi sensorik, mortorik, dan autonomik. Tanda selanjutnya, seperti respon oral, menunjukkan kembalinya fungsi kortikal. Kuantitatif neurobehavioral metrics yang dapat digunakan untuk melacak kemunculan dari anestesi umumum dari fungsi yang dapat memperkirakan kematian batang otak yang mirip degan keadaan vegetative dan, akhirnya, untuk meminimalkan keadaan sadar. Fakta bahwa anestesi umum bisa setara dengan fungsi kematian batang otak yang menujukkan seberapa dalam anestesi umum dapat menekan fungsi otak dan mungkin menjelaskan mengapa kesadaran beberapa pasien tidak segera pulih sepenuhnya selama beberapa jam setelah anestesi umum dan mengapa pada pasien usia lanjut pasca operasi menyebabkan disfungsi kognitif yang bertahan selama beberapa bulan. Sebagai kesimpulan, pemahaman yang lebih baik tentang tidur dan koma menjadi pendekatan baru untuk anetesi umum berdasarkan cara-cara baru untuk mengubah kesadaran, memberikan analgesia, menginduksi analgesia, dan relaksasi otot.