34
SABUN TRANSPARAN EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)” Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Bahan Alam Farmasi disusun oleh : Ai Nuryani Dede Daniati Eri Widiyawati Ihsan Nurihsan Rian Andrianto Farmasi 3-B STIKes BAKTI TUNAS HUSADA

Proposal Baf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan alam

Citation preview

Page 1: Proposal Baf

“SABUN TRANSPARAN EKSTRAK LENGKUAS

(Alpinia galanga L. Swartz)”

Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Bahan Alam Farmasi

disusun oleh :

Ai Nuryani

Dede Daniati

Eri Widiyawati

Ihsan Nurihsan

Rian Andrianto

Farmasi 3-B

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2014

Page 2: Proposal Baf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keberadaan sabun yang mengandung zat aditif sintetik serta komposisi

minyak yang tidak alami bisa mengganggu kesehatan kulit dan lingkungan serta

limbah yang dihasilkan sangat bersifat patogen terhadap keadaan di sekitarnya,

namun hal itu masih kurang disadari. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun

masyarakat harus selektif dalam memilih produk sabun. Masyarakat akan mengalami

kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan mudah terjangkit oleh penyakit, hal ini

didasarkan kondisi air yang tercemar oleh limbah sabun. Badan Kesehatan Dunia

(WHO) melaporkan bahwa air limbah domestik yang belum diolah memiliki

kandungan bakteri dan virus sebesar 100.000 partikel bakteri dan jamur infektif setiap

liternya, lebih dari 120 jenis bakteri dan jamur patogen yang terkandung dalam

limbah sabun dan limbah industri, sehingga sebagai konsumen masyarakat harus bisa

memilih sabun yang berkualitas (Rosman, 1998).

Penggunaan bahan alami untuk mengobati penyakit telah banyak dilakukan

oleh masyarakat didunia sebagai terapi untuk berbagai penyakit karena keamanannya

dengan efek samping yang lebih minimal dibandingkan obat sintetis (Santoso et al,

2007). Salah satu tanaman yang digunakan secara tradisional adalah lengkuas

(Alpinia galanga L. Swartz).

Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari

famili Zingiberaceae yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Secara

tradisional, lengkuas sering digunakan sebagai obat sakit perut, karminatif, anti

jamur, anti gatal, bengkak, anti allergi, dan anti hipoglikemik. Bahkan ekstrak

lengkuas dapat diman-faatkan untuk menghambat oksidasi lemak dan meningkatkan

stabilitas mikroba pada daging giling. Pada konsentrasi 0,05-0,10% dapat

memperpanjang masa simpan daging giling sampai 7 hari (Hernani et al, 2010).

Page 3: Proposal Baf

Komponen kimia utama yang memberikan aroma pada lengkuas adalah

senyawa asetoksikhavikol ase-tat (ACA/galangal asetat) yang bersifat sebagai anti

alergi, anti oksidan, dan anti jamur. Galangal asetat tidak stabil dalam bentuk larutan

karena mudah mengalami reaksi hidrolisis, dan senyawa ini tidak terdapat dalam

minyak atsiri lengkuas (Hernani et al, 2010).

Penyakit yang disebabkan oleh jamur tidak begitu berbahaya, tetapi

pengobatan yang efektif membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang relatif

lama. Selain itu, obat-obatan anti jamur yang beredar saat ini sudah banyak yang

resistan terhadap mikroba tertentu, sehingga pencarian obat baru yang bisa

mengontrol mikroba penyebab penyakit pada kulit dan rambut sangat diperlukan.

Penggunaan obat anti jamur, misalnya mikosis mempunyai efek samping, antara lain

iritasi pada kulit, mual, dan sakit kepala. Dengan kandungan bahan aktif di dalamnya,

pemanfaatan ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan diperkirakan mampu

menghambat jamur penyakit kulit (Hernani et al, 2010).

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana membuat sabun transparan ?

2. Bagaimana daya hambat ekstrak lengkuas terhadap mikroba yang di

formulasikan pada sabun transparan ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat dari ekstrak

lengkuas sebagai anti jamur terhadap mikroba yang di formulasikan pada sabun

transparan.

Page 4: Proposal Baf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lengkuas

2.1.1 Klasifikasi

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas: Commelinidae

Ordo: Zingiberales

Famili: Zingiberaceae

Genus: Alpinia

Spesies: Alpinia galanga (L.) Sw.

2.1.2 Nama Lain

Langkueueuh (Aceh), Kelawas ( Batak), Lakuwe (Nias), Langkuweh (Minang),

Laos (Jawa, Madura), Laja (Sunda), Langkuwas (Banjar), Laja, Lahwas (Bali),

Langkuawasa (Makasar), Lingkuas (Manado), Galiasa (Halmahera, Ternate).

Page 5: Proposal Baf

Longoase (Buru), Lengoewas (Belanda), Hong dou kou (Cina), galangal (Inggris),

Kulinjan ( Hindia), gengibre do laos (Portugis).

2.1.3 Deskripsi

Lengkuas, Laos ( Apinia galanga ) merupakan kelompok empon-empon,

rimpang mengandung minyak atsiri.Bunga berwarna merah di ujung batang.Tanaman

ini tumbuh liar di hutan atau semak belukar.Lengkuas tumbuh pada ketinggian tempat

sampai 1.200 m dpl.tanaman ini tumbuh subur pada tanah gembur, dan mengandung

banyak humus.Umumnya tidak tahan pada tanah yang mengandung banyak air atau

tergenang.Tanaman memerlukan tempat yang terbuka banyak sinar matahari, maupun

tempat yang ternaungi.Iklim yang dikehendaki adalah iklim panas dengan curah

hujan yang cukup tinggi, yaitu antara 1.500-4.000 mm setahun.

2.1.4 Kandungan Kimia

Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak

atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil

sinamat 48 %, sineol 20 % - 30 %, eugenol, kamfer 1 %,

seskuiterpen, δ-pinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang

juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna

kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen,

heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa senyawa

flavonoid, dan lain-lain.

2.1.5 Kegunaan

Khasiatnya yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui

berbagai penelitian adalah sebagai anti jamur. Secara tradisional

dari sejak zaman dahulu kala, parutan rimpang lengkuas kerap

digunakan sebagai obat penyakit kulit, terutama yang disebabkan

Page 6: Proposal Baf

oleh jamur, seperti panu, kurap, eksim, jerawat, koreng, bisul, dan

sebagainya.

2.2. Sabun

Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat

hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Proses

yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi.

Ada 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair.

Sabun padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun opaque, translucent, dan transparan.

Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun yang memiliki penampilan

menarik karena penampakannya. Selain itu, sabun transparan bisa menjadi alternatif

sediaan obat dengan penampakan yang lebih menarik.

Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan tambahan

yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan

pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan pewarna dan bahan pewangi.

Bahan pembentuk badan sabun (builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun,

dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan

pengisi (fillers) digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun,

dan menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya adalah

kaolin, talk, magnesium karbonat dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat

berfungsi pula sebagai antioksidan.

Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan

pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan.

Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan

sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair.

Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus

Page 7: Proposal Baf

lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam

lemaknya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:

1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH

Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri

reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar

tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan

terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen., sedangkan jika

basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang

lebih lama.

2. Suhu (T)

Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan

hasil. Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka

dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta

keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan

menaikan kecepatan reaksi.

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor

tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah

tetapan gas ideal (cal/grmol.K).

Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu

berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran

suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan

hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu

optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta

keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi

atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta

keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan

yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972).

3. Pengadukan

Page 8: Proposal Baf

Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan

molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan

semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini

sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan

semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan

dengan konstanta A (Levenspiel, 1987).

4. Waktu

Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak

yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika

reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan

meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.

2.3 Antijamur

2.3.1 Definisi

Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu

pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba

merupakan suatu usaha untuk mengendalikan bakteri maupun jamur, yaitu segala

kegiatan yang dapat menghambat, membasmi, atau menyingkirkan mikroorganisme.

Tujuan utama pengendalian mikroorganisme untuk mencegah penyebaran penyakit

dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah

pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme. Ada beberapa hal yang harus

dipenuhi oleh suatu bahan antimikroba, seperti mampu mematikan mikroorganisme,

mudah larut dan bersifat stabil, tidak bersifat racun bagi manusia dan hewan, tidak

bergabung dengan bahan organik, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, tidak

menimbulkan karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau yang kurang

sedap, murah dan mudah didapat (Anonim, 2010).

Antimikroba menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara bakteriostatik

atau bakterisida. Hambatan ini terjadi sebagai akibat gangguan reaksi yang esensial

untuk pertumbuhan. Reaksi tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mensintesis

Page 9: Proposal Baf

makromolekul seperti protein atau asam nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding

sel atau membran sel dan sebagainya. Antibiotik tertentu dapat menghambat beberapa

reaksi, reaksi tersebut ada yang esensial untuk pertumbuhan dan ada yang kurang

esensial (Anonim, 2010).

Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan sebagai gangguan pada membran

sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur, ini adalah

komponen sterol yang sangat penting sangat mudah diserang oleh antibiotik turunan

polien. Kompleks polien-ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori dan

melalui pori tersebut konstituen essensial sel jamur seperti ion K, fosfat anorganik,

asam karboksilat, asam amino dan ester fosfat bocor keluar hingga menyebabkan

kematian sel jamur. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel jamur, mekanisme

ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan imidazol karena

mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur dengan cara

mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi membran dalam proses

pengangkutan senyawa – senyawa essensial yang dapat menyebabkan

ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan

kematian sel jamur (Anonim, 2010).

Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur, merupakan

mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antijamur terjadi

karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami metabolisme dalam sel jamur

menjadi suatu antimetabolit. Metabolik antagonis tersebut kemudian bergabung

dengan asam ribonukleat dan kemudian menghambat sintesis asam nukleat dan

protein jamur. Penghambatan mitosis jamur, efek antijamur ini terjadi karena adanya

senyawa antibiotik griseofulvin yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel,

kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan metafasa pembelahan

sel jamur (Anonim, 2010).

2.4 Metode

2.4.1 Ekstraksi

Page 10: Proposal Baf

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada beberapa jenis

metode ekstraksi berdasarkan suhu pada saat dilakukan, diantaranya adalah :

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM,

2000).

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan

kontinyu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan

(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C

(Ditjen POM, 2000).

4. Infus

Page 11: Proposal Baf

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 90oC selama 15 (Ditjen POM, 2000).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30◦C) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4.2 Pembuatan Sabun

2.4.2.1 Preformulasi

Bahan Komposisi (%)

Asam stearat/Stearic acid 6,6

Minyak kelapa/Coconut oil 19,6

Minyak jarak/Ricini oil 6,0

NaOH 30/Natrium hydroxide 19,9

Gliserin/Glycerine 9,6

Etanol/Ethanol 15,0

Gula/Sugar 13,6

TEA 1,0

NaCl/Natrium chloride 0,2

Air/Aquadest 6,5

Ekstrak lengkuas/Galangal extract 2,0

2.4.2.2 Deskripsi

a. Asam stearat /Stearic acid

Asam stearat merupakan monokarboksilat berantai panjang yang bersifat

jenuh karena tidak memiliki ikatan rangkap diantara atom karbonnya.

Page 12: Proposal Baf

Pemeriaan: zat padat keras mengikat menunjukan susunan hablur; putih atau

kuning pucat; mirip lemak lilin.

Kelarutan: larut dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter;

larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol; praktis tidak larut

dalam air.

Incompatibilitas: Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam

hidroksida dan mungkin tidak sesuai dengan basa, zat pereduksi, dan

oksidator.

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

b. Minyak kelapa / Coconut oil

Pemerian: cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat atau minyak yang

jelas terang kuning, dengan karakteristik bau khas, tidak tengik. Sedikit rasa

kelapa dan rasa ringan.

Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam diklorometana

larut dalam eter, karbon disulfida, dan kloroform; larut dalam 2 bagian etanol

(95%).

Stabilitas dan Penyimpanan: Minyak kelapa tetap dapat dimakan, dan

ringan dalam rasa dan bau, untuk beberapa tahun di bawah kondisi

penyimpanan biasa. Namun terkena paparan cahaya, minyak mudah

mengoksidasi dan menjadi tengik, bau yang tidak menyenangkan dan rasa

asam yang kuat. Simpan di tempat yang ketat, terlindung dari cahaya pada

temperatur tidak melebihi 258oC. Minyak kelapa dapat terbakar pada suhu

tinggi, dan mungkin secara spontan panas dan terbakar jika disimpan dalam

kondisi panas.: Minyak kelapa bereaksi.

Incompatibilities: dengan oksidator, asam dan basa. Polyethylene adalah

mudah permeabel terhadap minyak kelapa.

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

c. Minyak jarak /Ricini oil

Page 13: Proposal Baf

Pemerian: Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna,

bau lemah; rasa manis kemudiaan agak pedas umumnya memualkan.

Kelarutan: Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) p; mudah laruut dalam

etanol mutlak p dan dalam asam asetat glasial.

Khasiat dan kegunaan: Laksativum

d. Natrium hidroksida (NaOH)

Pemerian: Natrium hidroksida terjadi sebagai massa menyatu putih atau

hampir putih, serpih, dan bentuk atau bentuk lainnya. Ini keras dan rapuh dan

menunjukkan fraktur kristal. sodium hidroksida sangat deliquescent dan

pemaparan pada udara dengan cepat menyerap karbon dioksida dan air.

Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%).

Stabilitas dan Penyimpanan: Natrium hidroksida harus disimpan dalam non-

logam kedap udara wadah di tempat yang sejuk dan kering. Bila terkena

udara, natrium hidroksida dengan cepat menyerap kelembaban dan

mencairkan, tetapi kemudian menjadi padat lagi karena penyerapan karbon

dioksida dan pembentukan natrium karbonat.

Incompatibilities: Natrium hidroksida adalah basa kuat dan tidak kompatibel

dengan senyawa yang mudah mengalami hidrolisis atau oksidasi. Ini akan

bereaksi dengan asam, ester, dan eter, khususnya dalam larutan berair.

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

e. Gliserin

Pemerian: Cairan seperti sirop, tidak berwarna dan tidak berbau; manis

diikuti rasa hangat. Hidroskopik bila di simpan beberapa lama pada suhu

rendah dan memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak

melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 200.

Kelarutan: Dapat dicampur dengan air, dan dengan etanol (95%) praktis

tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan minyak.

Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan: Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin

murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh suasana di bawah kondisi

Page 14: Proposal Baf

penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan dengan evolusi akrolein

beracun. campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol yang

kimiawi stabil. Gliserin dapat mengkristal jika disimpan pada suhu rendah;

yang kristal tidak meleleh sampai hangat. Gliserin harus disimpan dalam

wadah kedap udara, di tempat yang sejuk, dan kering.

Incompatibilities: Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat

pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat, atau kalium

permanganat. Dalam larutan encer, reaksi berlangsung pada tingkat lebih

lambat dengan beberapa produk oksidasi yang terbentuk. Hitam perubahan

warna gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau kontak dengan zinc oxide atau

dasar bismut nitrat. Sebuah kontaminan besi dalam gliserin bertanggung

jawab atas penggelapan tersebut dalam warna campuran yang mengandung

fenol, salisilat, dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam

glyceroboric, yang merupakan asam lebih kuat dari asam borat

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

f. Gula /Dextrose

Pemerian: hablur tidak berwarna atau massa hablur atau serbuk warna putih;

tidak berbau; rasa manis.

Kelarutan: larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 370 bagian Etanol (95%),

praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

Stabilitas dan Penyimpanan: Dextrose memiliki stabilitas yang baik di

bawah kondisi penyimpanan kering. Larutan dapat disterilkan dengan

autoklaf. Namun, pemanasan berlebihan dapat menyebabkan penurunan pH

dan karamelisasi. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di sejuk dan

kering.

Incompatibilities: Dextrose tidak kompatibel dengan sejumlah obat-obatan

seperti cyanocobalamin, kanamisin sulfat, natrium novobiocin, dan

warfarin sodium. Eritromisin gluceptate tidak stabil dalam dekstrosa

solusi pada pH kurang dari 5. Dalam bentuk aldehida, dextrose dapat bereaksi

Page 15: Proposal Baf

dengan amina, amida, asam amino, peptida, dan protein. Warna Brown dan

dekomposisi terjadi dengan alkalis kuat.

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

g. Triethanolamine (TEA)

pemerian: Triethanolamine adalah jelas, tidak berwarna kuning pucat

berwarna kental cairan yang memiliki bau sedikit amonia.

Kelarutan: Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam

kloroform.

Stabilitas dan Penyimpanan: Triethanolamine dapat berubah menjadi

cokelat saat terkena udara dan cahaya. 85% kelas trietanolamin cenderung

stratifikasi bawah 158C; homegeneity dapat dikembalikan dengan pemanasan

dan pencampuran sebelum digunakan. Triethanolamine harus disimpan dalam

wadah kedap udara terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

Incompatibilities: Triethanolamine adalah amina tersier yang mengandung

gugus hidroksi; itu mampu menjalani reaksi khas amina tersier dan alkohol.

Triethanolamine akan bereaksi dengan asam mineral untuk membentuk

garam kristal dan ester. Dengan asam lemak lebih tinggi, trietanolamina

garam bentuk yang larut dalam air dan memiliki karakteristik sabun.

Triethanolamine juga akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk

garam kompleks. Perubahan warna dan curah hujan dapat terjadi di

Keberadaan garam-garam logam berat. Triethanolamine dapat bereaksi

dengan reagen seperti tionil klorida untuk menggantikan gugus hidroksi

dengan halogen. Produk ini reaksi sangat beracun, menyerupai mustard

nitrogen lainnya.

Khasiat dan kegunaan: Zat tambahan

h. Natrium klorida /NaCl

Page 16: Proposal Baf

Pemerian: Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak

berbau; rasa asin.

Kelarutan: Larut dalam 2,8 bagian air dalam 2,7 bagian air mendidih dan

dalam lebih kurang 10 bagian gliserol , sukar larut dalam Etanol (95%).

Stabilitas dan Penyimpanan: Tahan terhadap panas, simpan ditempat

tertutup rapat, sejuk dan kering.

Incompatibilities: Korosif terhadap besi, bereaksi dan membentuk endapan

dengan perak dan garam merkuri. Agen pengoksidasi kuat dapat

membebaskan klorin dari NaCl.

Khasiat dan kegunaan: Sumber ion klorida dan ion natrium

i. Air

Pemerian: Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai

rasa.

Kelarutan: Terlarut campur dengan sebagian besar pelarut polar.

Stabilitas dan Penyimpanan: Air secara kimiawi stabil dalam semua

keadaan fisik (es, cair, dan uap). Air meninggalkan sistem pemurnian farmasi

dan memasuki tangki penyimpanan harus memenuhi persyaratan tertentu.

Tujuannya ketika merancang dan mengoperasikan penyimpanan dan distribusi

sistem untuk menjaga air dari melebihi batas yang diijinkan selama

penyimpanan. dalam keadaan tertentu, penyimpanan dan distribusi sistem

harus memastikan bahwa air dilindungi terhadap ion dan organik kontaminasi,

yang akan menyebabkan peningkatan konduktivitas dan karbon organik total,

masing-masing. Sistem ini juga harus dilindungi terhadap fisik masuknya

partikel asing dan mikroorganisme sehingga mikroba yang Pertumbuhan

dicegah atau diminimalkan. Air untuk tujuan tertentu harus disimpan dalam

wadah yang sesuai.

Incompatibilities: Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-

obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (penguraian di

keberadaan air atau uap air) di kamar dan tinggi suhu. Air dapat bereaksi

Page 17: Proposal Baf

dengan logam alkali dan cepat dengan logam alkali dan oksida mereka, seperti

kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam

anhidrat untuk membentuk hidrat berbagai komposisi, dan dengan beberapa

organik bahan dan kalsium karbida.

Khasiat dan kegunaan: Pelarut

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat gelas laboratorium, neraca analitik (Metleder), pisau, blander

(Phillips), maserator, rotary evaporator, waterbath, oven (memmert), gelas ukur

(pyrex), kaca arloji, vortex, pH meter, tanur, cawan penguap, tabung reaksi (pyrex),

spatel, batang pengaduk, pipet tetes, cetakan, dan kertas perkamen.

3.1.2 Bahan

Rimpang lengkuas merah, etil asetat 60%, amoniak, mayer, wagner,

dragendorf, serbuk Mg, HCl, asam sulfat, asam asetat anhidrat, dan FeCl3.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Pembuatan Serbuk Simplisia

Proses pengolahan rimpang lengkuas dimulai dengan proses pencucian,

pengeringan, dan penggilingan. Rimpang lengkuas segar dicuci dengan menggunakan

air mengalir untuk menghilangkan kotorannya. Kemudian rimpang lengkuas yang

sudah bersih di iris-iris lalu dilakukan proses pengeringan, yaitu menggunakan oven

pada suhu 105oC. Rimpang lengkuas yang telah kering kemudian digiling

menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk diayak dengan mesh no 50.

Page 18: Proposal Baf

Produk yang telah jadi selanjutnya dikemas menggunakan plastik dan pot sample

untuk mempertahankan mutunya.

3.2.2 Pemeriksaan Mutu Serbuk

Pemeriksaan mutu serbuk meliputi identifikasi serbuk yaitu pemeriksaan

organoleptis meliputi bau, rasa, dan warna.

3.2.3 Skrining Fitokimia

3.2.3.1 Identifikasi alkaloid

Sampel dicampur dengan 5 ml kloroform dan 5 ml amoniak kemudian dipanaskan,

dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat 2 N pada masing-masing

filtrat,    kemudian kocok dan didiamkan. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut :

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk

endapan berwarna cokelat sampai hitam.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan

terbentuk warna merah atau jingga.

3.2.3.2 Identifikasi Flavonoid

Simplisia digerus dalam mortir dan dipanaskan dengan air di atas penangas

air, kemudian disaring. Filtrate yang dihasilkan dimasukan ke dalam tabung reaksi.

Setelah itu, ditambahkan serbuk Zn, larutan alcohol asam klorida (1:1) dan amil

alcohol. Kemudian campuran dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid akan

menyebabkan filtrate berwarna merah, kuning atau jingga yang dapat ditarik oleh

amil alcohol

3.2.3.3 Identifikasi Saponin

Page 19: Proposal Baf

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia, dimasukan ke dalam tabung reaksi.

Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.

Jika terbentuk busa yang baik setinggi 1 sampai 10 cm, tidak kurang dari 10 menit

dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukan adanya saponin

3.2.3.4 Identifikasi Steroid dan Triterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam,

disaring, filtrate diupakan dicawan penguap. Pada sisa penguapan ditambahkan

pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang

berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukan adanya steroid/triterpenoid.

3.2.3.5 Identifikasi Tanin

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia, disari dengan 10 mL air suling lalu

dipanaskan, kemudian disaring. Filtrat diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.

Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Jika

terjadi warna biru atau hijau kehitaman, menunjukan adanya tannin

3.2.3.6 Pemeriksaan Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam,

disaring, filtrate diupakan dicawan penguap. Pada sisa penguapan ditambahkan

pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanillin-asam sulfat. Apabila terbentuk warna-

warna menunjukan adanya senyawa monoterpenoid dan seskuiterpen.

3.2.4 Pembuatan Ekstrak

Serbuk rimpang lengkuas diambil sebanyak 100 gram kemudian dilakukan

ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etil asetat 60%

(perbandingan bahan terhadap pelarut 1:10), kemudian diaduk selama 3 jam lalu

didiamkan selama 3x24 jam dan pelarut diganti tiap 24 jam. Setelah itu filtrat yang

Page 20: Proposal Baf

diperoleh di pekatkan dengan menggunakan rotary evavorator hingga diperoleh

ekstrak kentalnya.

3.2.5 Pemeriksaan Kualitas Ekstrak

3.2.5.1 Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak

Dilakukan pemeriksaan organoleptis ekstrak untuk mendeskripsikan bentuk,

bau, rasa, dan warna ekstrak.

3.2.5.2 Penetapan Bobot Jenis

Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi

penuh dengan air dan ditimbang, sehingga kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian

piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang sehingga

kerapatan ekstrak dapat ditetapkan.

3.2.5.3 Kadar Air

Untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam

oven pada suhu 105 LC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator

(kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan

tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Ekstrak dimasukkan ke dalam

cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 LC selama 5 jam.

Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan

dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Lanjutkan pengeringan

dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan tidak lebih

dari 0,25%.

3.2.5.4 Uji Kadar Abu

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105LC,

kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga

didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 2 – 3 gram dimasukkan ke dalam

cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah

Page 21: Proposal Baf

itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600C selama 7 jam, kemudian

ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Bila arang tidak dapat dihilangkan,

ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Sisa

dan kertas saring dipijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap

bahan yang telah dikeringkan diudara

3.2.5.2 Uji Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam

klorida encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,

saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam

terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.5.6 Uji Kadar Sari Larut Air

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5 g serbuk dengan 100 ml

air dan kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml

filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan

sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut

dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.5.7 Uji Kadar Sari Larut Etanol

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5 g serbuk dengan 100 ml

alkohol 95%, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan

penguapan alkohol 95%, uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal

berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105o hingga bobot tetap.

Page 22: Proposal Baf

Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam alkohol 95%, dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.2.6 Pembuatan Ekstrak Menjadi Serbuk

Ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat freez dryer.

Proses pengeringan beku dengan alat freeze dryer ini berlangsung selama 18-24 jam,

karena proses yang panjang inilah membuat produk-produk bahan alam ini menjadi

lebih stabil dibandingkan dengan metode pengeringan yang lain. ekstrak cairan atau

kental sebelum dimasukkan kedalam Freeze Dryer telah dibekukan dalam lemari es

(refrigerator) minimal semalam. Setelah membeku kemudian dimasukkan ke dalam

alat, alat disetting sesuai dengan yang diinginkan. Oleh vaccum puma alat tersebut

akan menyedot solvent yang telah beku (freeze) menjadi uap.

3.2.7 Pembuatan sabun

Proses pembuatan sabun diawali dengan mereaksikan asam stearat dengan

fase asam lemak dengan NaOH. Asam stearat dilelehkan dengan pemanasan (70ºC)

sampai mencair. Setelah asam stearat dan minyak homogen, kemudian ditambahkan

larutan NaOH 30% pada suhu 60-70C. Pada saat penambahan NaOH ini, adonan

akan menjadi keras dan lengket yang menunjukan terbentuknya stok sabun.

Pengadukan terus dilakukan sampai homogen kemudian dilakukan penambahan

gliserin sehing-ga pengadukan lebih mudah dilakukan. Penambahan sukrosa

dilakukan secara bertahap sambil terus dilakukan pengadukan hingga sukrosa larut

sempurna. Setelah larutan menjadi homogen, selanjutnya ditambahkan TEA, NaCl,

ekstrak lengkuas, dan air. Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan

didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Satu adonan akan menjadi 6 – 7 unit

sabun transparan masing-masing seberat 14 - 15,5 gram.

3.2.8 Evaluasi sediaan

Page 23: Proposal Baf

Analisis mutu terhadap sabun transparan yang dihasilkan meliputi sifat kimia

yang mengacu pada Stan-dar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994)

untuk kriteria jumlah asam lemak, kadar fraksi yang tak tersabunkan, bahan tidak

larut dalam alkohol, dan kadar alkali bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Antijamur. pdf. Sumatera : USU

Anonim. 2012. Informasi Spesies Lengkuas. [Online]. Tersedia : http://www.plantamor. com /index.php?plant=67. (diakses tanggal : 31 agustus 2014).

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan

Pertama. Jakarta : Depkes RI.

Herniani, et al. 2010. Formula Sabun Transparan Antijamur Dengan Bahan Aktif

Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz.). pdf. Bul. Littro. Vol. 21 No.

2, 2010, 192 – 205. Bogor : IPB.

Latief, A.H. 2009. Obat Tradisional. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Sinaga, Erna. 2008. Lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz). pdf. pusat penelitian dan

pengembangan tumbuhan obat UNAS/P3TO UNAS.