28
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perguruan tinggi merupakan salah satu sarana untuk menimba ilmu pengetahuan. Sayangnya ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi kebanyakan adalah ilmu teoritis dan minim dalam aplikasinya. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengaplikasikan ilmunya sesuai dengan bidang studi yang ditekuni. Salah satu caranya dengan mengikuti program praktik kerja lapangan (PKL). Sektor industri adalah ranah yang sesuai dengan bidang studi kimia. Selain mahasiswa yang dapat mengembangkan ilmunya, pihak industri juga dapat menerapkan hasil penelitian pada industri yang bersangkutan, sehingga masalah yang ada mampu teratasi. Seiring dengan perkembangan industri menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diberbagai bidang. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya pola hidup masyarakat yang menuntut peningkatan produktivitas dunia industri melalui penyempurnaan teknologi. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini selain dapat memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk memperoleh gambaran serta pengalaman kerja yang akan digelutinya, juga sebagai salah satu sarana untuk dapat membangun individu berkualitas yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia. Dengan perkembangan industri serta semakin bertambahnya jumLah penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan yang mau tidak mau menambah adanya pekerjaan dalam bidang konstruksi pembangunan. Pada zaman modern, masyarakat sangat mengenal bahwa pembangunan khususnya konstruksi bangunan banyak menggunakan bahan dasar semen. Dewasa ini sudah sangat jelas dari banyaknya bangunan yang menggunakan beton. Hal ini disebabkan karena semen mempunyai sifat mudah dibuat, mudah dipakai, murah, kuat, dan tahan pakai (Austin, 1996).

Print Jhal 4,5,14-19,21

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Print Jhal 4,5,14-19,21

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perguruan tinggi merupakan salah satu sarana untuk menimba ilmu

pengetahuan. Sayangnya ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi kebanyakan

adalah ilmu teoritis dan minim dalam aplikasinya. Oleh karena itu, mahasiswa

perlu mengaplikasikan ilmunya sesuai dengan bidang studi yang ditekuni. Salah

satu caranya dengan mengikuti program praktik kerja lapangan (PKL).

Sektor industri adalah ranah yang sesuai dengan bidang studi kimia. Selain

mahasiswa yang dapat mengembangkan ilmunya, pihak industri juga dapat

menerapkan hasil penelitian pada industri yang bersangkutan, sehingga masalah

yang ada mampu teratasi.

Seiring dengan perkembangan industri menunjukkan peningkatan yang sangat

pesat diberbagai bidang. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya pola hidup

masyarakat yang menuntut peningkatan produktivitas dunia industri melalui

penyempurnaan teknologi.

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini selain dapat memberikan kesempatan

pada mahasiswa untuk memperoleh gambaran serta pengalaman kerja yang akan

digelutinya, juga sebagai salah satu sarana untuk dapat membangun individu

berkualitas yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia.

Dengan perkembangan industri serta semakin bertambahnya jumLah

penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan yang

mau tidak mau menambah adanya pekerjaan dalam bidang konstruksi

pembangunan. Pada zaman modern, masyarakat sangat mengenal bahwa

pembangunan khususnya konstruksi bangunan banyak menggunakan bahan dasar

semen. Dewasa ini sudah sangat jelas dari banyaknya bangunan yang

menggunakan beton. Hal ini disebabkan karena semen mempunyai sifat mudah

dibuat, mudah dipakai, murah, kuat, dan tahan pakai (Austin, 1996).

Page 2: Print Jhal 4,5,14-19,21

2

1.2 Rumusan Masalah

- Bagaimana prosedur analisis kimia semen ?

- Berapa kadar bahan kimia semen yang diproduksi oleh PT. Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon ?

1.3 Tujuan

- Mengetahui prosedur analisis komposisi semen yang dilakukan PT.

Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon.

- Mengetahui kadar bahan kimia semen yang diproduksi PT. Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon

- Melatih disiplin kerja dan keterampilan mahasiswa di laboratorium kimia

- Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program S1 Kimia

1.4 Manfaat PKL

- Menambah wawasan keilmuan

- Mengaplikasikan teori yang diperoleh dalam perkuliahan ke dunia industri

- Mengetahui proses pembuatan semen skala industri

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan dalam rentang waktu satu

bulan (1-30 September 2012) di bagian Quality Control ,Chemical

laboratory PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Palimanan Cirebon Jl.

Raya Cirebon-Bandung Km. 20 Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.

Page 3: Print Jhal 4,5,14-19,21

3

BAB II

PROFIL INSTITUSI KEGIATAN PKL

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah salah satu produsen

semen di Indonesia. Indocement merupakan produsen terbesar kedua di Indonesia.

Perusahaan ini didirikan tahun 1985 yang merupakan hasil penggabungan enam

perusahaan yang menghasilkan sebuah perusahaan semen dengan delapan pabrik

sejak 1975. Produksi semen Indocement dapat mencapai total sekitar 16,5 juta ton

per tahun. Indocement memiliki 12 buah pabrik, sembilan diantaranya berada di

Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dua berada di Cirebon, Jawa Barat dan

satu di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Produk utama Indocement adalah semen tipe Ordinary Portland Cement

disingkat OPC dan Pozzolan Portland Cement disingkat PPC yang kemudian

digantikan oleh Portland Composite Cement disingkat PCC sejak 2005.

Indocement juga memproduksi semen jenis lain misalnya Portland Cement Tipe II

dan Tipe V serta Oil Well Cement. Indocement juga merupakan satu-satunya

produsen semen jenis Semen Putih (White Cement) di Indonesia.

Tahun 2001, HeidelbergCement Group, yang berbasis di Jerman dan

merupakan produsen utama di dunia dengan pabrik di lebih dari 50 negara

mengambilalih kepemilikan mayoritas saham di Indocement. Sejak itu perusahaan

difokuskan untuk mengembalikan ketahanan finansial yang hilang sejak krisis

Asia. Saham Indocement didaftarkan di bursa efek Jakarta dan bursa efek

Surabaya. Indocement memiliki lebih dari 6.000 karyawan.

Per Juli 2008, mayoritas kepemilikan saham Indocement dipegang oleh

HeidelbergCement AG (Jerman) sebesar 65,14%, PT. Mekar Perkasa sebesar

13,03% dan publik sebesar 21,83%. Semen yang dipasarkan adalah semen dengan

merek "Tiga Roda" (id.wikipedia.org/wiki/Indocement Tunggal Prakarsa,2012).

Page 4: Print Jhal 4,5,14-19,21

4

Berdasarkan profil perusahaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon

(2008) , baik plant 9 maupun plant 10, berlokasi di Jalan Raya Palimanan Km.20,

Palimanan Barat, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon. Luas area dari PT.

Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon sebesar 522 ha, dengan pembagian

160 ha digunakan untuk plant site, 132 ha digunakan untuk housing, dan 230 ha

digunakan untuk quarry.

Secara umum unit proses pembuatan semen pada PT. Indocement Tunggal

Prakarsa Tbk. Cirebon dibagi menjadi 5 yaitu:

1. Unit penyediaan bahan baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah

limestone, sedangkan sebagai bahan baku korelasinya adalah clay, pasir

silika, dan pasir besi. Gypsum dan trass digunakan sebagai bahan additive.

Limestone dan clay ditambang sendiri dari perbukitan gunung kromong

yang terletak ± 1,5 km dari lokasi pabrik, sedangkan pasir besi, pasir

silika, gypsum, dan trass dibeli dan disimpan dalam masing-masing

storage.

2. Unit penggilingan dan pencampuran bahan baku

Pada unit ini terdiri dari 2 tahap, yaitu:

a. Penyimpanan bahan baku

Bahan baku yang telah diangkut akan ditimbang dan disimpan dalam

bentuk pile / gundukan di dalam tempat penyimpanan beratap (roofed

storage)

b. Pengeringan dan penggilingan bahan baku

Bahan baku dari storage akan diamsukkan ke dalam masing-masing

hoper. Dari hoper bahan baku (raw mix) akan dialirkan ke dalam raw

mill. Di dalam raw mill terjadi proses sebagai berikut:

1. Penggilingan material (raw mill) dengan menggunakan roller

vertikal di plant 10 dan tube mill di plant 9. Hasil dari penggilingan

raw mill disebut raw meal / tepung baku.

Page 5: Print Jhal 4,5,14-19,21

5

2. Penggilingan material dengan menggunakan udara panas yang

berasal dari Reinforce Suspension Preheater (RSP).

3. Pemisahan raw mix dengan menggunakan clasifier.

4. Pencampuran raw mill terjadi di dalam homogenizing silo.

3. Unit pembakaran tepung bahan baku dan pendinginan klinker

a. Pembakaran Raw Mill

Proses pembakaran ini terdiri dari 2 tahap pembakaran sementara awal

b. Pendinginan Klinker

Klinker yang keluar dari klin kemudian masuk ke dalam Quencing

Cooler untuk mendapatkan pendinginan mendadak. Klinker yang

masuk ke cooler berbentuk padatan dan bersuhu ± 1100-1200 oC.

4. Unit penggilingan semen

Proses penggilingan semen ini terjadi di dalam cement mill. Tujuan proses

penggilingan ini adalah untuk menggiling klinker sekaligus untuk

menambahkan gypsum sehingga didapatkan semen dengan tingkat

kehalusan yang sesuai dengan standar yaitu minimum 3400 blaine.

5. Unit pengepakan semen

Setelah mengalami proses penggilingan akhir, semen selanjutnya

mengalami proses pengepakan di unit packing. Ada 2 macam proses

pengepakan yaitu :

a. Semen kantong (dalam sak)

b. Semen curah (dalam truk tangki)

Page 6: Print Jhal 4,5,14-19,21

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Semen

Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti perekat

atau dalam pengertian luas adalah material yang dapat memberikan sifat

perekat di antara batuan-batuan dalam konstruksi. Semen juga diartikan

sebagai campuran kimia yang memiliki sifat hidrous yang apabila dicampur

dengan air dalam jumLah tertentu akan mengikat material lain menjadi

suatu massa yang padat (Austin, 1996).

Semen merupakan salah satu komponen penting dalam membuat

bangunan permanen. Semen merupakan perekat non-organik dan biasa

digunakan bersama-sama dengan pasir, agregat, atau bahan-bahan berupa

fiber untuk membuat beton. Semen juga digunakan untuk membuat

material-material yang akan digunakan sebagai komponen dalam pekerjaan

konstruksi seperti bata berlubang, ornamen cetak dan lain-lain.

Semen adalah hasil industri dari bahan baku batu kapur (gamping)

sebagai bahan utama dan lempung (tanah liat) atau bahan pengganti lainnya

dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk. Untuk menghasilkan

semen, bahan baku dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk

clinker-nya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips

(gypsum) dalam jumLah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi

dikemas dalam kantong (sak) dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.

Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik

dan semen nonhidraulik. Semen hidraulik mengeras setelah terjadi reaksi

dengan air sedangkan semen non hidraulik merupakan semen yang tidak

dapat mengeras bila terjadi reaksi dengan air (Nilam, 2011).

Page 7: Print Jhal 4,5,14-19,21

7

3.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu Semen

3.2.1 Bahan Baku Semen

a. Batu Kapur

Batu gamping atau batu kapur merupakan bahan galian dengan

kandungan 80% karbonat magnesium dan menghasilkan suatu produk bila

dibakar serta didominasi oleh CaCO3 (mineral kalsit).

Batu kapur dalam keadaan murni berupa CaCO3. Batu kapur tersusun atas

kristal halus dan kasar yang kekerasannya dipengaruhi oleh umur

geologinya. Batu kapur merupakan sumber CaO yang utama dalam reaksi

yang terjadi di klin membentuk mineral kristal yang terdapat dalam semen,

yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF.

Spesifikasi batu kapur:

Sifat fisika batu kapur sebagai berikut:

1. Fase : Padat

2. Warna : Putih

3. Kadar air : 7 – 10%

4. Bulk density : 1,3 ton/m3

5. Spesific gravity : 2,49

6. Titik Leleh : 825 oC

7. Kandungan CaO : 47 – 56%

8. Kuat tekan : 31,6 N/mm2

9. Silika ratio : 2,6

10. Alumina ratio : 2,57

Salah satu sifat kimia batu kapur yaitu dapat mengalami kalsinasi.

CaCO3 CaO + CO2(g)

T=600-800oC

Page 8: Print Jhal 4,5,14-19,21

8

b. Tanah Liat (Al2O3∙2SiO2∙xH2O)

Tanah liat terbentuk dari beberapa senyawa kimia antara lain alkali silikat

dan beberapa jenis mika. Pada dasarnya warna dari tanah liat adalah putih, tetapi

dengan adanya senyawa-senyawa kimia lain seperti Fe(OH)3, Fe2S3 dan CaCO3

menjadi hanya berwarna abu-abu sampai kuning.

Sifat fisika tanah liat sebagai berikut:

1. Fase : Padat

2. Warna : Coklat kekuningan

3. Kadar air : 18 – 25%

4. Bulk density : 1,7 ton/m3

5. Titik Leleh : 1999 - 2032 oC

6. Specific gravity : 2,36

7. Silika ratio : 2,9

8. Alumina ratio : 2,7

Salah satu sifat kimia tanah liat yaitu dapat mengalami pelepasan air hidrat bila

dipanaskan pada suhu 500 oC.

Reaksinya :

T = 500 °C

Al2Si2O7∙xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan

adanya pengaruh air dan gas CO2, batuan andesit, granit, dan sebagainya. Batuan-

batuan ini menjadi bagian yang halus dan tidak larut dalam air tetapi mengendap

berlapis-lapis. Lapisan ini tertimbun tidak beraturan.

Sifat dari tanah liat jika dipanaskan atau dibakar akan berkurang sifat

keliatannya dan menjadi keras bila ditambah air. Warna tanah liat adalah putih

bila tanpa adanya zat pengotor, tetapi bila ada senyawa besi organik tanah liat

akan berwarna coklat kekuningan.

Page 9: Print Jhal 4,5,14-19,21

9

c. Pasir Silika

Bahan ini sebagai pembawa oksida silika (SiO2) dengan kadar yang cukup

tinggi yaitu sekitar 90%. Dalam keadaan murni berwarna putih sampai kuning

muda. Selain mengandung SiO2, Pasir silika juga mengandung oksida alumunium

dan oksida besi. Pasir silika banya terdapat di daerah pantai. Derajat kemurnian

pasir silika dapat mencapai 95-99,8 SiO2. Warna pasir silika dipengaruhi oleh

adanya pengotor seperti oksida logam dan bahan organik.

Spesifikasi pasir silika

Sifat Fisika:

1. Fasa / wujud : Padat

2. Warna : Abu-abu

3. Bentuk : Butiran

4. Bulk density : 1,45 ton/m3

5. Specific gravity : 2,37

6. Ukuran material : 0-30 mm

Sifat kimia:

Bereaksi dengan CaO membentuk dikalsium silikat. Reaksi:

T= 800-930 oC

2CaO+SiO2 2CaO∙SiO2

d. Pasir Besi

Dalam pembuatan semen, pasir besi berfungsi sebagai pembentuk C4AF

yang sangat berpengaruh pada warna semen. Rumus kimia pasir besi

adalah Fe2O3.

Spesifikasi pasir besi:

Sifat fisika:

1. Fasa / wujud : Padat

2. Warna : Hitam

3. Bulk density : 1,3 ton/m3

4. Spesific gravity : 5,2

Page 10: Print Jhal 4,5,14-19,21

10

5. Ukuran material : 0-30 mm

3.2.2 Bahan Pembantu dalam Pembuatan Semen

a. Gypsum (CaSO4∙2H2O)

Gypsum adalah bahan sedimen CaSO4 yang mengandung 2 molekul hidrat

yang berfungsi sebagai penghambat proses pengeringan pada semen. Gypsum

dapat diambil dari alam ataupun secara sintetis. Gypsum terdapat di danau atau

gunung, warna kristalnya adalah putih. Penambahan gypsum dengan kadar 91%

dilakukan pada penggilingan akhir dengan perbandingan 96 : 4.

Sifat fisika gypsum sebagai berikut:

1. Fase : Padat

2. Warna : Putih

3. Kadar air : 10%

4. Bulk density : 1,7 ton/m3

5. Ukuran material : 0-30 mm

Sifat kimia gypsum yaitu dapat mengalami pelepasan air hidrat bila dipanaskan

sedikit.

Reaksi:

T> 99 oCCaSO4∙2H2O CaSO4∙½ H2O + 1½H2O

Jika pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, gypsum akan

kehilangan semua airnya dan menjadi kalsium sulfat anhidrat. Gypsum juga dapat

mengalami hidrasi dengan air menjadi hidrat kristal padat.

Reaksi:

T < 99 oCCaSO4∙

1/2 H2O + 11/2 H2O CaSO4∙2H2O

2. Trass atau Pozzoland

Pozzoland adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak bersifat semen

tetapi akan muncul sifat semen apabila dicampur dengan lime. Pozzoland yang

digunakan dalam proses industri dapat berupa pozzoland alam maupun pozzoland

Page 11: Print Jhal 4,5,14-19,21

11

buatan. Penambahan trass bertujuan agar semen yang dihasilkan mempunyai sifat

pozzolinik yaitu sifat dimana kehalusan semen bertambah sehingga kekuatan

semen bertambah pula karena pengaruh trass sebagai pozzoland. Sifat ini dapat

memperlambat setting time dan menambah kekuatan semen. Trass berasal dari

leher gunung berapi sehingga mengandung SiO2 aktif dan dapat berikatan dengan

free lime membentuk CaO. SiO2 selanjutnya akan berikatan lagi dengan CaO

membentuk 2CaO∙SiO2. Dengan adanya penambahan trass maka kadar freelime

ini dapat direduksi sehingga kualitas semen menjadi lebih baik dan mempunyai

kuat tekan akhir yang tinggi.

Spesifikasi trass:

1. Wujud : padatan

2. Warna : putih keabu-abuan

3. Bentuk : butiran

4. Ukuran material : 0-30 mm

5. Bulk density : 1,5 ton/m3

6. Spesifik gravity : 2,68

Sifat kimia

Mengandung SiO2 aktif dan dapat berikatan dengan CaO. Reaksi :

SiO2 + CaO CaO∙SiO2

CaO∙SiO2 + CaO 2CaO∙SiO2

3.3 Macam-macam Semen

Beraneka macam semen disesuaikan dengan kebutuhan semen itu sendiri.

Perbedaan macam semen tergantung pada komposisi unsur-unsur penyusunnya

dan unsur tambahan lain yang ditambahkannya. Macam-macam semen adalah:

1) Semen Putih

Semen putih dibuat untuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan

konstruktif,misalnya untuk bangunan arsitektur. Pembuatan semen ini

membutuhkan persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang

Page 12: Print Jhal 4,5,14-19,21

12

khusus,misalnya bahan mentah mengandung oksida besi dan oksida mangan yang

sangat rendah yaitu di bawah satu persen.

2) Semen Alumina Tinggi

Semen ini pada dasarnya adalah semen Kalsium aluminat yang dibuat

dengan melebur campuran batu kapur dan bauksit. Bauksit ini biasanya

mengandung oksida besi, silika dan magnesium. Semen ini mengeras sangat cepat

dan banyak digunakan pada daerah pelabuhan namun semen ini tidak tahan

terhadap sulfat.

3) Semen Silikat

Semen silikat yang penuh silika dan set secara kimia tahan terhadap segala

macam asam anorganik dalam segala konsentrasi, kecuali asam fluoride. Semen

ini tidak cocok untuk pH diatas 7 atau dalam system yang membentuk kristal.

Biasanya digunakan dua bagian berat silika yang digiling halus bersama bagian

natrium silikat. Dua contoh penerapannya ialah sebagai bahan pelekat bata di

dalam tangki asam kromat dan tangki alumina.

4) Semen Pozzoland

Semen ini diperoleh dengan menggiling terak . Semen Pozzoland

merupakan semen portland dengan trass sebagai bahan pozzolannya. Jenis semen

ini diproduksi untuk pengecoran beton massa, irigasi, bangunan di tepi laut dan

tanah rawa yang memerlukan katahanan sulfat dan panas hidrasi rendah.

5) Semen Portland

Semen Portland merupakan semen hidrolik yang diperoleh dengan

menggiling terak yang terutama terdiri dari kalsium silikat hidrolik dengan satu

atau lebih bahan tambahan biasanya gypsum.

Berdasarkan banyaknya prosentase kadar masing-masing komponen

ASTM (American Society of Testing Material) C 150 – 95 membagi lima macam

tipe semen portland. Kelima tipe semen portland tersebut yaitu :

Page 13: Print Jhal 4,5,14-19,21

13

1. Ordinary Portland Cement (Semen Tipe 1)

Semen tipe 1 digunakan untuk bangunan biasa. Semen ini ada beberapa

jenis pula, misalnya semen putih yang kandungan feri oksidanya lebih kecil,

semen sumur minyak, semen cepat keras, dan beberapa jenis lain untuk

penggunaan khusus.

2. Moderate Heat Cement (Semen Tipe 2)

Semen ini digunakan dalam situasi yang memerlukan kalor hidrasi yang

tidak terlalu tinggi atau untuk bangunan beton biasa yang dapat terkena aksi sulfat

yang sedang. Kalor yang dilepas saat semen ini mengeras tidak boleh lebih dari

295 joule/gram sesudah 7 hari dan 335 joule/gram sesudah 28 hari.

3. High Early Strenght Cement (Semen Tipe 3)

Semen ini mempunyai kekuatan awal tinggi yang terbentuk dari bahan

baku yang mengandung perbandingan batu kapur-silika lebih tinggi dari semen

tipe I,serta penggilingannya lebih halus dari tipe I. Semen ini mengandung

trikalsium silikat lebih banyak dari semen portland biasa. Hal tersebut

menyebabkan semen ini lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeluarkan

kalor.

4. Low Heat Cement (Semen Tipe 4)

Semen ini mempunyai kalor rendah, serta persen kandungan C3S dan C3A

nya lebih rendah. Akibatnya persen tetra kalsium aluminoferit (C4AF) lebih tinggi

karena adanya Fe2O3 yang ditambahkan untuk mengurangi C3A. Kalor yang

dilepas pun tidak boleh lebih dari 250 dan 295 joule/gram masing-masing sesudah

7 dan 28 hari, dan kalor hidrasinya adalah 15 sampai 35 persen dari kalor hidrasi

semen biasa / HES.

Page 14: Print Jhal 4,5,14-19,21

14

5. Sulfat Resistance Cement (Semen Tipe 5)

Semen portland tahan sulfat adalah semen yang karena komposisinya atau

cara pengolahannya, lebih tahan terhadap sulfat dari pada keempat jenis semen

lainnya. Semen ini digunakan bila penerapannya memerlukan ketahanan tinggi

terhadap sulfat. Semen ini mengandung C3A lebih rendah dari ketiga semen lain.

Akibatnya kandungan C4AF-nya lebih tinggi.

3.4 Sifat Kimia Semen

a) Magnesium oksida (MgO)

Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam

semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen

setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb :

MgO + H2O Mg(OH)2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi

magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar.

b) SO3

Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat

setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan.

Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada

sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3

yang sering banyak digunakan adalah gypsum.

c) Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk

mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran.Kristal

mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam

waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan

kerusakan.

Page 15: Print Jhal 4,5,14-19,21

15

d) Residu tak larut

Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan

untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak

dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar.

e) Alkali (Na2O dan K2O)

Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton

maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif

terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif

terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian

apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.

f) Mineral Compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)

Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral

compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik

yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan

dengan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang

mensyaratkan mineral compound ini untuk jenis-jenis semen tertentu. misalnya

ASTM untuk standard semen tipe IV dan tipe V.

Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam

semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan

beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di

daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat

dapat menimbulkan korosi pada beton (Suprapto,1984).

Page 16: Print Jhal 4,5,14-19,21

16

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Sampel semen ditimbang sebanyak 1,0 gram dengan ketelitian 0,1 mg.

Dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui

beratnya. Cawan ditutup dan dipanaskan pada suhu 500oC selama 15 menit,

kemudian dipijarkan pada suhu 1000±50oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan

dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

4.2 Insoluble Residue

Pereaksi yang diperlukan adalah Asam Khlorida (1:1), larutan 5% Natrium

Karbonat, dan larutan 0,2% indicator metil merah. Sedangkan prosedur

pengerjaannya dilakukan dengan cara menimbang 1,0 gram contoh dengan

ketelitian 0,1 mg, masukkan dalam gelas kimia 200 mL. Tambahkan 20 mL air

sambil diaduk dan 10 mL HCl (1:1). Panaskan larutan dan tekan-tekan contoh

dengan ujung pengaduk sampai terjadi dekomposisi sempurna. Tambahkan air

hangat hingga volume menjadi 50 mL, tutup dengan kaca arloji dan panaskan

diatas penangas air selama 10 menit. Saring melalui kertas saring 40, bilas dengan

air panas 8 kali. Filtrat ditampung dalam gelas kimia 500 mL untuk pengujian

SO3. Pindahkan kertas saring bersama isinya ke dalam gelas kimia semula dan

tambahkan 50 mL larutan 5% Natrium Karbonat. Aduk sebaik mungkin, tutup

dengan kaca arloji dan panaskan diatas penangas air selama 30 menit, hancurkan

kertas saring dengan batang pengaduk. Tambahkan 1-2 tetes indikator metil

merah 0,2%, tambah HCl (1:1) tetes demi tetes untuk menetralkan larutan , dan

tambah 2-3 tetes lagi setelah larutan berubah menjadi merah. Kemudian larutan

disaring melalui kertas saring no. 40, bilas dengan air panas 14 kali sampai bebas

residu ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya.

Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon

diperoleh, kemudian lanjutkan pemijaran pada suhu 1000±50oC selama 1 jam.

Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang.

Page 17: Print Jhal 4,5,14-19,21

17

4.3 Silikon Oksida (SiO2)

Pereaksi yang diperlukan adalah Asam Khlorida (1:1) dan Asam Perkhlorat

60%. Prosedur pengerjaannya adalah dengan menimbang 0,5 gram contoh dengan

ketelitian 0,1 mg, masukkan ke dalam gelas kimia 50 mL. tambahkan 5 mL

HClO4 , aduk dengan batang pengaduk dan sebarkan pada dinding bawah gelas

kimia tersebut. Tutup dengan kaca arloji dan panaskan diatas penangas air hingga

5 menit berlebih setelah keluar uap putih. Dinginkan, bilas kaca arloji.

Tambahkan 5 mL HCl (1:1) dan 20 mL air hangat. Hancurkan endapkan seperti

bubur dan segera saring dengan kertas saring no.40, bilas dengan air hangat 10-12

kali. Tampung filtrat dalam gelas kimia 500 mL untuk pengujian alumunium

oksida. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam cawan porselen yang telah

dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu

500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian lanjutkan pemijaran pada

suhu 1000±50oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

timbang.

4.4 Alumunium Oksida (Al2O3)

Pereaksi yang diperlukan adalah larutan 0,2% indicator metil merah,

Ammonium Hidroksida (1:1) dan larutan 2% Ammonium Nitrat. Prosedur

pengerjaannya dilakukan dengan cara menggunakan filtrat SiO2 sebagai contoh.

Tambahkan air hangat hingga volume larutan menjadi 200 mL. Didihkan. Tambah

1-2 tetes indikator metil merah, tambah tetes demi tetes larutan NH4OH (1:1)

hingga warna larutan berubah dari merah ke kuning, tambahkan 1-2 tetes berlebih.

Lanjutkan pendidihan selama 1 menit. Pada saat endapan terbentuk sempurna,

segera saring melalui kertas saring no.41 dan bilas dengan larutan 2%

Ammonium Nitrat panas. Tampung filtrat dalam labu ukur 500 mL untuk

pengujian CaO dan MgO. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam cawan

porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan

mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian

Page 18: Print Jhal 4,5,14-19,21

18

lanjutkan pemijaran pada suhu 1000±50oC selama 1 jam. Dinginkan dalam

desikator selama 30 menit dan timbang.

4.5 Besi Oksida (Fe2O3)

Pereaksi yang dibutuhkan adalah Asam Khlorida (1:1), larutan 10% Timah

(II) Khlorida, Larutan 5% Raksa (II) Khlorida jenuh, Asam Phospat (1:1), larutan

0,3% indikator Barium Diphenilsulfonat, Larutan Baku 0,025 N kalium

Dikhromat. Prosedur pengerjaannya dilakukan dengan menimbang 1,0 gram

contoh dengan ketelitian 0,1 mg. Masukkan ke dalam gelas kimia 300 mL.

tambahkan 30 mL air sambil diaduk dan 15 mL HCl (1:1). Bila perlu panaskan

larutan dan haluskan dengan ujung batang pengaduk. Panaskan larutan hingga

mendidih, tambahkan tetes demi tetes larutan 10% SnCl2 sambil diaduk hingga

tidak berwarna, tambahkan 1-2 tetes berlebih dan dinginkan secara cepat hingga

mencapai suhu kamar. Kemudian bilas gelas kimia bagian dalam dengan air,

tambahkan 15 mL larutan 5% HgCl2, aduk 1 menit, tambah 10 mL H3PO4 (1:1)

dan tambah air hingga volume akhir mencapai 100 mL. Tambahkan 2-3 tetes

indikator 0,3% BDS, titrasi dengan larutan baku 0.025 N K2Cr2O7 dimana titik

akhir titrasi terjadi saat pertama terbentuk warna ungu yang stabil.

4.6 Kalsium Oksida (CaO) dan Magnesium Oksida (MgO)

Pereaksi yang dibutuhkan adalah indikator calcon, indikator EBT, larutan

KOH, Larutan buffer pH 10 Larutan 10% Natrium Sulfida, larutan baku M/50

EDTA, dan Larutan Trietanolamin (1:1). Prosedur percobaannya adalah dengan

mendinginkan filtrat Al2O3 hingga mencapai suhu kamar, encerkan hingga tanda

batas dan kocok hingga homogen. Kalsium oksida (CaO) ditentukan dengan

mempipet 50 mL larutan ke dalam gelas kimia 400 mL, tambahkan air hingga

volume 200 mL. sambil diaduk, tambahkan 2 mL TEA (1:1) dan larutan baku

EDTA hingga 1-2 mL sebelum titik akhir. Tambahkan larutan 3 N KOH hingga

pH larutan mencapai 12,7-13,2. Biarkan 2-3 menit dan tambahkan 0,1 gram

indikator calcon. Titrasi dengan larutan baku EDTA hingga tercapai titik akhir

Page 19: Print Jhal 4,5,14-19,21

19

titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari ungu kemerahan ke

warna biru. Sedangkan kadar Magnesium Oksida (MgO) dilakukan dengan cara

mempipet 50 mL larutan ke dalam dalam gelas kimia 400 mL, tambahkan air

hingga volume 200 mL. sambil diaduk tambahkan 2-3 tetes larutan Na2S dan

larutan buffer untuk mengatur pH larutan 9,5 – 10,0. Tambahkan larutan baku

EDTA sejumLah yang diperlukan pada penetapan CaO. Tambahkan 3-4 tetes

indikator EBT. Titrasi dengan larutan baku EDTA hingga mencapai titik akhir

titrasi yang ditandai dengan perubahan warna ungu kemerahan ke warna biru.

4.7 Belerang Oksida (SO3)

Pereaksi yang diperlukan adalah larutan 10% BaCl2 dan HCl. Preosedur

pengerjaan yang dilakukan adalah dengan menggunakan filtrat dari pengujian IR

kemudian diencerkan hingga 200 mL, didihkan, tambahkan tetes demi tetes 10 %

BaCl2 dan didihkan beberapa menit. Selanjutnya , biarkan berada dalam suhu

dekat titik didihnya selama 2 jam. Jaga volume larutan tetap 200 mL dengan

menambahkan air panas bila diperlukan. Saring melalui kertas saring no.42 dan

bilas dengan air panas 10 kali. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam

cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan

panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh,

kemudian lanjutkan pemijaran pada suhu 1000±50oC selama 1 jam. Dinginkan

dalam desikator selama 30 menit dan timbang.

4.8 F-CaO (Free Lime)

Pereaksi yang dibutuhkan adalah etilen glikol, larutan baku 1/14 N HCl,

indikator PP. Prosedur pengerjaan yang dilakukan dengan melarutkan 1 gram

sampel klinker dalam 25 mL etilen glikol panas. Letakkan di hot plate stirrer

diaduk 3-4 menit, suhu dijaga 80-85oC. Kemudian disaring dengan suction filter.

Ekstrak residu residu dicucidengan 5 mL etilen glikol panas kemudian dititrasi

dengan larutan standar HCl dengan indikator PP.

Page 20: Print Jhal 4,5,14-19,21

20

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis Kimia Semen

Hasil analisis kimia semen yang didapatkan, dilakukan dengan metode JIS

R 5202 1973, didapatkan data sebagai berikut :

Sample Code : Secondary Standard Portland Cemen 120697 BUT

Tabel 5.1 Komposisi Kimia Semen (%)

NOFAKTOR YANG

DIANALISISDATA 1 DATA 2 PERBEDAAN

PERBEDAAN MAKSIMUM *

REFERENSI

1 IL 3,13 3,12 0,01 0,10 2,00-4,00

2 IR 0,37 0,39 0,02 0,10 0,85

3 SiO2 20,97 20,76 0,21 0,16 20,0-25,0

4 Al2O3 5,66 5,76 0,10 0,20 3,86-7,44

5 Fe2O3 3,14 3,14 0,00 0,10 1,50-3,20

6 CaO 63,45 63,58 0,13 0,20 60,0-65,0

7 MgO 1,31 1,32 0,01 0,16 0,60-5,24

8 SO3 2,10 2,03 0,07 0,10 0,82-2,26

Total 100,13 100,10

Ket : * = Perbedaan maksimum 2 pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for chemical analysis of hydraulic cement

Page 21: Print Jhal 4,5,14-19,21

21

Tabel 5.2 Komposisi Modulus Kimia Semen

NOFAKTOR YANG

DIANALISISDATA 1 DATA 2 PERBEDAAN

PERBEDAAN MAKSIMUM *

REFERENSI

1 FL 1,10 1,12 0,02 0,2 0,6-1,6

2 LSF 91,91 92,82 90-99

3 SM 2,38 2,34 1,9-3,2

4 IM 1,80 1,83 1,5-2,5

5 C3S 29,67 31,30 46

6 C2S 37,74 35,91 29

7 C3A 9,69 9,95 6,0

8 C4AF 9,56 9,56 12

Ket : * = Perbedaan maksimum 2 pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for chemical analysis of hydraulic cement

5.2 Pembahasan

Telah dilakukan analisis komposisi kimia semen Secondary Standard

Portland Cement 120697 BUT. Berdasarkan data hasil analisis terdapat perbedaan

dengan data standar dari referensi. Hal ini disebabkan karena sampel yang

digunakan adalah semen tahun 1997,sehingga kandungan kimianya dimungkinkan

telah mengalami perubahan.

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode titrasi dengan

perubahan warna sebagai indikator tercapainya titik akhir titrasi. Selain metode

titrasi, dalam penentuan kadar komponen semen tersebut juga dilakukan secara

gravimetri. Analisis ini kebanyakan dilakukan dengan penyaringan panas dan

pelarutan dengan air panas agar sampel mudah larut. Penyaringan panas dilakukan

agar komponen-komponen asing atau pengotor tidak ikut terbawa dalam analisis

selanjutnya, dengan demikian diperoleh komponen yang akan dianalisis dalam

keadaan murni.

Page 22: Print Jhal 4,5,14-19,21

22

5.2.1 Penentuan Hilang Pijar

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran atau Loss On Ignition

dilakukan pada semen dengan suhu 900-1000oC. Kehilangan berat ini terjadi

karena kelembaban yang menyebabkan prehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk

kapur bebas (Free Lime) atau magnesium yang menguap. Kelembaban ini

disebabkan oleh atmosfir yang mengandung air, juga karena karbondioksida yang

terserap di atmosfir. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran kesegaran

semen. Semakin besar nilai LOI, maka kualitas semen tersebut kurang baik. Hal

ini dikarenakan dengan adanya kandungan air yang cukup besar, semen menjadi

mudah menggumpal sehingga penyimpanan semen tidak bisa bertahan lama.

Dalam keadaaan normal, akan terjadi kehilangan berat sekitar 2% (batas

maksimum sekitar 4%). Nilai rata-rata LOI/IL sampel semen yang dianalisis

adalah 3,125. Nilai tersebut masih dalam batas wajar karena masih dibawah batas

maksimum yang ditetapkan.

5.2.2 Penentuan Insoluble Residue (IR)

Merupakan penentuan konstituen dalam semen yang tidak larut dalam

HCl. Umumnya konstituen ini terdiri dari SiO2 bebas yaitu SiO2 yang tidak

terlihat dalam bentuk senyawa mineral, dan senyawa-senyawa silikat yang tidak

larut dalam HCl (sisa bahan tak aktif dalam semen). Semakin kecil nilai IR,

semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum IR yang dipersyaratkan adalah

0,85%. Sampel semen yang dianalisis memiliki nilai IR rata-rata 0,38. Hal ini

berarti kualitas semen portland tergolong baik.

5.2.3 Alumunium Oksida (Al2O3)

Penentuan kadar Al2O3 bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida

alumina dalam semen. Al2O3 termasuk salah satu senyawa utama dalam

pembuatan semen (mayor oksid). Al2O3 ini berfungsi sebagai pembentuk

komponen dasar C3A dan C4AF. C4AF memberikan pengaruh terhadap warna

semen, sedangkan C3A memberikan pengaruh terhadap kecepatan pengerasan

semen.

Page 23: Print Jhal 4,5,14-19,21

23

Analisis Al2O3 dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis gravimetri

adalah cara analisis berdasarkan berat tetap (konstan). Dalam analisis ini

digunakan HCl sebagai pelarut komponen-komponen dalam semen, karena jika

dilarutkan dalam air, semen tersebut akan cepat mengeras. Proses pengerasan

dalam semen ini merupakan proses hidratasi yaitu hidratasi oksida-oksida dalam

semen, dan terjadi pengikatan molekul-molekul air disertai pelepasan panas.

5.2.4 Besi Oksida (Fe2O3)

Penentuan kadar Fe2O3 bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida

besi dalam semen. Fe2O3 termasuk salah satu senyawa utama dalam pembuatan

semen (mayor oksid). Fe2O3 berfungsi sebagai pembentuk komponen dasar C4AF

yang menyebabkan semen berwarna abu-abu.

Reaksi pada analisa Fe2O3:

Reaksi redoks

(Fe3+ + 1e Fe2+ ) x 2

(Sn2+ Sn4+ + 2e ) x 1

2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn4+ (didinginkan)

Setelah dingin, ditambahkan HgCl2 untuk menetralkan kelebihan Sn2+

(Hg2+ + 1e Hg+ (Hg2Cl2) ) x 2

(Sn2+ Sn4+ + 2e ) x 1

2 Hg2+ + Sn2+ Sn4+ + Hg2Cl2 (silky white)

Sn2+ + Hg2Cl2 Hg (hitam)

(Harus dihindari karena mengganggu penentuan titik akhir)

(Fe2+ Fe3+ + e ) x 6

(Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O ) x 1

Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

Page 24: Print Jhal 4,5,14-19,21

24

5.2.5 Kalsium Oksida (CaO) dan Magnesium Oksida (MgO)

Analisis CaO menggunakan metode titrasi kompleksometri, yaitu suatu

metode analisis dimana larutan dititrasi dengan menggunakan larutan kompleks.

Larutan kompleks yang digunakan adalah EDTA M/50. Larutan ini bukan larutan

standar primer sehingga sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih dahulu

dengan larutan standar primer. Larutan standar primer yang biasa digunakan

adalah magnesium sulfat (MgSO4) dan seng sulfat (ZnSO4). Analisis CaO

menggunakan TEA sebagai ligan dan calcon yang digunakan sebagai indikator

pada titrasi kompleksometri.

Gambar 5.2 Indikator Calcon

Di dalam semen, MgO merupakan suatu komponen pengotor yang akan

timbul sebagai MgO bebas atau periclase. Kadar MgO dalam klinker atau semen

tidak boleh lebih dari 5%. Kadar MgO dibatasi karena setelah jangka waktu

beberapa tahun dapat menimbulkan ekspansi terhadap semen akibat reaksi MgO

dengan air menjadi Mg(OH)2 yang mempunyai volume lebih besar.

Reaksi :

MgO + H2O Mg(OH)2

Reaksi ini berjalan sangat lambat dan berlangsung terus, walaupun reaksi

pengerasan sudah selesai. Apabila volume Mg(OH)2 lebih besar dari MgO

menimbulkan keretakan pada beton.

Page 25: Print Jhal 4,5,14-19,21

25

5.2.6 Belerang Oksida (SO3)

Berdasarkan SNI 15-7064-2004, kadar SO3 yang diperbolehkan untuk

semen portland komposit maksimum 4,0%. Penentuan kadar SO3 pada analisis ini

menggunakan metode gravimetri. Metode Gravimetri adalah metode pengukuran

berdasarkan berat. Prinsip dari analisis ini adalah sulfat diendapkan sebagai

BaSO4 dari larutannya yang asam dan panas dengan larutan BaCl2. Endapan

disaring, dicuci dan ditimbang sebagai BaSO4 (Austin,1996). Berikut adalah

reaksi yang terjadi :

CaSO4 + BaCl2 BaSO4(s) + CaCl2

Standar semen Portland tipe 1 mensyaratkan besarnya kandungan SO3 pada semen

maksimal adalah 3,5%. Apabila kadar SO3 lebih dari 3,5%, maka semen tersebut

akan terlalu lama mengeras.

5.2.7 F-CaO (Free Lime)

Free Lime adalah kalsium oksida yang tidak sempat bereaksi dengan

oksida-oksida lainnya untuk membentuk senyawa-senyawa mineral pada proses

pembakaran clinker. CaO bebas terjadi apabila bahan mentah mengandung lebih

banyak kapur daripada oksida, alumina dan besi pada reaksi hidrasi kapur

membentuk Ca(OH)2 yang mempunyai volume lebih besar dari kapur bebas. Hal

ini akan menyebabkan ekspansi semen dan menimbulkan cracking. Kandungan

kalsium oksida bebas yang ditetapkan oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa

adalah dibawah 1,6%. Pada proses penentuan % F-CaO digunakan larutan etilen

glikol sebagai pereaksi dan phenolptalein sebagai indikator titrasi dengan larutan

¼ HCl. Ethylene glycol ini berfungsi sebagai pengarbsorpsi CaO bebas yang

terdapat dialam sampel.

Kadar CaO bebas berpengaruh pada kekuatan dan pemuaian semen. Jika

kadar CaO bebas terlalu tinggi, maka beton akan memiliki kekuatan lebih rendah

dan berakibat pada pengembangan atau pemuaian semen, serta mempengaruhi

efek mineralizer pada fasa cair.

Page 26: Print Jhal 4,5,14-19,21

26

CaO bebas yang terbentuk sangat berkaitan dengan tinggi rendah nya Lime

Saturation factor (LSF) dimana ketika LSF nya tinggi menyebabkan material yang

sulit dibakar sedangkan LSF rendah maka kualitas semen akan menurun. CaO

bebas yang terbentuk harus segera dianalisa dalam produk clinker yang dimana

hal tersebut akan membantu QC Proses Control untuk segera mengubah proporsi

raw material yang ternyata menghasilkan CaO bebas dengan kadar yang tinggi

atau dengan kata lain sebagai antisipasi untuk mengkontrol kualitas clinker yang

akan menjadi semen karena ketika sudah menjadi semen tidak dapat diproses

kembali.

Page 27: Print Jhal 4,5,14-19,21

27

BAB VI

KESIMPULAN

Prosedur analisis komposisi semen yang dilakukan PT. Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon menggunakan metode JIS R 5202 1973. Kadar

bahan kimia semen yang dianalisis yaitu Secondary Standard Portland Cemen

120697 BUT tidak berbeda jauh dengan data standar perbedaan hasil dua

pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for

chemical analysis of hydraulic cement. Fungsi dari analisis komposisi kimia

Al2O3 adalah sebagai pengontrol kadar alumina pada pembentukan C3A dan C4AF

dalam semen PCC, fungsi analisis Fe2O3 adalah sebagai pengontrol kadar besi

pada pembentukan C4AF dalam semen PCC, fungsi analisis CaO adalah sebagai

pengontrol kadar kapur pada pembentukan C2S, C3S, C3A dan C4AF dalam semen

PCC, sedangkan fungsi analisis MgO adalah untuk mengetahui kadar MgO yang

merupakan pengotor dalam semen.

Page 28: Print Jhal 4,5,14-19,21

28

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Profil Perusahaan PT Indocement, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Jakarta.

Anonim, 2012, Indocement Tunggal Prakarsa, http://id.wikipedia.org/wiki/Indocement_Tunggal_Prakarsa, 13 September 2012

Anonim, 1996, C 150-95. A Standard Specification for Portland Cement, Annual Book of ASTM for Testing and Material, Philadelphia

Austin, G.T., 1996, Chemical Process Industries 5th edition, Mc. Graw Hill Book Company, Singapore.

Nilam, 2011, Sejarah Semen,http://www.ciputraentrepreneurship.com/properti/7102-sejarah-semen.htmL, 13 september 2012.

Suprapto, B.Bambang, 1984, Diklat Teknologi Semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Training & Development Departement, Jakarta.