29
1 BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk mencerdaskan siswa. Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana, dan prasarana serta faktor lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar – mengajar. Belajar – mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.

Prop Skrips

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prop Skrips

1

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama

guru, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk

mencerdaskan siswa. Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar

mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain yaitu siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya,

sarana, dan prasarana serta faktor lingkungan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

disekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar – mengajar. Belajar – mengajar

di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana.

Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran.

Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan

maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu

memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik

sebagai penggarap ilmu pengetahuan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui

proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya

pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan

dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu

pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasi pengetahuan agar dapat

belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu

memahami konsep-konsep dan dapat menerangkan konsep yang dipahami. Seringnya

rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru akan

Page 2: Prop Skrips

2

terciptnya situasi kelas yang tidak aktif dan berdampak pada rendahnya prestasi

belajar siswa. Maka dari itu perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan

mengadakan komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya.

Pembelajaran fisika dengan pendekatan problem solving, relasi yang

dihidupkan bukanlah monolog. Siswa diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya

untuk memecahkan masalah sendiri. Guru hanya berperan sebagai pemandu atau

fasilitator. Pendapat ini memperlihatkan pembelajaran fisika dengan problem solving

dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan dapat meningkatkan keaktifan siswa itu

sendiri.

Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh (Nurhayati Abbas, 931:2004) dalam

jurnalnya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam

Pembelajaran Matematika di SMU” menyimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik

yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving adalah

lebih baik dari pada hasil belajar peserta yang diajarkan dengan menggunakan

pembelajaran konvensional.

Dari uraian diatas, jelas bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan

problem solving akan bermanfaat, karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif dari siswa itu sendiri. Hal ini berarti bahwa fisika harus diajarkan pada siswa

secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa

dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam

menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-

masalah dalam kehidupan nyata.

Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa guru Fisika di SMA Neg. II

Kutablang diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran IPA khususnya

Page 3: Prop Skrips

3

Fisika ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain: 1) Siswa kurang memperhatikan

penjelasan guru pada setiap pembelajaran, 2) siswa tidak m empunyai kemauan dalam

mengikuti pelajaran Fisika, dan 3)Konsentrasi siswa kurang terfokus pada

pembelajaran Fisika. Kelemahan-kelemahan tersebut kemungkinan besar disebabkan

oleh penggunaan metode yang tidak tepat didalam pembelajaran. Akibatnya

kemampuan siswa dalam bidang Fisika sangat rendah dan tidak berkembang. Oleh

karenanya, dibutuhkan suatu model pembelajaran inovatif yang bisa mengembangkan

ketrampilan berfikir kreatif siswa dalam bidang fisik. Salah satu model pembelajaran

yang inovatif tersebut adalah model pembelajaran pemecahan masalah.

Pemecahan masalah (Problem Solving) adalah upaya individu atau kelompok

untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya

dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah (klurik & Rudnick, 1999).

Jadi aktifitas pemecahan masalah diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila

sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Pembelajaran

pemecahan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar peserta didik cepat

lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh, dan

memahami jika diberikan kesepatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach.

2002) Gagasan pembelajaran untuk pemahaman dan pemecahan masalah tersebut

sangat ditentukan oleh lingkungan belajar tempat para siswa untuk melakukan

interaksi akademik dalam membangun pengetahuan.

Berdasarkan Uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan sebuah

penelitian dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN

MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN BERFIKIR KREATIF

Page 4: Prop Skrips

4

PADA POKOK BAHASAN PESAWAT SEDERHANA KELAS VIII SMP

NEGERI I KUTABLANG”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran pemecahan

masalah pada konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan berfikir

kreatif kelas VIII SMP Negeri 1 kutablang ?

3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran pemecahan masalah pada

konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan berfikir kreatif kelas VIII

SMP Negeri 1 Kutablang.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk kepentingan teoritis dan

kepentingan praktis.

1. Untuk kepentingan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengefektifkan dan melengkapi teori-teori

pembelajaran dalam mengajar bidang study fisika serta menggiatkan pendekatan

pemecahan masalah salah satu strategi pembelajaran di sekolah.

2. Untuk kepentingan praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik dalam memperbaiki kegiatan

pembelajaran fisika dan menerapkan kedalam disiplin ilmu yang lain kehidupan

sehari-hari.

Page 5: Prop Skrips

5

5. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran

pemecahan masalah pada konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan

berfikir kreatif di kelas VIII SMP Negeri 1 Kutablang.

6. Definisi Operasional

Untuk memudahkan memahami makna dari kata-kata operasional yang akan

dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti mencoba mendefinisikan beberapa

bagian dari kata operasional yang dipakai:

Penerapan : Suatu proses yang diterapkan

Model Pembelajaran : Bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir

yang disajikan secara khas oleh guru di dalam kelas dalam

menyajikan materi ajar.

Pemecahan masalah : Merupakan sebuah pembelajaran yang berupaya membahas

permasalahan untuk mencari pemecahan atau jawabannya.

Berfikir kreatif : Merupakan ketrampilan kognitif untuk memunculkan dan

mengembangkan gagasan baru, ide baru, sebagai

pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan

ketrampilan untuk memecahkan masalah secara divergen

(dari berbagai sudut pandang). (http.//jolio.blog.com/post

/1969986)

Page 6: Prop Skrips

6

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau Sains, antara

lain sifat sains, model sains, dan filsafat sains. Pada saat setiap orang mengakui

pentingnya sains dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat mendukung. Pada

umumnya siswa merasa bahwa sains sulit, dan untuk mempelajari sains harus

mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. Ada tiga

alasan perlunya memahami sains antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih

banya ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, karena tiap

kurikulum menuntut untuk mempelajari sains. Mendefinisikan sains secara sederhana,

singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan

mendevinisikan ilmu-ilmu lain.

Beberapa ilmuan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan

pemahamannya. Crain (1999:3) mendefinisikan science sebagai The activity of ques

tionning and exsploring the universe and finding and expressing it’s hidden order,

yaitu “suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan

penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam”. Sains mengandung makna

pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban pemahaman jawaban, penyempurnaan

jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara

sistematis (Depdiknas, 2002 a:1)

Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep,

prinsip, hokum dalam wujud “Pengetahuan deklaratif” akan tetapi belajar sains juga

belajar cara memperoleh informasi sains, cara dan teknologi bekerja dalam bentuk

Page 7: Prop Skrips

7

pengetahuan, prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah

dan sikap ilmiah.

Berdasarkan pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Pernyataan diatas selaras dengan pendapat Carin yang

menyatakan bahwa sains sebagi produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip,

hokum-hukum dan teori sains. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris didalam

sains dan konsep, prinsip, hokum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan anaisis

di dalam sains. Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus

dilakukan dan di teliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau m etode ilmiah, melalui

ketrampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur,

menggunakan ketrampilan sepecial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga,

mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data,

mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap sains dipandang sebagai

sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi

skepsi, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu

hal yang positif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekat sains terdiri atas tiga

komponen, yaitu produk, proses dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas

kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau

proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam. Mata

pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan

kemampuan berfikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam

dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dengan

Page 8: Prop Skrips

8

menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan

sikap percaya diri. Melalui pelajaran fisika diharapkan para siswa memperoleh

pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif

matematis berdsar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan

prinsip fisika (Depdiknas, 2002 a 6).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan dalam pembelajaran fisika untuk meneliti

masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu:

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan

eksperimen, menganalisa data pengamatan, serta menarik kesimpulan.

Ilmu Pengetahuan Alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa

pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang

diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Haal ini berarti bahwa

fisika harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah,

maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil

yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu

dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan

sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk memperoleh produk IPA.

Proses IPA ada dua macam yaitu proses empirik dan proses analitik. Proses empiric

suatu proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang termasuk proses empirik adalah

observasi, pengukuran, dan klasifikasi. Sumber; (Depdiknas, 1002a:5)

2.2 Ketrampilan Berfikir Kreatif

Ketrampilan berfikir adalah ketrampilan kognitif untuk memunculkan dan

mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah

Page 9: Prop Skrips

9

lahir sebelumnya dan ketrampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari

berbagai sudut pandang). dalam penelitianini ketrampilan berfikir kreatif yang diukur

mencakup empat aspek (William dalam Munandar, 1987:88-91) yaitu: (1 Fiuency

(berfikir lancer), (2) Fleksibility (berfikir luwes), (3) Originality (Orisinalitas

berfikir), (4) elaboration (Penguraian).

Untuk untuk mengukur ketrampilan berfikir kreatif ini digunakan tes uraian

untuk memperoleh data ketrampilan berfikir kreatif sebelum dan sesudah

pembelajaran.

2.3 Model Pembelajaran Pemecahan Masalah

2.3.1 Pengertian pemecahan masalah

Pemecahan masalah dibangun oleh konsep-konsep pemecahan dan

pemacahan masalah. Masalah (problem) adalah suatu situasi yang tak jelas jalan

pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk

menemukan jawaban. Pemecahan masalah (Problem Solving) adalah upaya

individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang

telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak

lumrah (Klurik & Rudnick, 1996).

Aktivitas pemecahan masalah diawali dengan konfrontasi dan berakhir

apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah

pembelajaran berbasis pemecahan masalah menjadi sangat penting, karena dalam

belajar, peserta didik cepat lupa jika hanya diberikan contoh (Steinbach, 2002).

Pembelajaran pemecahan masalah menurut Sudirman dkk (1991:146)

adalah cara pengajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik

Page 10: Prop Skrips

10

tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan

atau jawabannya oleh siswa.

2.3.2 Langkah-langkah model pemecahan masalah

Dalam garis besarnya langkah-langkah metode pemecahan masalah dapat

disarikan sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang dianggap penting

b. Merumuskan masalah

c. Analisa hipotesa

d. Mengumpulkan data

e. Analisa data

f. Mengambil kesimpulan

g. Aplikasi (penerapan dari kesimpulan yang diperoleh, dan

h. Menilai kembali selurh proses pemecahan masalah (Depdikbud) 1997:23)

2.3.3 Hubungan pembelajaran pemecahan masalah dan ketrampilan

berfikir kreatif.

Ciri pembelajaran pemecahan masalah adalah adanya permasalahan yang

diajukan kepada siswa pada awal pembelajaran dan harus dicari pemecahannya.

Aktifitas pemecahan masalah ini akan menstimulasi dan mengembangkan

ketrampilan berfikir dan bernalar (Alim, 2008:39) seperti telah diungkapkan pada

tujuan PBM bahwa PBM dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan

ketrampilan berfikir yang dimaksud adalah proses berfikir tingkat tinggi seperti

yang diungkapkan oleh Rautmanan yang mengatakan bahwa pembelajaran

pemecahan masalah cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun

komplek (Trianto 2007:68) ketrampilan berfikir tingkat tinggi menurut lauren

Page 11: Prop Skrips

11

Resnick (Ibrahim dan Nur, 2005:9) cendrung kompleks, melibatkan pertimbangan

dan interpretasi, serta keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut

pandang.

2.4 Pesawat Sederhana

2.4.1 Pengertian Pesawat sederhana

Disekitar kita banyak sekaliperalatan yang digunakan untuk mempermudah

melakukan pekerjaan, alat-alat tersebut diciptakan manusia dari yang paling

sederhana sampai yang paling rumit seperti motor, mobil, pesawat terbang,

telepon, televisi, komputer dan lain–lain. Alat yang digunakan oleh, manusia

untuk memudahkan melakukan pekerjaan atau kegiatan disebut pesawat. Ada dua

jenis pesawat, yaitu: pesawat sederhana dan pesawat rumit. Pesawat sederhana

adalah alat bantu kerja yang bentuknya sangat sederhana, contohnya adalah tuas,

bidang miring dan katrol. Pesawat rumit adalah pesawat yang terdiri dari susunan

beberapa pesawat rumit contohnya pesawat terbang, pesawat telepon, pesawat

televisi, mobil, motor, sepeda, dan lain –lain .

2.4.2 Jenis Jenis Pesawat Sederhana

1. Tuas

Tuas disebut juga pengungkit yaitu pesawat sederhana yang dibuat dari

yang digunakan untuk mengangkat atau mencongkel benda.

Prinsip tuas adalah kuasa dikali dengan lengan kuasa sama dengan beban

dikali dengan lengan beban, atau secara matematis dapat ditulis :

F x Lf = W x Lw

Page 12: Prop Skrips

12

2. Bidang Miring

Bidang miring yaitu pesawat sederhana yang dibuat dari papan atau

bidang untuk memindahkanbenda ketampat yang tinggi.

3. Katrol atau Kerekan

Katrol atau kerekan yaitu pesawat sederhana yang berbentuk seperti roda

dan digunakan untuk memindahkan benda serta dapat mengubah arah

gaya.

2.4.3 Jenis Tuas

Berdasarkan letak titik tumpunya, tuas dapat dikelompokkan menjadi 3

kelas / jenis :

1. Tuas Kelas Pertama

Tuas kelas pertama yaitu tuas yang memiliki titik tumpu berada di antara

titik kuasa F dan titik beban B,

Contohnya: gunting, palu, dan sebagainya.

2. Tuas Kelas Kedua

Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban berada di antara

titik kuasa F dan titik tumpu T dan titik kuasa.

3. Tuas Kelas Ketiga

Tuas kelas ketiga yaitu tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara

titik tumpu T dan titik beban W. Contohnya: penjepit, pinset, tangan

memegang beban dan sebagainya.

Page 13: Prop Skrips

13

Keuntungan Mekanik Tuas

Dengan menggunakan tuas beban kerja terasa lebih ringan, berarti kita

memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh dari pesawat sederhana

seperti demikian dinamakan dengan keuntungan mekanik. Besarnya keuntungan

mekanik dinyatakan sebagai perbandingan antara berat beban yang akan

diangkat dengan besar gaya kuasa yang diperlukan. Keuntungan mekanik ini

dapat di tulis ke dalam rumus sebagai berikut :

KM = W /F

= 1000N/250N

= 4 Kali

2.4.4 Bidang Miring

Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang digunakan

untuk memindahkan benda dengan lintasan yang miring. Dengan menggunakan

bidang miring beban yang berat dapat dipindahkan ketempat yang lebih tinggi

dengan lebih mudah. Artinya gaya yang kita keluarkan menjadi lebih kecil bila

dibanding tidak menggunakan bidang miring. Semakin landai bidang miring

semakin ringan gaya yang harus kita keluarkan.

Bagian – Bagian Bidang Miring

Bagian – bagian penting pada bidang miring.

Keterangan :

W : Gaya berat beban ( benda yang akan dipindahkan )

F : Gaya berat beban

S : Panjang lintasan miring

h : Ketinggian tempat

Page 14: Prop Skrips

14

2.4.5 Baji

Baji adalah benda keras yang terbuat dari batu atau logam yang dibuat

pada salah satu ujungnya. Sedangkan ujung yang lain dibuat lebih tipis

sehingga bagian ujung yang tipis menjadi lebih tajam.

Page 15: Prop Skrips

15

BAB III. METODELOGI PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif

karena semua data yang dikumpulkan dan di olah dengan menggunakan pengolahan

data kuantitatif. Arikunto (2002:10) menjelaskan bahwa penelitian dengan pendekatan

kuantitatif banyak menuntut angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Berdsarkan dari rumusan dan tujuan

penelitian yang telah dirumuskan, maka jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian

eksperimen semu (quasi eksperimen).

Sesuai dengan jenis penelitian yang telah ditetapkan, maka dipilih satu bentuk

desin penelitian yang tepat untuk dilaksanakan dalam penelitian ini. Dalam rancangan

ini digunakan satu kelompok subjeck. Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu

dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran

untuk kedua kalinya. Menurut Suryabrata (2006:102), rancangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Tabel 1. Rancangan penelitian One Group Design

Pretest Treatment Post testT 1 X T2

Keterangan:

- Berikan T1, yaitu pre-test, untuk mengukur ketrampilan proses sains sebelum

subjek diajar dengan model pembelajaran kontektual.

- Kenakan subjek dengan (treatment) X, yaitu model mengajar yaitu

pembelajaran Kontektual, untuk jangka waktu tertentu.

- Berikan T2, yaitu post-test, untuk mengukur ketrampilan proses sains setelah

subjek dikenakan variable eksperimental X.

Page 16: Prop Skrips

16

- Bandingkan T1, dan T2 untuk menentukan seberapakah perbedaan yang timbul,

jika sekiranya ada, sebagai akibat dari digunakannya variable eksperimental

X.

- Terapkan test statistic yang cocok dalam hal ini uji-t untuk menentukan

apakah perbedaan itu signifikan.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kutablang, penelitiannya

dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011-2012 sesuai dengan

kurikulum yang berlaku disekolah tersebut.

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Kutablang yang terdiri dari 2 Kelas. Sampel dalam penelitian ini

adalah kelas VIII yang berjumlah 35 siswa.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP), Lember Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrument pengumpulan

datanya berupa hasil teas awal (pre-test) dan hasil tes akhir (post-test)

5. Metode Analisis Data

Dari permasalahan dan hipotesis yang telah dirumuskan maka anaalisis

data yang dilakukan menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat (2000:123-132)

meliputi langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

1. Menentukan normalisasi sebaran data

Page 17: Prop Skrips

RentangBanyak Kelas

17

Untuk menemukan normalitas sebaran data menurut Subana, Rahadi

dan Sudrajat (2000:124) mengemukakan langkah-langkah perhitungan yang

harus ditempuh adalah sebagai berikut:

i. Menentukan skor besar daan skor kecil

j. Menentukan Rentangan (R) ialah skor terbesar dikurangi skor terkecil

k. Menentukan Banyaknya Kelas (BK) dengan menggunakan rumus sturges,

yaitu: Banyak Kelas (BK)= 1+3,3 log n

l. Menentukan panjang kelas (i) yaitu

i =

m. Menentukan rata-rata atau mean (X)

∑ fXi (X) =

nn. Menentukan standar deviasi (S)

o. Membuat daftar frekuansi observasi dan frekuensi ekspektasi

p. Mencari chi kuadrat (x hitung) menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat

(2000:124) digunakan rumus:

Menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat, (2000:126) kriteria

pengujiannya adalah sebagai berikut:

- Tolak Ho dan terima Ha Jika x hitung < x table, maka distribusi data normal

- Terima Ho dan tolak Ha jika x hitung >x table, maka distribusi data tidak

normal. Dengan derajat kebebasan (db) = k-3 dan α= 0,05

2

22

2 2

Page 18: Prop Skrips

18

2. Menentukan tes rata-rata (pengujian Hipotesis)

Pengujian hipotesis dianalisis menggunakan statistic uji-t satu pihak

yaitu pihak kanan, pada taraf signifikan 5% (α=0,05) yang diperhatikan

berdasarkan derajat kebebasan yang dibandingkan dengan besarnya nilai

”t”. Adapun rumus yang digunakan (Subana, Rahadi dan Sudrajat

2005:132) adalah sebagai berikut.

Dimana: Md: Rata-rata dari gain antara tes akhir dan tes awal

d: Gain (selisih) skor tes akhir terhadap tes awal setiap subjek

n: Jumlah subjek

Dengan:

Sebagai kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis, criteria pengujiannya

adalah “Terima Ho jika thitung <t(1-α) dan tolak Ho jika t mempunyai harga-harga lain.

Dengan derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah (n-1) dan peluang (1-α).

Page 19: Prop Skrips

19

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).

Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

http://ainamulayana.bogspot.com/2012/02/ metode pemecahan masalah-problem. html

http://joko.tblog.com2012,04/ ketrampilan berfikir html

Lanus. 2008. HAkikat Pembelajaran IPA. http://lanusportofolioipa.blogspot.com/:di

akses tanggal 11 Maret 2011.

Subana dkk. 2005. Statistik Pendidikan Edisi ke II. Bandung: Pustaka Setiawan

Suryabrata, S. 2006. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Grafindo

Trianto. (2007) Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroerientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka