Upload
buiquynh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN (RASKIN)
DI DESA MUNJUL KECAMATAN MUNJUL
KABUPATEN PANDEGLANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Administrasi Publik Pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Administrasi Publik
Oleh :
FIRMAN DUMIYATI PUTRA
NIM. 6661111790
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
FIRMAN DUMIYATI PUTRA, 6661 111790. Skripsi. Implementasi Program
Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang. Program Studi Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Poitik. Pembimbing I Dr. Dirlanudin, M.Si., Pembimbing II Ima
Maisaroh, M.Si.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan peneliti untuk melihat sejauhmana
Implementasi Program Raskin berjalan di Desa Munjul. Adapun masalah dalam
penelitian ini adalah: 1) Ketidaklancaran pendistribusian beras Raskin, banyak
RTS penerima Raskin di Desa Munjul mengeluhkan lambatnya distribusi beras
yang dilakukan pemerintah melalui Bulog; 2) Beras Raskin yang
didistribusikan oleh pemerintah adalah beras yang kualitasnya jelek dan tidak
layak untuk dikonsumsi; 3) Kebijakan Raskin seringkali tidak tepat sasaran
karena beras Raskin bisa diperoleh oleh masyarakat yang bukan kategori RTS.
Metode penelitian adalah Deskriptif Kuantitatif. Menggunakan indikator
Implementasi Kebijakan Publik menurut Van Metter dan Van Horn (A Model of
The Policy Implementation), yang dikutip dalam Agustino (2012:141-144),
terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu: 1)
Ukuran dan Tujuan Kebijakan; 2) Sumberdaya; 3) Karakteristik Agen Pelaksana;
4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana; 5) Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana; 6) Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan
Politik. Hipotesis awal: Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin
(Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang kurang dari
65%. Analisis data menggunakan uji t-test satu sampel. Hasil penelitian yaitu
Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang mencapai 66.57% dari hipotesis 65%.
Saran: 1) Lebih meningkatkan kompetensi atau pengetahuan dalam petugas
pelaksana; 2) Peningkatan kinerja tim dan meminimalisir permainan oknum dalam
pendistribusian beras raskin; 3) Meningkatkan pola koordinasi dan komunikasi
baik dengan internal tim, aparatur desa, maupun masyarakat sehingga
meminimalisir misskomunikasi; 4) Melibatkan secara langsung stakeholder dalam
dalam pendistribusian raskin ke berbagai daerah; 5) Pemerintah Daerah lebih
meningkatkan pengawasan dalam pendistribusian raskin di Desa-desa karena
cenderung banyak pelanggaran; 6) Peningkatan SDM merupakan hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan. Permasalahan yang sering terjadi
adalah dalam pengolahan data yang dilaporkan secara berjenjang, yang terkadang
tidak sinkron. Karena pada pendistribusian ada saja RTS-PM yang tidak dapat
menerima jatah raskin tersebut.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kebijakan Publik
ABSTRACT
FIRMAN DUMIYATI PUTRA, 6661 111790. Thesis. Implementation of Rice
for Poor Family Program (RASKIN) in Munjul Village Munjul Sub-district
Pandeglang District. Public Administration Studies Program. Faculty of Social
and Political Sciences. Supervisor I Dr. Dirlanudin, M.Si., Advisor II Ima
Maisaroh, M.Si.
This research is motivated by the desire of researchers to see how far the
Implementation of Raskin Program runs in Munjul Village. The problems in this
research are: 1) The inconsistency of distribution of Raskin rice, many Raskin
RTS in Munjul Village complained about the slow distribution of rice by the
government through Bulog; 2) Raskin rice distributed by the government is rice of
poor quality and unfit for consumption; 3) Raskin policies are often inadequate
because Raskin rice can be obtained by people who are not RTS categories. The
research method is Quantitative Descriptive. Using Van Arter's Van
Implementation and Van Horn (A Model of Policy Policy Implementation)
indicators, cited in Agustino (2012: 141-144), there are six variables that influence
public policy performance: 1) Policy Size and Objectives; 2) Resources; 3)
Characteristics of Implementing Agencies; 4) Attitudes / Disposition of the
Implementers; 5) Inter-organizational Communication and Implementing
Activities; 6) Economic, Social, and Political Environment. Preliminary
Hypothesis: Implementation of Rice Program for Poor Families (Raskin) In
Munjul Village Munjul Sub-district Pandeglang District is less than 65%. Data
analysis used one sample t-test. The result of the research is Implementation of
Rice Program for poor family (Raskin) in Munjul Village Munjul Sub-district
Pandeglang Regency reach 66.57% from hypothesis 65%. Suggestion: 1) Increase
the competence or knowledge in the executing officer; 2) Improvement of team
performance and minimize game of person in distribution of raskin rice; 3)
Improving coordination and communication pattern with internal team, village
apparatus, and community so as to minimize misscommunication; 4) Involve
directly stakeholders in the distribution of raskin to various regions; 5) The local
government further enhances supervision in the distribution of raskin in the
villages because it tends to be a lot of violations; 6) Increasing human resources is
very important in the implementation of policy. The problem that often happens is
in the processing of data reported in stages, which sometimes does not sync. Due
to the distribution there are only RTS-PM who can’t accept raskin allocation.
Keywords: Policy Implementation, Public Policy
Tidak ada Nahkoda Handal yang
dihasilkan dari laut yang tenang…..
(ANONIM)
Skripsi ini ku persembahkan untuk kalian….
Ibu, ayah dan kakakku tercinta….
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti
panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan
untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho,
rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM
BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN (RASKIN) DI DESA MUNJUL
KECAMATAN MUNJUL KABUPATEN PANDEGLANG”
Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung
peneliti dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Maka peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukroman, M.Si, selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
6. Listyaningsih, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Dr. Arenawati, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa .
8. Dr. Dirlanudin, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing dan
membantu peneliti dalam penyusunan skripsi, terima kasih atas arahan dan
pembelajarannya.
9. Ima Maisaroh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik yang membimbing dan membantu peneliti dalam
penyusunan skripsi, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah
membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.
11. Kedua Orang tua tercinta dan kakak tersayang yang telah memberikan
dorongan semangat dan nasehatnya, keluarga peneliti tercinta terima kasih
atas segenap perhatian dan motivasinya, canda tawa serta dukungannya untuk
peneliti.
12. Saudaraku Bang Eldha Furqon Amirullah, M.Si., Jaka Permana, Jaka
Maulana, dan Masdi yang setia menemani perjuanganku sampai selesai.
13. Teman-teman seperjuanganku di Prodi Ilmu Administrasi Publik FISIP
Untirta 2011 yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari
iii
Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari
semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada
pembaca umumnya.
Serang, Juni 2018
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah ...................................................................... 10
1.3. Batasan Masalah ........................................................................... 10
1.4. Perumusan Masalah ...................................................................... 11
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 11
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................... 12
v
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori .............................................................................. 14
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 47
2.3. Kerangka Berfikir ......................................................................... 49
2.4. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 55
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ......................................................................... 56
3.2. Ruang Lingkup dan Fokus Penelitian ........................................... 57
3.3. Lokasi Penelitian ........................................................................... 57
3.4. Variabel Penelitian ........................................................................ 57
3.5. Instrumen Penelitian ..................................................................... 58
3.6. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 60
3.7. Populasi dan Sampel ..................................................................... 61
3.8. Jadwal Penelitian .......................................................................... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................... 69
4.2. Deskripsi Data ............................................................................... 78
4.3. Persyaratan Pengujian Statistik ..................................................... 80
4.4. Analisis Data ................................................................................. 84
4.5. Pengujian Hipotesis ...................................................................... 119
4.6. Interpretasi Hasil Penelitian .......................................................... 122
4.7. Pembahasan ................................................................................... 124
vi
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 131
5.2. Saran ............................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Rincian RTS Penerima Program RASKIN Kecamatan Munjul ..... 8
Tabel 3.1. Skoring Item Instrumen .................................................................. 59
Tabel 3.2. Populasi Berdasarkan RW di Desa Munjul .................................... 62
Tabel 3.3. Sampel Berdasarkan RW di Desa Munjul ...................................... 64
Tabel 3.4. Jadwal Penelitian ............................................................................ 68
Tabel 4.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................... 79
Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Pendidikan ............................................... 79
Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Validitas Instrumen ........................................... 82
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Uji Relianilitas Instrumen ................................. 84
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Model Pendekatan The Policy Implementation process ............. 32
Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ...................... 36
Gambar 2.3. Model Direct and Indirect Impact on Implementation ................ 38
Gambar 2.4. Kerangka Berfikir Penelitian ...................................................... 54
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Pandeglang ........................................................ 71
Gambar 4.2. Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesis .............................. 122
Gambar 4.3. Interval ........................................................................................ 124
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan yang majemuk, terdiri dari berbagai
etnis serta suku bangsa. Sebagai sebuah negara yang majemuk, Indonesia sangat
potensial menghadapi ancaman disintegrasi bangsa yang merupakan efek domino
dari semakin berkembangnya peradaban. Konflik disintegrasi biasanya akan
muncul dikarenakan cara pandang yang salah tentang paham primordialisme. Di
saat menipisnya nilai-nilai nasionalisme pada diri manusia Indonesia, berbagai
hasutan dan isu-isu baik politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial budaya
dapat memicu timbulnya berbagai konflik di daerah-daerah Indonesia.
Masalah lain yang dapat memecah belah tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah masalah kemiskinan. Ketimpangan antara orang kaya dan orang
miskin rentan terhadap perpecahan dan merupakan sebuah bom waktu yang akan
merusak tatanan negeri ini. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang timbul
karena adanya ketimpangan pembangunan ekonomi dalam suatu negara.
Kemiskinan menjadi sebuah persoalan besar bagi banyak Negara termasuk
Indonesia.
Perubahan sosial yang disebabkan globalisasi menyebabkan
perkembangan kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks. Arus
globalisasi yang kencang, menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin
1
2
meningkat. Mulai dari kebutuhan akan informasi, hiburan, dan tentu saja
kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari (sandang, papan, dan pangan). Kebutuhan
akan tersedianya pangan merupakan hal wajib yang harus disediakan oleh negara
untuk rakyatnya dan menjadi sebuah masalah yang kompleks jika hal ini
terganggu.
Apabila sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut tersedia,
maka kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Tetapi apabila sumber-sumber tersebut
langka, maka hal ini menjadi persoalan hidup bagi manusia. Persoalan seperti ini
merupakan tanggung jawab negara sebagai sebuah institusi yang menaungi
masyarakat sebagai anggota dari suatu negara. Persoalan tersebut memerlukan
pemecahan serius yaitu pemecahan secara kolektif. Disinilah birokrasi memiliki
peranan yang sangat penting untuk berfikir, menganalisa, dan mencari solusi dari
persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat. Selain pemerintah pusat,
pemerintah daerah juga harus peka terhadap persoalan yang terjadi dalam
masyarakat. Inilah yang diharapakan oleh masyarakat ketika konsep otonomi
daerah dicetuskan lalu disahkan melalui undang-undang.
Sebagai sebuah negara yang mempunyai wilayah teritorial yang cukup
luas, mayoritas masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian pada sektor
pertanian dan perkebunan. Yang oleh beberapa negara, Indonesia sering disebut
juga sebagai negara agraris. Selain karena ditunjang oleh kondisi alamnya yang
tropis juga di wilayah Indonesia setiap tahunnya memiliki dua musim yaitu
musim panas dan musim hujan. Akan tetapi kondisi yang mendukung untuk
3
menjadikan Indonesia menjadi sebuah negara agraris yang besar tidak lantas
membuat masyarakat Indonesia hidup dalam pangan yang mencukupi. Karena
pada kenyataannya, Pemerintah Indonesia masih membutuhkan bantuan dari
negara lain dalam bentuk pangan. Kebijakan yang beberapa hari ini menjadi
sebuah berita headlines adalah rencana Pemerintah untuk impor beras dari negara
lain.
Pangan merupakan kebutuhan yang sangat pokok yang bersifat
mendasar, sehingga memiliki sifat strategis dalam pembangunan baik di tingkat
nasional maupun daerah yang akan sangat menunjang kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan itu, pembangunan sudah menjadi bagian dari proses terbentuknya
peradaban manusia. Tujuan dari pembangunan di Indonesia adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sesuai
dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945.
Peningkatan kesejahteraan untuk seluruh rakyat sangat ditentukan
berbagai faktor dan bukan semata-mata karena tersedianya dana. Lingkup
permasalahan kesejahteraan dewasa ini semakin kompleks baik karena
adanya faktor struktur penduduk, maupun faktor yang ditumbuhkan oleh
intervensi dan inovasi pembangunan. Selain itu, program kesejahteraan rakyat
juga bukan semata- mata untuk mengatasi dampak dari adanya bencana
alam, konflik, pelaksanaan otonomi daerah, masalah perbatasan dan disintegrasi
melainkan juga untuk mengatasi dan memerangi kemiskinan.
Kemiskinan terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bisa
4
dikatakan semakin memprihatinkan. Kemiskinan terjadi dikarenakan belum
terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Hak-hak dasar tersebut antara lain adalah
hak atas pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan, tanah, sumber
daya alam, air bersih, dan sanitasi, rasa aman serta hak untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Dampak dari kemiskinan adalah munculnya jutaan anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, minimnya pelayanan kesehatan yang
didapat, kurangnya akses terhadap pelayanan publik, kesulitan dalam mencari
pekerjaan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, tidak adanya
perlindungan maksimal untuk keluarga, semakin menguatnya arus urbanisasi ke
kota, dan yang lebih parah adalah kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat tidak
dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Hal ini
membuktikan bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan
kronis dalam proses pembangunan nasional.
Masalah kemiskinan yang semakin kompleks, memaksa Pemerintah untuk
membuat program dalam upaya pengentasan kemiskinan. Banyak sudah program-
program yang telah dibuat oleh pemerintah antara lain seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM ), program Bantuan Sejahtera (Gakin),
Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) untuk membantu siswa miskin, serta masih banyak lagi program
pengentasan kemiskinan lainnya. Hal tersebut adalah bagian dari upaya
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
5
Upaya untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang menjadi hak setiap
warga negara dan merupakan kebutuhan untuk hajat hidup orang banyak, serta
dalam rangka program pengentasan pemerintah, maka ditetapkanlah suatu
kebijakan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Perberasan, yaitu berupa penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi
kelompok masyarakat miskin atau yang sering disebut Raskin. Melalui Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, Presiden
mengintruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan
upaya peningkatan pendapatan petani dan mengawal ketahanan pangan nasional.
Presiden juga menginstruksikan secara khusus kepada Perum BULOG untuk
menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
miskin dan rawan pangan, yang penyediannya mengutamakan pengadaan beras
dari gabah petani dalam negeri. Penyaluran beras bersubsidi ini terbukti telah
membantu sebagian besar masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan pangan dapat dikurangi, sehingga pada akhirnya
memberikan kontribusi positif dalam upaya penanggulangan kemiskinan di
Indonesia.
Program Raskin, memiliki tujuan agar keluarga miskin mempunyai akses
yang baik terhadap pangan (beras) dalam hal harga dan ketersediaan. Program
Raskin sebagai suatu implementasi kebijakan subsidi pangan terarah merupakan
upaya peningkatan kesejahteraan sosial Pemerintah terhadap keluarga miskin.
6
Secara langsung, program Raskin memiliki dampak pada peningkatan
kesejahteraan dan ketahanan pangan dalam suatu rumah tangga. Program
Raskin secara horizontal juga akan mendukung program perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dalam program Raskin, dideskripsikan
bahwa seluruh rumah tangga miskin adalah rumah tangga sasaran, sehingga
program tersebut berorientasi untuk menyerap seluruh rumah tangga miskin di
tiap daerah.
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu dari 8 Kabupaten/Kota di
Propinsi Banten yang berada di ujung Barat Pulau Jawa. Kabupaten Pandeglang
terletak di bagian Selatan Provinsi Banten. Wilayah administrasi pemerintah
Kabupaten Pandeglang terdiri dari wilayah administrasi Kecamatan sebanyak 35
Kecamatan, wilayah Desa sebanyak 322 Desa dan 13 Kelurahan, dengan batas-
batas administrasi: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah
Barat berbatasan dengan Selat Sunda; Sebelah Selatan berbatasan dengan
Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Angka
kemiskinan di Kabupaten Pandeglang tergolong tinggi dimana berdasarkan sensus
pada tahun 2016 tercatat sekitar 113.000 KK atau 10.46% dari penduduk
Pandeglang tergolong miskin.
Upaya Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam pengentasan
kemiskinan serta untuk meningkatkan kesejahteraan warga miskin terus
dilaksanakan, antara lain melalui program-program kerja yang dilaksanakan oleh
7
Dinas Sosial salah satunya yaitu Program Beras untuk keluarga miskin
(Raskin). Raskin sendiri merupakan sebuah program bantuan beras bersubsidi
dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau Rumah Tangga
Sasaran (RTS). Program dan kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang untuk tahun 2016 ini bersumber dari
APBD Kabupaten Pandeglang. Untuk kelancaran penyaluran Raskin, maka
Pemerintah Kabupaten Pandeglang melalui Dinas Ketahanan Pangan berkerja sama
dengan Bulog Subdrive Lebak-Pandeglang, dengan dibantu pihak Kecamatan dan
Kelurahan/Desa. Dalam pelaksanaannya, pihak Pemerintah melakukan upaya
sosialisasi terus menerus mengenai data terbaru kepada penerima manfaat.
Berdasarkan aturan, setiap rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM)
mendapatkan jatah 15 kg/bulan dengan harga tebus beras adalah Rp. 1600/kg.
Kecamatan Munjul merupakan kecamatan yang juga mendapatkan
bantuan penyaluran Raskin. Terdapat 9 Desa di Kecamatan Munjul yang
semuanya mendapatkan bantuan Raskin. Jumlah RTS di Kecamatan Munjul
sendiri yaitu 2.341 RTS yang tersebar di 9 Desa di Kecamatan Munjul. Berikut
peneliti berikan rincian penyebaran RTS penerima program Raskin di Kecamatan
Munjul:
8
Tabel 1.1.
Rincian RTS Penerima Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)
Kecamatan Munjul
Tahun 2017
Kecamatan
JML
RTS
Desa
JML RTS
Munjul 2.341 Pasanggrahan 145 Sukasaba 225 Gunungbatu 129 Panacaran 267 Curuglanglang 420 Munjul 311 Cibitung 423 Kota Dukuh 325 Lebak 96
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang, 2017
Untuk mempersempit ruang lingkup penelitian, peneliti mencoba
memfokuskan penelitian di wilayah Desa Munjul. Selain juga karena Desa ini
adalah tempat tinggal peneliti, menurut sepengetahuan peneliti terdapat beberapa
masalah dalam upaya penyaluran beras untuk keluarga miskin ini. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, fenomena pelaksanaan program Raskin
untuk tahun anggaran 2017 di Kabupaten Pandeglang khususnya di Desa
Munjul Kecamatan Munjul, bahwa dalam penyaluran Raskin tersebut masih
ditemukan berbagai masalah.
Masalah pertama adalah kelancaran distribusi beras Raskin. Banyak RTS
penerima Raskin di Desa Munjul mengeluhkan lambatnya distribusi beras yang
9
dilakukan pemerintah melalui Bulog. Hal ini berdasarkan wawancara peneliti
dengan Ketua RT 001/003 Desa Munjul Bapak Ahmad, bahwa sekitar sudah 3
bulan ini distribusi beras Raskin tidak sampai ketempatnya. Beliau sendiri tidak
mengetahui pasti apa yang terjadi dengan keterlambatan pendistribusian Raskin
ini. Padahal masyarakat di RT beliau sangat tergantung pada program Raskin
ini dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Seperti kata salah satu warga
yang peneliti wawancara, menurutnya penyaluran Raskin yang tersendat
membuat dirinya harus mengeluarkan uang lebih hanya untuk makan. Karena
menurutnya harga beras di Pasar yang paling murah sudah menyentuh angka
Rp. 7000/kg dengan kualitas sangat jelek.
Masalah kedua adalah seringkali beras yang didistribusikan oleh
pemerintah adalah beras yang kualitasnya jelek dan tidak layak makan. Seperti
pengakuan Bapak Hambali Ketua RT 002/003, menurutnya seringkali beras
yang diterima RTS dalam penyaluran Raskin adalah beras yang kurang layak
untuk di konsumsi. Ditambahkan oleh Pak Hambali bahwa terkadang berasnya
kuning serta banyak kutunya. Hanya saja karena himpitan ekonomi, warga RTS
selalu saja menerima apa yang disalurkan oleh pemerintah.
Masalah ketiga adalah seringkali terjadi beras Raskin yang didistribusikan
oleh pemerintah melalui Perum Bulog juga bisa didapatkan oleh warga yang tidak
masuk kategori RTS. Hal ini mengecewakan warga kategori RTS karena
mengurangi jatah mendapatkan Raskin. Peneliti mendapatkan fakta tersebut dari
beberapa warga RTS yang peneliti wawancara. Sehingga setiap RTS yang
10
harusnya menerima 10kg dalam sekali penyaluran harus rela jatahnya dipotong.
Hal ini menurut mereka sangat mengecewakan.
Dari fenomena yang peneliti paparkan tersebut diatas, maka peneliti
tertarik dalam hal ini untuk melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi
Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan
Munjul Kabupaten Pandeglang”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasi masalah yang antara lain sebagai berikut:
1. Ketidaklancaran pendistribusian beras Raskin, banyak RTS penerima
Raskin di Desa Munjul mengeluhkan lambatnya distribusi beras yang
dilakukan pemerintah melalui Bulog.
2. Beras Raskin yang didistribusikan oleh pemerintah adalah beras yang
kualitasnya jelek dan tidak layak untuk dikonsumsi.
3. Kebijakan Raskin seringkali tidak tepat sasaran karena beras Raskin bisa
diperoleh oleh masyarakat yang bukan kategori RTS.
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini peneliti lakukan untuk mengetahui sejauhmana Implementasi
Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan
Munjul Kabupaten Pandeglang.
11
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka
permasalahan pokok yang dapat peneliti rumuskan dalam penelitian ini yaitu
bagaimana Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa
Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang.
1.5. Tujuan Penelitian
Tanpa adanya tujuan penelitian, maka seorang peneliti tentunya akan
mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian. Sesuai dengan latar belakang
dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
bagaimana Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa
Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang dan pengaruhnya terhadap
upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan
pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam
12
dunia akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara. Selain itu,
penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi
administrasi negara.
b. Secara Praktis
Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti
selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini. Selain itu, karya
peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan
peneliti selanjutnya.
1.7. Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang yang menjelaskan ruang lingkup dan
kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari ruang
lingkup yang paling umum hingga mengerucut kepada lingkup yang paling
khusus. Kemudian selanjutnya, identifikasi masalah.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan landasan teori yang akan mendukung
penelitian ini dari metode – metode yang menjadi dasar bagi analisa
permasalahan yang ada dan pemecahan tersebut. Landasan teori ini didapat
13
dari studi pustaka mengenai hal – hal yang berhubungan dengan penelitian
skripsi ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian membahas tentang jenis pendekatan, lokasi penelitian,
tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini merupakan pokok pembahasan dari permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini, yang meliputi gambaran umum Kabupaten
Pandeglang, dan proses penyaluran Raskin serta hambatan hambatan yang
dihadapi dalam pelaksanaan serta upaya untuk mengatasi hambatan tersebut.
Memperlihatkan metode – metode analisis yang dilakukan selama penelitian
serta hasil dari penelitian – penelitian tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir dari keseluruhan penulisan ini yang berisi
kesimpulan yang merupakan hasil dari kegiatan penelitian mengenai
permasalahan yang diangkat dengan menggunakan metode-metode yang
telah disebutkan. Bab ini juga menyertakan saran-saran yang mungkin
diperlukan bagi penelitian.
14
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori
Deskripsi teori ini berisi tentang beberapa penjelasan terhadap variabel-
variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan
mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan
prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas
dan terarah. (Sugiyono, 2005: 63).
Adapun teori-teori yang peneliti gunakan yaitu teori kebijakan publik
sebagai teori utama untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah terkait
implementasi program beras rumah tangga miskin, konsep keluarga miskin dan
kemiskinan dan petunjuk teknis pelaksanaan distribusi Beras Rumah Tangga
Miskin (RASKIN) oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang.
2.1.1. Pengertian Kebijakan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.
14
15
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil
oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan
dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat
kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.
Bagi para pemegang kekuasaan yang berwenang dalam membuat
kebijakan-kebijakan, tentu perlu pertimbangan serta peninjauan secara
seksama. Karena kebijakan-kebijakan yang dibuat memiliki dampak yang
luas, tidak hanya oleh kelompok tertentu, namun masyarakat juga dapat
merasakan dampak tersebut.
Pada dasarnya, kebijakan dibuat untuk melakukan tindakan
pencegahan dan bukan saat telah terjadi atau sudah terjadi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kebijakan didefinisikan sebagai rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang pemerintah,
organisasi, dan sebagainya).
Menurut Dunn (2003: 51), kebijakan didefinisikan dari asal
katanya. Secara etimologis, istilah policy atau kebijakan berasal dari
bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan
Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota) dan memliki arti
suatu pedoman dasar atau rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
yang menyangkut Negara dan Kota.
16
Kebijakan didefinisikan oleh Budiarjo sebagai:
“Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat
kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.”
Definisi kebijakan lebih luas dikemukakan oleh Suharto (2013:3)
bahwa kebijakan menyangkut pemerintah dan pola hubungan yang sebaik-
baiknya antara elemen yang ada.
“Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan
saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur
negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan
sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-
keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung
mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam,
finansial, dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat
banyak, penduduk masyarakat atau warga negara. Kebijakan
merupakan hasil adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi
antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-
kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.”
Frederick dalam Winarno (2012:20) mendefinisikan kebijakan
sebagai
“Suatu arah tindakan yang dilakukan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu
maksud tertentu.”
Untuk memahami istilah kebijakan, Wahab (2008:40-50)
memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :
17
a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari
administrasi
c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya
tindakan
e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik
eksplisit maupun implisit
g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung
sepanjang waktu
h. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar
organisasi dan yang bersifat intra organisasi
i. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci
lembaga-lembaga pemerintah.
j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
Sedangkan Hogwood dan Gunn dalam Wicaksana (2006: 53),
menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian
modern, diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a
field of activity)
Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan
ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan
ketertiban.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang
diharapkan (as expression of general purpose or desired state
of affairs)
Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin
atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)
Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10
hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government)
Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang
diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)
18
Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau
lembaga-lembaga pembuat kebijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe)
Contonya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah
didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output)
Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti
sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program
reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena
dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome)
Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak
terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output
agrikultural dari program reformasi agararia.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)
Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y,
misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industri
manufaktur, maka output industry akan berkembang.
j. Sebagai sebuah proses (as a process)
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan
issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting),
pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Berdasarkan pemaparan berbagai ahli tersebut di atas maka peneliti
dapat menarik kesimpulan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan atau
kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang,
suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur
keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan
yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. Kebijakan adalah
suatu pedoman dasar atau konsep dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau
program, kepemimpinana dan cara bertindak. Istilah kebijakan ini dapat
19
kita terapkan pada birokrasi pemerintahan, organisasi, dan kelompok
sektor swasta, serta individu.
2.1.2. Pengertian Publik
Istilah publik dapat didefinisikan sebagai kata benda (the public)
yang berarti masyarakat secara umum atau kesamaan hak dalam
masyarakat sebagai kata sifat (public) yang berarti sesuatu hal yang
disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah secara menyeluruh seperti menyediakan lapangan pekerjaan,
hiburan, pelayanan, pendidikan dan lain sebagainya.
Penggunaan kata public menurut Wicaksono (2006:30) seringkali
dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang
dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan
sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
Menurut Habermas (dalam Parsons 2008:5), pengertian publik
adalah:
“Sebagai ruang yang bebas dari intervensi ekonomi dan bisnis, dan
ruang dimana ada batas yang jelas antara ruang publik dan privat,
jelas bertentangan dengan pandangan tradisi Eropa kontinental
yang menganggap ruang publik sebagai ruang yang mencakup
dunia bisnis dan perdagangan, dimana cakupan kehidupan privat
jauh lebih luas ketimbang yang dipahami dan dikembangkan di
Britain (Inggris) dan Amerika”.
Pengertian publik menurut Yulianita (dalam Mukarom dan
Laksana 2015:15) dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
20
a. Pengertian publik secara kuantitatif yaitu publik itu lebih dari
satu orang yang mempunyai minat yang sama mengenai suatu
masalah sosial.
b. Pengertian publik secara geografis yaitu sejumlah orang yang
berkumpul bersama-sama di suatu tempat.
c. Pengertian publik secara psikologis yaitu sebagai orang-orang
yang menaruh perhatian yang sama terhadap suatu masalah
yang sama, tetapi tidak bersangkut paut dengan tempat mereka
berada.
d. Pengertian publik secara geografis yaitu adanya kelompok
individu yang mempunyai minat/keinginan yang sama,
kehendak untuk memecahkan masalah secara bersama-sama,
serta mencapai tujuan secara bersama pula.
Berdasarkan beberapa pandangan diatas mengenai definisi publik,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa publik adalah sekelompok
orang dalam satu tempat yang sama memiliki harapan/keinginan dan
tujuan yang sama dan dalam aktivitasnya diperlukan intervensi dari
pemerintah atau aturan sosial.
2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik
Setelah memahami definisi dari kebijakan dan public yang telah
dikemukakan di atas. Selanjutnya akan peneliti paparkan pengertian dari
kebijakan publik. Kebijakan publik dalam kepustakaan internasional
disebut public policy. Dengan adanya tujuan yang ingin direalisasikan dan
adanya masalah publik yang harus diatasi, maka pemerintah perlu
membuat suatu kebijakan publik. Kebijakan yang merupakan sekumpulan
keputusan-keputusan yang ditetapkan, yang bertujuan dalam melindungi
21
serta membatasi perilaku atau tindakan masyarakat sesuai dengan norma-
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Karena para pembuat kebijakan
perlu mencari tahu dan meninjau terlebih dulu terkait isu-isu masalah apa
yang terjadi di masyarakat. Masyarakat adalah sumber utama dalam
penyusunan kebijakan publik. Kebijakan ini untuk keberhasilannya tidak
hanya didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomis, efisiensi dan
administratif, akan tetapi juga harus didasarkan atas pertimbangan etika
dan moral.
Eulau dan Prewitt dalam Agustino (2012: 6-7), dalam persepektif
mereka mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “keputusan tetap’ yang
dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari
mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan
tersebut.”
Definisi lain dikemukakan oleh Dye dalam Agustino (2012: 7),
bahwa:
“kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk
dikerjakan atau tidak dikerjakan” seperti ungkapannya dalam
Subarsono (2005:2)public policy is whatever governments choose
to do or not to do).
Sedangkan menurut Dunn dalam Wicaksana (2006: 64), Kebijakan
publik ialah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan
kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk
tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Rose
22
berupaya mengemukakan definisi lain dalam Agustino (2012: 7), yaitu
kebijakan publik sebagai, ”sebuah rangkaian panjang dari banyak atau
sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi
yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan.”
Frederick (1963: 79), mendefinisikan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman peluang
yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Laswell dan Kaplan
(1970: 71), kebijakan publik adalah suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik
tertentu.
Anderson (1978) sebagaimana dikutip Tachjan (2006: 16),
mengemukakan bahwa, “Public policies are those policies developed by
governmental bodies and officials”. Maksudnya, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah. Adapun tujuan penting dari kebijakan tersebut dibuat
pada umumnya dimaksudkan untuk:
1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal
(negara sebagai perangsang, stimulator)
3. Menyesuaikan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator)
23
4. Memperuntukkan dan membagi berbagai materi (negara
sebagi pembagi, alokator).
Widodo (2007:12) mendefinisikan kebijakan publik adalah
“serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah”.
Kebijakan publik merupakan suatu pilihan atau tindakan yang
menghasilkan suatu keputusan yang diambil oleh pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang bertujuan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan untuk kepentingan masyarakat. Sebagaimana
yang dikatakan Inu Kencana (2010) dalam bukunya Pengantar Ilmu
Pemerintahan, bahwa public policy dapat menciptakan situasi dan dapat
pula diciptakan oleh situasi.
Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik
sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu
krisis atau masalah publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano
sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:1) yang menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas.
24
Dari definisi-definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian tujuan dan saran serta keputusan tetap yang
dicirikan dengan konsistensi dan suatu pilihan atau tindakan yang
menghasilkan suatu keputusan yang diambil oleh pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal untuk tujuan yang telah
ditetapkan demi kepentingan masyarakat.
2.1.4. Ciri-Ciri Kebijakan Publik
Konsep teori Anderson dalam Abidin (2002:41) mengemukakan
beberapa ciri dari kebijakan publik, sebagai berikut :
1. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya. Artinya,
pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau
karena kebetulan ada kesempatan membuatnya.
2. Suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari
kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai
kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada
pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.
3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan
apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.
4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan
juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau
menganjurkan.
5. Kebijakan di dasarkan pada hukum, karena itu memiliki
kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.
Beberapa ciri dari kebijakan sebagaimana dimaksud adalah suatu
keterangan yang menunjukkan sifat khusus dari sesuatu. Orang mengenal
sesuatu berdasarkan keterangan tersebut. Demikian juga dengan
kebijakan. Tanpa mengetahui ciri-ciri kebijakan, maka sulit dibedakan
25
antara kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi.
2.1.5. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut Dunn (2000 :
24), ialah sebagai berikut.
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah
pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama
sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
b. Formulasi Kebijakan
Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk
mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya
membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan
tindakan legislatif.
c. Adopsi/Legitimasi Kebijakan
Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga,
atau keputusan peradilan.
d. Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil, dilaksanakan oleh unit-unit
administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan
manusia.
e. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan
menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan
peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam
pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.
2.1.6. Tujuan Kebijakan
Fungsi utama dari negara adalah mewujudkan, menjalankan dan
melaksanakan kebijaksanaan bagi seluruh masyarakat. Menurut
Sunggono (2004:23) mengemukakan :
26
Tujuan-tujuan penting kebijakan pemerintah pada umumnya, yaitu:
1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator);
2. Memajukan perkembangan dari masyarakat dalam
berbagai hal (negara sebagai stimulator);
3. Memadukan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator);
4. Menunjuk dan membagi benda material dan non
material (negara sebagai distributor).
Untuk merujuk kepada konsekuensi kebijakan sebagaimana
dimaksud, Molan dalam Nugroho (2004:264) mengemukakan :
“Setiap kebijakan harus mengandung unsur pragmatisme dan
untung rugi. Pragmatisme lebih dekat dengan goal setting theory,
yakni bahwa setiap tindakan harus mengacu kepada suatu tujuan.
Pragmatisme harus bersifat etis dan strategis. Bersifat etis
artinya sifat pragmatis ditujukan untuk kepentingan publik
dan bukan elit. Bukan pula sekelompok atau segolongan
orang saja.”
Konsep kualitas etis dari pragmatisme di atas, wajib menjadi
pertimbangan karena pragmatisme dapat dengan mudah menjadi milik
dari elit politik atau pemegang kendali pemerintah atas nama kepentingan
rakyat banyak, padahal atas nama kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Ini merupakan tantangan terberat mengingat setiap penguasa pasti
berkepentingan untuk mempertahankan kekuasaannnya selama mungkin,
baik untuk keuntungan pribadi atau obsesi individualnya.
Sementara itu dalam Reinventing Pembangunan
Dwidjowijoto dalam Nugroho (2004:266) menjelaskan sebagai berikut :
Pragmatisme tujuan strategis kebijakan mengacu kepada tiga
ukuran :
1. Bahwa tujuan kebijakan secara umum adalah untuk
menjadikan rakyat berdaya. Berdaya artinya mempunyai
kemampuan untuk membangun diri sendiri (secara
27
individual maupun kelompok) tanpa terlalu banyak
memerlukan uluran tangan pemerintah.
2. Mengacu kepada konteks tantangan saat ini dan hari depan.
Mengingat kemerosotan suatu bangsa khususnya di
Indonesia sendiri disebabkan masyarakatnya diberi daya dan
kemampuan, tetapi daya dan kemampuan untuk hidup di
jaman pra-globalisasi. Kebijakan subsisi, proteksi, tidak
responsive pasar, kurang mengakomodasi desakan
demokrasi, curiga kepada civil society, dan
sejenisnya adalah kebijakan yang tidak kontekstual.
3. Sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Tujuan strategis
ini setara dengan prinsip pengelolaan manajemen, yakni
optimalisasi risorsos atau sumberdaya.
Jika dipahami, maka pembangunan hingga saat ini lebih banyak
dipahami sebagai sebuah momen politis dan historis daripada momen
manajemen. Karena pembangunan dipahami sebagai sebuah “isme-isme”
daripada sebuah proses manajerial yang melibatkan optimalisasi
pemanfaatan aset-aset atau sumber- sumber daya yang tersedia.
Melihat kenyataan-kenyataan yang dihadapi saat ini, Nugroho
(2004:269) mengemukakan beberapa prinsip pokok yang dapat
dipergunakan sebagai tujuan implementasi kebijakan, yaitu :
1. Prinsip kerjasama tim; kerjasama tim harus ada dua
tingkat. Pertama tingkat administrasi publik, yaitu
melibatkan eksekutif dan legislative serta perangkat
pendukung di daerah.
2. Prinsip pengkreasian nilai; bahwa hasil akhior dari proses
kerjasama etim adalah kemanfaatan optimum bagi para
pemegang kebijakan, yaitu rakyat di daerah.
3. Prinsip kesinambungan; bahwa siapapun kelak yang
menjadi penguasa baru, tugas pertamanya bukan
membongkar kembali bangunan yang dibuat pendahulunya,
melainkan melanjutkan atau minimal mengkapitalisasi aset
produktif yang ditinggalkan pendahulunya.
28
4. Konsistensi dalam penyelenggaraan pembangunan yang
dimulai dari visi dan misi.
Oleh karena itu, kebijakan yang ideal adalah kebijakan yang bisa
membangun keunggulan bersaing dari setiap pribadi rakyatnya, karena
pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
mekanisme. Dimana mekanisme ini haruslah terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakatnya.
2.1.7. Implementasi Kebijakan Publik
Pada tahap selanjutnya dalam deskripsi teori ini akan dikemukakan
definisi implementasi kebijakan publik, setelah sebelumnya diuraikan
tentang definisi formulasi kebijakan publik. Menurut Meter dan Horn
dalam Wibawa (1994:21), mendefinisikan implementasi kebijakan,
sebagai:
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah
atauswasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”
Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2012:139),
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan-keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
29
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai
cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”
Dari kedua definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan/pelaksanaan oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat dalam kegiatan yang diarahkan
untuk mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu dari kegiatan yang
telah dilaksanakan.
Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa implementasi dapat dilihat
dari proses dan capaian tujuan berupa hasil akhir. Ini sesuai dengan yang
kemukakan oleh Lester dan Stewart dalam Agustino (2012:139), dimana
mereka mengatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan
pencapaian suatu hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-
tujuan yang ingin diraih.
Grindle pun berpendapat hampir serupa dengan pernyataan
sebelumnya dalam Agustino (2012:139), bahwa:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari
prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program
sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action
program dari individual project dan yang kedua apakah tujuan
program tersebut tercapai”
Definisi lain dikemukakan Pressman dan Wildavsky dalam
Parsons (2001:468),yaitu:
”Implementasai menjadikan orang melakukan apa-apa yang
diperintahkan dan mengontrol urutan tahap dalam sebuah sistem
dan implementasi adalah soal pengembangan sebuah program
30
kontrol yang meminimalkan konflik dan deviasi dari tujuan yang
ditetapkan oleh hipotesis kebijakan”.
Dari keseluruhan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan merupakan serangkaian aktivitas atau kegiatan
yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditetapkan dan dapat memberikan hasil dari aktivitas
atau kegiatan tersebut.
2.1.8. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
Berikutnya akan diuraikan beberapa model implementasi kebijakan
publik menurut beberapa ahli diantaranya yaitu :
1) Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn
Meter dan Horn dalam Agustino (2012:141), yang biasa
disebut juga A Model of The Policy Implementation,proses
implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi
suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya sengaja
dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik
yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagi variabel.
Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan
secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan
kinerja kebijakan publik.
31
Ada enam variabel menurut Van Metter dan Van Horn
dalam Agustino (2012:142), yang mempengaruhi kinerja kebijakan
public tersebut, adalah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan
dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur
mengada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya.
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat
tergantung dari kemampuan memanfaatkan
sumberdayayang tersedia. Manusia merupakan
sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi.
3. Karakteristik Agen Pelaksana.
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi
formal dan organisasi informal yang akan terlibat
pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat
penting karena kinerja implemenrasi kebijakan (publik)
akan sangat banyak dipengaruhi oleh cirri-ciri yang tepat
serta cocok dengan para agen pelaksananya.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposotion) para Pelaksana.
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana
akan sanagat banyak mempengaruhi keberhasilan atau
tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-
kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitupula
sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik yang telah
ditetapkan.Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang
tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan.
32
Gambar 2.1 Model Pendekatan The Policy Implementation process
(Donald Van Metter dan Carl Van Horn, dalam Agustino, 2012: 144)
2) Model Mazmanian dan Sabatier
Dalam Nugroho (2011:629), dijelaskan bahwa model ini
dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
(1983) yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya
melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian dan
Sabatier disebut model Kerangka Analisis implementasi (A
framework for implementation Analysis). Duet Mazmanian
Sabatier mengklasifkasikan proses implementasi kebijakan ke
dalam tiga variabel.
a. Variabel independen, yaitu mudah-tidaknya masalah
dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah
teori dan teknis pelaksanaan, keragamaan objek, dan
perubahan seperti apa yang dikehendaki.
33
b. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan
kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi
dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan,
dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber
dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana,
aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan
perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada
pihak luar; dan variabel di luar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan
dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi,
dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen,
dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen dan
kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
c. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses
implementasi dengan lima tahapan-pemahaman dari
lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya
kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata,
penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya
mengarah pada revisi atau kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan
yang bersifat mendasar.
34
3) Model Hogwood dan Gunn
Model yang selanjutnya atau model yang ketiga adalah
model Brian W.Hogwood dan Lewis A. Gunn (1978) dalam
Nugroho (2011:630). Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan
implementasi kebijkan diperlukan beberapa syarat. Syarat pertama
berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi
lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan maslah besar.
Syarat kedua, apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber
daya yang memadai, termasuk sumber daya waktu. Syarat ketiga,
apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar
ada. Syarat keempat, apakah kebijakan yang akan
diimplementasikan didasari hubungan kausalyang andal. Syarat
kelima, seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Syarat
keenam, apakah hubungan saling kebergantungan kecil. Syarat
ketujuh, pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap
tujuan. Syarat kedelapan, bahwa tugas-tugas telah dirinci dan
ditempatkan dalam urutan yang benar. Syarat kesembilan,
koordinasi dan komunikasi yang sempurna. Syarat kesepuluh,
bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat
menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
35
4) Model Goggin, Bowman, dan Lester
Dalam Nugroho (2011:633), Malcolm Goggin, Ann
Bowman, dan James Lestermengembangkan apa yang disebutnya
sebagai “communication model” untuk implementasi kebijakan,
yang disebutnya sebagai “Generasi Ketiga Model Implementasi
Kebijakan” (1990). Goggin, dkk. Bertujuan mengembangkan
sebuah model implementasi kebijakan yang “lebih ilmiah” dengan
mengedepankan pendekatan “metode penelitian” dengan adanya
variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan
faktor “komunikasi” sebagai penggerak dalam implementasi
kebijakan.
5) Model Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994:22),
implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan.
Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari
kebijakan tersebut. Isi kebijakannya mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1) Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
2) Jenis manfaat yang dihasilkan
3) Derajat perubahan yang diinginkan
4) Kedudukan pembuat kebijakan
5) Pelaksana program
36
6) Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu, dari isi yang mencakup hal-hal yang di atas
terdapat konteks implementasinya adalah sebagai berikut:
1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2) Karakteristik lembaga dan penguasa
3) Kepatuhan dan daya tanggap
Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle dalam
Wibawa (1994:22)
37
6) Model Elmore, dkk.
Model ini disusun oleh Richard Elmore (1979), Michael
Lipsky (1971), dan Benny Hjern & David O’Porter dikemukakan
dalam Nugroho (2011:635-636), bahwa dalam model ini dimulai
dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses
pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi,
aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model
implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang
mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi
kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun
hanya di tataran rendah.
7) Model George C. Edward III
Dalam Agustino (2012: 150-153), dijelaskan bahwa model
implementasi yang dikembangkan oleh Edward III berspektif top
down. Edward III menanamkan model implementasi kebijakan
publiknya dengan Direct and Indirect Impact on Implementation.
Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III, terdapat
empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi
suatu kebijakan, yaitu: (1) komunikasi; (2) sumberdaya; (3)
disposisi; dan (4) struktur birokrasi.
38
Gambar 2.3
Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on Implementation (George
Edward III) Agustino (2012:150-153)
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu kebijakan, menurut George Edward III, adalah
komunikasi. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau
digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi,
yaitu:
1) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan
dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik
pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran
komunikasi adalah adanya salah pengertian
(miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena
komunikasi telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi
ditengah jalan.
2) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para
pelaksana kebijakan (street-level-bureuacrats)
haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan
tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran
tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas
dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran
yang lain haltersebut justru akan menyelewengkan
tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah
ditetapkan.
39
3) Konsisitensi; perintah yang diberikan dalam
pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan
jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Krena jika
perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka
dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana
dilapangan.
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi
keberhasilan suatu kebijakan implementasi suatu kebijakan adalah
sumberdaya. Indikator sumber-sumberdaya terdiri dari beberapa
elemen, yaitu:
1) Staf; sumber daya utama dalam implementasi
kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi
dalam implementasi kebijakan salah satunya
disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi,
memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya.
Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak
mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan
(kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan
kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan
oleh kebijakan itu sendiri.
2) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi
mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementor harus mengetahui apa yang harus
mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk
melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
Implementor harus mengetahui apakah orang lain
yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut
patuh terhadap hukum.
3) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus
bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan.
Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi
para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
40
ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil,
maka kekuatan para implementor dimata publik tidak
terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses
implementasi kebijakan.
4) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting
dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin
memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang
dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk
melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas
pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah disposisi. Hal-hal penting
yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George
Edward III, adalah:
1) Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para
pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan
yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila
personil yang ada tidak melaksanakan kebijkan-
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil
pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah
ditetapkan; lebih khusus lagi bagi kepentingan warga.
2) Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik
yang disarankan untuk mengatasi masalah
kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada
umumnya orang bertindak menurut kepentingan
mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para
pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi
faktor pendorong yang membuat para pelaksana
kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan
pribadi (self interest) atau organisasi.
41
Variabel keempat, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun
sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau
para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksankan suatu
kebijakan, kemungkinan suatu kebijakan tersebut tidak dapat
terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam
suatu struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut
adanya kerja sama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak
kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan
menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif
dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana
sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi
dengan baik.
Dari teori yang dipaparkan di atas, peneliti hanya
mengambil salah satu teori yang peneliti anggap paling cocok
dalam penelitian ini yaitu Teori Donald Van Metter dan Carl Van
Horn (A Model of The Policy Implementation), yang dikutip dalam
Agustino (2012: 141-144), terdapat enam variabel yang
mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu, ukuran dan tujuan
42
kebijakan, sumberdaya, karakteristik agen pelaksana,
sikap/kecenderungan (Disposition) para pelaksana, komunikasi
antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, serta lingkungan ekonomi,
sosial, dan politik.
2.1.9. Konsep Keluarga Miskin dan Kemiskinan
Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan
barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan dapat diartikan
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti
pangan,perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau
kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya
sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS dalam
BPS, 2002).
Menurut teori Noor (2007:80) menjelaskan : “Keluarga adalah
unit/satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya
dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary
group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai
macam bentuk kepribadian dalam masyarakat”.
Sedangkan konsep teori Hartomo (2004:86) menjelaskan bahwa :
“Fungsi ekonomi dalam keluarga artinya bagi kelangsungan hidupnya,
keluarga harus mengusahakan penghidupannya. Di dalam masyarakat
43
yang sederhana pembagian kerja dalam kerjasama ekonomi dilakukan
antara anggota-anggota keluarga”.
Jadi, yang dimaksud keluarga miskin suatu bagian dari masyarakat
terkecil yang mempunyai hubungan secara biologis yang hidup dan tinggal
dalam rumah yang standar kehidupan ekonominya rendah atau tingkat
pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok
seperti, sandang, pangan maupun papan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kemiskinan pada dasarnya
merupakan salah satu bentuk masalah yang muncul dalam kehidupan
masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara yang sedang
berkembang. Masalah kemiskinan ini dikatakan sebagai suatu problema
karena masalah kemiskinan menuntut adanya upaya pemecahan masalah
secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat.
Menurut Salim dalam Noor (2007:288): yang dimaksud
dengan kemiskinan adalah: “Suatu keadaan yang dilukiskan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
pokok”.
Menurut Sayogya Dalam Munandar (2006:228) : “Garis
kemiskinan dinyatakan dalam Rp./tahun, ekuivalen dengan nilai tukat
beras (kg/orang/bulan, yaitu untuk desa 320kg/orang/tahun dan untuk kota
480 kg/orang/tahun)”. Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di
bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
44
1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal,
keterampilan, dan sebagainya.
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk
memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat
sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari
tambahan penghasilan.
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self
employed), berusaha apa saja.
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak
mempunyai keterampilan.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi
seseorang/keluarga dikatakan miskin apabila melihat empatbelas
indikator yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2
per
orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/
bambu/ kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/
rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa plester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar.
5. Sumber Penerangan Rumah Tangga tidak menggunakan
listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata
air tidak terlindungi/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/ arang/ minyak tanah.
8. Hanya mengkomsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam
seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/
poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani
dengan luas lahan 0.5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh
perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan
dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak
45
sekolah/tidak tamat SD.
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual
dengan nilai Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah), seperti:
Sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor
atau barang modal lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, masalah kemiskinan dewasa ini
memang menjadi persoalan bangsa Indonesia. Kemiskinan telah menjadi
isu global dimana setiap negara merasa berkepentingan untuk
membahas kemiskinan, terlepas apakah itu negara berkembang maupun
sedang berkembang. Contohnya di sebagian wilayah Asia dan Afrika,
sangat berurusan dengan agenda pengentasan kemiskinan. Sebagian besar
rakyat di kawasan ini masih menyandang kemiskinan. Sementara bagi
negara maju, mereka pun sangat tertarik membahas kemiskinan.
Ketertarikan itu karena di negara berkembang berdampak pada stabilitas
ekonomi dan politik mereka.
Oleh karena itu, untuk tercapainya keberhasilan program
pendistribusian beras ini, maka bagaimana penyelenggara pemerintahan
mengefektifkan sumber- sumber data dan sumber daya yang ada
sehingga pelaksanaan program dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai
penerima manfaatnya.
2.1.10. Perbedaan Raskin dan Rastra
Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan
kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang
46
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi
kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan
rentan). Program Raskin bertujuan untuk mengurangi sebagian beban
pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras.
Efektivitas Raskin sebagai perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecukupan nilai
transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan
rentan. Pengeluaran rumah tangga miskin dan rentan sebagian besar (65%)
digunakan untuk membeli bahan makanan. Beras, sebagai salah satu bahan
makanan, merupakan komoditi utama dalam konsumsi rumah tangga
miskin dan rentan, dengan proporsi sekitar 29% dari komponen konsumsi
masyarakat miskin. Meningkatnya harga beras melemahkan daya beli
masyarakat terutama masyarakat miskin, yang pada gilirannya
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Untuk itu, sangatlah penting
untuk memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan tetap dapat
memenuhi kebutuhan pangan terutama beras.
Menurut Menteri Sosial Republik Indonesia Khofifah Indar
Parawansa, penggantian nama dari Raskin (Beras Untuk Keluarga Miskin)
ke Rastra (Beras Sejahtera) ini untuk mengubah pemikiran yang
sebelumnya beras ini untuk membantu masyarakat miskin, agar kini beras
47
yang disubsidi pemerintah untuk mengubah kehidupan masyarakat
menjadi lebih sejahtera.
2.2. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan di cantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah peneliti
baca, yaitu:
1. Penelitian tentang Evaluasi Distribusi Program Beras Miskin
(RASKIN) suatu Studi Kasus di Desa Sidoharjo Kecamatan Gedeg
Kabupaten Mojokerto yang dilakukan oleh Andri Winandra pada
Tahun 2012 seorang mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro
Semarang. Metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan
teknik kualitatif untuk menjaring data menggunakan teknik
observasi dan wawancara dengan sejumlah informan dan teknik
analisanya adalah dengan model triangulasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa program Raskin mampu memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat, meskipun masih ada kendala yang
dihadapi di lapangan mengenai prosedur pendistribusian yang
tidak sesuai dengan pedoman umum Raskin Tahun 2011.
Relevansi dengan penelitian sekarang atau persamaan peneliti yang
dilakukan oleh Andri Winandra adalah Evaluasi Distribusi
48
Program Beras Miskin dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu
implementasi program Raskin.
2. Penelitian tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk
Rakyat Miskin (RASKIN) di Kecamatan Serang Kota Serang
Tahun 2009 oleh Eric Agustiara. Penelitian menggunakan metode
penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat di Kecamatan Serang yang mendapatkan
bantuan Raskin. Hasil penelitian menunjukan bahwa Program
Beras Untuk Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Serang berjalan
dengan baik.
3. Penelitian tentang Implementasi Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 2008 Tentang Kebijakan Perberasan Nasional Untuk
Program Raskin suatu Studi Kasus : Program Raskin di Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Garut yang dilakukan oleh Heri Rizal pada
tahun 2013 seorang mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan teknik
kualitatif, teknik pengumpulan data observasi dan wawancara
dengan informan dan teknik analisisnya dengan model triangulasi.
Hasilnya penelitian menunjukkan bahwa kebijakan perberasan
nasional dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga
miskin. Hasilnya telah cukup banyak kemajuan yang dicapai
kendati tidak sedikit pula kekurangan dan kelemahan dalam
49
proses penyaluran. Artinya implementasi kebijakan perberasan
nasional dapat dikelola dengan hasil yang baik yang realisasinya
distribusi beras itu untuk warga miskin. Relevansi dengan
penelitian sekarang atau persamaan penelitian yang dilakukan
oleh Heri Rizal adalah membahas tentang kebijakan perberasan
nasional yang tujuannya adalah sama untuk program Raskin
seperti kajian dalam penelitian ini.
2.3. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Sugiyono,2008:65). Untuk mengetahui bagaimana alur berfikir
peneliti dalam menjelaskan permasalahan penelitian, maka terlebih dahulu perlu
diketahui penjelasannya pada uraian di bawah ini :
Pangan merupakan kebutuhan yang sangat pokok yang bersifat
mendasar, sehingga memiliki sifat strategis dalam pembangunan baik di tingkat
nasional maupun daerah yang akan sangat menunjang kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan itu, pembangunan sudah menjadi bagian dari proses terbentuknya
peradaban manusia. Tujuan dari pembangunan di Indonesia adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sesuai
dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945.
Kemiskinan terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bisa
50
dikatakan semakin memprihatinkan. Kemiskinan terjadi dikarenakan belum
terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Hak-hak dasar tersebut antara lain adalah
hak atas pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan, tanah, sumber
daya alam, air bersih, dan sanitasi, rasa aman serta hak untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan.
Upaya untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang menjadi hak setiap
warga negara dan merupakan kebutuhan untuk hajat hidup orang banyak, serta
dalam rangka program pengentasan pemerintah, maka ditetapkanlah suatu
kebijakan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Perberasan, yaitu berupa penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi
kelompok masyarakat miskin atau yang sering disebut Raskin. Melalui Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, Presiden
mengintruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan
upaya peningkatan pendapatan petani dan mengawal ketahanan pangan nasional.
Presiden juga menginstruksikan secara khusus kepada Perum BULOG untuk
menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat
miskin dan rawan pangan, yang penyediannya mengutamakan pengadaan beras
dari gabah petani dalam negeri. Penyaluran beras bersubsidi ini terbukti telah
membantu sebagian besar masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan pangan dapat dikurangi, sehingga pada akhirnya
memberikan kontribusi positif dalam upaya penanggulangan kemiskinan di
51
Indonesia.
Upaya Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam pengentasan
kemiskinan serta untuk meningkatkan kesejahteraan warga miskin terus
dilaksanakan, antara lain melalui program-program kerja yang dilaksanakan oleh
Dinas Sosial salah satunya yaitu Program Beras untuk keluarga miskin
(Raskin). Raskin sendiri merupakan sebuah program bantuan beras bersubsidi
dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau Rumah Tangga
Sasaran (RTS). Program dan kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang untuk tahun 2016 ini bersumber dari
APBD Kabupaten Pandeglang. Untuk kelancaran penyaluran Raskin, maka
Pemerintah Kabupaten Pandeglang melalui Dinas Ketahanan Pangan berkerja sama
dengan Bulog Subdrive Lebak-Pandeglang, dengan dibantu pihak Kecamatan dan
Kelurahan/Desa. Dalam pelaksanaannya, pihak Pemerintah melakukan upaya
sosialisasi terus menerus mengenai data terbaru kepada penerima manfaat.
Untuk mempersempit ruang lingkup penelitian, peneliti mencoba
memfokuskan penelitian di wilayah Desa Munjul. Selain juga karena Desa ini
adalah tempat tinggal peneliti, menurut sepengetahuan peneliti terdapat beberapa
masalah dalam upaya penyaluran beras untuk keluarga miskin ini. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, fenomena pelaksanaan program Raskin
untuk tahun anggaran 2017 di Kabupaten Pandeglang khususnya di Desa
Munjul Kecamatan Munjul, bahwa dalam penyaluran Raskin tersebut masih
ditemukan berbagai masalah.
52
Masalah pertama adalah kelancaran distribusi beras Raskin. Banyak RTS
penerima Raskin di Desa Munjul mengeluhkan lambatnya distribusi beras yang
dilakukan pemerintah melalui Bulog. Hal ini berdasarkan wawancara peneliti
dengan Ketua RT 001/003 Desa Munjul Bapak Ahmad, bahwa sekitar sudah 3
bulan ini distribusi beras Raskin tidak sampai ketempatnya. Beliau sendiri tidak
mengetahui pasti apa yang terjadi dengan keterlambatan pendistribusian Raskin
ini. Padahal masyarakat di RT beliau sangat tergantung pada program Raskin
ini dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Seperti kata salah satu warga
yang peneliti wawancara, menurutnya penyaluran Raskin yang tersendat
membuat dirinya harus mengeluarkan uang lebih hanya untuk makan. Karena
menurutnya harga beras di Pasar yang paling murah sudah menyentuk angka
Rp. 7000/kg dengan kualitas sangat jelek.
Masalah kedua adalah seringkali beras yang didistribusikan oleh
pemerintah adalah beras yang kualitasnya jelek dan tidak layak makan. Seperti
pengakuan Bapak Hambali Ketua RT 002/003, menurutnya seringkali beras
yang diterima RTS dalam penyaluran Raskin adalah beras yang kurang layak
untuk di konsumsi. Ditambahkan oleh Pak Hambali bahwa terkadang berasnya
kuning serta banyak kutunya. Hanya saja karena himpitan ekonomi, warga RTS
selalu saja menerima apa yang disalurkan oleh pemerintah.
Masalah ketiga adalah seringkali terjadi beras Raskin yang didistribusikan
oleh pemerintah melalui Perum Bulog juga bisa didapatkan oleh warga yang tidak
masuk kategori RTS. Hal ini mengecewakan warga kategori RTS karena
53
mengurangi jatah mendapatkan Raskin. Peneliti mendapatkan fakta tersebut dari
beberapa warga RTS yang peneliti wawancara. Sehingga setiap RTS yang
harusnya menerima 10kg dalam sekali penyaluran harus rela jatahnya dipotong.
Hal ini menurut mereka sangat mengecewakan.
Dengan menggunakan indikator Implementasi Kebijakan Publik menurut
Van Metter dan Van Horn (A Model of The Policy Implementation), yang dikutip
dalam Agustino (2012:141-144), terdapat enam variabel yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
2. Sumberdaya.
3. Karakteristik Agen Pelaksana.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Variabel Implementasi Kebijakan Publik yang disebutkan diatas, dinilai
dan dianggap lebih rasional dan tepat untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang ada pada Implementasi Perda ini. Untuk memahami lebih jelas
dari kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:
54
Gambar 2.4
Kerangka Berfikir Penelitian
Sumber : Hasil analisis Konsep Peneliti 2018
IMPACT:
Menurunnya angka kemiskinan di Kecamatan Munjul
Implementasi Program Beras Sejahtera (Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang
Masalah:
1. Ketidaklancaran pendistribusian beras Raskin,
banyak RTS penerima Raskin di Desa
Munjul mengeluhkan lambatnya distribusi
beras yang dilakukan pemerintah melalui
Bulog.
2. Beras Raskin yang didistribusikan oleh
pemerintah adalah beras yang kualitasnya
jelek dan tidak layak untuk dikonsumsi.
3. Kebijakan Raskin seringkali tidak tepat
sasaran karena beras Raskin bisa diperoleh
oleh masyarakat yang bukan kategori RTS.
Proses:
Teori Donald Van Metter dan Carl Van Horn (A Model
of The Policy Implementation), yang di kutip Agustino,
terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja
kebijakan publik, yaitu:
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan
2) Sumberdaya
3) Karakteristik Agen Pelaksana
4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para
Pelaksana
5) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas
Pelaksana
6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
55
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, maka peneliti menjabarkan
sebuah hipotesis sebagai berikut :
H0 : µ < 65%
Hipotesis Nol : Implementasi Program Beras untuk keluarga
miskin (Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang kurang dari 65%.
Ha : µ > 65%
Hipotesis Alternatif : Implementasi Program Beras untuk keluarga
miskin (Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang lebih dari atau sama dengan
65%.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif, hal ini dikarenakan untuk menjaga nilai
keobjektifan hasil. Dengan pendekatan deskriptif sebagai metode primer dan
kuantitatif sebagai metode penunjang. Penelitian deksriptif adalah penelitian yang
bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya
(Irawan, 2006:4.9).
Menurut Sugiyono (2004:11), penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel
satu dengan variabel yang lain. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. (Sugiyono 2009:8).
56
57
3.2. Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Penelitian mengenai Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin
(Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang. Oleh karena
itu peneliti hanya membatasi penelitian ini pada Seberapa besar Implementasi
Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan
Munjul Kabupaten Pandeglang.
3.3. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin
(Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang ini
dilaksanakan di Desa Munjul, Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Teori implementasi yang digunakan adalah Teori Donald Van
Metter dan Carl Van Horn (A Model of The Policy
Implementation), yang di kutip Agustino.
3.4.2 Definisi Operasional
Terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan
publik, yaitu:
58
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan
2) Sumberdaya
3) Karakteristik Agen Pelaksana
4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana
5) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur nilai variabel yang diteliti dari fenomena alam maupun sosial, yang
keseluruhannya disebut sebagai variable penelitian (Sugiyono, 2009:102).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan
jumlah variabel sebanyak satu variabel atau variabel mandiri.
Sedangkan skala pengukuran instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Indikator
variabel yang disusun melalui item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan diberikan jawaban setiap item instrumennya. Item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif (Sugiyono, 2009:93). Jawaban setiap item instrument diberi skor sebagai
berikut :
59
Tabel 3.1
Skoring Item Instrumen
Pilihan Jawaban Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber : Sugiyono (2009:94).
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah
berdasarkan teknik pengumpulan sumber data sebagai berikut:
a. Jenis Data
Dilihat dari jenis datanya, penelitian ini menggunakan jenis data
sebagai berikut:
1. Data Primer, yaitu data yang diambil langsung dari lokus penelitian,
tanpa perantara. Sumber ini bisa berbentuk benda, situs, atau
manusia (Irawan, 2006:5.5).
2. Data Sekunder, yaitu data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya. Data sekunder biasanya diambil dari uraian para ahli dan
dokumen-dokumen pendukung seperti laporan, karya tulis orang
lain, koran, majalah. Atau, seseorang yang mendapat informasi dari
orang lain (Irawan, 2006:5.5).
60
b. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Responden, yaitu para RTS penerima raskin dilibatkan langsung
dalam dalam kegiatan penelitian ini, untuk memperoleh gambaran
atas materi yang dijadikan objek penelitian.
2. Literatur, yaitu data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan
penelitian ini.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti,
yaitu :
1. Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket yaitu mengumpulkan data dan informasi yang
dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan kepada responden
untuk dijawab.
2. Observasi
Observasi adalah serangkaian pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung terhadap subjek atau objek penelitian melalui mata,
telinga dan perasaan dengan melihat fakta-fakta fisik dari objek yang
diteliti. Observasi yang dilakukan dalam peneliti ini adalah observasi
61
nonpartisipan, maksudnya adalah peneliti tidak terlibat dan hanya
sebagai pengamat independen, karena peneliti tidak menjadi bagian
dari komunitas atau kelompok dari objek penelitian.
3. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang mengandung tujuan dan maksud
tertentu dari sebuah pembicaraan. yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010:186).
Adapun, wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan wawancara terstuktur dan tidak terstruktur. Adapun cara
mengumpulkan data dan informasi dengan cara tanya-jawab langsung
dengan responden atau narasumber guna mendapatkan apa yang ingin
diketahui oleh peneliti.
3.7. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:90).
Mengingat penelitian ini terkait dengan kebijakan program raskin di Desa Munjul
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang, maka peneliti menetapkan populasi
yang menjadi objek penelitian ini adalah penduduk/masyarakat Rumah Tangga
62
Sasaran Peneriman (RTS-PM) program Raskin. Berdasarkan sumber data
yang penulis peroleh di lapangan, yaitu sebanyak 311 RTS-PM. Dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Populasi Berdasarkan RW di Desa Munjul
Jumlah RTS di Setiap RW
RW 001 70
RW 002 65
RW 003 44
RW 004 87
RW 005 45
JUMLAH 311
Sumber: Pemerintah Desa Munjul, 2018
Akan tetapi dari sekian banyak populasi yang ada tidak mungkin
peneliti untuk mendata satu persatu RTS-PM yang ada di Desa Munjul
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang, sehingga jumlah sampel yang
dijadikan responden secara keseluruhan disederhanakan.
Penetapan ukuran sampel menggunakan Rumus Slovin (Bungin,
2009:105), sebagai berikut :
n
Keterangan:
N : Jumlah Populasi
n : Jumlah Sampel
63
e : Standar error dari kemampuan sampel dalam mewakili
populasi (dalam hal ini standar error 5%)
Adapun perhitungannya sebagai berikut :
= 174.96 dibulatkan menjadi 175 sampel
Sedangkan untuk mengetahui ukuran sampel peneliti menerapkan teknik
proportion cluster sampling sebagai berikut :
n1 = Ukuran sampel masing-masing RW
N1 = Ukuran besarnya populasi pada masing-masing RW
N = Jumlah populasi n = Ukuran besarnya sampel
Adapun perhitungan besarnya sampel yang mewakili dari 175
sampel, yaitu sebagai berikut :
64
Tabel 3.3.
Sampel Berdasarkan RW di Desa Munjul
Jumlah RTS di Setiap RW Perhitungan Hasil Jumlah
Sampel
RW 001 70 70/311 x 175 39.38907 39
RW 002 65 65/311 x 175 36.57556 37
RW 003 44 44/311 x 175 24.75884 25
RW 004 87 87/311 x 175 48.95498 49
RW 005 45 45/311 x 175 25.32154 25
JUMLAH 311 175 175
Sumber: Peneliti, 2018
3.8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data
dilaksanakan. Pada penelitian kuantitatif, pengolahan data secara umum
dilaksanakan dengan melalui tahap memeriksa (editing), proses pemberian
identitas (coding), dan proses pembeberan (tabulating). (dalam Bungin 2009:164-
168).
1. Editing, adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum
memenuhi harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan,
tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu,
keadaan tersebut harus diperbaiki melalui editing ini.
2. Coding, setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya
adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan coding.
65
Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas
sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis.
3. Tabulasi (Proses Pembeberan), adalah bagian terakhir dari
pengolahan data. Maksud tabulasi adalah memasukan data pada
tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya.
Setelah pengolahan data selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya yaitu
analisis data. Dalam penelitian kuantitatif, maka kegiatan dalam analisis data
adalah megelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data
tiap variabel yang diteliti serta melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.
A. Uji Validitas
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
yang diteliti. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan
untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (dalam Sugiyono, 2009:121). Untuk menguji
validitas instrumen, peneliti menggunakan rumus Korelasi Product
Moment sebagai berikut:
66
Keterangan:
r = Koefisien Korelasi Product Moment
n = Jumlah sampel
∑xy = Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
∑x = Jumlah skor dalam sebaran X
∑y = Jumlah skor dalam sebaran Y
∑x² = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑y² = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
B. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah isntrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama. Sugiyono (2009:121). Adapun,
pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan
teknik Alpha Cronbach, yaitu perhitungan yang dilakukan dengan
menghitung rata-rata interkorelasi diantara butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner. Variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya
lebih dari 0.30 (Purwanto, 2007:181). Dengan dilakukan uji
reliabilitas, maka akan menghasilkan suatu instrumen yang benar-
benar tepat atau akurat dan mantap. Apabila koefisien reliabilitas
instrumen yang dihasilkan lebih besar, berarti instrumen tersebut
memiliki reliabilitas yang cukup baik.
( )( )
√ ( ) ( )
67
Rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah butir
Sᵢ² = Variasi butir
St² = Variasi total
Sumber: Purwanto, 2007:181
C. Uji T-Test
Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dalam
penelitian ini menggunakan uji T karena variabel penelitian dalam
penelitian ini bersifat tunggal. Untuk melakukan pengujian
hipotesis deskriptif menggunakan t-test satu sampel dan
menggunakan uji pihak kanan. Menurut Sugiyono (2009:164-165),
uji pihak kanan digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyai
“lebih kecil atau sama dengan (≤)” dan hipotesis alternatifnya (Ha)
berbunyi “lebih besar (>)”. Pengujian hipotesis deskriptif ini
menggunakan rumus t-test sebagai berikut:
(
) (
)
68
Keterangan:
t = Nilai t yang dihitung
X = Nilai rata-rata
µ˳ = Nilai yang dihipotesiskan
s = Simpangan baku
n = Jumlah anggota sampel
Sumber: Sugiyono (2009:164-165)
3.9. Jadwal Penelitian
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
Kegiatan
Waktu Pelaksanaan 2017-2018
Des 17 Jan 18 Feb 18 Mar
18
Apr 18 Mei
18
Pengajuan Proposal
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Pengolahan dan Analisis Data
Sidang Skripsi
Revisi Skripsi
Sumber: Peneliti, 2018
√
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu dari 8
Kabupaten/Kota di Propinsi Banten yang berada di ujung Barat Pulau
Jawa. Kabupaten Pandeglang terletak di bagian Selatan Provinsi Banten,
secara administratif Kabupaten Pandeglang dibentuk pada tanggal 1 April
1874 (Sumber Humas Pandeglang). Jumlah penduduk Kabupaten
Pandeglang berdasarkan sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 adalah
1.149.610 orang dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 589.056
orang dan perempuan sebanyak 560.554 orang.
Secara geografis terletak antara 6º21’- 7º10’ Lintang Selatan dan
104º48’- 106º11’ Bujur Timur, memiliki luas wilayah 2.747 Km2
(274.689,91 ha), atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten dengan
panjang pantai mencapai 307 km. Kota Pandeglang sebagai Ibukota
Kabupaten terletak pada jarak 23 km dari Ibukota Provinsi banten dan 111
km dari Ibukota Negara.
Wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Pandeglang terdiri
dari wilayah administrasi Kecamatan sebanyak 35 Kecamatan, wilayah
Desa sebanyak 322 Desa dan 13 Kelurahan, dengan batas-batas
69
70
administrasi: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah
Barat berbatasan dengan Selat Sunda; Sebelah Selatan berbatasan dengan
Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.
Secara geologi, wilayah Kabupaten Pandeglang termasuk kedalam
zona Bogor yang merupakan jalur perbukitan. Sedangkan jika dilihat dari
topografi daerah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi ketinggian antara
0-1.778 m di atas permukaan laut. Sebagian besar topografi daerah
Kabupaten Pandeglang adalah dataran rendah yang berada di daerah
Tengah dan Selatan yang memiliki luas 85,07% dari luas keseluruhan
Kabupaten Pandeglang. Kedua daerah ini ditandai dengan karakteristik
utamanya adalah ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah,
seperti Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m), Gunung Tilu
(562 m) dan Gunung Raksa (320 m). Daerah Utara memiliki luas 14,93 %
dari luas Kabupaten Pandeglang yang merupakan dataran tinggi, yang
ditandai dengan karekteristik utamanya adalah ketinggian gunung yang
relatif tinggi, seperti Gunung Karang (1.778 m), Gunung Pulosari (1.346
m) dan Gunung Aseupan (1.174 m).
Rasio jenis kelamin pada tahun 2010 sebesar 105,08. Sebaran
penduduk perkecamatan relatif tidak merata. Kecamatan dengan penduduk
terjarang yaitu Kecamatan Sumur dengan rata-rata sebanyak 88 jiwa/Km2,
sementara wilayah yang terpadat adalah Kecamatan Labuan, yaitu
71
sebanyak 3.439 jiwa/Km2. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk (LPP)
Kabupaten Pandeglang Sensus Penduduk periode 1961-1971 sebesar 2,71
persen, periode 1971-1980 sebesar 2,15 persen, periode 1980-1990 sebesar
2,14 persen, periode 1990- 2000 sebesar 1,64 persen dan 2000-2010
sebesar 1,30 persen. Menurut angka laju pertumbuhan penduduk ialah
merupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan bidang
kependudukan yang salah satunya antara lain adalah program Keluarga
Berecana (KB).
Gambar 4. 1
Peta Kabupaten Pandeglang
(Pandeglangkab. go. id)
72
Luas wilayah Kabupaten Pandeglang adalah 274. 689,91 Ha atau 2.
747Km2 dan secara wilayah kerja administrasi terbagi atas 35 kecamatan,
322 desa dan 13 kelurahan. Dataran di Kabupaten Pandeglang sebagian
besar merupakan dataran rendah yakni di Daerah bagian tengah dan
selatan, dengan variasi ketinggian antara 0 – 1. 778 meter di atas
permukaan laut (dpl) dengan luas sekitar 85,07% dari luas wilayah
Kabupaten. Secara umum perbedaan ketinggian di Kabupaten Pandeglang
cukup tajam, dengan titik tertinggi 1. 778 m diatas permukaan laut (dpl)
yang terdapat di Puncak Gunung Karang pada Daerah bagian utara dan
titik terendah terletak diDaerah pantai dengan ketinggian 0 m dpl.
4.1.2. Kependudukan
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang
berdasarkan Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 adalah 1. 149. 610
orang dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 589. 056 orang dan
perempuan sebanyak 560. 554 orang. Berdasarkan data di atas, rasio jenis
kelamin pada tahun 2010 sebesar 105,08.
Sebaran penduduk per kecamatan relatif tidak merata. Kecamatan
dengan penduduk terjarang yaitu Kecamatan Sumur dengan rata-rata
sebanyak 88 jiwa/Km2, sementara wilayah yang terpadat
adalahKecamatan Labuan, yaitu sebanyak 3. 439 jiwa/Km2. Sedangkan
73
rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 419
jiwa/Km2.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang, jumlah penduduk
15 tahun ke atas yang bekerja berjumlah 384. 657 jiwa. Lapangan
pekerjaan utama penduduk berupa pertanian, perkebunan, kehutanan,
perburuan dan perikanan; industri; perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi; dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
Secara umum, pekerja di Kabupaten Pandeglang bekerja di sektor
informal (83,67%) dan sisanya bekerja di bidang formal (16,33%) dari
jumlah pekerja di atas 15 tahun berjumlah 434. 746 jiwa(Indikator
Kesejahteraan Rakyat, 2009). Dari jumlah pekerja 434. 746 jiwa, pekerja
dengan status pekerjaan berusaha sendiri memiliki proporsi yang terbesar
yaitu 23,67%, sedangkan pekerja dengan status pekerjaan berusaha
dibantu buruh tidak tetap/ tidak dibayar memiliki proporsi terkecil
(2,32%).
4.1.3. Gambaran Perekonomian
Berdasarkan BPS Kabupaten Pandeglang, jumlah penduduk 15
tahun keatas yang bekerja yang bekerja berjumlah 384.657 jiwa. Lapangan
pekerjaan utama penduduk berupa pertanian, perkebunan, kehutanan,
74
perburuan dan perikanan. Kemudian industri perdagangan, rumah makan
dan jasa akomodasi dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
Secara umum, pekerja di Kabupaten Pandeglang bekerja di sektor informal
(83,67%) dan sisanya bekerja di bidang formal (16,33%) dari jumlah
pekerja di atas 15 tahun berjumlah 434.746 jiwa, pekerja dengan setatus
pekerjaan berusaha sendiri memiliki proporsi ya ng terbesar yaitu 23,67%
sedangkan pekerja dengan setatus pekerjaan berusaha dibantu buruh tidak
tetap /tidak dibayar memiliki proporsi terkecil (2,32%) Struktur penduduk
ini selalu berubah-ubah Karena disebabkan oleh proses demografi yakni
kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan juga migrasi atau
perpindahan penduduk Sebaran penduduk perkecamatan relative tidak
merata. Kecamatan dengan penduduk terjarang yaitu kecamatan sumur
dengan rata-rata sebanyak 88 jiwa/Km2, sementara wilayah yang terpadat
adalah Kecamatan Labuan, yaitu sebanyak 3.439 jiwa/Km2.
4.1.4. Gambaran Umum Desa Munjul
Sebagaimana diatur dalam UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah serta peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Desa atau yang disebut dengan nama lain Desa adalah kesatuan
masyarakat yang mempunyai hukum yang memiliki batas-batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
75
setempat. Berdasarkan asal usul dan adat istiadat masyarakat setempat
yang diatur dan dihormati dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Munjul diambil dari kata “muncul “ yang artinya menyembul;
keluar menampakan diri. Sehingga seperti makna dari kata tersebut, Desa
Munjul sedikit lebih “ muncul “ dari desa lainnya, terutama sumber daya
manusianya. Diharapkan orang-orang yang berasal dari Desa Munjul ini
muncul-muncul dalam bidang apapun. Banyak warga masyarakatnya
sampai sekarang yang mempunyai kedudukan ataupun pejabat.Munjul
juga dijadikan nama Kecamatan di Daerah Tingkat II Kabupaten
Pandeglang. Nama tersebut dipakai sejak Kecamatan itu dijadikan
Kecamatan di Daerah Kabupaten Pandeglang.
Desa Munjul adalah salah satu desa yang terdekat dengan kota
Kecamatan Munjul dan sebagai salah satu Desa yang berada di wilayah
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Desa Munjul
dulu merupakan desa induk dari Desa Cibitung dan Desa Gunungbatu.
Akan tetapi pada tahun 1971 terjadi pemekaran, sehingga Desa Munjul
lebih awal mempunyai dan memiliki kewenangan-kewenangan yang telah
diatur baik menurut perundang-undangan maupun peraturan Desa. Desa
Munjul itu sendiri terbentuk pada Tahun 1928.
76
4.1.5. Kondisi Desa Munjul
Desa Munjul merupakan salah satu desa yang berada di Wilayah
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Dilihat dari
segi mobilitas sumber daya manusia dan sumber daya alam yang cukup,
maka Desa Munjul dapat dikategorikan sebagai desa yang potensial, ini
tercermin dari Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam serta usaha
lainnya.erupakan salah satu desa yang berada di Wilayah Kecamatan
Munjul Sumber Daya Alam serta usaha lain
1. Potensi Umum
A. Luas Desa ;
Tanah Sawah :
- Sawah Irigasi : 217 ha
- Sawah Tadah Hujan : 33 ha
Tanah kering ;
- Tegal / ladang : 120 ha
- Pemukiman : 56 ha
Tanah basah ;
- Tanah rawa : 11,74 ha
Tanah Perkebunan ;
- Tanah Perkebunan Rakyat : 76 ha
Tanah fasilitas umum ;
- Kas Desa / Bengkok : 1,25 ha
- Perkantoran Pemerintah : 0,01 ha
B. Tipologi Desa ;
Batas wilayah desa sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pasanggrahan
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gunungbatu
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Curuglanglang
77
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angsana
C. Orbitasi ;
- Jarak ke Ibukota Propinsi : 75 Km
- Jarak ke Ibukota Kabupaten : 55 Km
- Jarak ke Ibukota Kecamatan : 1 Km
D. Iklim ;
- Curah hujan : 1,182 Mm/thn
- Suhu rata – rata : 28 C
- Tinggi tempat : 8 Mdl
2. Demografi
Berdasarkan data
Potensi Sumber Daya Manusia (SDM)
A. Jumlah Penduduk ;
Jumlah Total : 2707 Orang
Jumlah Laki – laki : 1414 Orang
Jumlah Perempuan : 1293 Orang
Jumlah KK : 786 KK
Jumlah Penduduk Miskin : 1013 Orang
B. Pendidikan ;
- Belum Sekolah : …………. Orang
- Usia 7 - 45 tidak pernah sekolah : 116 Orang
- Pernah sekolah SD tetapi tdk Tamat : 14
- Tamat SD / Sederajat : 280 Orang
- Tamat SLTP : 661 Orang
- Tamat SLTA : 1.167 Orang
- Tamat D 1 : 74 Orang
- Tamat D 2 : 68 Orang
- Tamat D 3 : 43 Orang
- Tamat S 1 : 64 Orang
- Tamat S 2 : 2 Orang
C. Mata Pencaharian Pokok ;
- Petani : 543 Orang
- Buruh tani : 426 Orang
78
- Buruh swasta : 41 Orang
- PNS : 122 Orang
- Pertukangan : 12 Orang
- Pedagang : 127 Orang
- Pensiunan : 86 Orang
- TNI dan POLRI : 3 Orang
- Perawat : 4 Orang
- Bidan : 3 Orang
D. Agama
- Islam : 2707 Orang
- Kristen : - Orang
- Katolik : - Orang
- Budha : - Orang
- Hindu : - Orang
4.2. Deskripsi Data
4.2.1. Identitas Responden
A. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden penelitian
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Adapun data mengenai hal
tersebut tersaji pada tabel berikut:
79
Tabel 4.1.
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Jumlah Perempuan
123
(70.29%)
52
(29.71%)
Sumber: Data diolah tahun 2018.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat kita ketahui bahwa
jumlah responden terdiri dari 123 atau sebanyak 70.29% adalah
laki-laki dan 52 atau sebanyak 29.71% adalah perempuan.
B. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden penelitian
beragam tingkat pendidikannya. Adapun data mengenai hal
tersebut tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.2.
Responden Berdasarkan Pendidikan
Tidak Sekolah SD SMP SMA
70
(40%)
62
(35,43%)
31
(17.71%)
12
(6.86%)
Sumber: Data diolah tahun 2018.
80
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat kita ketahui bahwa
jumlah responden terdiri dari yang tidak sekolah berjumlah 70
orang, jumlah responden dengan pendidikan SD/sederajat
berjumlah 62 orang, jumlah responden dengan pendidikan
SMP/sederajat berjumlah 31 orang, dan jumlah responden dengan
pendidikan SMA/sederajat berjumlah 12 orang. Disini peneliti
berasumsi bahwa RTS di Desa Munjul memiliki tingkat pendidikan
yang rendah. Sehingga penyaluran beras Raskin sudah tepat
sasaran.
4.3. Persyaratan Pengujian Statistik
4.3.1. Hasil Uji Validitas
Dalam penelitian ini, tahap awal proses analisis data adalah
melakukan uji validitas instrumen terlebih dahulu. Hal ini peneliti
maksudkan untuk menjaga ketetapan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui valid atau
tidaknya suatu item kuesioner yang menjadi alat ukur dalam penelitian ini.
Instrumen yang valid menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar
mampu dalam mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam
penelitian, serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antara konsep
penelitian dengan hasil pengukuran. Pada uji validitas, peneliti mengambil
sampel sebanyak 175 responden. Apabila terdapat sampel yang tidak valid
81
dan tidak mewakili indikator yang ada, maka instrumen tersebut diganti
dengan instrumen baru sebagai pengganti instrumen yang tidak valid.
Kemudian kuesioner tersebut disebar kembali untuk menghasilkan
instrumen yang valid. Tetapi, apabila ditemukan hasil sampel yang tidak
valid, namun tetap mewakili indikator, maka instrumen tersebut dihapus.
Adapun, rumus yang digunakan oleh peneliti dalam uji validitas ini yaitu
menggunakan statistik Korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS
versi 23.
82
Tabel 4.3.
Hasil Perhitungan Validitas Instrumen
No. Soal r hitung r tabel Keputusan
1 .637**
0.148 Valid
2 .506**
0.148 Valid
3 .626**
0.148 Valid
4 .519**
0.148 Valid
5 .393**
0.148 Valid
6 .266**
0.148 Valid
7 .637**
0.148 Valid
8 .345**
0.148 Valid
9 .279**
0.148 Valid
10 .355**
0.148 Valid
11 .375**
0.148 Valid
12 .626**
0.148 Valid
13 .613**
0.148 Valid
14 .441**
0.148 Valid
15 .554**
0.148 Valid
16 .362**
0.148 Valid
17 .352**
0.148 Valid
18 .201**
0.148 Valid
19 .510**
0.148 Valid
20 .542**
0.148 Valid
21 .483**
0.148 Valid
22 .697**
0.148 Valid
23 .445**
0.148 Valid
24 .464**
0.148 Valid
25 .718**
0.148 Valid
Sumber: Data diolah tahun 2018.
83
Jika r hitung > r tabel, berarti item/butir instrumen dinyatakan
valid. Sebaliknya jika r hitung ≤ r tabel, berarti item/butir instrumen
dinyatakan tidak valid. Nilai r hitung diperoleh dari perhitungan statistik
korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 23 (data
dilampirkan). Sedangkan, r tabel dengan nilai 0.148 diperoleh dari tabel
Product Moment dengan tingkat kesalahan 5% dengan jumlah responden
175 orang (table r product moment dilampirkan). Berdasarkan tabel di
atas, dapat diketahui bahwa ke 25 instrumen soal secara keseluruhan di
nyatakan valid.
4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal
konsistensi dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha. Cronbach
Alpha yaitu penghitungan yang dilakukan dengan menghitung rata-rata
interkolerasi di antara butir-butir pertanyaan dalam kuesioner, adapun hasil
dari uji reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah nilai
Cronbach Alpha sebesar 0.859. Suatu variabel di katakan reliabel jika nilai
alphanya lebih dari 0.37. Maka hal ini dapat diartikan bahwa 0.859 > dari
0.37 sehingga instrumen yang diuji bisa reliabel. Pengujian reliabilitas
dibantu dengan perangkat lunak Statistic Product and Service Solutions
84
(SPSS) versi 23 for windows. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.4.
Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.859 25
Sumber: Data diolah tahun 2018.
4.4. Analisis Data
Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif deskriptif, maka data yang diperoleh tidak hanya berbentuk kalimat
dari hasil wawancara dan pernyataan dari hasil penyebaran kuesioner, melainkan
ditampilkan dari hasil penelitian yang berbentuk angka yang kemudian diolah.
Analisis data merupakan suatu proses analisis yang dilakukan peneliti dengan cara
mendeskripsikan data hasil penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada para
RTS penerima RASKIN sebanyak 311 RTS yang tersebar di 5 RW di Desa
Munjul yang kemudian menjadi 175 RTS yang menjadi sampel penelitian.
Adapun lebih detailnya, peneliti menjelaskannya dalam bentuk diagram
disertai pemaparan dan kesimpulan dari hasil jawaban responden berdasarkan
butir-butir pertanyaan yang telah peneliti buat sebelumnya. Dimana, butir-butir
pernyataan tersebut dituangkan dalam bentuk kuesioner. Uraian kuesioner-
85
kuesioner diuraikan oleh peneliti dalam bentuk penjelasan butir-butir pertanyaan
secara sistematis. Kuesioner tersebut diajukan kepada 175 responden yang
menjadi sampel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Skala yang
digunakan dalam kuesioner ini adalah Skala Likert. Skor yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 4 nilai dimasing-masing jawabannya untuk kriteria kinerja
yaitu sangat setuju nilainya 4, setuju nilainya 3, tidak setuju nilainya 2, dan sangat
tidak setuju nilainya 1.
Peneliti mencoba menjelaskan dalam bentuk diagram disertai pemaparan
dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan yang diajukan melalui kuesioner
kepada para responden. Dalam melakukan analisa data, peneliti menggunakan
Teori Van Meter dan Van Horn yang didalamnya terdapat enam sub variabel:
4.4.1. Dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis
dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran
kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (utopis) untuk dilaksanakan di
level warga, maka akan sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik
yang dapat dikatakan berhasil.
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi
ukuran dan tujuan kebijakan. Data disajikan dalam diagram beserta
86
pernyataan dari sub indikator. Disini peneliti mengajukan 4 pernyataan
kepada responden. Berikut peneliti sajikan hasilnya:
Diagram 4.1.
Tanggapan Responden Tentang Pelaksanaan Program Raskin di Desa Munjul
sudah berjalan dengan baik
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 1).
Berdasarkan diagram 4.1 di atas, tanggapan responden mengenai
Pelaksanaan Program Raskin di Desa Munjul sudah berjalan dengan baik,
yang menjawab sangat setuju 15.43% atau sebanyak 27 orang, yang
menjawab setuju sebanyak 53.14% atau 93 orang, menjawab tidak setuju
sebanyak 31.43% atau 55 orang sedangkan yang menjawb sangat tidak
setuju 0. Dari jawaban responden tersebut, bisa disimpulkan bahwa
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
27
93
55
0
Soal No. 1
87
sebagian masyarakat RTS di Desa Munjul menganggap bahwa
pelaksanaan penyaluran beras untuk keluarga miskin (RASKIN) telah
berjalan dengan baik. Dari beberapa responden yang sempat peneliti
wawancara, menganggap pelaksanaan penyaluran raskin telah berjalan
baik dan mengacungkan jempol untuk petugas baik dari Desa maupun dari
Kecamatan dalam menyalurkan raskin dengan baik dan tepat sasaran.
Sebagian juga ada yang menganggap penyaluran raskin belum optimal dan
banyak oknum yang bermain dalam penyalurannya.
Diagram 4.2.
Tanggapan Responden Tentang Pelaksanaan Program Raskin di Desa Munjul
sudah sesuai dengan harapan
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 2).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
27
96
51
1
Soal No. 2
88
Berdasarkan diagram 4.2 di atas, tanggapan responden mengenai
Pelaksanaan Program Raskin di Desa Munjul sudah sesuai dengan harapan,
yang menjawab sangat setuju 15.43% atau sebanyak 27 orang, yang
menjawab setuju sebanyak 54.86% atau 96 orang, menjawab tidak setuju
sebanyak 29.14% atau 51 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak
setuju sebanyak 0.57% atau 1 orang. Dari jawaban responden tersebut,
bisa disimpulkan bahwa sebagian masyarakat RTS di Desa Munjul
menganggap bahwa pelaksanaan penyaluran beras untuk keluarga miskin
(RASKIN) telah sesuai harapan. Dari beberapa responden yang sempat
peneliti wawancara, menganggap pelaksanaan penyaluran raskin sesuai
dengan harapan masyarakat di Desa Munjul.
89
Diagram 4.3.
Tanggapan Responden Tentang Masyarakat rumah tangga sasaran penerima
manfaat di Desa Munjul sudah mengetahui tentang kejelasan program
Raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 3).
Berdasarkan diagram 4.3 di atas, tanggapan responden mengenai
Masyarakat rumah tangga sasaran penerima manfaat di Desa Munjul sudah
mengetahui tentang kejelasan program Raskin, yang menjawab sangat
setuju 16% atau sebanyak 28 orang, yang menjawab setuju sebanyak
52.57% atau 92 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 31.43% atau 55
orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju tidak ada. Dari
jawaban responden tersebut, bisa disimpulkan bahwa sebagian masyarakat
RTS di Desa Munjul sudah mengetahui tentang kejelasan program Raskin.
Sehingga masyarakat merasa tidak akan dikerjai oleh pihak penyalur.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
28
92
55
0
Soal No. 3
90
Diagram 4.4.
Tanggapan Responden Tentang Masyarakat rumah tangga sasaran penerima
manfaat di Desa Munjul merasakan bantuan nyata dengan adanya program
Raskin yang telah diterima
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 4).
Berdasarkan diagram 4.4 di atas, tanggapan responden mengenai
Masyarakat rumah tangga sasaran penerima manfaat di Desa Munjul
merasakan bantuan nyata dengan adanya program Raskin yang telah
diterima, yang menjawab sangat setuju 10.86% atau sebanyak 19 orang,
yang menjawab setuju sebanyak 44% atau 77 orang, menjawab tidak
setuju sebanyak 45.14% atau 79 orang sedangkan yang menjawab sangat
tidak setuju tidak ada. Dari jawaban responden tersebut, bisa disimpulkan
bahwa sebagian masyarakat RTS di Desa Munjul merasakan bantuan nyata
dengan adanya program Raskin yang telah diterima. Sebagian responden
0
10
20
30
40
50
60
70
80
SS S TS STS
19
77 79
0
Soal No. 4
91
yang menjawab tidak setuju dari wawancara yang peneliti lakukan
mengatakan jika tidak ada permainan dari oknum mungkin manfaat dari
program raskin lebih terasa oleh warga miskin.
Dari hasil jawaban pada dimensi ukuran dan tujuan kebijakan bisa
peneliti simpulkan bahwa masyarakat rumah tangga sasaran (RTS)
mayoritas sudah merasakan manfaat dari program raskin yang digalakkan
oleh pemerintah. Bagi mayoritas warga, dengan adanya program raskin
mereka merasa terbantu dan merasakan manfaat yang besar hal ini sudah
sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut dibuat. Tetapi bagi sebagian
masyarakat, terdapat banyak keluhan dan meminta perbaikan pada
penyaluran raskin tersebut.
4.4.2. Dimensi Sumberdaya
Keberhasilan suatu proses Implementassi kebijakan sangat
tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan
suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari
keseluruhan proses implementasi menurur adanya sumber daya manusia
yang berkualitas sesuai pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang
telah ditetapkan. Akan tetapi diluar sumberdaya manusia, sumber daya-
sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: sumberdaya
92
financial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika
sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan
kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi
persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan
kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu. Saat
sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik,
tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini
pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi
sumberdaya. Data disajikan dalam diagram beserta pernyataan dari sub
indikator. Disini peneliti mengajukan 7 pernyataan kepada responden.
Berikut peneliti sajikan hasilnya:
93
Diagram 4.5.
Tanggapan Responden Tentang Proses pendataan rumah tangga sasaran
penerima manfaat di Desa Munjul yang menerima manfaat Raskin oleh
petugas pelaksana sudah berjalan baik
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 5).
Berdasarkan diagram 4.5 di atas, tanggapan responden mengenai
Proses pendataan rumah tangga sasaran penerima manfaat di Desa Munjul
yang menerima manfaat Raskin oleh petugas pelaksana sudah berjalan
baik, yang menjawab sangat setuju 3.43% atau sebanyak 6 orang, yang
menjawab setuju sebanyak 2.29% atau 4 orang, menjawab tidak setuju
sebanyak 19.43% atau 34 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak
setuju sebanyak 74.86% atau 131 orang. Dari jawaban responden tersebut,
bisa disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat RTS di Desa Munjul tidak
puas dengan hasil pendataan yang dilakukan oleh petugas dalam mendata
0
20
40
60
80
100
120
140
SS S TS STS
6 4
34
131
Soal No. 5
94
penerima raskin. Menurut sebagian besar masyarakat masih banyak rumah
tangga miskin di Desa Munjul yang tidak masuk ke dalam RTS (Rumah
Tangga Sasaran) penerima program raskin. Dalam wawancara dengan
Ketua RW 003 Desa Munjul Bapak Sakib, didapatkan informasi bahwa
proses pendataan tidak disisir dari rumah ke rumah. Pendata dalam hal ini
langsung dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang hanya
mendapatkan data dari data yang diminta langsung ke Kepala Desa. OLeh
karena itu, data yang diperoleh tidak valid.
Diagram 4.6.
Tanggapan Responden Tentang Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima
manfaat Raskin tidak dipungut biaya dari penyaluran raskin ini
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 6).
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
2 3
110
60
Soal No. 6
95
Berdasarkan diagram 4.6 di atas, tanggapan responden mengenai
Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima manfaat Raskin tidak dipungut
biaya dari penyaluran raskin ini, yang menjawab sangat setuju 1.14% atau
sebanyak 2 orang, yang menjawab setuju sebanyak 1.71% atau 3 orang,
menjawab tidak setuju sebanyak 62,86% atau 110 orang sedangkan yang
menjawab sangat tidak setuju sebanyak 34.29% atau 60 orang. Dari
jawaban responden tersebut, bisa disimpulkan bahwa Rumah Tangga
Sasaran (RTS) penerima manfaat Raskin dipungut biaya dari program
raskin. Dari aturan yang ada, warga masyarakat seharusnya dipungut Rp.
1600,-/kilo dengan jatah 15 kilo setiap penyaluran. Akan tetapi menurut
pengakuan warga, pungutan yang harus dibayarkan untuk per kilo beras
yang mereka terima adalah Rp. 2500,- dengan alasan dikenakan biaya
untuk pendistribusian.
96
Diagram 4.7.
Tanggapan Responden Tentang Program Raskin ini sudah menjangkau
seluruh masyarakat miskin di Desa Munjul
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 7).
Berdasarkan diagram 4.7 di atas, tanggapan responden mengenai
Program Raskin ini sudah menjangkau seluruh masyarakat miskin di Desa
Munjul, yang menjawab sangat setuju 15.43% atau sebanyak 27 orang,
yang menjawab setuju sebanyak 53.14% atau 93 orang, menjawab tidak
setuju sebanyak 31.43% atau 55 orang sedangkan yang menjawab sangat
tidak setuju tidak ada. Dari jawaban responden tersebut, peneliti menarik
kesimpulan bahwa program raskin telah menjangkau seluruh masyarakat
miskin di Desa Munjul meskipun masih ada keluarga miskin yang belum
masuk dalam RTS (rumah tangga sasaran).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
27
93
55
0
Soal No. 7
97
Diagram 4.8.
Tanggapan Responden Tentang Program Raskin yang disalurkan di Desa
Munjul sudah mencukupi kebutuhan masyarakat miskin di Desa Munjul
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 8).
Berdasarkan diagram 4.8 di atas, tanggapan responden mengenai
Program Raskin yang disalurkan di Desa Munjul sudah mencukupi
kebutuhan masyarakat miskin di Desa Munjul, yang menjawab sangat
setuju 17.14% atau sebanyak 30 orang, yang menjawab setuju sebanyak
48.57% atau 85 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 32% atau 56 orang
sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 2.29% atau 4
orang. Dari jawaban responden tersebut, peneliti menarik kesimpulan
bahwa program raskin yang telah disalurkan di Desa Munjul sudah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
SS S TS STS
30
85
56
4
Soal No. 8
98
mencukupi kebutuhan masyarakat miskin di Desa Munjul artinya sudah
cukup membantu kebutuhan pangan untuk masyarakat.
Diagram 4.9.
Tanggapan Responden Tentang Proses penyaluran distribusi beras Raskin di
Desa Munjul sudah tepat waktu
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 9).
Berdasarkan diagram 4.9 di atas, tanggapan responden mengenai
Proses penyaluran distribusi beras Raskin di Desa Munjul sudah tepat
waktu, yang menjawab sangat setuju 16,57% atau sebanyak 29 orang,
yang menjawab setuju sebanyak 79.43 % atau 139 orang, menjawab tidak
setuju sebanyak 1.71% atau 3 orang sedangkan yang menjawab sangat
tidak setuju sebanyak 2.29% atau 4 orang. Dari jawaban responden
tersebut, diketahui bahwa memang penyaluran beras raskin di Desa
0
20
40
60
80
100
120
140
SS S TS STS
29
139
3 4
Soal No. 9
99
Munjul sudah tepat waktu artinya sudah sesuai dengan jadwal yang
seharusnya.
Diagram 4.10.
Tanggapan Responden Tentang Proses pendistribusi Raskin Sudah Sesuai
Dan Teratur
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 10).
Berdasarkan diagram 4.10 di atas, tanggapan responden mengenai
Proses pendistribusi Raskin Sudah Sesuai dan Teratur, yang menjawab
sangat setuju 28% atau sebanyak 49 orang, yang menjawab setuju
sebanyak 64 % atau 112 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 2.85%
atau 5 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak
5.14% atau 9 orang. Dari jawaban responden tersebut, diketahui bahwa
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
49
112
5 9
Soal No. 10
100
memang pendistribusian beras raskin di Desa Munjul sudah sesuai dan
teratur.
Diagram 4.11.
Tanggapan Responden Tentang Dalam memberikan pelayanan, pihak/tim
pelaksana Raskin sudah bekerja sangat cepat
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 11).
Berdasarkan diagram 4.11 di atas, tanggapan responden mengenai
Dalam memberikan pelayanan, pihak/tim pelaksana Raskin sudah bekerja
sangat cepat, yang menjawab sangat setuju tidak ada, yang menjawab
setuju sebanyak 6.29% atau 11 orang, menjawab tidak setuju sebanyak
53.71% atau 94 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju
sebanyak 40% atau 70 orang. Dari jawaban responden tersebut, diketahui
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
0
11
94
70
Soal No. 11
101
dalam memberikan pelayanan, pihak/tim pelaksana Raskin belum bekerja
secara maksimal dan masih dikeluhkan oleh RTS Raskin.
Dari hasil jawaban pada dimensi sumberdaya bisa peneliti
simpulkan bahwa sumberdaya yang ada mendukung pendistribusian beras
untuk keluarga miskin di Desa Munjul. Hanya saja harus ada perbaikan
dalam segi pelayanan agar pemberian pelayanan bisa dengan cepat
sehingga tidak mengecewakan RTS (rumah tangga sasaran) yang
membutuhkan raskin tersebut.
4.4.3. Dimensi Karakteristik Agen Pelaksana
Perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Hal ini
penting karena pelaksanaan implementasi kebijakan banyak dipengaruhi
oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksanaannya. Adanya
organisasi informal atau pun nonformal turut serta dalam mempengaruhi
sebuah kebijakan, apakah memberi pengaruh yang positif atau negatif
pada kebijakan. Misalnya, implementasi kebijakan yang berusaha untuk
merubah prilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen
pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada
aturan serta tegas dalam memberikan sanksi hukum pada sebuah
pelanggaran. Sebaliknya apabila kebijakan publik itu tidak terlalu
102
merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang
diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi
karakteristik agen pelaksana. Data disajikan dalam diagram beserta
pernyataan dari sub indikator. Disini peneliti mengajukan 4 pernyataan
kepada responden. Berikut peneliti sajikan hasilnya:
Diagram 4.12.
Tanggapan Responden Tentang Prosedur Penyaluran Raskin di Desa Munjul
sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 12).
Berdasarkan diagram 4.12 di atas, tanggapan responden mengenai
Prosedur Penyaluran Raskin di Desa Munjul sudah sesuai dengan aturan
yang ditetapkan pemerintah, yang menjawab sangat setuju sebanyak 16%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
28
92
55
0
Soal No. 12
103
atau 28 orang, yang menjawab setuju sebanyak 52.57% atau 92 orang,
menjawab tidak setuju sebanyak 31.43% atau 55 orang sedangkan yang
menjawab sangat tidak setuju tidak ada. Dari jawaban responden tersebut,
diketahui bahwa menurut mayoritas responden bahwa prosedur penyaluran
Raskin yang dilakukan aparatur sudah sesuai dengan aturan yang
ditetapkan pemerintah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala Desa
Munjul Bapak Iip Suramiharja Nurahman, bahwa penyaluran raskin sudah
sesuai dengan prosedur yang ada.
Diagram 4.13.
Tanggapan Responden Tentang Penyaluran Raskin di Desa Munjul
mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 13).
Berdasarkan diagram 4.13 di atas, tanggapan responden mengenai
Penyaluran Raskin di Desa Munjul mendapatkan dukungan dari Pemerintah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
27
93
55
0
Soal No. 13
104
Daerah, yang menjawab sangat setuju sebanyak 15.43% atau 27 orang,
yang menjawab setuju sebanyak 53.14% atau 93 orang, menjawab tidak
setuju sebanyak 31.43% atau 55 orang sedangkan yang menjawab sangat
tidak setuju tidak ada. Dari jawaban responden tersebut, diketahui bahwa
menurut mayoritas responden bahwa Penyaluran Raskin di Desa Munjul
mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah. Menurut Kepala Desa
Munjul Bapak Iip Suramiharja Nurahman, pemerintah daerah ikut terlibat
secara massive dalam penyaluran raskin. Serta memberikan perintah
langsung kepada aparatur desa untuk mengawal pendistribusian raskin.
Diagram 4.14.
Tanggapan Responden Tentang Adanya peran aparatur Desa dalam
penyaluran raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 14).
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
49
106
20
0
Soal No. 14
105
Berdasarkan diagram 4.14 di atas, tanggapan responden mengenai
Adanya peran aparatur Desa dalam penyaluran raskin, yang menjawab
sangat setuju sebanyak 28% atau 49 orang, yang menjawab setuju
sebanyak 60.57% atau 106 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 11.43%
atau 20 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju tidak ada.
Dalam jawaban responden tersebut, peneliti bisa menyimpulkan bahwa
peran aparatur Desa sangat dominan dalam penyaluran raskin di Desa
Munjul.
Diagram 4.15.
Tanggapan Responden Tentang Adanya sanksi tegas kepada pihak yang
melakukan penyalahgunaan pada Program Raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 15).
Berdasarkan diagram 4.15 di atas, tanggapan responden mengenai
Adanya sanksi tegas kepada pihak yang melakukan penyalahgunaan pada
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
SS S TS STS
4
23
89
59
Soal No. 15
106
Program Raskin, yang menjawab sangat setuju sebanyak 2.29% atau 4
orang, yang menjawab setuju sebanyak 13.14% atau 23 orang, menjawab
tidak setuju sebanyak 50.9% atau 89 orang sedangkan yang menjawab
sangat tidak setuju sebanyak 33.71% atau 59 orang. Menurut masyarakat
pernah ada oknum yang bermain dalam penyaluran raskin, meski sudah
ada aduan dari masyarakat oknum tersebut masih jadi bagian dalam
penyaluran raskin di Desa Munjul.
Dari hasil jawaban pada dimensi karakteristik agen pelaksana bisa
peneliti simpulkan bahwa dibutuhkan agen pelaksana yang jujur dalam
pendistribusian raskin sehingga penyaluran raskin akan tepat sasaran dan
dinikmati oleh golongan yang benar-benar memerlukan. Raskin sendiri
merupakan program pemerintah yang diharapkan mampu menaikkan taraf
hidup masyarakat sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan
pada masyarakat itu sendiri.
4.4.4. Dimensi Sikap dan Kecenderungan Para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
implementasi kebijakan publik. Faktor yang mempengaruhi sikap
kecenderungan adalah dilibatkan atau tidaknya sasaran kebijakan dalam
membuat sebuah kebijakan.
107
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi Sikap
dan Kecenderungan Para Pelaksana. Data disajikan dalam diagram beserta
pernyataan dari sub indikator. Disini peneliti mengajukan 4 pernyataan
kepada responden. Berikut peneliti sajikan hasilnya:
Diagram 4.16.
Tanggapan Responden Tentang Masyarakat merasa terbantu dengan adanya
kebijakan Raskin.
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 16).
Berdasarkan diagram 4.16 di atas, tanggapan responden mengenai
Masyarakat merasa terbantu dengan adanya kebijakan Raskin, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 21.14% atau 37 orang, yang menjawab
setuju sebanyak 73.14% atau 128 orang, menjawab tidak setuju sebanyak
2.29% atau 4 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju
sebanyak 3.43% atau 6 orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas,
0
20
40
60
80
100
120
140
SS S TS STS
37
128
4 6
Soal No. 16
108
mayoritas masyarakat setuju bahwa mereka sangat terbantu dengan adanya
program raskin. Menurut masyarkat yang peneliti wawancara, program
raskin sangat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Diagram 4.17.
Tanggapan Responden Tentang Dalam program Raskin ini masyarakat
dilayani dengan penuh tanggung jawab
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 17).
Berdasarkan diagram 4.17 di atas, tanggapan responden mengenai
Dalam program Raskin ini masyarakat dilayani dengan penuh tanggung
jawab, yang menjawab sangat setuju sebanyak 0.57% atau 1 orang, yang
menjawab setuju sebanyak 1.71% atau 3 orang, menjawab tidak setuju
sebanyak 61.14% atau 107 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak
setuju sebanyak 36.57% atau 64 orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas,
mayoritas masyarakat menyatakan tidak setuju, bahwa program Raskin ini
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
1 3
107
64
Soal No. 17
109
masyarakat dilayani dengan tidak bertanggungjawab. Menurut masyarkat
yang peneliti wawancara, agen pelaksana dalam penyaluran raskin kurang
memberikan informasi yang valid dalam pelaksanaan program raskin.
Diagram 4.18.
Tanggapan Responden Tentang Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul
memberikan kemudahan kepada masyarakat yang berhak menerima raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 18).
Berdasarkan diagram 4.18 di atas, tanggapan responden mengenai
Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul memberikan kemudahan
kepada masyarakat yang berhak menerima raskin, yang menjawab sangat
setuju sebanyak 4% atau 7 orang, yang menjawab setuju sebanyak 6.86%
atau 12 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 40.57% atau 71 orang
sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 48.57% atau 85
orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas, mayoritas masyarakat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
SS S TS STS
7 12
71
85
Soal No. 18
110
menyatakan tidak setuju. Bahwa petugas penyaluran Raskin di Desa
Munjul memberikan cenderung mempersulit kepada masyarakat yang
berhak menerima raskin. Contohnya seperti pada saat pendataan rumah
tangga sasaran.
Diagram 4.19.
Tanggapan Responden Tentang Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul
melakukan pendataan dengan benar kepada penerima raskin (RTS)
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 19).
Berdasarkan diagram 4.19 di atas, tanggapan responden mengenai
Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul melakukan pendataan dengan
benar kepada penerima raskin (RTS), yang menjawab sangat setuju
sebanyak 4% atau 29 orang, yang menjawab setuju sebanyak 6.86% atau
95 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 40.57% atau 49 orang
sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 48.57% atau 2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
29
95
49
2
Soal No. 19
111
orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas, mayoritas masyarakat
menyatakan setuju. Bahwa petugas penyaluran Raskin di Desa Munjul
melakukan pendataan dengan benar kepada penerima raskin (RTS).
Dari jawaban pada dimensi Sikap penerimaan atau penolakan dari
(agen) pelaksana bisa peneliti simpulkan bahwa para agen pelaksana
belum bisa dikatakan berhasil dalam menjalankan pendistribusian raskin
pada masyarakat di Desa Munjul. Harus ada evaluasi dari pemerintah
daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Pandeglang agar
pendistribusian beras raskin kepada rumah tangga sasaran berjalan lebih
baik lagi.
4.4.5. Dimensi Komunikasi Antar Organisasi
Koordinasi merupakan mekanisme yang paling ampuh dalam
pelaksanaan kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi
diantara pihak-pihak yang telibat dalam suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi, dan begitu
pula sebaliknya.
Komunikasi Antarorganisasi adalah hal yang bisa dikatakan krusial
karena seperti dikatakan sebelumnya dalam implementasi kebijakan
publik, semakin baik koordinasi dan komunikasi antarorganisasi maka
semakin kecil pula kemungkinan terjadinya kesalahan yang mana akan
menghambat terlaksananya suatu kebijakan.
112
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi
Komunikasi Antar Organisasi. Data disajikan dalam diagram beserta
pernyataan dari sub indikator. Disini peneliti mengajukan 3 pernyataan
kepada responden. Berikut peneliti sajikan hasilnya:
Diagram 4.20.
Tanggapan Responden Tentang Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul
berkoordinasi dengan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program
Raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 20).
Berdasarkan diagram 4.20 di atas, tanggapan responden mengenai
Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul berkoordinasi dengan
masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program Raskin, yang menjawab
sangat setuju sebanyak 29.71% atau 52 orang, yang menjawab setuju
0
10
20
30
40
50
60
70
SS S TS STS
52
70
47
6
Soal No. 20
113
sebanyak 40% atau 77 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 26.9% atau
47 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3.43%
atau 6 orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas, mayoritas masyarakat
setuju bahwa Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul berkoordinasi
dengan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program Raskin.
Diagram 4.21.
Tanggapan Responden Tentang Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul
berkoordinasi dengan aparatur Desa di Desa Munjul
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 21).
Berdasarkan diagram 4.21 di atas, tanggapan responden mengenai
Petugas Penyaluran Raskin di Desa Munjul berkoordinasi dengan aparatur
Desa di Desa Munjul, yang menjawab sangat setuju sebanyak 20% atau 35
orang, yang menjawab setuju sebanyak 65.14% atau 114 orang, menjawab
tidak setuju sebanyak 12% atau 21 orang sedangkan yang menjawab
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
35
114
21
5
Soal No. 21
114
sangat tidak setuju sebanyak 2.86% atau 5 orang. Dari hasil jawaban
tersebut diatas, mayoritas masyarakat setuju bahwa Petugas Penyaluran
Raskin di Desa Munjul berkoordinasi dengan aparatur Desa di Desa
Munjul.
Diagram 4.22.
Tanggapan Responden Tentang Petugas pendataan berkoordinasi dengan
aparatur Desa dalam menentukan siapa saja yang berhak menerima Raskin
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 22).
Berdasarkan diagram 4.22 di atas, tanggapan responden mengenai
Petugas pendataan berkoordinasi dengan aparatur Desa dalam menentukan
siapa saja yang berhak menerima Raskin, yang menjawab sangat setuju
sebanyak 34.29% atau 60 orang, yang menjawab setuju sebanyak 54.86%
atau 96 orang, menjawab tidak setuju sebanyak 10.29% atau 18 orang
sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 0.57% atau 1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
60
96
18
1
Soal No. 22
115
orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas, mayoritas masyarakat setuju
bahwa Petugas pendataan berkoordinasi dengan aparatur Desa dalam
menentukan siapa saja yang berhak menerima Raskin. Hal ini juga
dikatakan oleh Kepala Desa Munjul Bapak Iip bahwa data penerima raskin
atau rumah tangga sasaran merupakan data hasil kolaborasi antara petugas
dari daerah dengan aparatur desa.
Dari jawaban pada dimensi komunikasi anatar organisasi bisa
peneliti simpulkan bahwa para agen pelaksana bisa dikatakan berhasil
dalam melakukan pola-pola koordinasi baik dengan masyarakat RTS di
Desa Munjul maupun dengan aparatur Desa Munjul.
4.4.6. Dimensi Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan
implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk pengimplementasikan
kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan
eksternal.
Berikut ini merupakan jawaban responden mengenai dimensi
karakteristik agen pelaksana. Data disajikan dalam diagram beserta
pernyataan dari sub indikator. Disini peneliti mengajukan 3 pernyataan
kepada responden. Berikut peneliti sajikan hasilnya:
116
Diagram 4.23.
Tanggapan Responden Tentang Program Raskin dapat mengurangi masalah
ekonomi di Desa Munjul
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 23).
Berdasarkan diagram 4.23 di atas, tanggapan responden mengenai
Program Raskin dapat mengurangi masalah ekonomi di Desa Munjul,
yang menjawab sangat setuju sebanyak 28.57% atau 50 orang, yang
menjawab setuju sebanyak 66.29% atau 116 orang, menjawab tidak setuju
sebanyak 3.43% atau 6 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak
setuju sebanyak 1.71% atau 3 orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas,
mayoritas masyarakat setuju bahwa Program Raskin dapat mengurangi
masalah ekonomi di Desa Munjul. Jelas sekali bahwa maksud dan tujuan
pemerintah mengadakan program beras untuk keluarga miskin adalah
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
50
116
6 3
Soal No. 23
117
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan mengurangi masalah
perekonomian warga masyarakat.
Diagram 4.24.
Tanggapan Responden Tentang Masyarakat RTS-PM penerima Raskin
sangat mengandalkan adanya program Raskin dari pemerintah
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 24).
Berdasarkan diagram 4.24 di atas, tanggapan responden mengenai
Masyarakat RTS-PM penerima Raskin sangat mengandalkan adanya
program Raskin dari pemerintah, yang menjawab sangat setuju sebanyak
22.86% atau 40 orang, yang menjawab setuju sebanyak 68% atau 119
orang, menjawab tidak setuju sebanyak 8.57% atau 15 orang sedangkan
yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 0.57% atau 1 orang. Dari
hasil jawaban tersebut diatas, mayoritas masyarakat setuju bahwa
0
20
40
60
80
100
120
SS S TS STS
40
119
15
1
Soal No. 24
118
Masyarakat RTS-PM penerima Raskin sangat mengandalkan adanya
program Raskin dari pemerintah.
Diagram 4.25.
Tanggapan Responden Tentang Program Raskin mampu meningkatkan taraf
hidup masyarakat
Sumber: Data Primer, 2018 (Pertanyaan Nomor 25).
Berdasarkan diagram 4.25 di atas, tanggapan responden mengenai
Program Raskin mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, yang
menjawab sangat setuju sebanyak 33.14% atau 58 orang, yang menjawab
setuju sebanyak 56% atau 98 orang, menjawab tidak setuju sebanyak
10.29% atau 18 orang sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju
sebanyak 0.57% atau 1 orang. Dari hasil jawaban tersebut diatas,
mayoritas masyarakat setuju bahwa Program Raskin mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SS S TS STS
58
98
18
1
Soal No. 25
119
Dari jawaban pada dimensi Lingkungan Ekonomi, Sosial dan
Politik bisa peneliti simpulkan bahwa tujuan besar pemerintah dalam
penyediaan beras untuk keluarga miskin telah berhasil yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan daya beli
masyarakat serta meningkatnya taraf hidup masyarakat.
4.5. Pengujian Hipotesis
Penelitian mengenai Implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang memiliki
hipotesis sebagai berikut: “Implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin) Di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang kurang dari
65%.”. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikasi dari
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap
pengujian hipotesis, peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel.
Dalam penghitungan pengujian hipotesis, skor ideal yang diperoleh adalah
4 x 25 x 175 = 17500 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban yang ditanyakan
kepada responden), (25 = jumlah pertanyaan yang ditanyakan kepada responden)
dan 175 = jumlah responden). Selanjutnya, nilai rata-ratanya adalah 17500 : 175 =
100.
Implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Desa
Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang nilai yang dihipotesiskan
adalah dikatakan optimal apabila mencapai 65%, hal ini berarti bahwa 0,65 x 100
120
= 65. Hipotesis statistiknya yaitu, Ho untuk kurang dari (<) 65%. Sedangkan, Ha
untuk memprediksi lebih lebih dari atau sama dengan (≥) 65%
Ho = µ < 65% < 0,65 x 100 = 65
Ho = µ ≥ 65% ≥ 0,65 x 100 = 65
Pengujian Hipotesis menggunakan rumus t- test satu sempel adalah sebagai
berikut :
Diketahui :
X = 11650 = 66.57
175
µo = 65
S = 7.879 ( Dilihat dari std. Deviation di SPSS)
n = 175
Ditanya : t=
121
Jawab :
t = 66,57 - 65
7.879
t = 1.57
0.59
t = 2.636 = 2.63
Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel dengan derajat
kebebasan (dk) - n – 1 = (175 – 1 = 174) dan taraf kesalahan α = 5%, untuk uji
satu pihak, berdasarkan dk 174 dan α = 5% ternyata harga ttabel untuk uji satu
pihak = 1.97369 = 1.974. Karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel atau jatuh
pada daerah penerimaan Ho (2.63 > 1.974), maka Hipotesis Nol (Ho) ditolak dan
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima.
Berdasarkan perhitungan, ditemukan bahwa Implementasi Program Beras
Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten
Pandeglang yaitu :
11650 X 100% = 66,57 %
17500
175
122
Jadi telah diketahui bahwa Implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang adalah
sebesar 66.57 %
Gambar 4.2
Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesis
Daerah Penerimaan Daerah Penerimaan
H0 Ha
-2.63 -1.974 0 1974 2.63
4.6. Interpretasi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menjawab rumusan masalah yang
telah peneliti rumuskan sebelumnya, yaitu “bagaimana Implementasi Program
Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang?”
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah tersebut.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus t-test satu sampel dengan
uji satu pihak (one tail test), bahwa nilai t hitung lebih besar (>) dari nilai t tabel,
123
maka dapat diartikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima karena mencapai angka
66.57%.
Skor ideal yang diperoleh adalah 4 x 25 x 175 = 17500 (4 = nilai tertinggi
dari setiap jawaban yang ditanyakan kepada responden), (25 = jumlah pertanyaan
yang ditanyakan kepada responden) dan (175 = jumlah responden). Sedangkan,
skor terendahnya adalah 1 x 25 x 175 = 4375 (1 = nilai terendah dari setiap
jawaban yang ditanyakan kepada responden), (25 = jumlah pertanyaan yang
ditanyakan kepada responden) dan (175 = jumlah responden). Adapun, jumlah
skor yang diperoleh adalah 11650.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Implementasi Program Beras
untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten
Pandeglang adalah 11650 : 17500 = 0.6657 atau 66.57%. Hal ini berarti bahwa
Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang belum berjalan baik. Penilaian tersebut
didasarkan pada kategori instrumen berikut ini:
124
Gambar 4.3
Interval
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2018.
4.7. Pembahasan
Dalam penelitian mengenai Implementasi Program Beras untuk keluarga
miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Implementasi kebijakan publik
model Donalld Van Metter dan Van Horn yaitu model pendekatan top-down
yang disebut dengan A Model Of The Policy Implementation. Menurut
penelitian ini, ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan
publik tyaitu: (1)ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumberdaya; (3) karakteristik
agen pelaksana;(4) sikap atau kecenderungan para pelaku;(5) Komunikasi antar
organisasi dan aktifitas para pelaksana; dan (6) lingkungan ekonomi, sosial dan
politik. Berikut variabel-variabelnya peneliti bahas satu persatu:
Sangat
Rendah Rendah Sangat Baik Baik
17500 4375 8750 13125
11650
125
1. Dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika
ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur
yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau
tujuan kebijakan terlalu ideal (utopis) untuk dilaksanakan di level warga,
maka akan sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat
dikatakan berhasil. Maksud dari ukuran dan tujuan kebijakan disini ialah
seberapa besar hasil dari kinerja implementasi kebijakan tim pelaksana
Program Beras Rumah Tangga Miskin. Berdasarkan hasil pengolahan
data, dalam indikator penelitian ini memuat 4 butir instrumen pernyataan
untuk indikator ukuran dan tujuan kebijakan. Skor ideal dari indikator ini
adalah 4 x 175 x 4 = 2800 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban
pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada
skala Likert, 175 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 4 = jumlah
pernyataan yang ada pada indikator ukuran dan tujuan kebijakan) Setelah
menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1959. Jadi 1959 : 2800 = 0,7 x 100 = 70%.
Hal ini dapat diartikan bahwa Implementasi Program Beras untuk
keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten
Pandeglang berjalan baik bila dilihat dari indikator ukuran dan tujuan
kebijakan.
126
2. Dimensi Sumberdaya
Keberhasilan proses Implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan
proses implementasi menurur adanya sumber daya manusia yang
berkualitas sesuai pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara politik. Mengingat Program Beras Rumah Tangga
Miskin adalah program pengentasan kemiskinan di masyarakat maka
seharusnya dapat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan, baik itu
berupa sumberdaya manusia maupun sumberdaya financial yang
merupakan sumberdaya penting dalam menentukan suatu keberhasilan
proses implementasi Program Beras Rumah Tangga Miskin. Berdasarkan
hasil pengolahan data, dalam indikator penelitian ini memuat 7 butir
instrumen pernyataan untuk indikator sumberdaya. Skor ideal dari
indikator ini adalah 4 x 175 x 7 = 4900 (4 = nilai tertinggi dari setiap
jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor
berdasarkan pada skala Likert, 175 = jumlah sampel yang dijadikan
responden, 7 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator sumberdaya)
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang
diisi oleh responden yaitu sebesar 2905. Jadi 2905 : 4900 = 0,5930 x 100
= 59.30%. Hal ini dapat diartikan bahwa Implementasi Program Beras
127
untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang belum berjalan baik bila dilihat dari indikator
sumberdaya.
3. Dimensi Karakteristik Agen Pelaksana
Sub variabel ketiga yang digunakan sebagai kriteria dalam mengukur
implementasi yaitu karakteristik agen pelaksana. kinerja implementasi
kebijakan (publik)akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaannya. Oleh karena itu, hal
penting yang perlu dicermati dalam sub variabel ini yaitu seberapa jauh
tim pelaksana kebijakan berperan aktif menjalankan kebijakan penyaluran
ataupun mendistribusikan Beras Rumah Tangga Miskin kepada
masyarakat penerima manfaat. Berdasarkan hasil pengolahan data, dalam
indikator penelitian ini memuat 4 butir instrumen pernyataan untuk
indikator karakteristik agen pelaksana. Skor ideal dari indikator ini adalah
4 x 175 x 4 = 2800 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan
yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala
Likert, 175 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 4 = jumlah
pernyataan yang ada pada indikator karakteristik agen pelaksana) Setelah
menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1871. Jadi 1871 : 2800 = 0,6680 x 100 =
66.80%. Hal ini dapat diartikan bahwa Implementasi Program Beras
untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul
128
Kabupaten Pandeglang berjalan baik bila dilihat dari indikator
karakteristik agen pelaksana.
4. Dimensi Sikap dan Kecenderungan Para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi
kebijakan publik. Faktor yang mempengaruhi sikap kecenderungan adalah
dilibatkan atau tidaknya sasaran kebijakan dalam membuat sebuah
kebijakan. Seluruh pihak yang peneliti wawancarai menjawab hal yang
sama. Pihak sasaran kebijakan dalam hal ini adalah pemilik waralaba,
pelaku usaha kecil yang harus dilindungi. Mereka semua kompak
menjawab tidak merasa dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Hal ini
berarti kebijakan tersebut bersifat Top-down. Berdasarkan hasil
pengolahan data, dalam indikator penelitian ini memuat 4 butir instrumen
pernyataan untuk indikator Sikap dan Kecenderungan Para Pelaksana.
Skor ideal dari indikator ini adalah 4 x 175 x 4 = 2800 (4 = nilai tertinggi
dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria
skor berdasarkan pada skala Likert, 175 = jumlah sampel yang dijadikan
responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator sikap dan
kecenderungan para pelaksana) Setelah menemukan skor ideal kemudian
dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1629.
Jadi 1629 : 2800 = 0,5820 x 100 = 58.20%. Hal ini dapat diartikan bahwa
Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa
129
Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang belum berjalan baik
bila dilihat dari indikator sikap dan kecenderungan para pelaksana.
5. Dimensi Komunikasi Antarorganisasi dan aktivitas pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang paling ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi
diantara pihak-pihak yang telibat dalam suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi, dan
begitu pula sebaliknya. Komunikasi Antarorganisasi adalah hal yang bisa
dikatakan krusial karena seperti dikatakan sebelumnya dalam
implementasi kebijakan publik, semakin baik koordinasi dan komunikasi
antarorganisasi maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya
kesalahan yang mana akan menghambat terlaksananya suatu kebijakan.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dalam indikator penelitian ini memuat
3 butir instrumen pernyataan untuk indikator Komunikasi Antarorganisasi
dan aktivitas pelaksana. Skor ideal dari indikator ini adalah 4 x 175 x 3 =
2100 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan
pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 175 = jumlah
sampel yang dijadikan responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada
indikator Komunikasi Antarorganisasi dan aktivitas pelaksana) Setelah
menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1612. Jadi 1612 : 2100 = 0,7680 x 100 =
76.80%. Hal ini dapat diartikan bahwa Implementasi Program Beras
130
untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul
Kabupaten Pandeglang berjalan baik bila dilihat dari indikator
Komunikasi Antarorganisasi dan aktivitas pelaksana.
6. Dimensi Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari
kegagalan implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
pengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan
kondisi lingkungan eksternal. Berdasarkan hasil pengolahan data, dalam
indikator penelitian ini memuat 3 butir instrumen pernyataan untuk
indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik. Skor ideal dari
indikator ini adalah 4 x 175 x 3 = 2100 (4 = nilai tertinggi dari setiap
jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor
berdasarkan pada skala Likert, 175 = jumlah sampel yang dijadikan
responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator Lingkungan
Ekonomi, Sosial dan Politik) Setelah menemukan skor ideal kemudian
dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1674.
Jadi 1674 : 2100 = 0,7970 x 100 = 79.70%. Hal ini dapat diartikan bahwa
Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa
Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang berjalan baik bila
dilihat dari indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.
131
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan pada penelitian yang
dilakukan, yang menggunakan metode kuantitatif deskriptif maka dapat
disimpulkan bahwa Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)
di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang mencapai 66.57% dari
hipotesis 65% artinya sudah berjalan dengan baik. Hal ini, terbukti dari uji
statistik dimana dalam penelitian untuk menjawab rumusan masalah ini, peneliti
dapat melihat dari perhitungan dengan menggunakan rumus t test satu sampel
dengan menguji pihak kanan adalah harga t-hitung lebih besar dari harga t tabel
maka dapat diartikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Karena nilai t hitung
lebih besar dari t tabel atau jatuh pada daerah penerimaan Ho (2.63 > 1.974),
maka Hipotesis Nol (Ho) ditolak dan Hipotesis Alternatif (Ha) diterima.
Skor ideal yang diperoleh adalah 4 x 25 x 175 = 17500 (4 = nilai tertinggi
dari setiap jawaban yang ditanyakan kepada responden), (25 = jumlah pertanyaan
yang ditanyakan kepada responden) dan (175 = jumlah responden). Sedangkan,
skor terendahnya adalah 1 x 25 x 175 = 4375 (1 = nilai terendah dari setiap
jawaban yang ditanyakan kepada responden), (25 = jumlah pertanyaan yang
ditanyakan kepada responden) dan (175 = jumlah responden). Adapun, jumlah
skor yang diperoleh adalah 11650.
131
132
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Implementasi Program Beras
untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul Kecamatan Munjul Kabupaten
Pandeglang adalah 11650 : 17500 = 0.6657 atau 66.57%. Hal ini berarti bahwa
Implementasi Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) di Desa Munjul
Kecamatan Munjul Kabupaten Pandeglang belum berjalan baik meskipun masih
terdapat hambatan dalam pelaksanaannya.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi sebagai berikut:
1. Lebih meningkatkan kompetensi atau pengetahuan dalam petugas
pelaksana sehingga bisa menularkan pengetahuannya kepada
masyarakat selain itu meningkatkan kinerja mereka ketaraf yang
lebih optimal.
2. Peningkatan kinerja tim dan meminimalisir permainan oknum
dalam pendistribusian beras raskin. Sebagai petugas pelaksana,
bersikap tegas terhadap pelanggaran yang terjadi baik dari pihak
internal maupun eksternal tim terhadap suatu pelanggaran.
3. Meningkatkan pola koordinasi dan komunikasi baik dengan
internal tim, aparatur desa, maupun masyarakat sehingga
meminimalisir misskomunikasi.
133
4. Melibatkan secara langsung stakeholder dalam dalam
pendistribusian raskin ke berbagai daerah..
5. Pemerintah Daerah lebih meningkatkan pengawasan dalam
pendistribusian raskin di Desa-desa karena cenderung banyak
pelanggaran.
6. Peningkatan SDM merupakan hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan kebijakan. Permasalahan yang sering terjadi adalah
dalam pengolahan data yang dilaporkan secara berjenjang, yang
terkadang tidak sinkron. Karena pada pendistribusian ada saja RTS-
PM yang tidak dapat menerima jatah raskin tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Abidin, Zainal Zaid. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Agusyana. Yus. 2011. Olah Data Skripsi dan Penelitian. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Bungin, Burhan. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu Sosial Lain. Jakarta : Kencana.
Denzin, Norman K. &Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook Of Qualitative
Research. Terjemahan Dari yanto dkk. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.
Djam’an Satori, Dan Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung ; Alfabet.
Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta; Indeks.
George R.Terry. 2001. Prinsip – prinsip Manajemen. PT Bumi Aksara.
.1986. Asas – asas Manajemen. Penerjemah Winardi. Bandung;
Alumni.
Harahap, Sofyan. 2001. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta ; Quantum.
Hartomo, H. dan Arnicun, Aziz. 2004. Ilmu Dasar Sosial cet.6. Jakarta ;
Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia :Pengertian Dasar,
Pengertian, dan Masalah. Jakarta ; PT Toko Gunung Agung.
Husnaini, Usman. 2001. Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta;
Bumi Aksara.
Islamy, Irfan. 2007. Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta :
Bina Aksara.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam Proses
Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gaya Media.
Latief, Abdul Madjid. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Manullang, M. Dan Manullang Marihot. 2001. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Edisi Pertama. Cetak Pertama. Yogyakarta; BPEE.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung ; PT Remaja
Rosda karya Offset.
.2005. Metode Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung ; PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori
dan Praktek). Surabaya : Penerbit PMN
Noor, Arifin. 2007. Ilmu Sosial Dasar. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Jakarta : Prenada Media Group.
Ricky W. Griffin. 2004. Manajemen. Edisi Tujuh. Jilid Pertama. Jakarta;
Erlangga.
Siagian, Sondang. 2003. Filsafat Administrasi. Edisi Revisi. Jakarta; BumiAksara.
Simbolon, Maringan Masri. 2004. Dasar – dasar Administrasi dan Manajemen.
Jakarta; Ghalia Indonesia.
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Jakarta; RefikaAditama.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif & RND. Bandung;
Alfabet.
. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif & RND.
Bandung; Alfabet.
Sule, E. Saefullah, K. 2005. Perkenalan Dengan Konsep Manajemen. Jakarta;
Kencana.
T. Hani Handoko. 1984. Edisi Ke-1. Dasar–dasar Manajemen Produksi dan
Operasi.Yogyakarta ; BPEE.
Wicaksana, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi
Pemerintah.Yogyakarta : Graha ILMU