20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pendiri bangsa telah menyadari sejak awal bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik tidak memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, sehingga ditampung dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 2 yang menyatakan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”, secara eksplisit ayat ini menyatakan bahwa Negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Selama pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Untuk itu pembinaan usaha diarahkan untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Paling tidak terdapat 3 visi yang saling terkait yaitu visi dari founding fathers yang terdapat dalam UUD, visi dari badan pengelola BUMN dan visi masing- masing perusahaan BUMN. Visi ini juga harus diterjemahkan dalam ukuran yang jelas sebagai pegangan untuk pembinaan. Visi UUD mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Pengelolaannya diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Visi ini harus diterjemahkan dalam ukuran yang lebih rinci dan kemudian dilakukan identifikasi jenis usaha yang masih perlu dikelola oleh negara, sehingga dapat [1]

Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para pendiri bangsa telah menyadari sejak awal bahwa Indonesia sebagai

kolektivitas politik tidak memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan

ekonomi, sehingga ditampung dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 2 yang

menyatakan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh Negara”, secara eksplisit ayat ini menyatakan bahwa Negara

akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Selama pasal 33 UUD 1945 masih tercantum

dalam konsitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam

perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan.

Untuk itu pembinaan usaha diarahkan untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan.

Paling tidak terdapat 3 visi yang saling terkait yaitu visi dari founding fathers yang terdapat

dalam UUD, visi dari badan pengelola BUMN dan visi masing-masing perusahaan BUMN.

Visi ini juga harus diterjemahkan dalam ukuran yang jelas sebagai pegangan untuk

pembinaan.

Visi UUD mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Pengelolaannya diarahkan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Visi ini harus diterjemahkan dalam ukuran yang lebih rinci

dan kemudian dilakukan identifikasi jenis usaha yang masih perlu dikelola oleh negara,

sehingga dapat menghasilkan jenis BUMN yang masuk kategori public service obligation

atau PSO.

Sungguhpun suatu BUMN masuk dalam kategori PSO, pengelolaannya harus

didasarkan pada prinsip prinsip bisnis. Dalam hal ini harus ada perhitungan yang jelas, berapa

biaya produksi per unit yang efisien dan berapa banyak porsi biaya yang harus menjadi beban

fiskal dan atau subsidi silang. Kriteria manfaat yang diperoleh rakyat harus jelas dan terukur

sehingga dapat dihitung pula sumbangannya terhadap kemajuan tingkat kemakmuran

sebagaimana diamanatkan oleh founding fathers republik ini.

Selanjutnya, BUMN non-PSO harus diarahkan dan dibina menjadi perusahaan

komersial murni yang sebagian atau keselurahan pemilikan sahamnya oleh negara. Dengan

prinsip komersial ini, visi BUMN harus diarahkan menjadi perusahaan yang sustainable

[1]

Page 2: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

dengan kinerja diatas rata-rata industri dan secara bertahap bisa berperan dari national player

menjadi global player.

Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang

bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN

dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak

tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan

listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945,

seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi

peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi

BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan

lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan

kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan

perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra

kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan

pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar

lokasi BUMN.

Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum

belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan masih

sangat rendah. Sementara itu, saat ini Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk

melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan

salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah

dengan melakukan privatisasi BUMN.

Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan

masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus

tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat

karena terus merugi.  Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa

pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat

mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.

[2]

Page 3: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan

masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana dampak privatisasi BUMN

bagi perekonomian Indonesia?

[3]

Page 4: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Kondisi BUMN Indonesia

Kondisi BUMN yang menghadapi masalah keterbatasan dana internal menjadi sangat

bergantung kepada dana luar negeri. Sementara itu, untuk memperoleh dana luar negeri,

BUMN harus menempuh prosedur rumit dan biaya yang tinggi. Akibatnya investasi sarana

dan prasarana produksi barang dan jasa menjadi sangat terbatas, sehingga produktivitas,

pendapatan, dan kualitas produk yang dihasilkan BUMN tersebut menjadi rendah.

Hal ini menyebabkan BUMN tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen atau

bersaing di pasar. Arus kas (cash flow) yang dimiliki dan laba yang dihasilkan pun sangat

kecil, bahkan terkadang negatif. Di lain pihak, keterbatasan investasi untuk mengganti

peralatan yang aus dan tidak produktif mengakibatkan beban hutang dan biaya modal semakin

tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan inefisiensi pengoperasian perangkat usaha yang telah

berusia tua tersebut.

Berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN menjadi makin berat dengan adanya

berbagai permasalahan eksternal seperti: (1) lemahnya nilai tukar mata uang rupiah; (2)

tingkat inflasi yang tinggi; (3) neraca perdagangan yang tidak seimbang; (4) resiko politik; (5)

peraturan yang tidak stabil; dan (6) kurangnya tekanan untuk melakukan kegiatan secara lebih

efisien atau meningkatkan kemampuan teknologi. Kesemuanya itu menjadikan permasalahan

BUMN ibarat lingkaran yang tidak berujung pangkal (vicious-funding cycle).

Sesungguhnya pemerintah Indonesia sejak awal orde baru telah menerapkan prinsip-

prinsip pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdiri dari dekonsentrasi,

debirokrasi, dan desentralisasi. Prinsip-prinsip pengelolaan BUMN tersebut diatur melalui

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara menjadi Undang-

undang.

Pasca Reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR Nomor

IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan dan profesional; (2)

penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN

yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal.

Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

[4]

Page 5: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.

Meskipun peraturan perundangan yang diterbitkan oleh pemerintah bertujuan untuk

menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha milik pemerintah maupun

swasta, namun dalam prakteknya, BUMN banyak mendapatkan peluang untuk monopoli.

Monopoli yang diberikan kepada BUMN, menjadikan BUMN yang bersangkutan tidak

memiliki daya saing global. Padahal, globalisasi dan pasar bebas menantang manajemen

BUMN untuk melakukan beberapa kebijakan stratejik dalam rangka menciptakan efisiensi

operasi perusahaan. Upaya-upaya yang dilakukan diantaranya meliputi restrukturisasi usaha,

pengurangan jumlah karyawan, sistem pengendalian manajemen, dan beberapa kebijakan

stratejik lainnya. Salah satu alternatif untuk menciptakan efisiensi dan menumbuhkan daya

saing perusahaan adalah dengan melakukan penjualan sebagian kepemilikan atau pengalihan

kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi.

Salah satu manfaat nyata yang bisa dihasilkan dari privatisasi adalah terlaksananya

prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meliputi

transparansi, kemandirian, dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip tersebut merupakan pra kondisi

untuk meningkatkan kinerja badan usaha dan merupakan kunci keberhasilan menciptakan

lingkungan bisnis yang sehat. Melalui penerapan prinsip-prinsip good corporate governance

dalam pengelolaan badan usaha, diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yang sama

dalam pengelolaan usaha.

Memasuki era globalisasi, beberapa BUMN yang telah melakukan perbaikan

manajemen, khususnya efisiensi operasi, mampu menghadapi persaingan pasar. Langkah

perbaikan yang dilakukan meliputirestrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan,

penerapan sistem pengendalian manajemen, dan kebijakan strategis lainnya. Adapun BUMN

yang tidak melakukan perbaikan manajemen, menghadapi berbagai kesulitan, terutama

finansial. Sebagian BUMN mengalami kekurangan likuiditas bahkan untuk menjalankan

kegiatan rutin merekapun menghadapi permasalahan ini.

Guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala usaha agar

mencapai skala ekonomis, maka langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang

berkinerja buruk adalah meningkatkan hutang perusahaan. Dapat diduga bahwa dengan tetap

menjalani operasi dengan biaya tinggi, dan dalam beberapa kasus diperburuk dengan

intervensi pemerintah yang berlebihan, maka kinerja BUMN tidak mengalami perbaikan.

[5]

Page 6: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

Oleh karena itu diperlukan berbagai langkah alternatif untuk mempercepat proses

penyehatan BUMN terutama melalui penciptaan nilai (value creation) perusahaan. Hal

tersebut dapat dilakukan melalui: (1) restrukturisasi usaha, keuangan, manajemen, dan

organisasi; (2) merger dan akuisisi; (3) kerjasama antar badan usaha; (4) likuidasi, divestasi,

dan privatisasi; serta (5) spin-off atau pemisahan kegiatan perusahaan yang bersifat non-core

competence dan non-performance businesses.

Apabila kondisi politik dan pasar memungkinkan, maka program privatisasi

merupakan alternatif yang mempunyai dampak positif terhadap perwujudan good corporate

governance dan perbaikan kinerja BUMN. Karena pada umumnya BUMN yang telah

diprivatisasi mampu menghasilkan laba yang lebih besar.

2. Privatisasi

Sejak mulai dikenal pada awal tahun 1960-an, privatisasi terkesan sebagai program

yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah suatu negara yang hendak menata ulang

perekonomiannya. Di daratan Eropa, privatisasi diawali pada tahun 1961 oleh Kanselir

Jerman Barat, Konrad Adenaur, pada perusahaan mobil Volkswagen. Melalui penjualan

saham Volkswagen kepada publik, pemerintah Jerman Barat berhasil mengumpulkan dana

DM 1,2 milyar.

Namun demikian, tujuan utama privatisasi saat itu bukanlah untuk meningkatkan

penerimaan negara, melainkan untuk pemerataan pemilikan saham kepada masyarakat

(publik). Implementasi privatisasi di perusahaan mobil Volkswagen ini telah meningkatkan

jumlah pemilik saham dari 500.000 orang menjadi 3 juta orang.

Kebijakan pemerintah di bidang privatisasi mulai meningkat kembali sejak

keberhasilan pemerintah Inggris melaksanakan privatisasi sektor publik. Di bawah kendali

Perdana Menteri Margareth Tatcher, pemerintah Inggris antara lain melakukan privatisasi

British Telecom pada tahun 1984. Kebijakan privatisasi juga dilakukan oleh pemerintah

Jepang dengan menjual sebagian besar saham NTT (Nippon Telephone & Telegraph) kepada

publik. Program privatisasi khususnya sektor telekomunikasi, di beberapa negara berkembang

seperti di Amerika Latin dan Asia, sebagian besar mengacu kepada keberhasilan pemerintah

Inggris dan Jepang.

Terkait dengan peran pemerintah di dalam perusahaan negara, Savas (Privatization,

The Key to Better Government,1987) memberikan definisi privatisasi sebagai tindakan

mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta, khususnya dalam aktivitas

[6]

Page 7: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

yang menyangkut kepemilikan atas aset-aset. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Butler (1991), yaitu bahwa privatisasi adalah pergantian fungsi dari sektor publik

menuju sektor swasta, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Sebenarnya asumsi dasar

penyerahan pengelolaan pelayanan publik kepada sektor swasta adalah peningkatan efisiensi

penggunaan sumber daya. Privatisasi akan mengembalikan mekanisme pasar, sehingga

memungkinkan terjadinya efisiensi ekonomi.

Beberapa karakteristik privatisasi secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Perubahan peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana, menjadi regulator dan

fasilitator kebijakan serta penetapan sasaran nasional maupun sektoral.

2. Para pengelola yang bertanggung jawab kepada pemilik baru, diharapkan mampu

mencapai sasaran perusahaan dalam kerangka regulasi perdagangan, persaingan, keselamatan

kerja, dan peraturan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. Termasuk kewajiban pelayanan

masyarakat.

3. Pemilihan metode dan waktu pelaksanaan kebijakan privatisasi mengacu kepada

kondisi pasar dan regulasi sektoral.

Terdapat tiga metode privatisasi, yaitu: (1) penjualan langsung; (2) pelelangan; dan (3)

penawaran melalui tender. Sedangkan alternatif dalam menentukan struktur kepemilikan

perusahaan antara lain meliputi: (1) penjualan langsung kepada pembeli domestik; (2)

penjualan langsung kepada pembeli asing; (3) ekuitas diserahkan kepada pemegang saham;

dan (4) ekuitas dipegang oleh pemerintah.

Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan

nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham

Persero. Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas

landasan hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait

serta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN.

Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk

mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat

membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN

sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta di

dalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam

perekonomian.

[7]

Page 8: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

B. Analisis

1. Dampak Privatisasi BUMN di Indonesia

Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan

pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi menuju

pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih

kompetitif, dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan,

regulasi maupun subsidi. Kebijakan privatisasi dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang

penting seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut

kebijakan domestik, antara lain keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan

pajak dan regulasi yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi

kemungkinan munculnya kasus perselisihan bisnis.

Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya

kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi kepemilikan pada suatu

kelompok atau konglomerat tertentu. Sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas

ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan

tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Untuk itu

diperlukan perombakan hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dapat

membantu perkembangan dan menarik investasi swasta dengan memindahkan efek keruwetan

dari kepemilikan pemerintah. Seharusnya program privatisasi ditekankan pada manfaat

transformasi suatu monopoli publik menjadi milik swasta. Hal ini terbatas pada keuntungan

ekonomi dan politik. Dengan pengalihan kepemilikan, salah satu alternatif yaitu dengan

pelepasan saham kepada rakyat dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut

melakukan kontrol dan lebih memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memilki

dan lebih semangat untuk berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN yang

sehat. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan yang berujung pada

kenaikan keuntungan.

Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an.

BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk., PT. Perusahaan

Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT. Bank BNI 46 (Persero)

Tbk., PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik

(Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditas dan

pergerakan pasar modal. Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untuk melakukan

privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian, diketahui pula

[8]

Page 9: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan perbaikan kinerja terutama 2-3

tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belum tercapai

sepenuhnya.

Selain itu, metode privatisasi yang dilakukan pemerintah pun kebanyakan masih

berbentuk penjualan saham kepada pihak swasta. Hal ini menyebabkan uang yang diperoleh

dari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ke tangan pemerintah, bukannya

masuk ke dalam BUMN untuk digunakan sebagai tambahan pendanaan dalam rangka

mengembangkan usahanya.

Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena pemerintah

memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi BUMN hal ini agak

kurang menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru, tentunya mereka dituntut untuk

melakukan berbagai perubahan. Namun, perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan dana

segar yang cukup, sebagian besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya

terdahulu yang sebenarnya didapatnya dengan kurang efisien.

Dari segi politis, masih banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan privatisasi 

saham kepada pihak asing ini. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing dinilai akan menyebabkan terbangnya

keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya kembali kepada rakyat Indonesia.

2. Kondisi Ideal Untuk Melakukan Privatisasi di Indonesia

Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka sistem ekonomi yang dianut

Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan. Konsep sistem

ekonomi yang demikian di Indonesia disebut sebagai konsep Demokrasi Ekonomi. Dalam

konsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi tidak diatur oleh negara melalui perencanaan

sentral (sosialisme), akan tetapi dilaksanakan oleh, dari, dan untuk rakyat. Demokrasi

ekonomi mengutamakan terwujudnya kemakmuran masyarakat (bersama) bukan kemakmuran

individu-individu. Demokrasi ekonomi mengartikan masyarakat harus ikut dalam seluruh

proses produksi dan turut menikmati hasil-hasil produksi yang dijalankan di Indonesia.

Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, tersirat bahwa poin utama dari perekonomian

Indonesia adalah kesejahteraan rakyat. Di sinilah peran demokrasi ekonomi, yaitu sebagai

pemandu pengelolaan BUMN agar dapat memaksimalkan kesejahteraan rakyat. BUMN harus

dapat beroperasi dengan efektif dan efisien, sehingga dapat menyediakan produk-produk vital

[9]

Page 10: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi rakyat. Selain itu, BUMN juga harus

berupaya memperbaiki profitabilitasnya, sehingga dapat diandalkan sebagai sumber

pendanaan utama bagi pemerintah, terutama untuk mendanai defisit anggarannya. Hal ini

akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan rakyat, karena BUMN tidak lain adalah

pengelola sumber daya yang vital bagi hajat hidup rakyat banyak, sehingga tentu akan sangat

merugikan rakyat jika BUMN jatuh bangrut atau pailit.

Praktik privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan oleh pemerintah

Indonesia dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat

demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN di Indonesia dalam rangka

peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada beberapa BUMN, ada yang

diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham yang cukup

signfikan. Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan” nasionalisme

Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang diberikan wewenang khusus untuk

mengelola sumber daya vital yang meemgang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33

UUD 1945, sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara.

Dilihat dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi

BUMN kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing yang

bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja bertindak dengan didorong

oleh maksud dan motif hanya untuk mencari keuntungan yang maksimal. Jika demikian yang

terjadi, BUMN yang diprivatisasi kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi

pihak asing, sehingga dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing,

bukannya ke rakyat Indonesia.

Diantara sekian banyak alternatif metode privatisasi, yang paling sering digunakan

antara lain adalah penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares) yaitu

privatisasi dengan melakukan penjualan saham kepada pihak swasta melalui pasar modal,

penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of share) yaitu penjualan

saham BUMN kepada satu atau sekelompok investor swasta, dan melalui pembelian BUMN

oleh manajemen atau karyawan (management/employee buy out) yaitu penjualan saham

BUMN kepada pihak karyawan atau manajemen BUMN.

Pilihan model privatisasi mana yang sesuai dengan iklim perekonomian, politik dan

sosial budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor seperti:

1. Ukuran nilai privatisasi ;

2. Kondisi kesehatan keuangan tiga tahun terakhir ;

[10]

Page 11: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

3. Waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi ;

4. Kondisi pasar ;

5. Status perusahaan, apakah telah go public atau belum ; dan

6. Rencana jangka panjang masing-masing BUMN.

Diantara tiga metode privatisasi BUMN yang sering digunakan seperti yang telah

dikemukakan di atas, yang dianggap relatif sesuai dengan kondisi BUMN dewasa ini adalah

penawaran saham BUMN kepada umum dan pembelian BUMN oleh manajemen atau

karyawan. Pasalnya, dengan metode penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu

berarti akan ada pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak  swasta saja. Hal ini

kurang sesuai dengan jiwa demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan

kesejahteraaan. Selain itu, pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak atas

BUMN akan sangat berbahaya jika pihak yang bersangkutan mengeksploitisir BUMN untuk

kepentingan keuntungan semata.

Dengan penawaran saham BUMN kepada umum, maka kepemilikan BUMN akan

jatuh ke tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan jiwa demokrasi ekonomi. Karena dengan

demikian, maka akan dapat dicapai pemerataan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia

melalui pemerataan saham pada publik. Sedangkan dengan pembelian BUMN oleh

manajemen atau karyawan, pemerataan pun dapat dicapai. Akan tetapi, pemerataan

kepemilikan hanya akan terjadi pada karyawan dan manajemen BUMN. Namun cara ini

masih dianggap lebih baik daripada kepemilikan BUMN jatuh ke tangan pihak asing.

Selama ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap kurang

optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat sebaiknya

direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti, kinerja BUMN yang

bersangkutan dapat mengalami peningkatan.

Landasan hukum privatisasi juga hrus kuat, sehingga saat sebuah BUMN diprivatisasi,

tidak ada lagi kontroversi yang sifatnya merugikan. Sedangkan dari segi politis, harus ada

kesepahaman antara segenap rakyat, pemerintah dan para pengambil kebijakan publik,

sehingga semuanya sepakat bahwa  privatisasi akan membawa dampak positif bagi

kesejahteraan rakyat, sehingga kebijakan privatisasi pun didukung oleh semua pihak.

Pelaksanaan privatisasi yang belum optimal ini harus segera ditindak lanjuti. Karena

sebenarnya, kebijakan ini sangat terkait dengan kebijakan publik pemerintah yang notabene

akan menentukan nasib rakyat Indonesia. Padahal, jika program ini dilaksanakan dengan baik,

[11]

Page 12: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

maka akan mampu membawa dampak positif bagi semua pihak. Bagi BUMN itu sendiri, akan

tercapai efisiensi dan perbaikan kinerja manejemen. Bagi pemerintah, privatisasi BUMN yang

optimal akan sangat membantu dalam mendanai defisit anggaran negara, sehingga pemerintah

dapat meminimalkan pinjaman luar negeri. Akhirnya bagi rakyat Indonesia, keberhasilan

privatisasi BUMN akan memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat karena BUMN

sebagai pengelola bidang-bidang usaha vital dapat lebih memanfaatkan sumber daya vital

tersebut untuk sebaik-baik kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD

1945.

[12]

Page 13: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya

secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara

lebih baik tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai regulator

yang menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.

Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi

penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya

menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah transformasi

sosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi

bisa diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak

menimbulkan gejolak.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan ialah Pemerintah dalam hal ini Menteri Negara

BUMN, semestinya mempersiapkan diri dalam rangka pergeseran peran dari penentu

kebijakan dan pelaksana kegiatan di BUMN menjadi fasilitator dan regulator kegiatan

BUMN.

[13]

Page 14: Privatisasi BUMN Dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

http://kolom.pacific.net.id/ind/setyanto_p._santosa

http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/artikel_prof_m._sadli/

apa_masalah_bank_bumn_dan_bkpm?

http://cafe-ekonomi.com/2009/05/restrukturisasi-dan-privatisasi-bumn

Hanggraeni ,Dewi. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam Meningkatkan

Kinerja?,Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6 Tahun 2009

Kwik Kian Gie, Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama,

1998

Puspopranoto, Sawaldjo.Manajemen Bisnis. Penerbit PPm : Jakarta,2006

[14]