30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidika Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang semak kompleks. Untuk itu, proses pendidikan di sekolah harus berjal Setiap sekolah memiliki idikator keberhasilan yang berbeda-beda. faktor penyebabkeberhasilan sekolahpun bervariasi. Kompetensikepala sekolah sebagai pengendali sentral pada proses pendidikan di sekolah d mewarnai faktor keberhasilan ini. Kompetensi tersebut diantaranya kece emosional (EQ), kepribadian yang mantap, gaya kepemimpinan yang tepat kemampuan menciptakan iklim sekolah yang kondutif. Keberhasilan suatu sekolah ditentukan oleh komponen-komponen yang saling mendukung, tidak ada sekolah yang berhasil tanpa guru-g berkwalitas, tanpa kepalasekolah yang berkwalitas, dan tanpa factor pendukung yang saling terkait. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat konstribusi kecerdasan emo kepalasekolah, gaya kepemimpinan kepalasekolah, dan iklimsekolah terhadap keberhasilan sekolah. Oleh karena itu hendaknya kepala selalu berusaha meningkatkan EQ-nya, menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif, dan mengupayakan terciptanya iklim sekolah yang kondus kepalasekolah diharapkan juga menerima materipelatihan yang dapat

Prop Tesis

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang semakin kompleks. Untuk itu, proses pendidikan di sekolah harus berjalan efektif. Setiap sekolah memiliki idikator keberhasilan yang berbeda-beda. Faktorfaktor penyebab keberhasilan sekolahpun bervariasi. Kompetensi kepala sekolah sebagai pengendali sentral pada proses pendidikan di sekolah dengan mewarnai faktor keberhasilan ini. Kompetensi tersebut diantaranya kecerdasan emosional (EQ), kepribadian yang mantap, gaya kepemimpinan yang tepat dan kemampuan menciptakan iklim sekolah yang kondutif. Keberhasilan suatu sekolah ditentukan oleh komponen-komponen yang saling mendukung, tidak ada sekolah yang berhasil tanpa guru-guru yang berkwalitas, tanpa kepala sekolah yang berkwalitas, dan tanpa factor pendukung yang saling terkait. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat konstribusi kecerdasan emosional kepala sekolah, gaya kepemimpinan kepala sekolah, dan iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah. Oleh karena itu hendaknya kepala sekolah selalu berusaha meningkatkan EQ-nya, menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif, dan mengupayakan terciptanya iklim sekolah yang kondusif. Calon kepala sekolah diharapkan juga menerima materi pelatihan yang dapat

meningkatkan kecerdasan emosional, gaya kepemimpinan yang tepat, dan iklim sekolah yang kondusif. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :1. Apakah kecerdasan emosional Kepala Sekolah berpengaruh terhadap

keberhasilan sekolah? 2. Apakah gaya kepemimpinan Kepala Sekolah berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah? 3. Apakah iklim sekolah berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah? 4. Apakah kecerdasan emosional, gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan iklim sekolah berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :1. Mengetahui pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah terhadap

keberhasilan sekolah.2. Mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap

keberhasilan sekolah.3. Mengetahui pengaruh iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah. 4. Mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan gaya kepemimpinan

kepala sekolah , serta iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah.

1.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:1. Ada pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah terhadap

keberhasilan sekolah.2. Ada pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap

keberhasilan sekolah. 3. Ada pengaruh iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah. 4. Ada pengaruh kecerdasan emosional dan gaya kepemimpinan kepala sekolah , serta iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah. 1.5. Kegunaan Penelitian Manfaat Penelitian :1. Menemukan model gaya kepemimpinan yang tepat untuk meningkatkan

keberhasilan sekolah..2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif menciptakan iklim sekolah

yang kondusif untuk keberhasilan sekolah. 1.6. Asumsi Penelitian Asumsi 1. 2. Kemampuan awal subyek bervariasi secara normal Semua subyek penelitian mengikuti perlakuan secara sungguh-

sungguh 1.7. Ruang Lingkup Penelitian 1. Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain:

Variabel bebas

: - Kecerdasan emosional kepala seklah - Gaya kepemimpinan kepala sekolah

Variabel moderator Variabel terikat 2. Keterbatasan

: - Iklim sekolah : - Keberhasilan sekolah

Penelitian ini hanya ditujukan untuk kepala sekolah menengah pertama negeri se kab Blitar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Proses pendidikan di tingkat sekolah selalu menjadi barometer bagi keberhasilan sekolah. Berbagai model manajemen pendidikan dalam proses pendidikan juga ditawarkan demi keberhasilan sekolah. Salah satu bentuk desentralisasi pendidikan dalam era otonomi daerah adalah adalah pelaksanaan menejemen berbasis sekolah (school based managemen). Managemen berbasis sekolah ini menekankan pentingnya kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, pemberdayaan sekolah dalam mengelola sumberdaya pendididkan secara mendiri dan kreatif, meningkatkan kinerja sekolah yang bermuara pada keberhasilan sekolah (Depdiknas, 2000). Keberhasilan sekolah merupakan kemampuan organisasi dalam mencari sumber dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan tertentu (Streers, 1985). Jika sebuah organisasi mampu untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuannya maka organisasi itu dapat dikatakan efektif (Robinson, 1990). Keberhasilan sebagai kesesuaian antara maksud organisasi dan hasil-hasil yang diperoleh organisasi (Sergiovanni, 1992). Demikian juga Bernard (dalam Gibson, Ivancevich & Donelly, 1991) menyatakan bahwa keefektifan adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan dengan usaha bersama. Hall (1974) juga berpendapat yang sama dimana keefektifan organisasi dilihat dari tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau sejauh mana suatu organisasi merealisasikan tujuannya. Keefektifan organisasi dapat dilihat dari berbagai sudut tinjau. Ada yang meninjau dari segi pencapaian tujuan, sistem komunikasi yang berhasil,

keberhasilan kepemimpinan yang diterapkan, proses manajemen dalam organisasi, ada yang meninjau dari produktifitas, dan ada yang meninjau dari proses adaptasi yang terjadi dalam organisasi itu. Ahli lain mengemukakan bahwa keefektifan adalah salah satu konstruk organisasi yang tergambarkan sangat dalam yang relevan dengan semua anggota dalam kehidupan organisasi (Goodman & Pennings, 1977). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan keberhasilan sekolah adalah tingkat ketercapaian tujuan-tujuan sekolah oleh kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru, karyawan dan unsur pendidikan lainya dalam melaksanakan proses pendidikan. Beberapa indikator yang mempunyai relevansi tinggi bagi suatu sekolah, telah lama menjadi subyek penelitian sebelumnya. Konsep-konsep tersebut yang akan dianalisis sebagai indikator keefektifan,, mencakup: kemampuan beradaptasi (fleksibilitas dan inovatif), prestasi, kepuasan dalam bekerja, dan pusat ketertarikan dalam hidup. Secara umum dapat dikemukakan bahwa keefektifan organisasi adalah sejauh mana suatu organisasi memenuhi tujuan-tujuannya. Konsep ini memasukkan berbagai unsur yang menjadi kriteria keefektifannya. Akan tetapi para ahli berbedabeda penekanannya dalam menentukan kriteria keefektifan tersebut. Robins (2002) memasukkan empat kriteria yaitu (1) produktifitas, (2) kemangkiran, (3) keuntungan dan (4) kepuasan kerja. Selanjutnya Gibsons dkk (1997)

mengetengahkan 5 kriteria, yaitu (1) produktifitas, (2) efisiensi, (3) kepuasan, (4) adaptasi, dan (5) perkembangan. Kriteria keefektifan organisasi secara umum di atas, ternyata menjadi isu pula dalam organisasi sekolah. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa

pandangan

mengenai

kriteria

dimaksud.

Cambell

(dalam

Miskel

1982)

mengemukakan tiga kriteria yaitu (1) prestasi siswa, (2) kinerja personil sekolah, dan (3) berbagai program dan sistem yang dijumpai di sekolah. Seyfrath (1991) juga mengemukakan tiga kinerja yaitu (1) efisiensi, (2) persamaan (equality), dan (3) kualitas (quality). Selanjutnya Hoy & Miskel (1989) dalam hubungannya dengan pendekatan pencapaian tujuan organisasi, ada lima kriteria yaitu (1) prestasi/achievement, (2) produktivitas, (3) perolehan sumber, (4) efisiensi, (5) kualitas. Dalam penelitian ini, kriteria keberhasilan sekolah merujuk pedoman penilaian kinerja sekolah Depdiknas (2000). Dengan demikian, sudah terfokus dalam menilai keefektifan sekolah yaitu diindikasikan pada produktivitas (hasil). Artinya sejauh kepala sekolah mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dimana para siswa, guru, karyawan dan sekolah dapat melaksanakan proses pendidikan untuk mencapai hasil atas layanan yang telah ditetapkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Kriteria keberhasilan tersebut membawa implikasi pada faktor-faktor penentu keberhasilan sekolah. Faktor-faktor tersebut lebih banyak mengarah pada kompetensi kepala sekolah sebagai pengendali sentral proses pendidikan di sekolah. Kompetensi tersebut diantaranya kecerdasan emosional (EQ), kepribadian yang mantap, gaya kepemimpinan yang tepat, dan kemampuan menciptakan iklim sekolah yang kondusif. Dengan demikian ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan sekolah yaitu (1) kecerdasan emosional, (2) gaya kepemimpinan (3) iklim sekolah

2.1.Kecerdasan Emosional Faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan sekolah adalah kecerdasan emosional kepala sekolah. Goleman pencetus Emotional Quotient (1995) mengemukakan bahwa para ahli psikologi dari berbagai negara di dunia sepakat Intelegensi Quotient hanya mendukung sekitar 20% faktor penentu sukses, sedangkan sisanya dari faktor lain, termasuk kecerdasan emosi (Patton, 2000). Sedangkan Argyris (1998) menyarankan pentingnya mempertimbangkan faktor emosi dalam kehidupan berorganisasi, bahkan untuk mencari mata rantai menejemen yang hilang ada pada intuisi, bukan pada analisis (Cooper & Sawaf, 2002) yang dibangun atas kejujuran emosi dan berkata benar pada diri sendiri terhadap apa yang dirasakan. KecerdasanEmosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaanperasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.

Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolaholah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga. Tidak ada standar test EQ yang resmi dan baku. Namun kecerdasan Emosi dapat ditingkatkan, baik terukur maupun tidak. Tetapi dampaknya dapat dirasakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Banyak ahli

berpendapat kecerdasan emosi yang tinggi akan sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup. Setidaknya ada 5 unsur yang membangun kecerdasan emosi, yaitu: 1. Memahami emosi-emosi sendiri 2. Mampu mengelola emosi-emosi sendiri 3. Memotivasi diri sendiri 4. Memahami emosi-emosi orang lain 5. Mampu membina hubungan sosial Istilah Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) mulai populer sejak diperkenalkan secara massal pada tahun 1995 oleh Daniel Goleman lewat bukunya berjudul Emotional Intelligence Why It Can Matter More Than IQ. Sebenarnya istilah ini sudah muncul sebelumnya dan sebagai terminologi dipakai dalam tesis doktoral Wayne Payne di tahun 1985. Ada banyak perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional. Secara relatif bidang ini dianggap masih baru dalam Psikologi dan masih mencari bentuknya yang lebih mantap. Secara sederhana saya mencoba memahaminya sebagai:

kemampuan mengenali emosi diri sendiri kemampuan mengendalikan emosi dan mengambil tindakan yang tepat kemampuan mengenali emosi orang lain kemampuan bertindak dan berinteraksi dengan orang lain Dengan demikian orang yang cerdas secara emosional adalah orang

yang memahami kondisi dirinya, emosi-emosi yang terjadi, serta mengambil tindakan yang tepat. Orang tersebut juga secara sosial mampu mengenali dan

berempati terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan menanggapinya secara proporsional. 2.2.Kecerdasan Emosional dan Realita Dunia Kerja Daniel Goleman menyebutkan disamping Kecerdasan Intelektual (IQ) ada kecerdasan lain yang membantu seseorang sukses yakni Kecerdasan Emosional (EQ). Bahkan secara khusus dikatakan bahwa kecerdasan emosional lebih berperan dalam kesuksesan dibandingkan kecerdasan intelektual. Klaim ini memang terkesan agak dibesarkan meskipun ada beberapa penelitian yang menunjukkan kebenaran ke arah sana. Sebuah studi bahkan menyebutkan IQ hanya berperan 4%-25% terhadap kesuksesan dalam pekerjaan. Sisanya ditentukan oleh EQ atau faktor-faktor lain di luar IQ tadi. Jika kita melihat dunia kerja, maka kita bisa menyaksikan bahwa seseorang tidak cukup hanya pintar di bidangnya. Dunia pekerjaan penuh dengan interaksi sosial di mana orang harus cakap dalam menangani diri sendiri maupun orang lain. Orang yang cerdas secara intelektual di bidangnya akan mampu bekerja dengan baik. Namun jika ingin melejit lebih jauh dia membutuhkan dukungan rekan kerja, bawahan maupun atasannya. Di sinilah kecerdasan emosional membantu seseorang untuk mencapai keberhasilan yang lebih jauh. Berdasarkan pengalaman saya sendiri dalam proses rekrutmen karyawan, seseorang dengan nilai IPK yang tinggi sekalipun dan datang dari Universitas favorit tidak selalu menjadi pilihan yang terbaik untuk direkrut. Ada kalanya orang yang pintar secara intelektual kurang memiliki kematangan secara sosial. Orang seperti ini bisa jadi sangat cerdas, memiliki

kemampuan analisa yang kuat, serta kecepatan belajar yang tinggi. Namun jika harus bekerja sama dengan orang lain dia kesulitan. Atau jika dia harus memimpin maka akan cenderung memaksakan pendapatnya serta jika harus menjadi bawahan punya kecenderungan sulit diatur. Orang seperti ini mungkin akan melejit jika bekerja pada bidang yang menuntut keahlian tinggi tanpa banyak ketergantungan dengan orang lain. Namun kemungkinan besar dia akan sulit bertahan pada organisasi yang membutuhkan kerja sama, saling mendukung dan menjadi sebuah super team, bukan super man. Tentunya tidak semua orang yang cerdas secara intelektual seperti itu. Dan bukan berarti kecerdasan intelektual tidak penting. Dalam dunia kerja kecerdasan intelektual menjadi sebuah prasyarat awal yang menentukan level kemampuan minimal tertentu yang dibutuhkan. Sebagai contoh beberapa perusahaan mempersyaratkan IPK mahasiswa minimal 3.0 atau 2.75 sebagai syarat awal pendaftaran. Hal ini kurang lebih memberikan indikasi bahwa setidaknya kandidat tersebut telah belajar dengan baik di masa kuliahnya dulu. Setelah syarat minimal tersebut terpenuhi, selanjutnya kecerdasan emosional akan lebih berperan dan dilihat lebih jauh dalam proses seleksi. Apakah dia punya pengalaman yang cukup dalam berorganisasi? Apakah calon tersebut pernah memimpin atau dipimpin? Apa yang dia lakukan ketika menghadapi situasi sulit? Bagaimana dia mengelola motivasi dan semangat ketika dalam kondisi tertekan? Dan banyak hal lagi yang akan diuji. Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kemampuan seseorang menangani beban kerja, stres, interaksi sosial, pengendalian diri, menjadi

kunci penting dalam keberhasilan. Seseorang yang sukses dalam pekerjaan biasanya adalah orang yang mampu mengelola dirinya sendiri, memotivasi diri sendiri dan orang lain, dan secara sosial memiliki kemampuan dalam berinteraksi secara positif dan saling membangun satu sama lain. Dengan cara ini orang tersebut akan mampu berprestasi baik sebagai seorang individu maupun tim. 2.3.Gaya Kepemimpinan Faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan sekolah adalah gaya kepemimpinan yang tepat. Dalam mengkaji hubungan antara gaya kepemimpinan dan keberhasilan sekolah, Steers (1985) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupkan salah satu variabel peramal yang dapat menentukan keberhasilan sekolah, sebagai variabel peramal, apabila keberhasilan sekolah dikaji dengan rencana kerangka kerja berdimenasi tunggal. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Hersey & Blanchard (1986) ketika mereka menganalisis faktor-faktor yang menentukan keefektivan organisasi . Menurut mereka gaya kepemimpinan merupakan salah satu

variabel penyebab (causal variabel) yang menentukan variabel keluaran (output variabel), yaitu keefektivan organisasi (keberhasilan sekolah). Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah sesuai teori kepemimpinan situasional yang sejauh mana kesesuaian antara perilaku kepala sekolah yang diimplementasikan dengan situasitertentu dari anggota atao kelompok, maka dikatakan efektif. Sedangkan wujud variabel keluaran menurut Hersey & Blanchard (1986) adalah prestasi (achievement) yang dicapai organisasi, yang kebanyakan para pemimpin (90%) mengukurnya melalui produktivitas

organisasi. Dengan demikian hubungan antara gaya kepemimpinan dan keefektivan organisasi menurut teori adalah sejauhmana keefektivan gaya kepemimpinan atau kesesuaian antara gaya dengan situasi di mana gaya tersebut diterpkan dan mampu yang mampu mempengaruhi kemauan dan kemampuan anggota atau kelompok dalam melaksanakan tanggungjawab tertentu dalam organisasi. Sehingga mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Secara empiris, konsep atau teori gaya kepemimpinan situasional telah dibuktikan melalui beberapa penelitian yang dilakuakn oleh Hersey & Blanchard (1986). Penelitian yang dikerjakan pada latar pendidikan (educational setting) diantaranya adalag hubungan antara guru dan siswa dalam masalah pembelajaran yang efektif, yang dilakukan melalui pendekatan ekspermen. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kepala sekolah yang menggunakan pendekatan situasional di dalam memimpin organisasi sekoilah, tidak hanya meningkatkan keefektivan organisasi berupa prestasi kerja yang lebih tinggi. Tetapi juga berhasil mengembangkan iklim sekolah yang sehat dan kondusif. Munculnya iklim sekolah yang bervariasi, merupakan hasil sebuah kerjasama. Dalam hal ini bergantung pada pengamatan individu, buan pengamatan kelompok pada organisasi. Menurut Steers (1985) dua hasil yang paling banyak diteliti adalah kep[uasan kerja dan prestasi. Bukti-bukti menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara iklim dan kepuasan kerja. Iklim kerja yang konsultatif, terbuka dan mementingkan pekerja biasanya dihubungkan dengan sikap kerja yang positif (Steers, 1993:126).

Tampaknya kepuasan kerja sampai batastertentu bergantung pada cara kepala sekolah memperhatikan dan melibatkan para guru. 2.4.Iklim Sekolah Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas. Halpin dan Croft (1963) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi memiliki konsekuensi terhadap organisasi. Tagiuri (1968) mengetengahkan tentang taksonomi iklim sekolah yang mencakup empat dimensi, yaitu: (1) ekologi; aspek-aspek fisik-materil, seperti bangunan sekolah, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK dan sejenisnya (2) milieu: karateristik individu di sekolah pada umumnya, seperti: moral kerja guru, latar belakang siswa, stabilitas staf dan sebagainya: (3) sistem sosial: struktur formal maupun informal atau berbagai peraturan untuk mengendalikan interaksi individu dan kelompok di sekolah, mencakup komunikasi kepala sekolah-guru, partispasi staf dalam pengenbilan keputusan, keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan, kolegialitas, hubungan guru-siswa; dan (4) budaya: sistem nilai dan keyakinan, seperti: norma pergaulan siswa, ekspektasi keberhasilan, disiplin sekolah.

Berdasarkan berbagai studi yang dilakukan, iklim sekolah telah terbukti memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian hasil-hasil akademik siswa. Hasil tinjauan ulang yang dilakukan Anderson (1982) terhadap 40 studi

tentang iklim sekolah sepanjang tahun 1964 sampai dengan 1980, hampir lebih dari setengahnya menunjukkan bahwa komitmen guru yang tinggi, norma hubungan kelompok sebaya yang positif, kerja sama team, ekspektasi yang tinggi dari guru dan adminstrator, konsistensi dan pengaturan tentang hukuman dan ganjaran, konsensus tentang kurikulum dan pembelajaran, serta kejelasan tujuan dan sasaran telah memberikan sumbangan yang berharga terhadap pencapaian hasil akademik siswa. Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam kehidupan sekolah. Guru yang memiliki interes, peduli, adil, demokratis, dan respek terhadap siswanya ternyata telah mampu mengurangi tingkat drop out siswa, tinggal kelas, dan perilaku salah suai di kalangan siswa (Farrell, 1990; Fine, 1989; Wehlage & Rutter, 1986; Bryk & Driscoll, 1988). Studi yang dilakukan oleh Wentzel (1997) mengungkapkan bahwa iklim sekolah memiliki hubungan yang positif dengan motivasi belajar siswa. Sementara itu, studi longitudional yang dilakukan oleh Roeser & Eccles (1998) membuktikan bahwa guru yang bersikap adil dan jujur memiliki dampak ke depannya bagi penguasaan kompetensi akademik dan nilai-nilai (values) akademik. Studi yang dilakukan Stockard dan Mayberry (1992) menyimpulkan bahwa iklim sekolah, yang mencakup : ekspektasi prestasi siswa yang tinggi, lingkungan sekolah yang teratur, moral yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang positif, penyertaan aktivitas siswa yang tinggi dan hubungan sosial yang positif ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan hasil-hasil akademik siswa.

Selain berdampak positif pada pencapaian hasil akademik siswa, iklim sekolah pun memiliki kontribusi positif terhadap pencapaian hasil non akademik, seperti pembentukan konsep diri, keyakinan diri, dan aspirasi (Brookover et al., 1979; McDill & Rigsby, 1973; Mitchell, 1968; Anderson, 1982). Studi yang dilakukan Battistich dan Hom (1997) mengungkapkan bahwa adanya perasaan akan komunitas (sense of community) dapat mengurangi secara signifikan terhadap munculnya perilaku bermasalah seperti, keterlibatan narkoba, kenakalan remaja dan tindak kekerasan. Iklim sekolah yang positif juga dapat menurunkan tingkat depresi (Roeser & Eccles 1998). Studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1983 yang menguji tentang kesehatan perilaku, gaya hidup dan konteks sosial pada kalangan anak muda di 28 negara menunjukkan bahwa keterlibatan peran dalam pengambilan keputusan di sekolah, perasaan memperoleh dukungan dari guru dan siswa lainnya ternyata berkorelasi dengan semakin berkurangnya kebiasaan merokok, tingginya aktivitas fisik, serta tingkat kesehatan dan kualitas hidup yang baik (Currie et al. 2000). Iklim sekolah juga berpengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai kewarganegaraan (civic values). Sebagai contoh: hubungan guru-siswa yang saling

menghormati, adanya kebebasan untuk menyatakan tidak setuju, mau mendengarkan siswa meski dalam perspektif yang berbeda telah memberikan dampak terhadap tingkat kekritisan siswa tentang berbagai isu yang terkait dengan kewarganegaraan (Newmann, 1990). Selain itu, siswa juga lebih toleran terhadap perbedaan (Ehman, 1980) dan lebih mengenal terhadap berbagai hubungan internasional (Torney-Purta & Lansdale, 1986).

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut dapat dikatakan bahwa kepemimpinan dan kredibilitas pemimpin terdapat di daam hati pemimpin, bukan pada otak pimpinan tersebut, dan pada diri pemimpin yang kredibel inilah iklim sekolah yang sehat dan kondusif dapat ditumbuhkan. Iklim sekolah yang sehat dan kondusif ditandai dengan adanya kepala sekolah, guru, karyawan sekolah dan unsur pendidik lainnya, yang memiliki semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan proses pendidikan. Iklim sekolah yang kondusif itu terwujud manakala kepala sekolah memiliki kecerdasan emosional tinggi dan gaya kepemimpinan yang tepat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengkaji data yang dikumpulkan dari sampel yang terpilih untuk mendekskripsikan populasi pada suatu waktu tertentu (cross sectional). Penelitian cross sectional tidak hanya memiliki tujuan mendekskripsikan sesuatu tetapi juga untuk menentukan hubungan antarvariabel yang diteliti dapa waktu itu. Penelitian yang bersifat individu ini juga disebut penelitian orientasi & aksi karena secara pokok meneliti sikap, kepercayaan, pengalaman, kepribadian, dan kecenderungan individu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian korelasional. Disebut korelasional karena berusaha menjelaskan ada atau tidaknya konstribusi antara berbagai variabel berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi. Penelitian dengan teknik korelational ini, dilaksanakan di SMP Negeri se Kabupaten Blitar. Sampel penelitian yang terdiri 41 responden diambil secara proporsional dengan random sistematis dari populasi. Data penelitian ini

dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau angket sebagai istrumen. Tujuan teknik korelasional adalah (1) untuk mencari bukti berdasarkan hasil pengumpulan data, apakah terdapat hubungan antar variabel atau tidak. (2) untuk menjawab pertanyaan apakah hubungan antar variabel penelitian tersebut termasuk hubungan yang kuat, sedang atau lemah, dan (3) ingin memperoleh kepastian secara matematik, apakah hubungan antar variabel merupakan hubungan yang signifikan ataukah hubungan yang tidak berarti atau tidak meyakinkan. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi multivariat, karena terdiri atas tiga variabel bebas dan satu variabel bebas (independen variabel) dan satu variabel terikat (dependen

variabel). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah, gaya kepemimpinan dan iklim sekolah terhadap keberhasilan sekolah di Kabupaten Blitar. Dalam bab metode penelitian akan dibahas berturut-turut mengenai : rancangan penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, pengumpulan data, dan analisa data. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan tipe eksperimen semu ( Quasi eksperiment), karena dalam penelitian ini tidak merubah sampel. Desain yang digunakan adalah angket ekivalen , John W. Best dalam Yatim Riyanto(2001:43). Rancangan penelitian dimaksud untuk menjawab hipotesa yang diajukan dapat dicakup dalam rancangan penelitian, kedua mengontrol atau mengendalikan variable-variabel sehingga pengaruh variabel bebas dapat dinilai ( Ary, et, al, 1985). Pada penelitian eksperimen ini dirancang sedemikian rupa agar penulis dapat memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian, serta hipotesis. Rancangan penelitian ini dipilih penulis untuk mengendalikan variabel-variabel lain yang diduga ikut berpengaruh terhadap variabel-variabel terikat. 3.2. Variabel Penelitian Dalam peneltian ini menggunakan ada 4 variabel, yang terdiri dari dua variabel bebas, satu variabel moderator dan satu variabel terikat . 1. Variabel bebas : a. Kecedasan Emosional Kepala Seklah b. Gaya Kepemimpinan

2. Variabel Moderator 3. Variabel terikat

: :

Iklim Sekolah Keberhasilan Sekolah

Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Kelas Ekperimen : Variabel BebasEQ Kepala Sekolah, Gaya Kepemimpinan

Variabel ModeratorIklim sekolah

Variabel TerikatKeberhasilan sekolah

Gambar 5 : Model hubungan Variabel Penelitian

3.3. Prosedur Penelitian Berikut ini prosedur desain penelitian yang akan dilakukan penulis : 1. Melaksanakan penetapan populasi penelitian.2. Menetapkan kelompok sampel (seluruh Kepala Sekolah Menengah

Pertama Negeri se Kabupaten Blitar sebanyak 41 orang) 3. Mengadakan pengamatan dengan menggunakan angket dan daftar quesioner. 4. Menganalisa data 5. Mengklasifikasikan data6. Mengolah data. Hasil dari pengujian statistik ini akan menentukan apakah

hipotesis nol diterima atau ditolak.

Berikut ini dapat digambarkan kerangka kerja operasional penelitian yang telah dilakukan :

ANGKET

ANALISA DATA

KLASIFIKASI DATA

MENGOLAH DATA

KESIMPULAN

Gambar 6 : Kerangka Operasional Penelitian 3.4. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah Kepala sekolah se kabupaten Blitar. Sampel penelitian ini adalah Kepala SMPN se Kabupaten Blitar, sedangkan pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik non randomized (Ary;1979), artinya sampel yang digunakan ditentukan oleh penulis secara langsung, yaitu Kepala SMPN se Kabupaten Blita.Alasan penulis menggunakan teknik non randomized (Ary;1979) pada penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan secara alami atau apa adanya. 3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengukuran variabel selama penelitian ini berlangsung terbagi atas dua, yaitu (1) Intrumen yang berhubungan dengan EQ Kepala Seklah dan Gaya Keemimpinan Kepala Sekolah (2)Instrumen untuk pernjaringan data diperoleh dengan angket dan daftar questioner. 1. Jadwal Waktu Pelaksanaan Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan pada awal semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 dengan jadwal sebagai berikut:a. Pengurusan ijin penelitian dari Direktur PPS Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Indonesia Malang: Minggu III Mei 2009.b. Mengurus Rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Blitar : Minggu IV Mei 2009.c. Menyampaikan Rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Blitar dan ijin penelitian dari Direktur PPS Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Malang : Minggu I Juni 2009.d. Melakukan koordinasi : Minggu I Juli 2009 e. Melaksankan penjaringan data : Minggu III Juli 2009 f. Mengklasifikasikan Data: Minggu III Juli sd minggu I Agustus

2009.g. Melaksanakan analisa data : Minggu II s/d minggu III Agustus 2009. h. Menyusun Laporan : Minggu III s/d minggu IV Agustus 2009.

3.7. Teknik Analisis Data

1. Uji Normalitas Uji normalitas ini untuk mengetahui bahwa data-data yang diperoleh terdistribusi normal. Untuk mengetahui tebaran data yang diperoleh dari penenlitian sudah terdistribusi normal atau belum, maka data diuji dengan uji normalitas menggunakan metode One-Sample Kalmogoraf-Smisnov Test pada program SPSS 13 for window. Data yang diperoleh dikatakan normal jika hasil koefisien hitung lebih besar dari 0,05, tetapi jika koofisien hitung lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut berati tidak normal. 2. Uji Homogenitas Disamping pengujian terhadap normal tidaknya distribusi data pada sampel , perlu kiranya peneliti melakukan pengujian homogenitas beberapa bagian sampel (Suharsini Arikunto, 1997) . Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variansi populasi tersebut sudah homogen atau masih heterogen. Dalam uji homogenitas ini peneliti menggunakan rumus: S1 F= S2 Keterangan: F S1 S2 = Kooefisien F tes = Varian kelompok 1 = Varian kelompok 2

3. Uji Validitas

Daftar Questioner dan angket sebelum digunakan pada kelompk eksperimen maupun kelompok kontrol terlebih dahulu dilakukan uji validitas yang terdiri dari validitas isi (content validity) dan validitas empirik (item correlation).a.

Validitas isi (content validity) Validitas isi bertujuan untuk menentukan sejauh mana instrumen

mewakili semua aspek yang tercakup dalam kerangka konsep(Singa Rhimbun & Effendi, 1995) b. Validitas empirik (item correlation) Validitas empiris artinya validitas instrumen diperoleh melalui pengalaman atau uji coba (try out) instrumen. Uji coba (Try out) 4. Uji interaksi menggunakan ANAVA 2 jalur Uji ini digunakan untuk menguji interaksi antara iklim sekolah dan keberhasilan sekolah. Dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat tersebut peneliti menggunakan analisis variansi dua jalur. Sungkowo (1985:15) fungsi analisis variansi dua jalur adalah untuk menghitung lebih dari satu variabel prediktor dengan satu variabel tolok, juga dapat untuk menghitung sejumlah (lebih dari satu) variabel prediktor dengan satu variabel tolok serta dapat untuk menguji signifikansinya. Analis variansi dua jalur (ganda) tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan manakah yang yang memberikan sumbangan terbesar antara dua variabel prediktor. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis varian (ANAVA)

dua arah Ary, et. al., (1985), Ferguson, (1989, Hinkle, et. al., (1988), Kerlinger, (1990), Suharsimi Arikunto, (1997). Beberapa keuntungan desain faktorial serta analisis varian, (1) peneliti dapat memanipulasi dan

negendalikan dua variabel atau lebih secara serentak, (2) analisis faktorial atau lebih tajam presisinya dari pada satu arah, (3) terbukanya kemunginan untuk mengadakan kajian tentang akibat-akibat interaktif dari variable bebas terhadap variable terikat, ( Kerlinger, 1990 ). Analisis Varian menganalisa akibat-akibat mandiri maupun akibat-akibat interaktif dari dua variabel bebas atau lebih terhadap suatu variabel terikat. Analisis varian adalah terlukis dalam bentuk grafik linier pada umumnya. Dan untuk menghindari perhitungan yang terlalu rumit dan kesalahan perhitungan maka peneliti menggunakan komputer sebagai alat bantu menghitung yaitu menggunakan program SPSS versi 13.0 Adapun desain yang digunakan dalam dalam analisa data adalah desain factorial ( 2 x 2 ), ( Kerlinger, 1990, Ary,et al, 1985; Tuckman, 1999 ). Desain faktorial diartikan sebagai struktur penelitian dimana dua variable bebas diperhadapkan untuk mengkaji akibat-akibat yang mandiri dan yang interaktif terhadap suatu variable, ( Kelinger, 1990, Ary,et al, 1985 ). Desain factorial membagi kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah kelompok yang ditentukan berdasarkan jumlah macam perlakuhan dan macam kelompok yang akan diteliti. Prosedur untuk mengelompokkan

subyek ialah menempatkan kedalam empat sel secara acak. Tabel 3.2. Rancangan. Eksperimen factorial (2x2)

Gaya Kepemimpinan X1 Motivasi A1 Y Y X2

A2

Y

Y

Keterangan : X1 X2 A1 A2 Y : Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah : EQ Kepala Sekolah : Iklim sekolah Kondusif : Iklim Sekolah Tidak Kondusif : Keberhasilan Sekolah

PROPOSAL TESIS

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL KEPALA SEKOLAH, GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP KEBERHASILAN SEKOLAH DI KABUPATEN BLITAR

OLEH: MUSTAJIB NIM. 09200465

PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MALANG 2010

LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Pengaruh Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah, Gaya Kepemimpinan dan Iklim Sekolah Terhadap Keberhasilan Sekolah di Kabupaten Blitar

Peneliti: Mustajib

Telah disahkan oleh Dosen Pembimbing sebagai Proposal Penelitian

Blitar, 19 Pebruari 2010

Pembimbing I

Pembimbing II

.............................

.................................

Mengetahui Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Malang

....................................................................

DAFTAR ISI

Halaman Judul Lembar Pengesahan Daftar Isi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ......................................... 1.2. Rumusan Masalah..................................................... 1.3. Tujuan Penelitian..................................................... 1.4. Hipotesis Penelitian ................................................ 1.5. Kegunaan Penelitian................................................ 1.6. Asumsi Penelitian.................................................... 1.7. Ruang Lingkup Penelitian........................................ BAB IIKAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosional............................................ 2.2. Kecerdasan Emosional Dan Dunia Kerja................ 2.3. Gaya Kepemimpinan 2.4. Iklim Sekolah BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ........................................ 19 19 20 ......................................... 8 10 12 14 1 2 2 3 3 3 3 iii

.....................................................

3.2. Variabel Penelitian ............................................... 3.3. Prosedur Penelitian ...............................................

3.4. Populasi dan Sampel 3.5. Instrumen Penelitian

.............................................. 21 .............................................. 22

3.6. Teknik Analisis Data .................................................... 23 Daftar Pustaka