33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkatDi negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan dinegara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan adasekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diarepada orang dewasa per

Proposal Diare

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sfdfsdf

Citation preview

Page 1: Proposal Diare

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari

200 g atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang

air besar encer lebih dari 3kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa

disertai lendir dan darah.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di

negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam

waktu yang singkatDi negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2

episode/orang/tahun sedangkan dinegara berkembang lebih dari itu. Di USA

dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada

dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan adasekitar 4 miliar kasus

diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode

diarepada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989

jumlah kasus diare . didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat

0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama

disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,  Campylobacter  jejuni,  Escherichia coli,

Dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella

dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella

dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC). Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang

untuk mendekati pasien diare akut yang 

disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, sanitasi

lingkungan yang buruk,  berpergian ke daerah endemik , HIV positif atau AIDS,

Page 2: Proposal Diare

merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk

diare infeksi.

Salah satu program pada Puskesmas Sukasada II adalah program pencegahan

penyakit menular, salah satunya diare yang bertujuan Untuk mengendalikan

penyakit diare di wilayah kerja puskesmas Sukasada II Diharapkan, program ini

dapat meurunkan jumlah penderita diare Namun, pada kenyataannya kasus Diare

di wilayah kerja puskesmas Sukasada masih tinggi Berdasarkan laporan tahunan

puskesmas Sukasada II kabupaten Buleleng, jumlah usila di daerah tersebut juga

termasuk tinggi. Pada tahun 2011, didapatkan jumlah penderita diare 52 kasus

dan dalam laporan program P2M mengatakan bahwa cakupan penangan diare

masih rendah yaitu 8,8 persen yang dianggap bahwa penanganan awal yang

harusnya ke Puskesmas atau Pustu belum dilaksanakan sehingga mungkin terjadi

kekurang pengetahuan mengenai penanganan awal diare dan pengobatannya.

Pada Laporan Program kesehatan lingkungan dikatakan bahwa penggunaan

jamban keluarga masih dibawah target yaitu dibawah 80 persen dan dianggap

masih rendahnya Perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Sukasada II walaupun belum ada angka yang menyebutkan persentase

setiap desa.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor

yang mempengaruhi kejadian diare . Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah

sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi dan hygiene makanan . Faktor-

faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki,

sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan

angka kesakitan dan kematian diare (Irianto, 2000, Warouw, 2002, Asnilet al,

2003).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengetahui gambaran

pola hidup, sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko

Page 3: Proposal Diare

terjadinya diare pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas sukasada II

September 2012

1.2 Identifikasi masalah

Bagaimanakah gambaran pola hidup, sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi

yang menjadi faktor resiko terjadinya diare pada masyarakat di wilayah kerja

puskesmas sukasada II September 2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola hidup, sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi

yang menjadi faktor resiko terjadinya diare pada masyarakat di wilayah kerja

puskesmas sukasada II bulan September 2012?

1.3.2Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pola hidup pada masyarakat di wilayah kerja

puskesmas sukasada II

b. Untuk mengetahui gambaran sanitasi lingkungan pada masyarakat di wilayah

kerja puskesmas sukasada II

c. Untuk mengetahui status sosial ekonomi pada masyarakat di wilayah kerja

puskesmas sukasada II

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Bagi Puskesmas

Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun

langkah-langkah strategi dalam mencegah serta menurunkan jumlah penderita

diare di wilayah kerja puskesmas Sukasada II

1.4.2 Bagi Peneliti

1. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang

didapat selama pendidikan di bagian IKK/IKP Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

membuat penelitian ilmiah.

Page 4: Proposal Diare

2. Menambah pengetahuan peneliti tentang pola hidup, sanitasi lingkungan serta

sosial ekonomi yang menjadi factor resiko terjadinya diare pada masyarakat di

wilayah kerja gambaran di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian

yang lebih luas di masa yang akan datang

1.4.3 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai pentingnya partisipasi anggota masyarakat

dalam memperhatikan penerapan pola hidup bersih serta sanitasi lingkungan

untuk mencegah penyebaran penyakit diare.

Page 5: Proposal Diare

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan

konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya

frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (DepKes

RI,2005). Diare juga didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air

besar) lebih dari biasanya / lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah (WHO 1999). Secara klinik

dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare

persisten. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah

cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu

sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak

lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu

maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak

berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24

jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai Diare Akut.

Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare

kronik. Pada feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan

dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-

tanda dehidrasi (SE Goldfiner,2009).

2.2 Prevalensi

Diare merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat

keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang

praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan

diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama sampai ke empat pasien

dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden

Page 6: Proposal Diare

sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu.

Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut

pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar

kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (P Tjaniadi,

2003).

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi

masyarakat, tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah

kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1

dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.

Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan

waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter

jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan

Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (ACC Jones,2004) sedangkan di

negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk

setiap tahun. Di Afrika penduduknya terserang diare infeksi 7 kali setiap

tahunnya, di banding di negara berkembang lainnya yang hanya mengalami

serangan diare 3 kali setiap tahunnya. (ACC Jones,2004).

Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak dinegara

berkembang, dan penyebab terpenting kejadian malnutrisi.5 Di dunia,sebanyak 4

sampai 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare,dimana sebagian besar

kematian tersebut terjadi di negara berkembang.Pada tahun 2003, kira-kira 1.87

juta anak di bawah usia lima tahun (balita) meninggal karena diare. Delapan dari

10 kematian tersebut terjadi di bawah usia dua tahun.

Di indonesia sendiri Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat di negara berkembang karena morbiditas dan mortalitas-nya yang

masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

Page 7: Proposal Diare

374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun

2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih

sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69

Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,

dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB

diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang

(CFR 1,74 %.). Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering

menimbulkan kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu

Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke

6 frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan,

Difteri dan Campak.

2.3 Patogenesis dan patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai

berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2).

Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi

asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport

elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6).

Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare

imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (World

Gastroenterology Organization, 2005).

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan

elektrolit dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara

klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini

akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari

diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau

Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum

(gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium

sulfosuksinat dll) (World Gastroenterology Organization, 2005).

Page 8: Proposal Diare

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini

disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di

enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Zein U,2003).

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas

dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di

usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca

vagotomi, hipertiroid.

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang

abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada

usus halus (Procop GW,2003).

Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya

kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang

berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-

elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri

Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn) (Procop

GW,2003)

Page 9: Proposal Diare

Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari

sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak

mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare

karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.

Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio

cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, lalu

membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan

menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan

kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme

pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion

bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh mneingginya

absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida).

Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi

secara aktif oleh dinding sel usus (Thielman NM,2004).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi

mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus (Goldfinger SE, 1987).

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer

fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel.

Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor

antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti

Enterotoxic E. Coli (ETEC) (Procop GW,2003). Mekanisme adhesi yang kedua

terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC

adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium

intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi

intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi

akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola

Page 10: Proposal Diare

agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC

atau EHEC(Procop GW,2003).

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.

Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel

sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi

serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator

seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga

memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini

akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan

gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella (Procop

GW,2003).

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella

dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin

adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat

menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC

serta V. Parahemolyticus (Procop GW,2003).

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang

secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera

terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas

adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi

inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida

dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin

(LT) yang mekanisme kearjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST

akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi

protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida

(Procop GW,2003).

Page 11: Proposal Diare

2.4 Transmisi dan Pencegahan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci

tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan.

Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak

harus terjaga dari kotoran manusia (Wingate, 2001). Tindakan dalam pencegahan

diare ini antara lain dengan perbaikan keadaan lingkungan, seperti penyediaan

sumber air minum yang bersih, penggunaan jamban, pembuangan sampah pada

tempatnya, sanitasi perumahan dan penyediaan tempat pembuangan air limbah

yang layak. Perbaikan perilaku kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah

beraktivitas, membuang pada tempat yang tepat (Andrianto, 1995). Masyarakat

dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat

ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat

( Notoadmodjo, 2003)

2.5 Sanitasi Lingkungan

Sejak pertengahan abad ke-15 para ahli kedokteran telah menyebutkan bahwa

tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut model

segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat beroperasinya faktor

agen, hostdan lingkungan. Menurut model roda timbulnya penyakit sangat

tergantung dari lingkungan (Mukono, 1995). Faktor lingkungan merupakan

faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai penyakit tertentu,

sehingga untuk memberantas penyakit menular diperlukan upaya perbaikan

lingkungan (Trisnanta, 1995).

Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya

terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit (Slamet, 1994).

Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, ,demam berdarah dengue, difteri, tifus

dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya

(Noerolandra, 1999). Masalah kesehatan lingkungan utama di negara-negara

Page 12: Proposal Diare

yang sedang berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan

kotoran, perumahan, dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).

2.5.1 Sumber Air

Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis. Syarat

fisik yakni, air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu

sebaiknya di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman. Syarat kimia yakni, air

tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan

misalnya CO2, H2S, NH4. Syarat bakteriologis yakni, air tidak mengandung

bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan, kurang dari 4 setiap 100

cc air. Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-

sumber air ini antara lain : air hujan, mata air, air sumur dangkal, air sumur

dalam, air sungai & danau.

2.5.2 Pembuangan Kotoran manusia

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh

dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO2. Masalah

pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran

manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa

penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tipus, diare,

disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang,

pita,schistosomiasis. Syarat pembuangan kotoran antara lain, tidak mengotori

tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah,

kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk

bertelur atau berkembang biak, kakus harus terlindung atau tertutup,

pembuatannya mudah dan murah (Notoatmodjo, 2003).

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : rumah kakus,

lantai kakus, sebaiknya semen, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur

penampungan feses atau cubluk, bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan

pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau,

disediakan alat pembersih seperti air atau tisu pembersih. (Notoatmodjo, 2003)

Page 13: Proposal Diare

2.5.3 Keadaan perumahan

Perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene dan

sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari

ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, serta fasilitas-fasilitas di dalam rumah

sehat sebagai berikut : 

a. Ventilasi

Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut

tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama

bakteri patogen. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah

b. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang

masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang

nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan

berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun

malam 100-200 lux.

c. Luas bangunan rumah

Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk

tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka

menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni

menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota

keluarga lain.

d.Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang

cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas

dapur, ruang berkumpul keluarga dan gudang.

2.5.4 Pembuangan Air Limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri

dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai

dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah

Page 14: Proposal Diare

terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan

lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai

penyakit terutama kolera, diare, dan typus, media berkembangbiaknya

mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan

bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber

pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi

produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).

Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan

kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak

mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak

mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak

menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka

kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu.

2.6 Sanitasi Makanan

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan

memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman

dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan mulai dari sebelum

makanan di prosuksi selama dalam proses pengolahan, penyimpanan

pengangkutan sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap

untuk dikonsumsi.

Sanitasi makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa

makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,

diantaranya:

a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya

Page 15: Proposal Diare

c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

d.Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang

dihantarkan oleh makanan.

kebersihan hendaklah sentiasa terjaga mulai dari pemilihan, penyediaan,

penyimpanan dan makanan. Prinsip kebersihan yang harus dilakukan oleh setiap

individu antara lain

a. Peralatan yang dipakai harus dicuci sebelum dan sesudah proses pengolahan

makanan.

b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah bahan makanan

c. Makanan yang dihidangkan harus ditutup

d. Gunakan sendok atau garpu untuk mengambil makanan

e. Simpan makanan dalam tempat yang bersih, kedap udara, dan kering

f. Bersihkan semua bahan makanan segar seperti ikan, sayur, dan buah sebelum

disimpan

2.6 Kondisi Sosial Ekonomi

Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi pada

sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku

dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-mata

kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan kekurangan dalam

ukuran kebudayaan dan kejiwaan (Suburratno, 2004).

Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada seseorang.

Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tersebut untuk

mendukung perawatan kesehatan yang memadai, cenderung memiliki higiene

yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga orang yang miskin

memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua

penyakit (Behrman 1999) Di Indonesia, garis kemiskinan ditetapkan berdasarkan

jumlah kalori. BPS sejak 1984 menetapkan kriteria dan garis kemiskinan diukur

Page 16: Proposal Diare

dari konsumsi kalori perkapita perhari, yaitu 2100 kalori. Tahun 2010 menurut

BPS, penetapan perhitungan garis kemiskinan dalam masyarakat adalah

masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp7.057 per orang per hari. Penetapan

angka Rp7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan garis

kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan minuman sebesar 2.100

kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan dan minuman yang jika

ditotal lebih kurang mencapai Rp7.000 per hari per orang. Kemudian

ukuran world Bank yang menetapkan standar garis kemiskinan berdasarkan

pendapatan perkapita. Penduduk yang pendapatan perkapitanya kurang dari

sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional, maka termasuk dalam kategori

miskin. Dalam konteks tersebut, maka ukuran World Bank adalah USD $2 per

orang per hari. World Bank mendefinisikan kemiskinan dalam Kemiskinan

absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 per orang per hari

dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah USD $2 per orang per

hari. Apabila standar garis kemiskinan yang digunakan adalah

standar world bank yaitu USD $2 per hari per kapita, sesuai dengan

tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Maka diperkirakan angka

kemiskinan Indonesia akan meningkat lebih banyak melebihi 50 % atau lebih

120 juta penduduk Indonesia.

Page 17: Proposal Diare

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor risiko terjadinya diare

dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor yang melibatkan manusia sebagai host,

dalam hal ini adalah perilaku, serta faktor lingkungan. Sehingga di dalam penelitian

ini, variabel-variabel yang akan diteliti yaitu mengenai perilaku manusia dan juga

keadaan lingkungan di rumah tempat tinggalnya. Serta pengetahuan mengenai diare

pun mempengaruhi angka kejadian diare dan juga penanganan diare lebih

lanjut.Sehingga didapatkan bagan kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Sanitasi lingkungan

- Sumber air - Pembuangan kotoran atau

tinja- Keadan perumahan - Pembuangan air limbah

Variabel tergantung

DIARE

Sanitasi makanan (variabel bebas)

- Cuci tangan - Penggunaan peralatan

makanan- Cara menyimpan makanan- Pengolahan makanan

Faktor sosial ekonomi

- Tingkat pendidikan kepala keluarga

- Kondisi sosial ekonomi

Page 18: Proposal Diare

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten

Singaraja, dari September 2012.

4.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua kepala keluarga (KK) yang terdaftar di

kelian desa dan berdomisili di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten

Singaraja.

4.3.1 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang merupakan bagian dari

populasi yang telah dipilih secara random. Dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi : Kepala keluarga di Desa Pancasari yang dipilih secara

random

2. Kriteria Eksklusi :

a. Kepala keluarga yang menolak berpartisipasi

b. Kepala keluarga beserta anggota keluarganya yang sempat tinggal di

daerah lain dan menderita diare

4.3.2 Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus berikut:

n= 11−f

xZα 2( pq)

d2

n= 11−10 %

x1,962(0 , 088 x0 , 912 )

0,12

Page 19: Proposal Diare

n= 11−0,1

x3 , 8416 x0 , 080

0 , 01

n : 1,11 x 30,7328

n : 34.113 ~ 34

Keterangan :

n : besar sampel

α : besarnya kesalahan tipe I → 0.05 (zα → 1.96)

p : prevalensi di populasi → 8,8% = 0,08

q : (1- p) → 0,92

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan oleh

peneliti) → 0.1

f : 10 % (perkiraan drop out)

Dari hasil perhitungan diatas, besar sampel minimal yang diperlukan

sebesar 62 sampel. Karena jumlah populasi terbatas (kurang dari 10.000)

maka jumlah sampel yang didapat dari perhitungan tersebut dikoreksi

dengan menggunakan rumus :

nK=n

1+nN

nK=34

1+346572

nK=341+0 , 051

nK = 32,35~ 32

Keterangan :

nK : besar sampel dengan koreksi

n : 34 (besar sampel sebelum dikoreksi)

N : besar populasi sampel penelitian

Page 20: Proposal Diare

Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diperlukan adalah 32

sampel.

4.3.3 Cara pengambilan sampel

Sampel dipilih dengan metode Multistage systematic random sampling. Dari

6 desa di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II,dipilih satu desa secara acak

menggunakan dadu dan diperoleh desa pancasari. Dari data kepala keluarga

yang didapatkan dari desa tersebut diurut kemudian dipilih secaara acak

sehingga memenuhi sampel

4.4 Responden

Sampel yang terpilih,yaitu kepala keluarga yang berdomisili di Desa Pancasari

selanjutnya ditetapkan sebagai responden untuk memperoleh informasi tentang

perilaku yang menjadi faktor risiko terjadinya diare

4.5 Variabel Penelitian

1. Sanitasi Lingkungan

2. Sanitasi Makanan

3. Faktor ekonomi dan sosial

4.6 Definisi Operasional Variabel

1. Tingkat higiene sanitasi lingkungan adalah jumlah skor dari praktek

responden dan sampel tentang higiene sanitasi lingkungan dan hasil

observasi sesaat yang meliputi kebersihan pribadi dan lingkungan sekitar

rumah responden yang diukur dari ketersediaan air bersih, ketersediaan

jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan.

2. Sanitasi makanan adalah nilai dari kegiatan mencuci tangan, penggunaan

peralatan makanan, cara menyimpan makanan dan pengolahan makanan.

Yang dimaksud mencuci tangan adalah mencuci tangan sebelum makan

menggunakan air bersih dan sabun. Penggunaan peralatan makanan adalah

menggunakan peralatan makanan baik untuk makan dan memasak yang

telah dicuci dengan air bersih dan sabun. Cara menyimpan makanan

mengolah makanan dengan baik tempat yang bersih, kedap udara, dan

Page 21: Proposal Diare

kering. Sedangkan, pengolahan makanan adalah makanan yang dimakan

dimasak hingga matang dan sebelum memasak apakah makanan dicuci

dengan air bersih serta menyajikan dengan baik dan apabila makanan

tersebut disajikan dalam jangka waktu yang lama, makanan tersebut

dihangatkan kembali.

3. Faktor sosial ekonomi adalah kondisi sosial ekonomi keluarga responden

yang dinilai dari tingkat pendidikan Kepala Keluarga, tingkat pendapatan

per kapita, tingkat pengetahuan Kepala Keluarga tentang diare. Tingkat

pendidikan adalah pendidikan formal yang terakhir diikuti. Tingkat

pendapatan per kapita Adalah jumlah pendapatan tetap dan sampingan

dari kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga lain dalam 1 bulan dibagi

jumlah seluruh anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah. Tingkat

Pengetahuan dari kepala keluarga yang dinilai dari kuisioner.

4.7 Instrumen/Alat pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian menggunakan kuisioner dalam

bentuk wawancara terstruktur untuk memperoleh data kuantitatif

4.8 Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada responden, dalam hal

ini adalah kepala keluarga yang dapat diwakili oleh istrinya apabila KK

berhalangan. Apabila sampel tetap tidak dapat dihubungi, maka sampel diganti

dengan nomer urut dibawahnya yang diperoleh dari daftar nama KK. Wawancara

dilakukan di rumah kediaman KK dengan tidak adanya pihak ketiga agar tidak

mempengaruhi jawaban KK.

4.9 Penyajian dan Analisa Data

Data-data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan

bantuan program SPSS 16 dan disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan

naratif.

4.10 Seminar

Page 22: Proposal Diare

Seminar dilakukan pada akhir penelitian untuk mendapatkan masukan dan

perbaikan untuk kesempurnaan hasil penelitian.