34
ANALISIS FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT YANG OPTIMAL DI TAMBANG SEMBARATA, BERAU, KALIMANTAN TIMUR PROPOSAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya Oleh : Kiagus Husni Tamrin 03091002056

Proposal Ta Peledakan Overburden

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisa fragmentasi batuan hasil peledakan dengan metode kuz-ram dan perbandingannya dengan sofwer splitdekstop

Citation preview

ANALISIS FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT YANG OPTIMAL DI TAMBANG SEMBARATA,

BERAU, KALIMANTAN TIMUR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian MahasiswaPada Jurusan Teknik Pertambangan

Universitas Sriwijaya

Oleh :

Kiagus Husni Tamrin03091002056

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR MAHASISWA

1. Judul : Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan Terhadap Produktivitas Alat Muat Yang Optimal Di Tambang Sembarata, Berau, Kalimantan Timur.

2. Pengusula. N a m a : Kiagus Husni Tamrinb. Jenis Kelamin : Laki-lakic. NIM : 03091002056d. Semester : IX (Sembilan)e. Fakultas/Jurusan : Teknik/Pertambanganf. Institusi : Universitas Sriwijaya

3. Lokasi Penelitian : PT. Berau Coal, Kalimantan Timur Inderalaya, September 2013

Pengusul,

Kiagus Husni Tamrin NIM.03091002056

Pembimbing Proposal,

Prof. Dr. Ir. Eddy Ibrahim, M . S . NIP. 196211221991021001

Menyetujui :Ketua Jurusan Teknik Pertambangan,Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Hj. Rr. Harminuke Eko Handayani, ST.,MT.NIP.196902091997032001

a.n. Pimpinan Perusahaan,

..…………………………...

NIP.

I. JUDUL

Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan Terhadap Produktivitas Alat Muat

Yang Optimal Di Tambang Sembarata, Berau, Kalimantan Timur.

II. LATAR BELAKANG

PT Berau Coal adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang

pertambangan batubara. PT Berau Coal menggunakan sistem tambang terbuka

(open pit). Produksi dilaksanakan di tiga wilayah yaitu daerah Lati, Binungan

dan Sambarata. PT Berau Coal memproduksi batubara sub-bituminous dengan

abu yang rendah, kandungan sulfur yang relatif rendah dan dengan nilai kalori di

kisaran 5.000-6.000 Kcal/ckg (arb). Batubara yang idealnya cocok untuk

digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik baik di pasar domestik

maupun pasar internasional.

Dalam pekerjaan tambang terbuka, peledakan merupakan metode yang

dominan yang di lakukan dalam penggalian/pembongkaran batuan dan batubara.

Masalah yang sering timbul pada penambangan adalah diperolehnya ukuran

fragmentasi (boulder) batubara yang tidak sesuai. Hal ini menyebabkan kegiatan

pembongkaran dengan peledakan tidak ekonomis lagi. Dan biasanya masalah ini

terjadi karena pembongkaran dengan geometri peledakan yang dianjurkan yang

tidak sesuai. Ada kalanya target produksi dari suatu perusahaan tidak tercapai

karena hasil peledakan dengan ukuran fragmentasi yang tidak sesuai dengan

rencana.

Untuk dapat mencapai target produksi dan peningkatan perolehan hasil

peledakan dengan ukuran fragmentasi yang direncanakan tercapai, memerlukan

perencanaan yang baik yang mencakup pemilihan alat bor yang tepat, penentuan

geometri peledakan, pola pemboran, pola peledakan dan pemilihan bahan

peledak serta pelaksanaan di lapangan yang sesuai dengan prosedur dan

pengawasan yang bertanggung. Sehingga akan diperoleh fragmentasi yang

dibutuhkan.

III. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fragmentasi

batuan hasil peledakan yang dilakukan di PT. Berau Coal, guna mengevaluasi

apakah desain peledakan yang digunakan saat ini telah menghasilkan fragmentasi

batuan sesuai dengan yang diinginkan, sehingga proses pemuatan oleh alat muat

dapat dilakukan secara optimal.

IV. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dibahas adalah fragmentasi batuan hasil peledakan

terhadap optimalisasi produksi alat muat di PT. Berau Coal. permasalahan yang

terjadi adalah hasil dari fragmentasi tersebut tidak sesuai dengan yang

direncanakan.

Dengan adanya masalah tersebut diatas, maka ditemukan dua

pertanyaan penting yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian,

yaitu antara lain :

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan :

- target produksi dengan ukuran fragmentasi yang direncanakan tidak

tercapai ?

- Sistem, metode dan geometri peledakan yang diterapkan tidak optimal ?

2. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut, sehingga factor-faktor penyebab

tersebut dapat dihilangkan atau minimal dikurangi, sehingga target produksi

yang diinginkan dapat tercapai.

Untuk dapat menjawab kedua pertanyaan diatas serta menghindari

penyimpangan dan pengembangan masalah, maka ruang lingkup dibatasi pada

masalah yang akan dibahas, yaitu hanya :

1. geometri peledakan

2. teknik pemboran dan peledakan

3. teknik pengisian bahan peledak peledakan

4. metode peledakan yang diterapkan

V. DASAR TEORI

1. Pemboran dan Peledakan

Pekerjaan pemboran dan peledakan pada masa batuan mempunyai

beberapa tujuan, yakni :

a. Membongkar atau melepaskan masa batuan dari batuan induk.

b. Memecahkan dan memindahkan masa batuan dari batuan induk.

c. Membuat rekahan-rekahan pada masa batuan, dan sebagainya.

Sedangkan teknik peledakan yang dipakai tergantung tujuan peledakan

dan pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Agar pekerjaan

peledakan berhasil dengan baik sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan

faktor-faktor berikut ini :

a. Karakteristik sifat fisik dan mekanik dari batuan yang akan diledakkan.

b. Sifat-sifat bahan peledak.

c. Teknik/metoda yang akan dipergunakan.

Suatu peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang

tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak. Dengan pengetahuan

teknik/metoda peledakan akan direncanakannlah geometri peledakan dan

jumlah bahan peledak yang sesuai untuk mendapatkan hasil seperti yang

diharapkan.

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada

kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 2001):

Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan

yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder

factor).

Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah

(kurang dari 15 % dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak,

overhang, retaka-retakan).

Aman

Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun,

debu) minimal.

Untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas, diperlukan kontrol dan

pengawasan terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi

peledakan.

2. Diameter Lubang Ledak dan Efek Peledakan

a. Diameter Lubang Ledak

Salah satu kegiatan dalam operasi peledakan adalah pekerjaan

pemboran untuk menghasilkan lubang tembak (lubang ledak) dalam

ukuran diameter yang tertentu. Diameter lubang ledak yang dihasilkan

nantinya akan menentukan efisiensi efisiensi dalam pemboran. Makin

kecil diameter lubang ledak maka efisiensi pemboran akan meningkat

sedangkan apabila diameter bahan peledak menjadi kecil maka kecepatan

ledakan menjadi rendah dan efek peledakan juga berkurang. Selain

efisiensi pemboran, diameter lubang ledak akan menentukan efek

peledakan.

b. Efek Peledakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek peledakan adalah diameter

lubang ledak, diameter bahan peledak, dan jarak antar lubang ledak.

Umumnya pengrusakan batuan disebabkan oleh gelombang kejut yang

timbul pada saat peledakan. Untuk mendapatkan hasil peledakan yang

maksimal maka distribusi bahan peledak di dalam lubang ledak harus

diperhatikan dengan baik. Bila digunakan bulk explosive, misalnya ANFO

atau bulk emulsion di masukkan ke dalam lubang ledak dan memenuhi

seluruh bagian lubang ledak, maka keadaan tersebut disebut pengisian

padat. Sedangkan apabila bahan peledak yang digunakan diameternya

lebih kecil daripada lubang ledak dan terdapat rongga yang kosong disebut

pengisian sebagian.

Pada pengisian padat, gelombang kejut langsung terjadi di dalam

batuan. Sehingga efek peledakan yang dihasilkan akan baik. Sementara

pada pengisian sebagian, gelombang kejut tidak akan langsung terjadi,

sehingga efek peledakannya akan kurang baik. Apabila jarak antara

lubang bor sempit maka akan memberikan pengaruh yang buruk seperti

panas ledakandan gelombang kejut ke lubang yang dekat.

3. Kemiringan Lubang tembak

a. Lubang Tembak Vertikal

Suatu jenjang dengan arah lubang tembak vertikal diledakkan,

maka bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan terbesar.

Gelombang tekan tersebut sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas

dan sebagian lagi diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang (lihat

gambar dibawah). Dengan pemboran tegak, pada bagian atas jenjang

kurang bagus karena ada back break, frakmentasi kurang dan pada bagian

lantai dasar daya ledak tidak bias sepenuhnya tersalurkan.

b. Lubang Tembak Miring

Pada lubang tembak miring, gelombang ledak yang dipantulkan dari

lantai dasar jenjang akan lebih besar (lihat gambar 5.1). Dengan demikian

sebagian besar gelombang tekan yang dihasilkan oleh bahan peledak

digunakan untuk membongkar batuan. Lebih dari itu lubang bor miring

mempunyai lebih banyak keuntungan dari pada yang tegak, yaitu :

GAMBAR 5.1.PEMBORAN LUBANG TEMBAK VERTIKAL DAN MIRING 5)

DAN LUBANG TEMBAK miring

Lantai Atas

Lantai Bawah450

450

Daerah bongkar besar

Daerah backbreak

Stemming

Gel.Tekan diteruskan

Gel.Tekan dipantulkan

450

450

Lantai Atas

Lantai Bawah

Lubang tembak tegak

Lubang tembak miring

Daerah bongkar besar

Gel.Tekan dipantulkan

Daerah backbreak

Stemming

Gel.Tekan diteruskan

- bisa mengurangi biaya pemboran dan konsumsi bahan peledak, karena

dengan burden yang lebih besar

- akan diperoleh jenjang (bench) yang stabil

- mengurangi resiko timbulnya tonjolan dan back break

- hasil tumpukan (much pile shape) yang lebih bagus

Sehingga kaitannya dengan tonjolan setelah dilakukan peledakan,

pemboran dengan lubang ledak miring menghasilkan tonjolan lebih sedikit

dibandingkan dengan lubang ledak tegak.

GAMBAR 5.2.POLA PEMBORAN 3)

Free FaceB

S Pola pemboran sejajar (paralel).

S = SpasiB = Burden

Free FaceB

S Pola pemboran selang-seling (staggered).

S = SpasiB = Burden

B

4. Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan

menempatkan lubang – lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak –

letak lubang bor maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua

macam, yaitu :

Pola pemboran sejajar (paralel pattern)

Pola pemboran selang-seling (staggered pattern)

Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang

tembak yang saling sejajar pada setiap kolomnya. Sedangkan pola pemboran

selang-seling, adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak secara

selang – seling pada setiap kolomnya (Gambar 5.2).

Dalam penerapannya di lapangan, pola pemboran sejajar merupakan

pola yang lebih mudah dalam pengaturan pemboran lebih lanjut. Tetapi

perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola pemboran

selang – seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun fragmentasi

batuannya lebih baik dan seragam.

Menurut hasil penelitian di lapangan pada jenis batuan kompak,

menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan

menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola

pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran

selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang

bekerja dalam batuan.

5. Pola Peledakkan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara

lubang – lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya

ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya.

Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan

serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan

sebagai berikut (Gambar 5.3) :

a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan

dan membentuk kotak

b. Corner cut (echelon cut) , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan

batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.

c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan

dan membentuk huruf V.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan

secara serentak untuk semua lubang tembak.

GAMBAR 5.3.POLA PELEDAKAN BERDASARKAN ARAH RUNTUHAN BATUAN

2)

5 4 3 2 1

6 5 4 3

ECHELON CUT

Keterangan :1, 2, … = Urutan peledakan= Arah runtuhan = Arah runtuhan batuan

Bidang Bebas

2

7 6 5 4 3

BOX CUT

Keterangan :1, 2, … = Urutan peledakan = Arah runtuhan batuan

Bidang Bebas

21

1 1 1 1 21

3 2 2 2 2 3

2 1 0 1 2

4 3 2 3 4

3 2 1 2 3

Bidang Bebas

b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan

dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang

yang cukup kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara

maksimal sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.

Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat

tarik batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk

pemecahan batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak

yang sama terhadap lubang tembak.

6. Geomerti peledakan

Geometri peledakan terdiri dari burden, kedalaman lubang bor, sub-

drilling spacing dan stemming.

a. Burden

Burden dapat dihitung menurut formula R. L. Ash. sebagai berikut : 5)

B =

Kb x De12

Dimana :

B = Burden, meter

Kb = Burden Ratio

De = Diameter lubang tembak

b. Kedalaman Lubang Bor

Untuk menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus

sebagai berikut : 5)

Kh=HB

dimana :

Kh = hole depth ratio

( Kh = 1,5 - 4,0)

H = kedalaman lubang bor, ft

c. Sub-drilling

Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut : 5)

K j=JB

dimana :

Kj = sub-drilling ratio

(Kj = 0,2 - 0,4)

J = sub-drilling, ft

d. Stemming

Panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : 5)

K t=TB

dimana :

Kh = stemming ratio

(Kh = 0,7 - 1,0)

T = stemming, ft

e. Spacing

Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 5)

K s=SB

5)

dimana :

Ks = spacing ratio

(Ks = 1,1 - 1,8)

S = spacing, ft

Menurut Konya Teori adalah sebagai berikut : 4)

B = 3,15 De ( SGe/SGr )1/3

Dimana :

B = Burden

SGe = SG bahan peledak

SGr = SG batuan

De = Diameter lubang tembak

7. Kapasitas Produksi

a. Jumlah batuan yang diledakkan

W = A x L x dr 4)

Dimana :

W = berat batuan

A = luas daerah yang akan diledakkan

L = tinggi jenjang

dr = densitas batuan

b. Penentuan Tingkat Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan

Penentuan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan dengan cara

membandingkan antara volume nyata batuan hasil peledakan dengan

volume batuan yang tidak memerlukan pemecahan ulang.

Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan

sebagai bongkah (boulder) dari hasil peledakan, sehingga diperlukan upaya

pemecahan ulang agar batuan tersebut bisa digunakan.

Dalam menentukan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan ada

beberapa metode yang bisa digunakan, seperti :

a) Metode photography

b) Metode photogrametry

c) Metode photography berkecepatan tinggi

d) Analisa produtivitas alat muat

e) Analisa volume material pada pemecahan ulang

f) Analisa visual komputer

g) Analisa kenampakan kualitatif

h) Analisa ayakan

i) Analisa produktivitas alat peremuk

Salah satu penentuan fragmentasi batuan hasil peledakan yang

banyak digunakan adalah analisa volume produktivitas alat peremuk. Cara

ini digunakan karena lebih teliti dalam perhitungannya. Untuk

memperkirakan distribusi fragmentasi batuan hasil peledakan secara teori

dapat digunakan persamaan Kuznetsov (1973), yakni sebagai berikut : 2)

X = A (V/Q)0,8 . Q0,17 . (E/115)-0,63

Dimana :

X = ukuran fragmentasi batuan

A = faktor batuan

V = volume batuan yang dihancurkan tiap lubang tembak

Q = berat bahan peledak

E = energi potensial relatif

Dalam berbagai penerapan yang lebih luas, persamaan Kuznetzov

(1973), membuktikan sebagai metode yang mudah dan cukup realistis

untuk dipakai di industri pertambangan dengan berbagai perubahan ukuran

lubang ledak dan jenis bahan peledak. Ukuran rata-rata fragmentasi itu

sendiri tidak cukup, sehingga perlu kemampuan untuk memperoleh secara

perkiraan kasar suatu kisaran fragmentasi yang dibutuhkan tanpa

menjalankan program analisis pecah. Rosin – Rammler memberikan

rumus untuk penggambaran tingkat fragmentasi batuan yang diledakkan.

Persamaannya sebagai berikut : 2)

Xc =

X

(0 ,693 )1

n

R = e−(X

Xc )n

Dimana :

R = perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan

X = target fragmentasi

N = indeks keseragaman

Fragmentasi batuan merupakan pecahan batuan dalam ukuran

tertentu sebagai hasil dari suatu proses peledakan. Beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap fragmentasi batuan hasil peledakan adalah :

a) Pola pemboran (drilling pattern)

b) Pola penyalaan (ignition pattern)

c) Charge concentration

d) Jumlah baris (number of rows)

e) Ketelitian pemboran (drilling precision)

f) Bahan peledak dan sistem penyalaan (explosives and ignition system)

g) Kemiringan lubang ledak (blast hole inclination)

h) uncharged part (stemming)

c. Bahan peledak yang diperlukan

E = de x Pc x N 4)

Dimana :

E = jumlah bahan peledak yang diperlukan

de = densitas bahan peledak

Pe = tinggi kolom isian bahan peledak

N = jumlah lubang tembak

d. Powder Factor (Pf)

Powder factor atau spesific charge merupakan suatu bilangan untuk

menyatakan berat bahan peledak yang dibutuhkan untuk menghancurkan

batuan (kg/m³).

Dalam menentukan powder factor ada dua macam satuan yang

dapat digunakan, yaitu:

1) Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3).

2) Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).

Perhitungan powder factor menurut R.L. Ash dalam buku “The

Mechanics of Rock Breakage” diformulasikan sebagai berikut: 4)

Pf = W / E

Dimana :

Pf = Powder factor (ton/lb)

W = Jumlah batuan atau material yang diledakkan (ton),

E = Berat bahan peledak

Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit produksi

pada operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi

bahan peledak yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah batuan.

. Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas,

geometri peledakan, pola peledakan, struktur geologi batuan dan

karakteristik massa batuan itu sendiri.

Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak maka akan

mengakibatkan jarak stemming akan kecil sehingga mengakibatkan

terjadinya batuan terbang (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast).

Sedangkan bila pengisian terlalu sedikit maka jarak stemming akan besar

sehingga menimbulkan bongkah dan backbreak disekitar dinding jenjang.

8. Faktor Rancangan Yang Tidak Dapat Dikontrol

Adalah faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan

manusia, Hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang

termasuk faktor – faktor ini adalah :

a. Karakteristik Massa Batuan (Made Astawa Rai)

Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa

batuan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi

batuan yaitu kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan,

abrasivitas batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan,

serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.

Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin

sukar batuan tersebut untuk dihancurkan (Tabel 5.1), demikian juga

dengan batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini disebabkan

karena semakin berat massa suatu batuan, maka bahan peledak yang

dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan batuan tersebut akan

lebih banyak.

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali

ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada

batuan tersebut dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis

Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang

melewati batas elastisitasnya.

Tabel 5.1

Kekerasan batuan dan kuat tekan uniaksial 4)

Hardness Kekerasan (skala Moh’s) Kuat Tekan Uniaksial (MPa)Sangat keras > 7 > 200Keras 6 – 7 120 – 200Agak keras 4,5 – 6 60 – 120Agak lunak 3 – 4,5 30 – 60Lunak 2 – 3 10 – 30Sangat lunak 1 – 2 < 10

Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang

mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang digunakan untuk

melakukan pemboran pada batuan tersebut. Abrasivitas batuan tergantung

kepada mineral penyusun batuan tersebut. Semakin keras mineral

penyusun batuan tersebut maka tingkat abrasivitasnya akan semakin

tinggi pula.

Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda.

Batuan yang keras mempunyai kecepatan perambatan gelombang yang

tinggi, secara teoritis batuan yang memiliki kecepatan gelombang yang

tinggi akan hancur apabila diledakkan dengan menggunakan bahan

peledak yang memiliki kecepatan detonasi yang tinggi pula.

Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan dalam

penggolongan terhadap mudah atau tidaknya batuan untuk dibongkar.

Batuan akan hancur atau lepas dari batuan induknya apabila bahan

peledak yang digunakan memiliki kuat tekan yang lebih besar daripada

kuat tarik batuan itu sendiri.

b. Struktur Geologi

Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan

adalah struktur rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan.

Kekar merupakan rekahan – rekahan dalam batuan yang terjadi

karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya – gaya yang

bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan

dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya

struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak

akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi

peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan

penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan

daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga

bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan

bahkan batuan hanya mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur

kekar ini penentuan arah peledakan menurut R.L.Ash (1963) adalah:

a). Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang

lain, sudut horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal

biasanya membentuk sudut tumpul (mendekati 105) dan pada bagian

lain akan membentuk sudut lancip (mendekati 75)

b). Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotong

bidang kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan

menghasilkan pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-

retakan pada jenjang. Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah,

getaran tangan, suara peledakan (air blast) dan batu terbang. Untuk

menghindari hal tersebut peledakan diarahkan keluar dari sudut

tumpul.

c). Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang

ledak miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan

berfungsi secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih

Bench

Bench

Pemboran berlawanan arah perlapisan batuan

Pemboran searah dengan perlapisan batuan

Floor

Floor

seragam dapat dicapai bila peledakan dilakukan sejajar dengan

kemiringan kekar.

Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan.

Apabila lubang tembak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan,

maka akan menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan

lereng yang lebih baik bila dibandingkan dengan lubang tembak yang

dibuat searah dengan bidang perlapisan. Secara teoritis, bila lubang

tembak arahnya berlawanan dengan arah kemiringan bidang pelapisan ,

maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan

sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan akan

seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah

lubang tembak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka

kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai

jenjang rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar

jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar

(Gambar 5.4).

GAMBAR 5.4

ARAH PEMBORAN PADA BIDANG PERLAPISAN 5)

c. Pengaruh Air

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat

mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan

kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat

mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi

energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (misfire).

Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air , tidak dapat digunakan untuk

zona peledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi pengaruh air, dapat

menggunakan pompa untuk mengeluarkan air tersebut dari lubang ledak

kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik.. Penutupan

pada lubang ledak pada saat hujan juga merupakan salah satu cara

mengurangi pengaruh air.

VI. METODOLOGI PENELITIAN

Di dalam melaksanakan permasalahan ini, penulis menggabungkan antara

teori dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan

penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :

1. Studi Literatur

Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang

diperoleh dari Instansi yang terkait, Perpustakaan, Brosur-brosur,

Informasi-informasi, Grafik, dan tabel.

2. Penelitian di lapangan

Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa

tahap, yaitu:

- Survai geologi permukaan, dengan melakukan pengamatan secara

langsung terhadap keadaan geologi permukaan (perlapisan, rekahan,

patahan, strike dan dip) dan mencari informasi pendukung yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

- Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar penelitian

yang dilakukan tidak meluas. Data yang diambil dapat digunakan secara

efektif.

3. Pengambilan data

Dilakukan dengan cara :

- Melakukan pengukuran-pengukuran

- Meneliti proses produksi yang sedang berlangsung

- Mencatat kejadian yang terjadi seperti adanya ukuran batuan yang besar,

penentuan titik pemboran, arah lemparan batuan, dsb.

- Wawancara seperlunya.

4. Keakuratan Akuisisi Data

Akuisisi data ini bertujuan untuk :

- Mengumpulkan dan mengelompokkan data untuk memudahkan analisa

nantinya.

- Mengolah nilai karakteristik data-data yang mewakili obyek

pengamatanMengetahui data, sehingga kerja menjadi efesien

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan melekukan beberapa perhitungan dan

penggambaran. Selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik-grafik atau

rangkaian perhitungan dalam penyelesaian masalah yang ada.

6. Analisa hasil pengelompokkan data

Dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif guna memperoleh

kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara ini akan diolah

lebih lanjut dalam bagian pembahasan.

7. Kesimpulan

Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang

telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.

VII. JADWAL PELAKSANAAN

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu pada

tanggal 08 Oktober 2013 – 08 Desember 2013, dengan jadwal pelaksanaan sebagai

berikut :

No KegiatanWaktu Pelaksanaan

Minggu Ke-1 2 3 4 5 6 7 8

1. Orientasi Lapangan

2. Pengumpulan Referensi dan Data

3. Pengolahan Data

4. Konsultasi dan Bimbingan

5.Penyusunan dan Pengumpulan Draft Laporan

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Moelhim, Kartodharmo, Ir., 1990, “Teknik Peledakan”, Labotorium

Geomekanik, Pusat Antar Universitas – Ilmu Rekayasa, Institut Teknologi

Bandung, Bandung.

2. Konya C.J., and Walter E.J., “Surface Blast Design”, Prentice Hall, USA,

1990.

3. Koesnaryo, S., “Bahan Peledak dan Metode Peledakan”, Jurusan Teknik

Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta, 1985

4. Jimeno C.l and Jimeno E.L (1995). “Drilling and Blasting Rock”.

Balkema/Rotterdam; Brookfield (Page 154 – 203).

5. William Hustrulid. (1999). “Blasting Principles For Open Pit Mining”,

Volume 1, Colorado Scholl Of Mines, Colorado, USA (page 147 –

355).