Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSALPENELITIAN
PENELITIAN DASAR INTERDISIPLINER
DESKRIPSI DAN ANALISIS
MADRASAH DINIYAH DI KALIMANTAN SELATAN
Penelitian ini dibiayai dari dana Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) 2020
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2020
DESKRIPSI DAN ANALISIS
MADRASAH DINIYAH DI KALIMANTAN SELATAN
A. LATAR BELAKANG
Paradigma baru pendidikan nasional1 telah menekankan bahwa lembaga-lembaga
pendidikan Islam merupakan pendidikan berbasis kemasyarakatan (community based
education)2. Begitu juga Madrasah Diniyah, sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam
di Indonesia selama berabad-abad telah tumbuh dan berkembang dengan menunjukkan
eksistensinya, Madrasah Diniyah berupaya konsisten untuk memberikan pelajaran khusus
mengenai ajaran dan ilmu-ilmu keislaman. Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan
non formal yang telah tumbuh dan berkembang seiring dengan penyebaran agama Islam di
Indonesia.3 Madrasah diniyah adalah bentuk wadah pendidikan keagamaan pada jalur luar
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar dan pelajarannya
secara klasikal dan nonklasikal.4
Istilah Madrasah Diniyah dikenal juga dengan diksi dan bentuk lain, yaitu pengajian
anak-anak, sekolah agama, sekolah kitab, sekolah sore, dan lain-lain5 dan bentuk legal
penamaan Madrasah Diniyah secara formal tertuang dalam Peraturan Menteri Agama RI
No. 13 tahun 1964 tentang pengertian, fungsi, dan tujuan Madarash Diniyah dan
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No. 03 tahun 1983 tentang kurikulum
Madrasah Diniyah dan juga munculnya kurikulum Madrasah diniyah Wustho tahun 1994.6
Selanjutnya pada tahun 2007 muncul peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 55
Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, yang berisi rincian
1 H.A.R Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 1; lihat juga
pada Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi, (Jakarta:
Kompas, 2002), h. 4 2 David Sobel, Place-based education: Connecting classrooms & communities, (Barrington: Orion
Society, 2004), h. 61 https://fokt.pw/419.pdf dapat juga dilihat pada Gregory A. Smith dan David Sobel,
Pace-And Community-Based Education in Schools, (New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2014),
h. 21. 3Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin,
(Banjarmasin: Puslit IAIN Antasari, 2011), h. 1. 4 A. Rahmat Rosyadi, Endin Mujahidin, & Affandi Muchtar, Kebijakan Pemerintah Daerah tentang
Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah di Kabupaten Pandeglang. Ta'dibuna: Jurnal Pendidikan Islam,
2(1), 2013 h. 8 http://150.107.142.43/index.php/TADIBUNA/article/view/534/430 5 Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin...
h. 1 6 Ibid., h. 1.
https://fokt.pw/419.pdfhttp://150.107.142.43/index.php/TADIBUNA/article/view/534/430
dari pertimbangan pelaksanaan ketentuan pasal 12 ayat (4) pasal 30 ayat (5) dan pasal 37
ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Hal
ini dalam rangka menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Adapun dalam PP RI No. 55 tahun 2007 terdapat pada pasal 25
tentang Madrasah Diniyah, dan secara konkret disebutkan juga dalam PP tersebut bahwa
pendidikan Diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada semua
jalur dan jenjang pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal.
Revisi konkret tentang Madrasah Diniyah diafirmasi dalam Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagaman Islam. Dalam
PMA ini dijelaskan bentuk pendidikan diniyah yang terbagi menjadi pendidikan diniyah
formal, pendidikan diniyah non formal, dan pendidikan diniyah informal. Hal ini menjadi
affirmatif action bahwa Madrasah diniyah dalam eksistensinya menunjukkan
perkembangan yang signifikan.
Sebagai bagian dari lembaga Pendidikan Islam, Madarash Diniyah merupakan salah
satu alternatif wadah arahan kepada pertumbuhan dan perkembangan generasi muslim
kepada titik optimal ablility untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan
kebahagiaan hidup di akhirat, apalagi di dalam era reformasi dan arus globalisasi7 di mana
masyarakat bersifat dinamis yang juga tak luput dari terpaan materialis dan hedonis.8
Sangat perlu adanya vehicle belajar agama yang di sini adalah Madrasah diniyah dengan
kekhasannya untuk menjadi konstruksi idea mencukupi pemahaman Islam karena memang
pendidikan di Madrasah Diniyah bagi orang tua merupakan salah satu bentuk manifestasi
kebutuhan akan adanya pendidikan agama yang di sekolah umum dirasa belum cukup.9
Madrasah Diniyah adalah sebagai penyempurna dalam meningkatkan keimanan,
ketaqwaan dan akhlak mulia peserta didik pada jenjang pendidikan dasar yang secara
fungsional maupun substansial berada di bawah pengendalian Kementerian Agama dari
pusat hingga ke daerah10
dan Madarasah Diniyah secara khittahnya adalah bentuk nyata
7M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi.
AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam, 20(1), 2015, h. 185 bisa juga dilihat pada Afiful ikhwan, Kajian
Sosio-Historis Pendidikan Islam Indonesia Era Reformasi.EDUKASI: Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), Juni
2017, h. 16. 8 Iskandar, Dakwah Dan Individualisme, Materialisme Dan Hedonisme. Jurnal Dakwah Tabligh, 13(1),
Juni 2012, h. 20-22. 9 Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin...
h. 2 10
A. Rahmat Rosyadi, Endin Mujahidin, & Affandi Muchtar, Kebijakan Pemerintah Daerah..., h. 5
pendidikan Islam yang memiliki cita-cita11
tentang hidup Islam untuk melestarikan,
mengalihkan, menanamkan dan menstransformasikan nilai-nilai Islam kepada generasi
penerus (anak-anak), sehingga keilmuan dan nilai-nilai Islam yang menjadi idea tetap
berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari masa ke masa, dari generasi ke generasi.
Pertumbuhan yang pesat akan eksistensi Madrasah Diniyah ini terlihat dari banyaknya
jumlah Madrasah Diniyah di Indonesia. Untuk wilayah Kalimantan Selatan saja terdapat
469 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri 50.900 santri, yang tersebar di
Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan. Secara konkret berdasarkan data dokumen dari
Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam tahun 2017 disebutkan bahwa untuk kota
Banjarmasin memiliki 14 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri 1.804 orang, Kabupaten
Batola memiliki 120 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri 8.206 orang, kota Banjar
Baru memiliki 14 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri 621 orang, Kabupaten Banjar
memiliki 33 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri terbanyak se-provinsi kalsel yaitu
21.853 orang santri, Kabupaten Tapin memiliki 52 Madrasah Diniyah dengan jumlah santri
338 orang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki 21 Madrasah Diniyah dengan jumlah
santri 2.203 orang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki 48 Madrasah Diniyah dengan
jumlah santri 3.512 orang, Kabupaten Hulu Sungai Utara memiliki 21 Madrasah Diniyah
dengan jumlah santri 1.502 orang, Kabuptaen Balangan memiliki 16 Madrasah Diniyah
dengan jumlah santri 696 orang, Kabupaten Tabalong memiliki 12 Madrasah Diniyah
dengan jumlah santri 843 orang, Kabupaten Tanah Laut memiliki 61 Madrasah Diniyah
dengan jumlah santri 5.427 orang, Kabupaten Tanah Bumbu memiliki 10 Madrasah
Diniyah dengan jumlah santri 914 orang, dan Kabupaten Kotabaru memiliki 47 Madrasah
Diniyah dengan jumlah santri 2.981 orang.12
11
Miftahol Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 1
lihat juga pada Muhaimin, Sutiah, dan Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2012) pada Jumal Ahmad & Manusia,
A. P. K. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 3, 320. 2018, h. 9 12
Dokumen Bidang Pakis Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan Th. 2017
Kenyataan eksistensi Madrasah Diniyah yang menjamur ini tidak bisa dilihat sebelah
mata. Transformasi paradigma pendidikan Islam harus mampu memperkuat
penyelenggaraan Madrasah Diniyah, baik dalam aspek perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kurikulum. Namun, prinsip pengembangan kurikulum di Madrasah Ibtidaiyah ini
belum optimal dalam praksisnya.13
Fokus pendidikan pada kemampuan ritual dan
keyakinan tauhid harus didukung dengan anggaran dan intensitas pembinaan yang
dilakukan maupun profesionalsime ketenagaan dan kelembagaan, dan tentu perubahan
birokrasi kelembagaan Kementerian Agama Republik Indonesia sudah seharusnya
mendukung terhadap pembinaan Madrasah Diniyah. Kegiatan perencanaa, implementasi
dan evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang harus lebih banyak lagi disosialisasikan
dan dipopulerkan dalam lingkup Madrasah Diniyah, terlebih Madrasah Diniyah yang
berada di pedesaan ataupun daerah terpencil. Realitas sumber daya pendidikan14
yang
minim juga sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah karena jika belum
terakomodir maka realitas rendahnya kualitas hasil pendidikan dan jaminan kelangsungan
hidup menjadi momok persoalan selanjutnya dalam lingkup Madrasah Diniyah.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya pemetaan deskripsi bagaimana Madrasah
Diniyah itu sesungguhnya, sehingga bisa menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah
dan pemerhati Pendidikan Islam dalam memberikan kontribusi nyata untuk Madrasah
Diniyah. Selain itu juga, diskursus tentang Madrasah ataupun Madrasah Diniyah
khususnya dalam lingkup Kalimantan Selatan belum banyak yang mengkaji.15
Pembahasan mengenai pertumbuhan dan narasi lembaga pendidikan Islam di kalangan
muslim masih sedikit, sehingga perlu dideskripsikan sebagai bentuk argumentasi
konstruktif persoalan Madrasah Diniyah di masa yang akan datang.
13
Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin...
h. 2 lihat juga pada A. Rahmat Rosyadi, Endin Mujahidin, & Affandi Muchtar, Kebijakan Pemerintah
Daerah..., h. 5 dan pada Nuriyatun Nizah, Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis. Edukasia:
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 11(1), Februari 2016, h. 193. 14
Etistika Yuni Wijaya, Dwi Agus Sudjimat, dan Amat Nyoto, Transformasi Pendidikan Abad 21
Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global. In Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 26, 2016, h. 271. 15
Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin...
h. 3-4 lihat juga pada Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Nusantara Abad XVII-XVIII, (Bandung: Mizan,
1995), h. 251 dan pada Imam Solihin, Madrasah dan Pertumbuhan Keilmuan Dunia Islam: Sebuah
Kajian Sosio-Historis. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 4(1), 2018, h. 102
Berdasarkan hal tersebut, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian guna
mendeskripsikan dan menganalisis Madrasah Diniyah di Kalimantan secara komprehensif
dan mendalam sehingga dari hasil penelitian akan melihat secara konkret dan menyeluruh
tentang potret Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan. Selanjutnya, dari hasil penelitian
ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi rekomendasi dalam upaya
pembinaan dan pengembangan pendidikan Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan pada
khususnya, dan lembaga pendidikan Islam secara general. Oleh karena itu, penelitian ini
diberi judul: “Deskripisi dan Analisis Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan”.
Madrasah Diniyah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Madrasah Diniyah
Takmiliyah, yaitu lembaga pendidikan keagamaan Islam pada jalur pendidikan non
formal yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang di luar pesantren, sebagai
pelengkap pelaksanaan pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan Dasar dan
Menengah.16
B. FOKUS MASALAH
Fokus masalah dari penelitian ini menyoroti bagaimana kebijakan program Madrasah
Diniyah di Kalimantan Selatan, bagaimana kurikulum dan pembelajarannya serta
bagaimana pengelolaannya.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan secara komprehensif dan mendalam
tentang Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan dengan menganalisis secara kritis baik
inward dan outward looking, meliputi: kebijakan, kurikulum dan pembelajaran, serta
pengelolaannya yang meliputi personalia, sarana dan prasarana, keuangan, serta
hubungan Madrasah Diniyah dengan masyarakat.
D. KAJIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
Selama ini kajian atau studi terhadap Madrasah Diniyah yang dikaitkan dengan
manajemen pendidikan, supervisi pendidikan ataupun unsur penting dalam pendidikan
belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Adapun penelitian yang membahas tentang
16
Peraturan Menteri Agma Ri No 13 Tahun 2014, Bab I pasal 1 ayat 8 dan10.
Madarsah Diniyah secara umum dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti.
Pertama, oleh Nuriyatun Nizah17
tentang Dinamika Madraash diniyah: Suatu tinjauan
historis (2016) yang dari penelitiannya terkait dengan perkembangan Madrasah Diniyah
secara umum, disebutkan bahwa dalam PP 73, Pasal 22 ayat 3 disebutkan bahwa
Madrasah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang
dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan
agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama. Sepanjang perjalanan sejarah madrasah
diniyah mengalami dinamika, sehingga terjadi pasang surut dalam perkembangannya.Ada
beberapa kelemahan dalam penerapan kurikulum yang selama ini masih diberlakukan di
madrasah diniyah, dan kurang sesuai, diantaranya: 1) belum ada kurikulum tertulis, 2)
tidak adanya standar kompetensi maupun kompetensi dasar. 3) fokus pada menamatkan
buku secara berjenjang, dan 4) SDM yang belum optimal dan minim. Dari hasil
penelitiannya memberikan rekomendasi bahwa untuk mempertahankan eksistensi
Madrasah Diniyah agar tetap diminati masyarakat maka perlu ada strategi di antaranya: 1)
Penyelenggaraan dan pembekalan bagi guru-guru/ustadz-ustadzah di Madrasah Diniyah;
2) Distribusi buku-buku pelajaran yang berstandar; 3) Adanya pengawasan pembinaan,
dan pendampingan 4) Menjalin kerjasama dengan pemerintahan khususnya dalam
pendanaan.
Kedua, penelitian yang lain, yaitu penelitian kelompok yang dilakukan oleh A.
Rahmat Rosyadi, Endin Mujahidin dan Affandi Muchtar18
tentang Kebijakan Pemerintah
Daerah tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah di kabupaten Pandeglang.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peraturan perundang-undangan yang dijadikan
instrumen sebagai dasar kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang tentang
Wajib Belajar MDA di Kabupeten Pandeglang yaitu:Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2007
tentang Wajib Belajar MDA;Peraturan Bupati No. 01 Tahun 2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Wajib Belajar MDA; dan Peraturan Teknis lainnya yang diterbitkan
oleh Kantor Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang. Latar
17
Nuriyatun Nizah, Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis. Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, 11(1), Februari 2016. 18
A. Rahmat Rosyadi, Endin Mujahidin, & Affandi Muchtar, Kebijakan Pemerintah Daerah tentang
Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah di Kabupaten Pandeglang. Ta'dibuna: Jurnal Pendidikan Islam,
2(1), 2013 h. 8 http://150.107.142.43/index.php/TADIBUNA/article/view/534/430
http://150.107.142.43/index.php/TADIBUNA/article/view/534/430
belakang kebijakan ini memunculkan fakta adanya peningkatan warga dalam belajar di
Madrasah Diniyah, dan guru/ustadz-ustadzah di Madarash Diniyah juga meningkat;
Standar kurikulum MDA beracuan pada standar kurikulum nasional yang diterbitkan oleh
Direktorat Pendidikan Diniyah dan pondok Pesantren Ditjen Pendais Kementerian
Agama, Perda dan Perpub Kab. Pandeglang; selain itu dari kebijakan yang ada, juga
muncul peningkatan drastis dalam jumlah Madrasah Diniyah di Pandeglang yang semula
501 MDA pada tahun 2007 menjadi 824 MDA pada tahun 2009.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki
Mubarak19
pada tahun 2011 tentang Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin. Dari
hasil penelitian didapatkan temuan bahwa Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin pada
umumnya terletak di pinggir kota dan berstatus swasta, tercatat di Kementerian Agama
Kota Banjarmasin dan mendapat Nomor Statistik Diniyah (NSD) dan juga lembaga ini
didirikan dengan sistem perorangan/ yayasan.
Kurikulum di Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin adalah dibuat sendiri oleh
pihak madrasah; fokus bagian kesiswaan adalah hanya pada rekrutmen/ sosialisasi
penerimaan siswa baru;sedangkan manajemen personalianya adalah dengan sistem
tim/kolektif; sarana dan prasarana kebanyakan dari waqaf dan fasilitas bersifat
konvensional. Adapun untuk keuangan Madrasah Diniyah di kota Banjarmasin diperoleh
dari SPP, uang pendaftaran, sumbangan donatur tetap/pengusaha, masyarakat, zakat,
infak, dan sadaqah. Adapun kerjasama yang dilakukan Madrasah Diniyah di Kota
Banjarmasin adalah dengan masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk dukungan
moril, fisik, material dan imaterial (pemikiran).
Keempat, penelitian yang dilakuakn oleh A. Basid20
pada tahun 2015 tentang
Madrasah Diniyah Takmiliyah dalam perspektif Standar Pelayanan Minimal di kabupaten
Cirebon. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa Madrasah Diniyah Takmiliyah
Awaliyah dikelola secara „tradisional,‟ sesuai dengan pemahaman para pengelola dan
guru, dan dalam realitasnya Madarash diniyah di Cirebon belum sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang ditentukan oleh SK Dirjen Pendis Nomor 3201 Tahun
19
Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota Banjarmasin,
(Banjarmasin: Puslit IAIN Antasari, 2011) 20
Basid, A, Madrasah Diniyah Takmiliyah Dalam Perspektif Standar Pelayanan Minimal di Kabupaten
Cirebon. Penamas, 28(3), 445-462.
2013. Adapun terkait dukungan dan hambatan dalam penyelenggaraan MDA di Cirebon
adalah terjadi pada unsur internal sendiri.
Kelima, penelitian tentang Peran Madrasah Diniyah Takmiliyah yang dipublikasikan
dalam jurnal „Anil Islam Vol. 9 Momor 1, Juni 2016 dengan tema Madrasah Diniyah
Takmiliyah (MDT) Sebagai Pusat Pengetahuan Agama Masyarakat Pedesaan (Studi
tentang Peran MDT di Desa Gapura Tumur Gapura Sumenap).
Penelitian ini menggambarkan bahwa keberadaan MDT merupakan kebutuhan dasar
bagi masyarakat terutama di pedesaan dalam rangka memberikan pendidikan berupa
ajaran-ajaran agama yang mendasari anak tentang keimanan, peribadatan dan akhlakul
karimah di tengah-tengah merosotnya moral bangsa ini. Oleh karena itu, MDT sebagai
wadah pendidikan non formal keagamaan perlu diperhatikan pengembangan dan
pengelolaannya.
Keenam, kajian madrasah diniyah yang dipublikasikan oleh Ismail dengan tema
Madrasah Diniyah dalam Multi Perspektif dalam jurnal Kabilah vol. 2 No. 2 Desember
2017. Menurut Ismail selama ini kajian dan penelitian terhadap MDT dilakukan secara
parsial hanya pada satu perspektif, tidak menyeluruh. Ismail mengarahkan kajiannya
terhadap MDT dalam beberapa perspektif, idiologis filosofis, historis, politik, manajemen
dan metodologis. Penelitian menunjukkan bahwa: 1) penyelenggaraan pendidikan MDT
sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki landasan ideologis filosofis yang bersumber
dari Al-Qur‟an dan Hadits; 2) MDT memiliki akar sejarahnya sendiri yang sejalan dengan
sejarah Islam dan muslim Indonesia; 3) MDT memiliki posisi strategis secara politik; 4)
untuk meningkatkan kualitas, secara manajemen madrasah diniyah perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari stakeholders pendidikan agar MDT semakin fungsional bagi
bangsa; dan 5) peningkatan sumber daya manusua MDT sangat dibutuhkan guna
meningkatkan mutu pendidikan madrasah, utamanya dalam pembelajaran, sehingga
terlaksana dengan pembelajaran yang kontekstual.
Ketujuh, penelitian yang dilaksanakan oleh Agus Supian dan Najib Amrullah yang
dipublikasikan dalam jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah pada edisi 1 No 1 2018,
dengan judul Keberadaan Madrasah Diniyah Takmiliyah Ushuluddin dalam Pembinaan
Anak-Anak di Jl. Kuranji Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru
Penelitian ini menggambarkan tentang keberadaan Madrasah Diniyah Takmiliyah
Ushuluddin dalam upayanya untuk pembinaan agama Islam anak-anak di daerah ini
sangat penting dan berperan dengan baik. Ini misalnya membekali anak membaca Al-
Qur‟an dengan tajwid yang baik, menulis huruf Al-Qur‟an, menulis Arab Melayu,
mempelajari hukum dan cara ibadah, dan lain-lain. Keberadaan Madrasah ini diperlukan
oleh masyarakat dalam mempelajari dasar ajaran Islam. Namun demikian, keberadaan
madrasah ini dipengaruhi oleh faktor-faktor guru, lingkungan, santri, dan alolasi waktu
yang tersedia.
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut disimpulkan bahwa belum ada kajian dan
penelitian tentang Madrasah Diniyah secara komprehensif khususnya di wilayah
Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini urgen untuk dilaksanakan dan menjadi
distingsi sendiri karena lingkup Kalimantan Selatan.
E. KONSEP ATAU TEORI
1. Madrasah Diniyah
Dalam modernitas dewasa ini pendidikan memegang peranan yang sangat penting
untuk menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut. Oleh karena itu
pendidikan Islam21
merupakan usaha guna melestarikan dan mengalihkan serta
mentransformasikan nilai-nilai dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi
selanjutnya. Untuk mendapatakan capture pelaksanaan pendidikan Islam bisa melihat
salah satu lembaga pendidikan Islam itu sendiri.
Salah satu lembaga pendidikan Islam adalah Madraash Diniyah. Madrasah Diniyah
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam jalur luar sekolah.22
Sistem
belajar di madrasah Diniyah merupakan evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan di
pesantren salafyah, karena pada awalnya dalam penyelenggaraan pendidikannya
dilakukan dengan cara tradisonal. Adapun ciri khas untuk mempertahankan tradisi
pesantren adalah mempertahankan paradigma penguasaan “kitab kuning”.23
21
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2012), h. 141. 22
Husnul Yaqin, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak, Profil Madrasah Diniyah di Kota
Banjarmasin....h. 9. 23
Headari Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Diva
Pustaka, 2006), h. 18. Lihat juga pada N. Nizah, Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis.
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 11(1), 2016, h. 187, dan pada Abdurrahman, Pemikiran
tentang Pendidikan Pesantren, Jurnal Pusaka Media Kajian dan Pemikiran Islam, Vol. 5 Nomor 2 Tahun
2018, h. 52.
Madrasah Diniyah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 13 tahun
1964 dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan Agama Islam kepada
pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih diantara anak-
anak yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun; Pendidikan dan
pengajaran (pada madrasah Diniyah) selain bertujuan untuk memberi tambahan
pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran
agama di sekolah-sekolah umum; Madrasah diniyah ada tiga tingkatan yakni; diniyah
awaliyah, diniyah wustho, dan diniyah ulya24
2. Kurikulum Madrasah Diniyah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di suatu lembaga pendidikan.25
Kurikulum dalam kajian khazanah dasar
Pendidikan Islam dibagi ke dalam dua bagian, peringkat dasar, dan peringkat menengah.
Pada peringkat Dasar (Usia Baligh/ 6 tahun – 14 tahun), yaitu kurikulum peringkat
dasar ini meletakkan pengajian al-Qur‟an sebagai azasnya. Mata pelajaran yang
seharusnya diajarkan meliputi: Belajar mengenal huruf dan membaca, belajar membaca
al-Qur‟an, menulis beberapa ayat setiap hari dan menghafalannya, mempelajari hadits
Rasulullah, dan mempelajari kata-kata, ucapan dan cerita-cerita Nabi dan cerita-cerita
yang berkaitan dengan keagungan Islam yang menekankan aspek akhlak, kemasyarakatan
dan kejiwaan.26
Tujuan dari penyusunan kurikulum untuk peringkat dasar dalam perspektif Islam
adalah untuk melahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan di dalam pikiran kanak-kanak,
untuk menanamkan di hati mereka dengan kepribadian yang murni, mulia, akhlak yang
baik (Uswah Hasanah, keperwiraan, kejujuran, keadilan, persaudaraan, dan perasaan
persamaan.
24
N. Nizah, Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis.... h. 187-188, lihat juga pada
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan & Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta;
Kencana, 2018), h. 9 25
Tim Dosen FT UIN Maulana Malik Ibrahim, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik hingga
Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2011). h 168 lihat juga pada Syamsul Bahri, Pengembangan
Kurikulum Dasar dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 11(1), 2017, h. 17-21. 26
Tim Dosen FT UIN Maulana Malik Ibrahim, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik hingga
Kontemporer... h. 169.
Kurikulum Madrasah Diniyah Peringkat Menengah dan Tinggi (umur 15 tahun dan ke
atas) lebih menekankan pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas,
bukan kelulusannya. Mata pelajaran yang diajarkan meliputi mata pelajaran wajib (fardhu
‘ain) dan mata pelajaran pilihan (fardhu kifayah).
3. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang saling berkaitan dalam
memacu atau menghasilkan perubahan pada proses pembelajaran. Belajar dimaknai
sebagai aktivitas yang dilakukan baik sengaja atau tidak sengaja yang menghasilkan
perubahan.27
Teori Belajar Gagne, yaitu teori belajar yang merupakan perpaduan antara
behaviorisme dan kognitivisme: belajar merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah,
akan tetapi hanya terjadi dengan kondisi tertantu. Yaitu kondisi internal yang merupakan
kesiapan peserta didik dan sesuatu yang telah dipelajari, kemudian kondisi eksternal yang
merupakan situasi belajar yang secara sengaja diatur oleh pendidik dengan tujuan
memperlancar proses belajar.28
Dalam teori Islam tentang Fitrah, pada dasarnya peserta
didik lahir telah membawa bakat dan potensi-potensi yang cenderung kepada kebaikan
dan kebenaran, yang digambarkan dalam QS. Ar-Ruum: 30. Potensi-potensi ini tidak
begitu saja berkembang , namun demikian perlu proses belajar mengajar yang sungguh-
sungguh.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan
peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan.29
Mengingat aktivitas pembelajaran merupakan kegiatan yang berproses, maka
pembelajaran tentu saja harus dilaksanakan secara sistematis dan terprogram dalam
lembaga yang memiliki aturan. Kemudian didukung dengan adanya komponen-komponen
pendidikan yang selalu saling keterkaitan.
Komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi: pendidik/ustadz, pelajar/santri,
sarana prasarana pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi serta pelaksana/personalia
atau yayasan yang menaungi program pendidikakan ini dapat terlaksana.30
Selain
27
Ainurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 36. 28
Ainurrahman, Belajar …, h. 13:47. 29
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung:
Rosda, 2013), Cet. XI, h. 173-174 16. 30
Hamalik D., Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara), h. 2011, 5-25.
komponen tersebut juga ada faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksananya program
pendidikan MDT dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tujuan Pembelajaran
Komponen paling mendasar dalam proses desain pembelajaran adalah tujuan dan
standar kompetensi yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam
pelaksanaan pembelajaran diperlukan rumusan tujuan pembelajaran yang merupakan
aspek fundamental dalam mengarahkan proses pembelajaran yang baik dan materi
pembelajaran.31
b. Guru/Ustadz/Ustadzah
Istilah pendidik, dalam perspektif Islam menggunakan istilah al-mu’allim (guru),
al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), al-walid (orang tua).32
Secara umum
pendidik/ guru/ustadz33
adalah orang yang bertugas dan bertanggung jawab atas
pendidikan dan pengajaran yakni orang yang membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan dan mensucikan hati sehingga dekat dengan Allah swt. Tugas ini
didasarkan pada ungkapan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia dan kesempurnaan
manusia terletak pada kesucian hatinya. Mengajar dan mendidik merupakan hal yang
sangat mulia, dan secara naluriah, orang yang berilmu akan dimuliakan oleh orang lain,
karena ilmu adalah mulia dan mengajarkannya adalah memberikan kemuliaan.34
Akan
tetapi, posisi pengajar dalam masa modern dewasa ini35
telah dipandang sebagai petugas
semata yang mendapat gaji dan tanggung jawab tertentu, serta tugas yang dilimitasi dalam
dinding sekolah yang merupakan dampak dari komersialisme pendidikan, matrialisme dan
modernisasi, sehingga terciptalah jarak antara pendidik dan peserta didik. Dalam
pandangan Islam, tugas mengajarkan ilmu menduduki posisi terhormat dan mulia. Dengan
31
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain pembelajaran: Disesuaikan Dengan Kurikulum 2013,
(Jakarta: Kencana, 2014), Cet. III, h. 80-81. 32
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), h. 50. 33
Saragih, A. H, Kompetensi minimal seorang guru dalam mengajar. Jurnal Tabularasa, 5(1), tahun
2008, h. 27. 34
Muhammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar Dalam Pandangan Al-Ghazâlî. TADRIS:Jurnal
Pendidikan Islam, 1(2) tahun 2006, h. 151. 35
Sakti, B. P. Etika dan Profesi Guru SD Di Tengah Perkembangan Zaman. Proceeding PGSD
Universitas Kuningan 2016, 1(1), tahun 2016, h. 100. Dikases pada
https://proceeding.uniku.ac.id/index.php/pgsd2016/article/view/10
kemuliaannya tersebut, maka tugas seorang guru tidak hanya diorientasikan pada gaji
semata, melainkan perlu adanya keteladanan bagi peserta didik dan penanaman nilai-nilai
moral islam.
Seorang guru merupakan orang yang termulia yang mendidik hati, jiwa, akal dan
roh manusia. Tugas seorang guru sangatlah penting, ia bertugas untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan serta memperbaiki masyarakat. Segala amal perbuatan, perilaku, akhlak
dan kepribadian seorang pendidik sangatlah penting, bahkan lebih penting dari pada ilmu
penetahuan yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang pendidik menjadi teladan dan
akan ditiru oleh anak didiknya.36
Yang paling rumit dari tugas seorang guru adalah
pendidikan akhlak bagi para muridnya.37
Perlu adanya penanaman nilai-nilai ajaran Islam
dan membentuk kepribadian baik muridnya sehingga tujuan dan kepribadian peserta didik
dapat terarahkan sesuai jalan yang diridhoi oleh Allah.
Seorang guru harus konsekuen dan mampu menjaga keharmonisan antara
perkataan, ucapan, perintah dan larangan dengan amal perbuatan guru, karena yang
terpenting adalah amal perbuatannya, bukan ucapannya.38
Karena kepribadian seorang
pendidik menjadi teladan dan akan ditiru oleh anak didiknya.
36
Rahendra Maya, Esensi Guru dalam Visi-Misi Pendidikan Karakter. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 2(03), tahun 2017, h. 281. 37
Abdul Halim Tamuri, Muhammad Faiz Ismail, dan Kamarul Azmi Jasmi, Komponen Asas untuk
Latihan Guru Pendidikan Islam [Basic Components for Islamic Education Teacher Training]. Global
Journal Al-Thaqafah, 2(2), 53-63 tahun 2012, h. 57. 38
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali... h. 50.
c. Peserta Didik/Santri
Peserta didik yaitu orang yang mempunyai potensi dalam dirinya untuk dibimbing,
didik dan diajar agar dapat mencapai tujuan pendidikan dan hasil yang baik.39
Peserta didik40
merupakan komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam
proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai
pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan
edukatif/pedagogis.41
d. Strategi/Metode Pembelajaran
Metode atau strategi pembelajaran dapat dimaknai sebagai cara pembelajaran yang
dilaksanakan oleh pendidik agar pembelajaran dapat diserap dan dicapai peserta didik dalam
kegiatan belajar mengajar. Abdul Majid menyoroti pentingnya metode atau cara mengajar
harus digunakan oleh guru agar dapat memaksimalkan pencapaian hasil belajar42
.
e. Media Pembelajaran
Media adalah segala alat untuk menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Gagne mendefinisikan media belajar sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
dapat merangsangnya untuk belajar.43
Media pembelajaran tersebut dapat berupa gambar,
model, atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta
mempertinggi daya serap dan retensi belajar.44
Kemudian seiring perkembangan informasi
dan teknologi, media pembelajaran pun semakin berkembang dan lebih luas dan memberikan
kesan belajar yang sangat tajam.
39
Keke T. Aritonang, Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pendidikan
penabur, 7(10), 11-21, tahun 2008, h. 11 40
Siti Aisyah, Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), h.
27 41
Peserta Didik https://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik 42
Abdul Majid. Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 135. 43
Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. (Jakarta:
Rajawali Press, 2009), h. 6. 44
Ibid., h. 6.
1
f. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi,
pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.45
Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Memberikan informasi
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan- tujuan belajar melalui berbagai
kegiatan belajar 2) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan-
kegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masing-masing individu 3)
Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa,
menetapkan kesulitan-kesulitannya dan menyarankan kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan)
4) Memberi informasi yang digunakan sebagai dasar untuk mendorong motivasi belajar siswa
dengan cara mengenal kemajuannya sendiri dan merangsannya untuk melakukan upaya
perbaikan 5) Memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa, sehingga guru
dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan pribadi yang berkualitas 6)
Memberikan informasi yang tepat untuk membimbing siswa memilih sekolah, atau jabatan
yang sesuai dengan kecakapan, minat dan bakatnya.46
4. Pengelolaan Program Pendidikan Diniyah
Selain proses pembelajaran yang harus terlaksana dengan baik, keberhasilan program
pendidikan tidak terlepas dari pengelolaan program dan lembaga pendidikan tersebut dengan
baik. Hal ini tentu saja harus dilaksanakan oleh pengelola, personalia lembaga pendidikan
tersebut, serta didukung oleh faktor-faktor lainnya seperti pendanaan, hubungan dengan
masyarakat, dan lain-lain.
45
Oemar.Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 159. 46
Ibid., h. 161.
2
a. Personalia
Personalia pendidikan47
adalah semua orang yang memberikan pelayanan dalam
dunia pendidikan, dan ini dimaksudkan sebagai semua orang yang terlibat dalam tugas-tugas
pendidikan, yaitu para guru sebagai pemegang peranan utama, manajer/administrator, para
supervisor, dan para pegawai. Diharapkan dengan adanya personalia, maka sistem pelayanan
pendidikan bisa terlaksana, karena yang melaksanakan pelayanan adalah manusia. Personalia
disini adalah semua orang yang terlibat, artinya di dalam organisasi dibutuhkan beberapa
tenaga yang sesuai dalam bidangnya, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik dalam
organisasi tersebut baik antara kepala, wakil, tenaga pengajar, pegawai, dan lainnya.
b. Sarana dan Prasarana
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42
menyebutkan bahwa : (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan; (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.48
c. Keuangan
Menurut Depdiknas49
bahwa pengelolaan keuangan merupakan tindakan
pengurusan dan ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggung jawaban dan pelaporan. Dengan demikian, pengelolaan keuangan sekolah dapat
47
M. Nazar Almasri, Manajemen Sumber Daya Manusia: Implementasi dalam Pendidikan Islam.
Kutubkhanah, 19(2), tahun 2017, h. 133. 48
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan INDONESIA, P. R.
(2006) dan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 49
Depdiknas. Manajemen Sekolah. (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2000)
3
diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan,
pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung jawaban keuangan sekolah.
d. Hubungan dengan Masyarakat
Hubungan masyarakat dengan Madrasah diniyah adalah sebagai mediasi untuk
menyampaikan informasi tentang pendidikan dan juga untuk melayani masyarakat dalam
memahami dunia pendidikan.50
Hubungan yang dijalin antara sekolah dan masyarakat yaitu
antara orangtua dan juga masyarakat sekitar lembaga pendidikan ataupun masyarakat yang
masih ada hubungan dengan sekolah.
F. METODE DAN TEKNIK PENGGALIAN DATA
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian lapangan (Field Research),
yaitu dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, di mana data tidak
berbentuk angka yang diperoleh melalui rekaman, pengamatan, wawancara, atau bahan
tertulis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara
kuantifikasi. Penelitian kualitatif menekankan pada quality atau hal terpenting suatu barang
atau jasa, berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial di mana makna di balik kejadian
tersebut dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori.51
Penelitian
lapangan yang akan dilaksanakan ini diarahakan pada penelitian terhadap Madrasah Diniyah
di Kalimantan Selatan
2. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif. Menurut Whitney yang dikutip oleh Moh. Nazir metode deskriptif adalah pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat. Mempelajari masalah-masalah dalam masayarakat, serta
tata cara yang berlaku di masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan,
50
Munirwan Umar, Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat Dalam Pendidikan. JURNAL
EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(1), tahun 2016, h. 28. 51
M. Djunaidi Ghony & F. Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), h. 25.
4
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses yang sedang berlangsung
dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.52
Penelitian ini akan menganalisis secara kritis
Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan.
3. Populasi dan Sampel
a) Populasi
Secara keseluruhan terdapat 469 lembaga Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan
dengan rincian: Banjarmasin 14 buah, Barito Kuala 120 buah, Banjarbaru 14 buah, Banjar 33
buah, Tapin 52 buah, HSS 21 buah, HST 48 buah, HSU21 buah, Balangan 16 buah,
Tabalong 12 buah,Tanah Laut 61 buah, Tanah Bumbu 10 buah, dan Kotabaru 47 buah. Dari
keseluruhan total Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan tersebut, penelitian ini akan
dilaksanakan berdasarkan pertimbangan efektifitas dan efesiensi waktu, tenaga, dan biaya.
Oleh karena itu, dari jumlah tersebut diambil sampel dengan menggunakan porpusive
sampling.
b) Sampel Penelitian
berdasarkan populasi tersebut ditentukan sampel dengan indikator mengambil Madrasah
Diniyah dalam sistem zona Hulu Sungai (Tapin, HSS, HST, HSU, Balangan, Tabalong)
diambil 1, kemudian kabupaten Zona Pelaihari (Pelaihari, Tanah Bumbu, Kotabaru) diambil
1 kabupaten, Kemudian Zona Batola (Barito Kuala) diambil 1 kabupaten, dan Zona Banjar
(Banjarmasin, Martapura, Banjarbaru) diambil 1 kabupaten. Dari tiap zona diambil 2
Madrasah Diniyah secara random dengan dasar kabupaten/kota tersebut memiliki banyak
jumlah santri. Berikut adalah sampel yang mengambil objek penelitian sebagaimana tabel
berikut:
52
Moh. Nazir, Metedologi Penelitian, Cetakan Ketujuh, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), h.55.
5
Tabel 1. Madrasah Diniyah yang dijadikan lokasi penelitian
NO NSDT NAMA MADRASAH
DINIYAH
ALAMAT
ZONA HULU SUNGAI
1 311263070026 Nurul Islam Jl. H. Hasan Baseri RT 06
RW 02 Kelurahan Barabai
Barat, Barabai, Hulu Sungai
Tengah
2 311263070041 Al Amanah Hulu Sungai Tengah Desa
Pamangkih Labuan Amas Utara
ZONA PELAIHARI
3 311263010058 Aunul Mubtadi‟in Jl. Ahmad Yani RT 01/01
Gg. Keluarga Tanah Merah,
Tanah Laut.
4 211263010034 Raudhatul Jannah Jl. A. Yani Km.30 Desa
Liang Anggang Bati-Bati
ZONA BATOLA
1 311263040110 Majalisus Saniyah
(Awwaliyah)
Jl. Panglima Batur RT 04
Marabahan
2 311263040113 Al Ma‟arif Baiturrahim
(Awwaliyah) Jl. Aes Nasution Marabahan
3 311263040070 Raudlatul Ulum
(Awwaliyah)
Desa Belawang RT. 07 No. 1
Belawang Kab. Barito Kuala
4 311263040007 Subulussalam
(Awwaliyah)
Sei. Telan Kecil Tabunganen
Kab. Barito Kuala
ZONA BANJAR
1 311263030102 Nurul Hikmah
(Awwaliyah)
Jl. Mentari Empat Keraton
Martapura
2 311263030301 Darul Aman
(Awwaliyah)
Jl. A. Yani Km. 43,5 Tambak
Anyar Ilir Martapura Timur Kab.
Banjar
3 311263030002 Al Khairiah
(Awwaliyah)
Jl. Mesjid Jami Da‟watul Haq
Pinggiran Ilir Astambul Kab.
Banjar
4 321263030195 Miftahul Huda
(Awwaliyah)
Jl. Barakat RT. 01 Ds. Pulau
Nyiur Karang Intan Kab. Banjar
5 321263030005 Izharussalam
(Wustha)
Keliling Benteng Ulu Martapura
Barat Martapura
6 321263030169 Darul Aman
(Wustha)
Jl. A. Yani Km. 43,5 Tambak
Anyar Ilir Martapura Timur Kab.
Banjar
7 321263030008 Fita‟limissibyan
(Wustha)
Desa Lokbaintan Kec. Sungai
Tabuk Kab. Banjar
8 321263030175 Thoriqul Ma‟arif Jl. A. Yani Km. 52.700 Danau
6
(Wustha) Salak Astambul Kab. Banjar
4. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan dengan fokus
sebagai berikut:
a. Kebijakan tentang Madrasah Diniyah seperti dasar hukum pelaksanaan program
pendidikan, tujuan serta visi dan misi Madrasah Diniyah Takmiliyah)
b. Kurikulum yang meliputi tujuan kurikulum, silabus dan mata pelajaran yang
dilaksanakan di MDT, dan referensi yang digunakan.
c. Pembelajaran dengan komponen-komponen pembelajaran yang terdiri dari: 1) Tujuan
pembelajaran, 2) strategi serta metode; 3) media pembelajaran; 4) evaluasi
pembelajaran. Hal ini disoroti dengan pertanyaan bagaimana perencanaan, pelaksanaan
dan monitoringnnya).
d. Pengelolaan MDT yang meliputi:
1) Kesiswaan, yaitu: a) input santri; b) pembinaan input.
2) Personalia, yaitu: a) kepala Madrasah Diniyah; b) dewan guru/ustadz/ustadzah.
3) Sarana dan Prasarana (Gedung dan sarana/fasilitas penunjang pembelajaran)
4) Keuangan, yaitu: a) SPP; 2b) Infaq; c) Sadaqah; d) sumber bantuan dana lainnya
baik dari masyarakat/pemerintah.
5) Keterlibatan masyarakat, yaitu: keterlibatan masyarakat terhadap kelangsungan
Madrasah Diniyah.
5. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh yaitu
kepala Madrasah Diniyah, dewan guru/ustadz/ustadzah, personalia, dan masyarakat di sekitar
Madrasah Diniyah. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokumentasi, wawancara, dan observasi. Dokumentasi dipakai untuk menggali data
tentang gambaran umum Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan, yaitu kurikulum, jumlah
siswa, dan kondisi personalia. Wawancara digunakan untuk menggali data yang terkait
dengan pengembangan kurikulum pengajaran, pengembangan kesiswaan/santri, personalia,
sarana dan prasarana, keuangan dan keterlibatan masyarakat terhadap Madarash Diniyah.
7
Observasi digunakan untuk menggali data yang terkait dengan proses pembelajaran, kondisi
siswa/santri, personalia, dan sarana prasarana. Semua data yang terkumpul nantinya akan
dilakukan pemeriksaan keabsahan data dengan cara triangulasi.
G. RENCANA PEMBAHASAN
Peneliti akan membagi lima bagian utama pembahasan di dalam laporan hasil penelitian
nantinya. Di bab pertama, peneliti akan memaparkan latar belakang, fokus penelitian, tujuan
penelitian, kajian riset terhdahulu yang relevan (kajian pustaka), signifikansi penelitian, dan
sistematikan pembahasan. Di bab dua, peneliti akan memaparkan konsep ataupun landasan
teori yang digunakan, yakni berupa Madrasah Diniyah secara umum, kurikulum,
pembelajaran, dan pengelolaan program pendidikan. Sedangkan di bab tiga, peneliti akan
memaparkan dan mengilustrasikan metodologi penelitian secara komprehensif, meliputi jenis
dan pendekatan penelitian yang digunakan, subjek dan instrumen data penelitian, objek
penelitian, sumber data penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan
cara/prosedur penelitian yang dilakukan. Di bagian bab empat peneliti akan memaparkan
hasil temuan penelitian dan melakukan pembahasan atau analisis mendalam. Adapun rencana
pembahasana dalam bab ini peneliti akan memaparkan deskripsi profil lokasi penelitian,
memaparkan secara komprehensif dan mendalam disertai analisis kritis terkait kurikulum dan
pembelajaran, kesiswaan/ santri, personalia, sarana prasarana, keuangan, dan keterlibatan
masyarakat terhadap Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan yang secara keseluruhan
merupakan bagian manajemen pengelolaan. Selanjutnya peneliti juga akan merumuskan
idealitas Madrasah Diniyah sebagai temuan utama penelitian tersebut. Di bab terakhir adalahg
penutup. Di sini peneliti akan menarik sebuah kesimpulan dari penelitian besar ini dan
memberikan rekomendasi terkait Madrasah Diniyah di Kalimantan Selatan. Semua yang
peneliti tulis dalam laporan akan mengacu pada referensi yang dipilih peneliti untuk
mendukung argumen, afirmasi dan pendapat yang diutarakan dalam penelitian ini.
H. BIBLIOGRAFI
Abdurrahman. (2018). Pemikiran tentang Pendidikan Pesantren, Jurnal Pusaka Media Kajian
dan Pemikiran Islam, Vol. 5 Nomor 2, 48-70.
8
Aisyah, S. (2015). Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar. Yogyakarta:
Deepublish.
Ahmad, J., & Manusia, A. P. K. (2002). Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Almasri, M. N. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia: Implementasi dalam Pendidikan
Islam. Kutubkhanah, 19(2), 133-151.
Amin, Headri. (2006). Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Jakarta: Diva Pustaka.
Arifin, H. M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Aritonang, K. T. (2008). Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
Jurnal Pendidikan Penabur, 7(10), 11-21.
Azra, A. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi.
Jakarta: Kompas.
_____. (1995). Jaringan Ulama Nusantara Abad XVII-XVIII. Bandung: Mizan
Alia, Nur. (2015). Madrasah Diniyah Takmiliyah Dalam Perspektif Standar Pelayanan
Minimal di Kabupaten Cirebon. Penamas, 28(3), 445-462.
Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar Dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 11(1), 15-34.
Dacholfany, M. I. (2015). Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi.
AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam, 20(1), 173-194.
Daulay, Haidar Putra. (2018). Sejarah Pertumbuhan & Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta; Kencana.
Depdiknas. (2000). Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Departemen Agama, R.I. (2003). Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan
dan Perkembangannya. Jakarta: Departemen Agama RI.
Ghony, M. D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Hamalik, Oemar. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Ikhwan, A. (2017). Kajian Sosio-Historis Pendidikan Islam Indonesia Era Reformasi.
EDUKASI: Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 14-32.
Iskandar, I. (2012). Dakwah dan Individualisme, Materialisme dan Hedonisme. Jurnal
Dakwah Tabligh, 13(1), 17-30.
Majid, Abdul (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Maya, R. (2017). Esensi Guru dalam Visi-Misi Pendidikan Karakter. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 2(03).
Nata, Abuddin (2012). Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia. Kencana.
9
Nazir, Moh. (2011). Metedologi Penelitian, Cetakan Ketujuh, Bogor : Ghalia Indonesia
Nizah, N. (2016). Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis. Edukasia: Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 11(1).
Rosyadi, A. R., Mujahidin, E., & Muchtar, A. (2013). Kebijakan Pemerintah Daerah tentang
Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah di Kabupaten Pandeglang. Ta'dibuna:
Jurnal Pendidikan Islam, 2(1), 1-16.
Saragih, A. H. (2008). Kompetensi Minimal Seorang Guru Dalam Mengajar. Jurnal
Tabularasa, 5(1), 23-34.
Sakti, B. P. (2016). Etika dan Profesi Guru SD Di Tengah Perkembangan Zaman.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Proceeding PGSD Universitas Kuningan 2016,
1(1), 99–107. https://proceeding.uniku.ac.id/index.php/pgsd2016/article/view/10
Solichin, M. M. (2006). Belajar dan Mengajar Dalam Pandangan Al-Ghazâlî.
TADRIS:Jurnal Pendidikan Islam, 1(2).
Sobel, D. (2004). Place-Based Education: Connecting Classroom and Communities,
Barrington, Orion Society.
Smith, G. A., & Sobel, D. (2014). Place-and Community-Based Education in Schools. New
York: Routledge Taylor and Francis Group.
Solihin, I. (2018). Madrasah dan Pertumbuhan Keilmuan Dunia Islam: Sebuah Kajian
Sosio-Historis. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 4(1), 97-106.
Tamuri, A. H., Ismail, M. F., & Jasmi, K. A. (2012). Komponen Asas untuk Latihan Guru
Pendidikan Islam [Basic Components for Islamic Education Teacher Training].
Global Journal Al-Thaqafah, 2(2), 53-63.
Tim Dosen FT UIN Maulana Malik Ibrahim. (2011). Pendidikan Islam dari Paradigma
Klasik hingga Kontemporer, Malang: UIN Malang Press.
Tilaar, H. A. R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Umar, M. (2016). Manajemen Hubungan Sekolah Dan Masyarakat Dalam Pendidikan.
JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(1), 18-29.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., & Nyoto, A. (2016). Transformasi pendidikan abad 21
sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di era global. In Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Vol. 1, No. 26, pp. 263-278).
Yaqin, Husnul, Norlaila, dan Ahmad Zakki Mubarak. (2011). Profil Madrasah Diniyah di
Kota Banjarmasin. Banjarmasin: Puslit IAIN Antasari
Zainuddin. (1991). Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta:Bumi Aksara
Peraturan Menteri Agama RI No. 13 tahun 1964 tentang Pengertian, Fungsi, dan Tujuan
Madarash Diniyah
Peraturan Menteri Agama No. 03 tahun 1983 tentang Kurikulum Madrasah Diniyah
10
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Pendidikan Keagamaan
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan
Keagaman Islam
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Sadiman, Arief S. dkk. (2009). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
11
I. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilakukan selama 8 bulan, yakni dari bulan Januari
2020 sampai dengan bulan Agustus 2020. Berikut jadwal rencana pelaksanaan penelitian:
No Kegiatan Bulan/Tanggal Minggu ke
1
Penyusunan Proposal
Juli 2019 I, II, III, !V
2 Agustus 2019 I, II, III, !V
3 Revisi Proposal Januari 2020 I, II, III, !V
4 Seminar Proposal Februari 2020 I, II, III, !V
5 Persiapan bahan Penelitian Maret 2020 I dan II
6
Tahap Pengumpulan Data
Maret 2020 III dan IV
7 April 2020 I, II, III, !V
8 Mei I, II, III, !V
9 Juni 2020 I, II, III, !V
10 Juli 2020 I, II, III, !V
11 Penyusunan LAporan Agustus 2020 I dan II
12 Seminar Akhir Agustus 2020 III
13 Revisi Laporan Agustus 2020 IV
14 Penyusunan Laporan dan
Penggandaan Data
September 2020 I, II, III