Upload
ricky-sudiantoro
View
12
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Resmi Praktikum Bioproses dengan materi Alkohol yang disusun oleh
Kelompok : 2/Selasa
Nama : Argino Yunanda (21030114130208)
Ernisa Ismirani K. (21030114130202)
Ricky Sudiantoro (21030114130162)
Telah diterima dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Semarang,................................2016
Dosen Pengampu
Dr. Widayat, S.T, M.T
RINGKASAN
Alkohol sangat diperlukan oleh manusia untuk obat-obatan, kosmetik, dan sebagainya. Alkohol dibuat dari bahan yang mengandung gula. Alkohol adalah senyawa yang memiliki gugus R-OH dan dapat dibut dalam berbagai macam cara, salah satunya dengan fermentasi. Karena pentingnya alkohol maka industry yang membuat alkohol semaikn banyak dijumpai, khususnya di negara maju.
Fermentasi berasal dari kata fermence yang berarti mendidih. Hal ini terjadi pada gejala fermentasi yang terlihat gelembung udara yang merupakan akibat katabolisme aerobik menghasilkan CO2. Mulanya fermentasi digunakan untuk menunjukan proses perubahan gula menjadi alkohol yang berlangsung anaerob. Kemudian berkembang menjadi seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkan.
Dalam percobaan kami menggunakan sari melon untuk fermentasi menghasilkan alkohol. Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan starter dengan sari buah melon yang dicampur fermipan; 0,02 gr MgSO4; 0,2 gr KH2PO4; 0,1 gr ureai. Setelah itu fermentasi dengan penambahkan starter 25%v, 30%v, 35%v. fermentasi dilakukan 5 hari dengan mencatat kadar glukosa sisa dan densitas hasil.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum Bioproses materi Alkohol.
Dalam laporan ini penulis meyakini sepenuhnya bahwa tidaklah mungkin
menyelesaiakan makalah ini tanpa doa, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Hadiyanto, ST, MT selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi
Industri Universitas Diponegoro.
2. Bapak Dr. Widayat S.T, M.T selaku dosen pembimbing materi alkohol Laboratorium
Mikrobiologi Industri Universitas Diponegoro.
3. Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Universitas Diponegoro.
4. Teman – teman angkatan 2014 Teknik Kimia Universitas Diponegoro, serta berbagai
pihak lainnya.
Penulis meyakini bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Mohon maaf apabila
terdapat kekurangan bahkan kesalahan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak berkaitan dengan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan dapat berguna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan.
Semarang, 4 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
III.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan bertambahnya penduduk, energi sebagai
kebutuhan manusia cenderung meningkat. Bahan bakar fosil yang saat ini digunakan tidak akan
bertahan dalam jangka waktu lama. Apabila tidak ditemukan cadangan energi terbaharui,
minyak bumi diperkirakan akan habis dalam waktu kurang dari 10 tahun, gas bumi 30 tahun dan
batubara akan habis sekitar 50 tahun. Oleh sebab itu diperlukan sumber energi alternatif baru
yang mampu mencukupi atau menghemat penggunaan enrgi dari bahan bakar fosil.
Bioethanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang terbaharui. Bioethanol
mudah terbakar dan memiliki kalor bakar yang besar, yaitu kira kira 2/3 dari reaktor bakar netto
bensin.bioethanol dapat dibuat dari zat pati/ amilum (C6H10O5)n yang dihidrolisa menjadi glukosa
kemudian difermentasi dengan mikroorganisme Saccharomyces cereviceae pada suhu kamar
(27-30oC). Hasil fermentasi kemudian didestilasi sehingga dihasilkan ethanol dengan Kadar ±95,
6%.
Pada percobaan kali ini digunakan bahan baku sari melon sebagai media fermentasi
alkohol. Sari melon dipilih karena karbohidratnya yang lumayan tinggi, yaitu sekitar 15 gram
dalam 100 gram sari buah (USA Nat. Nutrient Database, 2010) Tingginya kadar glukosa
meningkatkan konversi ethanol.
III.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat alkohol dari sari melon.?
2. Bagaimana pengaruh penambahan ragi tehadap pertumbuhan yeast pada pembuatan
starter.?
3. bagaimana pengaruh penambahan urea terhadap konversi pembuatan alkohol?
III.3 Tujuan Praktikum
4. Membuat alkohol dari sari melon.
5. Mempelajari pengaruh penambahan ragi tehadap pertumbuhan yeast pada pembuatan
starter.
6. Mempelajari pengaruh penambahan urea terhadap konversi pembuatan alkohol.
III.4 Manfaat Praktikum
1. Praktikan mampu membuat alkohol dari sari melon.
2. Praktikan mampu mempelajari pengaruh penambahan ragi tehadap pertumbuhan yeast
pada pembuatan starter.
3. Praktikan mampu mempelajari pengaruh penambahan urea terhadap konversi
pembuatan alkohol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bahan Baku dan Spesifikasi
Melon berasal dari lembah Persia, Mediterania. Melon menyebar ke seluruh dunia
atas jasa para penjajah dunia. Buah melon sendiri memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Tanaman melon mempunyai varietas yang sangat banyak dan sebagian besar dapat
berkembang dengan baik di Indonesia. Jenis melon yang di budidayakan saat ini umumnya
merupakan jenis melon hibrida (Widyastuti, 2009).
Kedudukan taksonomi buah melon menurut Widyastuti (2009) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dikotildedoneae
Subclass : Sympetalae
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Species : Cucumis melo L.
Buah melon berbentuk bulat sampai lonjong. Warna daging buah melon bermacam-
macam mulai hijau kekuningan, kuning agak putih, hingga jingga. Bagian tengah buah
terdapat massa berlendir yang dipenuhi biji-biji kecil yang jumlahnya banyak. Berat 1 buah
melon masak 0,5 – 2,5 kg (Widyastuti, 2009)
Kandungan gizi dalam 100 gram buah melon yang dapat dimakan antara lain protein
0,6 gram, kalsium 17 mg, thiamin 0,045 mg, vitamin A 2,4 IU, vitamin C 30 mg, vitamin B
0,045 mg, vitamin B2 0,065 mg, karbohidrat 6 gram, niasin 1 mg, riboflavin 0,065 mg, zat
besi 0,4 mg, nikotianida 0,5 mg, air 93 ml, serat 0,9 gram dan 23 kalori. Selain kandungan
gizi yang begitu beragam, melon juga sering digunakan sebagai buah untuk terapi
kesehatan karena mempunyai khasiat untuk membantu sistem pembuangan (karena serat
yang tinggi), sebagai anti kanker, menurunkan resiko stroke dan penyakit jantung dan
penggumpalan darah (Siswanto, 2010).
II.2 Bioetanol
A. Pengertian
Bioetanol merupakan hasil proses fermentasi glukosa dari bahan yang
mengandung komponen pati atau selulosa karena merupakan polimer dari glukosa
(Andrew, 2010). Bioetanol merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan dan
makin banyak diproduksi dibanding energi alternatif lain. Produksi bioetanol dunia
meningkat seiring dengan gejolak harga minyak (Eny, 2009).
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen dengan
rumus molekul CH3CH2OH dan merupakan derivat senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil sehingga dapat dioksidasi. Dalam berjalannya waktu,
bioetanol mempunyai banyak manfaat yaitu sebagai intermediate dengan kadar etanol
sebesar 88%. Kadar 95% digunakan sebagai bahan pelarut. Kadar 95-96% digunakan
sebagai bahan pendukung pabrik farmasi dan kosmetik serta kadar 99,6% digunakan
sebagai bahan bakar.
B. Mekanisme Pembentukkan
Fermentasi alkohol dapat menggunakan bakteri lajur peruraian glukosa melalui jalur
HDEP, namun demikian dapat dengan bakteri yang melalui jalur HDP seperti Sarcins
Ventricoli.
ATP
Glukosa
ADP Heksokinase
Glukosa 6 phospat
NAD,NADH
6 Phospat glukonat
H2O Phospoglukonat dehidrase
2 Keto 3 deoksiglukonat 6 phospat
(KDOP)
NAD
NADH 2 piruvat
2 ADP, 2 ATP
Acetaldehid Gliseraldehid 3 phospat + CO2
NADH, NAD
Ethanol
Proses fermentasi diatas termasuk fermentasi heterolaktat. Fermentasi 1 mol glukosa
menghasilkan masing-masing 1 mol asam laktat, ethanol dan karbondioksida melalui jalur
fosfoketolase (thean dan lues, 2011). Glukosa 1 mol dikonversi menjadi glukosa 6 phospat
dengan bantuan molekul ATP dan enzim heksokinase. Glukosa 6 phospat yang tinggi akan
mengkonversi sendiri fruktosa 6 phospat menjadi 6 phospat glukonat. Phospat 6 glukonat
bereaksi dengan air dan dengan bantuan enzim phospoglukonat dehidrase menghasilkan 2
keto 3 deoksiglukonat 6 phospat. Kemudian dipecah menjadi acetaldehide dan gliseraldehide
3 phospat. Acetaldehide dengan bantuan NADH dan NAD akan dikonversi menjaid etanol,
sedangkan gliseraldehide 3 phospat akan dikonversi lebih lanjut menjadi asam laktat.
(jurnal sciencedirect “Factors Affecting Ethanol Fermentation Using Saccharomyces
cereviceae” BY4742, www.sciencedirect.com )
C. Siklus Metabolisme
Di dalam sel organisme, gula yang dapat difermentasi akan diubah menjadi
senyawa melalui tiga siklus utama, yaitu Emden-Meyerhoff-Parnas (EMP), Entner-
Doudoroff (ED), dan siklus pentosa fosfat. Siklus metabolisme yang umum digunakan
oleh mikroorganisme untuk memecah gula adalah siklus EMP (atau lebih terkenal
dengan nama glikolisis). Siklus ini bisa terjadi pada kondisi aerobik maupun
anaerobik, dan menghasilkan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) melalui
fosforilasi substrat.
Siklus ED sangat mirip dengan EMP, dan kedua siklus berpusat pada piruvat.
Namun, siklus EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa yang digunakan,
sementara siklus ED hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sebagai konsekuensinya,
biomassa lebih banyak dihasilkan pada siklus EMP. Olehkarena itu, organisme dengan
siklus ini tidak diharapkan untuk produksi etanol. Zymomonas mobilis, misalnya,
menggunakan siklus ED, menghasilkan etanol lebih tinggi (5−10%) dan produktivitas
etanol lebih tinggi (2,50 kali), tetapi menghasilkan biomassa yang lebih rendah
dibandingkan dengan Saccharomycess cerevisiae, yang mempunyai siklus EMP.
Meskipun demikian, kedua mikroorganisme tersebut mengandung siklus homoetanol
yang sangat efisien, yang mengubah piruvat menjadi asetaldehida dengan
menggunakan piruvat dekarboksilase (PDC), selanjutnya menjadi etanol dengan
menggunakan alkohol dehidrogenase (ADH).
Sebagian besar bakteri mempunyai siklus EMP dan pentosa fosfat (atau heksosa
monofosfat), meskipun beberapa di antaranya menggunakan siklus EMP daripada
siklus ED. Perbedaan yang nyata dari siklus pentosa fosfat jika bekerja simultan
dengan siklus EMP atau ED adalah pada senyawa antaranya (fruktosa-6-fosfat dan
gliseraldehida-3-fosfat) dari katabolisme gula pentosa dari siklus pentosa fosfat dapat
masuk ke siklus EMP dan ED, yang kemudian akan diubah menjadi piruvat.
Mikroorganisme yang mempunyai pentosa fosfat dan siklus EMP atau ED dapat
menggunakan gula pentosa dan heksosa.
II.3 Starter (Sacharomyces cerevicae)
S. cerevisiae merupakan suatu khamir sel tunggal (unicellular) yang berukuran 5 –
10 μm, berbentuk bulat, silindris, atau oval. S. cerevisiae digunakan untuk produksi etanol
pada kondisi anaerob dan untuk pembuatan roti pada kondisi aerob. Klasifikasi S.
cerevisiae adalah sebagai berikut:
Dunia : Fungi
Filum : Ascomycotina
Sub filum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
Semua galur dari S. cerevisiae dapat tumbuh secara aerobik di dalam media
glukosa, maltosa dan trehalosa namun tidak dapat hidup di dalam laktosa dan selobiosa.
Kemampuan untuk hidup dan menggunakan berbagai jenis gula akan berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh kondisi aerobik atau anaerobik, beberapa galur tidak dapat tumbuh secara
anaerobik di media sukrosa dan trehalosa. Semua galur dari S. cerevisiae dapat
menggunakan amonia dan urea sebagai sumber nitrogen tetapi tidak dapat menggunakan
nitrat karena ketidakmampuannya untuk mereduksi menjadi ion amoniak. Khamir selain
membutuhkan unsur nitrogen juga memerlukan unsur fosfor dan unsur logam seperti
magnesium, besi, kalsium dan seng untuk pertumbuhannya.
Untuk dapat bertahan hidup, S. cerevisiae membutuhkan nutrien yang diperoleh
dari medium perkembangbiakkannya seperti (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, KCl, CaCl2,
P3(PO4)5, ekstrak ragi, air, dan glukosa. S. cerevisiae merupakan mikroorganisme yang
dapat dikultivasi pada kondisi aerobik dan anaerobik, produk yang dihasilkan pada kedua
kondisi tersebut berbeda. S. cerevisiae pada kondisi aerobik akan menghasilkan individu
baru, sedangkan pada kondisi anaerobik dihasilkan produk utama yang dapat berupa etanol
dimana hasilnya tergantung pada masa awal biomassa.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Rancangan Praktikum
III.1.1 Variabel Operasi
Starter
250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 + 5 gr/L urea +
5 gr/L ragi
250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 + 5 gr/L urea +
3 gr/L ragi
250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 + 5 gr/L urea +
1 gr/L ragi
Fermentasi
<> Urea 1gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4
+ 5 gr/L urea + 5 gr/L ragi
<>Urea 1gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 3 gr/L ragi
<>Urea 1gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 1 gr/L ragi
<>Urea 3gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 5 gr/L ragi
<>Urea 3gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 3 gr/L ragi
<>Urea 3gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 1 gr/L ragi
<>Urea 5gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 5 gr/L ragi
<>Urea 5gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 3 gr/L ragi
<>Urea 5gr/L + 250 ml sari melon + 5 gr/L KH2PO4 + 5 gr/L MgSO4 +
5 gr/L urea + 1 gr/L ragi
III.2 Bahan dan Alat yang Digunakan
A. Bahan
1. Sari buah
2. Glukosa
3. KH2PO4
4. NaOH
5. H2SO4
6. Indikator MB
7. Aquadest
8. Ragi roti (fermipan)
9. Fehling A dan Fehling B
III.3 Gambar Alat
1. 3.
4.
.
2 5.
6. 7.
III.4 Cara Kerja
A. Analisis Bahan Baku
1. Analisa Gula.
2. Analisa Kadar Air.
B. Pembuatan Starter
a. Sari buah melon sebanyak 250 ml ditambahkan 5 gr/l KH2PO4, 5 gr/l MgSO4, dan
urea sebanyak 5 gr/l sebagai nutrient.
b. Larutan tersebut disterilkan dengan cara dididihkan.
c. Adonan didinginkan sampai dengan suhu kamar.
d. pH diatur hingga … [sesuai variabel].
e. Ragi/fermipan sebanyak 5, 3 dan 1 gram/liter ditambahkan ke dalam larutan
tersebut .
f. Jumlah yeast dan densitas dalam larutan dihitung setiap hari sampai dengan konstan.
C. Fermentasi
1. Persiapan Sari Buah.
a. Sari buah yang telah bebas dari ampas disiapkan sesuai variabel
b. Sari buah disterilkan dengan cara dididihkan.
Keterangan :
1. Buret, Statif, Klem, Erlenmeyer 5. Pengaduk
2. Gelas Ukur 6. Autoclave
3. Pippet Tetes 7. Kompor Listrik
4. Beaker Glass
c. Adonan didinginkan sampai suhu kamar, lalu diatur pH …. [sesuai variabel]
2. Penentuan Kadar Glukosa Substrat.
Kadar glukosa substrat sebelum fermentasi diatur sebesar …% [sesuai variabel]
Contoh : Bila dalam substrat kita menginginkan kadar glukosanya ...%
Berat sukrosa = X mol . 342 gram/mol = Y gram
Y gram dilarutkan ke dalam substrat tersebut.
3. Fermentasi Media Sari Melon.
a. Substrat yang telah diatur kadar glukosanya diambil.
b. Substrat ditambahkan starter sesuai variable.
c. Densitas dan volume konstan diukur sebelum fermentasi.
d. Fermentasi anaerob selama 5 hari.
D. Pengukuran Variabel Respon
1. Metode Peritungan Yeast.
Cara Perhitungan Jumlah Mikroorganisme dengan Hemositometer
a. Sampel sebanyak 1 ml diencerkan 100x.
b. Sampel diteteskan pada meja hemositometer .
c. Hemositometer diletakkan pada mikroskop.
d. Gambar/preparat dicari dengan mengatur perbesaran.
e. Jumlah yeast dihitung pada ruang hemositometer.
f. Jumlah yeast/mikroorganisme dihitung dengan mengalikan faktor pengenceran.
Gambar 3.1 Tampilan hemositometer menggunakan mikroskop
Jumlah mikroorganisme per sampel :
2. Metode Analisis Glukosa.
a. Analisa glukosa standar.
1. Pembuatan glukosa standar.
2. 1,25 gram glukosa anhidrit dilarutkan dengan aquadest pada labu takar 500 ml.
3. Standarisasi kadar glukosa.
a. 5 ml glukosa standar, diencerkan sampai 100 ml, diambil 5 ml, dinetralkan
pHnya.
b. Larutan ditambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
c. Larutan dipanaskan hingga 60o s.d. 70oC.
d. Larutan dititrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
sampai warna biru hampir hilang lalu ditambahkan 2 tetes MB.
e. Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Kebutuhan titran dicatat volumenya.
F = V titran
b. Mengukur kadar glukosa sari melon.
1. Ukur densitas sari buah
2. Cari M
a. 5 ml sari buah, diencerkan hingga 100 ml, diambil 5 ml dan dinetralkan
pHnya.
b. Larutan ditambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, ditambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
c. Larutan dipanaskan hinga 60o s.d. 70oC.
d. Larutan dititrasi dengan glukosa standart sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC,
sampai warna biru hampir hilang, lalu ditambahkan 2 tetes MB.
e. Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standart sambil dipanaskan 60o s.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Kebutuhan titran dicatat volumenya
M = V titran
g. Kadar glukosa sari buah diukur dengan rumus berikut :
3. Analisa Densitas.
a. Timbang berat piknometer kosong.
b. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
c. Timbang piknometer berisi sampel.
4. Analisa Hasil.
a. Densitas diukur setelah fermentasi
b. F dan M dicari
c. Kadar glukosa hasil fermentasi dianalisa dengan rumus :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Perbedaan Penambahan Ragi Terhadap Jumlah Mikroorganisme pada
Starter
Tabel 4.1 Jumlah Mikroba pada Starter
VariabelJumlah Mikroba
8 Maret 10 Maret 11 Maret
A (5 gr/L) 2,5 x 1010 2,325 x 1011 2,625 x 1010
B (3 gr/L) 1,25 x 1010 7,875 x 1010 4,625 x 1010
C (1 gr/L) 0,625 x 1010 9,75 x 1010 7,125 x 1010
Gambar 4.1 Hubungan Antara Waktu dengan Jumlah Mikroba pada Starter
Pada hasil percobaan dapat dilihat bahwa pada variabel A dengan penambahan 5 gr/L
ragi menunjukkan peningkatan jumlah mikroba yang signifikan pada hari ketiga namun
mengalami penurunan pada hari keempat. Hal yang sama terjadi pada variabel B dengan
penambahan 3 gr/L ragi dan pada variabel C dengan penambahan 1 gr/L ragi, dimana
keduanya mengalami peningkatan jumlah mikroba pada hari ketiga namun mengalami
penurunan pada hari keempat.
Sampai hari ketiga mikroba mengalami kenaikan jumlah dikarenakan pertumbuhan
mikroba berada pada fase eksponensial di mana pada fase ini ditandai dengan pertumbuhan
yang sangat cepat (wirjosentono, 2011). Sedangkan pada hari keempat, ketiga variabel
mengalami penurunan jumlah mikroba dikarenakan pertumbuhan mikroba berada pada fase
menuju kematian di mana mikroba mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan
sel kehilangan banyak energi cadangannya (Wirjosentono, 2011).
4.2 Pengaruh Perbedaan Penambahan Ragi Terhadap Densitas pada Starter
Tabel 4.2 Densitas pada Starter
VariabelDensitas (gr/ml)
8 Maret 10 Maret 11 Maret
A (5 gr/L) 1,096 1,0308 1,012
B (3 gr/L) 1,0952 1,024 1,034
C (1 gr/L) 1,0956 1,0274 1,0338
Gambar 4.2 Hubungan Antara Waktu dengan Densitas pada Starter
Pada hasil percobaan dapat dilihat bahwa pada variabel A dengan penambahan 5 gr/L
ragi menunjukkan penurunan densitas dari hari ke hari. Sedangkan pada variabel B dengan
penambahan 3 gr/L ragi dan variabel C dengan penambahan 1 gr/L ragi menunjukkan
penurunan densitas hingga hari ketiga namun mengalami peningkatan densitas pada hari
keempat.
Penurunan densitas yang terjadi dikarenakan adanya konversi glukosa menjadi alkohol,
di mana alkohol atau etanol memiliki densitas 0,78506 g/mL (Suwanti, 2016). Dengan
densitas awal starter di atas 1, maka seiring bertambahnya waktu maka densitas akan
semakin menurun. Pada hari keempat variabel B dan C mengalami kenaikan densitas.
Fenomena ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan mikroba di mana bertambahnya jumlah
mikroba maka berat larutan akan semakan bertambah. Hal tersebut menyebabkan densitas
meningkat karena massa berbanding lurus dengan densitas (Torryselly, 2008). Kecepatan
pertumbuhan mikroba ini lebih cepat dari pada kecepatan konversi glukosa menjadi etanol
sehingga densitasnya meningkat.
4.3 Pengaruh Perbedaan Penambahan Nutrien Terhadap Kadar Glukosa
Tabel 4.3 kadar glukosa fermentasi
Variabelkadar glukosa (gr/ml)
A (1 gr/L) B (3 gr/L) C (5 gr/L)
Starter A 3,96 11,0887 11,834
Starter B 6,825 9,92 3,579
Starter C 9,285 13,353 14,163
Gambar 4.3 Hubungan Antara jumlah urea dengan kadar glukosa pada fermentasi
Pada hasil percobaan dapat dilihat bahwa pada starter B menunjukkan penurunan kadar
glukosa pada penambahan urea 5 gram . Sedangkan pada starter A dan C menunjukkan
peningkatan kadar glukosa seiring dengan peningkatan jumlah urea
Peningkatan kadar glukosa pada starter A dan C disebabkan karena
Saccharomyces cerevisae yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia sehingga
lebih banyak menggunakan nutrisi tersebut untuk bertahan hidup daripada untuk
merombak gula menjadi etanol sehingga penambahan nutrien menyebabkan kadar
glukosa meningkat(Retno & Nuri,2011). Selain itu, menurut Roukas (1996), konsentrasi
glukosa yang mengalami kenaikan merupakan efek dari inhibisi subtrat. Konsentrasi
subtrat yang tinggi akan mengurangi jumlah oksigen terlarut. Dalam proses fermentasi
ini, oksigen tetap dibutuhkan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Saccharomyces
cerevisae membutuhkan oksigen untuk mempertahankan kehidupan(Hepworth, 2005;
Nowak, 2000; Tao dkk,2005)
4.4 Pengaruh Perbedaan Penambahan Nutrient Terhadap Densitas
Tabel 4.4 densitas pada fermentasi
VariabelDensitas (gr/ml)
A (1 gr/L) B (3 gr/L) C (5 gr/L)
Starter A 1,01 0,992 1,014
Starter B 1,0256 1,008 1,006
Starter C 1,0178 1,011 1,0164
Gambar 4.4 Hubungan Antara jumlah urea dengan densitaspada fermentasi
Pada hasil percobaan dapat dilihat bahwa pada starter A dan starter B
menunjukkan penurunan densitas pada penambahan urea 3 gram namun mengalami
peningkatan densitas pada penambahan urea 5 gram . Sedangkan pada starter C
menunjukkan penurunan densitas seiring dengan peningkatan jumlah urea
Penurunan densitas yang terjadi dikarenakan urea merupakan sumber nitrogen
bagi mikroorganisme sehingga pemberian urea menyebabkan bakteri tumbuh dengan
baik .perkembangan bakteri ini juga diikuti dengan penurunan densitas karena adaanya
konversi glukosa menjadi alkohol(Suwanti, 2016). Pada penambahan urea 5 gram grafik
mengalami kenaikan densitas. Fenomena ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan
mikroba di mana bertambahnya jumlah mikroba maka berat larutan akan semakan
bertambah. Hal tersebut menyebabkan densitas meningkat karena massa berbanding lurus
dengan densitas (Torryselly, 2008). Kecepatan pertumbuhan mikroba ini lebih cepat dari
pada kecepatan konversi glukosa menjadi etanol sehingga densitasnya meningkat.
4.5 Pengeruh Perbedaan Penambahan Ragi Pada Starter Terhadap Kadar Glukosa
Tabel 4.5 Kadar Glukosa Tiap Variabel Pada Starter A
VariabelKadar Glukosa (%h)
14 Maret 15 Maret 16 Maret
1 3.96 0.887 0.744
2 6.825 3.129 0.647
3 9.825 2.857 2.302
Gambar 4.5 Hubungan Antara Waktu Dengan Kadar Glukosa Pada Starter A
Tabel 4.6 Kadar Glukosa Tiap Variabel Pada Starter B
VariabelKadar Glukosa (%h)
14 Maret 15 Maret 16 Maret
4 11.0887 9.92 13.353
5 1.291 0.495 1.083
6 0.466 0.278 0.646
Gambar 4.6 Hubungan Antara Waktu Dengan Kadar Glukosa Pada Starter B
Tabel 4.7 Kadar Glukosa Tiap Variabel Pada Starter C
VariabelKadar Glukosa (%h)
14 Maret 15 Maret 16 Maret
7 3.96 0.887 0.744
8 6.825 3.129 0.647
9 9.825 2.857 2.302
Gambar 4.7 Hubungan Antara Waktu Dengan Kadar Glukosa Pada Starter C
Pada hasil percobaan dapat dilihat bahwa pada variabel A dengan penambahan 5 gr/L
ragi menunjukkan peningkatan jumlah mikroba yang signifikan pada hari ketiga namun
mengalami penurunan pada hari keempat. Hal yang sama terjadi pada variabel B dengan
penambahan 3 gr/L ragi dan pada variabel C dengan penambahan 1 gr/L ragi, dimana
keduanya mengalami peningkatan jumlah mikroba pada hari ketiga namun mengalami
penurunan pada hari keempat.
Pada grafik diatas terlihat semakin banyak penambahan ragi maka semakin
besarpenurunan kadar glukosa seperti terlihat pada variabel 1 dan 7. Namun pada variabel 4
terjadi kenaikan kadar glukosan dikarenakan masih adanya pemecahan disakarida menjadi
glukosa oleh enzim invertase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae. Enzim
invertase akan bekerja menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida (Azizah,2012).
Pada hari kedua fermentasi semua variabel mengalami penurunan kadar glukosa seiring
bertambahnya waktu. Penurunan kadar glukosa terjadi karena glukosa telah terkonversi menjadi
etanol. Hal tersebut telah sesuai dengan teori yaitu dimana Konversi etanol terjadi karena
disebabkan Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan drastis dan persediaan nutrien yang
menunjang petumbuhan Saccharomyces cerevisiae masih banyak seiring penambahan starter
lebih besar sehingga bakteri yang merubah glukosa menjadi etanol semakin besar, proses ini
akan terhenti jika kadar alkohol tidak dapat ditolerir oleh mikroba. (Siti Khodijah,2015).