Upload
hoangdung
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEKUATAN FIGUR DALAM PARTAI POLITIK
(Studi Terhadap Abdurrahman Wahid
di Partai Kebangkitan Bangsa)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
M. Ridoi
NIM: 1112112000046
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEKUATAN FIGUR DALAM PARTAI POLITIK: STUDI TERHADAP
ABDURRAHMAN WAHID DI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Mei 2016
M. Ridoi
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : M.Ridoi
NIM : 111211200046
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KEKUATAN FIGUR DALAM PARTAI POLITIK: STUDI TERHADAP
ABDURRAHMAN WAHID DI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 30 Mei 2016
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding R Hasan, M.Si Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si
NIP.197010132005011003 NIP.19720412200312002
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KEKUATAN FIGUR DALAM PARTAI POLITIK: STUDI TERHADAP
ABDURRAHMAN WAHID DI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
Oleh:
M.Ridoi
1112112000046
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juni
2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP.197010132005011003 NIP.19770424007102003
Pengguji I, Penguji II,
Prof. Dr. Idzam Fautanu, MA Dr. Nawiruddin, M.Ag
NIP.196210261992031002 NIP.197201052001121003
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 14 Juni
2016.
Ketua Program Studi Ilmu Politik
Dr. Iding Rosyidin M.Si
NIP.197010113200501100
iv
ABSTRAKSI
Keberadaan dan eksistensi beberapa partai politik di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari figur sentral. Lihat saja, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) dengan figur sentralnya Megawati Soekarno Putri, Partai Demokrat (PD)
dengan figur sentralnya Susilo Bambang Yudoyono, Partai Gerakan Indonesia
Raya (Gerindra) dengan figur sentralnya Prabowo Subianto, Partai Amanat
Nasional (PAN) dengan figur sentralnya Amin Rais, Partai Nasional Demokrat
(Nasdem) dengan figur sentralnya Surya Paloh, Partai Hati Nurani Rakyat
(Hanura) dengan figur sentralnya Wiranto, begitu pula Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) dengan figur sentralnya Abdurrahman Wahid.
Realitas di atas tentu menarik untuk dikaji terkait dengan kekuatan figur
dalam partai politik. Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan dan
menganalisa kekuatan figur dalam partai politik, dengan mengambil studi atas
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Dur
dan PKB tidak bisa dipisahkan, meskipun hubungan keduanya dipenuhi dengan
konflik yang berujung pada “keluarnya” Gus Dur dari PKB.
Perolehan suara PKB pada pemilu 2009-2014 menunjukkan perolehan
yang sangat berbeda dibandingkan pada pemilu 1999-2004 ketika Gus Dur masih
di PKB. Penelitian ini mencoba mengungkap kekuatan figur Gus Dur di PKB
melalui tiga kerangka teori yakni teori sumber kekuasaan, teori dimensi
kekuasaan, dan teori otoritas karismatik. Di samping menggunakan pendekatan
teoritis, penelitian ini juga menggunakan tehnik wawancara dan dokumenter dari
beberapa literatur dan data-data yang otentik.
Dalam penelitian ini, ditemukan fakta ada kekuatan figur dalam partai
politik, khususnya Gus Dur di PKB. Latar belakang keluarga Gus Dur sangat
disegani oleh basis massa PKB. Di samping itu, posisinya sebagai mantan ketua
umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), deklarator PKB, mantan ketua
umum dewan syuro PKB dan mantan presiden Indonesia menjadi nilai plus bagi
Gus Dur untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Tidak hanya itu,
pemikiran-pemikirannya yang toleran membuat Gus Dur di terima di semua
kalangan. Akan tetapi, Gus Dur bukanlah satu-satunya kekuatan di PKB. Ada
faktor-faktor lain yang juga mempunyai kekuatan misalnya soliditas suara NU,
konsolidasi kader, sistem dan mesin partai juga sosok Muhaimin Iskandar sebagai
ketua umum.
Kata Kunci: Figur, Partai Politik, Gus Dur, dan PKB
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, inilah kata pertama sebagai ungkapan rasa syukur
kehadirat Allah SWT berkat pertolongan dan petunjuk-Nya, skripsi ini bisa
terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
keharibaan Baginda Rasulullah SAW yang telah berjuang untuk mengantarkan
umatnya dari alam yang sesat menuju alam yang lurus yakni dengan adanya iman
dan Islam seperti yang kita anut sekarang ini.
Skrispi ini bisa selesai dengan baik berkat bantuan beberapa pihak. Oleh
karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada,
MA.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA.
3. Ibuku, ST. Fatima Azzahra Madani dan Ayahku, Alm H. Syafi’i Sya’roni
kedua telah mendidik dan mencintai penulis dengan sepenuh hati.
4. Bapak Adhrian Mahardhani, S.IP Staf Wakil Rektor III, dan Ibu Amellya
Hidayat, S.Pd Staf Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Mahasiswa. Mereka
adalah komponen rektorat yang turut serta menyukseskan beasiswa Bidik
Misi penulis selama menempuh studi.
5. Bapak Dr. Iding R Hasan M.Si dan Ibu Suryani Suaeb M.Si selaku ketua
dan Sekretaris program studi Ilmu Politik. Mereka berdua adalah dosen
penulis yang telah memberikan ilmu dengan sepenuh hati.
vi
6. Bapak Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si Selaku dosen mata kuliah seminar
proposal sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan motivasi untuk penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Idzam Fautanu, MA dan Bapak Dr. Nawiruddun, MAg
sebagai tim penguji yang telah memberikan koreksi untuk perbaikan
skripsi ini.
8. Bapak H. Abdul Kadir Karding, S.Pi, M.Si, Bapak Dr. Firman Noor, SIP,
M.Si, (Hons) dan Ibu Zanuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber skripsi ini.
9. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Sabilunnajat Bangkalan
khususnya saudara-saudara saya: H. Fuad Syafii, H. Mujib Syafii,
Fauziyah Syafii, H. Abdul Cholik Syafii, Abdul Mukti Syafii dan Faizah
Syafii yang telah banyak membantu dalam proses menjalani kehidupan ini.
10. Bapak Didik, Saudara Ready Bachtiar (Compac Camp Semarang ), Ibu
Rina Widyatmoko (Flora Laundry Semarang), Saudara Sofyan (Pondok
Pesantren Sabilussalam Jakarta) dan Saudara Sulaiman (Formad Jakarta).
Mereka adalah sosok–sosok yang telah menjadi penyambung hidup ketika
semuanya sudah hampir putus.
11. Segenap keluarga besar ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khusunya
Bapak Kyai Utob Tabroni Lc. Di sanalah saya bisa belajar dan
mendapatkan banyak pengalaman.
vii
12. Segenap keluarga besar QMM Institute: Entis Soemantri, Dede Sandra,
Denden Taupik Hidayat, Yunal Isra, Izzuddin Abdul Hakim. Di sanalah
saya bisa belajar dan mendapatkan banyak pengalaman.
13. Segenap teman-teman kelas ilmu politik B angkatan 2012: Fajar Fahrian,
Achmad Setyadi, Angga Setyadi, Eko Aji Wahyudin, Akbar Faqih Maula
Nahdli, dan teman-teman yang lain yang tentu tidak bisa kami sebutkan
satu persatu. Di sanalah saya bisa belajar dan mendapatkan pengalaman.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk penulis sendiri
khususnya dan para pembaca umumnya
Jakarta, 30 Mei 2016
M. Ridoi
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ........................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................ 8
1. Tujuan Penelitian........................................................................ 9
2. Manfaat Penelitian....................................................................... 9
D. Tinjauan Pustaka.............................................................................. 9
F. Metode Penelitian .......................................................................... 12
1. Pendekatan Penelitian................................................................ 12
2. Tehnik Pengumpulan Data......................................................... 13
3. Tehnik Analisis Data.................................................................. 14
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15
BAB II DEFINISI, TEORI, DAN URGENSI FIGUR................................ 17
A. Konsep Kekuatan Figur.................................................................. 17
1. Definsi Kekuatan...................................................................... 17
2. Definisi Figur........................................................................... 19
B. Kerangka Teori............................................................................... 22
1. Teori Sumber Kekuasaan......................................................... 22
ix
2. Teori Dimensi Kekusaan........................................................ 24
3. Teori Otoritas Karismatik........ .............................................. 25
C. Urgensi Figur dalam Partai Politik.............................................. 28
BAB III BIOGRAFI POLITIK ABDURRAHMAN WAHID DAN
RELASINYA DENGAN PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.. 33
A. Perjalanan Politik Abdurrahman Wahid........................................ 33
B. Relasi Abdurrahman Wahid dan Partai Kebangkitan Bangsa........ 40
BAB IV KEKUATAN FIGUR GUS DUR DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PARTAI KEBANGKITAN BANGSA................... 44
A. Komparasi Perolehan Suara Partai Kebangkitan Bangsa ............. 44
B. Gus Dur Sebagai Magnet .............................................................. 50
C. Kualitas Tokoh Gus Dur dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku
Pemilih.......................................................................................... 54
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 59
A. Kesimpulan ................................................................................... 59
B. Saran ............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 70
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa..........................42
Tabel 4.1 Perolehan Suara Partai kebangkitan Bangsa..................................44
Tabel 4.2 Partai Sepuluh Besar Hasil Pemilihan Umum 1999......................45
Tabel 4.3 Partai Sepuluh Besar Hasil Pemilihan Umum 2004......................46
Tabel 4.4 Partai Sepuluh Besar Hasil pemilihan Umum 2009......................48
Tabel 4.5 Partai Sepuluh Besar Hasil Pemilihan Umum 2014......................49
Tabel 4.6 Afeksi Pemilih Terhadap Tokoh Partai 1999-2004.......................55
Tabel 4.7 Tokoh Nasional yang Paling di Sukai............................................56
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Kesukaan Terhadap Tokoh Partai...................57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Partai politik adalah suatu kumpulan individu yang membentuk organisasi
dan mempunyai visi, misi yang sama untuk meraih tujuan yang diinginkan. Partai
politik didirikan sebagai media untuk memperoleh kekuasaan dalam rangka
meraih tujuan-tujuan tertentu.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, partai
politik didefinisikan sebagai sebuah perkumpulan yang didirikan untuk
memperjuangkan ideologi tertentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.2
Partai politik merupakan sarana publik dalam menjalankan aspirasinya.
Dengan adanya partai politik manajeman permasalahan yang ada di tengah-tengah
masyarakat bisa terakomodasi dengan baik. Dalam catatan sejarah, keberadaan
partai politik relatif masih baru yaitu berawal dari daratan Benua Eropa ketika
masyarakat menyadari bahwa rakyat adalah komponen penting yang harus
diperhitungkan dalam setiap proses politik yang ada. Maka, lahirlah partai politik
sebagai sarana penghubung antara rakyat dan pemerintah.3
Keberadaan dan eksistensi beberapa partai politik di Indonesia saat ini
menunjukkan gejala ketergantungan terhadap figur sentral. Lihat saja, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan figur sentralnya Megawati
1Dadang Supardian, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Pendekatan Struktural (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), h. 506. 2”Pengertian Partai Politik” Diakses pada 2 September 2015 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik 3Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h. 398.
2
Soekarno Putri, Partai Demokrat (PD) dengan figur sentralnya Susilo Bambang
Yudhoyono, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan figur sentralnya
Prabowo Subianto, Partai Amanat Nasional (PAN) dengan figur sentralnya Amin
Rais, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dengan figur sentralnya Surya Paloh,
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dengan figur sentralnya Wiranto, begitu pula
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan figur sentralnya Abdurrahman Wahid
(Gus Dur).
Beberapa figur yang ada di belakang partai politik setidaknya memiliki
dua kekuatan penting. Pertama karismatik, dengan karisma yang mereka miliki,
membantu memudahkan partai politik untuk mencari massa dengan sebanyak-
banyaknya. Kedua finansial, tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menjalankan
sebuah organisasi partai politik, membutuhkan dana yang tidak kecil, di sinilah
pentingnya figur yang mempunyai kekuatan finansial yang mumpuni.
Dari aspek psikologi politik ada pengaruh sosok figur yang signifikan
terhadap keberadaan dan eksistensi partai politik, terutama berkaitan dengan
tingkat elektabilitas partai politik di tengah-tengah masyarakat. Dalam kaca mata
psikologi, kita bisa melihat dari beberapa aspek yang menjadi faktor mengapa
seorang pemimpin bisa dibenci dan disenangi oleh masyarakat secara luas, baik
dari segi latar belakang, motivasi, sikap, karakter, dan prestasinya.4
Ada dua pendekatan yang bisa dipakai dalam mengamati kepemimpinan
politik. Pertama, pendekatan agent-centered. Yakni pendekatan yang
berpandangan bahwa kepemimpinan politik lebih banyak dipengaruhi oleh sang
4Hamdi Muluk, Mozaik Politik Indonesia ( Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 549.
3
aktor, baik dari segi kapasitas, ciri kepribadian, serta tindak-tanduknya. Faktor di
luar diri aktor, dalam pandangan pendekatan ini tidak punya pengaruh terhadap
bentuk dan kepemimpinan politik.5 Dalam pendekatan ini, mengharuskan sosok
pemimpin yang ideal dan punya kelebihan yang jarang dimiliki masyarakat
umum. Kedua, pendekatan environment-centered. Menurut pendekatan ini,
kepemimpinan politik lebih banyak ditentukan oleh faktor lingkungan serta
pengaruh dari orang-orang yang bekerja pada seorang pemimpin politik.6 Artinya,
letak jantung maju mundurnya kepemimpinan politik tidak terfokus pada figur
pemimpin, akan tetapi faktor-faktor eksternal di luar seorang pemimpin yang
menentukan maju mundurnya partai politik.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan salah satu partai politik
yang sudah banyak mewarnai perjalanan bangsa ini. Didirikan di Jakarta pada
tanggal 23 Juli 1998/29 Robiul Awal 1419 yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai
Nahdlatul Ulama, K.H. Munasir Ali, K.H. Ilyas Ruchiyat, K.H. Abdurrahman
Wahid, K.H. A. Mustofa Bisri dan K.H. A. Muhit Muzadi. PKB didirikan sebagai
bentuk tanggung jawab para kyai melihat perkembangan bangsa yang tidak
kunjung mengalami perubahan kearah yang lebih baik, sekaligus sebagai wadah
kaum Nahdliyyin dalam menyampaikan aspirasi politiknya.7
PKB sudah empat kali mengikuti pemilihan umum yakni pada tahun 1999
dengan perolehan suara sebesar 12,61% atau meraup 13.336.982 suara, dengan
begitu PKB bisa mendudukkan 51 wakilnya di parlemen. Signifikansi perolehan
5Ibid., h. 549.
6Ibid., h. 62.
7Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto (Jakarta: LP3S, 2003), h. 113.
4
suara PKB pada kontestasi perdana ini tidak bisa dilepaskan dari soliditas suara
NU yang menjadi basis massa PKB dan sosok Gus Dur.8
Pada pemilihan umum tahun 2004, PKB menduduki tiga besar di bawah
Partai Golkar dan PDI-P dengan meraih suara 10,61% atau 12.002.885 suara dan
bisa mendudukkan 52 wakilnya di parlemen.9 Penurunan suara PKB pada
penampilan keduanya akibat konflik di internal PKB antar kubu Gus Dur dan
kubu Matori Abdul Jalil. Konflik ini berawal dari keinginan beberapa pihak di
parlemen terkait dengan posisi Gus Dur sebagai presiden yang hendak
dilengserkan oleh lawan-lawan politiknya. Di mana sebelumnya Fraksi
Kebangkitan Bangsa (F-PKB) menginstruksikan agar anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (DPR-RI F-
PKB) untuk tidak hadir dalam sidang istimewa. Namun, Matori Abdul Jalil
dengan ijtihadnya sendiri memutuskan untuk hadir, kehadiran Matori pada sidang
istimewa berujung pada pemecatan dirinya dari PKB.10
Seolah tidak puas dengan konflik pertama, PKB kembali di rundung
konflik, kali ini terkait dengan pemecatan Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf dari
posisi ketua umum dan sekretaris jendral DPP PKB, karena keduanya merangkap
jabatan sebagai menteri di kabinet Indonesia bersatu.11
Pada tahun 2008 partai ini kembali di landa konflik, di awali dengan
pemecatan Muhaimin Iskandar dari posisi ketua umum dewan tanfidz dan
8”Sejarah Partai Kebangkitan Bangsa” diakses pada 01 Oktober 2015 dari
http://www.dpp.pkb.or.id/. 9Koirudin, Menuju Partai Advokasi (Yogyakarta:Pustaka Tokoh Bangsa, 2005), h.85.
10A.Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 2002),
h.296. 11
Bebal Sejarah PKB Dalam Pusaran Konflik dan Konflik (Jakarta: LP3B, 2008), h.29.
5
Lukman Edi yang sebelumnya menduduki posisi sekretaris jendral dipecat dari
jabatannya. Baik Muhaimin Iskandar dan Lukman Edi kedua-duanya tidak terima
terhadap pemecatan ini dan menggugat balik Gus Dur yang di anggap tidak
prosedural. Perpecahan dua kubu ini akhirnya berimbas munculnya dua muktamar
yakni muktamar luar biasa Parung yang menghasilkan keputusan Gus Dur sebagai
ketua umum dewan Syuro dan Ali Masykur Musa sebagai ketua umum dewan
tanfidz menggantikan posisi Muhaimin Iskandar sedangkan sekretaris jendral di
pegang Yenny Wahid. 12
Tidak ketinggalan PKB kubu Muhaimin Iskandar juga melakukan
langkah-langkah politik dengan melaksanakan muktamar luar biasa di Hotel
Mercure Ancol, muktamar ini menghasilkan keputusan Muhaimin Iskandar
sebagai ketua umum dewan tanfidz, sementara ketua umum dewan syuro di
pegang oleh K.H. Aziz Mansur dan Lukman Edi sebagai sekretaris jendral. Pada
tanggal 18 Juli 2008 kasasi PKB Gus Dur di Mahkamah Agung terkait konflik
PKB ditolak. Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung memutuskan struktur
kepengurusan PKB kembali ke hasil muktamar 2005 di Semarang yang memberi
mandat A. Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum dan Lukman Edy tetap
sebagai jekretaris jendral.13
Akibat dari konflik yang cukup panjang, PKB pada pemilihan umum
tahun 2009 turun drastis hanya memperolah 5.146.122 suara atau hanya 4, 94%
12
”Jalan Panjang Konflik PKB’’ diakses pada 12 Oktober 2015 dari
http://nasional.kompas.com/red/2008/07/19/0 316441/jalan.panjang.konflik.pkb. 13
Supriyadi, “ Peran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Di Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB),’’(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 68.
6
dan bisa menempatkan 27 wakilnya di parlemen.14
Terakhir pada tahun 2014
meroket tajam menjadi 9,04% atau 11.298.957 suara dan bisa mendudukkan 47
wakilnya di Parlemen.15
Naiknya suara PKB yang begitu signifikan merupakan
hasil konsolidasi partai pasca PKB terlibat konflik dalam kurun waktu yang cukup
panjang.16
Seperti partai-partai politik lainnya di Indonesia yang mempunyai sosok
figur sebagai ikon partai. PKB juga punya sosok figur Gus Dur yang selalu
menjadi ikon partai. Figur Gus Dur, meskipun sempat berkonflik dengan para
petinggi PKB. Namun, Gus Dur sampai sekarang tetap menginspirasi dan
dijadikan sebagai maha guru PKB. Hal ini bisa dilihat dari beberapa poster dan
baliho pada saat musim kampanye yang tidak bisa dilepaskan dari foto-foto Gus
Dur baik tingkat pusat maupun daerah. Tidak hanya itu, kata-kata, perjuangan,
serta cita-cita Gus Dur selalu mewarnai acara-acara PKB, bahkan kantor-kantor
PKB baik di tingkat pusat maupun daerah diberi nama Graha Gus Dur. Tentu,
Pemasangan foto-foto Gus Dur dan pencatutan nama Gus Dur dalam acara-acara
PKB membuat pihak keluarga Gus Dur marah, mereka menilai PKB pimpinan
Muhaimin kini sudah melenceng dari cita-cita awal Gus Dur, dan hal ini juga
yang menjadi wasiat Gus Dur untuk tidak mencatut namanya untuk kepentingan
politik. 17
14
”Sejarah Pendirian PKB’’ diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 dari
http://www.dpp.pkb.or.id/. 15
Yosep Saepullah, “ Strategi Politik Partai Kebangkitan Bangsa Menjadikan Rhoma
Irama Sebagai Vote Getter Di Pemilihan Umum 2014,’’ (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015), h. 4. 16
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta, 07 Januari 2016 17
“Keluarga Gugat PKB Soal Penggunaan Gambar Gus Dur Untuk Kampanye” diakses
pada tanggal 05 Mei 2016 dari http://merdeka.com
7
Gus Dur dengan segala kontroversinya merupakan sosok pemikir yang di
kagumi oleh banyak orang, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. Beliau
punya banyak penggemar baik di Islam perkotaan, pedesaan, pesantren dan
perguruan tinggi. Gus Dur punya “pangsa pasar” yang luas. Semangat
perjuangannya untuk membela kaum minoritas, pluralisme, dan sekularisme
mendapatkan sambutan hangat di tengah-tengah masyarakat. Realitas ini disadari
betul dan menjadi perhatian PKB, sehingga PKB selalu menjadikan Gus Dur
sebagai ikon partai untuk menaikkan elektabilitas PKB.18
Figur merupakan salah satu elemen penting dalam partai politik. Figur bisa
menjadi pendorong, navigator, dan inspirator berjalannya partai politik. Begitu
pula sosok figur sangat membutuhkan partai politik sebagai sarana untuk
menjalankan idealisme dan pengabdiannya. Figur menjadi kurang bertaji bila
tidak didorong partai politik yang kuat.
PKB merupakan salah satu partai politik yang telah lebih dari satu dekade
mewarnai kehidupan sosial-politik di Indonesia. Perjalanan partai politik ini
menarik untuk dikaji secara ilmiah terutama kaitannya dengan sosok Gus Dur.
Pasca ditinggalkan Gus Dur, perolehan suara hasil pemilihan umum PKB tahun
2009 hanya memperoleh 5.146.122 atau 4,94%, sementara tahun 2014 PKB
memperoleh suara 11.298.957 atau 9,04%. Perolehan PKB pada pemilu 2009 dan
2014 masih di bawah hasil pemilihan umum tahun 1999 yang memperoleh
13.336.982 atau 12,61%, dan tahun 2004 yang memperoleh 11.989.564 atau
10,57% ketika Gus Dur masih memimpin PKB. Tidak hanya itu, pasca Gus Dur
18
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta, 07 Januari 2016
8
kalah di tingkat kasasi yang membuatnya tersingkir dari partai, dan kini Gus Dur
sudah meninggal. Namun, foto-foto, pemikiran, cita-cita, hingga kini masih
mewarnai PKB. Skripsi ini mencoba menjawab relasi kekuatan figur Gus Dur dan
pengaruhnya terhadap elektabilitas PKB.
B. Pertanyaan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, membahas tentang kekuatan figur dalam
partai politik. Penulis membatasi pokok permasalahan yang akan dibahas hanya
berkisar pada masalah kekuatan figur dalam partai politik yang mengambil studi
terhadap Abdurrahman Wahid di Partai Kebangkitan Bangsa, agar
pembahasannya lebih mendalam dan nilai keilmiahannya bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, Penulis akan
merumuskan secara garis besar dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana kekuatan figur Gus Dur berpengaruh terhadap elektabilitas
PKB?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Fenomena keberadaan dan eksistensi partai politik di Indonesia belakangan
ini, tidak bisa dilepaskan dari sosok figur di belakangnya. Penelitian ini untuk
mengetahui kekuatan figur Gus Dur terhadap peningkatan elektabilitas PKB.
Semenjak PKB pertama kali berdiri sampai sekarang, partai ini tidak bisa
dilepaskan dari figur Gus Dur. Sehingga muncul persepsi masyarakat bahwa PKB
adalah Gus Dur dan Gus Dur adalah PKB.
9
Setelah konflik dengan kubu Muhaimin dan kalah di pengadilan, Gus Dur
“keluar” dari PKB. Hasilnya, suara dua pemilihan umum tahun 2009 dan 2014
tidak mampu menyamai hasil perolehan suara ketika Gus Dur masih di PKB.
Anehnya, meskipun Gus Dur sudah tidak di PKB lagi, figur Gus Dur selalu
dijadikan ikon di PKB. Hal ini menarik perhatian penulis untuk mengkajinya
secara akademik. Sesuai masalah ini, maka tujuan dan manfaat penelitian yang
diharapkan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kekuatan figur dalam partai politik, khususnya figur
Gus Dur di PKB.
b. Untuk mengetahui pengaruh figur Gus Dur terhadap elektabilitas PKB.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan kajian kepustakaan (Library Research) di lingkungan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Khususnya
program studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
b. Sebagai bahan refleksi bagi para politisi untuk menempatkan sosok figur
secara tepat
c. Penulisan skripsi ini juga diharapkan menambah khazanah keilmuan
pembaca teoretis, mahasiswa dan tokoh masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Tulisan tentang sosok figur di beberapa organisasi politik, sosial dan
keagaman cukup banyak menarik kajian para peneliti. Begitu pula kajian tentang
10
PKB dan Sosok Gus Dur sudah banyak dibahas dan dibicarakan, sehingga penting
untuk menempatkan skripsi ini secara tepat, agar kemungkinan terjadinya
pengulangan penelitian bisa dihindari.
Supriadi mahasiswa Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengangkat
tema skripsinya dengan tema: Peran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Skripsi ini membahas tentang peran politik
Gus Dur di PKB, mulai dari biografi Gus Dur dan pemikiran politiknya, sejarah
berdirinya PKB, serta orientasi politiknya dari tahun 1999-2008.19
Yosep Saepullah mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta telah
mengangkat skripsi tentang: Strategi Politik Partai Kebangkitan Bangsa,
Menjadikan Rhoma Irama Sebagai Vote Getter di Pemilihan Umum 2014. Skripsi
ini menjelaskan tentang bagaimana kenaikan suara PKB pada pemilihan umum
tahun 2014 sedikit banyak dipengaruhi oleh Rhoma Irama. Rhoma Irama sebagai
public figure sudah malang melintang dalam dunia hiburan terutama musik.
Rhoma Irama punya tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Adanya
organisasi Fans Rhoma Irama dan Soneta (FORSA) merupakan bukti nyata bahwa
Rhoma Irama punya ceruk pasar tersendiri untuk dijadikan sebagai Vote Getter
bagi PKB.20
19
Supriadi,”Peran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Partai Kebangkitan
Bangsa,’’ (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h 1-5. 20
Yosep Saipullah,”Strategi Politik Partai Kebangkitan Bangsa Menjadikan Rhoma
Irama Sebagai Vote Getter di Pemilihan Umum 2014,’’ (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 53-55
11
Hadi Mustofa mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta juga menulis
tentang skripsi yang membahas tentang pengaruh figur terhadap partai politik
dengan tema: Kepemimpinan Karismatik: Studi Tentang Kepemimpinan Politik
Megawati Soekarno Puteri Dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dalam skripsi ini diperoleh penjelasan bagaimana figur sentral punya pengaruh
terhadap berjalannya roda organisasi partai politik, tetapi sosok figur yang bisa di
terima di tingkat partai, belum tentu bisa diterima di luar internal partai. Hal ini
berdasarkan bukti empiris menurunnya suara PDI-P pada pemilu 1999, 2004,
2009.21
Realitas dan temuan dari skripsi diatas seharusnya menjadi perhatian
partai-partai politik untuk menempatkan sosok figur secara tepat.
Dalam tinjauan penulis terhadap tiga skripsi di atas, memang ada kaitan
erat dengan karya penulis sendiri, yakni tentang bagaimana pengaruh figur
terhadap partai politik. Skripsi yang pertama menjelaskan tentang peran politik
Gus Dur di PKB, dalam skripsinya Supriadi lebih menekankan pada peran Gus
Dur di PKB dari tahun 1999-2008, sedangkan skripsi penulis sendiri objek kajian
pembahahasannya lebih menekankan pada kekuatan Gus Dur sebagai figur di
PKB dan juga membahas relasi PKB dan Gus Dur pada pemilu 1999- 2014 yang
ini tidak dibahas sama sekali oleh Supriadi.
Skripsi kedua menjelaskan tentang bagaimana strategi PKB yang
menjadikan Rhoma Irama sebagai vote getter di pemilihan umum 2014.
Sedangkan skripsi yang ketiga menjelaskan tentang sisi karismatik Megawati
21
Hadi Mustofa,’’Kepemimpinan Politik: Studi Terhadap Kepemimpinan Politik
Megawati Soekarno Putri dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” (Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011),h. 69.
12
Soekarno Puteri dalam kepemimpinannya di Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan. Dua skripsi di atas memang punya kesamaan inti pembahasan dengan
skripsi penulis. Namun, objek kajiannyalah yang membedakan. Dalam skripsi ini
memang penulis membahas tentang kekuatan figur dalam partai politik, tapi objek
kajiannya adalah kekuatan figur Gus Dur di PKB.
Selain beberapa skripsi di atas, penulis juga melakukan peninjauan
terhadap buku karya Greg Barton dosen senior pada Fakultas Seni Deakin,
University, Geelong, Victoria yang berjudul: Biografi Gus Dur: The Authorized
Biography of Abdurrahman Wahid. Dalam bukunya Greg Barton menulis tentang
sejarah perjalanan hidup Gus Dur sejak masih kecil hingga saat Gus Dur
dilengserkan dari kursi kepresidenan, selain membahas tentang Gus Dur penulis
juga membahas tentang corak masyarakat Islam Indonesia.22
Dalam pengantarnya
penulis sudah menegaskan bahwa bukunya sama sekali tidak membahas tentang
PKB yang menjadi tempat berlabuhnya Gus Dur dalam dunia politik. Penulis
berasalan kajian tentang PKB bukan dalam area studinya.23
Penulis selama ini
konsen terhadap kajian Islam liberal di Indonesia. Sehingga, kemungkinan
terjadinya kesamaan dan pengulangan penelitian dengan buku ini bisa dihindari.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini
adalah kualitatif yakni penelitian yang dilakukan dengan cara penggalian dan
22
Greeg Barton, Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid
(Jakarta: LkiS), h. 131. 23
Ibid., h. xiii
13
pemahaman pemaknaan terhadap apa yang terjadi pada berbagai individu atau
kelompok yang berasal dari persoalan sosial atau kemanusiaan. 24
Tujuan dari
pendekatan penelitian kualitatif adalah untuk memperoleh pemahaman yang
otentik mengenai beberapa hal yang terjadi. Di pihak lain riset kualitatif berguna
untuk menganalisis prilaku dan sikap politik yang tidak dapat dapat atau
dianjurkan untuk dikuantifikasikan.25
2. Tehnik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari dokumen, yang artinya barang-barang tertulis,
metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data
yang sudah ada.26
Tehnik pengumpulan data dokumenter merupakan tehnik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menghimpun dan menganalisis
dokumen-dokumen, baik yang tertulis, gambar, maupun elektronik.
b.Wawancara
Wawancara adalah kegiatan wawancara dengan terlebih dahulu
pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tentang apa yang hendak
ditanyakan kepada narasumber.27
Wawancara dilakukan dalam rangka membantu
proses pengidentifikasian dokumen mana yang penting, perlu dibaca, dan
ditindaklanjuti. Selain itu, wawancara dapat mengisi kesenjangan dalam
pendokumentasian, terutama ketika dokumentasi makin langka.
24
Saptiawan Santana K, Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Buku
Obor), h. 1 25
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik (Jakarta: Kencana), h. 86. 26
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta), h.5. 27
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group), h.133.
14
3. Tehnik Analisis Data
Adapun metode tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode diskriptif-analitis, yaitu dengan cara, data yang diperoleh dari
informan dideskriptifkan secara menyeluruh untuk memperoleh gambaran terkait
objek penelitian lalu menganalisis, menginterprestasikan dan memverifikasi data-
data yang sesuai dengan skripsi ini.28
Data-data yang digunakan dalam penyusunan ini ada yang bersifat primer
ada juga yang bersifat sekunder. Data primer meliputi: sumber-sumber yang
digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian yang langsung berhubungan
dengan objek penelitian meliputi sumber dari internal partai politik, media massa,
biografi, autobiografi, memoar politik dan internet (website resmi PKB dan Gus
Dur). Adapun untuk data sekunder dilakukan dengan cara menggali informasi
dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami melalui media lain yang
bersumber dari berbagai literatur terkait.
Untuk pedoman penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan
proposal ini mengacu pada: Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan
Skripsi yang diterbitkan oleh FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
28
Mila Kamilatul Arsyia, “Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif: Studi
Terhadap Penguatan Kapasitas Pemahaman Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Depok
Priode 2014-2019,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Islam Negeri
Syaruf Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 48
15
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan
dalam menelaah skripsi ini. Maka penulis membagi skripsi ini kedalam beberapa
bab berikut ini:
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Konsep, Teori, dan Urgensi Figur. Dalam bab ini menjelaskan
konsep kekuatan figur, pengertian kekuatan, pengertian figur.
Seberapa penting figur di partai politik. Beberapa teori tentang
figur dan relasinya terhadap partai politik juga dijelaskan dalam
bab ini.
Bab III Biografi Politik Abdurrahman Wahid dan Relasinya Terhadap
Partai Kebangkitan Bangsa. Pada bab ini dibahas tentang
perjalanan politik Abdurrahman Wahid, kiprahnya di dunia politik
serta pengaruh dan relasinya di tengah-tengah masyarakat
Indonesia umumnya, konstituen Partai Kebangkitan Bangsa
khususnya.
Bab IV Kekuatan Figur Gus Dur di PKB. Pada bab ini dijelaskan hasil
analisis terhadap objek kajian setelah membaca banyak literatur
dari banyak data, membandingkan hasil perolehan suara PKB pada
pemilu 1998, 2004 dan 2009, 2014, melihat kampanye PKB pada
pemilu 2009, 2014, mengkaji hasil survei tentang pengaruh
16
seorang tokoh terhadap perilaku pemilih, melakukan wawancara
dengan beberapa pihak di internal PKB, Gus Durian dan pengamat
politik.
Bab V Penutup merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan
yang diambil dari pembahasan-pembahasan sebelumnya. Dalam
bab juga berisi tentang saran pribadi penulis untuk partai politik
Indonesia pada umumnya, PKB khususnya, dalam menempatkan
figur di partai politik.
17
BAB II
KONSEP, TEORI, DAN URGENSI FIGUR DI PARTAI POLITIK
A. KONSEP KEKUATAN FIGUR
Sebagai bagian penting dalam kehidupan organisasi partai politik,
keberadaan figur menarik untuk dikaji secara akademis. Terutama berkaitan
dengan keberadaan dan eksistensi sebuah partai politik. Berbicara tentang
kekuatan figur, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan yang dimilikinya.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, seorang figur bisa melakukan apa yang
menjadi keinginannya, mulai dari mengendalikan internal partai, kebijakan partai,
hingga mempengaruhi pemilih untuk memilih partainya. Untuk memahami secara
konprehensif tentang konsep kekuatan figur kita perlu memahami definsi
kekuatan dan definisi figur itu sendiri.
1. Definisi Kekuatan
Kekuatan diambil dari kata dasar kuat yang mempunyai beberapa arti
yaitu:Pertama prihal kuat tentang tenaga; gaya. Kedua Keteguhan; kekukuhan:
batin. Misalnya, kekuatan batin adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya
daya jiwa seseorang; kekuatan rahasia; kekuatan jiwa. Kekuatan fisik adalah
kekuatan yang dimiliki berdasarkan jasmaninya. Kekuatan sosial adalah desakan
atau dorongan efektif yang menjurus pada tindakan sosial.1 Dari definisi ini kita
bisa memahami makna kekuatan, yaitu kelebihan yang dimiliki oleh makhluk
hidup atau benda.
1“Pengertian Kekuatan” diakses pada tanggal 2 Juni 2016 dari http://kbbi.web.id/figur.
18
Kekuatan figur dalam partai politik merupakan bagian dari kekuatan
sosial dimana seorang figur bisa memberikan desakan atau dorongan efektif yang
menjurus pada tindakan sosial. Desakan atau dorongan yang dilakukan seorang
figur mampu mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat untuk melakukan apa
yang dia inginkan. Figur itu pemimpin. Pemimpin itu adalah manusia pilihan.
Dalam organisasi baik yang skalanya masih kecil sampai yang sudah maju
sekalipun, pasti tidak bisa dilepaskan dari seoarang pemimpin: pemimpin ialah
puncak yang terpilih, ia diberi amanah dan kepercayaannya untuk melaksanakan
tanggung jawab yang melebihi orang-orang yang masih dibawahnya secara
struktural. Kekuatan seorang pemimpin terletak pada keistimewaannya. Amanah
dan tanggung jawab inilah yang membuat seoarang pemimpin istimewa (kuat).2
Seorang figur menjadi istimewa (kuat) karena ia punya pengaruh terhadap
orang lain. Ia menjadi harapan masyarakat karena solutif menghadapi banyak
masalah yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Figur merupakan
minoritas kreatif yang mampu mempengaruhi (kuat) dan mampu memainkan
sumber daya yang ada, bagi kemajuan dan kepentingan organisasi atau komunitas
yang dipimpinnya.3 Kekuatan melekat pada diri seoarng figur, dengan begitu
antara kekuatan dan figur mempunyai hubungan yang saling berkaitan erat.
Kekuatan bisa diraih diantaranya dengan dengan menjadi figur. Dan seorang yang
menjadi figur relatif mempunyai kekuatan.
2M. Alfan Alfian, Kekuatan Pemimpin (Jakarta: Kubah Ilmu, 2012), h. 75.
3Ibid., h. 76.
19
2. Definisi Figur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia figur diartikan sebagai; Pertama,
bentuk; wujud. Kedua, tokoh4. Dari arti ini, kita bisa memahami bahwa figur
adalah individu-individu yang sudah menjadi tokoh dan punya peran sentral di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Berbicara tentang pengertian figur, kita
tidak bisa melepaskan dari pengertian seorang pemimpin. Meskipun sebenarnya
figur derajatnya jauh lebih tinggi dari pemimpin. Legitimasi seorang figur dalam
waktu tertentu sangat dibutuhkan oleh seorang pemimipin. Figur memiliki akses
yang mudah untuk berembrio menjadi seorang pemimpin, tetapi pemimpin butuh
waktu lama untuk menjadi seorang figur.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata figur juga diartikan sebagai
“1 bentuk (tubuh); 2 tokoh: contohnya seorang yang menjadi figur sentral dari
suatu peristiwa”.5 Dari arti ini bisa diambil kesimpulan bahwa figur itu adalah
orang yang punya peran sentral dalam suatu peristiwa. Figur adalah individu yang
menjadi tokoh di tengah-tengah masyarakat.
Dalam kamus Oxford Advanced Learned’s Dictionary kata figur memiliki
banyak arti, di antaranya sebagai berikut: “representation of a person or an
animal in drawing, painting, etc “ human form, esp appereance, what it suggest,
and it seen by others’’. 6 Dari penjelasan ini bisa dipahami bahwa figur adalah
individu yang bisa menjadi representasi dilihat dari penampilannya dan
bagaimana orang menilainya. Figur adalah individu yang mempunyai kelebihan,
4“Pengertian Figur” diakses pada 11 November 2015 dari http://kbbi.web.id/figur.
5JS Badudu dan Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, h. 406. 6A.P Cowie, ed ., Oxford Advanced Learned Dictionary(Oxford: Oxford Uneversity
Press, 1989), h. 452.
20
sehingga layak untuk menjadi representasi banyak orang. Figur merupakan sosok
yang memainkan peran penting dalam menentukan kebijakan, termasuk strategi
dan peraturan internal.7
Pengamat politik LIPI Firman Noor (2016) menjelaskan tentang
karakteristik seorang figur dengan kriteria:
“Memiliki peran yang penting dalam kehidupan partai secara umum, yang
disebabkan kekuasaan-kekuasaan politik yang dimiliki, apakah itu atas
dasar peran penting dalam pendirian partai (historical reason) keluasan
jaringan, karisma pribadi, sebagai penerjemah dan pelaksana ideologi
partai (ideolog), pengetahuan atau visi, kekuatan finansial, kemampuan
berkomunikasi, memiliki akses besar pada pemerintahan, keturunan atau
kemampuan manajerial.8
Esensi dari figur itu sendiri punya kesamaan dengan esensi dari istilah
tokoh, pemimpin, atau elit. Hamdi Muluk dalam bukunya Mozaik Psikologi
Politik Indonesia (2010) menjelaskan bahwa seorang pemimpin pada dasarnya
tidak harus memiliki kemampuan yang luar biasa, pemimpin hanya di tuntut
memiliki kualitas akhlak dan keteladanan yang luar biasa, pemimpin harus
amanah, segala tingkah lakunya harus bisa menjadi teladan bagi para
pengikutnya.9 Beberapa kriteria di atas menjadi poin penting bagi seorang
individu untuk disebut sebagai seorang figur atau pemimpin.
Tanpa kualitas akhlak, keteladanan, dan kredibilitas seorang figur sangat
sulit untuk menjadi seorang figur, karena pada hakikatnya figur muncul bukan
dari rekayasa atau hanya dibuat-buat, seseorang individu bisa menjadi figur
karena adanya kepercayaan dan legitimasi dari publik, dan itu semua bisa
didapatkan bila masyarakat sudah melihat keteladanan, kredibilitas dan
7Wawancara Pribadi dengan Firman Noor, via email, 13 Maret 2016.
8Wawancara Pribadi dengan Firman Noor, via email, 13 Maret 2016.
9Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik indonesia (Jakarta: Raja Wali Pres, 2010), h.70.
21
kemampuan untuk memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang
muncul di tengah-tengah masyarakat.
Istilah figur, tokoh, elit, pemimpin adalah empat istilah yang hampir punya
kaitan pengertian yang sama. Keempat istilah tersebut tidak terlepas dari beberapa
kriteria yaitu individu-individu yang punya kemampuan, kecerdasan, dan punya
pengikut dalam menjalankan cita-cita dan keinginannya. Ketika kita menyebut
nama Megawati, Prabowo, SBY, dan Gus Dur pasti kita semua bersepakat bahwa
keempat orang tersebut adalah figur, tokoh, pemimpin, dan juga elit. Contoh ini
memberikan gambaran kepada kita, bahwa empat istilah ini punya kesamaan dan
ciri yang sama.
Dalam kajian kepemimpinan politik Dan Nimmo menjelaskan beberapa
karakteristik seseorang individu bisa dikatakan sebagai seorang pemimpin
diantaranya adalah:
“proses ketika seorang individu menimbulkan banyak pengaruh dari pada
orang lain dalam menjalankan fungsi-fungsi kelompok”. “anggota
masyarakat yang menduduki posisi yang membuatnya bisa, dengan agak
tetap menyampaikan opini tentang masalah kepada orang-orang yang
tidak dikenal”. “Orang tertentu dalam kelompok yang bertugas
mengarahkan dan mengkordinasi kegiatan kelompok yang berkaitan
dengan tugas’’10
(2005:38).
Menurut kajian kepemimpin politik, ada empat gambaran untuk melihat
seorang pemimipin. Pertama, menjelaskan bahwa pemimpin pasti mempunyai
perbedaan dengan massa atau rakyat, pemimpin punya karakter, keinginan, dan
kemampuan yang luar biasa. Kedua, teori konstelasi sifat, teori ini menjelaskan
bahwa setiap pemimpin pada hakikatnya punya karakter yang sama dengan rakyat
10
Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Bandung: Rosdakarya, 2005), h.38.
22
biasa, hanya saja, ada kelebihan yang dimiliki oleh seorang pemimpin baik, dari
segi bentuk tubuhnya, karakternya, maupun pendidikannya. Ketiga, teori
situasional. Dalam teori ini menjelaskan bahwa untuk menentukan siapa
pemimpin dan siapa pengikut, bisa terjawab dengan situasi dan kondisi yang
ada.11
Secara garis besar ciri-ciri untuk menggambarkan apakan seorang individu
layak disebut sebagai figur yaitu mereka punya peran sentral, dan ini tidak bisa
dilakukan kecuali mempunyai kemampuan dan pengikut. Jadi adanya kemampuan
dan pengikut itu merupakan syarat wajib dan sekaligus ciri-ciri bagaimana
seorang individu layak disebut figur.
B. Kerangka Teori
Berbicara tentang kekuatan seorang figur, maka tidak bisa dilepaskan dari
kekuasaan yang dimilikinya. Oleh karena itu sebagai kerangka orientasi dalam
mengumpulkan, mengolah, dan menganalisi data yang dibahas dalam studi ini,
penulis menggunakan menggunakan 3 (tiga) teori yaitu sumber kekuasaan,
dimensi kekuasaan, dan teori otoritas karismatik.
1. Teori Sumber Kekuasaan.
Seorang individu bisa memiliki kekuatan diantaranya karena memiliki
kekuasaan. Dalam konteks ilmu politik terdapat dua bentuk bentuk sumber-
sumber kekuasaan yaitu: Pertama sumber kekuasaan yang bersifat prosedural.
Dikatakan prosedural karena kekuasaan ini sifatnya terlembaga dalam sebuah
11
Ibid., h. 39-40.
23
institusi legal formal. Kedua sumber kekuasaan yang bersifat substansial.
Dikatakan substansial karena kekuasaan ini melekat pada diri pemimpin, atau
kekuasaan disini bersifat non legal formal.12
Kekuasan bisa didapat oleh seseorang melalui beberapa hal: Pertama,
Kedudukan. Seorang individu yang memiliki kedudukan struktural baik di
pemerintahan, organisasi politik, sosial kemasyarakatan akan memiliki kekuatan.
Kedua, Kekayaan. Dengan kekayaan sesorang individu bisa mengendalikan orang
lain mulai dari politisi, aparat, hingga masyarakat bawah. Ketiga, Kepercayaan
atau agama. Kepercayaan-kepercayaan tertentu dan faktor agama merupakan salah
satu dari sumber kekuasaan. Seorang tokoh agama baik itu kyai, pendeta, rabbi
memiliki kekuasaan yang luas di hadapan umatnya. Keempat, Kepandaian dan
keterampilan. Dalam kehidupan masyarakat kepandaian dan keterampilan
mempunyai posisi terhormat, dua sifat ini sangat dibutuhkan dalam meyelesaikan
permasalahan yang ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga individu
yang mempunyai keterampilan dan kepandaian bisa mempunyai kekuasaan.
Kelima, hubungan kerabat. Orang tua dalam rumah tangga bisa memiliki
kekusaan terhadap anak-anaknya.
Gus Dur, ayahnya adalah KH. Wahid Hasyim putera dari KH. Hasyim
Asy’ari, sementara ibunya adalah Nyai Solehan puteri KH. Bisri Syamsuri. Baik
dari jalur ayahnya dan ibunya Gus Dur merupakan keturunan pemuka agama,
pendiri organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama.
Dalam tradisi masyarakat NU, seorang yang lahir dari keluarga kyai, biasanya
12
Leo Agustino, Prihal Ilmu Politik (Jakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 75.
24
secara otomatis menjadi kyai, maka muncul istilah-istilah terhormat untuk
memanggil putera kyai semisal Gus, Cak, dan Lora.
Tidak jarang dalam tradisi masyarakat tradisional kyai kerap kali menjadi
“Tuhan yang kedua”, di mana setiap petuah-petuahnya layaknya sabda Tuhan
yang harus diikuti, prilakunya serba benar. Endang Turmudi dalam bukunya
menjelaskan tentang kekuatan kyai:
“Kyai di Jawa khususnya biasanya mempunyai pengaruh litas desa.
Sebagian bahkan mempunyai pengaruh di tingkat nasional. Posisi seorang kyai di
sebuah pesantren dan keterlibatannya di NU dapat membuatnya menjadi
pemimpin nasional umat Islam Indonesia. Pengaruh kyai yang lebih luas dan pola
kepemimpinannya yang lintas desa memungkinkan terus berhubungan dengan
pihak-pihak pemerintah dan swasta. Kyai kadang-kadang berperan sebagai
pialang dalam mentranmisikan pesan-pesan pembangunan, dan masyarakat dapat
menerima program yang lebih mudah ketika mereka didekati oleh kyai. Posisi
terhormat kyai merupakan sesuatu yang melekat, karena dalam masyarakat
memandang penting pengetahuan agama dalam kehidupan mereka. Kyai adalah
sumber dari pengetahuan penting ini.13
2. Teori Dimensi Kekuasaan.
Dalam masyarakat yang sudah modern kekuasaan itu terkandung erat
dalam jabatan-jabatan, seperti presiden, menteri, ketua umum partai, organisasi,
dan lain sebagainya. Contoh tanpa memandang kualitas pribadinya, seorang
presiden di Amerika Serikat memiliki kekuasaan formal yang besar. Namun,
penggunaan kekuasaan yang terkandung dalam jabatan itu secara efektif
bergantung sekali pada kualitas pribadi yang dimiliki.14
Begitu pula elit partai,
tanpa memandang kualitas pribadinya seorang elit partai dengan sendirinya
mempunyai wewenang untuk melaksanakan kebijakan partai. Gus Dur adalah
tokoh kunci di balik berdirinya PKB,deklarator, sekaligus mantan ketua umum
13
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS, 2004),
h.101 14
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 78-79
25
dewan syuro tiga priode, membuat Gus Dur mempunyai kekuasaan lebih di
struktural partai.
Dalam masyarakat tradisional struktur kekuasaan lebih ditekankan atas
kualitas pribadi. Dalam hal ini, pemimpin lebih efektif menggunakan
kekuasaannya karena mempunyai kemampuan pribadi, seperti karisma,
penampilan diri, asal-usul keluarga, dan wahyu.15
Dua penjelasan di atas yakni dimensi kekuasaan jabatan dan pribadi sangat
berkorelasi dalam memahami kekuatan figur Gus Dur di PKB. Di wilayah
perkotaan yang pola pikir masyarakatnya modern, terutama kalangan DPP Gus
Dur dengan jabatannya bisa banyak melakukan wewenangnya sebagai pejabat
partai. Sementara di kalangan tradisionalis, terutama di basis-basis suara PKB
kalangan pedesaan, Gus Dur sebagai pribadi lebih diperhitungkan, tanpa
memandang jabatan yang disandangnya.
3. Teori Otoritas Karismatik.
Ketergantungan partai politik terhadap figur sentral terjawab dalam teori
Marx Weber tentang wewenang karismatik. Wewenang karismatik adalah
wewenang yang dimiliki seseorang, karena kemampuan yang dimiliki secara
pribadi. Wewenang ini dengan sendirinya bisa hilang apabila figur tersebut
melakukan kesalahan fatal atau pola pikir dan pradigma masyarakat sudah
berubah.16
Otoritas karismatik ini muncul disebabkan kualitas luar biasa yang
dimiliki seorang pemimpin, di luar kebanyakan masyarakat umum, meliputi
kepribadiannya, karakternya, cita-cita dan idealismenya. Bahkan Weber
15
Ibid., h. 79 16
Yusron Razak, ed., Sosiologi Sebuah Pengantar: Tujuan Pemikiran Sosiologi Presfektif
Islam (Jakarta: LSA, 2008), h.153.
26
menjabarkan, lebih dari itu pada diri seorang pemimpin karismatik ada hubungan
khusus dengan sang ilahi.17
Faktor-faktor inilah yang membuat pemimpin
karismatik punya daya tarik khusus di mata para pengikutnya.
Loyalitas masyarakat terhadap pemimpin karismatik sungguh luar biasa,
mereka dalam situasi tertentu memiliki loyalitas yang tinggi, pengorbanan para
loyalis kadang di luar perkiraan banyak orang, mereka rela menyerahkan jiwa dan
raganya kepada pemimpin yang sangat di kagumi itu. Kepatuhan masyarakat
kepada pemimpin karismatik diatas rata-rata, ia sering meminta petuah dalam
menghadapi kesulitan hidup, meminta petunjuk sebelum mengambil keputusan.18
Pemimpin karismatik biasanya sulit melakukan regenerasi kepemimpinan bila
sudah meninggal. Para pengikutnya sulit untuk mempercayai penggantinya,
meskipun pemimpin itulah yang memilihnya. Karena penerusnya harus
meyakinkan para pengikutnya bahwa kemampuannya kurang lebih sama dengan
pemimpin sebelumnya.
Kalau kita cermati penjelasan diatas. Bisa mengambarkan bagaimana sosok
Gus Dur di PKB. Gus Dur secara pribadi memiliki kemampuan yang luar biasa,
cita-citanya tentang humanisme, pluralisme, dan multikulturalisme diapresiasi
banyak orang.19
Gus Dur kerap kali membela komunitas-komunitas yang
tertindas. Perjuangan dalam membela komunitas Tionghoa adalah bentuk nyata
17
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1 (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1994), h. 229. 18
Ibid., h. 231. 19
Abu Muhammad Waskita, Cukup 1 Gus Dur SAJA! (Jakarta: Pustaka Alkaustar, 2010),
h. 86.
27
bagaimana Gus Dur sangat menghargai pluralisme dan memperjuangkan hak-hak
kaum minoritas.20
Komunitas yang tergabung dalam wadah Gus Durian adalah bukti bagaimana
sosok Gus Dur punya pengaruh dan pengikut tersendiri di tengah-tengah
masyarakat. Gus Durian selalu konsisten memperjuangkan pemikiran, cita-cita
dan idealisme Gus Dur. Gus Durian lebih dari sekadar fans, mereka dengan
sungguh-sungguh hadir untuk Gus Dur, melanjutkan pemikiran, cita-cita dan
perjuangan Gus Dur, mereka selalu siap memberikan segalanya untuk pemimpin
yang dicintai. Fanatisme para pengikut Gus Dur bisa dilihat pada saat Gus Dur
dilengserkan dari posisi presiden, pengikut Gus Dur melakukan aksi-aksi yang
ekstrim. Sebagian dari mereka meyakini bahwa sebenarnya Gus Dur lebih dari
seorang pemimpin. Gus Dur adalah sosok wali yang mempunyai adiduniawi, tidak
heran bila kadang beliau di anggap nyeleneh, yang sebenarnya masyarakat umum
banyak yang tidak nyambung terhadap pemikiran-pemikirannya.21
Kemampuan otoritas karismatik sulit untuk diwariskan kepada orang lain,
meskipun ia diangkat sendiri oleh pemimpin sebelumnya.22
Dalam kasus Gus Dur
di PKB, memperlihatkan ini semua, meskipun PKB selalu memakai Gus Dur
sebagai ikon partai, tapi masyarakat sulit mempercayai bahwa PKB sekarang
adalah Gus Dur. Lebih-lebih setelah konflik antara Muhaimin Iskandar dan Gus
Dur, masyarakat makin punya keyakinan bahwa PKB saat ini, sudah bukan Gus
20
Ibid., h. 86. 21
M.Hanif Dhakiri, 41 Gus Dur’s Great Legacies (Yogyakarta: LKiS, 2011), h. 173-179. 22
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1 (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1994), h. 231.
28
Dur lagi. Imbas dari ini semua, terlihat bagaimana perolehan suara PKB pada
pemilu 2009 dan 2014 tidak semaksimal pada pemilihan 1999 dan 2004.
C. Urgensi Figur
Perkembangan terakhir perpolitikan Indonesia menampilkan wajah dan
pengalaman yang berbeda. Hal ini mulai terlihat semenjak tahun 2004 ketika
rakyat Indonesia untuk yang pertama kalinya memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Terpilihnya SBY sebagai presiden yang berasal dari partai
politik yang hanya memperoleh suara sekitar 8% menunjukkan urgensi figur
mempunyai peran sentral dalam partai politik. Capara dan Zimbardo (2004)
seperti yang dikutip oleh Hamdi Muluk dalam bukunya Mozaik Psikologi Politik
Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa terjadi era personalisasi politik (Capara
dan Zimbardo 2004) bisa terjadi. Pertama, masyarakat semakin cerdas dan
informasi mudah diraih. Sehingga hal ini mempengaruhi pilihan dan orientasi
politik publik. Kedua, peran mobilisasi dan elit politik yang semakin terbatas.
Ketiga, peran media massa yang semakin gencar sebagai alat kampanye, dan yang
Keempat, perbedaan ideologi-ideologi partai yang semakin tipis, perbedaan antara
satu partai dengan partai lainnya sulit dibaca. Kondisi seperti inilah yang
membuat publik semakin menjadikan tokoh sebagai referensi untuk memilih
partai politik.23
Indonesia sebagai negara yang masih belajar untuk memantapkan
demokrasi harus terus menerus melakukan perbaikan terutama pada pelembagaan
23
Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), h.
61.
29
partai politik yang masih belum tertata dengan baik. Lemahnya pelembagaan
partai politik membuat sosok figur sangat dibutuhkan sebagai referensi calon
pemilih untuk menentukan partai politik pilihannya. Ketika identitas partai-partai
politik terlanjur kabur, publik hanya bisa melihat dan menilai dari figur yang di
miliki oleh partai tersebut sebagai representasi dalam menilai kualitas partai
politik.24
Fenomena kekuatan tokoh dalam partai politik sebenarnya tidak hanya
terjadi di Indonesia tapi juga negara-negara yang sudah dalam taraf maju
demokrasinya seperti Italia dan Amerika.25
Hampir secara keseluruhan pada pemilihan umum di era reformasi,
pemilih Indonesia punya afeksi tersendiri terhadap tokoh-tokoh politik tertentu.
Hal ini, tentu punya alasan yang beragam mulai dari karakternya, fisiknya dan visi
misinya tentang Indonesia kedepan. Afeksi pemilih terhadap tokoh politik terjadi
hampir di semua pemilihan umum era reformasi.26
Namun meskipun demikian, faktor figur bukan satu-satunya variabel
independen, yang menentukan sikap pemilih untuk memilih partai politik, ada
variabel lain yang juga menentukan bagaimana pemilih menentukan pilihannya
terhadap partai politik semisal faktor ekonomi dan politik. Tapi, tokoh tetap punya
pengaruh yang kuat untuk menentukan pilihan para pemilih. Semakin kuat afeksi
seseorang kepada tokoh partai, maka kecenderungan individu untuk memilih
partainya juga semakin kuat. Semisal mereka yang suka terhadap figur Megawati
akan beridentitas PDI-P, yang suka Amin Rais akan beridentitas PAN, yang suka
Habibi atau Akbar Tanjung atau JK akan beridentitas Golkar, yang suka Gus Dur
24
Saiful Mujani,dkk., Kuasa Rakyat (Jakarta: Mizan, 2012), h.425. 25
Ibid., h.425. 26
Ibid., h.426.
30
akan beridentitas PKB, dan tokoh-tokoh yang lain dengan partainya masing-
masing.27
Kalau kita mengamati perilaku pemilih dengan menggunakan pendekatan
psikologis, maka urgensi figur dalam partai politik makin menunjukkan
relevansinya. Dalam pendekatan psikologis dijelaskan bahwa seseorang individu
bisa berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pemilihan presiden karena mereka
punya kedekatan khusus dengan partai politik atau tokoh partai. Pendekatan ini
lahir untuk melengkapi pendekatan sebelumnya yang lebih dulu lahir yakni
pendekatan sosiologis yang berargumen bahwa seseorang individu bisa
berpartisipasi dalam pemilihan umum maupun pemilihan presiden karena punya
daya sosial-ekonomi yang lebih baik.28
Dalam pendekatan psikologis, figur
menjadi modal utama untuk memperoleh massa atau pengikut dengan sebanyak-
banyaknya.
Massa atau pengikut bisa setia dan mempunyai rasa hormat kepada
figurnya dikarenakan aura dan karisma. Sehingga meskipun sang figur atau
pemimpin tidak lagi berada di tampuk kekuasaan, para pengikut tetap
menghormati figurnya. Aura dan karisma yang di miliki oleh seorang figur bisa
menjadi magnet bagi orang-orang di sekitarnya. Seorang figur haruslah
menjalankan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya dengan kejujuran, tanggung
jawab, keadilan, solutif dan kerja keras juga kerja cerdas, sehingga muncullah
sosok pemimpin yang impersonal seperti yang dijelaskan oleh Max Weber.29
27
Ibid., h. 433. 28
Ibid., h. 22. 29
Hasrullah, Opium Politik & Dramaturgi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h.67.
31
Keberadaan figur dalam partai politik mempunyai efek positif dan negatif
tehadap perkembangan partai. Positifnya figur dalam partai politik bisa menjadi
rujukan masyarakat luas untuk memilih sebuah partai. Partai yang belum dikenal
bisa menjual figurnya kepada masyarakat luas. Figur dalam partai politik bisa
menjadi “garansi” dan representasi partai. Lebih-lebih bila figur tersebut punya
kelebihan ekonomi yang kuat, bisa dijadikan sebagai alat untuk menjalankan
organisasi partai. Di samping itu, figur bisa menjadi simbol penggerak massa
yang ada di bawah, sekaligus pemersatu di tengah-tengah perbedaan yang ada
dalam dinamika partai politik.
Efek negatif figur dalam partai politik terjadi apabila ada ketergantungan
berlebihan terhadap figur tersebut. Ketergantungan ini akan berakibat pada
mandulnya regenerasi kepemimpinan dalam partai tersebut. Bila ini yang terjadi,
akan berpengaruh terhadap perkembangan partai dimasa-masa yang akan datang.
Regenerasi kepemimpinan merupakan jantung yang menentukan maju mundurnya
partai politik. Masa akan terus berjalan, seorang figur tidak mungkin selamanya
dalam partai tersebut. Regenerasi kepemimpinan menjadi keharusan dalam partai
politik. Selain meyebabkan kemandulan, ketergantungan terhadap figur yang
berlebihan juga bisa merusak sistem, sehingga sistem yang seharusnya menjadi
peta jalan sebuah organisasi, bisa berantakan, partai seolah-olah menjadi milik
satu orang yang bisa menabrak regulasi yang sudah menjadi keputusan partai.30
Adalah tugas para politisi untuk menempatkan figur secara tepat di
partainya masing-masing. Keberadaan figur tetaplah penting di partai politik
30
Wawancara Pribadi dengan Firman Noor, via email, 13 Maret 2016.
32
sebagai simbol dan representasi bagi masyarakat secara luas, dan juga sebagai
rujukan para kader. Meskipun begitu, ketergantungan yang berlebihan terhadap
seorang figur harus dihindari, karena hal ini membahayakan terhadap eksistensi
partai-partai politik, ketika figur sudah tidak lagi di partai politik.
Figur dalam tradisi partai politik Indonesia kerap kali dijadikan sebagai
magnet suara. Figur banyak terlibat dalam kampanye partai politik baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tidak hanya untuk memenangkan partai politik
secara keseluruhan, tetapi figur juga banyak terjun kebawah untuk menjadi daya
tarik masyarakat agar mereka memilih kader-kader yang mencalonkan diri baik di
legislatif maupun di ekskutif, baik di pusat maupun yang di daerah. Oleh karena
itu, tidak mengherankan dalam baliho-baliho ataupun poster-poster kandidat ikut
menyertakan foto-foto figur disampingnya.
Lebih-lebih dalam budaya kita masih patrialis, di mana figur masih banyak
menjadi acuan dalam masyarakat Indonesia. Sehingga figur dalam partai politik
menjadi magnet di tengah-tengah kehidupan masyarakat untuk berpartisipasi dan
memilih partai-partai yang terdapat sosok figur yang sesuai dengan idealisme
mereka.31
31
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta, 07 Januari 2016.
33
BAB III
BIOGRAFI POLITIK ABDURRAHMAN WAHID DAN RELASINYA
TERHADAP PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
A. Perjalanan Politik Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid biasa dipanggil Gus Dur lahir di Kabupaten
Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 7 September 1940. Ayahnya adalah K.H.
Wahid Hasyim ibunya Hj. Solichah, Gus Dur dari ayah dan ibunya merupakan
keturunan darah biru. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim adalah putera K.H. Hasyim
Asy’ari sementara ibunya Hj. Solichah adalah Puteri K.H. Bisri Syamsuri.
Menempuh pendidikan pertamanya di SD KRIS sebelum akhirnya pindah ke SD
Matraman Perwari. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya Gus Dur
melanjutkan pendidikan menengah, namun karena tidak naik kelas, ibunya
memindahkan untuk mengaji ke K.H. Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Setelah
menyelesaikan pendidikan menengahnya Gus Dur pindah lagi ke Pesantren Tegal
Rejo. Tahun 1959 Gus Dur Pindah ke Jombang tempat kelahirannya. Selain itu,
Gus Dur sempat melalang buana ke luar negeri seperti Mesir, Irak dan juga
Belanda. 1
Setelah melakukan pengembaraan intelektualnya kebeberapa negara di
Timur Tengah maupun Eropa, Gus Dur kembali ke Jombang Jawa Timur dan
bekerja di LP3ES. Di tanah kelahirannya Jombang Gus Dur juga menjadi dosen
sekaligus dekan di Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari Jombang. Di
1’’Sejarah Abdurrahman Wahid’’ Peduli, Mei 2003, h.41.
34
samping sebagai pengajar selama di Jombang Gus Dur juga beraktivitas sebagai
kolumnis di beberapa media, dari sinilah Gus Dur mulai punya nama dan banyak
mendapatkan undangan untuk menjadi pembicara di beberapa seminar.2 Namun,
karena kesibukannya yang padat semenjak memutuskan bergabung di jajaran
syuriyah PBNU Gus Dur memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Tidak lama di
Jakarta Gus Dur sudah bisa beradaptasi dengan baik, beberapa aktivitas
intelektual dan karir politiknya, Gus Dur lakoni dengan baik. Selain sebagai
kolumnis Gus Dur juga menjadi konsultan di Departemen Agama, Depertemen
Koperasi, Depertemen Hankam.3
Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah pada tanggal 11 Juli 1968, Sinta
Nuriyah adalah muridnya sendiri pada saat beliau mengajar di Pesantren Tambak
Beras Jombang. Dari pernikahan ini Gus Dur dikaruniai empat anak, yaitu Alissa
Qotrotunnada Munawwarah, Zannuba Ariffah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan
Inayah Wulandari.4
Gus Dur mulai bersentuhan dengan dunia politik secara nasional semenjak
bergulirnya ide tentang pancasila sebagai asas tunggal. Di mana pada saat itu PPP
sebagai partai yang berbasis Islam menolak untuk menjadikan pancasila sebagai
asas tunggal. Sikap PPP yang menolak penerapan pancasila sebagai asas tunggal
mendapatkan perlawanan dari Gus Dur, kata Gus Dur Islam bisa beriringan
dengan pancasila.5 Setelah Soeharto melakukan fusi politik, Gus Dur ikut terlibat
dalam kampanye-kampanye PPP. Pada tahun 1987 Gus Dur masuk dan
2Adi Sastra Rasyidin, dkk., Perjalanan Politik Sang Kyai (Jakarta:Nias, 2000), h. 81.
3Ibid., h. 80.
4Irwan Suhanda, ed., Perjalanan Politik Gus Dur (Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2010), h.XVI. 5Adi Satra Rasyidin, dkk., Kemahiran Politik Sang Kyai (Jakarta: Nias, 2000), h.82.
35
memperkuat partai Golkar. Ia kemudian menjadi anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewakili partai Golkar. Namun sikapnya yang
terlalu kritis kepada pemerintah membuat hubungan dengan pemerintah kurang
harmonis.6
Setelah jatuhnya rezim Soeharto bermunculan partai-partai baru seperti
PAN, PK, PBB. Tidak ketinggalan Gus Dur juga mendeklarasikan PKB bersama-
sama para kyai Nahdlatul Ulama yang menjadi tempat berlabuhnya Gus Dur di
dunia politik.
Latar belakang Gus Dur sebagai putera K.H. Wahid Hasyim yang
notabene seorang ulama dan politisi dari kalangan Nahdliyyin telah
memungkinkan Gus Dur untuk bersentuhan dengan dunia politik. Lebih-lebih
posisinya sebagai ketua umum PBNU salah satu ormas terbesar di Indonesia. Di
samping kemampuan dan pemikirannya yang cemerlang membuat Gus Dur secara
personal mempunyai daya tawar (bergaining position) di mata masyarakat secara
luas, tidak terkecuali para penguasa pada saat itu.
Pada tanggal 10 November 1998 Gus Dur melakukan pertemuan
bersejarah dengan tiga tokoh nasional yaitu Megawati Soekarno Puteri, Amin
Rais, dan Sultan Hamengkubuwono. Pertemuan ini selanjutnya menghasilkan
deklarasi Ciganjur, isi dekalarasi ini mendesak presiden BJ Habibie untuk segera
mempercepat pemilihan umum. Hasil deklarasi ini selanjutnya mendapatkan
angin positif ketika keputusan sidang istimewa MPR memutuskan untuk
6Abu Muhammad Waskita, Cukup 1 Gus Dur SAJA! (Jakarta: Alkaustar, 2010), h.20.
36
mempercepat pemilu dari awalnya direncanakan pada tahun 2002 dipercepat
menjadi Mei 1999.7
Akhirnya pada tanggal 7 Juni 1999 Indonesia bisa menggelar pemilihan
umum. Hasil pemilihan umum tahun 1999 menghasilkan PDI-P sebagai
pemenang dengan hasil perolehan suara 33,74% dan memperolehan kursi 153. Di
susul Golkar memperoleh 22,44% sehingga mendapatkat 120 kursi. Posisi ketiga
di tempati PKB yang memperoleh suara 12,61% suara dan bisa menempatkann
wakilnya sebanyak 51 kursi. Kemudian PPP dengan perolehan suara sebanyak
10,71% dan mendapatkan 58 kursi. Setelah itu ada PAN dengan perolehan suara
7,12% dan mendapatkan 34 kursi.8
Peta politik pada pemilihan umum 1999 ini setidaknya bisa terbagi
menjadi dua yaitu kelompok nasionalis dan kelompok islamis. Kelompok
nasionalis bisa terwakili dari kekuatan PDI-P dan Golkar, sementara kelompok
islamis terlihat dari PKB, PPP, dan PAN. Peta kekuatan ini terbaca oleh kalangan
politisi Islam yang akhirnya memunculkan ide untuk membentuk poros tengah,
yaitu koalisi di antara partai-partai yang bernafaskan Islam untuk mendudukkan
kadernya di RI 1, tujuan ini berhasil dicapai dengan mendudukkan Gus Dur
sebagai Presiden.9
Secara garis besar ada beberapa hal yang menjadi konsen perjuangan Gus
Dur selama menjadi presiden: Pertama, adanya supremasi sipil. Sebelum era
reformasi, Indonesia di bawah komando militer, sehingga sistem pemerintahan
7Mohammad Sobary, dkk., Gus Dur di Istana rakyat, (Jakarta: LKBN Antara, 2000), h.
1-2. 8Ibid., h.124.
9Ibid., h.136.
37
pada saat itu tidak demokratis. Hal ini bertentangan dengan keinginan rakyat yang
selama ini menginginkan adanya demokrasi. Sehingga Gus Dur mengubah
kebijakan dengan melakukan supremasi sipil. Kedua, Gus Dur memisahkan
kepolisian tidak lagi berada di bawah militer, tetapi di bawah pemerintahan sipil.
Ketiga, Gus Dur mempunyai komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Komitmen terhadap pemberantasan korupsi dilakukan dengan cara menaikkan
gaji pegawai negeri. Tingginya gaji para pegawai negeri diharapkan mampu
meminimalisir adanya tindak pidana korupsi. Keempat, Gus Dur membentuk
badan khusus yang menangani bidang kemaritiman. Kelima, Gus Dur selalu
memperjuangkan adanya keadilan dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bentuk kongkrit Gus Dur dalam memperjuangkan keadilan di
antaranya dilakukan dengan cara mengubah kepres Soeharto tentang hari raya
Imlek. Keenam, Gus Dur membuat undang-undang otonomi khusus yang
mengatur permasalahan Papua. Isi dari undang-undang ini diantaranya berisi
tentang penganggaran keuangan antara pusat dan daerah yang memberikan jatah
yang lebih besar kepada pemerintah Papua. Ketujuh, Gus Dur membentuk poros
ekonomi baru bekerjasama dengan Jepang, Cina, dan India. Untuk mengimbangi
kekuatan ekonomi Barat.10
Kekuasaan Gus Dur sebagai presiden tidak berlangsung lama. Gus Dur
hanya bisa duduk di RI 1 selama 20 bulan.11
Di samping banyak melakukan
agenda yang pro rakyat. Gus Dur juga kerap kali melakukan langkah-langkah
kontroversial terutama terkait dengan pemecatan para pembantunya seperti
10
Wawancara dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Jakarta 18 April 2016. 11
Mohamad Sobary, dkk., Gus Dur di Istana Rakyat, (Jakarta: LKBN Antara, 2000),
h.146.
38
Laksmana Sukardi dan Jusuf Kalla. Akibatnya, Gus Dur kerapkali mendapatkan
kritik dari banyak pihak. Sikap kontroversial Gus Dur berimbas pada hubungan
antara ekskutif dan legislatif yang kurang harmonis. Gus Dur dinilai tidak punya
kecakapan dalam mengelola negara. Keadaan menunjukkan tidak ada tanda-tanda
menuju kearah yang lebih baik. Hal ini berujung pada permintaan pembagian
wewenang kepada Wakil Presiden Megawati. 12
Ketegangan Gus Dur dan anggota parlemen berlanjut pasca sidang
tahunan MPR setelah rapat paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket
terkait kasus Bruneigate dan Bullogate. Ketegangan ini memuncak ketika Amin
Rais selaku ketua MPR meminta Gus Dur mundur dan mengancam akan
menggelar sidang istimewa untuk mendongkel posisi Gus Dur dari posisi
presiden.13
Ancaman ini akhirnya menjadi kenyataan yang berujung pada
pendongkelan Gus Dur dari posisi presiden sebagai hasil sidang istimewa MPR.
Setelah tidak lagi menjadi presiden, Gus Dur kembali ke Ciganjur
melakukan aktivitasnya seperti sedia kala saat beliau tidak menjadi presiden.
Setiap hari setelah memberikan kuliah di Ciganjur, Gus Dur berkantor di PBNU
menemui para tamu dari berbagai kalangan, wawancara dengan beberapa media,
menjadi pembicara dalam beberapa acara, di samping masih sebagai Ketua Umum
Dewan Syuro DPP PKB.14
Pada pemilihan umum tahun 2004 Gus Dur mendaftarkan diri sebagai
kandidat calon presiden berpasangan bersama Marwah Daud Ibrahim lewat PKB.
12
Ibid., h. 102. 13
Ibid., h. 106. 14
Arif Mudatsir Mandan dan Mifathudin, Jejak Langkah Guru Bangsa (Jakarta: Pustaka
Indonesia Satu, 2010), h. 128.
39
Namun, karena tidak lolos tes kesehatan, Gus Dur gagal melenggang menjadi
calon presiden. Akhirnya, Gus Dur mendukung Salahuddin wahid yang
merupakan adiknya sendiri, yang pada saat itu berpasangan dengan Wiranto.
Namun pasangan Wiranto-Salahuddin kalah dari pasangan SBY-JK dan Mega
Hasyim.15
Pada tahun 2005, Gus Dur menjadi pemimpin koalisi politik bersama Try
Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung, dan Megawati, koalisi ini aktif melakukan
kritik terhadap kebijakan pemerintahan SBY, terutama terkait dengan pencabutan
subsidi BBM yang menyebabkan naiknya harga BBM.16
Meskipun tidak lagi
berada di lingkaran kekuasaan, Gus Dur tetap menunjukkan kepeduliannya
terhadap perkembangan kebangsaan. Hal ini, terlihat saat Gus Dur mendukung
lembaga anti korupsi KPK, saat lembaga ini mencoba dilemahkan, termasuk
memberikan jaminan agar Bibid-Samad segera dibebaskan dari tahanan.
Kepedulian Gus Dur tehadap kondisi bangsa juga terlihat saat skandal Bank
Century.17
Dengan ragam aktivitasnya yang begitu padat membuat energi Gus Dur
terkuras, kondisi kesehatannya makin menurun. Gus Dur mempunyai catatan
kesehatan yang negatif. Ia mengalami gangguan penglihatan, stroke, diabetes, dan
gangguan ginjal dan harus harus menjalani Hemodialisis (cuci darah). akibat
komplikasi penyakit yang dideritanya sejak lama. Gus Dur wafat pada hari Rabu,
15
Muhammad Rifai, Gus Dur: Biografi Singkat Gus Dur 1940-2009 ( Yogyakarta: Garasi
House of Book, 2010), h. 84-85. 16
Ibid., h. 85. 17
Ibid., h. 86.
40
30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo, Jakarta, pukul 18.45
WIB.18
Sosok Gus Dur secara fisik kini telah tiada. Namun, jasa-jasanya,
pemikiran-pemikirannya tetap menarik untuk dibicarakan. Gus Dur adalah sosok
yang setia mengarungi seluruh dimensi ruang dan waktu dari pojok yang satu
kepojok yang lainnya sama rata. Membahas Gus Dur seolah tidak ada selesainya,
selalu ada sisi-sisi yang menarik untuk dibahas.
B. Relasi Gus Dur dan PKB
Relasi antara Gus Dur dan PKB sudah terjalin semenjak wacana warga
Nahdliyyin untuk mendirikan partai sendiri, pada saat itu Gus Dur sedang
menjabat sebagai ketua umum PBNU. PKB didirikan atas permintaan warga NU,
sebagai wadah politik yang selama ini terus terkebiri rezim otoritarian. Pendirian
PKB tidak terlepas dari restu dan partisipasi petinggi PBNU, yang saat itu Gus
Dur menjadi orang nomor satu di struktural PBNU. Dalam pandangan Gus Dur
saat itu, NU selama ini sebenarnya sudah berada di jalan yang tepat sebagai
organisasi sosial keagamaan, akan tetapi sebagai organisasi yang punya basis
massa yang banyak, warga NU harus diberi wadah politik, agar tidak
gentanyangan di mana-mana.19
Setelah melalui proses yang cukup panjang, yang melibatkan banyak
warga NU. PKB akhirnya dideklarasikan di kediaman Gus Dur di Ciganjur,
Jakarta Selatan. Pada saat pertama kali berdiri Gus Dur hanya sebagai dekalarator
18
Ibid., h. 48. 19
Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto (LP3S: Jakarta, 2003), h. 108-
111.
41
dan tidak punya posisi sentral baik di jajaran syuriah maupun di jajaran tanfidz.
Pada periode awal berdirinya PKB Gus Dur hanya menempatkan Matori Abdul
Jalil sebagai ketua umum dewan tanfidz, setelah melalui proses perdebatan yang
panjang.20
Baru pada tahun 2000 berdasarkan hasil muktamar I PKB, Gus Dur
terpilih menjadi ketua umum dewan syuro, menggantikan posisi KH. Ma’ruf
Amin. Pada 20 Januari 2002 muktamar luar biasa PKB di Yogyakarta juga
memberi kepecayaan kepada Gus Dur untuk menduduki posisi ketua umum
dewan syuro untuk periode 2002-2007. Hal ini berlanjut pada muktamar II
Semarang yang kembali memberikan kepercayaan kepada Gus Dur untuk
memegang posisi ketua umum dewan syuro periode 2005-2010.21
Praktis Gus Dur
menempati posisi ketua umum dewan syuro selama 8 tahun.22
Posisi dewan syuro di struktural PKB merupakan posisi yang sangat
strategis. Dewan syuro merupakan strukutural dengan posisi terkuat dan
pemegang komando yang paling tinggi. Tidak sembarang orang bisa menduduki
posisi dewan syuro, hanya para ulama dan pakar yang diberi kesempatan untuk
duduk di posisi ini.23
Posisi Gus Dur sebagai ketua umum dewan syuro dalam
kurun waktu yang cukup panjang telah memungkinkan Gus Dur untuk
melaksanakan wewenangnya dalam rangka menjaga kemurnian perjuangan partai,
melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan umum partai. Jabatan dewan syuro
yang diemban Gus Dur dalam waktu yang cukup panjang, berdampak terhadap
20
Ibid., h. 129. 21
Irwan Suwanda, ed., Perjalanan Politik Gus Dur (Kompas: Jakarta, 2010), h. XIX 22
Posisi Dewan Syuro DPP PKB diganti oleh KH. Aziz Mansur berdasarkan hasil
muktamar Ancol, muktamarnya kubu Cak Imin yang diakui oleh Mahkamah Agung. 23
Firman Noor, Perpecahan dan Soliditas Partai Islam di Indonesia: Kasus PKS dan
PKB di Dekade Awal Reformasi (LIPI: Jakarta, 2015), h. 94.
42
munculnya personalisasi partai, beberapa kebijakan penting tidak lepas dari
bayang-bayang dan pengaruh Gus Dur, termasuk penentuan nama partai dan
posisi penting di PKB semisal ketua umum dewan tanfidz mulai dari Matori
Abdul Jalil, Alwi Shihab, dan Muhaimin Iskandar, mereka adalah kader-kader
yang pada awalnya mempunyai soliditas tinggi terhadap Gus Dur, meskipun pada
akhirnya berkonflik.24
Tabel: 3.1.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa sejak 1998-2014
No Ketua Umum Mulai Menjabat Akhir Menjabat Periode
1 Matori Abdul Jalil 23 Juli 1998 15 Agustus 2001 1
Pjs
Alwi Shihab
15 Agustus 2001 17 Januari 2002
2 17 Januari 2002 25 Mei 2005 2
3
Muhaimin Iskandar
25 Mei 2005 23 Juli 2010 3
23 Juli 2010 1 September 2014 4
1 September 2014 1 September 2019 5
Sumber: http//id/Wikipedia.org
Gus Dur adalah pendiri dan merupakan sosok paling utama di PKB. Tanpa
campur tangan Gus Dur, PKB sulit untuk terbentuk dan mampu menduduki posisi
tiga besar pada pemilihan umum tahun 1999. Tanpa Gus Dur pula sulit bagi PKB
untuk tetap mempertahankan dan memaksimalkan suara pada pemilihan umum
24
Ibid., h. 146-148.
43
tahun 2004. Di awal reformasi Gus Dur merupakan pendiri dan menjadi lumbung
suara bagi PKB.25
Sampai sekarang pun image masyarakat masih menganggap bahwa PKB
adalah partainya Gus Dur, sehingga masyarakat masih mencoblos PKB, dan itu
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan PKB hingga detik ini masih bisa
mempertahankan eksistensinya. Meskipun sebenarnya telah terjadi
penyimpangan-penyimpangan oleh PKB terhadap nilai-nilai yang dibawa dan
diajarkan oleh Gus Dur selama ini, terutama terkait dengan sikap pragmatisme elit
partai, yang hanya mengedepankan popularitas, finansial, dan jabatan, bukan atas
dasar kualitas dan pengabdian kepada masyarakat.26
25
Wawancara pribadi dengan Firman Noor, via email, 13 Maret 2016. 26
Wawancara dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Jakarta, 08 Aril 2016.
44
BAB IV
KEKUATAN FIGUR GUS DUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
Untuk membaca secara pasti tentang kekuatan figur Gus Dur dan
pengaruhnya terhadap elektabiltas PKB penulis melihat melalui 3 (tiga) indikator
yaitu dengan melihat perolehan suara PKB dalam empat pemilu di era reformasi,
ketokohan Gus Dur, dan perilaku pemilih.
A. Komparasi Perolehan Suara Partai Kebangkitan Bangsa
PKB telah mengikuti empat kali mengikuti pemilihan umum, dua kali
periode awal PKB mengikuti pemilihan umum masih di bawah komando Gus Dur
sebagai ketua umum dewan syuro. Sedangkan dua kali pemilihan umum periode
akhir Gus Dur sudah tidak lagi di PKB. Dua kali priode awal dan dua kali periode
akhir menunjukkan dua realitas yang berbeda.
Tabel: 4.1.
Perolehan Suara Partai Kebangkitan Bangsa Sejak 1999-2014
No Tahun Suara % Kursi % +/-
1 1999 13.336.982 12.61 51 11.03 n/a
2 2004 11.989.565 10.57 52 9.45 +1
3 2009 5.146.122 4.94 27 4.82 -25
4 2014 11.298.957 9.04 47 9.40 +20
Sumber: http//id/Wikipedia.org
45
Pemilu tahun 1999 suara PKB menduduki tiga besar di bawah Golkar dan
PDI-P dengan memperoleh persentase suara 12,61%. Meskipun sebagai partai
yang masih baru secara organisatoris. Namun, secara basis massa suara PKB
sudah tersistem sejak lama, yaitu semenjak NU berdiri. Karena bagaimanapun
juga harus di akui bahwa PKB lahir dari rahim NU. Meskipun, secara
organisatoris NU sudah tidak lagi bergelut dengan dunia politik dan kembali
khittah.
Di samping soliditas warga NU yang solid, tingginya suara PKB juga tidak
bisa di lepaskan dari sosok Gus Dur, karena jauh sebelum Gus Dur mendirikan
PKB. Gus Dur sudah banyak terlibat dalam perjalanan bangsa ini. Aktivitas Gus
Dur sebelumnya, dalam dunia kemasyarakatan telah memudahkan partainya untuk
memperoleh dukungan dari masyarakat.
Tabel: 4.2.
Sepuluh Besar Hasil Pemilu 1999
No Partai Suara % Kursi %
1 PDI-P 35.689.073 33,74 153 33,12
2 Golkar 23.741.749 22.44 122 25,97
3 PKB 13.336.982 12,61 51 11,03
4 PPP 11.329.904 10,71 58 12,55
5 PAN 7.528.956 7,12 34 7,36
6 PBB 2.049.704 1,94 13 2,81
7 PK 1.436.565 1,36 7 1,51
8 PKP 1.065.686 1,01 4 0,87
46
9 PNU 679.179 0,64 5 1,08
10 PDKB 550.846 0,52 5 1,08
Sumber: Diolah dan diringkas dari buku Haniah Hanafie dan Suryani, 2011
Pada pemilihan umum tahun 2004 ada 24 partai politik yang ikut
berkontestasi meramaikan pemilihan umum. Hasilnya Golkar muncul sebagai
pemenang dengan perolehan suara 21,58%, di susul PDI-P dengan memperoleh
18,53%, semantara posisi ketiga di duduki PKB yang memperoleh suara sebanyak
10,57%.1 Perolehan suara PKB pada pemilihan umum tahun 2004 mengalami
penurunan akibat konflik dengan Matori Abdul Jalil yang mendirikan Partai
Demokrasi Kebangsaan (PDK).2 Tetapi menurunnya suara PKB tidak begitu
drastis, PKB hanya mengalami penurunan suara sebesar 1,4 juta suara pada
pemilu 2004 ini, 3 dan masih bisa mempertahankan posisinya di peringkat tiga
besar.
Tabel: 4.3.
Sepuluh Besar Hasil Pemilu 2004
No Partai Suara % Kursi %
1 Golkar 24.480.757 21,58 128 23,27
2 PDI-P 21.026.629 18,53 109 19,83
3 PKB 11.989.564 10,57 52 9,45
4 PPP 9.248.764 8,15 58 10,55
1Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: Lemlit UIN JKT 2011), h. 156.
2Partai ini tidak lolos verivikasi Partai Politik yang dilakukan oleh Depertemen Hukum
dan HAM RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 3Bebal Sejarah, PKB dalam Pusaran Konflik dan Konflik (Jakarta: LP3B 2008), h. 26.
47
5 PD 8.455.225 7,45 55 10,00
6 PKS 8.325.020 7,34 45 8,18
7 PAN 7.303.324 6,44 53 9,64
8 PBB 2.970.487 2,62 11 2,00
9 PBR 2.764.998 2,44 14 2,55
10 PDS 2.414.254 2,13 13 2,36
Sumber: Diolah dan diringkas dari buku Haniah hanafie, Suryani, 2011
Pada pemilihan umum tahun 2009 ada 38 partai politik yang ikut
berkontestasi meramaikan hajatan lima tahunan ketiga ini. Hasilnya, pada
pemilihan umum tahun 2009 PD muncul sebagai pemenang dengan perolehan
suara sebanyak 20,85%, di susul partai Golkar dengan memperoleh suara
sebanyak 14,45% lalu di bawahnya ada PDI-P memperoleh suara 14,03%, posisi
keempat di tempati PKS dengan perolehan suara 7,88%, kelima ada PPP dengan
perolehan suara 6,61%, lalu PAN dengan perolehan suara 6,01%, sementara PKB
harus puas berada di posisi ketujuh dengan perolehan suara 4,94%.4
Hasil perolehan suara PKB pada pemilihan umum kali ini menurun tajam
dari posisi ketiga harus jatuh ke posisi ketujuh. Rendahnya suara PKB sudah di
prediksi banyak pihak. Masalahnya, ketika partai-partai lain sibuk melakukan
konsolidasi, PKB masih sibuk dengan konflik yang berkepanjangan mulai dari
konflik antara kubu Matori Abdul Jalil versus Gus Dur, kubu Alwi Shihab,
Saifullah Yusuf versus kubu Gus Dur dan kubu Cak Imin, Lukman Edy versus
kubu Gus Dur. Praktis, akibatnya, PKB tidak punya waktu banyak melakukan
4Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: Lemlit UIN JKT 2011), h.163-
165.
48
persiapan mengahadapi pemilihan umum. Lebih-lebih suara warga NU yang
selama ini menjadi captive market PKB pecah, terutama pasca adanya PKNU
sebagai partai sempalan PKB. Bahkan di wilayah-wilayah banyak terjadi
penggembosan suara PKB oleh kubu Gus Dur.
Tabel: 4.4.
Sepuluh Besar Hasil Pemilu 2009
No Partai Suara % Kursi %
1 PD 21.703.137 20,85 150 26,79
2 Golkar 15.037.757 14,45 107 19,11
3 PDI-P 14.600.091 14,03 95 16,96
4 PKS 8.206.955 7,88 57 10,18
5 PAN 6.254.580 6,01 43 7,68
6 PPP 5.533.214 5,32 37 6,61
7 PKB 5.146.122 4,94 27 4,82
8 Gerindra 4.646.406 4,46 26 4,64
9 Hanura 3.922.870 3,77 18 3,21
10 PBB 1.864.752 1,79 0 0,00
Sumber: Diolah dan diringkas dari buku Haniah hanafie, Suryani. 2011
Pada pemilihan umum tahun 2014 terdapat dua belas partai politik
nasional dan tiga partai lokal aceh yang turut serta meramaikan pesta lima tahunan
ini. Hasilnya PDI-P menjadi pemenang pemilu dengan perolehan suara sebanyak
23.681.471 atau 18,95%, posisi kedua diraih partai Golkar dengan perolehan suara
sebanyak 18.432.312 atau 14,75%, posisi ketiga ditempati partai Gerindra dengan
49
perolehan suara 14,760,371 atau 11,81%, dan posisi yang keempat diraih PD
dengan perolehan suara 12.728.913 atau 10,19% sedangkan PKB menduduki
perolehan suara kelima dengan total suara 11.298.956 atau 9,04%. Perolehan
suara PKB pada pemilihan umum 2014 ini naik 100% di bandingkan hasil
pemilihan umum tahun 2009.5
Kenaikan suara PKB pada pemilihan umum tahun 2014 setidaknya
disebabkan oleh beberapa faktor yakni Pertama, konsolidasi partai berjalan
dengan baik. Pengalaman konflik pada periode-periode sebelumnya sudah tidak
lagi terlihat. Kedua, suara NU yang selama ini menjadi basis suara PKB relatif
menyatu dan tidak lagi terpecah kepartai-partai lain. Ketiga, sosok-sosok yang ada
di PKB memberikan daya magnet tersendiri untuk menaikkan suara PKB seperti
Muhaimin Iskandar, Rhoma Irama, Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan beberapa publik
figur lainnya yang turut memperkuat PKB.
Tabel: 4.5.
Sepuluh Besar Hasil pemilu 2014
No Partai Suara % Kursi %
1 PDI-P 23.681.47 18,95 109 19,5
2 Golkar 18.432.312 14,75 91 16,3
3 Gerindra 14,760,37 11,81 73 13,0
4 PD 12.728.913 10,19 61 10,9
5 PKB 11.298.956 9,04 47 8,4
5Diakses dari nasional. kompas.com/ red/2014/5/09/2357075/ Disahkan. KPU. Ini.
Perolehan. Suara. Pemilu. Legislatif.2014.
50
6 PAN 9.481.621 7,59 49 8,8
7 PKS 8.480.104 6,79 40 7,7
8 Nasdem 8.402.812 6,71 35 6,3
9 PPP 8.157.488 6,53 39 7,0
10 Hanura 6.579.498 5,26 16 2,9
Sumber: Diolah dan diringkas dari Wikipedia.org
Kalau kita melihat perolehan suara PKB dari pemilu kepemilu mulai dari
tahun 1999, 2004, dan 2009, 2014 menggambarkan bahwa figur Gus Dur
mempunyai kekuatan tersendiri di PKB. Buktinya, dua kali pemilihan umum
awal dan dua kali pemilihan umum akhir menunjukkan dua hal yang berbeda. Dua
kali pemilihan umum pertama yakni tahun 1999 dan 2004 suara PKB masih bisa
maksimal dan bisa menduduki tiga besar. Pada tahun 2004 meskipun PKB sudah
di rundung konflik antara kubu Gus Dur dan kubu Matori Abdul Jalil, suara PKB
masih bisa termaksimalkan di posisi tiga besar. Sementara pada pemilihan umum
tahun 2009 suara PKB turun drastis. Pada pemilihan umum tahun 2014 suara PKB
mengalami kenaikan suara yang signifikan, tetapi belum mampu menyamai suara
ketika PKB masih dibawah komando Gus Dur.
B. Gus Dur Sebagai Magnet
Gus Dur merupakan pemikir hebat. Beliau bisa di setarakan dengan para
pemikir dunia seperti Hassan Hanafi, Muhammad Arkoun, Ali Abdurroziq dan
tokoh-tokoh lain.6 Sejak tahun tahun 1980-an Gus Dur sudah memulai kiprahnya
6John L. Esposito dan John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Pustaka, 2002), h. 255.
51
menjadi tokoh yang sangat berpengaruh. Gus Dur lahir dari trah yang cukup di
segani –K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Bisri Mustofa- membuat Gus Dur mudah
untuk mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat. Hal ini, sangat berkolerasi
dengan basis-basis suara PKB yang kebanyakan massa Islam tradisionalis (NU).
Dalam pandangan warga NU sendiri, kepemimpinan tidak hanya bersumber pada
kemampuan secara personal, tetapi lebih dari itu kekuasaan itu harus diimbangi
dengan penguasan tradisi pemikiran aswaja, trah kyai, dan kemampuan
spritualitasnya.7
Secara pribadi Gus Dur punya kemampuan di luar kebanyakan orang, ia
tidak hanya mengandalkan kemampuan rasionalitasnya, tetapi juga kemampuan
irrasionalitasnya misalnya Gus Dur dalam suatu kesempatan tertidur ketika
menjadi narasumber, namun ketika ada sesi tanya jawab Gus Dur bangun dan bisa
menjawab pertanyaan secara tepat.8 Implikasinya pemikiran-pemikiran Gus Dur
banyak diadopsi oleh banyak kalangan masyarakat. Tidak hanya warga NU,
komunitas-komunitas di luar NU juga sering menjadikan Gus Dur sebagai
rujukan.9
Kacung Marijan dalam tulisannya Gus Dur NU, dan Indonesia
menjelaskan bahwa sulit untuk mencari sosok yang seperti Gus Dur, yang mampu
di terima di semua lapisan masyarakat. Gus Dur berasal dan lahir dari komunitas
Islam tradisionalis tetapi Gus Dur tumbuh dan bisa diterima dari kalangan Islam
7Abdullah Ubaid dan Muhammad Bakir, Nasionalisme dan Islam Nusantara (Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2015), h. 107. 8Arkawi Kandito, Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur (Yogyakarta: LKiS Printing
Cemerlang), 2010), h. vii 9Abdullah Ubaid dan Muhammad Bakir, Nasionalisme dan Islam Nusantara (Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2015), h. 107.
52
modernis. Gus Dur tidak saja menjadi magnet di internal komunitas muslim,
komunitas non muslimpun banyak yang mengagumi sosok Gus Dur, terutama
pemikiran-pemikiran tentang pluralisme, multikulturalisme juga perjuangannnya
dalam membela kaum minoritas.
Laode Ida menjelaskan kekuatan figur Gus Dur:
”Dari segi budaya, harus diakui bahwa Gus Dur merupakan salah satu
figur pemilik means of mental production Nahdlatul Ulama (NU) sebagai
main group-nya, ditambah lagi dengan kapasitas pribadinya sebagai
intelektual dan aktivis yang diakui nasional dan internasional. Kekuatan-
kekuatan di luar NU -nasionalis, sosial sekuler, dan non Muslim-
mendekati Gus Dur bukan hanya karena kapasitasnya, tapi juga karena
pemikiran-pemikiran yang akomodatif dengan mereka. Dampaknya, lama-
kelamaan terbangun suatu social image bahwa Gus Dur dengan NU-nya
bisa dijadikan “kawan aliansi’’ dalam gerakan. Maka, ia pun dianggap
representasi kekuatan yang ampuh di luar negara”10
Gus Dur dengan segala kelebihannya tentu menjadi magnet tersendiri di
tengah-tengah masyarakat. Akhirnya, Gus Dur sering menjadi “korban
pencatutan” para politisi yang ingin mendulang suara. Terutama di basis-basis
warga NU. Tidak terkecuali PKB sebagai partai yang pernah menjadi tempat
berlabuhnya Gus Dur di dunia politik, partai-partai lainpun juga berusaha
menggunakan Gus Dur sebagai magnet suara.
Bila negara Indonesia mempunyai sosok besar Soekarno yang sangat
familiar di tengah-tengah masyarakat internasional. Sehingga bila kita menyebut
negara Indonesia, maka yang muncul di pikiran masyarakat internasional adalah
Soekarno atau katakanlah Indonesia adalah Bung Karno dan Bung Karno adalah
Indonesia. Dalam masyarakat NU khususnya, PKB umumnya juga mempunyai
figur sentral yang begitu dominan yaitu Gus Dur. Sosok Gus Dur secara individu
10
Ibid., h.57.
53
menyaingi kebesaran NU dan juga PKB. Gus Dur seolah melembaga menjadi
kekuatan sentral baik di NU maupun PKB.11
Di PKB Gus Dur bisa melampaui
AD/ART.12
Di PKB Gus Dur adalah pendiri, guru, dan inspirator bagi kader-kader
PKB. Pemikiran-pemikiran Gus Dur selama ini dinilai cocok untuk perkembangan
PKB, NU, dan bangsa. Sehingga inilah yang menjadi salah satu cita-cita PKB,
untuk melestarikan ajaran-ajaran yang diperjuangkan Gus Dur saat ini.13
Untuk membaca kekuatan antara Gus Dur, NU, dan PKB bisa melihat
rumusan berikut: Gus Dur+NU=Gus Dur dan NU+Gus Dur=Gus Dur, jelas disini
bahwa Gus Dur punya dominasi. Kalau dilanjutkan dengan kekuatannya di PKB
menjadi sebagai berikut: Gus Dur+NU+PKB=Gus Dur dan PKB+NU+Gus
Dur=Gus Dur.14
Dari rumusan-rumusan ini bisa terbaca bagaimana dominasi
kekuatan Gus Dur baik di NU maupun di PKB.
Saat ini pun meskipun Gus Dur sudah meninggal, kekuatan Gus Dur di
PKB sangat kuat. Secara fisik sosok Gus Dur telah tiada, tetapi nilai-nilai dan
ajaran-ajaran Gus Dur tetap dilestarikan dan disebarkan baik di internal PKB
sendiri maupun kepada masyarakat secara keseluruhan. Jadi kekuatan Gus Dur di
PKB bukan terletak pada sosoknya tetapi lebih kepada pemikiran-pemikirannya
11
A. Mustofa Bisri, Gus Dur Garis Miring PKB ( Surabaya: MataAir Publishing, 2008),
h. 108. 12
Bebal Dalam Sejarah, PKB Dalam Pusaran Konflik dan Konflik (Jakarta: LP3B, 2008),
h. 32. 13
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta, 07 Januari 2016. 14
Musa Kazhim dan Alfian Hamzah, 5 Partai Dalam Timbangan (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1999), h. 234.
54
yang menjadi “jualan” PKB agar bisa menjadi daya tarik di tengah-tengah
masyarakat.15
Bukti empiris kekuatan figur Gus Dur terlihat majelang masa kampanye
baik di legislatif maupun ekskutif, di pusat maupun daerah. Di mana foto-foto Gus
Dur selalu terpasang di samping tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai
sebagai anggota legislatif maupun ekskutif. Tidak hanya itu pemikiran-pemikiran
Gus Dur tentang pluralisme, sekularisme dan humanisme selalu menjadi jualan
dan janji kampanye para kandidat. Kantor-kantor PKB baik di pusat dan daerah
pun diberi nama Graha Gus Dur16
Gus Dur sebagai magnet di PKB berlangsung semenjak partai ini berdiri
sampai sekarang. Bahkan berdasarkan hasil temuan lembaga survey, setelah
diberikan pertanyaan tentang pandangan orang dan presepsi masyarakat terhadap
PKB, ternyata menghasilkan temuan bahwa masyarakat masih mengganggap
bahwa PKB itu masih sebagai partainya Gus Dur, dan itu yang menjadi
pendorong utama masyarakat untuk memilih PKB.17
C. Kualitas Tokoh Gus Dur dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Pemilih
Negara Indonesia sebagai negara yang masih dalam tahap konsolidasi dan
pemantapan sistem demokrasi, di mana sistem pelembagaan partai politik masih
belum tertata dengan baik, ideologi antara satu partai dengan partai lainnya sulit
untuk dibedakan, Pengkelompokan dua model partai-partai Indonesia yang
15
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta. 07 Januari 2016 . 16
Wawancara Pribadi dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Jakrata, 08 April
2016. 17
Wawancara dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Jakarta, 08 April 2016.
55
terpecah menjadi dua model partai yakni partai Islam dan partai sekuler belum
bisa memberikan referensi yang utuh kepada pemilih untuk membedakan antara
partai Islam dan partai sekuler. Akibatnya, partai Islam dan partai sekuler kini
semakin bersifat abu-abu. Ideologi yang seharusnya menjadi titik pembeda antara
satu partai dengan partai lain semakin tidak jelas, tidak bersifat hitam putih.
Dalam kondisi inilah tokoh menjadi referensi alternatif bagi pemilih untuk
menentukan partai pilihannya. Sehingga para pemilih bisa menentukan pilihannya
kepada partai-partai tertentu berlandaskan figur yang ada dalam partai tersebut.18
Di dekade awal reformasi afeksi pemilih terhadap tokoh mencapai angka
yang cukup positif. Hal ini bisa dilihat data pada pemilu 1999 afeksi pemilih
terhadap tokoh partai politik mencapai 71%, terus meningkat pada pemilu 2004
mencapai 76%. Sementara pada pilpres Juli 2004 78% dan pilpres September
70%. Pada pemilu 2009 jumlahnya mencapai 86% dan pilpres 2009 sekitar 88%.19
Tabel: 4.6.
Afeksi Pemilih Terhadap Figur Partai
Pemilu / Pilpres %
1999 71%
2004a 77%
2004b 78%
2004c 70%
2009a 86%
18
Saiful Mujani, dkk., Kuasa Rakyat (Jakarta: Mizan Publika, 2012), h. 425. 19
Ibid., h. 426.
56
2009b 88%
Sumber: Saiful Mujani, dkk., 2010
Afeksi pemilih terhadap Gus Dur pada pemilu 1999 berada di urutan
ketiga mencapai 12%, di bawah Megawati (48%), dan Habibi/ Akbar
Tanjung/Wiranto (18%). Pada pemilu dan pilpres 2004 tingkat kesukaan publik
terhadap Gus Dur mencapai 8,6% di bawah SBY (41,4%) dan Megawati (15,1%).
Pada Juli 2004 tingkat kesukaan publik terhadap Gus Dur mencapai 10,6%, di
bawah SBY (46,2%), Megawati (19,9%), dan Habibie/ Akbar Tanjung/ Wiranto
(11,7%). Pada September 2004 tingkat kesukaan publik terhadap Gus Dur
menurun 8,8%, di bawah SBY (48,9%), Megawati (17,5%).20
Tabel: 4.7.
Tokoh nasional yang paling disukai (%)
Tokoh 1999 2004a 2004b 2004c
Megawati 41,1 15,1 19,9 17,5
Habibi/Akbar Tandjung/Wiranto 18,7 7,7 11,7 1,6
Abdurrahman Wahid 12,0 8,6 10,6 8,8
Amin Rais 11,2 6,2 10,6 8,7
Hamzah Haz 2,1 2,5 2,7 ,7
SBY NA 41,4 46,2 48,9
Hidayat Nur Wahid NA 4,0 NA 4,5
Nama lain 14,9 14,6 1,3 10
Sumber: Saiful Mujani, dkk., 2010
20
Ibid., h. 427.
57
Afeksi pemilih terhadap Gus Dur semenjak pemilu 1999 sampai
September 2004 selalu menempati posisi tiga besar, kecuali hasil survey Juli 2004
Gus Dur berada di posisi empat besar. Hasil survey tingkat kesukaan publik
terhadap Gus Dur sangat berkorelasi dengan hasil perolehan suara PKB pada
pemilu 1999 dan pemilu 2004, PKB mampu menduduki posisi tiga besar di bawah
suara PDI-P dan Golkar.
Pada tahun 2008, semenjak Gus Dur tidak lagi di PKB, afeksi pemilih
terhadap figur di PKB berubah pada sosok Muhaimin Iskandar yang menempati
posisi ke delapan sebesar 4,30%, di bawah SBY (8,03%), Megawati (6,17%), JK
(6,00), Prabowo Subianto (5,16%), Wiranto (5,45%), Amin Rais (4,99), Soetrisno
Bachir (4,41).21
Rendahnya tingkat kesukaan publik terhadap Cak Imin sangat
berkorelasi terhadap penurunan suara PKB pada pemilu 2009. Dari sini jelaslah
bahwa kekuatan sosok Gus Dur dan pengaruhnya terhadap elektabilitas PKB
cukup signifikan.
Tabel: 4.8.
Statistik deskriptif kesukaan terhadap tokoh partai, April 2009
(Dalam skala10: 1= sangat tidak suka,10 = sangat suka
Tokoh Mean Std. Deviaton
Susilo Bambang Yudhoyono (Demokrat) 8,03 2,067
Megawati Soekarno Puteri (PDI-P) 6,17 2,366
M. Jusuf Kalla (Golkar) 6,00 2,207
Prabowo Subianto (Gerindra) 5,61 2,240
21
Ibid., h.428.
58
Wiranto (Hanura) 5,45 2,158
Amin Rais (PAN) 4,99 2,200
Soetrisno Bachir (PAN 4,41 2,160
Muhaimin Iskandar (PKB) 4,30 2,211
Suryadharma Ali (PPP) 4,05 2,252
Hidayat Nur Wahid (PKS) 5,12 2,480
Tifatul Sembiring (PKS) 4,20 2,369
Sumber: Saiful Mujani, dkk,. 2009
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa ada
kekuatan figur dalam partai politik. Dalam hal ini, figur Gus Dur di PKB, tidak
hanya mempunyai kekuatan, Gus Dur juga mampu menaikkan elektabilitas PKB,
semenjak PKB berdiri sampai pemilihan umum tahun 2014. Kesimpulan ini
berlandaskan beberapa pertimbangan ilmiah sebagai berikut:
Pertama, penulis menganalisa kekuatan figur Gus Dur dengan mencari
definisi dari kekuatan itu sendiri, lalu melihat sosok Gus Dur dari beberapa
literatur, untuk mencocokkan apakah Gus Dur sudah sesuai dengan definisi arti
dari kekuatan itu sendiri. Dari sekian banyak definisi tentang arti kekuatan,
kekuatan sosial adalah definisi kekuatan yang paling relevan untuk menjelaskan
kekuatan figur Gus Dur. Kekuatan sosial adalah desakan atau dorongan efektif
yang mengarah pada tindakan sosial. Gus Dur dalam hal ini merupakan sosok
yang paling efektif untuk menghasilkan tindakan sosial baik di internal partai
maupun eksternal partai.
Kedua, untuk memastikan sosok Gus Dur sebagai figur, penulis
melakukan studi dengan menganalisa definisi dari kata figur itu sendiri. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia figur memiliki dua penegertian yaitu bentuk,
wujud dan tokoh. Dari arti ini bisa kita pahami bahwa seorang individu bisa
menjadi figur apabila dia sudah menjadi tokoh dan punya peran sentral. Gus Dur
60
di PKB tidak saja menjadi tokoh, tetapi lebih dari itu kadang Gus Dur menjadi
“tuhan yang kedua” di PKB.
Ketiga, ditinjau dari teori sumber kekuasaan, bahwa seorang individu bisa
berkuasa dan menentukan banyak kebijakan serta mendapatkan legitimasi dari
bawahannya karena faktor agama dan kepercayaan. Seorang kyai, pendeta, biksu,
dan rabbi bisa mempunyai kekuasaan di hadapan umatnya. Latar belakang
keluarga Gus Dur yang notabene dari kalangan kyai secara otomatis menjadikan
Gus Dur sebagai seorang kyai. Ke kyaian Gus Dur menjadi daya tarik tersendiri
bagi masyarakat luas, khususnya warga Nahldiyyin yang selama ini menjadi basis
massa PKB.
Keempat, Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik,
Menjelaskan bahwa salah satu dimensi kekuasaan adalah karena faktor jabatan
dan pribadi. Dengan jabatan yang dimiliki oleh seseorang, baik itu presiden, ketua
umum partai politik, dan jabatan-jabatan lainnya, bisa menjadi salah satu faktor
seorang berkuasa. Di tengah-tengah masyarakat yang sudah modern, jabatan
sangat menentukan kekuasaan seseorang, tetapi bagi masyarakat tradisional-
pedesaan, kemampuan pribadi lebih memberikan legitimasi dibandingkan faktor
jabatan. Gus Dur memiliki keduanya, di PKB Gus Dur merupakan salah satu
deklarator, dan mantan ketua umum dewan syuro. Di samping itu, tanpa
jabatannya sekalipun, kemampuan Gus Dur secara pribadi cukup brilian dan
mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan. Realitas ini memberikan dampak
bagi Gus Dur untuk melakukan banyak “kiprahnya” di PKB.
61
Kelima, secara teoritis kekuatan figur dalam partai politik bisa teranalisis
lewat teori otoritas karismatiknya Max Weber. Dalam teori ini dijelaskan bahwa
seorang individu bisa mempunyai otoritas dan pengaruh di tengah-tengah publik,
karena mempunyai kemampuan individu yang mumpuni. Kemampuan ini tidak
hanya di dasarkan pada kemampuan yang bersifat rasional, tetapi juga ada
kemampuan yang bersifat irrasional-Weber menyebutnya karena anugerah ilahi-.
Di mana kemampuan ini, hanya di miliki orang-orang tertentu. Dengan otoritas
karismatik yang dimiliki oleh seorang figur, membuat publik mendukung secara
sukarela apa yang menjadi keinginan sang figur tersebut. Gus Dur memiliki
semua itu.
Keenam, melihat dari sisi urgensi keberadaan figur di partai politik
memberikan ruang bagi Gus Dur untuk mendayagunakan kekuatan yang
dimilikinya dan banyak mendapatkan dukungan dari internal PKB. Figur
berfungsi sebagai inspirasi, navigator, penyatu, dan penggerak mesin partai.
Keberadaan seorang figur di partai politik sangat dibutuhkan untuk menjaga
soliditas partai. Gus Dur hadir dalam kondisi seperti itu.
Ketujuh, dalam perjalanan hidupnya, Gus Dur telah banyak melakukan
kegiatan sosial kemasyarakatan lintas suku, agama, bahasa dan wilayah. Banyak
pihak yang merasa berjasa terhadap sosok Gus Dur. Beliau diterima di semua
segmen masyarakat. Dari sini Gus Dur memiliki “tabungan” sosial, dan ini sangat
berarti dalam rangka menjaga PKB.
Kedelapan, berbicara tentang PKB sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari
sosok Gus Dur. Kelahiran PKB dibidani oleh PBNU yang saat itu Gus Dur
62
menjadi ketua umumnya. PKB dideklarasikan di rumahnya Gus Dur di Ciganjur,
dan Gus Dur termasuk salah satu deklarator bersama kyai-kyai lainnya. Gus Dur
juga mantan ketua umum dewan syuro peletak dasar-dasar perjuangan partai.
Relasi yang erat ini memungkinkan Gus Dur untuk mengendalikan PKB.
Kesembilan, semenjak pertama kali PKB berdiri pada tahun 1998 sampai
sekarang. PKB sudah empat kali mengikuti kontestasi pemilihan umum yakni
pada pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009, 2014. Empat kali pemilihan umum ini
menggambarkan bahwa Gus Dur memiliki kekuatan untuk memaksimalkan suara
PKB. Terbukti, pada pemilihan umum tahun 1999 dan 2004 ketika Gus Dur masih
di PKB, suara PKB selalu menempati posisi tiga besar. Sementara dua kali
terakhir yakni pada pemilu tahun 2009 dan 2014 ketika Gus Dur tidak lagi di
PKB, suara PKB tidak pernah mencapai posisi tiga besar.
Kesepuluh, melihat kampanye PKB pada pemilihan umum tahun 2009 dan
2014 terlihat bahwa sebenarnya Gus Dur punya kekuatan di PKB. Hal ini, bisa
dilihat pola kampanye PKB yang selalu membawa nama Gus Dur, baik foto-
fotonya, pemikirannya, dan cita-citanya. Hal ini juga diakui oleh Sekretaris
Jendral DPP PKB Abdul Kadir Karding, bahwa sosok Gus Dur adalah inspirasi
dan guru yang sampai saat ini masih punya kekuatan dan mampu menaikkan
elektabilitas PKB, ajaran-jarannya juga cocok untuk dibumikan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Kesebelas, ada pengaruh figur terhadap prilaku pemilih. Semakin tinggi
tingkat kesukaan individu terhadap salah satu figur di partai politik, semakin
tinggi pula kemungkinan besar seorang individu memilih partainya. Hasil survey
63
menunjukkan semakin tinggi tingkat kesukaan publik terhadap Gus Dur,
berkorelasi terhadap perolehan suara PKB, begitu pula sebaliknya.
B. Saran
Partai politik merupakan instrumen penting dalam menjalankan
demokrasi. Oleh karena itu keberadaannya perlu dijaga dengan sebaik-baiknya.
Fenomena beberapa partai politik di Indonesia menunjukkan gejala
ketergantungan terhadap figur sentral. Dalam pengamatan penulis hanya ada tiga
partai politik yang tidak punya figur sentral yakni partai Golkar, PKS, dan PPP.
Dari ketiganya hanya PKS yang masih bisa survive tanpa figur sentral, sedangkan
partai Golkar dan PPP sedang mengalami dualisme kepemimpinan.
Partai politik haruslah menempatkan secara tepat sosok figur sentral di
partainya masing-masing. Sosok figur sentral berfungsi sebagai pendorong,
navigator, dan inspirator untuk kader-kader partai. Selain itu, figur juga bisa
menjadi bahan referensi publik untuk memilih salah satu partai politik, ketika
masyarakat sulit untuk membedakan ideologi antara satu partai dengan partai
lainnya.
Meskipun demikian, sistem, tradisi dan proses kaderisasi haruslah berjalan
sebagaimana mestinya. Karena hanya dengan sistem, tradisi, dan kaderisasi yang
akan menjadi tumpuan masa depan. Partai politik sebagai sebuah organisasi besar
tentu tidak cukup bila hanya mengandalkan satu individu. Harus ada regenerasi
kepemimpinan di internal partai. Sehingga, bila sosok figur sentral sudah tidak
64
lagi di partai, partai tetap bisa survive menjaga eksistensinya ditengah-tengah
masyarakat.
PKB bisa menjadi partai percontohan untuk partai-partai lain, terkait
dengan penempatan sosok figur di partai politik. Semenjak awal berdirinya partai
ini sampai sekarang, figur Gus Dur selalu menjadi ikon PKB. PKB sempat
terjebak pada figurisme yang akut. Namun, pasca “keluarnya” Gus Dur dari PKB,
PKB mengalami defigurisasi yang justru berdampak sehat terhadap mesin partai.
Ketika Gus Dur berkonflik dengan sebagian elit PKB. PKB sempat goyah.
Hal ini, terlihat saat pemilihan umum tahun 2009 suara PKB terjun bebas dari
posisi ketiga turun keposisi ketujuh. Pada pemilihan tahun 2014 PKB bangkit
dengan kenaikan suara 100% dibandingakan pada pemilihan umum tahun 2009
dan menjadi partai Islam terbesar saat ini. Selain mengalami kenaikan yang
signifikan, PKB juga sukses mengantarkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai
presiden dan wakil presiden, serta bisa mengantarkan empat kadernya mengisi
posisi orang nomor satu di empat kementrian.
Gus Dur di PKB sampai sekarang tetap sebagai figur yang sangat di
hormati. cita-citanya, pemikiran-pemikirannya, petuah-petuahnya selalu mewarnai
PKB. Gus Dur tetap sebagai ikon. Tetapi, proses regenerasi di partai tetap berjalan
dengan baik. Anak-anak muda potensial mendominasi di tubuh PKB mulai dari
Muhaimin Iskandar, Abdul Kadir Karding, Imam Nahrawi, Helmy Faisal Zaini,
Marwan Ja’far, Lukman Edi, dan lain-lain.
Figur memang punya kekuatan di partai politik, tetapi figur bukanlah
segalanya. Masih ada kekuatan-kekuatan lain, yang bisa dioptimalkan bila figur
65
sentral tidak lagi di partai politik. Misalnya, soliditas para kader, vote getter,
optimalisasi lumbung-lumbung suara partai dan lain-lain. Strategi inilah yang
diterapkan oleh PKB pasca Gus Dur sudah tidak di PKB lagi, yang seharusnya
bisa ditiru partai-partai lain.
66
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustino, Leo. Prihal Ilmu Politik. Jakarta: Graha Ilmu, 2007.
Alfian, M. Alfan. Kekuatan Pemimpin. Jakarta: Kubah Ilmu, 2012.
Amir, Zanial Abidin. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. Jakarta: LP3ES, 2003.
Badudu, JS dan Sutan Muhammad Zain. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001.
Barton, Greg. Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of ABDURRAHMAN
WAHID. Jakarta: LkiS, 2002
Bisri, A. Mustofa. Gus Dur Garis Miring PKB. Surabaya: MataAir Publishing,
2008
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013.
Cowie, A P, ed. Oxford Anvanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford
Uneversity press, 1989.
Dhakiri, M. Hanif. 41 Gus Dur’s Great Legacies. Yogyakarta: Lkis, 2011.
Esposito, John L dan John O. Voll Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.
Hanafie, Haniah dan Suryani. Politik Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
JKT, 2011.
Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2009.
67
Hasrullah, Opium Politik & Dramaturgi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1994.
Kazhim, Musa dan Alfian Hamzah. 5 Partai Dalam Timbangan. Bandung:
Pustaka Hidayah, 1999.
Koiruddin. Menuju Partai Advokasi. Yogyakarta: Pustaka Tokoh Bangsa, 2005.
Mandan, Arief Mudastir dan Miftahuddin. Jejak Langkah Guru Bangsa, Jakarta:
Pustaka Indonesia Satu, 2010.
Mujani, Saiful. dkk. Kuasa Rakyat. Jakarta: Mizan, 2012.
Muluk, Hamdi. Mozaik Psikologi Politik, Jakarta: Raja Wali Pres, 2010.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik, Bandung: Rosdakarya, 2005.
Noor, Firman. Perpecahan dan Soliditas Partai Islam di Indonesia: Kasus PKB
dan PKS di Dekade Awal Reformasi, Jakarta: LIPI Pres, 2015.
Rasyidin, Adi Sastra. Dkk. Pemikiran Politik Sang Kyai. Jakarta: Nias, 2000.
Rifai, Muhammad. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-2009. Jakarta: Garasi House
of Book, 2010.
Rozak, Yusron. Ed. Sosiologi Sebuah Pengantar:Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam. Jakarta: LSA. 2008.
Sobary, Muhammad. dkk. Gus Dur di Istana Rakyat. Jakarta: LKBN Antara,
2000.
Suhanda, Irwan. Perjalanan Politik Gus Dur. Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2010.
68
Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010
Tim Lembaga Pengembangan Politik Bangsa, Bebal Dalam Sejarah, Jakarta:
LP3B. 2008.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Jakarta: LKiS, 2004.
Ubaid, Abdullah, dan Mohammad Bakir. Ed. Nasionalisme dan Islam Nusantara.
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015.
Waskita, Abu Muhammad. Cukup 1 Gus Dur SAJA!. Jakarta: Pustaka Alkaustar,
2010.
Skripsi, Tesis, Disertasi atau Makalah
Arsyia, Mila Kamilatul “Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif: Studi Terhadap
Penguatan Kapasitas Pemahaman Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota
Depok Priode 2014-2019,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ,
Universitas Islam Negeri Syaruf Hidayatullah Jakarta, 2015.
Mustofa, Hadi “Kepemimpinan Kharismatik: Studi Tentang Kepemimpinan
Megawati Soekarno Puteri Dalam Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan,’’ Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Saifullah, Yosef, “ Strategi Politik Partai Kebangkitan Bangsa Menjadikan
Rhoma Irama Sebagai Vote Getter Pada Pemilihan Umum 2014.” Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015.
69
Supriadi.’’ Peran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB).’’ Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Majalah
Sejarah Abdurrahman Wahid, Makassar: Peduli, 2003
Internet
http://kbbi.web.id
http://www.dpp.pkb.or.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik,
http://nasional.kompas.com/red/2008/07/19/0316441/jalan.panjang.konflik.pkb
http://nasional.kompas.com/red/2014/05/09/2357075/Disahkan.KPU.Ini.Peroleha
n.Suara.Pemilu.2014
http://m.merdeka.com/foto/politik/348096/20140408144911-keluarga-gugat-pkb-
soal-penggunaan-gambar-gus-dur-untuk-kampanye-001
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Abdul Kadir Karding, Jakarta, Kamis 7 Januari 2016.
Wawancara Pribadi dengan Firman Noor, via email, Kamis 13 Maret 2016 .
Wawancara Pribadi dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, Jakarta 08
April 2016.
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN II
Wawancara dengan H. Abdul Kadir Karding, SPi, M.Si
(Sekjen PKB pro Muhaimin) Kamis 7 Januari 2016
Pak bisa diceritakan perkembangan PKB terakhir Pak?
Alhamdulillah PKB akhir-akhir ini bagus, karena satu bisa menjaga
soliditas, yang kedua tidak ikut arus kegaduhan-kegaduhan politik, dan kita punya
standing politik sendiri atau warna politik sendiri dan keyakinan politik sendiri.
Jadi doanya sekarang kita melakukan pembenaran internal baik soal struktulisasi,
kaderisasi dan hal-hal penting yang dibutuhkan untuk perkembangan partai
menjadi lebih besar.
Menurut Bapak pentingkah seorang figur sentral dalam partai politik?
Penting, tapi tidak boleh menjadi acuan utama, yang dibutuhkan oleh
sebuah partai yang berdimensi jangka panjang adalah sistem, tradisi, dan
kolektifitas, jadi kebersamaan. Jadi kalau banyak kader, lalu kader-kader itu terus
melakukan fungsi-fungsi kaderisasinya, maka partai itu akan tumbuh dan
berkembang sampai yaumil qiyamah.
Mengapa figur itu penting dalam partai politik?
Penting karena memang kultur kita patrialis di kebudayaan, tapi menurut
saya jangan jadikan satu-satu faktor, dia harus diimbangi, jadi kayak di PKB itu
harus tokoh kita rawat, tetapi juga kaderisasi juga kita jalankan, sistem juga kita
bangun, tradisi terus kita bangun.
71
Figur sentral di PKB saat ini sebenarnya siapa pak?
Ya kyai, kyai-kyai. Jadi gak ada sentral tapi tokoh-tokoh itu, karena banyak
tokoh di NU di Pesantren, di manapun, selain tokoh-tokoh seperti tentu Pak
Muhaimin, Kyai Said, Kyai Ma’ruf dan kyai-kyai lain.
Bagaimana dengan sosok Gus Dur selama ini?
Gus Dur adalah pendiri PKB, Gus Dur adalah inspirator kita, Gus Dur
adalah guru kita. Oleh karena itu, salah satu cita-cita PKB adalah membumikan
ajaran-ajaran atau nilai-nilai yang selama ini diperjuangkan oleh Gus Dur.
Pak suara PKB pada tahun 2009, 2014 itu ternyata tidak sama dan bahkan
lebih rendah dari pada pemilu tahun 1999 dan 2004 kira-kira apa faktornya
Pak?
Faktornya karena politik berkembang, lalu banyak kader masih kaget,
sehingga belum mapan, belum mateng, sehingga masih kadang-kadang tergoda
untuk konflik dan sebagainya dan tidak bisa menjalankan amanah sebaik-baiknya,
oleh publik dinilai lain. Yang ketiga yang paling penting bahwa PKB ini partai
yang gak punya uang, sementara 2009,2014 masih pragmatisme politik itu masih
berjalan.
Apakah Gus Dur masih punya kekuatan di PKB?
Sangat,sangat,sangat kuat,sangat kuat, Gus Dur sangat kuat, sangat kuat,
karena para kader terutama kami-kami yang mimpin ini meyakini betul bahwa
ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang kembangkan Gus Dur itu cocok bagi
keberlangsungan PKB, NU dan bangsa kedepan.
72
PKB tanpa Gus Dur berarti berefek Pak, penurunan suara?
Jadi Gus Dur jangan dilihat orangnya, tapi nilainya ya. kalau figurnya beliau
sudah gak ada tetapi PKB sekarang baik.
Foto-foto Gus Dur selalu mewarnai PKB, padahal Gus Dur sudah tidak lagi
PKB?
Ndak siapa bilang Gus Dur sudah di PKB
Yenny Wahid?
Orang anaknya, bisa beda. Tetapi Gus Dur masih di PKB. Apa pernah Gus
Dur menyatakan saya keluar keluar dari PKB? Gak pernah
Oh ya terima kasih Pak.
Ya..
73
LAMPIRAN II
Wawancara dengan Dr. Firman Noor, SIP, MA (Hons)
(Pengamat Politik LIPI) Jumat 13 Maret 2016
Assalamualaikum. Apa sebenarnya definisi figur Pak?
Waalaikumsalamwrwb. Definisi figur dalam ilmu politik banyak ragamnya, kerap
ini disamakan dengan elit atau patron. Apapun istilah yang digunakan dengan elit
atau patron. Apapun istilah yang digunakan figur atau tokoh setidaknya adalah
sosok yang memainkan peran penting dalam menentukan dalam menyusun
kebijakan partai, termasuk strategi dan aturan main internal, menetapkan nama-
nama yang akan menduduki baik dalam partai ataupun dalam publik dan
melakukan hubungan atau negoisasi dengan pihak-pihak tertentu di luar partai.
Karakteristik figur itu apa saja Pak?
Memiliki peran yang penting dalam kehidupan partai secara umum, yang
disebabkan karena sumber-sumber kekuasaan politik yang dimiliki, apakah itu
atas dasar peran penting dalam pendirian partai (Historical reason), keluasan
jaringan, kharisma pribadi, sebagai penerjemeh dan pelaksana ideologi partai
(ideolog), pengetahuan atau visi, kekuatan finansial, kemampuan berkomunikasi,
memiliki akses besar pada pemerintahan, keturunan ataupun kemampuan
manajerial.
Pentingkah figur dalam partai politik?
Figur diperlukan terutama dalam kondisi membutuhkan kata putus dari seseorang
yang di hormati. Ketiadaan figur kerap akan memunculkan kesulitan dalam
menentukan kebijakan mana yang harus diambil dan dijalankan oleh partai,
74
sehingga berpotensi memunculkan kekacauan internal karena ketiadan sosok yang
dapat memutuskan perkara, sekaligus tetap dapat mempersatukan mereka yang
berbeda. Figur juga diperlukan agar eksalasi konflik tidak makin dan konflik tidak
menjadi berkepanjangan. Figur juga dibutuhkan dan keragaman pandangan tetap
ada dan ditolerir oleh pihak-pihak atau faksi-faksi yang ada dalam sebuah partai.
Namun demikian, di sisi lain, peran yang berlebihan, tanpa kontrol yang efektif
dapat membawa partai dalam genggaman kepentingan figur itu, akibatnya partai
amat bergantung pada figur. Dalam situasi ini figur dapat mengalahkan dan
melemahkan sistem, sehingga sistem partai menjadi berantakan. Kadar peran figur
yang berlebihan juga dapat memicu kekecewaan yang dapat mengarah pada
ketidakpuasan. Sehingga akhirnya bisa saja kader keluar dari partai atau
melakukan perlawanan yang mengarah pada konflik berkepanjangan yang
akhirnya memunculkan fragmentasi partai.
Sebenarnya letak urgensi figur dalam partai politik?
Dengan beberapa peran diatas terutama terkait dengan efektifitas pengambilan
keputusan, pemersatu partai pencegah konflik berkepanjangan maka figur jelas
memiliki urgensi. Namun jelas mengingat potensi dekstuktif yang juga ada dalam
seorang figur perannya harus proporsional atau dibatasi sehingga tidak melampau
keberadaan dan peran sistem dalam partai politik.
Apakah Gus Dur layak disebut figur?
Gus Dur layak disebut figur karena perannya yang menentukan dalam
menentukan dalam kehidupan PKB.
75
Menurut pandangan Bapak PKB dengan Gus Dur dan PKB tanpa Gus Dur
ada perbedaan?
PKB saat ini tidak lagi mengandalkan figur, namun elit dan sistem.
Tanggapan Bapak menanggapi turbulensi PKB pada pemilu 2009, 2004
PKB masuk tiga besar, tahun 2009 turun tajam, dan tahun 2014 naik tajam?
Dari presfektif relasi antara pelembagaan partai dan konflik internal terlihat
bahwa pelembagaan yang lemah karena konflik yang berkepanjangan . Itu terjadi
terutama didekade awal reformasi (1998-2008). Setelah Gus Dur “dikeluarkan”
dari PKB. Partai mengalami defigurisasi yang justru berdampak sehat bagi
kehidupan internal partai. Partai kemudian dapat melakukan konsolidasi secara
jauh lebih baik, baik secara internal maupun konsolidasi lagi dengan NU, yang
menyebabkan mesin partai jauh lebih prima. Terbukti kemudian PKB mampu
kembali merebut posisi sebagai partai berbasis massa islam terbesar di Indonesia.
Bapak melihat relasi antara Gus Dur dan PKB selama ini?
Gus Dur adalah sosok figur paling utama dalam PKB. Beliau adalah pendiri
sekaligus penentu kehidupan PKB dalam hampir segenap aspeknya. Tanpa Gus
Dur partai ini mungkin tidak akan terbentuk dan mampu menjadi partai terbesar
ketiga ( dalam konteks jumlah suara) pada pemilu 1999. Tanpa Gus Dur juga PKB
mungkin akan mengalami penurunan suara yang cukup signifikan pada pemilu
2004. Di awal reformasi jelaslah bahwa Gus Dur adalah pendiri dan sekaligus
lumbung suara bagi PKB.
Namun di sisi lain, peran figur yang dimainkan Gus Dur terlalu besar sehingga
mematikan pertumbuhan sistem. Partai menjadi sakit dalam konteks kesisteman.
76
Sementara sistem amat diperlukan dalam sebuah partai. Dalam situasi ini PKB
akhirnya terjerembab dalam ketergantungan yang akut pada figur dan menjadi
partai yang tradisional, dalam makna tidak bergantung pada figur dan tidak juga
bersifat demokratis. Dalam kondisi ini banyak kebijakan diputuskan atau
ditentukan oleh Gus Dur seorang. Situasi ini tidak dapat dicegah oleh siapapun.
Sayangnya Gus Dur kerap mengedepankan intuisi (bahkan emosi) dan lebih
mendengarkan sosok kepercayaannya (“para pembisik’’) ketimbang
mengedepankan objektifitas. Akibatnya banyak keputusan yang kontroversial dan
polemik. Satu persatu orang kepercayaan dan tokoh-tokoh penting yang dulu
mendukungnya justru mengambil potensi melawan dirinya. Akibatnya justru
merugikan bagi PKB. Konflik demi konflik dialami oleh partai ini sehingga nyaris
waktu dan energi dihabiskan untuk pembenahan atau konsolidasi internal.
Sementara partai lain telah makin melebarkan sayapnya di masyarakat.
Di sini dapat dilihat bahwa Gus Dur tidak dapat memanfaatkan posisinya sebagai
tokoh bangsa yang kharismatik untuk membesarkan PKB, namun sebaliknya
justru makin menjauhkan PKB dari simpati banyak orang. Tidak mengherankan
kalau kemudian beliau sendiri mendapatkan tantangan dari kalangan kader PKB
sendiri. Dengan semakin banyak kalangan penentang dan mereka yang tidak
simpati dengan PKB, tidak mengherankan pada pemilu 2009 suara PKB
mengalami penurunan yang amat signifikan.
77
LAMPIRAN III
Wawancara dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid
(Sekjen PKB Pro Gus Dur) Jumat 08 April 2016
Mungkin Mbak bisa menjelaskan sebenarnya apa sumbangsih Gus Dur
terhadap perpolitikan Indonesia?
Itu menurut saya kamu cek aja, apa saja sih yang sudah ada selama ini, itu kan
banyak bisa di google itu ya. Tap begini deh kalau menurut dari meja saya, ee
takutnya ada beberapa yang lupa ya. Jadi misalnya Gus Dur yang paling utama itu
beliau menegakkan supremasi sipil dan itu prasyarat utama terciptanya demokrasi
yang sehat, karena kan dulu Indonesia dikuasai oleh militer. Sehingga kemudian
terjadi sistem yang tidak demokratis itu satu, dan tindakan yang dilakukan Gus
Dur melakukan demiliterisasi di Indonesia itu berdampak secara politis ke Gus
Dur itu sendiri. Gus Dur sendiri banyak diserang oleh pihak-pihak yang tidak
menginginkan hal itu terjadi.
Kemudian yang kedua yang dilakukan oleh Gus Dur adalah memisahkan
kepolisian tidak lagi berada di bawah militer, tetapi berada di bawah kendali
pemerintahan sipil yang itu juga satu ya, kemudian yang kedua ranah besarnya
Gus Dur lagi adalah Gus Dur itu berkeinginan agar tidak ada korupsi. Caranya
gimana? Korupsi kan selama ini banyak di pegawai negeri, maka yang pertama
dilakukan oleh Gus Dur adalah menaikkan gaji pegawai negeri. Jadi konsepnya
adalah kalau orang sudah diberi gaji yang tinggi, maka kita bisa mengharapkan
kinerjanya juga maksimum, tapi kalau gajinya masih rendah ya susah ya kan?
78
Zaman Gus Dur gaji pegawai negeri dinaikkan 200% itu awalnya, jadi konsep
awalnya kesejateraan, pemerataan.
Dan ketiga Gus Dur menginginkan adanya pemerataan kesejahteraan masyarakat
itu ya. Jadi kemudian eksplorasi bidang-bidang yang selama ini belum tergarap
misalnya, contohnya, soal isu maritim itu mulai awalnya zaman Gus Dur. Nah
zaman Gus Dur pertama. Jadi karena Gus Dur melihat ini potensi yang luar biasa
dari bangsa kita, dikelilingi laut sebegitu banyaknya, potensi maritimnya belum
tergarap dengan maksimum. Jadi dibuatlah badan khusus menangani maritim di
zaman Gus Dur. Terus kemudian, yang dilakukan Gus Dur berikutnya adalah
memastikan bahwa ada keadilan hukum dan demokrasi berjalan dengan baik,
artinya persamaan hak setiap warga, itu kan dalam demokrasi itu dijamin. Maka
kemudian Gus Dur mengubah kepres Pak Harto yang soal itu, yang soal Imlek
dan lain sebagainya. Karena sebelumnya keturunan Tionghoha kan didiskriminasi,
mereka disuruh buat surat keterangan warga negara dan lain sebagainya. Jadi di
luar negeri mereka mewakili Indonesia Susi Susanti lah dan segela macem, ada
Budi Kusuma ya ikut olimpiade, sampai mengibarkan bendera merah putih di
kejuaran-kejuaran Internasional, begitu sampainya di Indonesia ditanya lagi, harus
punya lagi surat keterangan warga negara. Nah kayak gitu ya ada kontradiksi-
kontradiksi, nah itu oleh Gus Dur dihapus.
Kemudian apa lagi ya, Papua ya, Warga Papua itu Gus Dur yang pertama kali
berusaha untuk menempuh jalan diplomasi dan perdamaian untuk merebut hatinya
masyarakat Papua, itu kan panas juga, panas. Jadi masyarakat Papua oleh Gus Dur
diperbolehkan untuk mengibarkan bendera bintang kejora, oleh Gus Dur juga di
79
advokasi dibela haknya. Undang-undang otonomi khusus awalnya di zaman Gus
Dur juga mulai bergulir. Terus kemudian undang-undang otonomi khusus itu
memberikan apa namanya jatah keuangan yang jauh lebih besar untuk warga
Papua. kayak selama ini prefort di zaman orde baru kan sebagian besar untuk
pusat. Sekarang kembali kemasyarakat Papua, itu zaman Gus Dur dimulainya.
Gus Dur juga membela orang-orang yang dianggap OPM, ditangkepin orde baru
salah satunya ateis, ateis kepala suku Papua, itu menjadi teman Gus Dur juga, jadi
gitu beberapa hal besar.
Terus kemudian Gus Dur juga berusaha melakukan secara ekonomi, menaikkan
posisi tawar Indonesia di luar negeri. Selama ini kita kan hanya kiblatnya hanya
Barat saja. Nah Gus Dur berusaha menyeimbangkan itu dengan cara membuat
poros ekonomi baru dengan Cina, Jepang, dan India. Gus Dur berharap bahwa
kalau ini sampai dibikin poros baru, ini sudah sangat kuat sebagai sebuah blok
ekonomi, pangsa pasarnya gede banget, duitnya juga ada, kita jual barang kesitu-
situ aja itu pasti lakunya. Tapi sayang ya kemudian Gus Dur turun. Itu Amerika
sempat khawatir juga mengirim utusan untuk menemui Gus Dur, menanyakan hal
itu.
Mbak Gus Dur pernah di Partai kebangkitan Bangsa, mungkin Mbak bisa
menjelaskan bagaimana relasi Gus Dur dan PKB?
Gus Dur kan pendiri PKB, Gus Dur pendiri PKB dan kemudian menjadi ketua
umum dewan syuro, itu pengambil keputusan tertinggilah dalam partai. PKB
didirikan Gus Dur tahun 1998, kemudian apa namanya juga termasuk
mengantarkan Gus Dur menjadi presiden. Dalam perjalanannya apa namanya
80
terjadi konflik dan kemudian ada faksi yang membangkang terhadap Gus Dur
yang di back up pemerintah, sehingga Gus Dur dikalahkan oleh faksi. Sampai
sekarang Gus Dur sebagai pendiri partai, yang terpaksa Gus Dur harus tersingkir,
walaupun fotonya tetap dipajang dan dipakai untuk menarik dukungan. Jadi itu
ya, ibaratnya Gus Dur di pecat oleh partai yang didirikan sendiri.
Menurut Mbak sumbangsih Gus Dur terhadap PKB yang menyebabkan
PKB bisa eksis hingga saat ini apa Mbak?
Ya sekarang masih tetep ini ya, sampai sekarang karena begitu simpatinya pada
Gus Dur, masih menganggap PKB itu partainya Gus Dur, ya masih menganggap
seperti itu ya masih mencoblos PKB.
Apa saja warisan Gus Dur di PKB yang diabaikan pasca Gus Dur tidak lagi
di PKB?
Banyak ya, terutama pragmatisme politik begitu. Jadi kalau dulu Gus Dur sangat
idealis sekali dalam ini urusan-urusan politik, selalu acuannya pada masyarakat,
bukan pada posisi, bukan mencari kekuasaan, kedudukan begitu. Kalau sekarang
kita lihat tokoh aneh-aneh PKB yang sebenarnya tidak cocok banget terhadap
nilai-nilai yang selama ini dibawa oleh Gus Dur misalnya Roma Irama, Dani
Dewa dan lain sebagainya. Membuat publik jadi bertanya-tanya sebenarnya apa
sih ini maksudnya? Jadi PKB yang sekarang ini sih sudah tidak bisa
memperjuangkan nilai-nilai politis yang dibawa, diusung oleh Gus Dur. Jadi yang
lebih kental adalah pragmatis bukan idealis lagi.
81
Apakah Mbak melihat bahwa masih ada kekuatan Gus Dur di PKB saat ini?
Ya, foto-fotonya dipajang gede-gedean, kantornya diberi nama Graha Gus Dur,
karena mereka melihat, bahwa masyarakat menganggap bahwa PKB itu identik
dengan Gus Dur. Ada teman dari lembaga survei diminta oleh PKB untuk
mensurvei. Jadi pandangan orang menganggap bahwa PKB itu apa? Ternyata
orang masih menganggap bahwa PKB itu yang menjadi pendorong utama itu
karena figur Gus Dur. Itu sekarang gambarnya, masih ini, masih ada. Makanya
sampai sekarang setiap kali pencalonan gambarnya Gus Dur tetap dipajang oleh
mereka. Walaupun Gus Durnya sendiri ditendang dari partai, dijual aja, korban
jualan begitu.
Bagaimana Mbak menanggapi ketika suara PKB yang begitu pesat pada
pemilu tahun 2014 dan itu sudah tidak ada Gus Dur lagi?
Iya Gus Dur nya gak ada, tetapi image, bahwa itu partai itu masih partainya Gus
Dur dieksploitasi habis-habisan. Lihat caleg-calegnya, pasti gambarnya gambar
Gus Dur dan yang kedua, warga NU tidak ada lagi partai yang namanya seolah-
olah partainya NU. Karena tidak ada lagi altenatif partai, yang sudahlah
mencoblos PKB. Jadi banyak diuntungkan oleh keadaan. Jadi ada dua faktor besar
itu. kalau misalnya ada partai lain yang menjadi penantangnya sebenarnya
suaranya tidak sebesar itu.
Nama Gus Dur, foto-foto Gus Dur dan juga pemikiran Gus Dur selalu
mewarnai PKB. Bagaimana tangggapan Mbak menanggapi hal ini?
Kalau buat saya, kalau kemudian diikuti dengan sikap pengabdian-pengabdian
kepada masyarakat gak masalah, baik-baik aja. Justru kadang kala kita berharap
82
ada yang meneruskan politik Gus Dur yang begitu tulus, perjuangan Gus Dur
selama ini. Tapi kalau cuma jual-jualan, cuma dieksploitasi tapi ajarannya tidak
dilaksanakan, itu namanya mengajarkan kemunafikan kepada publik, dan itu tidak
baik, bukan hanya tidak baik ya, itu apa ya, sebuah hal yang sangat tidak
bermoral.
Mbak pluralisme, humanisme, dan hal-hal yang selama ini diperjuangkan
Gus Dur itu juga masih terlihat selalu gembor-gemborkan PKB, bukankah
itu merupakan bukti bahwa PKB sekarang masih memperjuangkan dan
selalu menjaga apa yang diperjuangkan oleh Gus Dur?
Benar gak? di bawah lihat gitu gak? Kalau cuma lips service oke-oke aja dan
kelihatannya begitu. Benar gak? mereka benar-benar mengadvokasi kelompok-
kelompok minoritas gak?. Ketika ada kelompok-kelompok minoritas Islam
misalnya, mereka ada disana gak? Belain Ahmadiyah, Syiah dan sebagainya.
Kalau cuma mengadvokasi kelompok non muslim, jangan-jangan alasannya
bukan hanya karena idealis tetapi karena minta sumbangan, nyari sumbangan.
Nah itu nyari funding. Jadi kalau begitu ya tidak singkron antara apa yang
diucapkan dan apa yang dilakukan.
Mbak mungkin ada perbedaan kongkrit yang bisa menegaskan dan
menggambarkan bahwa PKB saat ini sudah tidak lagi seperti PKB Gus Dur
yang dulu, perbedaan kongkritnya?
Ya pencalonan Roma Irama gampangnya. Gak gini, zaman Gus Dur kalau
misalnya apa namanya, kita mencalonkan orang-orang, itu pertimbangannya,
karena betul-betul, karena kualitas bisa membawa perbaikan di masyarakat, bukan
83
orang yang bisa bayar, bukan sekedar karena orangnya diusung aja karena seolah-
olah populer. Tapi orang-orang yang punya nilai perjuangan yang sama. Itu yang
tidak dilakukan oleh PKB, itu jelasnya, contoh kongkritnya. Terus yang kedua
pembelaannya pada kaum minoritas itu gak ada.
Ini yang terakhir Mbak, apa pesan-pesan Mbak sebagai puteri Gus Dur
terhadap PKB dan perpolitikan Indonesia?
Buat saya kalau memang tidak bisa mengusung nilai-nilai perjuangan Gus Dur,
jangan lagi memajang gambarnya Gus Dur itu satu. Yang kedua jangan kamu
pajang gambarnya Gus Dur, tetapi kamu belum bisa menyelesaikan persoalan
hukum Gus Dur yang dilengserkan dari partai, itu kan diselesaikan dulu secara
hukum. Jadi gak ada upaya sama sekali untuk melakukan hal itu, gitu. jadi
munafik pada akhirnya. Jangan munafik, karena rakyat akan lelah bahwa kok
begini politisi kita. Kalau rakyat tidak percaya, maka demokrasi akan terancam.
Makanya kayak Ahok mau maju secara independen kenapa? Karena tidak percaya
pada partai. Ada unsur-unsur itu kan? Misalnya kayak gitu-gitulah.