Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KEBIJAKAN PARKIR
KOTA MALANG TAHUN 2014-2015
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Strata Satu (S1)
pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan Minat Utama Inovasi Pemerintahan
Oleh :
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
NIM. 105120613111001
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
EVALUASI KEBIJAKAN PARKIR
KOTA MALANG TAHUN 2014-2015
S K R I P S I
Disusun oleh :
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
NIM.105120613111001
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.Si
NIP. 2016077910241001
Rachmad Gustomy, S.IP., M.IP
NIP. 198108252015041001
Tanggal : 9 Agustus 2017 Tanggal : 9 Agustus 2017
ii
iii
EVALUASI KEBIJAKAN PARKIR
KOTA MALANG TAHUN 2014-2015
S K R I P S I
Disusun oleh:
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
NIM. 105120613111001
Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Ilmu Politik
pada tanggal 9 Agustus 2017
Tim Penguji:
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.Si
NIP. 2016077910241001
Rachmad Gustomy, S.IP., M.IP
NIP. 198108252015041001
Ketua Majelis Penguji
Sekretaris Majelis Penguji
Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev
NIP. 20140586092112001
Laode Machdani Afala S.IP., M.A
NIK. 2016078703181001
Malang, 9 Agustus 2017
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak
NIP. 196908141994021001
iii
iv
IDENTITAS TIM PENGUJI
1. Nama : Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev
NIP : 20140586092112001
Tugas : Ketua Majelis Penguji
2. Nama : Laode Machdani Afala, S.IP., MA
NIP : 2016078703181001
Tugas : Seksretaris Majelis Penguji
3. Nama : Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.SI
NIP : 2016077910241001
Tugas : Anggota Majelis Penguji I
4. Nama : Rachmad Gustomy, S.IP., M.IP
NIP : 198108252015041001
Tugas : Anggota Majelis Penguji II
v
P E R N YA T A A N
Nama : Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
NIM : 105120613111001
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul EVALUASI
KEBIJAKAN PARKIR KOTA MALANG TAHUN 2014-2015 adalah betul-
betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
saya peroleh dari skripsi tersebut.
Malang, 15 Agustus 2017
Yang membuat pernyataan
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
NIM. 105120613111001
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap : Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
2. Tempat Lahir : Padang
3. Tanggal Lahir : 24 Januari 1992
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Status : Belum Menikah
6. Agama : Islam
7. Kewarganegaraan : Indonesia
8. Alamat Asal : Koto Kociak, kec.Guguak, Kab.50 Kota, Padang,
Sumatera Barat
Alamat Domisili :Jl.Bunga Asparaga no.4, Kec.Lowokwaru,
Malang, Jawa Timur
9. No. Telepon : 085263649464
10. E-mail : [email protected]
11. A. Riwayat Pendidikan
1. 1999-2004 : SD Negeri 05 VII Koto Talago, Kecamatan
Guguak
2. 2004-2007 : SMP Negeri 2 Kecamatan Guguak
3. 2007-2010 : SMA Negeri 1 Kecamatan Guguak
4. 2010-sekarang :Program Studi Ilmu Pemerintahan, di Universitas
Brawijaya, Malang
B. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas
Brawijaya 2010-2012
2. Anggota Societo Cinema Club Fisip Universitas Brawijaya 2011-2012
3. Panitia Launching Film New Crew Societo Cinema Club
4. Panitia Leaders Of Government (LOG) Mahasiswa Ilmu
Pemerintahan
C. Pengalaman Kerja
1. Tim pengawas di PT.DATA LSI LEMBAGA SURVEI INDONESIA,
Hitung Cepat Pemilu Presiden 2014
2. Staf Magang di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
:Lima Puluh Kota tahun 2013
3. Karyawan di Toko “Batyno Shoes” Matos tahun 2012-2013
vii
D. Pengalaman Seminar dan Pelatihan
1. Seminar Nasional Politic Of Multicultarilsm and National Identity
“Reflecting Indonesia Canada Multiculturalism”
2. Seminar Nasional “Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan”. Dalam kegiatan
sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhineka Tunggal Ika.
3. Seminar Nasional “Menakar Kualitas Demokrasi Melalui Kinerja
Wakil-Wakil Rakyat Berlatar Belakang Selebriti”.
4. Seminar Terbatas “Inovasi Pemerintahan di 4 Provinsi 15
Kabupaten/Kota” yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Inovasi
Pemerintahan dan Kerjasama Antar Daerah.
5. “Leaders Of Government” Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
viii
A B S T R A K
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan, 2017. : Evaluasi Kebijakan Parkir Kota
Malang Tahun 2014-2015. Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
Dosen Pembimbing: Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.Si. dan Rachmad
Gustomy, S.IP., MIP
Permasalahan parkir di Kota Malang tiap tahun makin meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi di Kota Malang sebagai daerah dengan institusi pendidikan
yang popular di sekitaran Jawa Timur. Perkembangan Kota Malang dari tahun ke
tahun semakin memperlihatkan perubahan terhadap pola hidup masyarakat yang
menyebabkan tingkat kepemilikan kendaraan semakin meningkat dapat
mempengaruhi terhadap pemilik kendaraan bermotor yang menginginkan
kemudahan lahan atau ruang parkir. Tata letak kota yang baik seharusnya
juga didukung dengan fasilitas parkir yang tepat dan memadai, serta Sumber
daya manusia (SDM) yang tepat guna dalam mengelola fasilitas parkir tersebut.
Kota Malang dengan mobilitas masyarakat yang tinggi, menjadi unggulan
pemerintah daerah untuk kemandirian fiskal. Pemerintah Kota Malang melihat
sektor retribusi parkir bisa menjadi potensi untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Kebijakan pemerintah Kota Malang dan Dinas Perhubungan
dalam menaikkan harga tarif retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 3
Tahun 2015, mendapat banyak penolakan dari masyarakat. Mahalnya harga tarif
parkir tidak sesuai dengan fasilitas dan pelayanan yang mereka dapatkan. Tidak
adanya lahan parkir tetap, penggunaan ruas jalan sebagai lahan parkir yang
menyebabkan kemacetan, petugas parkir yang tidak memberikan karcis resmi dan
masih banyaknya petugas-petugas parkir liar merupakan permasalahan yang
sehari-hari kerap terjadi di Kota Malang. hal ini juga disebabkan oleh, masih
lemahnya regulasi yang mengatur tentang masalah parkir di Kota Malang.
Penelitian menggunakan metode kualitatif-deskriptif, dan pendekatan studi kasus
dengan metode teknik pengumpulan data seperti dokumentasi, wawancara dan
observasi partisipan bertujuan untuk mengetahui hasil “Evaluasi Kebijakan Parkir
Kota Malang Tahun 2014-2015”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada
beberapa hal yang harus menjadi pekerjaan rumah perintah Kota Malang dan
Dinas Perhubungan dalam menyelesaikan permasalahan parkir di Kota Malang.
Ketersediaan lahan parkir yang cukup dan seimbang dengan volume kendaraan,
Pemetaan wilayah titik parkir resmi di Kota Malang efektifnya pendapatan
retribusi dan revisi terhadap peraturan daerah nomor 4 tahun 2009 tentang
pengelolan parkir, yang harus mengatur secara detail perihal pengelolaan parkir,
petugas parkir dan kejelasan hukum.
Kata Kunci: Kebijakan Parkir, Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Kota
Malang, Dinas perhubungan dan masyarakat.
ix
A B S T R A C T
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan, 2017. : The Evaluation of Parking Policy of
Malang City in 2014-2015. Thesis of Government Science, Faculty of Social
and Political Science Brawijaya University.
Counselor: Dr. M. Lukman Hakim, S.IP., M.Si. and Rachmad Gustomy, S.IP.,
MIP
Parking problems in Malang are increasing every year in line with economic
growth as a popular area with educational institution in Jawa Timur. The
development of Malang from year to year shows the significant changes of the
lifestyle of society. The needs for vehicles are increasing which caused the need
for spacious and comfortable parking area. A good city layout should be also
supported with proper parking facilities and managed by the good human
resources. With high community mobility, Malang became the local government’s
flagship for fiscal independence. The government of Malang sees parking
retribution sector could be potential to increase district own source revenue
(PAD). Local government policy and regional transportation department of
Malang in increasing the tarif of retribution in accordance with regional
regulation number 3 of 2015 got a lot of resistance from the people. The high
price of parking rates does not match the facilities and services people get. The
lack of parking space and the use of the roads cause congestion. The parking
attendants do not provide the official ticket and there are still many illegal
parking attendants are the basic problem that often occurs in Malang. This is also
due to the weak regulation that regulates the parking issues in Malang. The
method which used is descriptive method with the qualitative approach which
data were obtained through observation, interviews, documentation, and
reference material which was support. The aims of this research are to get data
about “The Evaluation of Parking Policy of Malang City in 2014 - 2015”. The
result shows that there are several important points that local government and
regional transportation department need to be solved. Parking facilities should be
size and managed spaces are frequently occupied, review and evaluate the city’s
parking point areas, evaluate regulatory ordinances, standards, and laws based
on regional regulation number 4 of 2009 which should regulate in detail the
management of parking, parking attendants and legal clarity.
Keywords: Parking Policy, District Own Source Revenue (PAD), Malang City
Government, Regional Transportation Department
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, Shalom, Om Swastiastu.
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan semesta alam. Yang telah memberi
kemudahan, kelancaran, pertolongan dan cinta-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Kebijakan Parkir Kota Malang
Tahun 2014-2015”.
Skripsi ini merupakan salah satu tahapan yang harus ditempuh untuk
menyelesaikan Strata Satu (S-1) Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang. Penyusunan skripsi ini
banyak mendapat masukan dan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu perkenankan saya dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada, yaitu:
1. Kedua orang tua ku tercinta, Papa Aswan dan Mama Yen Elni Anas. All that i
am or hope to be, i owe them. Thanks God for blessing me with this family.
Terima kasih untuk doa dan kasih sayang yang tak pernah habis terkuras,
kesabaran dan perhatian yang selalu tercurah tak terbatas, untuk semua
pengorbanan yang belum bisa terbalas. Mohon maaf atas segala dosa, khilaf
dan kekecewaan yang selama ini putramu perbuat. Untuk papa, aku tau selama
ini kita tak banyak bicara, kita yang selama ini tak pernah bisa saling
mengekspresikan dan mengungkapkan emosional kita masing-masing, satu
sama lain. Kadang, ingin sekali rasanya aku memeluk dirimu, hanya untuk
sekedar melepaskan keluh kesah. Tak terhitung sudah berapa kali ini terjadi.
Jatuh, dan membuatku merasa kecil di dunia ini. Kecewa, membuatku berhenti
untuk percaya orang lain. Dikhianati, dan membuatku pesimis terhadap cinta.
Seperti burung kecil yang baru terbang, dunia menyuruhku untuk belajar
semua hal dalam waktu singkat. Aku dipaksa untuk menentukan segala-
galanya seorang diri. Tiba-tiba saja, hidup dewasa tidak semenyenangkan di
pikiranku selama ini. Tapi kau selalu siap berdiri di belakangku. Kau tetap
menyemangati dan berkata semuanya akan baik-baik saja. Tak putus-putusnya
yakinkan aku bisa mencapai apa pun yang kuinginkan, di saat yang lainnya
xi
benar-benar meragukanku. Kau membuatku merasa berharga. Jujur saja, aku
lelah berjuang terus. Tapi demi dirimu, aku belum akan menyerah. Mungkin
aku harus berusaha lebih keras. Mungkin aku harus mencoba sekali lagi -
entahlah. Aku tidak akan mengeluh. Kau membuatku sadar. ternyata sejak
awal, aku tak pernah dibiarkan sendiri.
2. Kedua Kakakku tersayang, Anggintia Saputri Aswan & Indrianingsih Aswan.
Terima kasih doa dan dukunganya. Kita memang tak selalu sepakat dalam
semua hal, tapi kalian selalu berdiri di belakangku, atas segala yang terjadi baik
ataupun buruk. No family is perfect. we argue, we fight, we even stop talking
to each other at times. But in the end, family is family. The love will always be
there.
3. Kepada Dosen yang telah membimbing. Terimakasih Bapak Dr. Lukman
Hakim S.IP., M.Si, dan Rachmad Gustomy, S.IP., M.IP, the coolest counselor
on earth. Yang sabar serta banyak sekali membantu selama penyelesaian
skripsi ini. Yang selalu memberikan dukungan dan dorongan untuk saya dan
para mahasiswa veteran 2010 lainnya. Semoga Tuhan selalu memberikan
rahmad dan lindungannya kepada Bapak dan keluarga.
4. Kepada Muhammad Iqbal, Brother mine. atas segala doa, support dan
bantuannya selama ini. Terima kasih atas waktu-waktu lewati baik susah
ataupun senang selama 10 tahun terakhir persahabatan. People come into and
out of our lives for different periods of time, in an ever changing way, and
that’s natural and beautiful and fine. usually comes with at least one exclusion:
your best friend. Like.. yeah, sure, everyone will come and go, but this man is
here for life. and you believe that, with every hopeful ounce of your being, you
know that you two will always be as close in a way that can’t be broken or
understood, and probably shouldn’t even be witnessed by outsiders because
you guys are weird and kind of disgusting because that’s what true friend love
is about. You believe you will always be that way together. Until one day,
you’re not.
5. Kepada Om Dedi Gusra dan keluarga. Terima kasih atas segala jasa-jasa dan
bantuannya, hingga saya bisa menjadi sarjana seperti sekarang. Yang mana
xii
segala kebaikan itu belum bisa saya balas. Semoga Allah lebih dahulu
membalas.
6. Dosen-dosen penguji, terimakasih kepada Ibu Ratnaningsih Damayanti, S.IP.,
M.Ec.Dev dan Bapak Laode achdani Afala, S.IP., MA atas segala masukannya
selama sidang.
7. Seluruh dosen di Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya yang sudah mengajakan banyak ilmu selama menempuh
pendidikan di kampus ini. Mohon maaf atas segala kesalahan-kesalahan yang
sengaja maupun tidak sengaja kepada Ibu Bapak dosen sekalian.
8. Seluruh teman-teman jurusan ilmu pemerintahan 2010 Universitas Brawijaya,
terima kasih untuk tahun-tahun yang menyenangkan selama 7 tahun terakhir.
Semoga kesuksesan dan kebahagiaan selalu menyertai kita semua.
9. Seluruh teman-teman kos Sumber sari no.259D, teman-teman kontrakan
Kenangan laundry Griya Santa no.1 dan juga pada seluruh teman-teman kost
Amalyiah Lorde team, atas segala dukungan semangat dan bantuannya.
Akhir kata, atas segala bantuan semua pihak yang terlibat semoga
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa. Harapan
peneliti semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
semoga bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk
perbaikan sangat diharapkan dalam usaha menambah bobot skripsi, terutama
kepada peneliti selanjutnya yang nantinya akan mengembangkan penelitian ini.
Wassalam.
Malang, 15 Agustus 2017
Rizki Nandi Pinta Putra Aswan
ix
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Tujuan .......................................................................................... 7
1.4 Manfaat ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................... 8
2.2 Evaluasi Kebijakan Menurut William N. Dunn .......................... 14
2.3 Pendekatan Evaluasi Kebijakan William N. Dunn...................... 15
2.4 Indikator/ Kriteria Evaluasi Formal Sebagai Standar Analisis.... 17
2.5 Kerangka Pikir ............................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 25
3.2 Jenis Data..................................................................................... 27
xiv
3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 28
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... 30
3.5 Sistematika Penulisan .................................................................. 32
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN INFORMAN
4.1 Deskrip Lembaga dan Informan .................................................. 33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Evaluasi Kebijakan Parkir Kota Malang Tahun 2014-2015 ....... 47
5.1.1 Efektivitas ................................................................................. 47
5.1.2 Efisiensi ..................................................................................... 53
5.1.3 Kecukupan .................................................................................. 59
5.1.4 Perataan ...................................................................................... 63
5.1.5 Responsifitas .............................................................................. 67
5.1.6 Ketepatan .................................................................................. 71
5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan kebijakan Parkir
di Kota Malang ........................................................................... 76
5.2.1 Faktor Pendukung ..................................................................... 76
5.2.2 Faktor penghambat .................................................................... 78
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 82
6.2 Rekomendasi .............................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 89
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 12
Tabel 2.2 Pendekatan-pendekatan dalam Evaluasi Kebijakan William N. Dunn 15
Tabel 2.3 Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn ..................................... 17
Tabel 3.1 Daftar Nama Informan........................................................................ 30
Tabel 5.1 Pendapatan Retribusi Parkir Roda Dua .............................................. 58
Tabel 5.2 Pemetaan Pendapatan Parkir Berdasarkan Jumlah Setoran ................ 59
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 24
Gambar 3.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ..................................................... 31
Gambar 4.1 Struktur organisasi ......................................................................... 39
Gambar 5.1 Kondisi Parkir Pinggir Jalan .......................................................... 50
Gambar 5.2 Perbandingan Target dan Penerimaan Retribusi Parkir Tahun 2013
sampai dengan 2015 ...................................................................... 61
Gambar 5.3 Persepsi masyarakat terkait kebijakan tarif parker ........................ 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi
Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran 3 Dokumentasi Surat Tugas
Lampiran 4 Dokumentasi Surat Penelitian
Lampiran 5 Dokumentasi Lembar Monitoring Bimbingan
xviii
DAFTAR ISTILAH
Adequency : Kecukupan (adequency) berhubungan dengan efektivitas
dengan mengukur seberapa jauh alternative yang ada dapat
memuaskan kebutuhan dan menyelesaikan masalah
Appraisal
: Perkiraan atau taksiran harga berdasarkan kualitas dan
kuauntitas atas suatu benda (objek hukum) yang bersifat
kompleks atau yang tidak memiliki standar harga yang jelas
dan baku
Dishub : Dinas Perhubungan merupakan unsur pelaksana Pemerintah
Daerah di bidang Perhubungan yang dipimpin oleh Kepala
Dinas dan berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Dispenda : Dinas Pendapatan Daerah atau yang dikenal dengan sebutan
Dipenda atau Dispenda adalah organisasi yang berada di
bawah peemerintah daerah yang memiliki tanggung jawab
dalam pemungutan pendapatan daerah melalui
pengkoordinasian dan pemungutan pajak, retribusi, bagi
hasil pajak, dana perimbangan, dan lain sebagainya.
DPRD : Dewan perwakilan rakyat daerah (disingkat DPRD) adalah
bentuk lembaga perwakilan rakyatdaerah
(provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama
dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-
undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009.
Efektivitas : Dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Efisiensi : Usaha yang diperlukan untuk mencapai efektivitas, atau
seberapa besar usaha yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.
Equality : Kesamarataan, kesamaan.
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang
yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatannya.
MCW : Malang Corruption Watch atau MCW merupakan lembaga
yang bergerak di bidang monitoring Korupsi Kolusi
Nepotisme di Malang Raya
PAD : Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang
bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah.
xix
Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah,
laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan
pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
Pemda : Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Pemkot : Merupakan akronim atau singkatan dari Pemerintah Kota.
Pemerintah Kota (Pemkot) dipimpin oleh seorang walikota.
Perda : Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau
bupati/wali kota). Peraturan Daerah terdiri atas: Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota .
Rating : Adalah suatu penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh
pihak tertentu terhadap suatu hal. Rating diukur dengan
berbagai skala dan indikator tertentu.
Responsifitas : Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan
prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.
Retribusi : Adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
pribadi atau badan.
Role Model : Secara sederhada berarti teladan. sesorang yang
memberikan teladan dan berperilaku yang bisa di ikuti oleh
orang lain.
SDM : Sumber Daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat
penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah
organisasi, baik institusi maupun perusahaan. Pada
hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di
sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan
perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu.
Tipiring : Tindak Pidana Ringan adalah perkara yang diancam dengan
pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan/atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500 (dengan penyesuaian)
dan penghinaan ringan, kecuali pelanggaran lalu lintas.
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Kota Malang dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan
perubahan terhadap pola hidup masyarakat yang menyebabkan tingkat
kepemilikan kendaraan semakin meningkat dapat mempengaruhi terhadap pemilik
kendaraan bermotor yang menginginkan kemudahan lahan atau ruang parkir. Tata
letak kota yang baik seharusnya juga didukung dengan fasilitas parkir yang
tepat dan memadai, serta Sumber daya manusia (SDM) yang tepat guna dalam
mengelola fasilitas parkir tersebut.
Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang No.1 tahun 2011 Tentang Retribusi
Jasa Umum yang mengatur tentang tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum adalah salah satu bentuk tugas, tanggungjawab dan kepentingan pemerintah
yang lebih kongkrit dalam bentuk peraturan daerah. Secara umum biasanya
kebijakan masih bersifat universal atau umum, kebijakan semacam itu masih
memerlukan regulasi yang lebih kongkrit dan operasional untuk
menterjemahkan hal apapun yang menyangkut program dan tujuan dari
kebijakan tersebut sehingga dapat dilaksanakan secara nyata sesuai dengan tujuan
dari kebijakan yang dimaksud. Regulasi kebijakan pemerintah daerah Kota
Malang dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) digulirkan pada prinsipnya
ingin memaksimalkan perannya sebagai pemberi pelayanan optimal kepada
masyarkat, memberi kepastian hukum tentang pengelolalan Parkir di Kota Malang,
2
menekan kebocoran hasil retribusi parkir, meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Sama halnya dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang
No.1 tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum yang mengatur tentang tarif
retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
Akan tetapi pada perda tentang retribusi parkir yang dikeluarkan oleh
pemerintah kota malang, tidak mengatur secara spesifik tentang program dan tujuan
kebijakan, tidak adanya regulasi mengenai wilayah parkir, aturan yang mengatur
tentang juru parkir menimbulkan banyak permasalahan di lapangan.
Permasalahan parkir di Kota Malang tiap tahun makin meningkat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Malang sebagai daerah dengan institusi
pendidikan yang popular di sekitaran Jawa Timur.
Perkembangan Kota Malang dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan
perubahan terhadap pola hidup masyarakat yang menyebabkan tingkat
kepemilikan kendaraan semakin meningkat dapat mempengaruhi terhadap pemilik
kendaraan bermotor yang menginginkan kemudahan lahan atau ruang parkir. Tata
letak kota yang baik seharusnya juga didukung dengan fasilitas parkir yang
tepat dan memadai, serta Sumber daya manusia (SDM) yang tepat guna dalam
mengelola fasilitas parkir tersebut. Tetapi pelayanan jasa parkir di Kota Malang
yang dirasa masih kurang optimal baik pelayanan, fasilitas maupun dari segi
pendapatannya perlu dibuatkan suatu strategi yang baru guna menanggulangi
permasalahan . Hal ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat sebagai pemakai jasa parkir, serta meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) secara maksimal.
3
Pembayaran yang tinggi juga belum diimbangi dengan pelayanan yang
memuaskan, tanggung jawab mengenai kerusakan dan kehilangan masih saja
menjadi beban bagi para pemilik kendaraan sehingga fungsi dan tanggung jawab
dari pemerintah yang mengurusi masalah parkir dipertanyakan. Terdapat oknum
juru parkir tidak resmi yang menggunakan tepi jalan dibeberapa tempat-tempat
keramaian tanpa pernah memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah
untuk daerah-daerah yang memang menjadi tempat umum. Jika kita menilai secara
mendalam, tidak mungkin hal tersebut dapat terjadi, jika tidak ada orang dari pihak
berwenang yang memberikan kebebasan bagi para juru parkir tersebut. Sistem bagi
hasil atau ada uang setoran kepada pihak-pihak tertentu yang seharusnya hal
tersebut masuk ke kas daerah.
Beberapa permasalahan lainya adalah kenaikan tarif retribusi, banyaknya
parkir liar yang tidak menggunakan karcis untuk retribusi ke daerah, dan
pelanggaran tarif retribusi parkir yang melebihi tarif standar yang ditetapkan
pemerintah daerah (pemda). Banyaknya parkir liar yang terdapat di daerah Kota
malang, wilayah yang seharusnya tidak terdaftar di Pemerintah Daerah sebagai
wilayah yang legal sebagai tempat parkir, akan tetapi dijadikan oleh oknum-oknum
tertentu dalam meraup keuntungan pribadi makin memperburuk permasalahan
perparkiran di kota Malang. Maka tidak heran jika pada akhirnya pendapatan
daerah dari retribusi parkir tidak mencapai target, karena masih banyaknya
kebocoran dari pemugutuan retribusi parkir yang kurang maksimal.
Masalah pelanggaran tarif distribusi melebihi tarif standar yang ditetapkan
oleh Pemda masih banyak terjadi di lapangan. Para tukang parkir meminta tarif
4
yang melebihi tarif standar untuk keuntungan pribadi walaupun tarif parkir
tercantum dalam karcis parkir.
Pemerintah Kota Malang melakukan evaluasi mengenai kebijakan retribusi
tiga tahun sekali, guna meningkatkan kinerja dan pelayanan pada masyarakat
disbanding tahun-tahun sebelumnya. Permasalahan parkir yang tanpa karcis dan
tarif parkir melebihi dari standar sudah sebenarnya sudah terjadi terjadi sejak lama,
saat masih diberlakukannya tarif yang lama yang diatur dalam perda No.1 Tahun
2011. Artinya, jauh Sebelum pemerintah Kota Malang resmi menaikkan tarif
pelayanan parkir di tepi jalan umum seperti yang di ataur dalam peraturan daerah
No.3 Tahun 2015.
Dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum
yang mengatur tentang tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, yang
terpapar dalam Bab VII pasal 37 tentang struktur dan besarnya tarif, jelas
disebutkan bahwa1 :
(1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis kendaraan bermotor.
(2) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan sebagai berikut :
a. Truk Gandeng, Truk Trailler dan bus besar sebesar Rp. 6.000,00
b. Truk dan minibus dan sejenisnya sebesar Rp. 3.000,00
c. Mobil sedan, Jeep, Pick Up dan sejenisnya sebesar Rp. 1.500,00
d. SepedaMotor sebesar Rp. 700,00
Dari poin-poin diatas dapat kita lihat bahwa tarif retribusi parkir sudah diatur
sesuai dengan jenis kendaraannya, akan tetapi realisasi yang terjadi di lapangan,
tidak sejalan dengan apa yang sudah diatur dalam poin-poin tersebut. Seperti
1 Lihat Salinan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor1 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum. Hlm 38. Diunduh dari website Dinas Perhubungan Kota Malang pada tanggal 13 Agustus
2016 pukul 20.00 WIB
5
contoh, tarif parkir kendaraan roda dua atau sepeda motor yang seharusnya hanya
sebesar Rp.700 seperti yang telah diatur, akan tetapi di lapangan pada umumnya
petugas parkir menarik tarif parkir sepeda motor menjadi Rp.2000. begitu pula
dengan tarif parkir mobil, yang seharusnya sebesar 1.500, tetapi banyak petugas
parkir yang memungut parkir mobil sebesar 2000-3000 rupiah.
Dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum
yang mengatur tentang tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, yang
terpapar dalam Bab VII pasal 38 juga disebutkan bahwa; Masa Retribusi parkir
ditepi jalan umum adalah saat diberikan karcis2. Lagi-lagi kenyataan dilapangan
menunjukka rata-rata petugas parkir tidak pernah memberi atau menggunakan
karcis sebagai bukti pelayanan parkir kepada si pengguna jasa atau masyarakat.
Yang menjadi menarik dari evaluasi kebijakan parkir di Kota malang adalah,
selain karena jumlah kendaraan yang semakin meningkat setiap tahun nya, penulis
ingin mengetahui apakah peningkatan jumlah kendaraan tersebut juga diikuti
dengan meningkatnya peningkatan pendapatan daerah dari retribusi jasa parkir.
Kedua, bagaimana peranan pemerintah Kota malang dan organisasi terkait selaku
pelaksana kebijakan dalam mewujudkan efektifitas kebijakan tersebut guna
mempertagungjawabkan hal tersebut kepada masyarakat, dan apakah hasil dari
kebijakan tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan memberikan dampak bagi
masyarakat kota Malang. Ketiga, bagaimana Pemkot dan Dishub Kota malang
dalam menanggulangi hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyelewengan dalam
hal pemungutan retribusi parkir di Kota Malang.
2 Ibid., Perda No.1 Tahun 2011. hlm 38
6
Pemerintah Kota Malang melakukan evaluasi mengenai kebijakan retribusi
tiga tahun sekali, guna meningkatkan kinerja dan pelayanan pada masyarakat
disbanding tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan retribusi yang berlaku atau sedang
berjalan saat ini adalah berdasarkan Perda No.3 Tahun 2015. Artinya program
kebijakan ini sedang berjalan dan masih berlangsung sampai pada tahun berikutnya
sampai dilakukannya evaluasi pada pada tahun 2018. Jadi alasan penulis meneliti
tentang evaluasi kebijakan parkir tahun 2014-2015 , penerapan kebijakan
retribusi parkir di tahun akhir kebijakan sebelumnya dan tahun pertama berjalannya
kebijakan yang baru, agar dapat mengetahui dan menarik permasalahan dan
melakukan evaluasi perda tersebut guna masukan bagi pemerintah Kota Malang di
tahun berikutnya kebijakan yang mengatur mengenai retribusi parkir dapat lebih
baik lagi.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat digambarkan bahwa ada sejumlah
dugaan belum terealisasinya dengan maksimal kebijakan pemerintah Kota Malang
terhadap pengelolaan parkir. Masih adanya permasalahan kenaikan tarif yang tidak
sesuai dengan karcis, keberadaan parkir liar dan masih adanya kebocoran dari
pungutan retribusi parkir menunjukkan perlu adanya pembenahan oleh pemerintah
daerah dan organisasi terkait lainnya. Maka dari itu peneliti menganggap perlu
untuk mengkaji lebih dalam mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut dan
melakukan evaluasi. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menganggap penting
dan tertarik untuk menjadi bahan penelitian sehingga mendorong penulis memilih
judul: “EVALUASI KEBIJAKAN PARKIR KOTA MALANG TAHUN 2014-
2015”
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti mendapat rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana Evaluasi pelaksanaan Kebijakan parkir di Kota Malang dari tahun
2014-2015?
b. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kebijakan parkir di
Kota Malang
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian yang akan dicapai antara lain:
a. Mengetahui hasil kebijakan parkir di Kota Malang tahun 2014 – 2015
b. Mengetahi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kebijakan parkir di
Kota Malang
1.4 Manfaat
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintahah Kota
Malang dalam membenahi tugas dan fungsinya dalam mengatur terkait masalah
parkir di Kota Malang
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi Dinas Perhubungan
Kota Malang (Dishub) dalam meningkatkan kinerjanya dalam mangatur masalah
parkir di Kota Malang
c. Diharapkan Bisa menjadi role model atau masukan bagi daerah lain dalam
mengevaluasi kebijkan parkir di daerahnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab dua ini terdapat tinjauan pustaka yang akan membahas beberapa
sub-bab yang akan diambil peneliti dalam mendukung sebuah penelitian. Pertama,
membahas tentang penelitian terdahulu. Kedua, kajian teori yang akan diambil
peneliti dalam mendukung penelitian serta sebagai analisis peneliti dalam
penelitian. Ketiga, alur pikir. Penjelasan ketiga sub-bab tersebut akan dipaparkan
sebagai berikut:
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada bagian studi terdahulu ini akan dijelaskan mengenai studi-studi sejenis
yang pernah dilakukan sebelumnya. Ada beberapa studi terdahulu yang akan
disajikan oleh pnulis secara ringkas di bawah ini:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Riyadh U. Balahmar yang
berjudul “Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan Dalam Menunjang
Pendapatan Asli Daerah (Pad) Kabupaten Sidoarjo”.1 Penelitian ini
mendeskripsikan dan menganalisis mengenai kebijakan parkir berlangganan di
Daerah Sidoarjo, dan peranan retribusi parkir tersebut dalam peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan
sistem parkir berlangganan, khususnya penarikan retribusi parkir memiliki dua sisi
yang berbeda, dampak positif dan negatif. Disatu sisi, sistem kebijakan parkir
1 Ahmad Riyadh U. Balahmar. “Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan Dalam
Menunjang Pendapatan Asli Daerah (Pad) Kabupaten Sidoarjo”. Sidoarjo, Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo. 2013
10
berlangganan Parkir berlangganan ini adalah salah satu langkah yang dilakukan
pemerintah Sidoarjo dalam upaya mengangkat dan meningkatkan pendapatan
daerah mereka, yang nantinya hasilnya juga akan dinikmati masyarakat Sidoarjo
dalam bentuk pelayanan publik atau pembangunan di Kabupaten Sidoarjo. Disisi
lain, Bagi masyarakat Kabupaten Sidoarjo pada umumnya tentu kebijakan
penarikan retribusi pakir berlangganan ini sangat memberatkan karena masyarakat
ditarik dua kali biaya yaitu biaya pajak untuk kendaraan bermotor serta biaya
retribusi untuk parkir berlangganan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Syaiful Anam, Soesilo Zauhar,
Sarwono. Program Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya.
Dengan judul “Implementasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Parkir Di Kabupaten
Pamekasan”2. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan destruktif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, dalam proses penerapan kebijakan retribusi palayanan parkir
di Kabupaten Pamekasan, Madura. Yang mengacu pada Perda No.06 Tahun 2010,
masih mengalami beberapa hampatan, sehingga implementasi kebijakan tersebut
masih belum berjalan sesuai yang direncanakan. Permasalahannya adalah masih
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perda layanan parkir itu sendiri, baik
parkir harian, atau parkir berlangganan, ditunjukkan oleh masih enggan nya
masyarakat untuk membayar retribusi parkir. Hal ini disebabkan oleh masih
kurangnya sosialisai mengenai perda No.06 tahun 2010 kepada masyarakat oleh
2 Syaiful Anam, Soesilo Zauhar, Sarwono. “Implementasi Kebijakan Retribusi Pelayanan
Parkir Di Kabupaten Pamekasan”. Malang. Universitas Brawijaya. 2015
11
pihak-pihak yang terkait. Kemudia sarana dan prasaran parkir juga masih menjadi
permasalahan, minimnya tempat parkir dan saran parkir yang layak menyebabkan
masyarakat masih banyak menggunakan bahu jalan sebagai tempat parkir.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Armin Bagus Prakuso, mahasiswa
Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terkait Dampak
Dari Kebijakan Parkir Terpusat Di Titik Parkir Sisi Selatan Lapangan Atletik Fik”
(Studi Kasus: Jalan Cempakasari, Sekaran, Gunung Pati, Semarang)3 2013. Metode
yang dilakukan adalah survei dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dari hasil
penelitian ini yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan dampak yang
dirasakan akibat arus lalu lintas kendaraan dari parkir terpusat di titik parkir
sisi Selatan lapangan atletik FIK (studi kasus jalan Cempakasari, Sekaran, Gunung
pati, Semarang). menunjukkan, masyarakat memiliki persepsi bahwa ada beberapa
aspek yang cukup mengganggu masyarakat akibat imbas dari parkir terpusat di titik
parkir sisi selatan lapangan atletik FIK. Dari hasil penelitian dari beberapa indikator
menujukkan bahwa masyarakat terganggu oleh pencemaran udara akibat dari asap
kendaraan, kebisingan dari kendaran yang mengganggu lingkungan masyarakat
sekitar karena dianggap menggangu percakapan, gangguan ketenangan tidur.
Gangguang kemanan, mengingat di sekitar lokasi banyak anak kecil, dengan
tingginya arus lalu lintas kendaraan ditakutkan terjadinya kecelakaan. Kemudian
ada juga efek psikologis yang diakibatkan oleh hal tersebut, yaitu indikasi stress
3 Armin Bagus Prakuso. “Persepsi Masyarakat Terkait Dampak Dari Kebijakan Parkir
Terpusat Di Titik Parkir Sisi Selatan Lapangan Atletik Fik”. Semarang. Universitas negeri
Semarang. 2013
12
yang dialami ditandai dengan gejala sering pusing, jengkel, mudah marah dan
kesulitan berkomunikasi akibat dampak dari arus lalu lintas.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Jazuli Wijaya. Mahasiswa Program
Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Lampung, dengan judul “Analisis Kebijakan Parkir Kota Bandar
Lampung”4 2011. Penelitian ini menganalasis bagaimana penerapan kebijakan
parkir di Kota Bandar lampung, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
implementasi kebijakan pemungutan parkir di kota Bandar Lampung. Hasil
penelilitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan parkir di
kota Bandar lampung belum berjalan secara maksimal. Dilihat dari tidak
tercapainya target penerimaan asli daerah (PAD). Masih adanya beberapa
pelanggaran oleh oknum petugas di lapangan dalam pemungututan retribusi,
resource atau sumber daya manusia yang handal dan berkompeten dibidangnya
guna mendukung efektifitas masih kurang, serta masih belum tercapainya
pelayanan prima bagi masyarakat, karena belum adanya kepastian hukum serta
belum terlaksananya sistem akuntabilitas dan transparansi perihal hasil pemungutan
retribusi parkir.
Kelima, Penelitian yang dilakukan oleh Martinus Richard Norin Reswa.
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas
Airlangga, yang berjudul “Efektivitas Kebijakan Parkir Berlangganan Dalam
4 Jazuli Wijaya. “Analisis Kebijakan Parkir Kota Bandar Lampung” Lampung. Universitas
Lampung. 2011
13
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Lamongan”5. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, tujuan penelitian ini untuk menggambarkan
seberapa besar efektivitas kebijakan parkir berlangganan dan peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) setelah kebijakan itu berjalan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan parkir berlangganan di kabupaten
Lamongan sudah berjalan secara efektif, terlihat dari beberapa indikator
pencapaian, antara lain Dinas perhubungan Kabupaten selaku organisasi pelaksana
kebijakan parkir berlangganan memiliki strategi dan mempersiapkan SDM yang
mumpuni guna suksesnya implementasi kebijakan parkir berlangganan dari tahun
ke tahun, dan dishub Kabupaten Lamongan sudah menerapkan sistem pembayaran
secara online, guna mengurangi kebocoran pemasukan dari sitem retribusi parkir.
Terjalinnya kerjasama yang baik antara beberapa pihak terkait, seperti dengan
SAMSAT, Dispenda provinsi jawa timur, dan Polres Lamongan. Artinya, sistem
komunikasi antar lembaga berjalan dengan baik, karena ini juga merupakan aspek
penunjang efektivitas suatu kebijakan. Dishub Kabupaten Lamongan juga telah
mempersiapkan anggota dan koordinator untuk pelaksanaan kebijakan parkir
berlangganan, dan juga membuka pekerjaan untuk posisi juru parkir, jadi selain
beberapa aspek tercapai, hal ini juga memberi kesempatan terciptanya lapangan
pekerjaan. Selain itu Dinas perhubungan juga membentuk tim pengawas untuk
untuk mengontrol kinerja juru parkir sebagai pelayan jasa parkir.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
5 Martinus Richard Norin Reswa. “Efektivitas Kebijakan Parkir Berlangganan Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Lamongan”. Surabaya. Universitas
Airlangga.
14
No. Peneliti Judul Titik Pembeda
1. Ahmad Riyadh U.
Balahmar. FISIP
Universitas
Muhammadiyah
Sidoarjo (2013)
“Implementasi
Kebijakan Parkir
Berlangganan Dalam
Menunjang Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Kabupaten
Sidoarjo”
Penelitian ini fokus pada
menganalisis peranan
pemerintah dalam
meninggkatkan PAD melalui
retribusi parkir
berlangganan. Lebih
terfokus pada sektor
ekonomi nya.
2. Syaiful Anam,
Soesilo Zauhar,
Sarwono. Program
Magister Ilmu
Administrasi
Publik, Universitas
Brawijaya (2015)
“Implementasi
Kebijakan Retribusi
Pelayanan Parkir
Di Kabupaten
Pamekasan”
Penelitian ini lebih
menyoroti sektor
komunikasi dan koordinasi
antar organisasi atau pihak
terkait dalam implementasi
sebuah kebijakan, khususnya
perihal sosialisai sebuah
kebijakan pada masyarakat.
3. Armin Bagus
Prakuso.
Universitas Negeri
Semarang (2013)
“Persepsi Masyarakat
Terkait Dampak Dari
Kebijakan
Parkir Terpusat Di Titik
Parkir Sisi Selatan
Lapangan Atletik Fik”
(Studi Kasus: Jalan
Cempakasari, Sekaran,
Gunung Pati, Semarang)
Penelitian ini menggunakan
metode survey untuk
memperoleh sampel dari
populasi dengan
menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan
data pokok.
4. Jazuli Wijaya.
Program
Pascasarjana
Magister Ilmu
Pemerintahan
Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu
Politik
Universitas
Lampung
Bandarlampung
(2011)
“Analisis Kebijakan
Parkir Kota Bandar
Lampung”
Tulisan ini melihat
bagaimana kinerja dari para
pelaksana kebijakan, sumber
daya manusia dalam
organisasi yang terkait
sebagai pelaksana tugas.
15
No. Peneliti Judul Titik Pembeda
5. Martinus Richard
Norin Reswa
(Mahasiswa
Program Studi Ilmu
Administrasi
Negara, FISIP,
Universitas
Airlangga)
“Efektivitas Kebijakan
Parkir Berlangganan
Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah
Di Kabupaten
Lamongan”
Penelitian ini tidak hanya
fokus bagaimana
peningkatan PAD melalui
retribusi parkir, tapi juga
perihal resource atau SDM
di organisasi terkait dalam
mendukung efektivitas
sebuah kebijakan, jadi tidak
hanya menyoroti pada sektor
ekonomi saja.
Sumber : Hasil olahan dari berbagai sumber
2.2 Evaluasi Kebijakan Menurut William N. Dunn
Evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan sebuah kebijakan
publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana sebuah
tujuan dicapai serta untuk melihat sejauh mana kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan itu sendiri.
Menurut William N. Dunn, Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan
kesempatan yang telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target; dan evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi
metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan
rekomendasi.
16
Istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian
angka (rating), dan penilaian (assessment). Evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.6
Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi
kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada
implementasi kebijakan publik.
Menurut Samodra Wibawa dkk, evaluasi kebijakan publik memiliki empat
fungsi, yaitu:
1. Ekasplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret relitas pelaksanaan program
dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar
berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini penulis dapat
mengidentifikasi masalah, kondisi, dan actor yang mendukung
keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku,baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai
dengan standar atau prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar
sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran
atau penyimpangan.
4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari
kebijakan tersebut.7
2.3 Pendekatan Evaluasi Kebijakan William N. Dunn
Evaluasi seperti yang kita lihat diatas, mempunyai aspek yang saling
berhubungan. Mengingat kurang jelasnya arti evaluasi dalam analisis kebijakan,
menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi
kebijakan. Secara spesifik Dunn mengembangkan tiga pendekatan evaluasi
6 Riant Nugroho. 2006 “Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang. Model-model
perumusan, Implementasi, dan Evaluasi”. Jakarta: PT Elex media Komputindo. Hal 154-155 7 Riant Nugroho. 2003. “Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi”. Jakarta:
PT Elex media Komputindo. Hal 186
17
implementasi kebijakan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teori
keputusan. Pendekatan-pendekatan ini dan tujuan asumsi-asumsi dan bentuk utama
nya akan penulis paparkan dalam table berikut.
Tabel 2.2 Pendekatan-pendekatan dalam Evaluasi Kebijakan
William N. Dunn
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk
Utama
Evaluasi
Semu
Menggunakan
metode deskriptif
untuk
menghasilkan
informasi falid
tentang hasil
kebijakan
Ukuran manfaat
atau nilai terbukti
dengan sendirinya
atau tidak
kontroversial
Eksperimentasi
sosial
Akuntansi sitem
sosial
Pemeriksaan sosial
Sintesis riset dan
praktek
Evaluasi
Formal
Menggunakan
motode deskriptif
untuk
mengahasilkan
informasi yang
terpercaya dan
valid mengenai
hasil kebijakan
secara formal
diumumkan
sebagai tujuan
program kebijakan
Tujuan dan sasaran
dari pengambil
kebijakan dan
administrator yang
secara resmi
diumumkan
merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaaat atau nilai
Evaluasi
perkembangan
Evaluasi
Eksperimental
Evaluasi proses
retrospektif (ex
post)
Evaluasi hasil
retrospektif
Evaluasi
keputusan
Teoritis
Menggunakan
metode deskriptif
untuk
menghasilkan
informasi yang
terpercaya dan
valid mengenai
hasil kebijakan
yang secara
eksplisit
diinginkan oleh
Tujuan dan sasaran
dari pelaku yang
diumumkan secara
formal ataupun
diam-diam
merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaat atau nilai
Penilaian tentang
dapat-tidaknya
dievaluasi Analisis
utilitas multi-
atribut
18
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk
Utama
berbagai pelaku
kebijakan
Sumber : Riant Nugroho “Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi”. Hal. 196.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan formal dalam
melakukan penelitian terkait evaluasi kebijakan parkir di kota malang berdasarkan
perda No.1 tahun 2011. Alasan penulis menggunakan pendekatan formal dalam
melakukan penelitian terhadap evaluasi kebijakan parkir ini adalah, karena
pendekatan formal merupakan pendekatan yang paling tepat dan relevan dalam
melakukan penelitian terkait evaluasi kebijakan parkir di Kota malang.
William N. Dunn mejelaskan dalam bukunya bahwa, Evaluasi formal (formal
evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan moetode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil
kebijakan, tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan
yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator
program.8
Asumsi utama dari evaluasi formal adalah tujuan dan target diumumkan
secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai
8 William N. Dunn. “Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, Edisi Kedua, Cetakan
Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. 2003. Hlm 613
19
kebijakan. Evaluasi formal menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen
program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk
mengidentifikasi, mendefenisikan dan memspesifikasikan tujuan dan target
kebijakan.9
2.4 Indikator/ Kriteria Evaluasi Formal Sebagai Standar Analisis
Dalam mengevaluasi sebuah kebijakan diperlukan sebuah indikator untuk
mengukur keberhasilah sebuah program atau kebijakan publik tersebut. Untuk
mengetahui dampak atau hasil dari sebuah kebijakan tersebut, Dalam mengasilkan
informasi Dunn menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai
berikut :
Tabel 2.3 Kriteria Evaluasi Menurut William N. Dunn
No Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
A Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan
telah dicapai
Unit pelayanan
B Efisiensi Seberapa banyak usaha yang
diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan
Unit biaya,
manfaat bersih,
rasio cost-benefit
C Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil
yang diinginkan memecahkan
masalah
Biaya tetap
Efektivitas tetap
D Perataan Apakah biaya manfaat
didistribusikan dengan merata
pada kelompok-kelompok yang
berbeda
Kriteria Pareto,
kriteria Kaldor-
Hicks, Kriteria
Rawls
E Resposifitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan,
preferensi, atau nilai kelompok-
kelompok tertentu
Konsistensi dengan
survei warga
Negara
9 Ibid., hlm 614
20
No Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
F Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang
diinginkan benar-benar berguna
atau bernilai
Program publik
harus merata dan
efisien
Sumber : Riant Nugroho “Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi”. Hal 186
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap kriteria :
A. Efektivitas
Menurut Winarno :
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan
hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
dicapai.10
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa apabila pencapaian tujuan-tujuan
daripada organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan yang besar
daripada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-
tujuan tersebut. Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata
dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut
telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung
efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.
10 Maya Utari, “Evaluasi Kebijakaan Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama Pada Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat Semesta Di Puskesmas Kotabumi I Kabupaten Lampung Utara”.
Jurnal Skripsi, Universitas Bandar Lampung: 2013. hlm 16
21
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin
efektif organisasi, program atau kegiatan. Ditinjau dari segi pengertian
efektivitas usaha tersebut, maka dapat diartikan bahwa efektivitas adalah
sejauh mana dapat mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan
tugas pokok, kualitas yang dihasilkan dan perkembangan. Efektivitas
merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-
pesan untuk mempengaruhi.
Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran
efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran
dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat
sejauhmana organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya
secara optimal.
B. Efisiensi
Menurut Winarno :
Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang
merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan
hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur
dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan
biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas
tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien.11
Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik
ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses
11 Ibid., hlm 17
22
kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini
berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk
dilaksanakan.
C. Kecukupan
Menurut Winarno :
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai
sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. Kecukupan (adequacy)
berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan
kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah
Kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau
memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan,
nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.12
Berbagai masalah tersebut merupakan suatu masalah yang terjadi dari
suatu kebijakan sehingga dapat disimpulkan masalah tersebut termasuk pada
salah satu tipe masalah tersebut. Hal ini berarti bahwa sebelum suatu produk
kebijakan disahkan dan dilaksanakan harus ada analisis kesesuaian metoda
yang akan dilaksanakan dengan sasaran yang akan dicapai, apakah caranya
sudah benar atau menyalahi aturan atau teknis pelaksanaannya yang benar.
12 Ibid., hlm 18
23
D. Perataan
Menurut Winarno :
Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti
dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik.
Kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal
dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang
berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha
secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat
efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata.13
Winarno menjelaskan, Seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memaksimalkan kesejahteraan sosial dapat dicari melalui beberapa cara yaitu :
1. Memaksimalkan kesejahteraan individu. Analis dapat berusaha untuk
memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan. Hal ini menuntut
agar peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai
semua individu.
2. Melindungi kesejahteraan minimum. Di sini analis mengupayakan
peningkatan kesejahteraan sebagian orang dan pada saat yang sama
melindungi posisi orang-orang yang dirugikan (worst off). Pendekatan ini
didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan bahwa suatu keadaan
sosial dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak ada satu
orang yang diuntungkan atau dirugikan.
3. Memaksimalkan kesejahteraan bersih. Di sini analisis berusaha
meningkatkan kesejahteraan bersih tetapi mengasumsikan bahwa
perolehan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengganti bagian yang
13 Ibid., hlm 18
24
hilang. Pendekatan ini didasarkan pada kriteria Kaldor-Hicks: Suatu
keadaan sosial lebih baik dari yang lainnya jika terdapat perolehan bersih
dalam efisiensi dan jika mereka yang memperoleh dapat menggantikan
mereka yang kehilangan. Untuk tujuan praktis kriteria yang tidak
mensyaratkan bahwa yang kehilangan secara nyata memperoleh
kompensasi ini, mengabaikan isu perataan.
4. Memaksimalkan kesejahteraan redistributif. Di sini analis berusaha
memaksimalkan manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang
terpilih, misalnya mereka yang secara rasial tertekan, miskin atau sakit.
Salah satu kriteria redistributif dirumuskan oleh filosof John Rawls: Suatu
situasi sosial dikatakan lebih baik dari lainnya jika menghasilkan
pencapaian kesejahteraan anggota-anggota masyarakat yang dirugikan.
E. Responsivitas
Menurut Winarno :
Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon
dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik
atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas berkenaan dengan
seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau
nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Keberhasilan kebijakan
dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi
pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan
terjadi jika kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat
setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk
dukungan/berupa penolakan.14
Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat
memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan,
14 Ibid., hlm 19
25
kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok
yang semestinya diuntungkan dari adanya kebijakan. Oleh karena itu, kriteria
responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok
tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.
F. Ketepatan
Menurut Winarno :
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Kriteria yang
dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan
rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang
direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak.
Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena
kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen
untuk merealisasikan tujuan tersebut.15
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan evaluasi dampak
kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu penilaian
terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah diberlakukan oleh organisasi atau
pemerintah, dengan cara mengevaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang
meliputi efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan
ketepatan pelaksanaan kebijkan tersebut ditinjau dari aspek masyarakat
sebagai sasaran kebijakan tersebut.
15 Ibid., hlm 20
26
2.5 Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Masalah
Indikator Pendekatan
Evaluasi Formal
William N. Dunn
• Efektivitas
• Efisiensi
• Kecukupan
• Perataan
• Responsivitas
• Ketepatan
Fakta 1 Fakta 2
27
25
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan membahas tentang metode yang digunakan dalam
penelitian. Peneliti menggunakan beberapa metode penelitian sebagai penunjang
pelaksanaan skripsi, metode tersebut terdiri dari jenis penelitian, teknik
pengumpulan data, sumber data, teknik analisis data dan sistematika penulisan yang
akan dipaparkan sebagai berikut.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
Penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metodologi
penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor:1
Merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
Sedangkan deskriptif menurut Isaac dan Michael: 2
Merupakan gambaran secara sistematik, fakta yang akurat dan karakteristik
mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi
dan kejadian, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif
sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat
prediksi, maupun mempelajari implikasi.
1 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1989. hlm.
5. 2 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.2007. hlm. 7.
26
26
Sehingga dapat dijelaskan bahwa penelitian deskriptif didapatkan dari
wawancara, catatan dari lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, naskah,
catatan atau memo serta dokumen resmi lainnya.3
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam
mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehinga menghasilkan gambaran yang
terorganisasi dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Tujuan studi
kasus adalah mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir, dan
interaksi sosial yang terjadi pada suatu satuan soial seperti individu, kelompok,
lembaga atau komunitas.4 Pendekatan studi kasus merupakan strategi yang lebih
praktis bila pokok pertanyaan suatu penelititan berkenaan dengan how (bagaimana)
dan why (mengapa), bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontorol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer didalam kehidupan nyata.5
Definisi yang paling sering ditemui tentang studi kasus semata-mata mengulangi
jenis-jenis topik yang aplikatif. Esensi studi kasus menurut Schramm bahwa:
Kecenderungan utama dari semua jenis studi kasus adalah mencoba
menjelaskan keputusan-keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih,
bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya.6
3 Lexy.J.Moleong, Op.Cit hlm.11 4 Saifuddin Azwar, Op.Cit. hlm 8 5 Robert K.Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006.
hlm 1 6 Ibid., hlm 17
27
27
Definisi ini dengan demikian menonjolkan topik “keputusan” sebagai fokus
utamanya. Sejalan dengan topik-topik lain juga ditemukan mencakup organisasi,
proses, program, lingkungan, institusi hingga peristiwa.
3.2 Jenis Data
Data adalah bahan, keterangan tentang suatu objek penelitian.7 Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan data kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang
berupa kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain – lain8. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada
dua, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber
pertama di lapangan.9Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data yang didapatkan langsung dari hasil wawancara dengan masyarakat di
wilayah sekitar Malang Kota, LSM, Pemerintah Kota Malang, dan Dishub.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau sumber
sekunder.10 Data sekunder dikategorikan menjadi dua. Pertama, internal data
yaitu data tertulis pada sumber data sekunder yaitu data dari Dishub, dan LSM.
7 Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
hlm.123. 8 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2013. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya hlm. 157 9Ibid.,hlm. 128 10Loc.,cit
28
28
Kedua, ekternal data yaitu data yang diperoleh dari sumber luar yaitu data dari
wartawan lokal, data dari berita-berita di internet dan dari sumber pustaka.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber
informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang kaya untuk
membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Robert K. Yin
mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus
yaitu:11
a. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data dalam studi kasus
yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan
bedasarkan perkiraan. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang
sudah tersedia dalam catatan dokumen. Dokumen dapat diperoleh dari laporan-
laporan kebijakan yang terdiri dari RPJMD, RPJPD, Rencana Strategis
kebijakan parkir, hasil evaluasi kebijakan. Dalam penelitian sosial, fungsi yang
berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan
pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui observasi.12
b. Rekaman Arsip
Pada banyak studi kasus, rekaman arsip seringkali dalam bentuk
komputerisasi merupakan hal yang relevan. Hal ini meliputi Rekaman
11 Ibid., hlm 103 12 Basrowi dan Suwandi, “Memahami Penelitian Kualitatif’. Jakarta: Adi Mahasatya hlm
158
29
29
kelembagaan seperti profil, struktur lembaga, bagan dan anggaran Dishub Kota
Malang. Serta rekaman-rekaman pribadi seperti buku atau catatan harian.13
Rekaman-rekaman arsip dari komputer yang menceritakan kebijakan parkir
tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dengan sumber-sumber
informasi lain dalam pelaksanaan studi kasus.
c. Wawancara
Salah satu sumber Informasi studi kasus yang sangat penting adalah
wawancara. Wawancara merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi
kasus. Dalam wawancara dapat mengambil dari beberapa bentuk. Yang paling
umum, wawancara studi kasus bertipe open-ended, dimana peneliti dapat
bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping
opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti
bahkan bisa meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri
terhadap suatu peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut
sebagai dasar penelitian selanjutnya. Semakin besar bantuan responden dalam
penggunaan cara tersebut, semakin besar peranannya sebagai informan.
Informan-informan kunci seringkali sangat penting bagi keberhasilan studi
kasus.14
d. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti
tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai
13 Robert K.Yin, Op.Cit., hlm 107 14 Ibid., hlm 113
30
30
peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang
akan diteliti.15 Peran yang diambil oleh peneliti dalam penelitian pada
lingkungan sosial dan lembaga yaitu, menjadi penduduk di lingkungan sosial
yang bersangkutan sebagai pelaku dalam studi kasus.
Tabel 3.1
Daftar Nama Informan
Nama Jabatan Informasi
Hary Dwi Yunianto,
S.Psi, MM
Kasi Perencanaan Tata
Kelola Parkir
Evaluasi kebijakan retribusi
parkir, perda No.1 Tahun 2011
dan perda no.3 tahun 2015
Buyung Jaya
Sutrisna
Divisi Advokasi
Malang Corruption
Watch
Tanggapan dan data-data
seputar kebijakan parkir Kota
Malang, perda No.1 Tahun
2011 & perda no.3 tahun 2015
Very Al Qadr Masyarakat pengguna
parkir tepi jalan
Tanggapan mengenai kebijakan
dan tarif parkir di Kota Malang
Rudi Juru Parkir Karang
Taruna Ruko
Soekarno-Hatta
• Sosialisai perda no.1 tahun
2011 dan perda no.3 tahun
2015
• Aturan yang mengatur
tentang juru parkir di kota
Malang
Sumber : Hasil olahan penulis
3.4 Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman bahwa pada prinsipnya analisis data pada
penelitian kualitatif dilakukan sesuai aktivitas pengumpulan data, proses analisis
data kualitatif berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses analisis
15 Ibid., hlm 114
31
31
mengalir dari tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi. Proses-
proses analisis kualitatif dapat dijelaskan ke dalam tiga langkah:16
1. Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh di
lapangan studi.
2. Penyajian data (data display), yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data kualitatif yang lazim di gunakan adalaah bentuk teks
naratif.
3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Dari permulaan pengumpulan data,
periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperolehnya di
lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang
mungkin ada, alur kausalitas dan proposisi. Dalam tahap ini peneliti membuat
rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai
temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji berulang-ulang
terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi
yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian
lengkap, dengan temuan baru yang berbeda dengan temuan yang sudah ada.
Berdasarkan Uraian diatas, langkah analisis data dengan pendekatan ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1
Teknik Analisis Data Kualitatif
16 Basrowi dan Suwandi, Op.Cit., hlm. 209
Koleksi Data Penyajian
Data
Kondensasi
Pemaparan
Kesimpulan
32
32
Sumber : Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (2014)17
3.5 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disajikan dalam enam Bab. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai masing-masing bahasan per bab. Bab I diberi judul Pendahuluan. Dalam
bab ini dijelaskan tentang latar belakang dan alasan pemilihan tema penelitian.
Selain itu, dijelaskan pula mengenai dua rumusah masalah, tujuan, serta manfaat
penelitian.
Bab II Kerangka Teori. Pada bab ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu berisi tentang beberapa penelitian sejenis
yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian terdahulu merupakan satu bukti
bahwa penelitian-penelitian yang penulis lakukan benar-benar belum pernah
dilakukan. Kedua, kajian teori. Kajian teori menjelaskan teori evaluasi kebijakan,
yang digunakan oleh peneliti sebagai bahan analisis.
Bab III Metode Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
beberapa metode pnelitian yang dianggap sesuai dengan tema. Metode penelitian
yang peneliti gunakan adalah antara lain jenis data kualitatif, metode pengumpulan
data dengan menggunakan metode dokumentasi, rekaman arsip, observasi
17 Basrowi dan Suwandi, Op.Cit., hlm. 210
33
33
partisipan dan wawancara. Selain itu juga dijelaskan mengenai teknik analsisi data.
Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan tipe
penelitian studi studi kasus.
Bab IV Deskripsi wilayah penelitian. Bab V Hasil dan Pembahasan tentang
Evaluasi kebijakan Parkir di kota Malang serta faktor pendukung dan penghambat.
Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi.
33
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN INFORMAN
Dalam bab ini peneliti menjelaskan mengenai wilayah tempat penelitian ini
dilakukan dan medeskripsikan para informan dan lembaga tempat mereka
bernaung. Sumber data primer penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam
yang dilakukan antara peneliti dan informan. Informan yang dipilih adalah
informan yang dianggap mengetahui kebenaran yang terjadi di lapangan dan
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan guna mendukung tulisan peneliti
tentang Evalusia Kebijakan Parkir di kota malang Tahun 2014-2015.
1.1 Deskrip Lembaga dan Informan
1. Dinas Perhubungan (DISHUB) kota malang
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta
peraturan pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang organisasi Perangkat
Daerah kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah dan Peraturan Walikota nomor
45 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas
Perhubungan Kota Malang, maka Dinas Perhubungan Kota Malang merupakan
pelaksana otonomi Daerah di bidang Perhubungan yang dalam melaksanakan
34
tugas pokok dan fungsinya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah.1
Selanjutnya dalam melaksanakan tugas pokok penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah dibidang Perhubungan, Dinas Perhubungan
mempunyai fungsi antara lain merumuskan kebijakan teknis dibidang
perhubungan yang meliputi melaksanakan tugas teknis operasional bidang
perhubungan yang meliputi Teknis lalu lintas dan parkir, Teknis angkutan dan
terminal, Teknis pengujian kendaraan bermotor, Teknis perizinan, Teknis
pengendalian dan operasional berdasarkan peraturan perundang –undangan yang
berlaku.
a. V i s i
Sejalan dengan Visi Pemerintah Kota Malang dan tugas pokok Dinas
Perhubungan Kota Malang mempunyai visi adalah : ” Terwujudnya Sistim
Transportasi Yang Selamat, Tepat Guna, Berdaya Guna, dan Mendukung
Pembangunan Daerah” Sistem transportasi yang selamat, memiliki arti
bahwa pengembangan sistem transportasi di Kota Malang sedapat mungkin
diarahkan guna menekan angka kecelakaan lalu lintas yang semakin
meningkat. Pengembangan sistem transportasi yang selamat ini memiliki arti
yang sangat penting, dimana pengembangan sistem transportasi saat ini tidak
hanya ditekankan kepada pengembangan prasarana dan fasilitas lalu lintas
yang ada, akan tetapi juga diarahkan kepada peningkatan.
1 Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Kota Malang Tahun 2014-2018.
Diunduh melalui website Dinas Perhubungan Kota malang. dishub.malangkota.go.id/wp-
content/uploads/sites/16/2015/08/lakip-dishub.pdf. pada tanggal 18 April 2017.
35
Tepat guna, artinya bahwa pengembangan sistem transportasi di Kota
Malang benar – benar dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pelayanan jasa perhubungan yang dapat diandalkan.
Tersedianya pelayanan angkutan penumpang umum yang baik, serta
tersedianya prasarana dan fasilitas lalu lintas yang memadai, tentunya akan
mampu meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam melaksanakan suatu
kegiatan untuk dapat mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan.
Berdaya guna, memiliki arti bahwa sistem transportasi di Kota Malang
sedapat mungkin dikembangkan guna memiliki manfaat yang sebesar –
besarnya bagi seluruh masyarakat di Kota Malang. Dengan pemanfaatan
sistem transportasi secara maksimal oleh masyarakat Kota Malang, maka
akan tercipta pula suatu masyarakat yang dinamis melaksanakan suatu
kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari– hari.
Mendukung pembangunan daerah, mengandung arti bahwa
pelaksanaan pengembangan sistem transportasi akan diarahkan dalam rangka
mendukung pembangunan di Kota Malang, yang kesemuanya bermuara
kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Malang, baik
secara materiil maupun secara spirituil.
b. M i s i
Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan misi Dinas Perhubungan Kota
Malang yang menggambarkan hal-hal yang harus dilaksanakan, sebagai
berikut :
a. Meningkatkan kualitas SDM Perhubungan dan kelembagaan;
36
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan Prasarana Perhubungan;
c. Meningkatkan penetapan landasan hukum dan penggunaan teknologi
informasi di bidang transportasi;
d. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang
c. T u j u a n
Tujuan strategis merupakan penjabaran atau implementasi dari
pernyataan misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1
(satu) sampai 5 (lima) tahun. Dinas Perhubungan dapat secara tepat
mengetahui apa yang harus dilaksanakan dalam memenuhi visi misinya untuk
kurun waktu satu sampai lima tahun ke depan dengan diformulasikannya
tujuan strategis ini dalam mempertimbangkan sumber daya dan kemampuan
yang dimiliki. Lebih dari itu, perumusan tujuan strategis ini juga akan
memungkinkan Dinas Perhubungan untuk mengukur sejauh mana visi misi
telah dicapai mengingat tujuan strategis dirumuskan berdasarkan visi misi.
Rumusan tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dalam rangka mewujudkan Misi Pertama telah ditetapkan tujuan :
b. Peningkatan Pelayanan Perkantoran
c. Dalam rangka mewujudkan Misi Kedua telah ditetapkan tujuan :
d. Peningkatan pelayanan operasional dinas dan Peningkatan Kinerja
e. Instansi, Peningkatan Kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor dan
f. Kelancaran Sarana dan Prasarana Perhubungan.
g. Dalam rangka mewujudkan Misi ketiga telah ditetapkan tujuan
37
h. Terpenuhinya Target Retribusi Daerah2
Sebagaimana halnya sebuah intitusi Negara dalam menjalankan
tugasnya sebagai pelayan masyarakat, tentu Dinas perhubungan mempunya
tugas pokok dan fungsi sebagai landasan dan acuan dalam kerja dan
pelayanan terhadap masyarakat dalam bidang perhubungan. Berikut tugas
pokok dan fungsi (Tupoksi) Dinas Perhubungan Kota malang ;
» Tugas Pokok
• Dinas Perhubungan melaksanakan tugas pokok penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perhubungan.
» Fungsi
1. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang perhubungan;
2. Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Strategis dan Rencana Kerja di
bidang perhubungan;
3. Penyusunan dan penetapan rencana teknis jaringan transportasi;
4. Pengembangan manajemen dan rekayasa lalu lintas;
5. Pengoperasian dan pemeliharaan terminal;
6. Pemantauan dan pengawasan transportasi jalan dan kebandarudaraan;
7. Pelaksanaan pengendalian dan ketertiban lalu lintas;
8. Pengembangan dan pengelolaan perparkiran;
9. Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor;
10. Pemberian pertimbangan teknis perijinan di bidang perhubungan;
11. Pemberian dan pencabutan perijinan di bidang perhubungan;
2 Ibid, RENSTRA Dinas Perhubungan Kota Malang Tahun 2014-2018, hal 23-28
38
12. Pelaksanaan kegiatan bidang pemungutan retribusi;
13. Pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah
tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan;
14. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
15. Penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP);
16. Pelaksanaan fasilitasi pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) dan/atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara
periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan;
17. Pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang perhubungan;
18. Penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait
layanan publik secara berkala melalui web site Pemerintah Daerah;
19. Penyelenggaraan UPT dan jabatan fungsional;
20. Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
21. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya
39
Bagan 4.1 Strktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur organisasi Sumber : Diakses dari website Dinas Perhubungan Kota Malang
KEPALA DINAS
SEKRETARIS
DINAS
SUBBAG
PENYUSUN
PROGRAM
SUBBAG
UMUM
SUB
BAGIAN
BIDANG PENGENDALIAN
DAN KETERTIBAN
SEKSI
PENGENDALIAN
SEKSI
KETERTIBAN
BIDANG LALU
LINTAS
SEKSI
MANAJEMEN
DAN
REKAYASAN
LALU LINTAS
SEKSI
PENGELOLAAN
TRANSPORTASI
BIDANG PERPARKIRAN
SEKSI
PENDATAAN
SEKSI
PEMUNGUT
SEKSI
PENGAWASAN
BIDANG
ANGKUTAN
SEKSI ANGKUTAN
ORANG DALAM
SEKSI ANGGKUTAN
ORANG TIDAK DALAM
SEKSI ANGKUTAN
BARANG, HEWAN, DAN
ANGKUTAN KHUSUS
40
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang adalah salah satu lembaga
yang menjadi sumber informasi yang vital dalam penelitian tentang Evaluasi
Kebijakan Parkir di kota malang ini, karena Dinas Perhubungan merupakan
instansi yang merancang, pelaku, pelaksana kebijakan mengenai urusan lalu
lintas, perhubungan, angkutan umum dan masalah perparkiran di Kota
Malang. Peneliti melakukan penelitian langsung di kantor Dinas
Perhubungan kota Malang yang berlokasi di Jl.Raden Intan no.1, Polowijen,
Blimbing Kota Malang. Setelah sebelumnya mengajukan surat rekomendasi
penelitian dari pihak Jurusan Pemerintahan, Fisip, Universitas Brawijaya
kepada Badan Kesatuan bangsan dan Politik Pemerintah (Bakesbangpol)
Kota Malang, untuk kemudian diberikan surat rekomendasi melakukan
penelitian kepada institusi dan Dinas terkait tempat penelitian berlangsung,
salah satunya adalah Dinas Perhubungan Kota Malang.
Di Dinas Perhubungan Kota Malang, peneliti kemudian diterima oleh
bagian umum untuk kemudian diarahkan melakukan wawancara dengan
pegawai di bidang perparkiran, yang mana pada bidang tersebut terdapat 3
bagian, yaitu sesi Pelayanan Parkir, sesi perencanaan tata kelola parkir dan
sesi pengawasan & pengendalian. Di bagian bidang perparkiran peneliti
melakukan wawancara dengan Kasi Perencanaan Tata Kelola Parkir. untuk
lebih rincinya, berikut peneliti deskripsikan mengenai profil informan
penelitian;
Hary Dwi Yunianto (Kepala sesi bidang Perencanaan Tata Kelola parkir)
Latar belakang pendidikan Hary Dwi Yulianto yaitu sarjana Psikologi
industri di Universitas Wisniwhardana malang, sampai akhirnya
41
menyelesaikan pendidikan Magister manajemennya di Universitas Gajayana
Malang pada tahun 2010. Beliu sebelumnya menjabat sebagai Lurah di
kelurahan Polowijen Kota Malang terhitung sampai pada 22 Juni 2016,
sampai akhirnya menjabat sebagai Kepala Sesi Perencanaan Tata Kelola
Parkir di Dinas perhubungan kota Malang. Berikut Tugas Pokok dan Fungsi
Hary Dwi Yunianto sebagai Kasi Perencanaan Tata Kelola Parkir;
Tugas pokok :
Pendataan, perencanaan pengembangan, penataan dan pengelolaan
perparkiran.
Fungsi :
1. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang
pendataan, perencanaan pengembangan, penataan dan pengelolaan
perparkiran;
2. penyiapan bahan penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di
bidang pendataan, perencanaan pengembangan, penataan dan
pengelolaan perparkiran;
3. penyusunan rencana teknis penyelenggaraan perparkiran;
4. pelaksanaan pendataan potensi retribusi parkir di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
5. penyiapan bahan pelaksanaan kajian pengembangan, penataan dan
pengelolaan perparkiran di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir
kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
6. penyiapan bahan pelaksanaan pemetaan lokasi parkir di tepi jalan umum
dan tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
42
7. penyiapan bahan penentuan lokasi fasilitas parkir di tepi jalan umum dan
tempat khusus parkir kecuali areal parkir di lingkungan pasar daerah;
8. perencanaan penentuan lokasi fasilitas parkir pada acara-acara yang
diselenggarakan pemerintah daerah atau masyarakat;
9. penyiapan pemrosesan pertimbangan teknis perizinan parkir;
10. penyiapan bahan rancang bangun fasilitas parkir;
11. pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen
Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
12. pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP);
13. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI);
14. pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
15. pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; dan
16. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas pokoknya.
2. Malang Corruption Watch (MCW)
Malang Corruption Watch atau lebih dikenal dengan sebutan MCW
adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang monitoring Korupsi Kolusi
Nepotisme (KKN) di Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten
Malang). Lembaga yang dibentuk pada tanggal 31 Mei, 11 tahun silam ini
bermula dari komunitas diskusi para aktivis mahasiswa, mantan aktivis
mahasiswa, dan beberapa dosen yang sudah berjalan sebelum reformasi 1998.
43
Lembaga ini berdiri setelah mengalami proses diskusi internal maupun
eksternal hampir selama tujuh bulan sejak November 1999.3
Di internal, MCW sendiri memiliki empat divisi yaitu Divisi Induksi,
Divisi Pelayanan Publik, Divisi Korupsi dan Politik, dan Divisi Hukum dan
Peradilan. Divisi induksi yang setara dengan kesekretariatan , bekerja
dibidang pengumpulan data dan dokumentasi kegiatan. Selain itu, divisi ini
juga menerima pengaduan dari masyarakat dan bertugas untuk mengajukan
dana kepada para donatur. Divisi Pelayanan Publik bekerja di bidang
pelayanan pendidikan dan kesehatan. Divisi Korupsi dan Politik yang di
singkat Korpol, bekerja di bidang pemantauan korupsi untuk kepentingan
politik, dan yang terakhir adalah Divisi Hukum dan Peradilan, bertugas
sebagai penanganan dan pengawal kasus yang sudah dilimpahkan ke
kejaksaan.
Meskipun MCW adalah lembaga yang bergerak di bidang monitoring
KKN dan pengadvokasian, namun kegiatan konkret lembaga ini tidak terpaku
pada itu saja. Semua permasalahan sosial dari segi kebudayaan dan
kemanusiaan yang terjadi pada masyarakat merupakan titik fokus yang selalu
MCW pantau. Lembaga yang membuka training anti korupsi setiap tiga atau
enam bulan sekali ini telah melaksanakan berbagai macam kegiatan yang
berhubungan dengan peng-advokasi-an.
3Lembaga Anti Korupsi malang Raya. Diakses melalui
http://www.jurnalmalang.com/2015/05/malang-corruption-watch-mcw-profil.html pada tanggal 18
April 2017.
44
Peneliti melakukan wawancara dengan pihak Malang Corruption
Watch (MCW) pada 17 April 2017. Peneliti memaksukkan Malang
Corruption Watch sebagai salah satu sumber informan penelitian karena,
MCW merupakan lembaga independen yang konsisten memonitoring
lembaga-lembaga pemerintahan di Kota Malang dan Batu terutama untuk
kasus kasuk korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Menurut peneliti, penting
sekali adanya lembaga-lembaga pengawas seperti ini, karena bagaimana pun
masayarakat perlu mengawasi intansi-lembaga pemerintah, dan MCW
merupakan perpanjangan tangan, atau bisa disebut wakil dari masyarakat
dalam hal pengawasan ini. Kaitannya dengan penelitian tentang Evaluasi
kebijakan parkir di kota Malang ini, karena dari yang peneliti ketahui, Malang
Corruption Watch juga konsisten dalam hal pengawasan terhadap
permasalahan parkir di kota Malang. MCW juga aktif dalam melakukan riset-
riset perihal permasalahan-permasalahan parkir di Kota Malang, baik soal
kebocoran anggaran, buruknya tata kelola parkir, masalah parkir liar dan
permasalahan lainnya seperti yang telah peneliti jelaskan di atas pada
pendahuluan tulisan ini. Berikut peneliti deskripsikan mengenai profil
informan dari Malang Corruption Watch;
Buyung Jaya Sutrisna atau yang akrab disapa Buyung ini merupakan
bagian dari Divisi Advokasi Malang Corruption Watch. Di Malang
Corruption Watch sendiri memang terdapat empat divisi yaitu Divisi Induksi,
Divisi Pelayanan Publik, Divisi Korupsi dan Politik, dan Divisi Hukum dan
Peradilan. Buyung Jaya Sutrisna memang sering terlibat dalam hal
45
monitoring permasalahan parkir di kota malang, beliau juga terlibat dalam
melakukan riset-riset mengenai masalah parkir. selain itu beliau juga aktif
melakukan diskusi-diskusi perihal masalah parkir di kota Malang dengan
mahasiswa di kampus-kampus bersama para masahasiswa dan masyarakat
kota Malang. Itulah mengapa alasan peneliti menjadikan Malang Corruption
Watch sebagai informan untuk penelitian dalam tulisan ini.
3. Petugas Parkir Tepi Jalan
Petugas Parkir juga merupakan informan yang vital dalam penelitian
ini, karena petugas parkir merupakan instrument atau pelaksana kegiatan
perparkiran di lapangan. Orang yang menjadi informan penelitian ini adalah
Mas Rudi. Beliau merupakan petugas parkir tepi jalan umum di daerah Jl.
Semanggi Timur, Soekarno-Hatta, Malang.
Sebagai orang yang bertugas langsung di lapangan, tentu para petugas
lebih paham bagaimana kondisinya. Di sini, peneliti ingin menggali informasi
dan keterangan dari petugas parkir, seperti apa permasalahan parkir ini dari
sudut pandang mereka sebagai petugas, apakah mereka mengetahui perda
soal parkir dan retribusi parkir, soal kemanan dan hal-hal lainnya yang
sekiranya dapat membantu menjawab penelitian yang peneliti lakukan soal
masalah parkir di Kota Malang.
1. Masyarakat Pengguna Parkir
Sebuah program kebijakan merupakan bentuk tugas, tanggung jawab
dan kepentingan pemerintah dalam mewujudkan sebuah tujuan bersama,
46
yaitu memberikan kepastian hukum dan pelayanan yang baik pada
masyarakat. Sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus
universal dan bisa menterjemahkan maksud dan tujuan dari sebuah program
tersebut, sebuah kebijakan harus jelas secara spesifik mengatur tentang
program dan tujuannya. Dan tentunya harus bisa berdaya guna dan berhasil
guna, demi kemaslahatan bersama, tidak hanya menguntungkan pemerintah
atau sepihak saja. karena bagaimana pun, adalah masyarakat nantinya yang
akan menjalani dan menjalankan kebijakan tersebut. Di sini, peneliti ingin
mengetahui bagaimana perspektif masyarakat terhadap kebijakan pemerintah
terkait masalah parkir di Kota Malang. Bagaimana tanggapan masayarakat
terhadap program yang dibuat pemerintah itu, peranan masyarakat di
dalamnya, dan penilaian masyarakat selama ini terhadap jalanya kebijakan
tersebut.
Yang menjadi menjadi informan peneliti adalah Very Alqdr, 23th.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Brawijaya, yang menetap indekost di
daerah Griya Santa, jl.soekarno-Hatta Malang. lokasi penelitian bertempat di
pelataran parkir tepi jalan raya depan stasiun Kota Malang.
47
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab lima ini, peneliti akan menjelaskan mengenai hasil evaluasi
kebijakan parkir di kota Malang tahun 2014-2015 menggunakan teori evaluasi dari
Willian N. Dunn. Seperti yang dikemukakan oleh Dunn, Evaluasi memberi
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Evaluasi
memberi sumbangan pada kalirifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target. Pembahasan pada bab ini dijelaskan jadi dua bagian
sesuai dengan rumusan masalah, yakni ; pertama, Hasil evaluasi kebijakan parkir
di Kota Malang Tahun 2014-2015. Kedua, Bagaimana faktor penghambat dan
pendukung pelaksanaan kebijakan parkir.
5.1 Hasil Evaluasi Kebijakan Parkir Kota Malang Tahun 2014-2015
Dalam melakukan evaluasi sebuah kebijakan tentu diperlukan indikator untuk
mengukur sebuah program kebijakan, untuk mengetahui dampak dan hasil dari
sebuah kebijakan tersebut. Willian N. Dunn membagi indikator/kriteria untuk
mengasilkan informasi menjadi enam, antara lain; Efektifitas, Efiseiensi,
Kecukupan, Perataan, Responsifitas dan Ketepatan. Berikut peneliti jelaskan hasil
penelitian mengenai Evaluasi kebijakan Parkir di Kota Malang tahun 2014-2015
berdasarkan indikator indikator tersebut.
5.1.1 Efektivitas
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar
kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif
organisasi, program atau kegiatan. Seperti yang dikemukakan oleh Winarno;
48
“Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan
hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
dicapai”.1
Berdasarkan pendapat di atas, apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan
publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah
dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan
tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak
langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.
Kota Malang merupakan salah satu kota dengan jumlah universitas terbanyak
setelah Jogjakarta, tak heran jika setiap tahunnya jumlah penduduknya semakin
bertambah. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tentu diikuti pula
dengan meningkatnya jumlah volume kendaraan. Dengan bertambahnya jumlah
pemakaian kendaraan, akan tetapi hal ini belum diikuti dengan terpenuhinya sarana
dan prasaran terkait tempat parkir kendaraan. Ruas jalan kota Malang yang sempit,
yang kemudian dijadikan lokasi-lokasi parkir oleh pemerintah jelas saja akan
menambah kemacetan jalan mengingat jumlah kendaraan yang sangat banyak. Hal
ini ini menjadi masalah yang perlu dibenahi oleh pemerintah kota Malang, dan
Dinas Perhubungan sebagai dinas yang bertanggung jawab terhadap lalu lintas dan
parkir kendaraan.
1 Maya Utari, “Evaluasi Kebijakaan Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama Pada Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat Semesta Di Puskesmas Kotabumi I Kabupaten Lampung Utara”.
Jurnal Skripsi, Universitas Bandar Lampung: 2013. hlm 16
49
Pengelolaan tempat parkir di Kota Malang diatur dalam peraturan daerah
nomor 4 tahun 2009. Namun yang yang perlu menjadi sorotan adalah, perda
tersebut tidak mengatur secara spesifik mengenai tata kelola parkir, secara umum
perda nomor 4 tahun 2009 hanya mengatur tentang tempat parkir. belum ada
regulasi-regulasi yang mengatur mengenai pemetaan wilayah parkir secara resmi,
aturan yang mengatur tentang juru parkir. dan yang jauh lebih penting lagi
sebetulnya adalah, tidak adanya program-program dan tujuan kebijakan dalam
perda tersebut. banyaknya celah-celah pada perda tersebut yang kemudian menjadi
masalah. Tidak adanya pemetaan wilayah parkir yang secara resmi dibawah
naungan pemerintah kota, hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum oknum
yang mengakibatkan banyaknya parkir-parkir liar di Kota Malang. banyaknya
keberadaan parkir liar yang akan menyebabkan tidak optimalnya pendapatan daerah
dari segi retribusi parkir, karena dana yang harusnya masuk ke dalam kas daerah,
malah masuk ke kantong oknum-oknum pengelola parkir liar tersebut. terkait hal
ini, dinas perhubungan Kota Malang memberikan tanggapannya ketika peneliti
wawancarai terkait masalah pemetaan wilayah parkir. peneliti menanyakan apakah
ada peta peta wilayah parkir dar dinas perhubungan Kota Malang, Pak Hary
mengatakan ;
“ya kita berdasarkan rayon. Kan di Malang ada 5 kecamatan. Blimbing,
lowokwaru, kedungkandang, klojen dan sukun. Itu yang membedakan. Yang
menghadap ke selatan juru pungutnya sudah berbeda. Selatan dan utara itu
berbeda, karena untuk membedakan batas wilayah rayon”.2
2 Wawancara dengan Bapak Hary Dwi Yunianto. Kepala Sesi Perencanaan Tata Kelola
Parkir Dinas Perhubungan Kota Malang. dilakukan pada tanggal 3 April 2017, pukul 10.15 WIB.
50
Ketika peneliti menayakan pemetaan wilayah parkir secara fisik, yang di
dalamnya terdapat titik-titik parkir yang dikelola oleh pemerintah Kota Malang,
beliau mengatakan hanya berdasarkan wilayah kecamatan saja. Tak hanya itu,
penggunaan ruas-ruas jalan menjadi lokasi parkir tentu sangat mengganggu dan
membuat kemacetan. Ada banyak lokasi lokasi ruas jalan yang mana kondisi
jalananya padat dan ramai, akan tetapi ditambah sempit oleh keberadaan parkir ruas
jalan ini. Seperti contoh yang terjadi di titik parkir di jalan Bandung. Yang mana
pada jalan ini setiap hari ramai karena sepanjang jalan bandung ini, merupakan
lokasi sekolah, yang berjejer dari sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),
sampai dengan sekolah menengah atas. Setiap hari kondisi jalanan di depan sekolah
ini selalu macet, terlebih pada jam pagi, siang dan sore hari karena para orang tua
dari murid sekolah ini memarkir kendaraan di pinggir jalan. Namun tak hanya
sekedar memakai bahu jalan, para pengguna parkir disini juga memakai hampir
separu badan jalan. seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.1 Kondisi Parkir Pinggir Jalan
Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti
51
Seperti yang terlihat pada Photo tersebut, hal ini jelas melanggar aturan dan
mengganggu kenyamanan orang bersama. Kalau mau dipersalahkan, tentu yang
harus bertanggung jawab disini adalah petugas parkir, dan juga pihak dinas
perhubungan yang melakukan pembiaran terhadap hal ini. Padahal disana juga
jelas- jelas terdapat rambu-rambu lalu lintas dilarang parkir, tetapi peringatan
tersebut tidak diindahkan oleh para pengguna dan petugas parkir.
Terkait hal ini, pihak dinas pemerintahan Kota Malang memberikan pembelaan,
seperti yang dikatan oleh Bapak Hary Dwi Yunianto ;
“jadi sebetulnya kita juga dihadapkan dengan situasi yang sebenarnya
bertentangan. Dalam atuurannya sebenarnya ada beberapa titik yang tidak
boleh dijadikan lahan parkir. Jl. Raden intan sampai Gadan itu jl. Nasional.
Dalam ketentuannya, jl. Nasional tidak boleh dijadikan untuk tempat parkir.
tapi bagaimana kalau disepanjang jalan tersebut banyak kegiatan ekonomi?
Kalau tidak ada tempat parkir sukses nggak kegiatan ekonomi disitu? Kalau
ada yang mau transaksi disitu, masa dia parkirnya harus jauh kan nggak
mungkin. Itu baru jl. Nasional, kalau jalan provinsi dari bawahnya flyover
malang, sampai alun-alun itu jl. Provinsi. Dalam ketentuan juga tidak boleh
melakukan kegiatan perparkiran. Akhirnya dari pihak pemerintah kota
malang “mengatur itu”. Jadi kalau kendala-kendala ya pasti ada mas”.3
Berdasarkan hasil wawancara di atas, kita bisa menilai, bahwa ada beberapa
masalah yang ada sebenarnya sudah diketahui oleh dinas, akan tetapi hal tersebut
seolah dibiarkan, dengan alasan banyak kegiatan ekonomi di lokasi tersebut, dan
berpotensi menjadi titik parkir. kalau logika seperti ini dibiarkan, melanggar aturan
yang ada demi kepentingan mengejar target pendapatan parkir, jelas jelas sudah
salah.
Selain itu, masalah pelayanan juga menjadi sorotan bagi kalangan masyarakat
pengguna parkir. masih banyak para petugas parkir yang tidak memberi karcis
3 Wawancara Hary Dwi Ynuanto. Ibid.,
52
ketika parkir. tidak melayani dengan baik, seperti tidak memberi bantuan ketika
pengguna yang akan parkir, menata motor dan semcamnya. Bahkan yang kerap
terjadi adalah, petugas yang tidak ada dilokasi, namu ketika hendak pergi tiba tiba
dating dan menangih uang parkir. kondisi-kondisi ini yang kerap terjadi dan
dikeluhkan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Very Alqdr, penguna jasa
parkir yang peneliti wawancarai terkait masalah tata kelola parkir di Kota Malang.
very mengatakan :
“kalau untuk tata kelola parkir, saya sendiri tinggal di malang sudah hampir
7 tahun, tapi yang saya rasakan, memang ada beberapa titik yang emang
sudah bagus. Tapi lebih banyak titik yang masih kurang bagus tata kelolanya.
Misalnya jalan sudah sempit, tapi malah ada parkir disitu. Yang tadi
seharusnya jalannya luas kalau tidak ada parkir, jadi malah sempit.
Menyusahkan kita yang pengguna jalan”.4
Selain beberapa hal yang diterangkan diatas, sebetulnya masih banyak lagi
hal yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kota Malang dan dinas terkait
dalam menyelesaikan masalah parkir di Kota Malang. selain masalah tata kelola,
pelayanan, penertiban, yang menjadi penting ke depaannya adalah, dilakukannya
evaluasi terhadap peraturan daerah nomor 4 tahun 2009, harus lebih spesifik lagi
mengatur tentang permasalahan parkir. juga terkait masalah transparansi, untuk
mencapai sebuah kebijakan public yang efektif, dinas perhubungan Kota Malang
harus lebih terbuka mengenai informasi public. Seperti laporan tahunan, laporan
hasil evaluasi juga keterbukaan mengenai laporan keuangan. Karena masyarakat
berhak tau mengenai informasi tersebut. hal ini juga dikemukanan oleh pihak
Malang Corruption Watch, seperti yang dikatan oleh Buyung Jaya Sutrisna ;
4 Wawancara dengan Very Alqdr. Masyarakat pengguna Parkir. dilakukan pada tanggal 19
April 2017, pukul 15.45 WIB
53
“Paling tidak pemerintah kota malang itu terbuka soal dokumen dokumen
publik yang mana itu harus dipublikasikan, harus disampaikan pada publik.
Cuma pemerintah kota malang masih terkesan sangat tertutup, terutama
perihal informasi publiknya. Padahal jika kita lihat di undang-undang
keterbukaan informasi publik, yaitu setiap program, program kerja, laporan
keuangan dan segala macamnya itu wajib dipublikasikan, entah secara
berkala dan setiap saat itu harus ada”.5
Menurut peneliti, Dinas perhubungan sangat tertutup mengenai persolan ini,
perihal keterbukaan informasi publik. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika
melakukan penelitian, peneliti melakukan permohonan mengakses informasi terkait
laporan hasil evaluasi perda pada tahun sebelumnya, laporan penerimaan terkait
target dan penerimaan retribusi parkir dan data-data lain untuk mendukung
penelitian, akan tetapi pihak dishub tidak mengabulkan. Padahal jelas diatur dalam
pasal 7 Ayat (1) UU no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/ atau menerbitkan Informasi
Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik,
selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
5.1.2 Efisiensi
Efisiensi dalam hal ini mempunyai arti sebagai usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas, atau seberapa besar usaha yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pada sebuah kebijakan. Kota Malang dengan kondisi mobilitas
masyarakatnya yang tinggi, menjadi unggulan pemerintah daerah untuk
kemandirian fiscal. Pemerintah Kota Malang, melihat sektor parkir bisa menjadi
potensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pemasukan dari
5 Wawancara Buyung Jaya Sutrisna. Malang Corruption Watch Pada tanggal 17 April, pukul
14.30 WIB
54
retribusi parkir diharapkan dapat menjadi kontribusi terhadap pembangunan kota
Malang, maka dari itu pemerintah Kota Malang mematok target yang cukup besar
dari pemasukan sektor parkir. target yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Malang
memang terus meningkat setiap tahunnya. Semenjak tahun 2013 memang terjadi
berubahan cukup signifikan, dari target awal yang semula 3 milyar kemudian naik
menjadi 4,5 Milyar. Pada tahun 2015 ditahun yang sama bahkan terjadi 2 kali
perubahan target. Untuk 2016 targetnya naik menjadi 7 Milyar.
Dengan terus naikkanya target yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Malang
terhadap retribusi parkir, untuk memenuhi dan mengejar target tersebut, Dinas
Perhubungan Kota Malang kemudian mencari cara untuk bagaimana bisa mengejar
pendapatan dari sektor parkir yaitu dengan cara menaikkan tarif retribusi parkir di
Kota Malang. kemudian hal ini diusulkan kepada pihak Dewan Perwakilan Daerah
(DPRD) kota malang, dan mendapat persetujuan. Kemudian pada kebijakan tarif
retribusi yang baru, peraturan daerah nomor 3 tahun 2015, ditetapkan harga baru
terhadap tarif retribusi parkir. seperti yang dijelaskan oleh pihak dinas
perhubungan, ketika peneliti wawancara dan tanyakan tentang apa alasan dan
pertimbangan dikeluarkannya perda tersebut. bapak Hary mengatakan;
“Dengan melihat perkembangan yang terjadi di masyarakat, jumlah
kendaraan yang terus meningkat, serta sentra-sentra ekonomi yang
berkembang sangat pesat. Contoh kecil saja bidang pendidikan, untuk
Universitas brawijaya saja, setiap tahun masuk 15.000 mahasiswa baru.
Pertimbangannya ya untuk mengatur hal-hal itu. Kedua, Target. Dengan
berbagai survey, analisa dan sebagainya dengan pertimbangan, yang
mempertimbangkan masyarakat, yang kemudian diusulkan ke DPRD.
Akhinya DPRD mengeluarkan sebuah target. Patah tahun 2015 kemarin, di
tahun yang sama itu ada 2 kali perubahan target. Dari 3 Milyar, menjadi 4,5
Milyar, terpenuhi. 2016 menjadi 7 Milyar. Sekarang melihat perkembangan
lagi, malang yang semakin padat dengan kendaraan, targetnya dinaikkan
lagi untuk 2017 menjadi 7,5 Milyar. Target itu tidak berlaku untuk Dinas
55
perhubungan yang menangani masalah ini, saja tetapi juga bagi juru
parkir”.6
Retribusi parkir merupakan upaya pemerintah Kota Malang dalam
meningkatnkan PAD sesuai tujuannya. Akan tetapi apakah cara atau alternatif yang
dilakukan oleh pemerintah kota Malang dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ini sudah efisien, mengingat banyaknya penolakan dari masyarakat
terhadap tarif baru tersebut, karena dinilai memberatkan.
Malang Corruption Watch merupakan salah satu pihak yang juga tegas menolak
kenaikan tarif retribusi tersebut sesuai perda nomor 3 tahun 2015. Dalam perda
tersebut, terdapat poin poin mengenai tarif retribusi parkir yang baru sebegai
berikut;
• Truk Gandeng, Trailer dan Bus sebesar (10.000,00)
• Truk dan minibus dan sejenisnya sebesar (5000,0)
• Sepeda Motor sebesar (2000,00)
Pemkot Malang juga menetapkan tarif parkir insidentil dalam draft perda
sebagaimana berikut:
➢ Truk, Bus dan Minibus (20.000,00)
➢ Mobil Sedan, Jeep, Pick Up (5000,00)
➢ Sepeda Motor (3000,00)
Terkait soal keniakan tersebut, pihak Malang Corruption Watch juga
memberikan tanggapannya ketika peneliti temui di kantor mereka di jl. Joyosuko
metro no.42A. kepada peneliti pihak Malang Corruption Watch, melalui divisi
advokasi Buyung Jaya Sutrisna, menyampaikan keberatan mereka tarkait kebijakan
tarif parkir yang baru ini, Buyung mengatakan:
“Ada beberapa catatan dari teman-teman MCW yang juga melibatkan
teman-teman akademisi di Malang raya. Kita melihat apa yang menjadi
landasan awal atau dasar pertimbangan perda ini diubah, karena di
dalamnya perubahan tersebut ada substansi yang sangat krusial menurut
6 Wawancara Hary Dwi Yunianto. Ibid.,
56
kita, terutama dalam kenaikkan tarif retribusi parkir. Setelah kami evalusi
perda tersebut, ada beberapa catatan yang kami dapatkan dari perda itu,
tenyata memang perubahan perda itu dari awal tidak ada kajian akademik.
atau naskah akademik yang menjadi landasan perda itu dirubah, dan
menjadi landasan tarif retribusi itu kemudian dinaikkan, itu yang coba kami
analisa. Ketika coba kami akses di pemerintahan kota malang, khususnya
Dinas perhubungan yang bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan
parkir, akan tetapi dinas perhubungan juga ketika kami konfirmasi terkait
permohonan informasi terkait naskah akademik, yang mana itu menjadi
rujukan awal perda itu dibuat, namun apa yang kami terima tidak sesuai
dengan permohonan”.7
Selain landasan awal yang tidak kuat, perubahan kebijakan tarif pada perda
no.3 tahun 2015 itu dinilai memberatkan masyarakat. Malang Corruption Watch
menilai hal itu bertentangan dengan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dalam pasal 7 tentang
pendapatan asli daerah yang berbunyi ;
“Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang (a) menetapkan peraturan
daearah tentang pendapatan yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan (b)
menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan
impor/ekspor”.8
Jika kita melihat dan mengaju sesuai dengan undang-undang tersebut,
perubahan tarif tarif retribusi parkir yang terdapat di dalam perda tersebut
cenderung memberatkan, dan hal itu jelas bertentangan.
Dari kalangan masyarakat sendiri, ketika peneliti wawancari menyatakan
keberatannya perihal kenaikan tarif retribusi pakir, demi peningkatan Pendapatan
7 Wawancara Buyung MCW pada tanggal 17 April 2017, pukul 14.30 WIB 8 Malang Corruption Watch. “Parkir dan Buruknya Tata Kelola Pemerintah”. diunduh dari
mcw-malang.org/ pada tanggal 20 April 2017, pukul 19.00 WIB
57
Asli daerah dan tercapainya target yang ditetapkan. Terkait hal ini, very,
masyarakat pengguna parkir beranggapan bahwa tidak setuju terhadap perubahan
tarif tersebut.
Lebih lanjut lagi, pihak Malang Corruption watch menailai, upaya perubahan
tarif ini tidak mendasar, dan berpotensi mengalami kebocoran anggaran, melihat
lemahnya perda yang mengatur, dan tata kelola pihak dinas perhubungan yang
masih belum baik. mereka menilai memnuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah
kota Malang, bisa saja jika manajemen dan pengelolaan dari pihak Dinas
Perhubungan dilakukan secara benar. Buyung mengatakan :
“kalo potensi kebocoran itu pasti ada, karena advokasi tidak hanya tahun
2015, ini sudah sejak tahun 2011. Teman-teman MCW pernah melakukan
investigasi di titik titik parkir, dimana di titik2 parkir itu dikelola bukan oleh
pemerintah kota malang, melainkan oleh segelintir orang atau paguyuban.
Padahal jelas titik parkir itu merupakan fasum (fasilitas umum) tempat untuk
publik, kalo parkir ini letaknya ditepi jalan umum ya, atau fasilitas umum tapi
kok malah dimanfaatkan oleh orang-orang itu. Nah ini manajemennya
sebenarnya seperti apa. Kalo pemerintah kota malang benar-benar serius
mau menata kelola, ya harus dibenerin tata kelola dan manajemennya, atau
fasilitasnya seperti apa. Sehingga jelas titik titik parkir yang resmi punya
pemkot malang itu dimana. Makanya sebelum ada kebijakan tarif itu, ya
harus dibenerin dulu manajemennya. Ini juga menarik, setoran dari tukang
parkir itu perhari rata-rata Rp 50.000, ini pernah kita investigasi. Ini setoran
minimal. Kita coba kalikan dengan jumlah titik parkir di kota malang,
misalnya ada 600 titik, total setoran perhari itu bisa sampai 30.000.000,
kalau pertahun itu bisa sampai 10 Milyar. Itu sudah melebihi target
sebenarnya. Itu dulu tahun 2011, kalau sekarang 2017, ini berapa? Setiap
titik parkir kan pandapatan nya berbeda, ada yang bisa sampai Rp 700.000
atau lebih sehari. Itu baru satu titik. Jadi tidak masuk akal tarif ini dinaikkan.
Tanpa dinaikkan pun PAD itu sebenarnya bisa sampai, asal tata kelolanya
benar”.9
Pernyataan ini bukan sekedar opini dan kritikan dari pihak MCW saja, sebab
hal ini juga didukung dengan data hasil riset yang dilakukan oleh pihak MCW.
9 Wawancara Buyung MCW Pada tanggal 17 April 2017, pukul 14.30 WIB
58
Malang Corruption Watch mencoba memetakan pendapatan parkir
berdasarkan jumlah kendaraan. Sumber BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan
untuk jumlah kendaraan roda dua milik warga malang ada 411.568 unit. Jumlah
kendaraan roda empat ada 80.988 unit. Apabila kita hitung kasar katakanlah
separuh kendaraan bermotor yang melakukan parkir setiap harinya.
(bila dihitung rata-rata di kota Malang ada 200.000 kendaraan roda dua yang parkir
di kota Malang dengan membayar Rp. 2.000 per hari ke Pemerintah Kota Malang,
maka untuk 1 kali parkir total dana yang dikumpulkan oleh pemerintah sebesar
400.000.000 per-hari, 12.000.000.000 per Bulan dan 144.000.000.000 per-tahun)
ini baru untuk kendaraan roda dua saja.
Tabel 5.1 Pendapatan retribusi parkir roda dua tahun 2014
Dari hasil pemetaan dapat disimpulkan bahwa
Jumlah
Kendaraan
Parkir Per-Hari
Bayar Parkir
Total
Pendapatan
perhari
Total Pendapatan
Per-Bulan
Total Pendapatan
Per-Tahun
200.000 Rp. 2.000 Rp.400.000.000 Rp.12.000.000.000 Rp. 144.000.000.000
Sumber : hasil riset tim Malang Corruption Watch
Pemetaan pendapatan parkir berdasarkan jumlah setoran
Sumber Dishub menyebutkan untuk lokasi parkir di kota Malang ada 600
titik.(bila kita hitung rata-rata setiap abang pakir setor Rp. 50.000 per hari ke
Pemerintah Kota, maka apabila diasumsikan ada 600 lahan parkir di Kota Malang,
total seluruh dana yang dikumpulkan oleh pemerintah sebesar 30.000.000 per-hari,
900.000.000 per Bulan dan 10.000.000.000 per-tahun)10
10 Riset hasil penelitian Tim Malang Corruption Watch tahun 2011. “Parkir dan Buruknya
Tata Kelola Pemerintah” Dibupblikasikan dalam website mcw-malang.org 20 April 2017, pukul
19.00 WIB
59
Tabel 5.2 pemetaan pendapatan parkir berdasarkan jumlah setoran tahun 2014
Dari hasil pemetaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Jumlah Setoran
Per-Hari
Jumlah Lahan
Parkir
Total Setoran
Perhari
Total Setoran
Per-Bulan
Total Setoran Per-
Tahun
Rp.50.000/Per satu
lahan Parkir
600 Lahan
Parkir
Rp.30.000.000 Rp.900.000.000 Rp. 10.800.000.000
Sumber : hasil riset tim Malang Corruption Watch
Berdasarkan penjelasan mengenai hasul penelitian di atas, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa upaya pemerintah kota malang dan dinas perhubungan dalam
menaikkan tarif retribusi sebagai upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah
belumlah efisien. Kedepannya, dinas perhubungan Kota Malang perlu mengkaji
ulang perihal tarif pada perda no.3 tahun 2015 tersebut, juga melakukan
pembenahan manajemen pengelolaan parkir, agar dapat lebih maksimal tanpa harus
menaikkan tarif.
5.1.3 Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik bisa diartikan sebagai tujuan yang telah
dicapai, sudah mencukupi dalam berbagai hal. Seperti yang dikatan oleh Winarno;
Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah Kecukupan masih berhubungan dengan
efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif
yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi.11
Pada pelaksanaan kebijakan parkir di Kota Malang, kebijakan pemerintah
dalam menaikkan tarif retribusi parkir yang diatur dalam peraturan Daerah nomor
3 Tahun 2015 adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota
11 Ibid., hlm 18
60
Malang dari sektor hasil pungutuan parkir di kota Malang. Pihak pemerintah
melalui Dinas Perhubungan Kota Malang mengatan alasan dinaikkannya tarif
retribusi parkir adalah untuk mengejar dan mencapai target yang telah ditetapkan
oleh pemerintah kota Malang pertahunnya kepada Dinas Perhubungan sebagai
pemangku dan pelaksana kebijakan.
Perubahan kenaikan target pendapatan asli daerah dari sektor parkir semenjak
tahun 2013 memang selalu mengalami peningkatan target dari tahun ke tahunnya.
Ketika peneliti menkonfirmasi soal target yang ditetapkan oleh pemerintah Kota ke
pada Dishub, hal ini dibenarkan oleh pihak Dinas Perhubungan Kota Malang.
Bapak Hary Dwi Yunianto mengatankan :
“Setiap tahun itu targetnya terus naik. Tahun 2015 targetnya yang tadinya
Rp 3 milayar, menjadi 4,5 Milyar pertahun, ada 2 kali perubahan di Tahun
yang sama pada 2015. Untuk 2016, targetnya naik menjadi 7 milyar, dan
tahun 2017 ini naik lagi menjadi 7,5 Milyar pertahun. Dan itu terpenuhi”.12
Kenaikan target setiap tahun ini yang menjadi salah satu alasan dinaikkanntya
tarif retribusi parkir. tak hanya bagi Dinas Perhubungan, menurut pernyataan
beliau, para petugas parkir juga diberi target yang lebih tinggi agar pencapain dapat
terpenuhi. Peningkatan dan ketercapian ini juga dapat dilihat dari grafik
perbandingan target dan penerimaan retribusi pertahun, mulai pertahun 2008
sampai dengan 2012, dan data grafik perbandingan target dan penerimaan retribusi
tahun 2013 sampai tahun 2015. Berikut grafik perbandingannya:
Gambar 5.2
12 Wawancara dengan Hary Dwi Yunianto, Kasi Perencanaan Tata Kelola Parkir Dinas
Perhubungan Kota Malang Pada tanggal 3 April 2017, pukul 10.15 WIB
61
Grafik Perbandingan Target dan Penerimaan Retribusi Parkir Tahun 2013 - 2015
Sumber : Data dari Dinas Perhubungan kota Malang
Berdasarkan grafik yang kita lihat di atas, secara pencapaian target Dinas
Perhubungan kota Malang memang telah memenuhi target yang ditetapkan oleh
pemerintah Kota malang setiap tahunnya. Tetapi yang menjadi fokus pembahasan
bukan hanya perihal terpenuhinya target tersebut, melaikan melihat dari segi
kecukupan dalam kacamata kebijakan publik. Yang menjadi perhatian disini
adalah, bagaimana hasil yang dicapai tersebut mampu memecahkan masalah.
Dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Malang berhasil dalam menerapkan
hal itu. Pencapaian hasil yang diperoleh oleh dishub belum bisa menyelesaikan
masalah yang ada terkait masalah perparkiran di Kota Malang. berdasarkan hasil
penelitian yang peneliti lakukan, masih ada terdapat masalah masalah yang terjadi
dalam hal urusan parkir di Kota malang, dan hasil pencapaian tadi, belum mampu
62
memcahkan masalah itu. Semisal perihal belum adanya titik-titik atau lahan parkir
permanen yang tersedia. Itu merupakan contoh sederhana. Kedua, dalam tubuh
organisasi dinas sekalipun masih terdapat beberapa kendala yang belum
terpecahkan. Semisal tidak adanya biaya operasional yang tersedia khusus bagi para
petugas juru pungut dan petugas pengawas yang notabene melakukan tugas untuk
berkeliling ke setiap titik titik parkir di Kota Malang setiap harinya, sehingga untuk
membeli rokok, minum dan bensin diambil dari uang hasil pungutan oleh petugas.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Hary Dwi Yunianto ketika peneliti wawancara
terkait masalah kebocoran. Bapak Hary mengatakan :
“soal kebocoran itu sebenarnya ada masalah miskomunikasi, harus bertanya
pada sumbernya langsung. Begini, statement itu keluar kurang lebih tahun
2014. Sekarang saya Tanya, kalau memang muncul kebocoran, mulai 2014
pernah tidak targetnya tidak terpenuhi? Karena kita ditarget oleh
pemerintah, dan itu harus terpenuhi. Jadi kita berupaya sebisa secara
maksimal untuk memenuhi target ketentuan pemerintah, sebuah keharusan.
Nah, disini ada yang namanya juru pungut, setiap hari mereka keliling untuk
ngambil setoran. Sementara dia menggunakan kendaraan sendiri, BBM
sendiri keliling ke ratusan titik parkir di malang. tanpa ada perbekalan,
karena budget untuk dia, BBM dan sebagainya tidak ada, terus saat itu uang
yang terkumpul saat dia memungut itu sudah memenuhi target, masa meraka
tidak boleh ambil untuk beli bensin, atau sekedar beli jajan di jalan. Kalau
dia tidak isi BBM, sedangkan masih ada beberapa titik yang belum dipungut,
tercapai tidak targetnya? Kan tidak”. 13
Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa ketercapaian tujuan bukan
jaminan terhadap kecukupan efektivitas pemuasan kebutuhan, nilai, dan pemecahan
masalah, yang dalam hal ini untuk memecahkan masalah yang ada di organisasi itu
sendiri. Seperti contoh permasalahan budgeting untuk para petugas juru pungut.
Masalah lainnya adalah soal kekurangan rompi bagi para juru parkir yang akan
13 Wawancara Hary Dwi Yunianto. Ibid.,
63
dipake oleh para petugas juru parkir, dan untuk para petugas parkir yang baru
mendaftar. Pada saat sesi wawancara Bapak hary Dwi Yunianto mengatakan bahwa
saat ini, pihak Dinas perhubungan sedang kekurangan rompi yang baru untuk para
juru parkir.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa, pencapaian tujuan dinas perhubungan kota
malang dalam hal pencapaian target, belum mampu memecahkan masalah yang
lainnya, yaitu masalah ketersediaan fasilitas parkir umum, ketiadaan anggaran
untuk petugas, juga perihal kekurangan rompi untuk para petugas juru parkir di
Kota Malang.
5.1.4 Perataan
Perataan dalam kebijakan publik bisa dikatakan mempunyai arti keadilan
yang diberikan pada sasara kebijakan publik tersebut. Berdasarkan yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, Winarno mengtakan : Kriteria kesamaan
(equality) erat hubungannya dengan rasionalitas legal dan sosial dan sosial dan
menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang
berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah
kebijakan akibatnya secara adil didistribusikan.14
Untuk melihat seberapa besar dan jauhnya sebuah kebijakan publik tersebut
bisa dikatan merata, bisa dilihat dari berbagai aspek. Yaitu memaksimalkan
kesejahteraan individu, nelindungi kesejahteraan minimum, mekasimalkan
kesejahteraan bersih dan memaksimalkan kesejahteraan retstributif. Artinya,
14 Maya Utari. Op.Cit., hal 20
64
dengan kata lain, sebuah kebijakan itu mampu didistribusikan dengan merata pada
kelompok-kelompok yang berbeda, dengan acuan kriteria kriteria tadi. Sebuah
kebijakan publik yang dilkeluarkan oleh pemerintah tidak semata-mata hanya untuk
kepentingan pemerintah saja, ada banyak hal yang musti dipertimbangan. Dan yang
paling penting adalah bagaimana sebuah kebijakan tersebut dirasakan adil bagi
semua kelompok,tidak hanyak menguntungkan segelintir kelompok saja.
Berdasarkan penelitian dan temuan temuan yang peneliti amati, implementasi
kebijakan parkir di Kota Malang belum bisa dikatankan memenuhi kriteria yang
disebutkan tadi dan belum bisa dikatan merata dan adil. Dalam pelaksanaan nya,
kebijakan parkir di kota Malang belum merata bagi kelompok kelompok yang
berbeda. Dalam hal ini pemerintah Kota Malang, Dinas Perhubungan sebagai
pemangku kebijakan, petugas parkir dan masyarakat umum pengguna parkir.
Jika dilihat dari sisi memaksimalkan kesejahteraan individu. Jelas sekali
belum semua individu dari kelompok kelompok yang berbeda termaksimalkan
dalam hal ini. Ada gap yang bersar antara kelompok kelompok yang terlibat, yang
jelas masyrakata adalah pihak yang tidak diuntungkan di sini. Seperti contohnya,
dengan adanya keberadaan parkir-parkir liar yang mengatas namakan paguyuban,
karang taruna, pemuda dan semacamnya. Yang mana persentasi mereka
mendapatkan keuntungan jauh lebih besar daripada sumbangan yang dapat
diberikan pada pemerintah daerah ataupun pihak resmi yang berwenang dalam
urusan pemungutan hasil retribusi parkir. masih banyaknya titik titik parkir yang
dikuasi oleh oknum oknum seperti ini, jelas saja secara kesejahteraan mereka lebih
diuntungkan dari pihak-pihak lainnya. Dengan persentasi kendaraan parkir yang
65
ramai setiap harinya yang tentunya membawa hasil yang tidak sedikit,
dibandingkan dengan pengeluran yang mereka keluarkan perhari sangatlah tidak
sebanding. Seperti penuturan petugas parkir yang peneliti wawancarai terkait
masalah pendapatan, setoran dan lainnya. Mas Rudi, petugas parkir yang peneliti
wawancari menuturkan dalam seharinya, petugas parkir menyetorkan sebesar Rp
40.000 rupiah kepada paguyuban. Sementara sisanya buat petugas parkir. dengan
setoran hanya sebesar 40.000 harinya, dibandingan dengan pemasukan yang
mereka dapatkan sehari dari sekian banyaknya pengendara yang parkir jelas tidak
seimbang. Ditambah lagi dengan mereka tidak pernah ditarik oleh dishub,
paguyuban hanya membayarkan kepada dispenda setiap bulannya hanya sebesar Rp
500.000. jumlah yang sangat kecil juka dibandingkan dengan pendapatan mereka
yang perbulannya bisa puluhan juta.
Kemudian dalam hal melindungi kesejahteraan minimum, yang mana dalam
kebijakan publik memiliki makna sebagai peningkatan kesejahteraan sebagian
orang dan pada saat yang sama melindungi posisi posisi yang dirugikan. Artinya
kebijakan tersebut tidak hanya menguntungkan satu pihak saja, tetapi yang lain
dirugikan. Semenjak dikeluarkan dan ditetapkan nya kenaikan tarif retribusi parkir
di kota malang melalui peraturan daerah nomor 3 tahun 2015, memang banyak
terdapat protes dan keluhan dari masyarakat. Yang mana tarif baru ini dinilai sangat
memberatkan masyarakat. Sebetulnya hal ini sudah lama terjadi, bahkan sebelum
dikeluarkannya perda no.3 tahun 2015 tentang tarif yang baru, justru sebelum itu
sudah banyak para juru parkir yang malah meminta tarif sebesar 2000 rupiah,
padahal pada waktu itu belum ada kebijakan soal perubahan harga, artinya masih
66
mengacu pada perda yang lama, nomor 1 tahun 2011, yaitu sebesar 1000 rupiah.
Ketika peneliti menanyakan soal fenomena ini pada masyarakat pengguna parkir,
para pengguna parkir rata rata enggan untuk melakukan protes, dengan alasan tidak
ingin nanti menjadi masalah atau terjadinya keributan. Seperti yang diungkapkan
oleh Very :
“kalau keberatan ya jelas keberatan mas, masa harganya nggak sesuai
dengan yang diatur oleh pemda, tapi kita mau protes juga segan. Pertama
dari pada nyari rebut, ya mending kasih aja. Dia mintanya berapa ya kasih.
Toh saya disini pendatang juga. Dari pada kenapa-kenapa”.
Hal-hal seperti ini harusnya menjadi perhatian dinas perhubungan, sebagai
pelaksana dan pemangku kebijakan, dishub harus bisa melindungi dan menjamin
hak-hak masyarakatnya. Dishub harus mampu menjamin keamanan dan pelayanan
terhadap masyarakat. Dan pada hal ini dishub belum mampu melaksanakan
perannya secara maksimal. Kebanyakan dari masyarakat enggan untuk melapor
karena takut dan enggan berurusan dengan para tukang parkir, karena menurut
pengakuan mereka, rata-rata para petugas merupakan “preman”.
Memang ketika peneliti tanyakan mengenai persolan ini kepada pihak dinas
perhubungan, mereka memberi tanggapan akan menindak lanjuti petugas petugas
yang seperti ini, Bapak Hary Dwi Yunianto mengatakan :
“Pengawasan dilakukan setiap hari oleh para petugas dari Dishub. Dan kita
juga terus merespon keluhan-keluhan masyarakat terhadap juru parkir yang
tidak melakukan fungsinya sesuai dengan ketentuan. kita ini bekerja dengan
keterbatasan jumlah petugas. Banyak titik yang harus dikelilingi setiap hari
oleh petugas, jikalau ada memang fenomena seperti itu, mungkin petugas kita
belum sampai melakukan pengawasan kesana. Nanti kalau yang seperti itu,
minta saja karcisnya, kalau dia tidak mau kasih, ada hotline Dishub, silahkan
lapor. Silahkan foto, itu bisa ditindak”.
67
Berdasarkan penjelasan dari pihak dari dinas perhubungan, kita harus
mengapresiasi jikan benar langkah tersebut dilakukan. Karena pelayananan dan
perlindungan pada hak hak masyarakat ini harus diutamakan. Walaupun demikian,
dari pihak masyarakat, tetap saja masih enggan dan takut untuk melakukan
complain jika terjadi hal-hal seperti seperti itu. Disinilah bagaimana peran dinas
perhubungan bagaimana membangun trust masyarakat kepada pemerintah,
bagaimana meyakinkan bahwa mereka akan mendapat kepastian hokum dan
keamanan.
Sekarang kedepannya, tinggal bagaimana keseriusan dari pihak dinas
perhubungan dalam mengatasi permasalahan ini, bukan hanya sekedar
menyediakan layanan pengaduan saja, akan tetapi harus ditindak lanjuti secara
langsung dan tegas, agar hal-hal seperti ini tidak merugikan masyarakat.
5.1.5 Responsifitas
Penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan parkir di Kota Malang, tidaklah
sematamata untuk mengejar pemasukan PAD, tetapi yang tidak kalah pentingnya
yakni pemenuhan kebutuhan masyarakat akan wilayah parkir yang ideal dan
refresentatif sebagai salah satu unsur yang mendukung kegiatan aktifitas warga
Kota Malang, haruslah di sediakan oleh Pemerintah Kota Malang. di samping itu
pula, pertanggung jawaban petugas akan sistem keamanan dan pengelolan retribusi
dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan haruslah
diterapkan di lembaga organisasi pemerintah yang menangani kegiatan ini,
mengingat hal ini untuk memberikan pelayanan, kenyamanan, penyediaan fasilitas
68
yang menyangkut sarana dan prasarana parkir serta kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah dalam hal mengelola kebijakan parkir. Berbagai kondisi yang
ideal dan di harapkan masyarakat tersebut haruslah di rumuskan dan terwakili
dalam setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Kota Malang.
Terkait soal kenaikan tarif ini, sebenarnya banyak pihak yang menolak,
terutama dari kalangan masyarakat. Senada dengan yang disampaikan oleh Very
Alqdr, masyarakat pengguna parkir yang peneliti wawancara terkait kenaikan tarif
retribusi parkir :
“kalau masalah kenaikan harga sebenarnya sih enggak setuju mas ya.
Soalnya kita kan juga bingung, nggak ada bedanya antara tarif Rp 1000,
dengan tarif Rp 2000. Dari fasilitas juga nggak ada yang berubah,
menaikkan itu alsanya buat apa kan kita juga nggak tau. Bakal jadi apa
setelah dinaikkan jadi Rp 2000. Saya sebagai pengguna parkir selama ini
juga ngga merasakan perbedaan sebelum dan setelah dinaikkan”.15
Ketika peneliti mencoba menjelaskan kepada yang bersangkutan, bahwa
salah satu alasan pemerintah Kota Malang menaikkan harga tarif parkir adalah
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir, juga
untuk memenuhi target yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Malang,
yaitu sebesar 7 Milyar pertahunnya. Terhadap hal itu Very juga memberikan
tanggapanya :
“Menurut saya sih mas, kalau memang alasan dinaikkannya untuk mengejar
target dan menggenjot pendapatan daerah dari parkir, toh kan selama ini
kita juga nggak pernah tau kalo targetnya itu terpenuhi atau tidaknya. Dulu
yang Rp 1000 aja kita nggak tau terpenuhi atau tidak, kita nggak bisa lihat
datanya, apalagi sekarang naik jadi Rp 2000. Itu juga nggak ada keterbukaan
sih masalah hasil pemungutannya. Ya harus transparan lah, setidaknya ada
laporanya ada di web atau dimana gitu biar kita masyarakat tau”.16
15 Wawancara dengan Very Alqdr. Masyarakat pengguna parkir tepi jalan, pada tanggal 19
April 2017 pukul 15.45 WIB 16 Wawancara Very, Ibid.
69
Soal kenaikan harga parkir ini memang menjadi pertentangan di kalangan
masyarakat sejak perda Nomor 3 Tahun 2015 ini dikeluarkan dan diterapkan.
Banyak masyarakat yang keberatan harus membayar sebesar Rp 2000 untuak tarif
sekali parkir, terlebih untuk masyarakat yang mobilitasnya terbilang aktif, mereka
mengeluhkan totalan biaya yang harus dikeluarkan dalam sehari hanya untuk
parkir, belum lagi jika singgah dibanyak tempat umum.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh tim Malang Corruption
Watch, terkait persepsi masyarakat terhadap kenaikan tarif parkir, kebanyakan
masyarakat menyatan menolak akan kenaikan tarif parkir. berikut gambarannya :
Gambar 5.3
Persepsi masyarakat terkait kebijakan tarif parkir
Sumber : Hasil riset Malang Corruption Watch
Pada diagram tersebut, survey yang dilakukan oleh tim Malang Corruption Watch
dari total 120 orang responden, 96 responden menyatakan tidak setuju dengan kebijakan
kenaikan tarif parkir yang diberlakukan, dengan alasan pengeluaran untuk baiaya parkir
20%
80%
Kebijakan Tarif
setuju
Tidak setuju
70
tidak sebanding dengan tujuan17. Dari hasil tersebut dapat kita lihat bahwa kebijakan
kenaikan tarif yang diberlakukan cenderung memberatkan masyarakat.
Yang menjadi keluhan masyarakat selama ini soal masalah parkir sebenarnya tidak
hanya soal tarif yang naik, akan tetapi juga soal fasilitas parkir, kemanan, tidak adanya
karcis dan pelayanan dari petugas parkir. hal ini juga diamini oleh Buyung Jaya Sutrisna,
ketika peneliti tanyakan soal apakah ada aduan dari masyarakat terkait masalah parkir ini,
Buyung mengatakan :
“kalau aduan dari masyarakat banyak sih, soal fasilitas misalnya. fasilitas
yang disediakan, ataupun keamanan yang diperoleh oleh masyarakat. Yang
sering menjadi keluhan masyarakat ialah ada tempat parkir misalnya, yang
mana ketika kita dating petugasnya tidak ada, lalu ketika sudah mau pergi
tiba-tiba ada tukang parkirnya, dan tidak diberi karcis dan tidak memiliki
identitas resmi. Soal keamanan, ketika terjadi kehilangan misalnya itu tidak
ada bentuk ganti rugi dari pemerintah, itu yang menjadi bentuk kekecewaan
masyarakat. Karena sebetulnya soal keamanan, kenyamanan dan fasilitas
menjadi tanggung jawab penuh pemerintah”.18
Balik lagi ke respon masyarakat terhadap jalannya kebijakan parkir di kota
Malang ini, sebagai masyarakat pengguna parkir umum, Very juga menyampaikan
keinginan dan sarannya untuk Pemerintah Kota Malang dan Dinas terkait dalam hal
masalah parkir ke depannya :
“untuk masukan sih banyak mas. Pertama perlu adanya ketegasan dari
dishub untuk membereskan parkir-parkir liar. Kedua, kalau memang
dinaikkan tarifnya, ya sama-samalah masayarakat harus tau, harus ada
keterbukaan atas manajemen dia semua, itu uangnya kemana, peruntukannya
untuk apa dan kita bisa mengakses data itu secara luas. Poin pentingnya
sebenarnya disitu, kegunaanya untuk apa. Kalau kayak sekarangkan kan
manajemennya belum bagus ya, dia naikin parkir tapi asal menaikkan aja,
tanpa ada sosialisasi, pertimbangan dianikkan nya juga apa?Untuk fasilitas
aja deh contohnya, nggak usah jauh jauh ngomongin fasilitas tempat dan
lahan, untuk plang aja tuh nggak ada, kalau parkir disitu mobil sekian,
sepeda motor berapa, kayaknya belum ada. Kalau kayak di Jakarta tu hampir
17 Hasil riset Malang Corruption Watch, “Parkir dan Buruknya Tata kelola Pemerintah” hal
4. 18 Wawancara dengan Buyung Jaya Sutrisna, Divisi Advokasi Malang Corruption Watch
pada tanggal 17 April 2017 pada pukul 14.30 WIB
71
semua titik parkir tuh ada ada plang dengan tarif resminya. Jadi jelas, kita
mau bayar juga nggak mikir.
Yang paling soal keterbukaan, hasil pungutan retribusi itu bisa kita akses.
Sekarang zamanya semua harus serba terbuka dan jelas. Saya bukan apa-
apa, soalnya kan kalau seperti Dishub ini kan rentan mas ya”.19
Dalam hal kebijakan publik, hendaknya hal-hal yang menjadi keluhan dari
masyarakat ini menjadi perhatian bagi pemerintah dalam perbaikan dan masukan
untuk kedepanya, bagaimana sebuah kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah,
tentunya harus juga melihat kondisi sosial masyarakat, banyak hal yang mesti
dipertimbangkan, dan juga peran serta masyarakat dalam hal perumusan sebuah
kebijakan sangat diperlukan, agar tidak terjadinya kesenjangan, juga mewujudkan
sistem pemerintahan yang berdemokrasi, terbuka dan transparan.
5.1.6 Ketepatan
Pada kebijakan Publik, ketepatan merujuk pada nilai dari tujuan program dan
pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Menurut winarno,
Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan
rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan
tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan
dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan
bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut.20
Pemerintah kota malang, melihat retribusi parkir sebagai peluang untuk
mendapatkan pendapatan asli daerah yang cukup besar. Dari tahun ke tahun,
pemerintah kota malang terus menaikkan target pungutan hasil retribusi parkir,
19 Wawancara Very Alqdr. Op. Cit., 20 Maya Utari. Op.Cit., Hal 23
72
guna menunjang pad lebih tinggi lagi dari sektor tersebut. Salah satu langkah yang
diambil oleh pemerintah kota malang terkait hal ini adalah, dengan mengeluarkan
peraturan daerah nomor 3 tahun 2015. Yaitu perihal ergantian tarif retribusi, yang
mana diantaranya mengatur tentang perubahan harga tarif retribusi parkir.
Kenaikan tarif ini memang menuai pro dan kontra. Dinas perhubungan Kota malang
sebagai intansi terkait yang menangani masalah lalu lintas dan parkir, menilai
langkah pemerintah menikkan harga parkir sudah tepat, melihat kondisi
penggunaan kendaraan di kota mlang meningkat setiap tahunnya. Tapi bila kita
lihat dari sisi lain, melihat pertentangan dari masyarakat terkait kenaikkan ini, tentu
harus kita telaah lagi, benarkah cara ini sudah tepat untuk mencapai tujuan
pemerintah dalam peningkatan pendapatan daerah.
Perlu kita ingat lagi, bahwa dalam mengeluarkan sebuah kebijakan tidak
melulu soal hasil fiscal, tetapi pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga harus
mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan fasilitas yang diterima, pelayanan yang baik, kesanggupan masyarakat. Di
samping itu pula pertanggung jawaban petugas akan sistem keamanan dan
pengelolan retribusi dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan haruslah diterapkan di lembaga organisasi pemerintah yang menangani
kegiatan ini, mengingat hal ini untuk memberikan pelayanan, kenyamanan,
penyediaan fasilitas yang menyangkut sarana dan prasarana parkir serta
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal mengelola kebijakan
parkir. Berbagai kondisi yang ideal dan di harapkan masyarakat tersebut haruslah
di rumuskan dan terwakili dalam setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
73
pemerintah Kota Malang, dan segi sosial dan ekonomi tentu juga harus menjadi
pertimbangan. Pihak Dinas Perhubungan ketika peneliti tanyakan soal, alasan
dibalik kenaikan tarif parkir, padahal sebelumnya sudah ditentang oleh masyarakat.
Bapak Hary mengatakan ;
”Dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, jumlah kendaraan
meningkat, sentra-sentra ekonomi yang berkembang sangat pesat. Contoh
kecil saja bidang pendidikan, untuk Universitas brawijaya saja, setiap tahun
masuk 15.000 mahasiswa baru. Pertimbangannya ya untuk mengatur hal-hal
itu. Kedua, Target. Dengan berbagai survey, analisa dan sebagainya dengan
pertimbangan, yang mempertimbangkan masyarakat, dalam tanda kutip
sudah diwakili oleh mahasiswa, yang kemudian diusulkan ke DPRD. Akhinya
DPRD mengeluarkan sebuah target. Patah tahun 2015 kemarin, di tahun
yang sama itu ada 2 kali perubahan target. Dari 3 Milyar, menjadi 4,5
Milyar, terpenuhi. 2016 menjadi 7 Milyar, terpenuhi. Sekarang melihat
perkembangan lagi, malang yang semakin padat dengan kendaraan,
targetnya dinaikkan lagi untuk 2017 menjadi 7,5 Milyar. Target itu tidak
berlaku untuk Dinas perhubungan yang menangani masalah ini, saja tetapi
juga bagi juru parkir”.21
Terkait hal itu, pihak Malang Corruption Watch juga memberi tanggapannya
tentang perubahan tarif parkir dalam peraturan daerah nomor 3 tahun 2015 ini.
Ketika peneliti melakukan wawancara dan menanyakan tanggapan dari pihak
Malang Corruption Watch terkait hal ini, Buyung Jaya Sutrisna mengatakan ;
“Dari tahun 2015, MCW memang sempat mengadvokasi perubahan perda
retribusi no.3 tahun 2015, yang sebelumnya perda no.1 tahun 2011. Ada
beberapa catatan dari teman-teman MCW yang juga melibatkan teman-
teman akademisi di Malang raya. Kita melihat apa yang menjadi landasan
awal atau dasar pertimbangan perda ini diubah, karena di dalamnya
perubahan tersebut ada substansi yang sangat krusial menurut kita, terutama
dalam kenaikkan tarif retribusi parkir. Setelah kami evalusi perda tersebut,
ada beberapa catatan yang kami dapatkan dari perda itu, tenyata memang
perubahan perda itu dari awal tidak ada kajian akademik. atau naskah
akademik yang menjadi landasan perda itu dirubah, dan menjadi landasan
tarif retribusi itu kemudian dinaikkan, itu yang coba kami analisa. Ketika
coba kami akses di pemerintahan kota malang, khususnya Dinas
perhubungan yang bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan parkir,
21 Wawancara Hary Dwi Yunianto. Op.Cit.,
74
akan tetapi dinas perhubungan juga ketika kami konfirmasi terkait
permohonan informasi terkait naskah akademik, yang mana itu menjadi
rujukan awal perda itu dibuat, namun apa yang kami terima tidak sesuai
dengan permohonan. Kami diberikan nota keterangan yang itu tidak ada
implikasinya terhadap perubahan perda, seharusnya naskah akademik itu
ada. Jadi memang dari awal tidak ada naskah akademik, termasuk pada
perda yang lama, no.1 tahun 2011. Ini menurut informan yang dia itu salah
satu orang yang pernah aktif di internal pemerintahan daerah Kota
Malang”.22
Seperti yang dijelaskan diatas, Malang Corruption Watch menilai dari awal
memang perda ini sudah bermasalah, selain tidak adanya kajian akademis soal
pertimbangan kenaikan tarif yang tidak bisa ditunjukkan oleh pihak pemerintah
kota malang dan Dinas perhubungan, tidak dilibatkannya masyarakat dan LSM
dalam dalam perumusan kebijakan, alasan kenaikan yang dikakatan oleh
pemerintah Kota Malang, juga cenderung mengada-ada dan tidak mendasar.
Buyung menjelaskan bahwa, pihak Malang Corruption Watch juga pernah
mendapatkan informasi dari salah satu orang DPRD Kota Malang; buyung
menyampaikan :
“ini menarik sebenarnya, di pemerintahan kota malang ini pernah dibahas,
oleh pihak pemkot dan DPRD. Yang mana dalam pembahasan itu, kenapa
tarif itu dinaikkan ada salah satu alasan yang menarik. Pada awalnya pihak
DPRD mengusulkan, bagaimana jika tarif parkir dinaikkan menjadi Rp
1.500. dan pihak pemkot malah menanggapi, jangan 1.500, tapi ya harus RP
2000, biar tidak ada kembalian, biar tidak ada kebocoran dari kembalian itu.
ini kan tidak ada hubungannya dengan kembalian yang 500 itu, ini
sebenarnya bukan alasan yang mendasar”.23
Menurut MCW pemerintah kota Malang, DPRD dan Dinas perhubungan
perlu mengkaji ulang lagi kenaikan tarif retribusi parkir ini. Karena mereka, dalam
mengeluarkan sebuah kebijakan atau peraturan daerah, harus kongkrit dan jelas
22 Wawancara Buyung Jaya Sutrisna. Op.Cit., 23 Wawancara Buyung. Ibid., Tanggal 17 April 2017, pukul 14.30 WIB
75
alasannya, transparan, melibatkan masyarakat dan tentunya harus
mempertimbangkan kondisi masyarakat atau sasaran kebijakan, dari kebijakan
yang akan dikeluarkan. Selanjutnya Buyung menjelaskan :
“Sebenarnya kalau mau mempertimbangkan kenaikan tarif tersebut kan
harus dilihat dulu dari aspek sosiologisnya seperti apa, segi ekonominya
seperti apa. Kalau menentukan kebijakan daerah itu, terutama fiscal, harus
dilihat dulu kemampuan masyarakatnya seperti apa. Kalau kita melihat di
daerah lain, contohnya saja kota Blitar, disana parkirnya Cuma 1000, tetapi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat. Sedangkan Malang, meskipun
tarifnya dianikkan tapi targetnya tidak tercapai, dan Malang merupakan
paling mahal di jawa timur untuk urusan parkir. Ini salah satu kelemahan di
perda itu, tidak mencantumkan landasan-landasa kebijakan itu. Misalkan
kebijakan fiscal daerahnya seperti apa. Di perda itu tidak mencantumkan
misalnya undang-undang no.33 tahun 2004, itu juga harusnya menjadi
landasan sebenarnya”.24
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
ketepatan dalam kebijakan parkir di kota malang belum tercapai. Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah Kota Malang dalam mencapai tujuan kebijakan dengan
cara menaikkan harga tarif demi mencapai target pendapatan asli daerah belumlah
tepat. Ke depannya, pemerintah Kota malang diharapkan dapat mengevaluasi lagi
kebijakan kenaikan tarif ini, tentunya dengan melibatkan pihak masyarakat/LSM
juga mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya kondisi fiscal daerah, dan
sosial ekonomi masyarakat.
5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan kebijakan Parkir di
Kota Malang
Faktor pendukung dan penghambat merupakan salah satu aspek penting
dalam implementasi atau jalannya sebuah kebijakan, untuk dapat melihat dari kedua
24 Wawancara Buyung. Ibid., Tanggal 17 April 2017, pukul 14.30 WIB
76
belah sisi dari sebuah kebijakan tersebut. Sisi yang baik yaitu faktor-faktor yang
pendukung yang dapat menunjang jalaannya sebuah kebijakan kedepannya, agar
bisa dipertahankan dan dapat lebih ditingkatkan lagi kedepannya. semestara dari
dari sisi negatif, yaitu faktor penghambat. yang mana dari faktor penghalang
tersebut, juga dapat kita ambil kesimpulan apa-apa saja yang masih perlu dibenahi
kedepannya, guna berjalannya sebuah kebijakan dengan baik dan sesuai dengan
tujuan. Dalam implementasinya, tentu kebijakan parkir di Kota Malang ini juga
memiliki kedua hal tersebut, yaitu adaanya faktor pendukung dan penghambat
dalam proses berjalanya kebijakan tersebut. Di sini, peneliti akan menjelaskan
mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kebijakan parkir
di Kota Malang.
5.2.1 Faktor Pendukung
Dalam implementasi atau pelaksanaan sebuah kebijakan oleh pemerintah,
tentu memiliki faktor pendukung dalam menunjang terlaksananya sebuah kebijakan
oleh pemerintah sesuai dengan rencana. Pada pelaksanaan kebijakan parkir di Kota
Malang Dinas Perhubungan berupaya dalam melaksanakan tugasnya dalam
memenuhi tugas dan tanggung jawab dalam urusan perparkiran dan mengatasi
masalah dengan disposisi dan struktur birokrasi. Disposisi merupakan sikap dari
implementor dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan. Dalam
pelaksanaaannya Dinas perhubungan Kota Malang berupaya melaksanankan tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas pokok lembaga birokrasi yang
bertugas menjalankan kebijakan. Para petugas harus mempunyai komitmen dalam
menindak segala bentuk pelanggaran yang ditemukan di lapangan.
77
Dalam pelaksanaan pengelolaan, dinas perhubungan kota Malang sudah
memiliki struktur birokrasi yang jelas, yang mana tiap tiap sesksi memiliki porsi
kewenangan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi selaku implementor. Dalam
struktur organisasinya, Dinas perhubungan Kota Malang dalam bidang urusan
parkir membagi sesi menjadi tiga bagian. Sepeti pada struktur organisasi yang ada
di atas, dalam urusan bidang parkir terdapat 3 sesi yaitu antara lain. Pertama, sesi
pelayanan parkir. kedua, perencanaan tata kelola parkir. ketiga, sesi pengawasan
dan pengendalian.
Setiap sesi inilah yang kemudian yang bekerja sesuai dengan job descripction
masing-masing, dan kemudian saling berkoordinasi dalam hal penanganan masalah
perparkiran di Kota Malang. untuk pengelolaan masalah pengawasan dan
pengendalian, merupakan tugas dari anggota kasi pengawasan dan pengendalian.
Setiap hari para petugas berjeliling ke setiap titik parkir di kota Malang, mengawasi
dan memantau setiap kegiatan perparkiran. Sesi ini juga memiliki tugas memantau
titik titik parkir baru yang ada, untuk kemudian di data, dan diminta untuk
mendaftarkan diri kepada dinas perhubungan kota Malang, untuk kemudian dibina
dan melakukan kerjasama. Jika ada terjadi pelanggaran di lapangan, sesi ini juga
bertugas melakukan penindakan. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Hary Dwi
Yunianto:
“jika terjadi pelanggaran, kita akan menindak secara resmi, bekerja sama
dengan pihak kepolisian. untuk pelanggaran kecil seperti pemberian karcis
berlaminating, petugas tidak memberikan karcis resmi, akan kita berlakukan
TIPIRIN (tindak pidanan ringan), karena itu jelas melanggar. Itu untuk
permasalahan yang tidak bisa ditolerir. Tapi kalau untuk masalah yang kecil,
semisal dia lupa pakai seragam atau kartu pengenal, itu sifatnya pembinaan,
nanti akan diberi surat panggilan, KTP diambil dan diberi pembinaan di
78
Dinas Perhubungan, dan yang menangani adalah PPNS (Penyidik Pegawai
negeri Sipil)”.25
Inilah yang menjadi faktor penunjang/pendukung pelaksanaan kebijakan
parkir di Kota Malang. dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah Kota
Malang dan Dinas perhubungan dalam hal ini, demi terwujudnya pelaksanaan
kebijakan sesuai yang direncanakan.
5.2.2 Faktor penghambat
Dalam Pelaksanaannya, Dinas Perhubungan sebagai pelaksana kebijakan
juga memiliki hambatan dalam implementasi kebijakan parkir di Kota Malang.
Pertama, keterbatasan lahan parkir menjadi alasan mengapa kita kerap menjumpai
titik titik parkir yang tidak semestinya, ruas-ruas jalan kerap kali dimanfaatkan oleh
para petugas parkir untuk memarkir kendaraan-kendaraan di jalan-jalan besar di
Kota Malang. yang mana hal ini sudah tentu membuat arus kendaraan yang melaju
melewati daerah tersebut menjadi terganggu dan terhambat. Ruas jalan yang
sempit, ditambah lagi dengan banyaknya kendaraan yang parkir kerap kali
membuat macet jalanan. Pada dasarnya, di dalam aturan, tidak diperbolehkan
memarkir kendaraan atau adanya aktivitas parir di sepenjang jalan Nasional
maupun jalan Provinsi, Namun pada kenyataannya, hal ini banyak terjadi di Kota
Malang. Terkait hal ini, pihak Dinas perhubungan memberikan penjelasannya,
seperti yang dikatankan oleh Hary Dwi Yunianto;
“jadi sebetulnya kita juga dihadapkan dengan situasi yang sebenarnya
bertentangan. Jl. Raden intan sampai Gadang itu jl.Nasional. Dalam
ketentuannya, jl.Nasional tidak boleh dijadikan untuk tempat parkir. tapi
bagaimana kalau disepanjang jalan tersebut banyak kegiatan ekonomi?
25 Wawancara dengan Hary Dwi Yunianto, Kasi Perencanaan Tata Kelola Parkir Dinas
Perhubungan Kota Malang Pada tanggal 3 April 2017, pukul 10.15 WIB
79
Kalau tidak ada tempat parkir sukses nggak kegiatan ekonomi disitu? Kalau
ada yang mau transaksi disitu, masa dia parkirnya harus jauh kan nggak
mungkin. Itu baru jl.Nasional, kalau jalan provinsi dari bawahnya flyover
malang, sampai alun-alun itu jl.Provinsi. Dalam ketentuan juga tidak boleh
melakukan kegiatan perparkiran. Akhirnya dari pihak pemerintah kota
malang “mengatur itu”. Jadi kalau kendala-kendala ya pasti ada mas”.26
Menurut peniliti, berdasarkan hal-hal yang dijelaskan diatas oleh pihak Dinas
Perhubungan ini terkait alasan pemakaian ruas jalan yang dilarang sebagai tempat
parkir, merupakan salah satu bentuk ketidakmampuan sebuah organisasi
pemerintah, sebuah organisasi dapat dikatakan berhasil apabila mampu
mengasilkan sebuah kebijakan yang dapat memecahkan masalah, yang tentunya
bermanfaat baik dan memberi manfaat kepada banyak pihak, terutama masyarakat.
Bukan justru malah “menabrak” aturan seperti itu, apalagi dengan alas an demi
memenuhi target pendapatan dan banyaknya kegiatan ekonomi di sana. Kalau
memang sendainya banyak kegiatan ekonomi di daerah tersebut, harusnya dinas
perhubungan mencari solusi bersama terkait hal ini, bagaimana kegiatan parkir
tetap terlaksana dengan baik, tanpa mengabaikan peraturan yang telah ada, apalagi
melanggar.
Kedua, hambatan lain yang dihadapi oleh Dinas Perhubungan dalam
penerapan kebijakan parkir di Kota Malang adalah masih banyaknya titik parkir
yang belum tertangani, yang masih dikelola dikelola oleh pihak-pihak di luar
naungan Dinas Perhubungan. Titik-titik parkir yang masih dikelola oleh pemuda
atau paguyuban.
26 Wawancara Hary Dwi Yunianto, Ibid.,
80
Peneliti mencoba mencari dan menggali informasi terkait kegiatan parkir
pemuda dan paguyuban ini, informan berusaha menghubungi salah satu petugas
parkir tepi jalan yang terlihat menggunakan rompi dengan tulisan yang berbeda dari
biasanya, ketika dikonfirmasi perihal statusnya beliau memberi tanggapan bahwa:
“ini dikelola karang taruna, jadi bukan dari Dishub. Jadi seragamnya bebas,
Cuma ada lambag karang taruna. yang membedakan Cuma seragam mas,
ada lambing karang taruna. Terus ada nama RW dan nama kampungnya”.27
Saat peneliti menanyakan apakah dengan kegiatan parkir karang taruna ini,
tidak ada ada teguran atau razia dari Dinas perhubungan, beliau mengatakan kalau
mereka sudah mendapat ijin dari dan surat dari karang taruna, RW sekitar dan dinas
pendapatan daerah (Dispenda). Peneneliti juga menanyakan soal target, pendapatan
parkir, dan setoran, diserahkan kepada siapa saja. Lebih lanjut beliau mengatan ;
“lihat lokasi sih biasanya mas, liat lokasi rame atau tidaknya. Jadi tidak
harus pasti nominalnya. Kadang kita juga nutup teman-teman yang sepi,
semisal seperti di pangeran muda kan sepi, jadi kita bantu nutupin teman
yang disana. Kalau ke dispendanya ya tetep, semisal sebulannya Rp 500.000,
ya tetap Rp 500.000. Makanya kalau jukir yang sepi tempatnya kita tutupin
sama yang tempatnya rame, kita selalu kompak. Kalau untuk setoran kita di
sini nyiapin Rp.40.000 per hari untuk karang taurna, sisanya buat petugas
parkir.
Keberadaan parkir-parkir seperti ini merupakan salah satu faktor tidak
maksimalnya pendapatan daerah dari hasil retribusi parkir, memang mereka
mengatakan kalau hasil pungutannya disetor oleh karang taruna/paguyuban ke
disepanda, tapi apakah nominal yang diserahkan sebanding dengan total yang
mereka dapatkan, jika sehari mereka hanya setor Rp 40.000, sedangan pendapatan
27 Wawancara dengan Mas Rudi, petugas parkir tepi jalan. Dilakukan pada tanggal 12 April
2017 pukul 17.00 WIB
81
parkir seharinya jika dikalikan bisa ratusan ribu, bahkan bisa sampai Rp 500.000-
700.000 perhari, dan itu baru di satu titik parkir. Apabila dinas perhubungan bisa
mengoptimalkan hal-hal seperti ini, tentu pemasukan dari sektor parkir akan jauh
lebih maksimal.
Ketiga, yang menjadi kendala atau halangan bagi penerapan kebijakan parkir
di Kota Malang adalah kondisi cuaca yang kerap tidak menentu, yang berpengaruh
pada pendapatan para petugas parkir. semisal cuaca hujan terus menerus, tentu tidak
dapat income, dan target tidak tercapai.
82
BAB VI
PENUTUP
Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan mengenai hasil
penelitian terkait dengan hasil evaluasi kebijakan parkir di Kota Malang. Peneliti
juga akan memberikan saran dan rekomendasi yang sekiranya dapat dilakukan dan
dilaksanakan oleh pemerintah Kota Malang, guna peningkatan pelayanan parkir di
Kota Malang agar lebih baik lagi di tahun-tahun kedepannya.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti jabarkan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kebijakan parkir di Kota Malang sebenarnya sudah mengituti
peraturan yang ada, namun masih ada beberapa faktor yang perlu diperbaiki dan
menjadi catatan bagi pemerintah Kota Malang dan Dinas Perhubungan
kedepannya untuk diperbaiki. setidaknya perlu adanya revisi terhadap perda ini,
karena peneliti menilai perda ini masih banyak celah kekurangannya. Perda
nomor 4 tahun 2009 tidak mengatur secara detail tentang pengelolaan parkir di
Kota Malang. belum adanya poin poin tentang pemetaan wilayah parkir, yang
selama ini masih berdasarkan kecamatan, tanpa adanya titik yang jelas secara
fisik. Peraturan yang mengatur tentang petugas parkir, kejelasan hukum soal
kehilangan kendaraan masyarakat dan banyak hal lainnya.
2. Keterbukaan informasi oleh pemerintah daerah dan Dinas Perhubungan juga
merupakan hal yang sangat penting. Misal dalam hal laporan tahunan, laporan
evaluasi, laporan keuangan yang bisa diakses oleh masyarakat. Di zaman
83
83
keterbukaan informasi seperti ini, masyarakat harus bisa mengangses informasi
perihal hasil kerja pemerintah mereka, dan hal ini juga jelas diatur dalam Pasal
7 Ayat (1) UU No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/ atau menerbitkan
Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon
Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan”1.
Jika pemerintah Kota Malang serius dalam hal menjalankan tugas dan
kewajibannya sebegai aparatur pemerintahan dan penyelenggara Negara, maka
hal ini perlu diterapkan.
3. Peran sarta masyarakat merupakan inti dalam mebangun pemerintahan yang
demokratis. Karena keterbukaan merupakan hal yang sangat penting. Jika sejak
awal perumusan kebijakan perubahan peraturan daerah tentang retribusi jasa
parkir tidak pernah dilibatkan, bagaimana bisa pemerintah mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat, karena tidak adanya saling keterbukaan dan
keterlibatan masyarakat dalam perumusan, hingga penetapan peraturan daerah
tersebut. Alhasil perda yang dihasilkan dan ditetapkan tersebut tidak sesuai
dengan keinginan masyarakat.
6.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan yang peneliti amati secara
langsung di lapangan, maka peneliti akan memberikan rekomendasi kepada
pemerintah Kota Malang, Dinas Perhubungan, dan pihak-pihat yang terkait dalam
1 Buyung Jaya Strisna. “Parkir dan Buruknya Tata Kelola Pemerintah” hal 8.
84
84
hal pengelolaan parkir di Kota Malang, tak terlepas juga kepada masyarakat Kota
Malang sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perbaikan masalah parkir
di Kota Malang ke depannya.
1. Memperbaiki manajemen/pengelolaan
Dinas Perhubungan Kota Malang sebagai pembuat dan pelaksana
kebijakan, kedepannya diharapkan mampu memperbaiki manajemen
pengelolaan parkir. berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang di dapat,
permasalahan parkir yang ada selama ini di kota Malang sebetulnya merupakan
karena masih belum bagusnya manajemen dan tata kelola dari dinas dan pihak
terkait.
2. Sistem Pengawasan dan Kontrol Pemerintah Perlu Ditingkatkan.
Seperti halnya parkir-parkir liar, harus ada ketegasan yang lebih dari Dinas
untuk menindak oknum-oknum yang selama ini meraup keuntungan dari
penarikan parkir, bukan hanya juru parkirnya yang melulu ditindak, tapi harus
memutus sindikatnya. kegiatan razia yang dilakukan selama ini hanya semacam
“pemadam kebakaran” sesaat saja, kalau tidak dicari akar permasalahanya, tentu
akan terulang lagi.
3. Peran serta masyarakat dan LSM
Dalam urusan kebijakan publik, baik perumusan ataupun evaluasi
seharusnya melibatkan masyarakat. Karena bagaimana pun, masyarakat adalah
pihak yang akan menjalankan kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah.
Masyarakat harus tau dan terllibat dalam sebuah proses kebijakan publik.
Peranan masyarakat harus dilibatkan dalam masukan pada pemerintah terhadap
85
85
produk sebuah kebijakan. Sehingga tidak terjadi kesenjangan dan keberatan dari
masyarakat dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Peranan Lembaga sosial
masyarakat juga penting dalam hal ini, keberadaan Malang Corruption Watch
sebagai lembaga pengawas merupakan hal penting untuk mengawal sebuah
produk kebijakan, agar tidak merugikan dan memberatkan masyarakat dan bisa
memonitoring proses perumusannya tersebut.
4. Titik lokasi parkir/pemetaan wilayah parkir
Pemetaan wilayah parkir menjadi sebuah keharusan demi adanya
kejelasan bagi masyarakat untuk mengetahui lokasi titik titik parkir yang resmi
dikelola oleh pemerintah. Sehingga masyarakat pengguna jasa parkir tidak
kebingungan membedakan mana parkir resmi dan tidak resmi. Dan hal ini juga
akan memudahkan Dinas perhubungan sendiri dalam menghitung pemetaan
pendapatan pakir berdasarkan titik wilayah parkir dan jumlah petugas yang ada.
Sehingga tata kelola pungutan menjadi jelas juga.
5. Meninjau ulang soal kenaikan tarif di perda no.3 tahun 2015
Pemerintah Kota Malang dan Dinas Perhubungan perlu mengkaji ulang
lagkah menaikkan harga tarif retribusi parkir pada perda no.3 tahun 2015.
Karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti, juga melihat respon dari banyak
kalangan masyarakat, bahwa masyarakat keberatan dengan kenaikkan harga tarif
parkir. pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Menaikkan harga tarif retribusi dengan alasan untuk mengejar target
yang ditetapkan oleh Pemkot malang dirasa tidaklah tepat, kalau pengelolaan
parkir dilakukan dengan benar, dengan tidak adanya kebocoran, sebetulnya bisa
memenuhi target, sesuai dengan yang peneliti jabarkan diatas.
86
86
6. Mendata ulang badan atau kelompok yang memegang usaha parkir
Perlu adanya pendataan ulang terhadap kelompok kelompok parkir yang
selama ini belum terdaftar dibawah dinas perhubungan Kota Malang. Masih
banyak titik titik parkir di Kota Malang yang masih dikelola oleh pihak pemuda,
paguyuban atau karang taruna, yang mana potensi pendapatanya perhari sangat
besar dan sangat bisa untuk membantu pendapatan daerah dari retribusi parkir.
87
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Azwar, Saifuddin. 2007. “Metode Penelitian”. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Basrowi dan Suwandi, “Memahami Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Adi Mahasatya.
Bungin, Burhan. 2001. “Metodologi Penelitian Sosial”. Surabaya: Airlangga
University Press.
Dunn, William N., 2003. “Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, Edisi Kedua,
Cetakan Kelima. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.
Moleong, Lexy J., 1989. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J., 2013, “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2003. “Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi”. Jakarta: PT Elex media Komputindo.
Nugroho, Riant. 2006. “Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang.
Model-model perumusan, Implementasi, dan Evaluasi”. Jakarta: PT Elex
media Komputindo.
Yin, Robert K., 2006 “Studi Kasus Desain dan Metode”. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Jurnal :
Balahmar, Ahmad Riyadh U. “Implementasi Kebijakan Parkir Berlangganan
Dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (Pad) Kabupaten Sidoarjo”.
Journal JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 1, No. 2, September 2013.
Prakuso, Armin Bagus. “Persepsi Masyarakat Terkait Dampak Dari Kebijakan
Parkir Terpusat Di Titik Parkir Sisi Selatan Lapangan Atletik Fik”.
Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang. 2013.
Reswa, Martinus Richard Norin. “Efektivitas Kebijakan Parkir Berlangganan
Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Lamongan”.
Surabaya. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. Volume 3, Nomor 3,
September - Desember 2015.
88
Syaiful Anam, Soesilo Zauhar, Sarwono. “Implementasi Kebijakan Retribusi
Pelayanan Parkir Di Kabupaten Pamekasan”. Malang. Jurnal ISSN 2088-
7469 (Paper) ISSN 2407-6864. Vol. 5, No. 2, 2015.
Utari, Maya. “Evaluasi Kebijakaan Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama Pada
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Semesta Di Puskesmas Kotabumi
I Kabupaten Lampung Utara”. Jurnal Skripsi Universitas Bandar Lampung.
2013.
Wijaya, Jazuli. “Analisis Kebijakan Parkir Kota Bandar Lampung”. Lampung.
Tesis Universitas Lampung. 2011.
Strisna, Buyung. “Parkir dan Buruknya Tata Kelola Pemerintah” Malang. Hasil
Riset dan Penelitian Malang Corruption Watch.
Undang-undang :
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Retribusi Jasa
Umum.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Tempat
Parkir
Wawancara :
Wawancara dengan Bapak Hary Dwi Yunianto, S.Psi, MM. Kepala Sesi
Perencanaan Tata Kelola Parkir Dinas perhubungan Kota Malang. Pada
tanggal 3 April 2017, pukul 10.15 WIB.
Wawancara dengan Mas Buyung Jaya Sutrisna, Divisi Advokasi Malang
Corruption Watch. Pada tanggal 17 April 2017, pukul 14.30 WIB.
Wawancara dengan Mas Rudi. Petugas parkir tepi jalan Soekarno-Hatta, Malang.
Pada tanggal 12 April 2017, pukul 17.00 WIB
Wawancara dengan Masayarakat pengguna parkir, Mas Very Alqdr. Pada tanggal
19 April 2017, pukul 15.45 WIB.