94
AKAD NIKAH MELALUI MEDIA TELEKOMUNIKASI (Studi Perbandingan Antara Pandangan Huzaimah Tahido Yanggo dan M.A. Sahal Mahfudh) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RICKI AHMAD FAISAL MUKHTAR NIM:1112044100078 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2017M/1438H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

AKAD NIKAH MELALUI MEDIA TELEKOMUNIKASI

(Studi Perbandingan Antara Pandangan Huzaimah Tahido Yanggo dan M.A. Sahal Mahfudh)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RICKI AHMAD FAISAL MUKHTAR

NIM:1112044100078

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2017M/1438H

Page 2: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,
Page 3: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,
Page 4: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,
Page 5: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

iv

ABSTRAK

Ricki Ahmad Faisal Mukhtar. NIM 1112044100078. Akad Nikah Melalui

Media Telekomunikasi (Studi Perbandingan Antara Pandangan Huzaemah Tahido

Yanggo Dan M. Ahmad Sahal Mahfudh). Skripsi, Konsentrasi Peradilan Agama,

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017 M/ 1438 H.

Skripsi ini bertujuan untuk: mengetahui kedudukan akad nikah berdasarkan

persfektif hukum Islam, untuk memahami pandangan Huzaemah Tahido Yanggo dan

M. Ahmad Sahal Mahfudh tentang akad nikah melalui media telekomunikasi, dan juga

untuk mengetahui sisi persamaan dan perbedaan pandangan Huzaemah Tahido Yanggo

dan M. Ahmad Sahal Mahfudh.

Jenis penelitian ini adalah jenis kepustakaan (library research) yaitu penelitian

yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian

yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. sumber-sumber data diperoleh dari

berbagai karya tulis seperti buku, artikel, jurnal, yang secara langsung maupun tidak

langsung membicarakan persoalan yang diteliti, dan melakukan pengumpulan data

melalui buku-buku, artikel, jurnal karya Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad

Sahal Mahfudh, serta literatur-literatur lain yang menunjang yang berkaitan dengan

akad nikah melalui media telekomunikasi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat

bahwasanya akad nikah melalui telekomunikasi ini hukumnya sah dan diperbolehkan.

M. Ahmad Sahal Mahfudh berpendapat bahwasanya akad nikah melalui telekomunikasi

ini hukumnya tidak sah, karena beliau beranggapan bahwa akad nikah itu merupakan

suatu akad yang sakral (suci) dan berbeda dengan akad-akad yang lain. Keduanya

menitikberatkan kepada ittihadu fil majelis dalam proses akad nikah serta menyoroti

peran saksi/kesaksian. Perbedaan pandangan terletak pada konsep ittihad fil majelis dan

kesaksian, menurut Huzaemah Tahido Yanggo saksi itu bisa lebih dari dua sehingga

memungkinkan membagi para saksi pada dua tempat majelis dengan tidak

menghilangkan urgensi kesaksian serta pencatatan perkawinan, Sedangkan menurut M.

Ahmad Sahal Mahfudh, media telekomunikasi ataupun alat komunikasi lainnya itu

masih meragukan, sehingga tidak bisa menjamin sebagai pembuktian pernikahan dan

juga beliau berpendapat bahwa pernikahan merupakan hal yang sakral dan suci

sehingga harus dilaksanakan dengan baik dan aman.

Kata Kunci : Akad Nikah, Telekomunikasi, Studi Perbandingan, Huzaemah

Tahido Yanggo, Sahal Mahfudh.

Pembimbing : Dr. Hj, Azizah, MA.

Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d Tahun 2016.

Page 6: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

v

KATA PENGANTAR

Segala puja-puji syukur bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam, yang

telah melipmpahkan segala limpahan rahmat, hidayah, dan taufiq-Nya di

dunia ini, terkhusus kepada penulis. Dan dengan izin dan ridho-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Akad Nikah Melalui Media

Telekomunikasi (Studi Perbandingan Antara Pandangan Huzaemah Tahido

Yanggo Dan M. Ahmad Sahal Mahfudh) Sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi pada Program Studi Hukum Keluarga Universitas Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan

motivasi dari berbagai sehingga segala kesulitan dan hambatan dapat diatasi

dan tentunya dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga untuk semua

pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga

terselesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purkon, M.A. Ketua dan

Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga.

3. Dr. Hj. Azizah, M.A. pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas

meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan

serta saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 7: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

vi

4. Sri Hidayati, M.A. Dosen Penasehat Akademik yang selalu

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan

saran bagi penulis hingga terselesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis

beserta seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan

pelayanan terpadu selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Kepada yang terisitimewa kedua orang tua penulis, Ayahanda dan

Ibunda (H. Mukhtar dan Hj. Jaleha), yang telah begitu banyak

mencurahkan perhatian, pengorbanan serta kasih sayangnya yang

tiada bandingannya di dunia ini. Kakak (Amir Syarifudin, Abu

Rizal, Iwan Setiawan) dan adikku (M. Akbar Ramadhan), tempat

bercanda dan berbagi di waktu luang maupun sempit.

7. Sahabat tersayang Istiqlali, Habibi, Reza, Andi Asyraf, Nur Alim

Amalkan, Satria Erlangga yang selalu memberikan semangat dan

warna kepada penulis. Semoga Allah selalu meridhai persahabatan

kita. Terima kasih untuk segala kenangan yang telah terukir,

semoga persahabatan kita tak berhenti sampai disini.

8. Keluarga besar HMI Komfaksy, Sahabat seperjuangan (Fawwaz,

Aslam, Binjo, Dzikri, Didin, Farid, dan Kanda-Yunda yang tidak

bisa disebutkan satu-persatu). Terkhusus kepada Keluarga Besar

HMI Hukum keluarga (Iqbal, Amir Khuzaifi, Ais, Fahra, Mela,

Page 8: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

vii

Eno, Cile, Riyadh, Ilham, Rifki, Pace, Indra, Kurnia, Sidiq, Ulhaq,

Neng emawati), Sahabat Kecil Peradilan Agama-B angkatan 2012,

terkhusus penghuni Pohon Dosa (Faisal kemal, Cepi, Miqdad,

Anto, Zainudin, Alip, Izhar, Yahya, Zaenuri, Sule, Abay, Bobi,

Hannah, Ipeh, dan kalian yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

persatu) teman-teman KKN Gelaskaca UIN Syarif Hidayatulah

Jakarta, Gooners UIN, Sahabat Gie. Terimakasih untuk canda tawa

cerita yang selalu hadir dan akan selalu ada ayunan rindu untuk

kalian semua. Semoga silaturahmi kita tetap terjaga sampai

kapanpun.

9. Mereka yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah

membantu dan memberikan doa, semangat serta motivasi kepada

penulis.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih perlu perbaikan. Oleh

karena itu, kritik dan saran akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan

umumnya serta dicatat menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Amin.

Ciputat, 16 Januari 2017

Ttd.

Ricki Ahmad Faisal Mukhtar

Penulis

Page 9: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iii

ABSTRAK ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................ 8

C. Pembatasan Masala ............................................................. 8

D. Rumusan Masalah ............................................................... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 9

F. Tinjauan (review) Studi Terdahulu ...................................... 10

G. Metode Penelitian ................................................................ 13

H. Sistematika Penulisan .......................................................... 16

BAB II PEMBAHASAN AKAD NIKAH MELALUI MEDIA

TELEKOMUNIKASI DALAM KAJIAN HUKUM ISLÂM

A. Pengertian dan Hukum Perkawinan ................................... 18

B. Tujuan dan Hikmah Perkawinan ......................................... 24

C. Syarat dan Rukun Perkawinan............................................. 26

D. Urgensi Ijab Kabul dalam Perkawinan ................................ 33

Page 10: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

ix

E. Akad Nikah Melalui Media Telekomunikasi ..................... 36

BAB III BIOGRAFI HUZAEMAH TAHIDO YANGGO DAN

MUHAMMAD AHMAD SAHAL MAHFUDH

A. Huzaemah Tahido Yanggo .................................................. 43

1. Biografi Huzaemah Tahido Yanggo .............................. 43

2. Aktifitas Dan Karir ........................................................ 44

3. Karya-Karya .................................................................. 45

B. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh ................................... 46

1. Biografi M. Ahmad Sahal Mahfudh .............................. 46

2. Aktifitas Dan Karir ........................................................ 51

3. Karya-Karya .................................................................. 54

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN AKAD NIKAH MELALUI

MEDIA TELEKOMUNIKASI MENURUT HUZAEMAH

TAHIDO YANGGO DAN MUHAMMAD AHMAD SAHAL

MAHFUDH

A. Akad Nikah Melalui Media Telekomunikasi Menurut

Huzaemah Tahido Yanggo.................................................. 60

B. Akad Nikah Melalui Media Telekomunikasi Menurut M.

Ahmad Sahal Mahfudh ....................................................... 67

C. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Kedua Tokoh ......... 72

D. Analisis Penulis ................................................................... 73

Page 11: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

x

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 77

B. Saran-saran .......................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 81

Page 12: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika kehidupan masyarakat sering melahirkan persoalan-persoalan

baru. Persoalan-persoalan baru tersebut jika dinisbatkan dengan ajaran Islam

maka paling tidak terdapat dua kemungkinan. Pertama, persoalan tersebut

apabila dicarikan landasan syar’i-nya, maka dapat ditemukan kedudukan

hukum dan jawaban yang tegas, jelas serta eksplisit pada sumber-sumber

utama ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah. Kedua, tidak

ditemukannya landasan syar’i yang eksplisit atas persoalan-persoalan baru

dalam Al-Qur’an dan al-sunnah. Untuk yang kedua ini membutuhkan

pemikiran-pemikiran hukum dari ulama yang memiliki otoritas tentangnya.

Para ulama harus bekerja keras memecahkan dan mencari solusi atas

persoalan-persoalan baru tersebut. Berbagai langkah pun ditempuh, antara

lain melakukan kajian mendalam, berijtihad, dalam proyek reinterpretasi

terhadap sumber-sumber tekstual, termasuk memecahkan permasalahan yang

secara tekstual tidak didapati kejelasannya didalam kedua sumber ajaran

Islam, Al-Qur’an dan Al-Sunnah.1

Di zaman modern ini, yang dicirikan dengan pesatnya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, tampak kemaslahatan manusia terus berkembang

dan meningkat seiring dengan urgensitasnya, tidak terbatas jenis dan

kuantitasnya, mengikuti situasi dan ekologi masyarakat. Hal itu dapat

1 Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h. v

Page 13: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

2

membawa dinamisasi dalam aplikasi syariah Islam. Sebab diferensiasi waktu,

tempat, dan lingkungan dapat memberi pengaruh yang sangat besar terhadap

syariah (hukum-hukum) Islam. Suatu kaedah menegaskan bahwa “Fatwa

hukum itu berubah karena perubahan waktu, tempat, keadaan tradisi dan

niat.” Sebagai contoh praktis untuk membuktikan pengaruh waktu, tempat,

dan lingkungan terhadap syariah Islam ini dapat ditangkap dari qawl qadim

dan qawl jadid Imam Syafii (150-204H) ketika ia berada di Irak dan di

Mesir.2

Perkembangan teknologi dari hari ke-hari semakin pesat dan

memasyarakat. Selain penemuan-penemuan (discovery) dibidang kedokteran,

kimia dan fisika, telah banyak pula ditemukan teknologi-teknologi baru

dibidang konstruksi, transportasi dan yang tak kalah penting penemuan

dibidang komunikasi; sebagai contohnya adalah internet, telepon, video call,

teleconference, handphone(hp), telegram, telegrap, faximile dan lain

sebagainya.

Warnet (warung internet) dan media telekomunikasi lainnya tumbuh

berkembang semakin maju. Sehingga tidak heran jika media komunikasi

semacam ini kini mulai sangat akrab dan kental dengan aktivitas kehidupan

masyarakat kita sehari-hari. Mulai dari aktivitas pergaulan (sosial media),

pemberitaan, jual beli, lelang, perjanjian, hiburan, dan bisnis online. Bahkan

telah terjagi praktek masyarakat yang menggunakan media telekomunikasi

tersebut untuk melakukan akad pernikahan jarak jauh.

2 Hasbi Umar, “Nalar Fiqh Kontemporer”, h. 2

Page 14: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

3

Islam telah mengatur tata cara pelaksanaan dalam membina rumah

tangga. Jika seluruh umat Islam mengikutinya, insya Allah akan tercipta

keturunan yang baik, manusia yang mulia di muka bumi ini.3 Dalam sejarah

peradaban umat manusia adanya lembaga perkawinan, disadari atau tidak,

merupakan faktor dominan dalam membentuk keteraturan umat manusia

sebagai makhluk sosial. Lebih dari itu, rumah tangga yang terbentuk atas

perkawinan ternyata dapat melahirkan hikmah yang amat tinggi nilainya.

Pasangan suami-isteri yang serasi dan taat akan mendatangkan kebahagiaan

dan melahirkan keturunan yang baik, sehingga akan terbentuklah keluarga

yang baik pula. Dari keluarga-keluarga yang baik inilah diharapkan terbentuk

masyarakat yang baik. Dan sekali lagi, sah atau tidaknya perkawinan menurut

Islam tergantung pada akadnya. Karena sedemikian rupa pentingnya akad

dalam perkwinan itu, maka berdasarkan dalil-dalil yang mereka temui, para

fuqaha telah berijtihad menetapkan syarat-syarat dan rukun sahnya suatu akad

nikah.4

Perkawinan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1

tahun 1974 serta Kompilasi Hukum Islam (KHI). Saripati aturan-aturan Islam

mengenai perkawinan, perceraian, perwakafan, pewarisan dan lainnya ini

bersumber dari literatur-literatur fikih Islam dari berbagai madzhab yang

dirangkum dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Kedua

dasar hukum mengenai perkawinan dan urusan keluarga tersebut diharapkan

3 Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah: Kajian Islam Kontemporer,

(Bandung: Penerbit Angkasa, 2005), h.134 4 Huzaemah Tahido Yanggo, dan Hafiz Anshary, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer”(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 106-107

Page 15: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

4

dapat menjadi pijakan hukum bagi rakyat Indonesia yang akan melaksanakan

perkawinan. Namun dalam praktek pelaksanaan perkawinan yang berlaku di

masyarakat, banyak muncul hal-hal baru yang bersifat ijtihad, dikarenakan

tidak ada aturan yang tertuang secara khusus untuk mengatur hal-hal tersebut.

Sebagian fuqoha dalam mengemukakan hakikat perkawinan hanya

menonjolkan aspek lahiriah yang bersifat normatif. Seolah-olah akibat dari

sahnya perkawinan hanya terbatas pada timbulnya kebolehan terhadap

sesuatu yang sebelumnya sangat dilarang, yakni hubungan badan antara laki-

laki dengan perempuan.5

Pemahaman seperti diatas muncul dari pengertian yang dapat disimak

dari definisi nikah yang mereka susun. Fuqaha dan para pengikut imam yang

empat (Syafi’i, Malik, Hanafi dan Hambali) umumnya mendefiniskan nikah

sebagai ‘aqd yang membawa kebolehan bagi seorang laki-laki (suami) untuk

berhubungan badan dengan seorang perempuan (isteri). Salah satu hal yang

bisa ditangkap dari rumusan ini adalah hakikat perkawinan (pernikahan) tidak

lain dari institusi yang diletakkan oleh syar’i guna menyalurkan tabiat

kemanusiaan yang memilik syahwat atau nafsu birahi, secara sah. Berkaitan

dengan hal ini, sebagaimana dimaklumi, perhubungan badan sebelum akad

nikah adalah perbuatan zina yang diharamkan. Dengan terlaksananya akad

nikah, maka perhubungan yang sebelumnya dilarang itu menjadi boleh dan

halal.6

5 Huzaemah Tahido Yanggo, dan Hafiz Anshary, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer”, h. 102 6 Huzaemah Tahido Yanggo, dan Hafiz Anshary, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer”, h. 102

Page 16: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

5

Meskipun terlihat agak dangkal, akan tetapi justru menunjukkan betapa

pentingnya kedudukan akad nikah ditinjau dari sudut tabiat kemanusiaan.

Dengan terlaksananya akad nikah, yang haram menjadi halal. Karena itu, jika

tabiat kemanusiaan telah sampai pada tingkat mendesak, satu-satunya jalan

yang benar untuk ditempuh adalah melaksanakan pernikahan agar seseorang

jangan sampai terjerumus melakukan perbuatan zina.

Definisi lain dari akad nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntutan

agama. Ada juga yang mengartikan suatu perjanjian atau aqad (ijab dan

qabul) antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan

badaniah sebagaimana suami isteri yang sah yang mengandung syarat-syarat

dan rukun yang ditentukan oleh syariat Islam.7

Salah satu rukun akad perkawinan yang disepakati ialah ijab dan qabul.

Ijab oleh wali dan qabul dari calon suami. Berkenan pelaksanaan ijab dan

qabul ini, atas pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

muncul pertanyaan baru: sahkah akad nikah dan ijab qabulnya dilaksanakan

melalui telekomunikasi? Bahkan masalah baru ini bukan baru terbatas pada

pernyataan melainkan telah muncul berbagai kasus yang pernah terjadi dan

dilakukan oleh warga Indonesia yang beragama Islam. Tepatnya kasus akad

nikah melalui media telepon pada tanggal 13 Mei 1989 yang dialami oleh

pasangan Ario Sutarto bin Drs. Suroso Darmoatmojo dengan Nurdianti binti

7 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, (Jakarta:

elSAS, 2008), h. 3-4

Page 17: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

6

Prof. Baharudin Harahap.8 Kemudian status pernikahan ini dimohonkan

pengesahannya melalui Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Oleh Pengadilan

Agama Jakarta Selatan status hukumnya dikukuhkan dengan dikeluarkannya

Surat Putusan No. 1751/P/1989. Meski Pengadilan Agama Jakarta Selatan

mengesahkan praktek semacam ini, namun putusan ini tetap dianggap riskan.

Kabarnya, Mahkamah Agung menegur hakim yang memeriksa perkara

tersebut karena dikhawatirkan menimbulkan preseden yang tidak baik.

Nikah melalui telepon, internet, atau media telekomunikasi

mengandung resiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau

penipuan (gharar atau khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan

(confused/syak), apakah telah terpenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-

syarat nikahnya dengan baik. Dikhawatirkan jika akad dilaksanakan jarak

jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya suaranya di dubbing ataupun

gambarnya dan backgroundnya tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini akan

merugikan pihak perempuan. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan

hadits Nabi/kaidah fikih:

دع ما ير يبك الى ما ل ير يبك

Artinya:“Tinggalkanlah sesuatu yang merugikan engkau,

(berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak merugikan

engkau.”9

م على جلب ا لمصا لح درع ا لمفا سد مقد

Artinya: “Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas

usaha menarik (mencari) maslahah.”10

8 Huzaemah Tahido Yanggo, dan Hafiz Anshary, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer”, h.106-107 9 Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Penerjemah Zaid Muhammad,

Ibnu ALI, Muhammad Khuzainal Arif, (Jakarta: Pustaka as-sunnah, 20070), Cet. 1, h. 498 10 Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Penerjemah Zaid Muhammad,

Ibnu ALI, Muhammad Khuzainal Arif, h. 498

Page 18: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

7

Peristiwa yang serupa dengan itu terulang kembali. Kali ini praktek

akad nikah tertolong dengan dunia teknologi yang selangkah lebih maju

dengan menggunakan fasilitas video teleconference. Teknologi video

teleconference lebih mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan

suara, teknologi ini dapat menampilkan gambar atau citra secara realtime

melalui jaringan internet. Hal ini seperti yang dipraktekkan oleh pasangan

Syarif Aburahman Achmad ketika menikahi Dewi Tarumawati pada 4

Desember 2004 silam.11 Ketika pelaksanaan akad nikah, sang mempelai pria

sedang berada di Pittsburgh, Amerika Serikat. Sedangkan pihak wali beserta

mempelai wanita berada di Bandung, Indonesia. Kedua belah pihak dapat

melaksanakan akad nikah jarak jauh berkat layanan video teleconference dari

Indosat.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis memilih judul

“Akad Nikah Melalui media Telekomunikasi” (Studi Perbandingan Pandangan

Antara Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad Sahal Mahfudh ). Penulis

tertarik karena kedua tokoh tersebut memiliki pandangan yang berbeda terkait

masalah akad nikah melalui telekomunikasi. Oleh sebab itu, penulis ingin

membandingkan teori pemikiran hukum kedua tokoh tersebut karena

pembahasan mengenai persoalan baru atau fikih kontemporer itu memang

sangat dibutuhkan dan dinantikan oleh masyarakat Indonesia mengingat

bahwa persoalan zaman akan senantiasa baru dan tantangan masalah aktual

11 Koran Pikiran Rakyat, Minggu 5 desember 2004

Page 19: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

8

fiqh semakin banyak, sementara nash Al-qur’an dan sunnah jumlahnya tetap

dan terbatas serta tidak mungkin bertambah lagi.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang berkaitan

dengan tema yang dibahas. Ragam masalah yang muncul adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pandangan Islam tentang hakikat akad nikah yang di

dalamnya membahas esensi ijab dan qabul?

2. Bagaimana pandangan Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad

Sahal Mahfudh mengenai akad nikah melalui media

telekomunikasi?

3. Bagaimana relevansi pandangan antara Huzaemah Tahido Yanggo

dan M. Ahmad Sahal Mahfudh tentang akad nikah melalui media

telekomunikasi dalam konteks perkembangan masyarakat di

Indonesia?

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas

dan terarah. Di sini penulis membahas tentang bagaiman akad nikah dalam

ruang lingkup hukum Islam. Kemudiam penulis melakukan perbandingan

pandangan antara Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad Sahal Mahfudh

mengenai akad nikah melalui media telekomunikasi, dan bagaimana relevansi

pandangan kedua tokoh tersebut tentang esensi akad nikah.

Page 20: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

9

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana kedudukan akad nikah berdasarkan persfektif hukum

Islam?

2. Bagaimana pandangan Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad

Sahal Mahfudh tentang akad nikah melalui media telekomunikasi?

3. Bagaimana sisi persamaan dan perbedaan pemikiran antara

Huzaemah Tahido Yanggo dengan Sahal Mahfudh ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian:

1. Untuk mengetahui kedudukan akad nikah berdasarkan perspektif

hukum Islam.

2. Untuk memahami pandangan Huzaemah Tahido Yanggo dan M.

Ahmad Sahal Mahfudh tentang akad nikah melalui media

telekomunikasi.

3. Untuk mengetahui sisi persamaan dan perbedaan pandangan

Huzaemah Tahido Yanggo dan Sahal Mahfudh .

Kegunaan penelitian:

1. Sebagai sumbangsih kepustakaan bagi mahasiswa Fakultas Syariah

dan Hukum sera masyarakat luas pada umumnya.

Page 21: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

10

2. Sebagai kontribusi ilmiah dalam memperkaya khazanah

kepustakaan Islam. Khususnya dalam bidang studi Hukum

Keluarga

3. Memberikan pandangan dan menambah wawasan baru dalam

persoalan fikih kontemporer yang berkaitan dengan pemanfaatan

teknologi.

F. Review Studi Terdahulu

Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis melakukan

review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang penulis bahas.

Review kajian terdahulu yang berkaitan dengan penulis diantaranya :

Skripsi dengan judul “Hukum Akad Nikah Melalui net meeting

teleconference” oleh Mizanul Jihad, jurusan Ahwal Syakhsiyyah Fakultas

Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005. Dalam penelitian tersebut,

Mizanul Jihad lebih cenderung bersifat umun dalam menerangkan tentang

pandangan hukum Islam, seperti rukun dan syarat tentang pelaksanaan akad

nikah melalui telekomunikasi net meeting teleconference. Sebagai hasil

analisisnya dia menyimpulkan bahwa akad nikah melalui telekomunikasi net

meeting teleconference itu sah berdasarkan pendekatan dari berbagai

pendapat ulama salaf.12

Skripsi dengan judul “Hukum Akad Nikah Melalui Media

Telekomunikasi (Studi Komparasi Mazhab Hanafi Dan Syafi’i), oleh

Rohmat, pada jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah

12 Mizanul Jihad, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Melalui Net Meeting

Teleconference,” Skripsi Pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005, h.57-58.

Page 22: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

11

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007. Rohmat

menjabarkan tentang hukum media telekomunikasi net meeting

teleconference dari sudut pandang perbandingan mazhab Hanafi dan Syafi’i

berbeda pendapat tentang penafsiran satu majelis. Mazahab Hanafi

menyatakan sah akad nikah itu dikarenakan memenuhi satu majelis, yaitu

dalam satuan waktu(berlangsung dalam waktu hampir bersamaan).

Sedangkan menurut mazhab Syafi’i tentang akad nikah itu kurang afdal,

sebab akad nikah itu masih dikategorikan dua majelis. Dan sebagai hasil

analisisnya dia menyimpulkan bahwa sah akad nikah melalui telekomunikasi

dengan mengkomafarasikan pendapat mazhab Hanafi dan Syafi’i dengan

mempertimbangkan sudah cukupnya media sebagai pengganti dalam akad

nikah yang dapat dijamin bukti pelaksanaannya.13 Sedangkan skripsi yang

disusun oleh penyusun ini bukan komparasi beberapa mazhab, tetapi lebih

cenderung kepada pemikiran tokoh ulama zaman sekarang.

Skripsi dengan judul “Studi Komfarasi Pernikahan Secara Online

Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif” yang ditulis oleh Moh. Hasyim

Asy’ari pada jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung tahun 2016. Hasyim

membandingan hukum yg ada dalam Islam dan hukum positif Negara

Indonesia tentang pernikahan secara online. Dalam tulisannya Hasyim

menemukan bahwa pernikahan secara online belum diatur dalam UU

13 Rohmat, “Hukum Akad Nikah Melalui Telekomunikasi (Net Meeting

Teleconference) Studi Komparasi Mazhab Hanafi Dan Syafi’i,” Skripsi Pada Jurusan Al-

Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2007, h.91-92.

Page 23: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

12

Perkawinan di Indonesia sedangkan dalam hukum Islam mutlak tidak

membolehkan. Sedangkan skripsi yang penulis bahas lebih spesifik dan detail

yakni membandingan pemikiran tokoh antara Huzaemah Tahido Yanggo dan

Sahal Mahfudh .14

Skripsi pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul, “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Melalui media net meeting

teleconference (Studi Atas Pemikiran Hukum Islam K.H.M.A. Sahal

Mahfudh ) oleh Fatah Zukhrufi tahun 2012. Fatah memfokuskan pada hukum

akad nikah melalui telekomunikasi net meeting teleconference dengan

mendekatkan pada alur pemikiran KH.M.A. Sahal Mahfudh yang mana

beliau tidak mengesahkan akad nikah melalui media net meeting

teleconference. Karena beliau beranggapan bahwa suatu pernikahan

khususnya dalam akad nikah itu suatu yang berbeda dengan akad yang lain.

Akad nikah merupakan akad yang agung, suatu akad yang menyatukan dua

manusia untuk menjadi pasangan suami isteri yang mana diharapkan dari

keduanya nanti bisa menjadi keluarga yang sakinnah, mawaddah dan

rahmah15. Sementara itu, penyusun dalam penelitian ini menitikberatkan pada

hukum akad nikah melalui telekomunikasi net meeting teleconference dengan

mendekatkan alur pemikiran Huzaimah Tahido Yanggo yang mengesahkan

14 Moh. Hasyim Asy’ari, “Studi Komparasi Pernikahan Secara Online Menurut

Hukum Islam Dan Hukum Positif,” Skripsi Pada Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah

Dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung, 2016, h.88-89 15 Fatah Zukhrufi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting

Teleconference (Studi Pemikiran K.H. M.A. Sahal Mahfudh)”, Skripsi Pada Jurusan Al-

Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012, h. 76

Page 24: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

13

akad nikah melalui media telekomunikasi. Dengan demikian, pemikiran

Huzaemah Tahido Yanggo berkontradiksi dengan pendapat M. Ahmad Sahal

Mahfudh yang mana tidak mengesahkan akad nikah melalui media

telekomunikasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis membandingkan

pemikiran tokoh antara Huzaemah Tahido Yanggo dan Sahal Mahfudh .

Keduanya dikenal sebagai tokoh ulama yang banyak menghasilkan karya-

karya dibidang hukum Islam.

Huzaemah Tahido Yanggo juga dikenal sebagai tokoh ilmu

perbandingan fiqh dan gigih menentang pemikiran-pemikiran kelompok

Islam liberal dan masih banyak lagi kiprahnya untuk menjaga kemurnian

ajaran Islam. Di dunia pendidikan, Prof. Huzaimah juga tercatat sebagai

perintis berdirinya Fakultas Dirasat Islamiyah, Program Studi Internasional

Berbahasa Arab kerjasama UIN Jakarta dengan Al-Azhar, Kairo.

G. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarrnya adalah suatu kegiatan terencana, dilakukan

dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna

membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala.16

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,

1991), h.2

Page 25: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

14

Jenis penelitian ini adalah jenis kepustakaan (library research) yaitu

penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah

literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. Sumber-

sumber data diperoleh dari berbagai karya tulis seperti buku, artikel, jurnal,

yang secara langsung maupun tidak langsung membicarakan persoalan yang

diteliti.

2. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penelitian menyusun

berdasarkan sumber data yang terbagi kedalam dua kriteria, yaitu sumber data

utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian

dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengmbilan data langsung pada

subyek sebagai sumber informasi yang dicari.17 Adapun data primer yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi pustaka pemikiran

Huzaemah Tahido Yanggo dan Sahal Mahfudh .

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang peneliti gunakan ialah dengan melalui

observasi terhadap studi kepustakaan seperti buku, karya ilmiah, jurnal, serta

kasus-kasus berkaitan yang di dapat melalui sumber-sumber yang akurat.

Contohnya: Google.scholar

3. Teknik Pengumpulan Data

17 Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 91

Page 26: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

15

Teknik pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari sumber

data, adapun sumber data adalah subyek dari penelitian yang dimaksud.18

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan

data-data kualitatif. Yaitu dengan mengumpulkan data dan mencari konsepsi-

konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, atau penemuan yang berhubungan

erat dengan pokok-pokok permasalahan.19 Pada penelitian ini, penulis

melakukan pengumpulan data melalui buku-buku, artikel, jurnal karya

Huzaemah Tahido Yanggo dan Sahal Mahfudh, serta literatur-literatur lain

yang menunjang dan berkaitan dengan akad nikah melalui media

telekomunikasi.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deduktif yaitu metode yang

dipakai untuk menganalisa data yang bersifat umum dan memiliki unsur

kesamaam sehingga digeneralisasikan menjadi kesimpulan khusus. Analisa

dilakukan dengan terlebih dahulu menjelaskan serta membandingkan

pemikiran Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad Sahal Mahfudh

menengai akad nikah dalam Islam secara umum lalu ditarik kesimpulan

khusus.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat

18 M. Subana, Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmia, (Bandung: Pustaka Setia,

2001), h., 115. 19 Khuzaifah, Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode penelitian Hukum, (Surakarta:

UMS Press, 2004), h., 47.

Page 27: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

16

Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2012.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini dibagi

atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang yang

menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, review studi terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas secara umum tentang akad nikah dalam Islam

secara mendetail dan juga tentang telekomunikasi. Pokok bahasan dalam bab

ini berisikan, definisi akad nikah dalam Islam dan juga definisi dari

telekomunikasi serta prosesi akad nikah melalui media telekomunikasi

tersebut.

Bab ketiga, dalam bab ini melihat sosok yang menjadi obyek penelitian.

diletakkan pada bab ini karena sebelum mengetahui bagaimana dan seperti

apa pemikiran kedua tokoh dalam hal ini pandangan Huzaemah Tahido

Yanggo dan M. Ahmad Sahal Mahfudh tentang akad nikah melalui media

telekomunikasi dengan terlebih dahulu mengetahui latar belakang dan

biografi kedua tokoh tersebut. Apa saja karyanya dan aktivitas selama ini

yang dihasilkan serta corak pemikirannya tentang hukum keluarga Islam.

Bab keempat, analisis untuk mengetahui argumentasi, validitas atas

dasar hukum yang diambil Huzaemah Tahido Yanggo dan M. Ahmad Sahal

Page 28: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

17

Mahfudh tentang kelayakan media telekomunikasi/net meeting teleconference

sebagai alat pendukung prosesi akad nikah.

Bab kelima, merupakan bab terakhir dari rangkaian bab-bab yang ada

dalam skripsi ini, bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan

dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti untuk peneliti selanjutnya yang

akan mengkaji tentang tokoh yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Bab

ini merupakan penutup dari serangkaian penelitian yang dilakukan oleh

peneliti.

Page 29: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

18

BAB II

AKAD NIKAH MELALUI MEDIA TELEKOMUNIKASI

DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Hukum Perkawinan

Perkawinan menurut istilah fiqih diambil dari kata ‘nikah’ atau ‘zawaj’

yang berasal dari bahasa Arab, dilihat secara makna etimologi (bahasa)

berarti ‘berkumpul dan mendidih’, atau dengan ungkapan lain bermakna

‘akad dan setubuh’ yang secara syara’ berarti akad pernikahan1. Al-Nikah

mempunyai arti al-Wath’I, al-Dhommu, al-Tadakhul, al-Jam’u atau ibarat

‘an al-wath wa al aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul,

jima’ dan akad2.

Secara terminologi perkawinan/nikah yaitu akad yang membolehkan

terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang

wanita tersebut bukan dengan seorang wanita yang diharamkan baik dengan

sebab keturunan atau seperti sebab susuan.3

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah. Sunnah Allah SWT

yang menentukan bahwa setiap makhluk-Nya yang ada dibumi ini hidup

berpasang-pasangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-

Dzariyat: 49:

جين لعلكم تذكرون ومن كل شيء خلقنا زو

1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar

Mazhab, (PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 1 2 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2011) h. 4 3 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 4

Page 30: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

19

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.

Dalam memaknai hakekat nikah ada ulama yang menyatakan bahwa

pengertian hakiki dari nikah adalah bersenggama (wath’i), sedangkan

pengertian nikah sebagai akad merupakan pengertian yang majazy. Sementara

Imam Syafi’i berpendapat bahwa pengertian hakiki dari nikah adalah akad,

sedangkan pengertian nikah dalam arti bersenggama (wath’i) merupakan

pengertian yang bersifat majazy4.

Menurut ulama Hanafiah, “Nikah adalah akad yang memberikan faedah

(mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja)

bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan

kenikmatan biologis”. Sedangkan menurut mazhab Maliki. Nikah adalah

sebuah ungkapan (sebutan) atau title bagi suatu akad yang dilaksanakan dan

dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata”. Oleh mazhab

Syafi’i, nikah dirumuskan dengan “Akad yang menjamin kepemilikan (untuk)

bersetubuh dengan menggunakan redaksi (lafal) “inkah atau tazwij; atau

turunan (makna) dari keduanya.” Sedangkan ulama Hanabilah

mendefinisikan nikah tangan “Akad (yang dilakukan dengan menggunakan)

kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan (bersenang).”5

Menurut Sajuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia,

perkawinan harus dilihat dari tiga segi pandangan6:

4 Asrorun Niam Soleh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:

elSAS, 2008), h. 3 5 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 4 6 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press), 1986), Cet-5, h. 47

Page 31: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

20

1. Perkawinan dilihat dari segi hukum.

Dipandang dari segi hukum, perkawinan itu merupakan suatu

perjanjian, oleh Al-qur’an Surat An-nisa ayat 21:

وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض وأخذن منكم ميثاقا غليظا

Artinya: “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal

kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah

mengambil janji yang kuat dari kalian?”

Dinyatakan perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat, disebut

dengan kata-kata “mitsaqan ghalizhan”. Juga dapat dikemukakan sebagai

alasan untuk mengatakan perkawinan itu merupakan suatu perjanjian ialah

karena adanya:

a. Cara mengadakan ikatan perkawinan telah di atur terlebih dahulu

yaitu dengan akad nikah dan dengan rukun dan syarat tertentu.

b. Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga telah

di atur sebelumnya, yaitu dengan prosedur talaq, kemudian fasakh,

syiqaq dan sebagainya.7

2. Perkawinan dilihat dari segi sosial

Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui penilaian yang umum bahwa

orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang

lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.8

3. Perkawinan dipandang dari segi agama.

Dalam agama, perkawinan di anggap sebagai suatu lembaga yang suci,

yang kedua pihak dihubungkan menjadi pasangan suami isteri atau saling

7 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 47 8 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 47

Page 32: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

21

minta menjadi pasangan hidupnya dengan mempergunakan nama Allah.9

Sebagaimana diingatkan oleh al-Qur’an surat an-Nisa ayat 1;

جال يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها و بث منهما ر

الذي تسائلون به و الرحام كان عليكم رقيبا كثيرا و نساء و اتقوا للا إن للا

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang

telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan

daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada

keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan

perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah

yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling

meminta satu sama lain, dan) peliharalah (hubungan

silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasi kamu”

Rumusan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal

1 ayat 2 berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”. Dengan kata lain, pernikahan adalah suatu akad yang

secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan

merupakan ucapan seremonial yang sakral.10

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena

Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah

Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan ini, tegas dinyatakan bahwa perkawinan

mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga

9 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 47 10 Sobari Sahrani dan M.A Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta: Pt Rajagrafindo

Persada, 2009), h. 8

Page 33: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

22

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga memiliki

unsur batin/rohani11.

Demikianlah Allah SWT mengokohkan bangunan keluarga dan

masyarakat dengan pondasi yang kuat sebagaimana firman Allah SWT dalam

al-Qur’an surat an-Nur ayat 32:

الحين من عباد و أنكحوا اليامى فضله كم و إمائكم إن يكونوا فقراء يغنهم للا من منكم و الص

و للا واسع عليم

Artinya: “Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara

kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut

buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan

memampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu

adalah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui

(akan nasib dan kehendak hambaNya)”

Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan definisi lain yang tidak

mengurangi arti-arti definisi Undang-Undang tersebut di atas, namun bersifat

menambah penjelasan, dengan rumusan Pasal 2 sebagai berikut: “Perkawinan

yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah

Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

Kata miitsaqan ghalizan12 ini ditarik dari firman Allah SWT yang

terdapat pada surat An-nisa ayat 21 yang artinya:

ا غليظا وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض وأخذن منكم ميثاق

Artinya: “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal

kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah

mengambil janji yang kuat dari kalian?”

11 Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI, (Jakarta:

Kencana, 2004), h. 43 12 Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI, h. 43

Page 34: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

23

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pengertian tentang

perkawinan, pada pasal 26 yang menyebutkan bahwa undang-undang

memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.

Artinya, bahwa suatu perkawinan yang ditegaskan dalam pasal diatas

hanya memandang hubungan perdata saja, yaitu hubungan pribadi antara

seorang pria dan seorang wanita yang mengikatkan diri dalam suatu ikatan

perkawinan

Dalam perspektif fiqh, nikah disyariatkan dalam Islam berdasarkan al-

Qur’an, sunah dan ijma’. Dan dari segi ijma’. Para ulama sepakat mengatakan

nikah itu di syariatkan13. Hukum asal suatu pernikahan adalah mubah, namun

bisa berubah menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram.

1. Wajib hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang mampu

untuk menikah dan khawatir akan melakukan perbuatan zina.

Alasannya, dia wajib menjaga dirinya agar terhindar dari perbuatan

haram.

2. Haram hukumnya bagi orang yang yakin akan menzalimi dan

membawa mudarat kepada isterinya karena ketidakmampuan dalam

memberi nafkah lahir dan batin.

3. Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang apabila

tidak menikah, sanggup menjaga diri untuk tidak melakukan

perbuatan haram dan, apabila ia menikah, ia yakin tidak akan

menzalimi dan membawa mudarat kepada isterinya.

13Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI), h. 5

Page 35: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

24

4. Makruh hukumnya apabila seorang secara jasmani cukup umur

walau belum terlalu mendesak. Tetapi belum mempunyai

penghasilan tetap sehingga bila ia kawin akan membawa

kesengsaraan hidup bagi anak dan istrinya14.

B. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan

Di antara tujuan dan hikmah perkawinan adalah agar tercipta suatu

keluarga atau rumah tangga yang harmonis, penuh kedamaian, saling terjalin

rasa kasih sayang antara suami-isteri. Untuk membangun rumah tangga ideal

tersebut, harus melalui ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan-

ketentuan ajaran Islam15. Hanya dengan cara demikian, konsekuensi adanya

hak dan kewajiban serta rasa tanggung-jawab antara pasangan suami-isteri

dapat muncul dalam membina dan membangun keluarga yang sejahtera dan

bahagia, sebagaimana dalam surat ar-Rum ayat 21:

ة ورحمة إن في لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم اته أن خلق ومن آي ذلك مود

آليات لقوم يتفكرون

Artinya: “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman

kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan

rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum

21].

Dan melalui ikatan perkawinan tersebut diharapkan lahirnya generasi

penerus yang berkualitas dan dapat melangsungkan keturunan umat manusia

sebagai khalifah dimuka bumi ini. dalam surat An-nahl ayat 72:

14 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 12 15 Hasanudin AF, Perkawinan dalam perspektif al-Qur’an: nikah, talak, cerai, ruju,

(Jakarta: Nusantara Damai Press, 1999), h. 12

Page 36: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

25

جعل لكم من أنفسكم أزواجا وجعل لكم من أزواجكم بن ات ين وحفدة ورزقكم من الطيب وللا

هم يكفرون أفبالباطل يؤمنون وبنعمة للا

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu

sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu,

anak-anak dan cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-

baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil

dan mengingkari nikmat Allah. “

Secara rinci tujuan perkawinan yaitu sebagai berikut:

1. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat

tabiat kemanusiaan.

2. Membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

3. Memperoleh keturunan yang sah.

4. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan

yang halal, memperbesar rasa tanggungjawab.

5. Membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah

(Keluarga yang tenteram, penuh cinta kasih dan kasih sayang).

6. Ikatan perkawinan sebagai mitsaqan ghalizan sekaligus mentaati

perintah Allah SWT bertujuan untuk membentuk dan membina

tercapainya ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita

sebagai suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia

dan kekal berdasarkan syarat Hukum Islam.

Hikmah melakukan perkawinan yaitu sebagai berikut:16

1. Menghindari terjadinya perzinahan.

16 Mardani, Hukum Perkawinan Islam, h. 11

Page 37: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

26

2. Menikah dapat merendahkan pandangan mata dari melihat

perempuan yang diharamkan.

3. Menghindari terjadinya penyakit kelamin yang diakibatkan oleh

perzinahan seperti aids.

4. Lebih menumbuh-kembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan

serta tanggung jawab kepada keluarga.

5. Nikah merupakan setengah dari agama.

6. Menurut M Idris Ramulyo hikmah perkawinan dapat menimbulkan

kesungguhan, keberanian, kesabaran, dan rasa tanggung jawab

kepada keluarga, masyarakat dan negara. Perkawinan

memperhubungkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan

dalam menghadapi perjuangan hidup dalam masyarakat dan

sosial.17

C. Syarat dan Rukun Perkawinan

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan

umpama rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan

tidak sah apabila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.

Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahasa, bahwa

rukun itu adalah sesuatu yang berada didalam hakikat dan merupakan bagian

17 Mardani, Hukum Perkawinan Islam, h. 11

Page 38: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

27

atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang

berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya18.

Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang

berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri

sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.

Di dalam memahami jumlah rukun nikah, ada perbedaan pendapat di

antara para ulama. Syarat dan rukun nikah dalam sebuah hukum fiqh

merupakan hasil ijtihad ulama yang diformulasikan dari dalil-dalil (nash)

serta kondisi objektif masyarakat setempat. Menurut jumhur ulama, rukun

nikah itu ada 4, yaitu: 1) shighah (ijab dan qabul), (2) calon isteri, (3) calon

suami dan (4) wali. Berbeda dengan Hanafiyah, yang mengatakan bahwa

rukun nikah itu hanya ada dua yaitu ijab dan qabul, tidak ada yang lain. Al-

Jaziri mengatakan bahwa, sebenarnya menurut Malikiyah rukun nikah itu ada

lima yaitu (1) wali, (2) mahar (harus ada tetapi tidak harus disebutkan pada

akad), (3) suami, (4) isteri (suami dan isteri ini di syaratkan bebas dari

halangan menikah seperti masih dalam masa iddah atau sedang ihram) dan (5)

sighah. Sedangkan Syafi’iyah juga mengatakan rukun nikah ada lima namun

sedikit berbeda dengan Malikiyah, yaitu (1) suami, (2) isteri, (3) wali, (4) dua

saksi dan (5) sighah.

Ulama sepakat mengatakan bahwa ijab dan qabul adalah rukun nikah.

Pada hakikatnya rukun nikah yang hakiki adalah kerelaan hati kedua belah

pihak (laki-laki dan wanita). Karena kerelaan tidak dapat diketahui dan

18 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 59

Page 39: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

28

tersembunyi dalam hati, maka hal itu harus dinyatakan melalui ijab dan

qabul. ijab dan qabul adalah merupakan pernyataan yang menyatukan

keinginan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri masing-masing dalam

suatu perkawinan19. Sementara, selain pada dua hal tersebut, mereka berbeda

pendapat. Jumhur ulama mengatakan, rukun nikah selain ijab dan qabul

adalah suami, istri, wali dan dua saksi. Adapaun menurut Malikiyah, selain

ijab dan qabul yang termasuk rukun nikah adalah suami, isteri, wali dan

mahar.

Sementara yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang mayoritas

bermadzhab Syafi’i adalah yang lima, yakni: (1) suami, (2) isteri, (3) wali, (4)

dua saksi dan (5) sighah20.

Dipandang dari segi hukum, perkawinan adalah suatu perbuatan

hukum. Setiap perbuatan hukum yang sah akan menimbulkan akibat hukum,

berupa hak dan kewajiban baik bagi suami istri itu sendiri maupun bagi orang

ketiga. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan

adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya itu21.

Ini berarti untuk menentukan sah tidaknya perkawinan seseorang, ditentukan

oleh ketentuan hukum agama yang dipeluknya. Bagi seorang Islam, misalnya,

sah tidaknya perikahan yang dilakukan tergantung pada dipenuhi tidaknya

semua rukun nikah menurut hukum (agama) Islam.

19 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, ( Jakarta: SIRAJA,

2003), h. 55 20 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 125 21 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan),

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), h. 28

Page 40: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

29

Adapun kalau kita perhatikan bahwasanya Undang-Undang Perkawinan

sama sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan. Undang-Undang

Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat perkawinan, yang mana

syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun

perkawinan22. Di dalam Bab II pasal 6 ditemukan syarat-syarat perkawinan

sebagai berikut:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon

mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum 21 (dua

puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal

dunia atau dalam keadaan tidak mammpu menyatakan

kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup

diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin

diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang

mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas

selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan

kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih

22 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, h. 61

Page 41: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

30

diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan

dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan

melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat

memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang

tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini

berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang

terdapat dalam Pasal 14;

Untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

1. Calon Suami;

2. Calon Isteri;

3. Wali nikah;

4. Dua orang saksi dan;

5. Ijab dan Kabul.

Yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqh Syafi’i dengan tidak

memasukkan mahar dalam rukun.

Syarat- syarat Perkawinan dalam Hukum Perdata, terdiri dari23:

1. Syarat Materil

Syarat Materil adalah syarat yang dihubungkan dengan keadaan pribadi

orang yang hendak melangsungkan perkawinan, yaitu :

23 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta:

PT Pradnya Pramita, 2002), Cet. Ke-32, h. 8

Page 42: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

31

a. Kedua belah pihak masing-masing harus tidak dalam keadaan

kawin sehingga tidak terjadi bigami (pasal 27 KUH.Perdata).

b. Persetujuan sukarela antara kedua belah pihak (pasal 28

KUH.Perdata).

Memenuhi ketentuan umur minimum yakni pria 18 tahun dan

wanita 15 tahun (pasal 29 KUH.Perdata).

c. Bagi wanita yang putus perkawinan harus telah melewati 300 hari

sejak putus perkawinan sebelumnya (pasal 34 KUH.Perdata). Izin

atau persetujuan pihak ketiga bagi :

1) Orang yang belum dewasa (minderjaring) dari orang tua atau

walinya (pasal 35 – 37 KUH.Perdata).

2) Orang yang berada dibawah pengampuan (curandus) (pasal 38 dan

151 KUH.Perdata).

3) Perkawinan tidak dilakukan dengan orang-orang yang dilarang oleh

undang-undang yaitu:

a) Larangan perkawinan antara orang-orang yang ada hubungan darah

atau keluarga.

b) Antara keluarga dalam satu garis lurus keatas dan kebawah dan

antara keluarga dalam garis lurus kesamping, misalnya saudara

laki-laki dengan saudara perempuan baik sah maupun tidak sah

(pasal 30 KUH.Perdata)

c) Antara ipar laki-laki dengan ipar peremuan, antara paman dan bibi

dengan kemenakan (pasal 31 KUH.perdata).

Page 43: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

32

d) Larangan perkawinan antara mereka yang karena putusan hakim

terbukti melakukan overspel (pasal 32 KUH.Perdata)

e) Larangan kawin karena perkawinan yang dahulu atau sebelumnya,

selama belum lewat waktu satu tahun (pasal 33 KUH.Perdata).

Syarat Materil dalam poin a,b,c,d dan e disebut syarat Material Mutlak,

yaitu syarat yang apabila tidak dipenuhi maka orang tidak berwenang

melakukan perkawinan atau perkawinan tidak dapat terjadi atau batal demi

hukum.

2. Syarat Formil

Syarat Formil adalah syarat yang dihubungkan dengan cara-cara atau

formalitas–formalitas melangsungkan perkawinan, yaitu:

a. Pemberitahuan oleh kedua belah pihak kepada Kantor Catatan Sipil

(pasal 50 KUH.Perdata).

b. Pengumuman kawin (huwelijks afkondiging) dikantor Catatan Sipil

(pasal 28 KUH.Perdata).

c. Dalam hal kedua belah pihak calon suami istri tidak berdiam di

daerah yang sama maka pengumuman dilakukan di Kantor Catatan

Sipil tempat pihak-pihak calon suami istri tersebut masing-masing

(pasal 53 KUH.Perdata).

d. Perkawinan dilangsungkan setelah sepuluh hari pengumuman

kawin tersebut (pasal 75 KUH.Perdata)

e. Jika pengumuman kawin (Huwelijks afkondiging) telah lewat satu

tahun, sedang perkawinan belum juga dilangsungkan, maka

Page 44: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

33

perkawinan itu menjadi kadaluarasa dan tidak boleh dilangsungkan

kecuali setelah diadakan pemberitahuan dan pengumuman baru

(pasal 57 KUH.Perdata).

D. Urgensi Ijab Kabul Dalam Perkawinan

Ada dua istilah dalam Alqur’an yang berhubungan dengan perjanjian,

yaitu al-aqda (akad) dan al’ahd (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah

ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah

menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah

satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung menjadi seperti

seutas tali yang satu.24

Akad nikah adalah didasarkan atas suka sama suka, atau rela sama rela.

Oleh karena perasaan rela sama rela itu adalah hal yang tersembunyi, maka

sebagai manisfestasinya adalah ijab dan kabul. Oleh karena itu, ijab dan kabul

adalah unsur mendasar bagi keabsahan akad nikah.25 Ijab diucapkan oleh

wali, sebagai pernyataan rela menyerahkan anak perempuannya kepada calon

suami, dan kabul diucapkan oleh calon suami, sebagai pernyataan rela

mempersunting calon istrinya. Lebih jauh lagi ijab berarti menyerahkan

amanah Allah kepada calon suami, dan kabul berarti sebagai lambang bagi

kerelaan menerima amanah Allah tersebut. Dengan ijab dan kabul menjadi

halal sesuatu yang tadinya haram.26 Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan

oleh muslim, Rasulullah bersabda: “ takutkah kalian kepada Allah dalam hal

24 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Di Indonesia, (Jakarta:PT Prenada Media,

2007), h.45 25 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h.2 26 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 3

Page 45: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

34

wanita. Mereka (perempuan) ditangan kalian sebagai amanah dari Allah,

dan dihalalkan bagi kalian dengan kalimat Allah.”

Yang dimaksud “kalimat Allah” dalam hadits tersebut ialah ucapan ijab

dan kabul. Oleh karena demikian penting arti ijab dan kabul bagi keabsahan

akad nikah, maka banyak persyaratan secara ketat yang harus dipenuhi untuk

keabsahannya. Diantaranya adalah ittihad al-majelis (bersatu majelis) dalam

melakukan akad nikah.27

Al- Jazairi menyimpulkan bahwa rukun nikah ada dua. Pertama, al-

ijab,yaitu lafaz yang muncul dari wali atau orang lain yang menempati

kedudukan wali. Kedua, al-qabul, yaitu shighat lafadz yang muncul dari

calon suami atau orang lain yang menempati kedudukannya. Dengan ini,

dapatlah diketahui bahwa esensi akad nikah terdiri atas tiga faktor: al-ijab, al-

qabul, dan “ikatan” yang timbul atas akibat terlaksananya al-ijab, al-qabul,

tersebut. Adapun yang dimaksudkan dengan “orang lain yang menempati

kedudukan wali atau kedudukan calon suami” seperti tersebut di atas adalah

wakil, dalam keadaan jika keduanya atau salah satu mewakilkan atau diwakili

orang lain.28

Selain dari rukun nikah, Abu Hanifah, Al-Syafi’i, dan Malik sepakat

menyatakan bahwa syahadah, yakni kesaksian, merupakan syarat

nikah.29Sedangkan Abu Tsaur dan satu jamaah berpendapat, kesaksian sama

sekali bukanlah merupakan syarat nikah; bukan syarat sah, dan bukan pula

27 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 3 28 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008) h.108 29 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.108

Page 46: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

35

syarat tamam. Pendapat seperti dalam praktek telah dilakukan oleh Hasan bin

Ali. Diriwayatkan darinya bahwa ia telah melaksanakan nikah tanpa saksi,

akan tetapi ia umumkan bahwa ia telah menikah.30

Para ulama memang berselisih pendapat mengenai apakah kesaksian itu

merupakan syarat sahnya akad nikah, atau hanya merupakan syarat tamam.

Kendati demikian, mereka sependapat bahwa tidak sah nikah sirr. Pangkal

tolak perselisihan para fuqoha tentang masalah kesaksian ini ialah perbedaan

anggapan mereka dalam menghadapi hadis-hadis yang berkenaan dengan

masalah kesaksian ini. Di antara fuqaha ada yang berpendapat bahwa hadis-

hadis tentang syahadah itu sanadnya lemah, dan bahkan ada yang munqathi.31

Dengan menetapkan kesaksian sebagai syarat sahnya akad nikah, selain

mengamalkan hadis-hadis yang menyuruh adanya saksi dalam pernikahan,

sekaligus juga mengamalkan hadits yang menganjurkan perlunya

pengumuman setelah nikah kepada orang banyak. Dengan kata lain, anjuran

mengumumkan peristiwa pernikahan itu secara minimal sudah dapat dicakup

dengan menetapkan adanya dua orang saksi laki-laki dalam akad nikah. Akan

tetapi hal terakhir ini bukanlah alasan terpenting untuk menyetujui pendapat

yang mengatakan perlu adanya dua saksi laki-laki itu, yang lebih mendasar

lagi sebagai bahan pertimbangan ialah karena mengingat hukum zina amatlah

berat. Dengan adanya saksi dalam akad nikah maka suami isteri yang sudah

kawin itu tidak akan dapat dituduh melakukan zina atau kumpul kebo yang

30 Ibn Rusyd, Bidayat Al-mujtahid, (Mesir: Mushtafa Al- Babiy Al-Halabiy, 1960, Jl.

II), h.18. 31 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.109

Page 47: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

36

sangat dilarang oleh Islam dengan ancaman hukuman yang sangat berat.

Sebaliknya pula suami atau isteri tidak akan dapat memungkiri perkawinan

itu lagi dengan alasan sepihak, karena perkawinan mereka telah disaksikan

oleh orang yang memang sah menjadi saksi, kecuali secara resmi menggugat

untuk cerai. Kemungkinan untuk memungkiri perkawinan itu juga masih

dapat terjadi bila pernikahannya bersifat sirriy, umpamanya pernikahan itu

hanya disaksikan oleh saksi yang tidak resmi dan bersifat pasif. Oleh

karenanya, maka tepat sekali jumhur berpendapat bahwa nikah sirriy tidak

sah.32

E. Akad Nikah Melalui Media Telekomunikasi

Dewasa ini tingkat pengetahuan manusia semakin maju. Komunikasi

antar anggota masyarakat tidak hanya dilakukan ketika mereka berdekatan,

akan tetapi juga dapat diadakan komunikasi jarak jauh. Artinya, antara

komunikator (sumber) dan penerima (komunikan/sasaran) tempatnya

berjauhan. Untuk dapat berlangsungnya komunikasi jarak jauh seperti

demikian, diperlukan semacam alat (media) pengangkut/penyampai

(transportasi) khusus.33

Definisi dari telekomunikasi adalah pertukaran informasi (perubahan

bentuk informasi) pada hubungan jarak jauh, dimana pertukaran informasi

(dimana terjadi perubahan “format informasi”) pada hubungan komunikasi

jarak jauh yang terjadi secara elektris/elektronis dimana terdapat beberapa

32 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.109 33 Gouzali saydam, Sistem Telekomunikasi Di Indonesia (Bandung : Alfabeta, 2006,

Cet. Ketiga), h. 6

Page 48: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

37

contoh dari jenis informasi yaitu: suara= telepon, suara dan gambar= video

phone, tulisan yang dicetak (berita)= telegrafi/telex, tulisan yang dicetak

(data)= komonikasi data, tulisan yag dicetak (teks)= teletex, dokumen=

telefax, gambar= televisi, video tex, gambar, tulisan dan suara= multimedia.34

Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronika yang

menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi untuk berlangsungnya

komunikasi yang kita maksudkan. Dengan demikian, telekomunikasi

merupakan upaya lanjutan komunikasi yang dilakukan oleh manusia disaat

jarak sudah tidak mungkin lagi memberikan toleransi antara kedua pihak

yang sedang melakukan komunikasi. Bila jarak kedua pihak masih dekat,

maka keduanya masih bisa melakukannya dengan suara, memberikan isyarat,

atau berteriak bila jarak tersebut makin jauh. Tetapi kalau jarak sudah ratusan

bahkan ribuan kilometer, maka komunikasi yang merupakan kebutuhan

manusia tadi masih bisa dilakukan, yaitu melalui media telekomuikasi.35

Telekomunikasi, terdiri dari dua suku kata, yaitu tele= jarak jauh, dan

komunikasi= kegiatan untuk menyampaikan berita atau informasi. Jadi

telekomunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya

penyampaian berita dari suatu tempat ke tempat lainnya (jarak jauh) yang

menggunakan alat atau media elektronik.36

Pasal 1 Undang-undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa:

34 Uke kurniawan Usman, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung : Informatika

Bandung, Cet. Kedua), h.1 35 Gouzali saydam, Sistem Telekomunikasi Di Indonesia, h. 7 36 Gouzali saydam, Sistem Telekomunikasi Di Indonesia, h. 7

Page 49: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

38

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan

dari setiap informasi dalam bentuk tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan

bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

Sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang di

gunakan dalam bertelekomunikasi. Kemudian dalam pasal 4 Undang-undang

yang sama dijelaskan lagi bahwa telekomunikasi dikuasai oleh negara dan

pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan tersebut diarahkan

untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi

penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian.37

Sah atau tidaknya perkawinan menurut Islam adalah tergantung pada

akadnya. Karena sedemikian rupa pentingnya akad dalam perkawinan itu,

maka berdasarkan dalil-dalil yang mereka temui, para fuqaha telah berijtihad

menetapkan syarat-syarat dan rukun untuk sahnya suatu akad nikah.38

Salah satu dari rukun akad perkawinan yang telah disepakati ialah ijab

dan qabul. Ijab oleh wali dan qabul dari calon suami. Berkenaan dengan

pelaksanaan ijab dan qabul ini, atas pengaruh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi muncul pertanyaan baru; sahkah akad nikah yang

ijab dan qabulnya dilaksanakan melalui telepon? Bahkan masalah ini bukan

baru terbatas pada pertanyaan melainkan telah muncul sebagai kasus yang

telah terjadi dan dilakukan oleh warga negara Indonesia yang beragama

Islam. Tepatnya, kasus akad nikah melalui telepon dimaksud ialah seperti

37 Gouzali saydam, Sistem Telekomunikasi Di Indonesia, h. 8 38 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.107

Page 50: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

39

yang dialami oleh pasangan Ario sutarto bin Drs. Suroso Darmoatmojo

dengan Nurdiani binti Prof. Dr. Baharuddin Harahap.39

Dari uraian mengenai ijab-qabul dan saksi sebagaimana uraian diatas,

maka dapat difahami mengapa para fuqaha sepakat mensyaratkan

pelaksanaan akad nikah itu hendaklah dalam satu majlis – artinya baik wali

ataupun yang mewakilinya, maupun calon suami ataupun yang mewakilinya

dan kedua orang saksi semuanya dapat terlibat langsung dalam pelaksanaan

ijab dan qabul. Dari sini maka barangkali sudah bisa diajukan pertanyaan;

apakah dengan kehadiran “suara” saja baik ijab untuk calon suami maupun

qabul untuk wali atau yang mewakili keduanya, dianggap menyimpang dari

pengertian satu majlis dalam akad nikah? Di sinilah sebenarnya permasalahan

pokok yang harus dipecahkan dalam menghadapi kasus nikah melalui

telepon. Permasalahan lain yang muncul berikutnya ialah taukil yakni

mewakilkan dalam nikah; apakah suara lewat telepon itu dapat disejajarkan

dengan kedudukan wakil dalam nikah?40

Dalam kenyataan dapat dialami langsung oleh siapa saja walaupun oleh

orang yang tak mengerti seluk beluk teknologi telepon, bahwa telepon dapat

menyampaikan suara dari jarak jauh. Suara yang disampaikan melalui telepon

itu bisa terdengar persis sebagaimana dari sumbernya. Baik sumber itu

langsung orang ataupun rekaman kaset.41 Bahkan walaupun pada jarak jauh

39 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.107 40 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.110 41 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.110

Page 51: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

40

telepon dapat mengirimkan suara itu dengan cepat, sebanding dengan

kecepatan suara ketika dua orang berbicara dengan berhadap-hadapan

langsung dalam satu tempat.demikian pula halnya walaupun melalui

mediator, mic dan loudspeaker umpamanya, agar suara yang muncul

bertambah keras sehingga bisa didengar oleh orang banyak, telepon tetap

dapat menyampaikan suara dari sumbernya secara persis – terutama tekanan

vokalnya.

Dengan perkataan lain, menipulasi suara dalam telepon hanya mungkin

terjadi melalui sumber yang berupa rekaman, baik rekaman piringan hitam,

tape recorder, maupun video cassete. Selama dapat diketahui bahwa suara

dalam telepon benar-benar bersumber dari orang yang sedang bicara

langsung, maka tidaklah perlu diragukan akan terjadi penyamaran.42

Untuk mengetahui dari siapa suara dalam telepon sudah barang tentu

pertama, antara dua pihak yang terlibat dalam pembicaraan terlebih dahulu

harus sudah saling mengenal sebelumnya. Kedua, apakah suara itu langsung

atau rekaman hal ini dapat diuji dengan konteks atau tidaknya pembicaraan

antar kedua belah pihak untuk membuktikan apakah suara itu reaksi langsung

atau bukan. Kalau yang terakhir ini sudah terbukti, maka hakikat pembicaraan

sama dengan berhadap-hadapan tanpa berhadapan secara fisik.43

Berdasarkan data seperti tersebut diatas, selama dua pihak yang

berbicara melalui telepon sudah saling mengenal sebelumnya, sejauh itu pula

42 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.111 43 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.111

Page 52: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

41

pembicaraan melalui telepon atau media telekomunikasi sejenisnya itu sama

dengan pembicaraan dalam satu majlis. Adapun pengecekan secara fisik,

maka hal itu kalau memang dianggap perlu akan dapat diatur sebelumnya dan

dibuktikan lebih lanjut setelah pembicaraan di telepon itu selesai. Untuk

kepentingan ini misalnya dapat dilakukan dengan menetapkan saksi-saksi

yang cakap bertindak.44

Maka, dapatlah diambil penegasan sementara bahwa ijab dan qabul

dalam akad nikah dapat dilakukan melalui media telekomunikasi berupa

telepon karena telepon kenyataannya tidak menghalangi terjadinya dialog

langsung antara pihak-pihak yang berbicara sebagaimana yang dilakukan

dalam ijab qabul dalam satu majelis. Dengan memakai alat pengeras suara,

suara dalam telepon akan dapat didengar oleh sekitarnya – dalam akad nikah

para saksi akan dapat mendengarkan langsung semua shighat dan lafadz ijab

dan qabul. Untuk memastikan apakah suara yang ada dalam telepon itu benar-

benar suara wali atau wakilnya yang bertindak mengijabkan, maka

disyaratkan calon suami harus mengenalnya terlebih dahulu.45

Dan untuk meyakinkan lebih dalam lagi sebelum ijab dimulai harus

dilakukan tanya-jawab tentang kebenaran identitas masing-masing sekaligus

mencek suara, untuk mencocokannya dengan suara dalam ijab dan qabul.

Demikian pula sebaliknya, wali yang mengijabkan disyaratkan sebelumnya

sudah mengenal betul suara calon suami, agar dalam qabul diperoleh

44 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.111 45 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.112

Page 53: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

42

kepastian bahwa yang menyatakan qabul itu memang bukan orang lain.

Dengan ungkapan ini, yang dimaksudkan dengan mengenal suara disini ialah

telah terjalin keakraban sebelum dilaksanakan akad.46

Keadaan seperti itulah yang telah dialami keluarga Prof. Dr.

Baharuddin Harahap dengan calon suami puterinya yang sedang berada di

Amerika pada waktu itu.47 Dengan keakraban yang memang telah terjalin

sejak sebelumnya, maka sang profesor merasa begitu terharu dan khidmat

dalam pelaksanaan pernikahan anaknya melalui media telepon yang

berlangsung pada tanggal 13 Mei 1989. Jarak yang amat jauh antara Jakarta

dan Amerika dirasakan begitu dekat melingkupi suasana pernikahan lewat

media telekomunikasi berupa telepon itu.

46 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.112 47 Majalah, Amanah, No: 77, juni 1989, h. 12, 104-105

Page 54: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

43

BAB III

MENGENAL HUZAEMAH TAHIDO YANGGO DAN M.

AHMAD SAHAL MAHFUDH

A. HUZAIMAH TAHIDO YANGGO

1. Biografi Huzaemah Tahido Yanggo

Huzaemah Tahido Yanggo lahir pada tanggal 30 Desember tahun 1946

di Palu Sulawesi Tengah, beliau adalah Guru Besar Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negri Jakarta. Tugas umumnya adalah sebagai

dosen di Fakultas Syariah dan Hukum serta Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1987.1

Riwayat pendidikannya dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) Negeri dan

Madrasah Ibtidaiyah AlKhairaat, Palu (tamat 1959), lalu ke SMP Negeri

Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri Alkhairaat empat tahun (tamat 1963),

kemudian di PGAN enam tahun di Palu (tamat 1967). Setelah meraih gelar

Sarjana Muda (BA) dari Fakultas Syari’ah Universitas Islam Al- Khairaat

Palu (1975)2. Ia melanjutkan ke Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab

jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (tahun

1977) dan memperoleh gelar Master of Arts (MA), tahun 1981 dengan

Yudisium Cumlaude. Gelar doktor diperolehnya pada tahun 1984 di

1 Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Palu: Yamiba, Cet.1,

2013), cover halaman 2 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos,

2003), Cet. III, h. 178.

Page 55: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

44

universitas yang sama dengan spesialisasi di bidang Hukum Islam

Perbandingan. 3

2. Aktifitas dan Karir

Dalam dunia pendidikan, beliau pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan

Perbandingan Mazhab Dan Hukum tahun 1988-2002 dan sebagai Pudek 1

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002-

2006 dan dosen Universitas Al-Khairat pusat Palu sejak 1985. Sampai

sekarang juga aktif menjadi Dosen pada beberapa Perguruan Tinggi di

Jakarta, yaitu di Institut Ilmu Al-qur’an (IIQ) Jakarta dan Sekolah Tinggi

Agama Islam Darun-Najah masing-masing sejak tahun 1987, Univesitas

Muhammadiyah Jakarta sejak tahun 1991, Institut Islam Darur Rahman tahun

1992-1998, anggota dewan penilai karya ilmiah kenaikan pangkat dosen

IAIN/STAIN/UIN tahun 1990-2007 dan guru besar 1999-2008, Ketua Pusat

Studi Wanita IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1994-1998 dan Direktur

Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta sejak 1998, salah seorang ketua

PB. Al-Khairat sejak 1996.

Selain itu juga beliau pernah terpilih dalam MUNAS MUI sebagai salah

satu seorang ketua MUI 2 periode, yaitu tahun 2000-2010 dan sejak 2010

diangkat menjadi wakil ketua komisi Fatwa MUI. Beliau juga menjadi ketua

dewan pengawas Syariah Asuransi Syariah Great Ekstern sejak tahun 2000,

anggota dewan pengawas Syariah bank Niaga Syariah tahun 2005-2010, lalu

menjadi ketua dewan pengawas Syariah Asuransi Syariah AXA sejak tahun

3 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), Cet. I, h.211

Page 56: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

45

2009, anggota dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Sejak tahun 1999,

anggota komisi fatwa MUI tahun 1987-2000 dan lain-lain.4

Dan dari tahun 2014 kemarin, beliau sedang menjabat sebagai Rektor

Instititut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta periode 2014-2018 menggantikan

Rektor sebelumnya yaitu Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad MA. Prof.

Huzaemah dalam sambutannya ia mengatakan; “Saya dipilih menjadi Rektor

IIQ, padahal saya bukan yang terbaik di antara kalian. Bila saya dalam

memimpin IIQ, sesuai dan sejalan dengan visi, misi dan tujuan mulia IIQ

Jakarta, maka dukunglah dan bantulah saya. Dan bila saya tidak sesuai

dengan visi, misi dan tujuan mulia IIQ, maka tegurlah saya”. Demikianlah

beliau menyampaikan pidatonya, mirip sebagaimana ketika Sayyidina Abu

Bakkar as-Shiddiq ketika dibai’at menjadi khalifah. Lebih jauh, beliau di

antaranya mengatakan; “Saya akan melanjutkan hal-hal atau program-

program yang baik yang pernah dilakukan kepemimpinan sebelum saya, dan

akan meneruskan program-program yang belum selesai dilakukan oleh

kepemimpinan sebelum saya, seperti upaya penambahan program studi, dari

tiga prodi yang selama ini dimiliki IIQ Jakarta, menjadi enam Prodi”.5

3. Karya-Karya

Tidak kurang dari 100 karya tulis (ilmiah) dari kegiatan seminar atau

simposium yang diikutinya didalam dan diluar negeri, baik sebagai peserta

atau pemakalah mengenai persoalan agama terutama hukum islam,

4 Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, cover halaman 5 “Pelantikan Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo Ma. Sebagai Rektor Iiq Jakarta

2014-2018”, Artikel diakses pada tanggal 08 November 2016, jam 01:17 wib.

http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/warta/44-warta/365-pelantikan-prof-dr-hj-

huzaemah-t-yanggo-ma-sebagai-rektor-iiq-jakarta-2014-2018.

Page 57: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

46

pendidikan, wanita dan IPTEK. Disela-sela kesibukkannya, ia juga sempat

melakukan penelitian secara individual maupun kolektif (tim), terutama

tentang pendidikan dan hukum islam.

Hasil tulisannya menghiasai banyak majalah dan media masa seperti

majalah Ahkam, Harkat, Akrab dan Studi Islamika. Beliau juga mengisi

Forum Konsultasi Agama Islam dalam majalah PARAS. Beberapa karya

tulisnya banyak menghiasi berbagai majalah dan media masa, seperti majalah

Ahkam, Harkat, Akrab, Studia Islamika, dan lain-lain. Adapun karya tulis

yang telah dibukukan dan diterbitkan, antara lain6:

1. Pengantar Perbandingan Mazhab (Jakarta: Logos, 1997, Cetakan

Pertama)

2. Perempuan: Antara Idealitas dan Fakta Kekinian (Jakarta: Bmoiwi,

2003)

3. Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer (Bandung:

Angkasa, 2005)

4. Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam (Adelina, 2005)

5. Fikih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak

(Jakarta: Mawardi Prima, 2005)

6. Fikih Perempuan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)

7. Hukum Keluarga Dalam Islam (Jakarta: IKAPI, 2013)

B. MUHAMMAD AHMAD SAHAL MAHFUDH

1. Biografi M. Ahmad Sahal Mahfudh

6 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.211

Page 58: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

47

Kiai Sahal Mahfudh terlahir dengan nama lengkap Muhammad Ahmad

Sahal Bin Mahfudz Bin Abdus Salam Al-Hajaini. Lahir di Kajen, kecamatan

Margoyoso, kabupaten Pati, pada 16 Februari 1933. Tanggal tersebut

memang tidak sama dengan tanggal yang digunakan dalam kartu tanda

penduduk maupun dokumen-dokumen resmi lainnya. Namun belakangan

ditemukan sebuah catatan lama milik ayahandanya yang menerangkan

tanggal lahir Kiai Sahal yang sebenarnya bukanlah tanggal 17 Desember

1937, namun tanggal 16 Februari 1933. Data terakhir ini belum banyak

dipublikasikan karena memang bukti bahwa Kiai Sahal lahir pada 16 Februari

1933 ini baru ditemukan kurang lebih dua tahun sebelum beliau wafat. Data

mengenai tanggal lahir Kiai Sahal memang berbeda-beda. Umumnya yang

digunakan adalah tanggal 17 Desember 1937. Yang agak berbeda adalah data

yang tertera dalam buku berjudul “Kiai Sahal: Sebuah Biografi”. Dalam buku

tersebut tertulis Kiai Sahal lahir pada tanggal 15 Februari 1934.7

Beliau lahir dari pasangan Kiai Mahfudz Bin Abdus Salam dan nyai

Badi’ah. Kiai Mahfudz Bin Abdus Salam adalah saudara misan (adik sepupu)

KH. Bisri Sanusi, salah seorang pendiri Nahdhatul Ulama, yang wafat pada

25 April 1981. Istri Kiai Sahal sendiri, Hj. Dra. Nafisah, adalah cucu K.H.

Bisri Sanusi. Jika diruntut lebih jauh, keluarga ini mempunyai nasab sampai

kepada KH. Ahmad Mutamakkin yang juga diyakini sebagai seorang

Waliyullah yang menyebarkan agama Islam di wilayah Kajen dan sekitarnya.8

7 Umdah El Baroroh Dan Tutik Nurul Jannah, Fiqh Sosial; Masa Depan Fiqh

Indonesia, (Pati: PUSAT FISI, 2016) , h.3 8 Umdah El Baroroh dan Tutik Nurul Jannah, Fiqh sosial, masa depan fiqh

indonesia,h. 4-5

Page 59: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

48

Selepas dari pesantren Matholi’ul Falah, beliau melanjutkan

pendidikannya dipesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur hingga tahun

1957. Setelah dari Kediri, Kiai Sahal memtuskan untuk memperdalam ushul

fiqh dengan mengaji secara langsung kepada Kiai zubair dipesantren Sarang,

Rembang, Jawa Tengah hingga tahun 1960. Usai nyantri di Sarang,

Rembang, saat berkesempatan menunaikan ibadah haji, Kiai Sahal bertemu

dan berguru secara langsung kepada Syeikh Yasin Al-Fadani di Makkah

untuk pertama kalinya. Kesempatan kedua bertemu dan berguru dengan

Syeikh Yasin didapatkan ketika beliau menunaikan ibadah haji kedua kalinya

bersama istri tercinta, Nyai Nafisah.9

Sejak santri di Matholi’ul falah, Sahal muda seperti “terprogram” untuk

menguasai ilmu Ushul Fiqh, Bahasa Arab dan Ilmu kemasyarakatan yang

memang digemarinya. Ia dididik oleh ayahnya, KH Mahfudh, lalu nyantri

kepada Kiai Muhajir di Kediri dan Kiai Zubair di Sarang, Lasem. Namun

sangat dipengarhi oleh kekiaian pamannya sendiri, KH Abdullah Salam. Di

Kajen, sebuah kawasan yang secara historis amat kaya dengan tradisi

pesantren, Kiai Sahal mengemban tugas untuk mengawal kesinambungan

pengajaran Ilmu Fiqh, Bahasa Arab dan Ilmu Kemasyarakatan. Sudah barang

tentu tugas itu tidak dibebankan pada Kiai Sahal sendiri, namun karena

kepakarannya pada bidang itu, ia bisa disebut sebagai “panglima” yang

bertanggung jawab atas jalannya pengawalan itu.

9 Umdah El Baroroh dan Tutik Nurul Jannah, Fiqh sosial, masa depan fiqh indonesia,

h.14

Page 60: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

49

Namun kepakaran Kiai Sahal itu diuji oleh sebuah situasi sosial

ekonomi lokal yang timpang. Kajen, desa kecil dimana lebih dari 15

pesantren berada disitu, merupakan desa yang tak tersedia sejengkalpun

sawah maupun lahan perkebunan, namun dijejali penduduk miskin yang

hidup dari kerajinan “kerupuk tayamum”. Sangat tidak menarik secara

ekonomis, namun disitu pula agama diuji untuk bereksperimentasi, berdialog

dengan kenyataan yang timpang.10

Maka, sebuah perjumpaan dialektik antara agama dan kenyataan harus

terjadi. Penghindaran perjumpaan dengan semangat realitas sosial akan

membuat agama stagnan dan segera kehilangan relevansi kemanusiaaannya.

Dalam jagat pesantren, ilmu fiqh yang dimiliki Kiai Sahal tak dapat dielakkan

merupakan bagian ilmu yang paling besar tantangannya. Pergulatan Kiai

Sahal untuk mengoperasionalkan fiqih, dilakukan antara lain melalui forum

bahtsul masail di tingkat MWC NU kecamatan Margoyoso. Forum itu sangat

produktif dan efektif, hampir-hampir menjadi “pengadilan rakyat” karena

masalah yang digelar tak hanya masalah keagamaan, tetapi masalah ekonomi,

kebudayaan, bahkan politik. Berawal dari bahsul matsail tingkat kecamatan

itu, sebuah keputusan penting tentang nasib petani pernah dihasilkan, ketika

Muktamar NU ke-28 di Krapyak memutuskan bahwa tebu rakyat intensifikasi

(TRI) merupakan transaksi ekonomi yang tidak sah (mu’amalah fashilah),

dan karena itu haram diterapkan. Pencarian relevansi fiqh itu tidak terhenti

dalam ruang bahtsul masail, melainkan bergulir menjadi program

10 Sahal Mahfudh, Nuansa fiqh sosial, (Yogyakarta: LKIS, 1994) h. xvii

Page 61: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

50

kemasyarakatan, seperti pada program pemanfaatan dana zakat untuk

kegiatan produktif di Pati dan biro pengembangan masyarakat dari pesantren

di Kajen sendiri dan desa-desa disekitarnya.11

Ditingkat itu saja tampak, tugas seorang Kiai Sahal dulu tidak sekedar

mengawal keberlangsungan pengajaran funun yang telah dikuasainya, tetapi

juga dituntut untuk melakukan penyegaran atasnya. Menyadari hal itu, berarti

meyakini ada suatu “doktrin” dan “tradisi” yang harus dirombak. Dalam

bahasa fiqihnya, diperlukan tajdid. Telah menjadi diktum bahwa tajdid

mempunyai daerah lingkup yang sangat terbatas. Artinya kualitas tajdid mesti

dinilai dari konteks historisitas dan lokalitasnya. Dengan teropong seperti ini,

terlihat kelompok keagamaan paling konservatif pun pasti melakukan tajdid.

Sekecil apapun bentuk tajdid yang telah dilakukan.

Dalam kapasitas yang masih bisa diperdebatkan, Kiai Sahal, tak dapat

dibantah, merupakan eksponen penting pembaharuan ditubuh pesantren. Ia

terlibat langsung dalam berbagai kegiatan halaqah yang tujuan umumnya

bisa disederhanakan sebagai suatu upaya mencari “jalan baru” bagi penerapan

fiqih secara kontekstual.12

Jika Kiai Mustafa Bisri seringkali menyatakan bahwa seorang ulama

akan senantiasa melihat umatnya dengan ainun rahmah atau pandangan kasih

sayang, maka demikianlah adanya Kiai Sahal. Jika ditelisik lebih jauh, nuansa

tasawuf sangat terasa dalam fiqih sosial Kiai sahal. Tasawuf sebagai etika

11 Sahal Mahfudh, Nuansa fiqh sosial, h. xviii-xix 12 Sahal Mahfudh, Nuansa fiqh sosial, h. xix

Page 62: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

51

banyak dirujuk Kiai Sahal dari kitab-kitab karya Hujjah Al-Islam Al-

Ghazali.13

2. Aktifitas dan Karir

Kiai Sahal bukan saja seorang ulama yang senantiasa ditunggu

fatwanya, atau seorang kiai yang dikelilingi ribuan santri, melainkan juga

seorang pemikir yang menulis ratusan risalah (makalah) berbahasa Arab dan

Indonesia, dan juga aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap

problem masyarakat kecil di sekelilingnya. Penghargaan yang diterima beliau

terkait dengan masyarakat kecil adalah penganugerahan gelar Doktor

Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam bidang pengembangan ilmu fiqh

serta pengembangan pesantren dan masyarakat pada 18 Juni 2003 di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peran dalam organisasipun sangat signifikan, terbukti beliau dua

periode menjabat Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1999-

2009) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2000-

2010. Pada Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII (28/7/2005) Rais Aam

Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), itu terpilih kembali untuk

periode kedua menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa

bakti 2005-2010.

Pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Donohudan, Boyolali,

Jateng., Minggu (28/11-2/12/2004), beliau pun dipilih untuk periode kedua

2004-2009 menjadi Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

13 Umdah El Baroroh dan Tutik Nurul Jannah, Fiqh Sosial, Masa Depan Fiqh

Indonesia, h.20

Page 63: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

52

(NU). Pada 26 November 1999, untuk pertama kalinya dia dipercaya menjadi

Rais Aam Syuriah PB NU, mengetuai lembaga yang menentukan arah dan

kebijaksanaan organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan lebih 30-an

juta orang itu. KH Sahal yang sebelumnya selama 10 tahun memimpin

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, juga didaulat menjadi

Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI pada Juni 2000 sampai tahun 2005.

Selain jabatan-jabatan diatas, jabatan lain yang sekarang masih diemban

oleh beliau adalah sebagai Rektor INISNU Jepara, Jawa Tengah (1989-

sekarang) dan pengasuh Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen,

Pati (1963 – 2014).

Sedangkan pekerjaan yang pernah beliau lakukan, adalah guru di

Pesantren Sarang, Rembang (1958-1961), Dosen kuliah takhassus fiqh di

Kajen (1966-1970), Dosen di Fakultas Tarbiyah UNCOK, Pati (1974-1976),

Dosen di Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang (1982-1985), Rektor

Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara (1989-sekarang), Kolumnis

tetap di Majalah AULA (1988-1990), Kolumnis tetap di Harian Suara

Merdeka, Semarang (1991-sekarang), Rais ‘Am Syuriyah PBNU (1999-

2004), Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI, 2000-2005), Ketua

Dewan Syari’ah Nasional (DSN, 2000-2005), dan sebagai Ketua Dewan

Pengawas Syari’ah pada Asuransi Jiwa Bersama Putra (2002-2014).

Sosok seperti Kiai Sahal ini kiranya layak menjadi teladan bagi semua

orang. Sebagai pengakuan atas ketokohannya, beliau telah banyak

mendapatkan penghargaan, diantaranya Tokoh Perdamaian Dunia (1984),

Page 64: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

53

Manggala Kencana Kelas I (1985-1986), Bintang Maha Putra Utarna (2000)

dan Tokoh Pemersatu Bangsa (2002).

Sepak terjang KH. Sahal tidak hanya lingkup dalam negeri saja.

Pengalaman yang telah didapatkan dari luar negeri adalah, dalam rangka studi

komparatif pengembangan masyarakat ke Filipina tahun 1983 atas sponsor

USAID, studi komparatif pengembangan masyarakat ke Korea Selatan tahun

1983 atas sponsor USAID, mengunjungi pusat Islam di Jepang tahun 1983,

studi komparatif pengembangan masyarakat ke Srilanka tahun 1984, studi

komparatif pengembangan masyarakat ke Malaysia tahun 1984, delegasi NU

berkunjung ke Arab Saudi atas sponsor Dar al-Ifta’ Riyadh tahun 1987,

dialog ke Kairo atas sponsor BKKBN Pusat tahun 1992, berkunjung ke

Malaysia dan Thailand untuk kepentingan Badan Pertimbangan Pendidikan

Nasional (BPPN) tahun 1997.14

Kiai Sahal adalah seorang pakar fiqih (hukum Islam), yang sejak

menjadi santri seolah sudah terprogram untuk menguasai spesifikasi ilmu

tertentu yaitu dalam bidang ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab dan Ilmu

Kemasyarakatan. Namun beliau juga mampu memberikan solusi

permasalahan umat yang tak hanya terkait dengan tiga bidang tersebut,

contohnya dalam bidang kesehatan dan beliau menemukan suatu bagian

tersendiri dalam fiqh.

14 Qusyairy Sunny, “Biografi KH. MA. Sahal Mahfudh”. Artikel diakses pada tanggal

08 November 2016, 01:10 wib. http://jqh.or.id/biografi-kh-ma-sahal-mahfudz/.

Page 65: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

54

Dalam bidang kesehatan Kiai Sahal mendapat penghargaan dari WHO

dengan gagasannya mendirikan taman gizi yang digerakkan para santri untuk

menangani anak-anak balita (hampir seperti Posyandu). Selain itu juga

mendirikan balai kesehatan yang sekarang berkembang menjadi Rumah Sakit

Islam.

3. Karya Karya

Berbicara tentang karya beliau, pada bagian fiqh beliau menulis seperti

Al-Tsamarah al-Hajainiyah yang membicarakan masalah fuqaha, Al-Barokatu

al- Jumu’ah ini berbicara tentang gramatika Arab. Sedangkan karya Kyai

Sahal yang berbentuk tulisan lainnya adalah15:

a. Buku (kumpulan makalah yang diterbitkan):

1. Thariqatal-Hushul ila Ghayahal-Ushul, (Surabaya: Diantarna,

2000)

2. Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999)

3. Al-Bayan al-Mulamma’ ‘an Alfdz al-Lumd”, (Semarang: Thoha

Putra, 1999)

4. Telaah Fikih Sosial, Dialog dengan KH. MA. Sahal Mahfudh,

(Semarang: Suara Merdeka, 1997)

5. Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994)

15 Shabra Syatila, ”Biografi Kh Ahmad Sahal Mahfudh”. Artikel diakses pada tanggal

08 November 2016, jam 01:06 wib. http://www.fimadani.com/biografi-kh-ahmad-sahal-

mahfudh/.

Page 66: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

55

6. Ensiklopedi Ijma’ (terjemahan bersama KH. Mustofa Bisri dari

kitab Mausu’ah al-Ij ma’). (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987).

7. Al-Tsamarah al-Hajainiyah, I960 (Nurussalam, t.t)

8. Luma’ al-Hikmah ila Musalsalat al-Muhimmat, (Diktat Pesantren

Maslakul Huda, Pati).

9. Al-Faraid al-Ajibah, 1959 (Diktat Pesantren Maslakul Huda, Pati)

b. Risalah dan Makalah (tidak diterbitkan):

1. Tipologi Sumber Day a Manusia Jepara dalam Menghadapi AFTA

2003 (Workshop KKNINISNU Jepara, 29 Pebruari 2003).

2. Strategi dan Pengembangan SDM bagi Institusi Non-Pemerintah,

(Lokakarya Lakpesdam NU, Bogor, 18 April 2000).

3. Mengubah Pemahaman atas Masyarakat: Meletakkan Paradigma

Kebangsaan dalam Perspektif Sosial (Silarurahmi Pemda II Ulama

dan Tokoh Masyarakat Purwodadi, 18 Maret 2000).

4. Pokok-Pokok Pikiran tentang Militer dan Agama (Halaqah

Nasional PB NU dan P3M, Malang, 18 April 2000)

5. Prospek Sarjana Muslim Abad XXI, (Stadium General STAI al-

Falah Assuniyah, Jember, 12 September 1998)

6. Keluarga Maslahah dan Kehidupan Modern, (Seminar Sehari

LKKNU, Evaluasi Kemitraan NU-BKKBN, Jakarta, 3 Juni 1998)

7. Pendidikan Agama dan Pengaruhnya terhadap Penghayatan dan

Pengamalan Budi Pekerti, (Sarasehan Peningkatan Moral Warga

Page 67: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

56

Negara Berdasarkan Pancasila BP7 Propinsi Jawa Tengah, 19 Juni

1997)

8. Metode Pembinaan Aliran Sempalan dalam Islam, (Semarang, 11

Desember 1996)

9. Perpustakaan dan Peningkatan SDM Menurut Visi Islam, (Seminar

LP Ma’arif, Jepara, 14 Juli 1996)

10. Arah Pengembangan Ekonomi dalam Upaya Pemberdayaan

Ekonomi Umat, (Seminar Sehari, Jember, 27 Desember 1995)

11. Pendidikan Pesantren sebagai Suatu Alternatif Pendidikan

Nasional, (Seminar Nasional tentang Peranan Lembaga Pendidikan

Islam dalam Peningkatan Kualitas SDM Pasca 50 tahun Indonesia

Merdeka, Surabaya, 2 Juli 1995)

12. Peningkatan Penyelenggaraan Ibadah Haji yang Berkualitas,

(disampaikan dalam Diskusi Panel, Semarang, 27 Juni 1995)

13. Pandangan Islam terhadap Wajib Belajar, (Penataran Sosialisasi

Wajib belajar 9 Tahun, Semarang 10 Oktober 1994)

14. Perspektif dan Prospek Madrasah Diniyah, (Surabaya, 16 Mei

1994)

15. Fiqh Sosial sebagai Alternatif Pemahaman Beragama Masyarakat,

(disampaikan dalam kuliah umum IKAHA, Jombang, 28 Desember

1994)

Page 68: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

57

16. Reorientasi Pemahaman Fiqh, Menyikapi Pergeseran Perilaku

Masyarakat, (disampaikan pada Diskusi Dosen Institut Hasyim

Asy’ari, Jombang, 27 Desember 1994)

17. Sebuah Releksi tentang Pesantren, (Pati, 21 Agustus 1993)

18. Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi dari Sudut

Kajian Politis, (Forum Silaturahmi PP Jateng, Semarang, 5

September 1992).

19. Kepemimpinan Politik yang Berkeadilan dalam Islam, (Halaqah

Fiqh Imaniyah, Yogyakarta, 3-5 Nopember 1992)

20. Peran Ulama dan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Derajat

Kesehatan Umat, (Sarasehan Opening RSU Sultan Agung,

Semarang, 26 Agustus 1992).

21. Pandangan Islam Terhadap AIDS, (Seminar, Surabaya,1 Desember

1992)

22. Kata Pengantar dalam buku Quo Vadis NU karya Kacung Marijan,

(Pati, 13 Pebruari 1992)

23. Peranan Agama dalam Pembinaan Gizi dan Kesehatan Keluarga,

Pandangan dari Segi Posisi Tokoh Agama, Muallim, dan Pranata

Agama, (Muzakarah Nasional, Bogor, 2 Desember 1991)

24. Mempersiapkan Generasi Muda Islam Potensial, (Siaran Mimbar

Agama Islam TVRI, Jakarta, 24 Oktober 1991)

25. Moral dan Etika dalam Pembangunan, (Seminar Kodam IV,

Semarang, 18-19 September 1991)

Page 69: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

58

26. Pluralitas Gerakan Islam dan Tantangan Indonesia Masa Depan,

Perpsketif Sosial Ekonomi, (Seminar di Yogyakarta, 10 Maret

1991)

27. Islam dan Politik, (Seminar, Kendal, 4 Maret 1989)

28. Filosofi dan Strategi Pengembangan Masyarakat di Lingkungan

NU, (disampaikan dalam Temu Wicara LSM, Kudus, 10

September 1989)

29. Disiplin dan Ketahanan Nasional, Sebuah Tinjauan dari Ajaran

Islam, (Forum MUIII, Kendal, 8 Oktober 1988)

30. Relevansi Ulumuddiyanah di Pesantren dan Tantangan

Masyarakat, (Mudzakarah, P3M, Mranggen, 19-21 September

1988)

31. Prospek Pesantren dalam Pengembangan Science, (Refreshing

Course KPM, Tambak Beras, Jombang 19 Januari 1988)

32. Ajaran Aswaja dan Kaitannya dengan Sistem Masyarakat, (LKL

GP Anshor dan Fatayat, Jepara 12-17 Februari 1988)

33. AIDS dan Prostisusi dari Dimensi Agama Islam, (Seminar AIDS

dan Prostitusi YAASKI, Yogyakarta, 21 Juni 1987)

34. Sumbangan Wawasan tentang Madrasah dan Ma’arif, (Raker LP

Ma’arif, Pati, 21 Desember 1986)

35. Program KB dan Ulama, (Pati, 27 Oktober 1986)

36. Hismawati dan Taman Gizi, (Sarasehan gizi antar santriwati,

Page 70: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

59

37. Administrasi Pembukuan Keuangan Menurut Pandangan Islam,

(Latihan Administrasi Pembukuan dan Keuangan bagi TPM, Pan, 8

April 1986)

38. Pendekatan Pola Pesantren sebagai Salah Satu Alternatif

membudayakan NKKBS, (Rapat Konsultasi Nasional Bidang, KB,

Jakarta, 23-27 Januari 1984)

39. Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan di Pesantren, (Lokakarya

Pendidikan Kependudukan di Pesantren, (Jakarta, 6-8 Januari

1983)

40. Tanggapan atas Pokok-Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan

Nasional, (27 Nopember 1979)

41. Peningkatan Sosial Amaliah Islam, (Pekan Orientasi Ulama

Khotib, Pati, 21-23 Pebruari 1977)

42. Intifah al-Wajadain, (Risalah tidak diterbitkan)

43. Wasmah al-Sibydn ild I’tiqdd ma’ da al-Rahman, (Risalah tidak

diterbitkan)

44. I’dnah al-Ashhdb, 1961 (Risalah tidak diterbitkan)

45. Faid al-Hija syarah Nail al-Raja dan Nazhdm Safinah al-Naja,

1961 (Risalah tidak diterbitkan)

46. Al-Tarjamah al-Munbalijah ‘an Qasiidah al-Munfarijah, (Risalah

tidak diterbitkan)

Page 71: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

60

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN AKAD NIKAH MELALUI

MEDIA TELEKOMUNIKASI MENURUT HUZAEMAH TAHIDO

YANGGO DAN SAHAL MAHFUDH

A. Akad Nikah Melalui Media Telekomunikasi Menurut Huzaemah Tahido

Yanggo

Perkawinan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan

membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan yang bukan mahramnya.1 Akad perkawinan dalam hukum Islam

bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci yang terkait

keyakinan dan keimanan kepada Allah, dengan demikian ada dimensi ibadah

dalam perkawinan. untuk itu perkawinan itu harus dipelihara dengan baik

sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam

yakni terwujudnya keluarga sejahtera (mawaddah wa rahmah) dapat

terwujud.2

Para ulama Mazhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika

dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan kabul antara wanita yang

dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang

nmenggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya

semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa ada akad.3 Akad ijab dan

1 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2003), Cet. 1, h. 29 2 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2004), h. 206 3 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab: Ja’faria, Hanafi, Maliki,

Syafi’i, Hambali, (Jakarta: Lentera, 2011), Cet.I, h.309

Page 72: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

61

akad qabul sebagaimana telah disinggung di bab-bab terdahulu, para fuqaha

sepakat menetapkan antara al-ijab dengan al-qabul haruslah bersambung,

kecuali Imam Malik. Tampaknya yang dimaksudkan dengan “bersambung”

dalam ijab dan qabul itu ialah masih berkait, tidak keluar dari konteks yang

dihadapi. Artinya, antara ijab dan qabul diyakini melahirkan ikatan. 4 Oleh

karenanya selama semua yang terlibat dalam akad itu masih meyakini

munculnya ikatan oleh ijab dan qabul itu, walaupun tidak benar-benar

bersambung antara shighat ijab dengan shighat qabul, maka masih tetap sah.

Kecuali kalau memang telah diselingi oleh pekerjaan lain yang menyimpang

dari konteks, baik sengaja dilakukan ataupun terpaksa karena pengaruh luar,

harus diulangi.

Persoalan yang timbul berikutnya ialah di sekitar masalah peranan saksi

akad. Hanabillah sepakat bahwa pernikahan harus dihadiri oleh dua orang

saksi, kecuali Malikiyyah yang tidak mensyaratkan adanya saksi dalam akad

perkawinan. Namun sebaliknya, beliau mensyaratkan adanya i’lan

(pemberitahuan) pernikahan kepada halayak umum.5 Dalam hal ini Abu

Hanifah berpendapat boleh saksi itu terdiri dari dua orang laki-laki yang

fasiq, karena menurut beliau kesaksian dalam nikah itu hanyalah berfungsi li

al-i’lan yakni untuk menyiarkan saja.6

4 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, (Jakarta :Pustaka Firdaus, 2008) h.112 5 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab: Ja’faria, Hanafi, Maliki,

Syafi’i, Hambali, h.313-314 6 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.112

Page 73: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

62

Menurut Prof Huzaemah, fungsi saksi itu bukan sekadar untuk

menyiarkan, melainkan benar-benar dapat dijadikan alat bukti dalam hal

terjadi pengingkaran. Akan tetapi apapun fungsi saksi itu, dalam kaitan

dengan pelaksanaan nikah media telekomunikasi seperti telepon/video call

(net meeting teleconference) akan tetap dapat dicapai. Yang menjadi masalah

ialah berkurangnya peranan saksi disebabkan terpecahnya majelis menjadi

dua mejelis: majelis al-ijab pihak wali dan majelis al-qabul di pihak calon

suami. Apakah dengan terpisahnya tempat wali dengan tempat suami itu

berarti sekaligus membatalkan persyaratan dalam “satu mejelis” sebagaimana

pendapat para fuqaha. Para fuqaha menetapkan persyaratan di atas bukanlah

berdasarkan nash melainkan dengan jalan istidlal. Dan kelihatannya

penetapan syarat tersebut adalah menerapkan kaidah fiqhiyyah. 7

Yang dimaksud ialah, untuk tercapainya ikatan perkawinan dari

pelaksanaan akad nikah diperlukan pengakuan semua pihak yang terlibat

dalam akad itu tentang sahnya akad tersebut. Pihak-pihak yang dimaksudkan

adalah termasuk pihak saksi dalam pelaksanaannya saksi memang

menyaksikan langsung baik ijab maupun qabul dalam satu majelis. Dan kalau

demikian, maka sebenarnya yang diperlukan ialah bukan semata-mata

satunya mejelis, akan tetapi yang lebih penting ialah adanya keyakinan saksi-

saksi terhadap sahnya ijab dan qabul. Jika demikian masalahnya, maka

sebenarnya bisa saja akad itu dilaksanakan dalam dua majelis yang terpisah

7 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.113

Page 74: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

63

sebagaimana telah tergambar diatas, asalkan fungsi saksi dapat tercapai

karenanya. 8

Persoalan lain yang muncul ialah persyaratan dua saksi yang harus

mengikuti semua proses akad, berkurang peranan mereka karena terpecahnya

majelis menjadi dua. Dengan berkurangnya peranan kesaksian dua orang

saksi maka dengan sendirinya mengurangi fungsi mereka “menyaksikan”.

Dan kalau demikian persoalannya, maka sebenarnya dapat diatasi dengan

cara menetapkan masing-masing dua orang saksi bagi masing-masing

majelis. Mejelis pihak ijab dua orang dan pada mejelis qabul juga ada dua

orang saksi. Dalam hal ini menurut Prof. Huzaemah9 boleh saja dilakukan,

karena walaupun jumlah bilangan saksi ditambah akan tetapi fungsinya tetap

satu kesatuan, yakni menyaksikan proses pelaksanaan satu akad nikah.

Dengan demikian ke-tidakhadiran fisik calon suami di depan wali pada

saat ijab qabul, sama sekali tidaklah mengurangi nilai ikatan yang muncul

dari ijab qabul. Dengan perkataan lain, dengan menetapkan dua orang saksi

pada masing-masing majelis yang terpisah itu, tidaklah berarti merubah

hakikat persyaratan bahwa akad nikah harus dilaksanakan dalam satu

majelis.10

Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan, pada pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa “tiap-tiap perkawinan

8 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.113 9 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.113 10 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.114

Page 75: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

64

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Peraturan lain

yang berlaku di indonesia menetapkan bahwa pelaksanaan pencatatan

perkawinan dilakukan melalui pegawai pencatat perkawinan. Sebagai warga

negara yang baik, menurut Prof. Huzaemah ketentuan-ketentuan tersebut

haruslah ditaati.11

Berkaitan pelaksanaan nikah melalui media telekomunikasi seperti

telepon antar negara menurut beliau peraturan-peraturan tersebut diatas wajib

ditaati. Pengertian wajib disini adalah menjadi syarat untuk dapat

dilangsukannya akad nikah tersebut. Oleh karena itu sebelum akad itu

dilangsungkan, maka semua data yang diperlukan untuk kelangsungan akad

itu, haruslah sudah dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan ditempat akan

dilaksanakannya ijab yakni domisili calon isteri tersebut. Data calon isteri,

wali dan dua orang saksi yang akan menyaksikan ditempat akan

dilangsungkannya ijab pernikahan itu di Indonesia, hendaklah sudah dicatat

sebagaimana yang berlaku biasanya. Data mengenai calon suami dan dua

orang saksi ditempat calon suami, hendaklah sudah dicatat pegawai pencatat

perkawinan dengan melalui atau mengindahkan peraturan lainnya yang

berkaitan dengan prosedur dan status warga negara yang berada diluar negeri.

Ringkasnya semua peraturan pemerintah yang dapat terkait dengan

pelaksnaan akad melalui media telekomunikasi yang melibatkan pihak pihak

yang berdomisili pada negara yang berlainan, wajib ditaati.12

11 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.114 12 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.115

Page 76: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

65

Kewajiban tersebut diatas muncul atas dasar saddzur dzariah karena

kalau peraturan-peraturan pemerintah itu tidak dilaksanakan maka terbuka

kemungkinan terjadinya nikah yang sia-sia. Dalam keadaan demikian maka

yang bisa menyelesaikannya hanyalah pemerintah. Demikian pula semua data

mengenai pelaksanaan akad nikah itu jika telah terlaksana, wajib dicatat oleh

pegawai pencatat perkawinan. Dan jika persyaratan yang disebut terakhir itu

tidak dilaksanakan, maka pernikahan melalui media telepon itu tidak boleh

dilaksanakan dan kalaupun masih tetap dilaksanakan, maka dapat

dibatalkan.13

Pencatatan perkawinan memiliki tujuan untuk menjaga ketertiban

perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu cara yang diatur oleh

Undang-undang untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan.

melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, apabila

terjadi perselisihan di dalam perkawinan, maka salah satu pihak baik suami

atau istri dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau

memperoleh hak masing-masing. Karena dengan bukti akta pencatatan

tersebut, suami dan istri memiliki bukti hukum atas perbuatan hukum yang

telah dilakukan.14

Adapun syarat bisa dilakukan nikah melalui telepon kaitannya dengan

jarak yang memisahkan kedua calon suami isteri, Prof. Huzaemah

berpendapat jika keduanya tinggal pada negara yang berlainan karena

13 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.115 14 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (PT RajaGrafindo Persada, jakarta,

1995), h. 107

Page 77: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

66

disebabkan menunaikan hajat pokok dalam waktu lama yang ditentukan oleh

pihak luar, maka hal itu dapat membolehkan dilaksanakannya nikah melalui

media telekomunikasi seperti telepon. Jika nikah itu dilaksanakan karena

kekahwatiran akan terjerumus kepada ma’siya, maka walaupun melalui media

telekomunikasi asalkan memenuhi berbagai persyaratan, nikah itu perlu

segera dilaksanakan.15

Jika antara pihak-pihak yang harus terlibat dalam pelaksanaan akad itu

memang sudah saling mengenal sejak sebelumnya, maka ijab dan kabul

dalam akad nikah tersebut dapat dilaksanakan dengan sempurna sebagai

dalam satu majelis. Disini harus diakui bahwa telepon ataupun media

telekomunikasi lainnya adalah merupakan satu jenis alat yang dapat dipakai

dalam komunikasi timbal-balik dan langsung. Dengan timbal balik dan

lansgung maka penyamaran dapat dicegah.16

Jumhur ulama berpendapat bahwa akad nikah itu disyaratkan

pelaksanaannya dalam satu majelis. Dalam pembicaraan akad nikah melalui

media telekomunikasi, syarat tersebut secara lahir jelas tidak terpenuhi. Akan

tetapi tampaknya, pengertian “satu majelis” menurut jumhur itu bermakna

agar semua pihak yang terlibat dalam akad nikah itu dapat mengikuti semua

proses yang dilakasanakannya, terutama ijab dan qabul.17

15 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.115 16 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.118 17 Huzaemah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.118

Page 78: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

67

Dengan mengikuti semua proses, maka ikatan (irtibath) yang

ditimbulkan ijab dan qabul disadari dan diakui oleh semua pihak, termasuk

para saksi. Dalam nikah melalui telekomunikasi ijab dan qabul tidak bisa

disaksikan secara fisik dengan utuh karena memang secara fisik calon suami

berada ditempat terpisah. Akan tetapi keadaan demikian tidak tertutup

kemungkinan untuk dicapainya makna “satu majelis”.18

Dengan menetapkan dua orang saksi pada masing-masing majelis ijab

dan majelis qabul, maka makna dalam “satu majelis” sebagaimana

dimaksudkan jumhur, akan tercapai. Disini walaupun jumlah saksi menjadi

empat (diluar ketentuan:dua) orang, akan tetapi fungsi kesaksiannya sama

saja dengan hanya dua orang saksi, mengingat kesaksian empat orang tersebut

adalah dalam dua majelis yang terpisah. Dengan menetapkan dua orang saksi

ditempat calon suami melaksanakan kabul, maka dapat dipastikan bahwa

lafadz dan shigat qabul memang secara fisik bersumber dari calon suami.

Dengan ilustrasi diatas seperti diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa

pelaksanaan akad nikah melalui telepon atau media telekomunikasi lainnya

dengan tekhnik tersebut, dinyatakan sah.19

B. Akad Nikah Lewat Media Telekomunikasi Menurut Sahal Mahfudh

Lingkungan Kiai Sahal adalah masyarakat pesantren yang mengakui

berpegang pada mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali),

namun ternyata dalam tindakannya “bersikeras” pada Syafi’i saja. Kiai Sahal

18 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.119 19 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.119

Page 79: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

68

mengkritik kecenderungan ini. Salah satu keberatannya, Syafi’i dalam hal

yang tidak ditegaskan oleh nash, secara metodeologis lebih menekankan

qiyas, sehingga kurang menekankan mashlahah. Dalam posisi ini, Kiai Sahal

tampaknya telah memilih jalan lain dalam berfiqih. Jalan Al-Syatibi

merupakan pilihannya yang dominan, meski didalam banyak hal ia tetap

berada di jalur “kontekstualisasi teks fiqih syafi’iyah”. Bagi Kiai Sahal,

kepentingan umum (mashlahah ‘ammah) harus menjadi pertimbangan

terdepan dalam proses pengambilan keputusan (hukum). Agar kepentingan

umum ini tetap terjaga, seorang mujtahid harus memiliki kepekaan sosial.

Dengan prinsip ini, Kiai Sahal dalam beberapa kasus dapat memilah, mana

yang memang kepentingan umum dan mana yang kepentingan kelompok atau

pemerintah semata.20

Memang para fuqoha kini dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan

yang jawaban kongkritnya teramat sulit dicari dalam rumusan-rumusan baku

yang telah mereka pegang selama ini. Soal negara-bangsa, asuransi, bank,

pajak, KB, kepemimpinan, lingkungan dan lain-lain antri menuntut kepastian

kebijakan hukum. Jika jawaban selalu ditunda (mauquf), masyarakat fiqih

akan gamang. Pada titik inilah relevansi keinginan meneropong secara kritis

apa yang dilakukan Kiai Sahal.21

Pada zaman ini, alat ukur sudah berteknologi canggih termasuk

dibidang komunikasi. Alat-alat itu sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-

hari. Wartel (warung Telekomunikasi) tumbuh bagaikan jamur di musim

20 Sahal Mahfudh, Nuansa fiqh sosial, (Yogyakarta: LKIS, 1994), h. xx 21Sahal Mahfudh, Nuansa fiqh sosial, h. xxi

Page 80: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

69

labuh. Kenyataan tersebut mengilhami sebagian orang untuk melangsungkan

pernikahan lewat telepon, karena dipandang lebih praktis apalagi bagi orang

yang sangat sibuk.22

Hukum (undang-undang) selalu ketinggalan dari peristiwanya, itu

memang sifat hukum. Lebih-lebih dengan berkembang pesatnya teknologi

dewasa ini maka hukum (undang-undang) akan jauh ketinggalan.23 Namun,

memutuskan hukum, tidaklah cukup hanya didasarkan atas pertimbangan

kepraktisan semata. Perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang lain. Sebab

menurut ajaran islam, pernikahan itu sangat sakral. Pernikahan merupakann

mitsaq al-ghalizh (tali perjanjian yang kuat dan kokoh), yang bertujuan

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinnah, mawaddah wa

rahmah.24

Dilihat dari segi fungsinya, pernikahan merupakan satu-satunya cara

yang sah untuk menyalurkan kebutuhan biologis dan mendapat keturunan,

disamping meningkatkan ketakwaan seseorang.Melihat kedudukannya yang

demikian, prosesnya tentu agak rumit dan ketat. Berbeda dengan akad jual

beli atau muamalah lainnya, seperti termaktub dalam kitab Tanwir Al-qulub,

at-Tanbih, dan kifayah al-Akhyar, akad perniakahan hanya dianggap sah jika

dihadiri mempelai laki-laki, seorang wali ditambah minimal dua orang saksi

yang adil.25

22Sahal Mahfudh, Dialog Problematika Umat, (Surabaya : Khalista, 2010), h. 234 23Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, (Liberty, Yogyakarta,

2004), h.104 24 Sahal Mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 234 25 Sahal mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 235

Page 81: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

70

Menikah bukan sekedar formalisasi pemenuhan kebutuhan biologis

semata. Lebih dari itu ia adalah syariatun azhimatun (syariat yang agung)

yang dimulai sejak nabi adam yang saat itu dinikahkan dengan Hawa oleh

Allah Swt. Pernikahan adalah sunnah Rasul, karenanya ia merupakan bentuk

ibadah bila dimotivasi oleh sunnah Rasul itu.Pernikahan merupakan bentuk

ibadah muqayyadah, artinya ibadah yang pelaksanannya diikat dan diatur

oleh ketentuan syarat dan rukun.26

Menurut ulama Hanafiyah, rukun dari pernikahan hanyalah ijab dan

qabul saja. Sementara menurut jumhur ulama ada empat macam meliputi,

shigat atau ijab qabul, mempelai perempuan, mempelai laki-laki, dan wali.

Ada juga sebagian ulama yang memasukkan mahar dan saksi sebagai rukun,

tetapi jumhur ulama memandang keduanya sebagai syarat.

Dari ketentuan tersebut kita dapati bahwa ijab qabul adalah satu-

satunya rukun yang disepakati oleh semua ulama. Meskipun mereka semua

sepakat hal itu namun keduanya, baik Hanafiyah maupun jumhur Ulama

memiliki pengertian ijab qabul yang tidak sama. Hanafiyah berpendapat

bahwa ijab adalah kalimat yang keluar pertama kali dari salah atu pihak yang

melakukan akad, baik itu dari suami atau isteri, sedangkan qabul adalah

jawaban dari pihak kedua. Adapun menurut jumhur ulama, ijab memiliki

pengertian lafal yang keluar dari pihak wali mempelai wanita atau dari

seseorang yang mewakili wali. Sementara qabul berarti lafal yang

menunjukkan kesediaan menikah yang keluar dari pihak mempelai laki-laki

26 Sahal mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 236

Page 82: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

71

atau yang mewakilinya. Jadi menurut Hanafiyah, boleh-boleh saja ijab itu

datang dari mempelai laki-laki yang kemudian dijawab oleh perempuan.

Berbeda dengan hanafiyah, jumhur ulama mengharuskan ijab datang dari

wali mempelai perempuan dan qabul dari mempelai laki-laki.27

Di masa dulu, akad nikah (ijab-qabulnya) barangkali bukanlah sesuatu

yang penting dibicarakan karena mungkin belum ada cara lain selain hadir ke

majelis yang disepakati. Sekarang fenomena itu menjadi menarik mengingat

intensitas aktifitas manusia semakin tinggi dan semakin tidak terbatas,

sementara kecanggihan alat komunikasi memungkinkan manusia menembus

semua batas dunia dengan alat semacam internet, telepon, faks dan lain-lain.

Bagi orang yang sibuk dan terpisah oleh ruang dan waktu tertentu, alat itu

dipandang lebih praktis dan efisien termasuk untuk melangsungkan akad

nikah dalam hal ini ijab qabul.28

Dilihat dari kelazimannya, penggunaan internet untuk komunikasi

adalah dengan menu e-mail dan chatting yang secara essensial sama dengan

surat, yaitu pesan tertulis yang dikirimkan. Bedanya hanya pada media yang

digunakan untuk menulis pesan, kalau surat ditulis pada kertas dan memakan

waktu yang relatif lama untuk sampai tujuan. Sedangkan email atau chatting

menggunakan komputer yang dengan kecanggihannya dapat langsung diakses

dan dijawab seketika itu oleh yang dituju.

Saya teringat pendapat ulama Hanafiyah bahwa akad nikah itu sah

dilakukan dengan surat karena surat dipandang sebagai khithab (al-khitabh

27 Sahal Mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 237 28 Sahal mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 237

Page 83: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

72

min al-ghai’ib bi manzilah al-khithab min-alhadhir) dengan syarat dihadiri

oleh dua orang saksi. Menurut pendapat ini, akad nikah melalui internet juga

sah asal disaksikan oleh dua orang saksi. Meskipun ada pendapat yang

memperbolehkan akad nikah melalui komunikasi jarak jauh, namun pendapat

itu ditentang oleh jumhur Ulama. Ini mengingat pernikahan memiliki nilai

yang sangat sakral sebagai mitsaq al-ghalizh (tali perjanjian yang kuat dan

kukuh), yang bertujuan meweujudkan rumah tangga sakinnah, mawaddah,

rahmah bahkan tatanan sosial yang kokoh pula. Oleh karena itu pelaksanaan

akad nikah harus dihadiri oleh yang bersangkutan secara langsung dalam hal

ini mempelai laki-laki, wali dan minimal dua orang saksi.29

Pengertian “dihadiri” disini, mengharuskan mereka secara fisik

(jasadnya) berada dalam satu majelis. Hal itu mempermudah tugas saksi dan

pencatatan. Sehingga kedua mempelai yang telibat dalam akad tersebut pada

saat akad yang datang tidak mempunyai peluang untuk mengingkarinya.30

Karenanya, akad nikah melalui media seperti telepon dan media

komunikasi lainnya (internet, telepon, faks dan lain-lain) tidaklah sah, sebab

tidak dalam satu majelis dan sangat sulit dibuktikan. Disamping itu juga

sesuai dengan pendapat Malikiyah Syafi’iyah Dan Hanabilah yang

menyatakan tidak sah akad nikah dengan surat karena surat adalah kinayah.31

C. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Kedua Tokoh

Persamaan pemikiran atau pandangan antara Huzaemah Tahido Yanggo

dan Sahal Mahfudh, keduanya sepakat menyatakan bahwa ijab kabul

29 Sahal mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 238 30 Sahal mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 238 31Sahal Mahfudh, Dialog Problematika Umat, h. 237-238

Page 84: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

73

merupakan rukun perkawinan sebagaimana pendapat para fuqaha tentang

rukun dan syarat perkawinan. Keduanya menitik beratkan kepada ittihadu fil

majelis dalam proses akad nikah serta menyoroti peran saksi/kesaksian

Perbedaan pandangan terletak pada konsep ittihad fil majelis dan

kesaksian, menurut Huzaemah Tahido Yanggo saksi itu bisa lebih dari dua

sehingga memungkinkan membagi para saksi pada dua tempat majelis

dengan tidak menghilangkan urgensi kesaksian serta pencatatan perkawinan.

Dengan demikian, hal tersebut bisa menjamin keotentikan data dan menjadi

alat bukti yang kuat untuk memungkinkan akad nikah melalui

telekomunikasi.

Sedangkan menurut Sahal Mahfudh, telekomunikasi ataupun alat media

komunikasi lainnya itu masih meragukan, sehingga tidak bisa menjamin

sebagai pembuktian pernikahan dan juga beliau berpendapat bahwa

pernikahan merupakan hal yang sakral dan suci sehingga harus dilaksanakan

dengan baik dan aman.

D. Analisis Penulis

Seiring pesatnya Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semakin pesat menyebabkan perubahan masyarakat yang drastis dalam

berbagai aspek kehidupan bermasyarakat sehingga sering memunculkan

persoalan-persoalan baru. Apabila persoalan-persoalan baru tersebut

dinisbatkan kepada ajaran Islam maka akan melahirkan paling tidak dua

kemungkinan. Kemungkinan pertama, persoalan tersebut dapat di temukan

solusinya pada al-Qur’an dan As-Sunnah yang mempunyai kedudukan hukum

Page 85: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

74

yang jelas dan kontekstual. Persoalan kedua, tidak dapat ditemukannya

landasan yang jelas serta eksplisit atas persoalan tersebut pada Al-qur’an dan

As-Sunnah.

Maka dari itu, untuk persoalan yang kedua tadi memerlukan kerja keras

pemikiran-pemikiran para ulama yang memiliki potensi dalam bidang kajian

hukum untuk memecahkan dan mencari solusi atas persoalan-persoalan baru.

Berbagai langkah harus ditempuh, yakni melakukan kajian mendalam,

berijtihad, serta melakukan penafsiran ulang mengenai persoalan yang secara

tekstual tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu,

persoalan akad nikah melalui media telekomunikasi ini merupuakan

persoalan baru dan merupakan salah satu problematika hukum keluarga

(perkawinan) Islam kontemporer ini.

Islam telah mengatur tata cara pelaksanaan dalam membina rumah

tangga. Jika seluruh umat Islam mengikutinya, insya Allah akan tercipta

keturunan yang baik, manusia yang mulia di muka bumi ini.32 Dalam Islam,

perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat penting dalam syariat

sebagai pemeluk agamanya. Syariat tersebut diturunkan dengan tujuan untuk

kemaslahatan manusia, khususnya umat Islam.

Menentukan sah atau tidaknya suatu nikah, tergantung pada

dipenuhinya atau tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara

formal, nikah melalui media telekomunikasi seperti telepon dapat memenuhi

rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali

32 Huzaemah Tahido Yanggo, “Masail Fiqhiyyah: Kajian Islam Kontemporer,”

(Bandung: Penerbit Angkasa, 2005), h.134

Page 86: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

75

pengantin putri, ijab qabul. Perkawinan atau akad nikah yang dilakukan

dengan media telekomunikasi, menurut penulis merupakan perkawinan yang

sah selama pelaksanannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perkawinan dan terpenuhi persyaratan-persyaratan baru yang muncul akibat

terpisahnya jarak antara kedua mempelai.

Dengan kerangka berfikir seperti diatas, menurut penulis hukum akad

menikah melalui media telekomunikasi yang menjadi bahasan pokok masalah

ini titik permasalahannya adalah terdapat pada konteks ijab dan qabul yang

disampaikan. Ketidakhadiran fisik calon suami tidak lagi menjadi penghalang

sahnya perkawinan.

Dalam persoalan akad nikah melalui media telekomunikasi para ulama

berbeda pendapat dalam hal konsep satu majlis. Mazhab Hanafi berpendapat

bahwa hal tersebut sudah memenuhi satu majlis, maka perkawinannya di

anggap sah, pendapat tersebut yang menjadi pegangan Huzaemah Tahido

Yanggo. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali

berpendapat bahwa hal tersebut belum memenuhi konsep satu majlis dan

mensyaratkan kedua calon harus berkumpul dalam satu tempat, pendapat

tersebut yang menjadi pegangan M. Ahmad Sahal Mahfudh. Menurut penulis

dengan menyadari perkembangan dunia saat ini, apa yang menjadi pendapat

Huzaemah Tahido Yanggo itu lebih maslahat dan relevan dengan konteks

perkembangan IPTEK daripada pendapat. M. Ahmad Sahal Mahfudh yang

terlalu kaku dan stagnan.

Page 87: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

76

Penulis juga sepakat dengan pendapat Prof. Huzaemah yang

memberikan persyaratan sebelum dilakukan akad nikah melalui media

telekomunikasi yaitu, dengan menambahkan dua orang saksi sehingga jumlah

saksi menjadi empat dengan pembagian dua orang saksi pada masing-masing

majlis ijab dan kabul. Maka dengan demikian makna satu majelis yang

dimaksudkan jumhur ulama dapat tercapai.33 Ditambah Jika antara pihak-

pihak yang harus terlibat dalam pelaksanaan akad itu memang sudah saling

mengenal sejak sebelumnya, maka ijab dan kabul dalam akad nikah tersebut

dapat dilaksanakan dengan sempurna sebagai dalam satu majelis.

Dengan demikian akad nikah melalui media telekomunikasi dapat

dilakukan dan sah secara syar’i, dengan catatan yaitu memenuhi syarat-

syarat ijab dan kabul yang lain, serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-

syarat sah nikah yang lain. Sekalipun demikian, alangkah baiknya akad ijab

dan kabul dilakukan secara normal dengan bertemunya masing-masing pihak

secara langsung, media telekomunikasi merupakan satu jenis alat bantu yang

dapat dipakai dalam komunikasi timbal balik dan langsung, maka dari itu

penipuan ataupun penyamaran bisa dihindari.

.

33 Huzaemah Tahido Yanggo Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, h.119

Page 88: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan yang telah penulis kemukakan pada bab-bab

sebelumnya tentang akad nikah lewat mediatelekomunikasi ini, akhirnya

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Sah atau tidaknya perkawinan menurut hukum Islam adalah

tergantung pada akadnya. Karena sedemikian rupa pentingnya akad

dalam perkawinan itu, maka berdasarkan dalil-dalil yang ditemui,

para fuqaha telah berijtihad menetapkan syarat-syarat dan rukun

untuk sahnya suatu akad nikah. Oleh karena itu, pentingnya arti ijab

dan kabul bagi keabsahan akad nikah, maka banyak persyaratan

secara ketat yang harus dipenuhi untuk keabsahannya. Diantaranya

adalah ittihad al-majelis (bersatu majelis) dalam melakukan akad

nikah.

2. Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat bahwasanya akad nikah

melalui telekomunikasi ini hukumnya sah dan diperbolehkan.

Namun, Huzaemah Tahido Yanggo memberikan beberapa

persyaratan dan catatan diiantaranya yaitu mensyaratkan sebelum

dilangsungkannya ijab dan kabul kedua pasangan mempelai harus

memberikan data atau identitas diri agar terhindar dari penipuan

serta penambahan saksi yang tadinya 2 orang saksi menjadi 4 saksi

Page 89: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

78

dengan pembagian 2 orang saksi ditempat ijab dan 2 orang saksi di

tempat qobul. Sedangkan menurut penulis, apa yang menjadi

pemikiran beliau ini sudah tepat untuk merespon perkembangan

zaman yang semakin tak terkendali. Adapun penulis menambahkan

tentang media telekomunikasi yang dapat digunakan untuk akad

nikah tersebut adalah media telekomunikasi yang funsi serta alatnya

itu terjamin tanpa ada unsur pemalsuan dan sebagainya. M. Ahmad

Sahal Mahfudh berpendapat bahwasanya akad nikah melalui

telekomunikasi ini hukumnya tidak sah, karena suatu pernikahan

khususnya dalam akad nikah itu suatu akad yang berbeda dengan

akad-akad yang lain. Akad nikah merupakan akad yang agung, suci

dan sakral. Lalu penulis merepon apa yang menjadi prinsip Sahal

Mahfudh diatas tersebut terlalu kaku, seharusnya fikih harus bisa

relevan dengan ditambah pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta dunia digital era sekarang ini.

3. Persamaan pandangan antara Huzaemah Tahido Yanggo dan Sahal

Mahfudh, keduanya sepakat menyatakan bahwa ijab qabul

merupakan rukun perkawinan sebagaimana pendapat para fuqaha

tentang rukun dan syarat perkawinan. Keduanya menitikberatkan

kepada ittihadu fil majelis dalam proses akad nikah serta peran

saksi/kesaksian. Perbedaan pandangan terletak pada konsep ittihad

fil majelis dan kesaksian, menurut Huzaemah Tahido Yanggo saksi

itu bisa lebih dari dua sehingga memungkinkan membagi para saksi

Page 90: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

79

pada dua tempat majelis dengan tidak menghilangkan urgensi

kesaksian serta pencatatan perkawinan, Sedangkan menurut Sahal

Mahfudh, telekomunikasi ataupun alat media komunikasi lainnya itu

masih meragukan, sehingga tidak bisa menjamin sebagai pembuktian

pernikahan dan juga beliau berpendapat bahwa pernikahan

merupakan hal yang sakral dan suci sehingga harus dilaksanakan

dengan baik dan aman.

B. Saran-saran

Akhir dari penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan adannya

manfaat bagi kita semua, yaitu kepada penulis khususnya dan kepada para

pembaca umumnya. Adapun beberapa saran sehubungan dengan sasaran

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kepada segenap civitas Akademika bahwa Penelitian mengenai akad

nikah melalui media telekomunikasi masih perlu terus digalakkan

untuk melihat lebih jauh aspek-aspek media telekomunikasi agar

dapat diaktualisasikan dimasa-masa mendatang.

2. Alat telekomunikasi semakin berkembang dan canggih sehingga

sangat perlunya fiqh atau hukum islam merepon akan perkembangan

ini. Oleh karena itu, Pemerintah selaku pembuat Undang-undang pun

harus segera membuat aturan sehingga tercapainya kepastian hukum

yang menjamin masayarakat Indonesia.

Page 91: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

80

3. Untuk para peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai akad

nikah dan atau sebagainya dengan konsep studi komparasi

(perbandingan), sebaiknya lebih ditekankan pada studi empiris.

Dengan studi empiris diharapkan dapat ditampilkan tentang teori-

teori yang ada dengan realitas kehidupan era saat ini agar dapat lebih

relevan dan efektif dengan perkembangan hukum.

Page 92: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

81

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Mazhab,

PT. Prima Heza Lestari, 2006.

Al-Asqalani, Al-Hafidz ibnu Hajar. Bulughul Maram, Penerjemah Zaid Muhammad,

Ibnu ALI, Muhammad Khuzainal Arif, Jakarta: Pustaka as-sunnah, 2007, Cet. 1.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan),

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002.

Anwar, Saifuddin. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Baroroh, Umdah El. Dan Tutik Nurul Jannah, Fiqh Sosial; Masa Depan Fiqh Indonesia,

Pati: PUSAT FISI, 2016.

Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Di Indonesia, Jakarta: PT Prenada Media, 2007.

Effendi, Satria. Problematika Hukum Keluarga Kontemporer, Jakarta: Prenada Media,

2004.

Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: SIRAJA, 2003.

Hasanudin AF, Perkawinan dalam perspektif al-Qur’an: nikah, talak, cerai, ruju,

Jakarta: Nusantara Damai Press, 1999.

Khuzaifah, dkk. Metode penelitian Hukum, Surakarta: UMS Press, 2004.

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia, 1989,

Cet. Ke-8.

Mahfudh, Sahal. Dialog Problematika Umat, Surabaya : Khalista, 2010.

Mahfudh, Sahal. Nuansa fiqh sosial, Yogyakarta: LKIS, 1994.

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di DuniaIslam Modern, Yogyakarta:graha ilmu,

2011.

Mertokusumo, Sudikno. Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

2004

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab : Ja’faria, Hanafi, Maliki, Syafi’i,

Hambali, Jakarta : Lentera, 2011, Cet.I

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI),

Jakarta: Kencana, 2004.

Rahman Ghazali, Abdul. Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2003, Cet. 1

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995

Page 93: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

82

Rusyd, Ibnu. Bidayat Al-mujtahid, Mesir: Mushtafa Al- Babiy Al-Halabiy, 1960,jl. II.

Sahrani, Sobari. dan M.A Tihami. Fikih Munakahat, Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada,

2009.

Saydam, Gouzali. Sistem Telekomunikasi Di Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2006, Cet.

Ketiga.

Soleh, Asrorun Niam. Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: elSAS,

2008.

Sopyan, Yayan. Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Subana, M. Dan Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Subekti, R dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Jakarta:

PT Pradnya Pramita, 2002.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2007.

Thalib, Sajuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press), 1986, Cet-5

Umar, Hasbi. Nalar Fiqh Kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.

Usman, Uke kurniawan. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : Informatika Bandung,

Cet. Kedua.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

Yanggo, Huzaemah Tahido Dan Hafiz Anshary, Ed. Problematika Hukum Islam

Kontemporer, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia,

2010, Cet. I.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Hukum Keluarga Dalam Islam, Palu: Yamiba, Cet.1, 2013.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Masail Fiqhiyyah: Kajian Islam Kontemporer, Bandung:

Penerbit Angkasa, 2005

Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos, 2003,

Cet. III.

Artikel dan Majalah

Sunny, Qusyairy. “Biografi KH. MA. Sahal Mahfudh”. Artikel diakses pada tanggal 08

November 2016, 01:10 wib. http://jqh.or.id/biografi-kh-ma-sahal-mahfudz/.

Syatila, Shabra.”Biografi Kh Ahmad Sahal Mahfudh”. Artikel diakses pada tanggal 08

November 2016, jam 01:06 wib. http://www.fimadani.com/biografi-kh-ahmad-

sahal-mahfudh/.

Page 94: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43000/1/RICKI AHMAD... · n perkawinan, Sedangkan menurut M. Ahmad Sahal Mahfudh,

83

“Pelantikan Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo Ma. Sebagai Rektor Iiq Jakarta 2014-

2018”, Artikel diakses pada tanggal 08 November 2016, jam 01:17 wib.

http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/warta/44-warta/365-pelantikan-prof-dr-hj-

huzaemah-t-yanggo-ma-sebagai-rektor-iiq-jakarta-2014-2018.

Majalah, Amanah, No: 77, juni 1989, h. 12, 104-105.

Koran Pikiran Rakyat, Minggu 5 desember 2004

Skripsi

Zukhrufi, Fatah. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting

Teleconference (Studi Pemikiran K.H. M.A. Sahal Mahfudh, Skripsi Pada Jurusan

Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

Rohmat, Hukum Akad Nikah Melalui Telekomunikasi (Net Meeting Teleconference)

Studi Komfarasi Mazhab Hanafi Dan Syafi’i, Skripsi Pada Jurusan Al-Ahwal Al-

Syakhsiyyah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2007.

Jihad, Mizanul. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Melalui Net Meeting

Teleconference, Skripsi Pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.

Asy’ari, Moh. Hasyim. Studi Komparasi Pernikahan Secara Online Menurut Hukum

Islam Dan Hukum Positif, Skripsi Pada Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah

Dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung, 2016.