Upload
vieutami
View
41
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu
sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan,
tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum
digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu (Maternal
Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu
sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut hamil beberapa kali, risikonya meningkat
dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu
probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan
sepanjang masa reproduksi. (Sarwono., 2010).
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah
masalah besar di Negara berkembang. Di Negara miskin, sekitar 25-50%
kematian wanita usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan
kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya pada tahun
1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunya meninggal
saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan,wanita berkemungkinan 1 : 18
meninggal akibat kehamilan atau persalinan, sedangkan di Amerika utara
hanya 1 : 6.366 lebih dari 50% kematian di Negara berkembang, sebenarnya
dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatife rendah
(saifuddin, 2009 : 3)
3
Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH mengatakan
berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu
228/100.000 Kelahiran Hidup. (www.depkes.go.id diperoleh tanggal 27
September 2013). Sedangkan menurut Menkes Nafsiah Mboi pada tahun
2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tercatat sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup. (http://www.beritasatu.com di peroleh tanggal 28
September 2013).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Alma Lucyati
mengatakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Barat pada Tahun
2012 tercatat 761 kasus. Sedangkan pada Tahun 2013 sampai saat ini
Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 368 kasus. (Dinkes Jabar. Diperoleh
tanggal 21 September 2013).
Jumlah kematian ibu yang terjadi di Kabupaten Bandung pada tahun
2011 sebanyak 45 kasus dari 47798 KH, sedangkan tahun 2012 sebanyak
49 kasus dari 57114 KH. Penyebab kematian ibu bersalin tertinggi adalah
perdarahan di ikuti oleh eklamsia atau preeklamsia. Masih adanya kematian
ibu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 bila di hubungkan dengan
penolong persalinan, di sebabkan masih adanya pertolongan persalinan oleh
dukun (paraji), tahun 2011 sebanyak 18,6% dan tahun 2012 sebanyak
12,9% (www.bandungkab.go.id di peroleh pada tangga 16 Oktober 2013 )
Kematian neonatal adalah kematian bayi yang lahir hidup dalam
rentang waktu 28 hari sejak kelahiran. Secara biologis, kematian
didefinisikan sebagai berhentinya semua fungsi vital tubuh meliputi detak
4
jantung, aktivitas otak, serta pernafasan. (www.doktergaul.com diperoleh
tanggal 16 September 2013).
Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH mengatakan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2007 terdapat 34 per
1.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2012 yaitu 32 per 1.000
kelahiran hidup. (www.depkes.go.id diperoleh tanggal 27 September 2013).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Alma Lucyati
mengatakan Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Barat pada tahun
2010 adalah 3.482 bayi per tahun, atau 9-10 Bayi Baru Lahir meninggal
setiap hari di Jawa Barat. (Dinkes Jabar. Diperoleh tanggal 21 September
2013).
Angka Kematian Bayi (AKB) di kabupaten bandung pada tahun 2011
adalah 34,17/1000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2012 34,05/1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2012 jumlah kematian bayi yang terbanyak
disebabkan oleh BBLR. Tingginya kasus BBLR menunjukan masalah pada
ibu hamil yang disebabkan oleh rendahnya kualitas pengetahuan, prilaku
dan lingkungan kesehatan masyarakat. (http://www.bandungkab.go.id di
peroleh pada tanggal 10 Oktober 2013)
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung.
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan,
persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak
tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan
akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria,
anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskular. (Sarwono. 2010).
5
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu
langsung. Pola penyebab langsung di mana-mana sama, yaitu pendarahan
(25%, biasanya pendarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi
dalam kehamilan (11%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman
(13%), dan sebab-sebab lain (8%) (Sarwono. 2010).
Menurut anggota Komisi IX DPR RI Herlini Amran faktor penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan, eklampsia, dan infeksi.
Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena faktor
terlambat dan terlalu. Ini semua terkait dengan faktor akses, sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi. yang dimaksud faktor terlambat adalah terlambat
mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan. Terlambat
dirujuk, dan terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan. (http://www.tribunnews.com di peroleh tanggal 3 Oktober 2013).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI),
penyebab tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang terjadi di Provinsi Jawa
Barat adalah pendarahan dan infeksi yang tidak tertolong. Pendarahan ini
banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia muda ditambah minimnya
penggunaan alat KB serta layanan medis dalam proses persalinan.
Penyebab lain yaitu faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan dan akses
penduduk terhadap pelayanan kesehatan.
(http://kesehatan.kompasiana.com di peroleh tanggal 4 Oktober 2013).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dr. Achmad Kustijadi
mengatakan, penyebab kematian ibu di Kabupaten Bandung ada beberapa
faktor yaitu pendarahan, keracunan kehamilan, infeksi, dan proses
6
melahirkan yang memerlukan waktu yang lama. (www.pikiran-rakyat.com di
peroleh tanggal 4 Oktober 2013).
Menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6
hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%,
sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain.
Sedangkan penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%,
kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritasdan BBLR 12,8%
dan RDS 12,8%. (http://growupclinic.com di peroleh tanggal 3 Oktober
2013).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengatakan penyebab langsung
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah aspiksia, komplikasi pada bayi Berat
Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak
langsung AKB adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan
kesehatan. (http://www.rumahzakat.org di peroleh tanggal 2 Oktober 2013).
Penyebab tingginya AKB di Kabupaten Bandung yaitu BBLR 92
(33,3%), Asfiksia 64 (23,1%), Prematur 57 (20,6%), Tetanus neonatorum 2
(0,7%), Kecacatan 23 (8,3%), Sepsis 14 (5 %), Ikterus 5 (1,8%), Trauma
Lahir 5 (1,8 %), Masalah Laktasi 3 ( 1% ), Hypotermia 3 (1%), Sebab lain 9
(3,2 %). (www.bandungkab.go.id di peroleh tanggal 2 Oktober 2013).
Menurut Rosdiana Tenden, Anemia dalam kehamilan memberi
pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun
nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat
anemia adalah keguguran (abortus), kelahiranprematurs, persalinan yang
lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri),
perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim
7
(atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada
persalinan. (http://fure10.blogspot.com di peroleh tanggal 06 Oktober 2013).
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus
dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni
menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran
hidup yang harus dicapai. (http://www.depkes.go.id. di peroleh tanggal 25
September 2013).
Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc.,Ph.D mengatakan
kementerian Kesehatan telah melakukan upaya mengatasi masalah dalam
menurunkan AKI dan AKB diantaranya mendekatkan jangkauan pelayanan
kebidanan kepada masyarakat. dengan dibangunnya Pondok Bersalin Desa
(Polindes) di setiap desa dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan
dan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Upaya lain dalam menurunkan AKI
dan AKB yaitu pemberian kewenangan tambahan pada Puskesmas untuk
penanganan kegawatdaruratan pada kasus Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED). Pemberdayaan RS sebagai sarana rujukan
dalam penanganan kegawatdaruratan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) dan upaya standarisasi pelayanan
kebidanan. (http://www.depkes.go.id. di peroleh tanggal 5 Oktober 2013
September 2013).
Dalam upaya penurunan AKI dan AKB, bidan mempunyai peran yang
sangat strategis. Hal ini dikarenakan bidan mempunyai kapasitas untuk
memudahkan akses pelayanan persalinan, promosi dan pendidikan atau
8
konseling kesehatan ibu dan anak, serta melakukan deteksi dini pada kasus-
kasus rujukan terutama di perdesaan. Selain itu, bersama dengan dokter,
bidan mempunyai peran dalam meningkatkan tingkat pemakaian KB sebagai
tindakan preventif terutama bagi wanita dengan resiko 4 (empat) terlalu,
yaitu terlalu muda (usia di bawah 20 tahun), terlalu tua (usia di atas 35
tahun), terlalu dekat (jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang
berikutnya kurang dari 2 tahun), dan terlalu banyak (mempunyai anak lebih
dari 2). Pendidikan atau konseling KB yang dilakukan oleh dokter maupun
bidan akan signifikan dalam menggugah kesadaran masyarakat untuk ber-
KB karena pada umumnya masyarakat lebih mempercayai dokter atau
bidan. (http://www.selaras-ip.com di peroleh tanggal 5 Oktober 2013).
Alasan penulis melakukan Studi Kasus pada Ny.R di BPM.”S”
dikarenakan ibu tersebut sudah masuk ke dalam kategori risiko yaitu pada
waktu pemeriksaan penunjang terdapat kadar HB 9,6 gr/dl. Sehingga saya
tertarik untuk memberikan asuhan secara komprehensif dari kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir, untuk meningkatkan taraf kesehatan ibu
dan bayinya.
Alasan penulis melakukan Studi Kasus di BPM “S” dikarenakan di
bidan praktik mandiri tersebut banyak pasien yang berkunjung, pembayaran
di bidan praktik mandiri tersebut tidak terlalu mahal (disesuaikan). Lokasi
bidan praktik mandiri tersebut strategis dan mudah dijangkau oleh pasien,
pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan, serta bidan di tempat praktik tersebut sangat ramah dalam
memberikan pelayanannya.
9
Berdasarkan uraian diatas penulis melakukan Studi Kasus tentang
Judul Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru
Lahir dengan Anemi ringan pada Ny “R” di BPM “S” Margaasih Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah
“bagaimana asuhan kebidanan masa kehamilan, persalinan, Nifas, dan bayi
baru lahir dengan Anemi ringan pada Ny “R” di BPM “S” Margaasih Tahun
2013?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan masa Kehamilan, Persalinan,
Nifas, dan Bayi baru lahir dengan Anemi ringan pada Ny “R” di BPM “S”
Margaasih Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan Asuhan kebidanan masa kehamilan dengan
Anemia ringan Ny “R” di BPM “S” Margaasih Tahun 2013.
b. Mampu melaksanakan Asuhan kebidanan masa Persalinan pada
Ny “R” di BPM “S” Margaasih Tahun 2013.
c. Mampu melaksanakan Asuhan kebidanan masa Nifas pada Ny “R”
di BPM “S” Margaasih Tahun 2013.
10
d. Mampu melaksanakan Asuhan bayi baru lahir pada Ny “R” di BPM
“S” Margaasih Tahun 2013.
e. Mampu melaksanakan Pendokumentasian Asuhan kebidanan
dengan Resiko pada masa Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi
baru lahir pada Ny “R” di BPM “S” Margaasih Tahun 2013.
D. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Studi kasus ini diharapkan mampu menjadi salah satu gambaran
untuk dijadikan suatu informasi, bahwa kehamilan dengan resiko
berisiko bagi ibu atau bayinya, dengan melakukan beberapa
pencegahan atau pendeteksian secara dini yang berhubungan dengan
ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir, kesehatan ibu dan bayi
bisa terjaga.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan mampu
menganalisa terjadinya kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru
lahir dan pendokumentasiannya serta sebagai media
pembelajaran untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh dalam perkuliahan.
b. Manfaat Bagi Lahan Praktek
Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan
asuhan kebidanan yang berkualitas meliputi pelayanan kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Juga memberikan informasi
11
dan gambaran tentang melaksanakan asuhan kebidanan pada
pemberian asuhan ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
c. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai media informasi dan gambaran tentang
pelaksanaan asuhan kebidanan pada pemberian asuhan ibu
hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Juga sebagai referensi
untuk mahasiswa di institusi dalam melakukan asuhan kebidanan
komprehensif.