Upload
indra-al-rasyid
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gfgfjy
Citation preview
Proposal Penelitaian
PERBEDAAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BAYI YANG DI BERIKAN ASI EKSLUSIF DENGAN BAYI YANG DI
BERIKAN SUSU FORMULA
DISUSUN OLEH:
INDRA RIZAL RASYID
10542 0210 10
PEMBIMBING
dr. NELLY,M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
BAB I
P E N DA H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2000-2003, penyakit
diare merupakan penyebab kematian dengan urutan kedua tertinggi di dunia pada bayi
dengan Proportioanal Mortality Rate 17% dan 19%. Pada tahun yang sama, diare di Asia
Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada bayi dengan
Proportioanal Mortality Rate sebesar 18% (Iswari,2011)
Menurut United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF),
penyakit diare merupakan penyebab kematian utama. Dari 9 juta kematian pada bayi per
tahunnya di dunia, lebih dari 2 juta di antaranya meninggal akibat penyakit diare. Data
World Health Organization (WHO) Statistics menunjukkan bahwa lebih dari 70%
kematian bayi disebabkan oleh penyakit infeksi seperti diare, pneumonia, campak, malaria
dan malnutrisi. World Health Organization (WHO) juga melaporkan lebih dari 50% kasus
diare berada di Asia Tenggara, Afrika dan tiga per empat kasus diare pada bayi berada di
15 negara berkembang termasuk di dalamnya indonesia yang menduduki urutan ke-6
dengan jumlah 6 juta kasus diare (Iswari,2011 )
Berdasarkan data laporan Survei Terpadu Penyakit (STP) dan Rumah Sakit (RS)
secara keseluruhan angka kejadian diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002
sampai tahun 2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6
per 1000 pada tahun 2006 ( angka kejadian bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000). Dari
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit diare menduduki urutan ke
dua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%.
Dilaporkan pula bahwa penyakit diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian
(9,4%) dari seluruh kematian bayi (Agtini, 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang P2P Dinas Kesehatan kota Makassar
tahun 2007, jumlah penderita diare sebanyak 52.278 orang dan 14.493 atau sebesar 28% di
antaranya adalah bayi. Secara keseluruhan dilaporkan 10 penderita diare meninggal dunia
(Anonim, 2007).
Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan
dan elektrolit melalui tinja. Dehidrasi akan menyebabkan keadaan lemas pada bayi. Hal ini
di sebabkan karena asupan cairan yang masuk tidak seimbang dengan pengeluaran melalui
muntah dan berak. Banyak orang menganggap bahwa pengeluaran cairan seperti ini adalah
hal biasa dalam diare. Namun akibatnya sangat membahayakan keadaan bayi bila kejadian
ini terjadi secara terus menerus. Kehilangan cairan tubuh 10% saja sudah membahayakan
jiwa. Berdasarkan presentase kehilangan cairan tubuh, dehidrasi di bagi menjadi tiga
macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Dehidrasi ringan jika
jumlah cairan tubuh yang hilang adalah 5%,dehidrasi sedang jika cairan tubuh yang keluar
adalah 6%-9%. Jika cairan tubuh yang hilang adalah 10% ke atas maka dehidrasi tersebut
sudah di golongkan menjadi dehidrasi berat (Permata,2012 )
Kejadian diare yang terjadi pada bayi juga mempunyai hubungan yang erat dengan
pemberian makanan pada bayi tersebut. Pemberian makanan yang di maksud adalah
pemberian Air Susu Ibu secara ekslusif dan pemberian susu formula. Menurut Roesli
(2000) 80% bayi di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam pertama sejak mereka lahir,
dimana seharusnya ibu memberikan ASI yang merupakan makanan utama yang sangat
diperlukan bayi. Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia setelah krisis ekonomi
dilaporkan bahwa hanya 14% bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. UNICEF
juga mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui berdasarkan tingkat umur dari
pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya pada bulan pertama, 45% bulan
kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya 6% pada
bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi di Indonesia saat
itu tidak disusui sama sekali.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI
di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif
sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam
mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Padahal kandungan ASI kaya
akan kolostrum, karotenoid dan selenium sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan
tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit (Anonim, 2010)
Adanya penurunan presentase pemberian ASI menyebabkan peningkatan angka
morbiditas seperti diare dan penyakit infeksi yang lainnya. Hal ini dapat di lihat dari
penelitian yang telah di lakukan oleh Winda Wijayanti dengan judul penelitian “ Hubungan
antara pemberian ASI ekslusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di
puskesmas gilingan kecamatan banjarsari Surakarta pada tahun 2010”. Dari hasil penelitian
di peroleh angka kejadian diare pada bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif lebih
besar dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif.
Latar belakang yang ada dan disertai dengan penelitian yang telah di lakukan oleh
peneliti terdahulu, maka saya sebagai peneliti sekarang merasa perlu melakukan penelitian
untuk mengetahui “Adanya perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan
ASI eksklusif dengan bayi yang diberikan susu formula” khususnya di wilayah Makassar.
1.2. Rumusan Masalah
“Apakah terdapat perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI
eksklusif dengan bayi yang diberikan susu formula”.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Berapakah jumlah Frekuensi kejadian diare pada bayi dengan riwayat pemberian ASI
ekslusif ?
2. Berapakah jumlah Frekuensi kejadian diare pada bayi dengan riwayat pemberian ASI
susu formula ?
3. Apakah terdapat perbedaan antara kejadian diare pada bayi yang di berikan ASI ekslusif
dengan bayi yang di berikan susu formula ?
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan frekuensi
kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan bayi yang diberikan susu
formula.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah bayi yang mengalami diare dengan riwayat pemberian ASI
ekslusif
2. Untuk mengetahui jumlah bayi yang mengalami diare dengan riwayat pemberian susu
formula
3. Untuk mengetahui adanya perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang di
berikan ASI ekslusif dengan bayi yang di berikan susu formula.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dan
bahan pertimbangan dalam mengatasi kejadian diare pada bayi yang semakin
meningkat
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan merupakan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya demi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
3. Manfaat bagi Peneliti
Dengan penelitian ini maka dapat di jadikan sebagai pengalaman langsung dalam
melakukan penelitian dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama
perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Pengertian diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih
dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua yaitu
diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).
Menurut Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, diare adalah meningkatnya frekuensi
buang air besar dan konsistensi feses cair. Secara praktis dikatakan diare bila
frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare
dapat digolongkan diare akut atau bila telah berlangsung lebih dari 2 minggu
dikategorikan sebagai diare kronik.
2.1.2. Klasifikasi diare
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare
tersebut.
2.1.3. Etiologi diare
Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
a. Infeksi
b. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran
mentah dan kurang matang).
c. Alergi: makanan, susu sapi.
d. Imunodefisiensi.
2.1.4. Gejala diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
b. Suhu badannya pun meninggi.
c. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
e. Anus pada bayi lecet.
f. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
g. Muntah sebelum atau sesudah diare.
h. Dehidrasi.
i. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
2.1.5. Epidemiologi diare
Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005).
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare antara lain
tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama
kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu
kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan
sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan atau menyuapi anak dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor
pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare
yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,
immunodefisiensi dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada
golongan bayi.
c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula (makanan dan minuman),
maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.6. Cara Penularan diare
Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.
Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:
a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat
menularkan diare ke orang yang memakannya (Widoyono, 2008). Sedangkan
menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita.
2.1.7. Penanggulangan diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan
kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi
yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
b. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada
saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
c. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
d. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya
KLB diare.
e. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan
intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
2.1.8. Pencegahan diare
Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan
antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
b. Penggunaan air bersih yang cukup.
c. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
d. Penggunaan jamban yang benar.
e. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.
f. Memberikan imunisasi campak
2.2. Air Susu Ibu (ASI)
2.2.1. Pengertian ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang terbaik dan dapat
diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya, dimana komposisinya
sesuai untuk pertumbuhan bayi (Pudjiadi, 2005). Pemberian ASI merupakan cara
pemberian makanan alami dan terbaik bagi bayi dan anak bayi dua tahun, baik dalam
situasi normal terlebih dalam situasi darurat. Frekuensi pemberian ASI dianjurkan
setiap 2-3 jam sekali (Depkes, 2006).
Syahmien Moehji mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak
untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua
zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan
bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan
antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu
dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketenteraman
jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi.
Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai
kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi (Moehji, 2002).
Oleh karena ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-
hari pertama baru sedikit namun mencukupi kebutuhan bayi.
2.2.2. Komposisi ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat
kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan
seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan
biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi
sehingga tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia (Roesli, 2008).
Zat-zat yang terkandung di dalam ASI adalah:
a. Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI dengan kadar yang cukup
tinggi yaitu seberat 50%. Salah satu keunggulan lemak ASI adalah lemak esensial.
b. Protein
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh. Kualitas protein sangat penting selama
tahun pertama kehidupan bayi, karena pertumbuhan bayi paling cepat dan
memerlukan ASI yang mengandung gizi untuk bayi.
c. Karbohidrat
Karbohidrat utama (kadar paling tinggi) dalam ASI adalah Laktosa yang
mempertinggi penyerapan kalsium yang dibutuhkan bayi.
d. Garam dan mineral
ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga tidak
merusak fungsi ginjal bayi. Berikut beberapa mineral yang dapat terdapat dalam
ASI :
1. Zat Besi
Jumlah zat besi dalam ASI termaksud sedikit dan mudah diserap oleh bayi.
2. Seng
Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan imunisasi. Selain itu
juga diperlukan untuk mencegah penyakit kulit dan sistem pencernaan yang
fatal bagi bayi (Resy, 2010)
2.2.3.Pembagian ASI dalam Stadium Laktasi
Jenis air susu yang dikeluarkan oleh ibu memiliki 3 stadium dan memiliki kandungan
yang berbeda (Saleha, 2009) membagi stadium laktasi sebagai berikut:
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae
yang mengandung jaringan debris dan residual material yang terdapat dalam
alveoli dan duktus dari kelenjar mammae sebelum dan segera sesudah melahirkan
anak. Kolostrum ini berlangsung 3 sampai 4 hari setelah ASI pertama keluar.
Kolostrum mempunyai karakteristik yaitu:
a) Cairan ASI lebih kental dan berwarna lebih kuning dari pada ASI mature.
b) Kolostrum lebih banyak mengandung protein dimana protein umumnya adalah
gamma globulin.
c) Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan dengan ASI mature dan
dapat memberikan perlindungan pada bayi sampai usia 6 bulan
d) Kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dari pada ASI mature
e) Lebih tinggi mengandung mineral terutama sodium dibandingkan ASI mature
PH lebih alkali
f) Kandungan vitamin yang larut lemak lebih banyak dibandingkan ASI mature,
sedangkan vitamin yang larut air dapat lebih tinggi atau lebih rendah
g) Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lecitinin dibandingkan
dengan ASI mature.
h) Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam (Fanny, 2010)
Peran kolostrum sampai hari ke-3 setelah persalinan selain sebagai imunisasi pasif
juga mempunyai fungsi sebagai pencahar untuk mengeluarkan mekonium dari usus
bayi. Oleh karenanya, bayi sering defekasi dan faces berwarna hitam. Proses ini
dapat membersihkan mekonium yang ada dalam sistem pencernaan bayi, tetapi
kondisi ini sering disalah artikan oleh para ibu. Mereka mengira bayi tidak cocok
untuk mendapatkan asi sehingga ibu takut untuk menyusui dan memberinya susu
buatan (formula). Hal ini tidak akan terjadi bila pihak kesehatan menjelaskan kepada
ibu tentang peran dan fungsi kolostrum yang sangat bermanfaat bagi bayi. Ketika
sistem pencernaan telah bersih, usus bayi siap mencerna ASI (Purwanti, 2004)
2) ASI Peralihan
Air susu ibu (ASI) peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai
menjadi ASI mature. ASI peralihan berlangsung dari hari ke empat sampai hari ke
sepuluh dari masa laktasi. Beberapa karakteristik ASI peralihan meliputi kadar
protein lebih rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat lebih tinggi
dibandingkan kolostrum serta volume ASI peralihan ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kolostrum (Fanny, 2010)
2.2.4. Imunitas Air Susu Ibu
ASI mengandung beberapa komponen antiinflamasi yaitu :
1. Imunoglobulin G.
IgG sudah terbentuk pada kehamilan bulan ketiga, dapat menembus plasenta pada
waktu bayi lahir kadarnya sudah sama dengan kadar IgG ibunya. Fungsi dari pada
IgG ini ialah anti bakteri, anti jamur, anti virus dan anti toksik.
2. Imunoglobulin M.
IgM mulai dibentuk pada kehamilan minggu ke-14 dan mencapai kadar seperti
orang dewasa pada umur 1-2 tahun. Fungsi dari pada IgM ini ialah untuk
aglutinasi.
3. Imunoglobulin A.
IgA sudah dibentuk pula oleh janin tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Ada 2
macam IgA ialah serum (di dalam darah) dan IgA sekresi (berasal dari sel
mokosa) yang selanjutnya disebut SIgA. IgA serum mencapai kadar seperti pada
orang dewasa pada usia 12 tahun, sedangkan SIgA sudah mencapai puncaknya
pada usia 1 tahun.
4. Imunoglobulin D.
IgD belum banyak diketahui, baik pembentukannya maupun fungsinya.
5. Imunoglobulin E.
IgE belum diketahui tetapi diduga berfungsi seperti anti alergik.
6. Perpindahan Immunoglobulin dari Ibu ke Bayi.
Selain imunoglobulin, ASI juga mengandung zat antivirus dan antibakteri yang
terkandung di dalam kolostrum seperti berikut ini:
1. Lysozyme, tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen, sekaligus
melindungi saluran pencernaan bayi.
2. Bifidobakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga bakteri patogen dan
parasit tidak mampu bertahan hidup.
3. Lactoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri patogen yang
membutuhkan zat besi diboikot, tidak mendapatkan suplai zat besi hingga mati.
4. Lactoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan bakteri
streptococus (yang dapat menimbulkan gejala penyakit paru), Pseudomonas,
dan Escheria coli.
5. Makrofage, berfungsi melindungi kelenjar susu ibu dan saluran pencernaan
bayi (Widjaja, 2008)
2.2.5. Hal-hal yang Dapat Mempengaruhi Kurangnya Pasokan ASI
Ramiah (2006), menuliskan beberapa faktor yang menjadi alasan kurangnya pasokan
ASI sebagai berikut:
1. Faktor penyusuan
a. Perlekatan yang salah dari bibir bayi ke payudara
b. Memberikan susu botol atau makanan tambahan lainnya
c. Tidak menyusukan secara teratur. Perlu menyusukan setidaknya lima atau
enam kali sehari
d. Tidak menyusukan di malam hari. Hal ini mengurangi pengeluaran prolaktin
dan produksi ASI sebagai akibatnya
e. Menyusukan pada waktu yang lebih singkat ketika sibuk
2. Faktor ibu
a. Faktor internal:
1) Kurangnya kepercayaan diri ibu bahwa ia bisa memproduksi ASI yang
cukup
2) Khawatir, stress, tegang apapun alasannya pengeluaran ASI yang kurang
lancar dan payudara bengkak sebagai akibatnya yang kebanyakan
menyebabkan rasa sakit dan infeksi
3) Tidak bersedia menyusukan apapun alasannya
4) Penolakan bayi jika ibu belum mendekatkan diri dengan baik pada bayi
5) Kesehatan ibu yang buruk, keletihan dan kelelahan
6) Kekurangan gizi yang parah
7) Perkembangan payudara yang buruk
b. Faktor eksternal:
1) Kurangnya privasi atau tempat yang tenang untuk menyusukan bayi
2) Ibu meminum kontrasepsi oral yang mengandung estrogen
3) Konsumsi alkohol
4) Merokok
3. Kondisi bayi
a. Infeksi apapun seperti infeksi saluran kencing atau cacat lahir seperti kelainan
jantung dan lain-lain
b. Ketidak mampuan untuk mengisap dengan baik karena masalah dalam sistem
saraf maupun keterbelakangan mental
2.3. ASI Eksklusif
2.3.1. Pengertian ASI Ekslusif
Yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan bubur nasi. Pemberian ASI secara eksklusif
ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin
sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan
makanan padat, sedangkan ASI dapat di berikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
bahkan lebih dari 2 tahun. (Roesli, 2008).
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASl akan sangat meningkat bila bayi
hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai
dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-
sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan (Nur, 2008)
Berdasarkan hal-hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal
dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration). Deklarasi yang dilahirkan di
Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan
memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga di tandatangani
Indonesia ini memuat hal-hal berikut : “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan
kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan
ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6
bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang
benar dan tepat sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara
menciptakan pengertian serta dukungan dan lingkungan sehingga ibu-ibu dapat
menyusui secara eksklusif”. (USAID, 2004)
Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan
klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif.
Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak
negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan. Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia
6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan
padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena
terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-
tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan
baik. (Roesli, 2008)
Terlepas dan isi rekomendasi baru UNICEF tadi, masih ada pihak yang tetap
mengusulkan pemberian makanan padat mulai pada usia 4 bulan sesuai dengan isi
Deklarasi Innocenti (1990), yaitu ”Hanya diberi ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan”.
Namun pengetahuan terakhir tentang efek negatif pemberian makanan padat yang
terlalu dini telah cukup menunjang pembaharuan definisi ASI eksklusif menjadi
“ASI saja sampai usia sekitar 6 bulan”. (Kresnawan, 2006)
Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu
pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu,
tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat/tambahan
pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya hal ini akan
mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak
positif untuk perkembangan pertumbuhannya. (Roesli, 2008)
2.3.2. Manfaat ASI Ekslusif
1. ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kwantitas yang terbaik.
ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu yang melahirkan secara premature
komposisinya akan berbeda dengan ASI yang yang dihasilkan ibu yang
melahirkan cukup bulan. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen laktasi secara
baik, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi
hingga usia 6 bulan.
2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan atau daya
tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat
akan menurun segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akan
memproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar
empat bulan. Pada saat kadar immunoglobulin dari ibu menurun dan yang
dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi terjadilah suatu periode
kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Kesenjangan tersebut hanya dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air Susu Ibu merupakan
cairan yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat menjadi
pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan jamur.
3. ASI Eksklusif Mengembangkan Kecerdasan
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak.
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang
diterima saat pertumbuhan otak terutama saat pertumbuhan otak cepat.
4. ASI Jalinan Kasih Sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui dapat merasakan
kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram dan terlindung. Perasaan
terlindung dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi anak
yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri
(Danuatmaja, 2006)
2.4. Susu Formula
2.4.1. Pengertian Susu formula
Susu formula adalah cairan yang didalamnya berisi zat-zat yang tidak
mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan
faktor pertumbuhan (Roesli, 2005). Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu
sapi dengan mengubah susunannya hingga dapat diberikan pada bayi (Kj, 2007).
2.4.2. Komposisi Susu Formula
Komposisi zat gizi susu formula selalu sama untuk setiap kali minum (sesuai
aturan pakai), hanya sedikit mengandung imunoglobulin yang sebagian besar
merupakan jenis yang “salah” (tidak diperlukan oleh tubuh). Kandungan zat gizi
dalam susu formula diantaranya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dan mineral
lainnya. Akan tetapi di dalam susu formula tidak mengandung sel-sel darah putih dan
sel-sel lain dalam keadaan hidup.
2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula
Menurut Arifin (2004), ada beberapa faktor ibu mempengaruhi pemberian susu
formula pada bayi yaitu faktor pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, ekonomi,
budaya, psikologis, informasi susu formula dan kesehatan.
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, usaha
mengatur pengetahuan semula yang ada pada seorang individu itu. Pendidikan
menjadi tolak ukur yang penting dan manfaat menentukan status ekonomi, status
sosial dan perubahan-perubahan positif (Notoatmodjo, 2003). Menurut Arifin
(2004) seseorang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan lebih bisa
menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola pikirnya yang
lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah. (Soekanto, 2002)
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek malalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Salah satunya kurang
memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan
penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli, 2005). Ibu
yang memiliki pengetahuan kurang tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif
cenderung memiliki prilaku yang kurang baik dalam pemberian ASI eksklusif
dan beranggapan makanan pengganti ASI (susu formula) dapat membantu ibu dan
bayinya sehingga ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya
(Purwanti, 2004). Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui
dengan benar dan pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen
susu formula merupakan faktor penghambat terbentuknya kesadaran orang tua
dalam memberikan ASI eksklusif (Nuryati, 2007). Bahkan menimbulkan
pengertian bahwa susu formula lebih baik dibandingkan ASI (Arifin, 2004).
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan
keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas dan informasi
yang didapatpun lebih banyak sehingga dapat merubah perilaku-perilaku positif
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Arifin (2004) kesibukan sosial lain serta kenaikan
tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam
segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya
kesediaan menyusui dan lamanya menyusui
4. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi juga
pendidikan dan semakin tinggi juga pengetahuan (Soekanto, 2002). Hal ini
memberikan hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/penghasilan ibu
dimana ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih
untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi.
5. Budaya
Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan
menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol
sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang
selalu mau meniru orang lain. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para
ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan
keluarnya (Arifin, 2004).
6. Psikologis
Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya anggapan para ibu
bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai
bayi selalu mengalami perubahan payudara walaupun menyusui atau tidak
menyusui (Arifin, 2004).
7. Informasi susu formula
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan
distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya
baik di Desa dan perkotaan. Distribusi, iklan dan promosi susu buatan
berlangsung terus dan bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat
kabar melainkan juga ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan
masyarakat (Arifin, 2004).
8. Kesehatan
Masalah kesehatan seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh
dokter untuk menyusui yang dianggap baik untuk kepentingan ibu dan bayi
(seperti: gagal jantung, Hb rendah dan HIV-AIDS) (Arifin, 2004).
2.4.4. Kekurangan dari susu formula
Berikut ini adalah beberapa kekurangan dari susu formula dibandingkan dengan
ASI, diantaranya adalah :
1. Mudah menimbulkan alergi
2. Bisa menimbulkan diare pada bayi.
3. Nutriennya tidak sempurna seperti ASI.
4. Tidak praktis dan ekonomis.
5. Tidak merangsang involusi rahim
BAB III
KERANGKA TEORI
3.1. Kerangka Teori
Pemberianmakanan pada bayi
Susu formula
ASI ekslusif
Cara Pemberian ASI
Intoleransi Laktosa
Terjadi penumpukan laktosa sebab laktosa tidak dapat di pecah ke bentuk yang dapat
di serap oleh usus
Kurang tepat dan tidak sesuai cara
yang benar
Terjadi distensi pada usus yang di sebabkan oleh gas yang di hasilkan dari hasil fermetasi laktosa
Tidak steril (payudara ibu lupa
di bersihkan )
Gambar 2.5 Kerangka Teori
(Sinuhaji, 2006)
Keterangan :
Variabel yang akan di teliti adalah
1. Riwayat pemberian Asi ekslusif
2. Riwayat pemberian Susu formula
3. Kejadian diare
3.2. Kerangka Konsep
Perancu : kelainan kongenital pada bayi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.3.Variabel Penelitian
3.3.1.Variabel Independen
Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian ASI Eksklusif dan Susu Formula.
3.3.2. Variabel dependen
Variabel Independent
Pemberian ASI
Pemberian susu formula
Variabel Dependent
Diare
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pengetahuan
Sikap
Cara penularan :
Air yang tercemar
Tinja yang terinfeksi
DIARE
Etiologi :
Virus Bakteri Parasit alergi
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah diare.
3.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan perumusan masalah maka hipotesis atau dugaan
sementara yang dapat diajukan yaitu:
H0 = Terdapat perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberi ASI
secara Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.
H1 = Tidak Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI secara
Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu studi yang di lakukan pengukuran terhadap variabel
bebas dan terikat dilakukan pada titik waktu yang sama (Sastroasmoro, 2011).
Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross lintang mempunyai ciri
khas yaitu pengambilan sampel tidak di mulai dari identifikasi kelompok,
pengambilan subjek di lakukan secara random lalu di periksa sampel tersebut,
penelitian ini tidak memenuhi syarat temporality atau identifikasi awalnya tidak jelas.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di makassar, waktu penelitian akan di laksanakan setelah
seminar proposal sekitar minggu 1 dan minggu ke 2 bulan november.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Di perkirakan populasi penelitian adalah seluruh bayi yang berusia 6-12 bulan yang
berjumlah sebanyak 120 bayi berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bayi yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi,
dengan cara purposif sampling. Menentukan jumlah sampel minimal dengan
menggunakan rumus slovin
Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel yang harus di cari adalah sebanyak 92
sampel (92 bayi)
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
e : tingkat kepercayaan (0.05 )
4.4. Metode Pemilihan Sampel
Cara pengambilan sampel yaitu sampel diambil dari data primer dengan menggunakan
kuesioner yang akan ditanyakan langsung kepada responden dengan teknik
wawancara. Adapun kriteria populasi yang memenuhi syarat menjadi sampel adalah
sebagai berikut:
Kriteria Inklusi
1. Bayi berumur 6-12 bulan
2. Status gizi bayi baik
3. Bayi yang minum ASI dan susu formula
n=1201+0,3
=92n=120
1+120 x 0 , 052
n= N
1+Ne2
4. Orang tua bayi bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi
1. Bila bayi mengalami diare akibat penyakit lain seperti kelainan kongenital
4.5. Alur Penelitian
Persiapan penelitian
Identifikasi sampel
Informed consent
Kuisioner
Bayi (usia 6-12
bulan)
ASI Ekslusif Susu Formula
4.6. Definisi Operasional
1. Pemberian ASI eksklusif :
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit dan bubur nasi. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk
jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.
Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.
Hasil ukur : bayi yang hanya minum ASI sampai usia 6 bulan
2. Pemberian susu formula :
Susu formula adalah cairan yang didalamnya berisi zat-zat yang tidak
mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan
faktor pertumbuhan. Pemberian susu formula pada bayi di berikan tanpa minum
ASI sebelum usia 6 bulan.
Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.
Pengumpulan data
Analisis data
Penyajian data
Hasil ukur : bayi yang minum susu formula dengan atau tanpa ASI sebelum usia 6
bulan.
3. Diare :
Bayi yang mengalami diare (buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari).
Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.
Hasil ukur : Diare atau tidak diare
4. Bayi
Dalam penelitian ini, bayi yang akan di jadikan sampel adalah bayi yang berumur
6-12 bulan. Bayi tersebut sedang mengalami diare
Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.
Hasil ukur : bayi yang berumur 6-12 bulan
4.7. Analisis data
Semua data hasil penilitian ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian
dianalisa menggunakan uji statistik chi square,
4.8. Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
4.8.1.Editing
Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban kuesioner menjadi lengkap.
Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau
ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau disempurnakan.
Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data, mamperjelas serta
melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan.
4.8.2.Koding
Koding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah dalam
analisa data. Koding dilakukan dengan cara menyederhanakan data yang terkumpul
dengan cara memberi kode atau simbol tertentu.
4.8.3. Tabulasi data
Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing variabel.
Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk
disajikan dan dianalisis.
4.9. Etika penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari institusi
pendidikan (Program Studi Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar) dan
persetujuan dari tempat yang akan di lakukan penelitian. Sebelum melakukan
penelitian, peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon respoden
tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon
responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed
consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak
untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data
berlangsung.
Penelitian ini tidak menimbulkan resiko psikis. Kerahasiaan catatan
mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden
melainkan lembar kuesioner pada instrument penelitian dan peneliti akan
memusnahkan instrument penelitian setelah proses pengumpulan data selesai. Data-
data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Kuisioner Penelitian
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendengarkan pemaparan tentang maksud, tujuan, dan manfaat
penelitian ini, maka saya bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden dan
menyertakan bayi saya sebagai sampel penelitian yang akan dilakukan oleh Indra
Rizal Rasyid dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
2013
Peneliti
------------------------------------------
Makassar, ………………2013
Responden
------------------------------------------
Data bayi
Nama lengkap bayi :
Jenis kelamin :
Tanggal lahir/Umur :
Nomor medical record :
Anak ke- :
Data ibu
Nama Ibu :
Umur (tahun) :
Alamat lengkap tempat tinggal :
Nomor telepon rumah/HP yang bisa dihubungi :
PERTANYAAN KUISIONER
1. Sejak kapan bayi anda mengalami diare ?
2. Dari lahir sampai sekarang, sudah berapa kali bayi anda mengalami diare dan inii
diare yang ke berapa kali nya ?
3. Dari pengamatan anda, Apa gejala yang pertama kali bayi anda rasakan ketika
mengalami diare ?
4. Apakah bayi anda masih menyusui sampai sekarang ?
a. ya b. Tidak
5. Jika jawaban no 1 adalah YA, ASI seperti apa yang di konsumsi oleh bayi anda ?
a. ASI ekslusif b. ASI dengan campuran lain
Jika jawaban no 2 A,
6. Sejak kapan anda mulai memberikan ASI ekslusif untuk bayi anda ?
a. Sejak bayi anda lahir
b. Setelah beberapa bulan.
c. Lain-lain (di isi sendiri oleh responden )
7. Berapa lama anda menyusui bayi anda dalam sehari ?
a. 1–2 jam
b. 2-3 jam
c. 3-4 jam
8. Sebelum anda menyusi, apakah terlebih dahulu anda membersihakan payu dara
anda?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah posisi perlekatan mulut bayi anda dalam menyusui sudah tepat ?
a. Ya b. Tidak
10. Bagaimana pengeluaran asi anda selama anda menyusui bayi anda ?
a. Pengeluaran asi lancar
b. Pengeluaran asi tidak lancar
11. Apakah bayi anda sering mengalami diare selama menyusui Asi ekslusif ?
a. Ya b. Tidak
Jika jawaban no 1 TIDAK ,
12. Makanan apa yang anda berikan pada bayi anda jika bayi anda minum susu
formula sampai sekarang ?
a. Bubur b. Buah-buahan
13. Sejak kapan anda memberikan susu formula pada bayi anda ?
a. Setelah bayi lahir
b. Setelah beberapa bulan
c. Lain-lain (di isi sendiri oleh responden )
14. Kenapa anda tidak memberikan asi ekslusif pada bayi anda ?
a. Pengetahuan tentang asi kurang
b. Masalah pekerjaan dan psikologis
15. Jenis susu formula apa yang anda berikan pada bayi anda ?(di isi oleh responden )
16. Apakah anda selalu membersihkan botol susu anda sebelum dan setelah anda
memberikan susu formula pada bayi anda ?
a. Ya b. Tidak
17. Berapa kali dalam sehari anda memberikan susu formula pada bayi anda ?
a. 1 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. 3 kali sehari
18. Berapa lama anda memberikan susu formula pada bayi anda ?
a. 1-2 jam
b. 2-3 jam
c. 3-4 jam
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, M. D. (2011). Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.
Ali, A. 2010. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. (Online), diakses 24 sesember 2013).
Anonim 2005 Tujuan 4 menurunkan angka kematian anak.
Anonim 2007 Porfil Kesehatan Kota Makassar.
Anonim. 2010. Laporan Nasional Riskesdas. (Online), (www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/, diakses 15 september 2013).
Arifin 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 450/SK/IV/2004. Jakarta: DepKes. RI
Danuatmaja, Bonny. 2006. 40 Hari Pasca Persalinan . Jakarta : Puspa Swara.
Departemen Kesehatan, 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Lokal. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.
Fanny Indriyani B, 2010. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu Tentang ASI Eksklusif di Kelurahan Bara-baraya Kecamatan Makassar Kotamadya Makassar. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Univesitas Hasanuddin, Makassar.
Husaini & Anwar. 2001. Makanan Bayi Bargizi. Yogyakarta : Gadjamada University
Iswari, Yeni 2011. Anaisis faktor resiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD kota jakarta. Depok : Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
Kj. 2007. Pengganti Air Susu Ibu. http://www.balita-anda.com/balita_Pengganti_Air_Susu_Ibu.htm (diakses tanggal 16 september 2013 ).
Kresnawan, dkk., 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Notoatmojo,2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur Arifah. 2008. Gambarkan Prilaku Ibu Menyusui Tentang Prilaku ASI Esklusif di Kecamatan Sibolga Kota Sibolga. Medan: Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Nuryati, Siti. 2007. Susu Formula dan Angka Kematian Bayi.
Purwanti.HS. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: ECG
Ramiah, Safitri. 2006. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Pupuler
Roesli, Utami. 2000 Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta, PT Elex Komputindo.
Roesli, Utami, 2005. Mengenal Asi Esklusif. Jakarta; Trubus Agriwidya.
Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanaan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39.
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrarindo Persada
Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
USAID Linkages Project, 2004. Exclusive Breastfeeding: The Only Water Source Young Infants Need - Frequently Asked Questions, Washington DC.
Widjaja, M.C. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
Permatasari,Devina (2009). Perbedaan Durasi Penyembuhan Diare Dehidrasi Ringan-
Sedang Balita Yang Diberikan Asi Dan Seng. Semarang: Karya Tulis Ilmiah,
Fakultas Kedokteran UNDIP.
Sudoyo W Aru (2009),Bambang Setiyohadi,Idrus Alwi,Marcelus simadibrata K,Siti
Setiadi.BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM.Jakarta:Internal Publishing.