20
i PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016 SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016 PROFESIONALISME KONSELOR MENGHADAPI ERA GLOBALISASI Bengkulu, 17 Desember 2016 Diselenggarakan oleh: BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS BENGKULU Bekerja samadengan: Ikatan Konselor Indonesia (IKI) Bengkulu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) Bengkulu Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Bengkulu ISBN: 978 – 602 – 8043 – 64 – 9

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS …iv PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016

SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016

PROFESIONALISME KONSELORMENGHADAPI ERA GLOBALISASIBengkulu, 17 Desember 2016

Diselenggarakan oleh:BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS BENGKULU

Bekerja sama dengan:Ikatan Konselor Indonesia (IKI) BengkuluAsosiasi B imbingan Konseling Indonesia (ABKIN) BengkuluMusyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Bengkulu

ISBN: 978 – 602 – 8043 – 64 – 9

ii

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016

PROFESIONALISME KONSELORMENGHADAPI ERA GLOBALISASI

TIM EDITOR:

Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (UPI - Bandung)

Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang)

Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu)

Prof. Dr. Mujiran, M. Psi (Universitas Negeri Padang)

Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Copyright @ 2016

ISBN: 978-602-8043-64-9

Diterbitkan oleh:

Penerbitan FKIP Universitas Bengkulu

Alamat Penerbit:

Jalan WR. Supratman Kandang Limun BengkuluSumatera-Indonesia 38371

Telp : 0736- 21186email: [email protected]

iii

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016DEWAN REDAKSI

Penasehat dan PenanggungJawab:

Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd (Dekan FKIP Universitas Bengkulu)

Dr. Manap, M.Pd (Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNIB)

Dr. Hadiwinarto, M.Psi (Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UNIB)

Editor:

Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (Universitas Pendidikan Indonesia-Bandung)

Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang)

Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu)

Prof. Dr. Mujiran, M.Psi (Universitas Negeri Padang)

Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)

Diterbitkan oleh:

Penerbitan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

Alamat Penerbit:

Jalan WR. Supratman Kandang Limun BengkuluSumatera-Indonesia 38371

Telp : 0736- 21186email: [email protected]

iv

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan

Konseling FKIP UNIB 2016 dapat terwujud. Prosiding Seminar Nasional ini merupakan

kumpulan artikel/makalah baik berupa hasil penelitian dan kajian teori yang disusun dan

disajikan oleh para pakar, dosen, guru, praktisi, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi,

sekolah dan instansi di Indonesia.

Prosiding ini merupakan bagian dari kegiatan Seminar Nasional Bimbingan dan

Konseling FKIP UNIB tahun 2016 dengan tema: “Profesionalisme Konselor Menghadapi Era

Globalisasi” yang dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2016. Keberhasilan pelaksanaan

seminar nasional dan terkumpulnya artikel dalam prosiding ini tercapai berkat kerjasama dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, panitia pelaksana mengucapkan terima kasih yang tulus dari

hati kami kepada:

1. Dekan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd yang telah

memberikan dukungan dan memfasilitasi semua rangkaian kegiatan seminar nasional

ini.

2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Dr. Manap Somantri,

M.Pd yang telah memberikan dukungan moral dan partisipasi aktif dalam kegiatan

seminar nasional ini.

3. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Bapak Dr.

Hadiwinarto, M.Psi yang telah memberikan pengarahan akademik dan teknis pada

semua rangkaian kegiatan seminar nasional ini.

4. Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,

Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd dan Guru Besar Bimbingan dan Konseling

Universitas Negeri Padang bapak Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd yang telah

meluangkan waktu untuk membagi ilmunya sebagai narasumber pada kegiatan

seminar nasional ini.

5. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Bapak Drs. Ade Erlangga, M.Si yang telah

bersedia membagikan ilmu dan berbagai informasi-informasi terkait kebijakan-kebijakan

pemerintah daerah mengenai pengembangan profesionalisme guru bimbingan dan

konseling di Provinsi Bengkulu.

6. Semua anggota panitia pelaksana yang terdiri dari Bapak/Ibu dosen, mahasiswa

Bimbingan Konseling dan karyawan FKIP Universitas Bengkulu yang telah bekerja

v

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016keras dengan peran masing-masing sehingga kegiatan seminar nasional ini berjalan

dengan lancar dan sukses.

7. Bapak/ibu dosen, guru, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah-

sekolah di Indonesia yang telah memberi kontribusi menuliskan artikel ilmiah dalam

prosiding ini.

Semoga Prosiding SEMNAS BK FKIP UNIB 2016 dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik bimbingan dan konseling di Indonesia

demi terwujudnya profesi konselor yang memiliki kompetensi dan daya saing dunia pada era

globalisasi. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tentunya prosiding ini masih memiliki

beberapa keterbatasan yang perlu dimaklumi. Saran dan kritik yang membangun akan menjadi

masukan bagi peningkatan kualitas prosiding pada masa-masa mendatang.

Bengkulu, 17 Desember 2016

Ketua Panitia

Dr. Yessy Elita, S.Psi., M.A., PsikologNIP. 19791111 200604 2001

vi

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016DAFTAR ISI

Halaman Judul

Dewan Redaksi iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

1. Kompetensi profesional konselor dalam melaksanakan konseling di eraMEA (keterampilan konseling)Oleh : Herman Nirwana

1-9

2. Pelayanan konseling diperluas (konseling spiritual)Oleh : Dr. Hadiwinarto, M.Psi

10-20

3. Bimbingan karier di era globalisasi sebuah antisipasiOleh : Bambang Suwarno dan Bernadine L. Yanwar

21-27

4. Kompetensi konselor dalam memahami nilai sosiokultural peserta didikSekolah Menengah PertamaOleh : Andika Ari Saputra dan Indah Permatasari

28-35

5. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan KarierSiswaOleh : Amilia Nopitasari dan Gristianty Veronica

36-43

6. Menumbuhkembangkan Karakter Peserta DidikOleh : E. Handayani Tyas

44-48

7. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan KarierSiswaOleh : Heni Sulusyawati

49-54

8. Facebook sebagai alternatif media konseling yang menarik bagi siswaOleh : Hermi Pasmawati

55-61

9. Layanan Konseling Individual Berbasis Internet Sebagai AlternatifPengembangan KomunikasiOleh : Indana Zulfa

62-68

10. Pentingnya character building dalam pendidikanOleh : Junierissa Marpaung

69-79

11. Perbedaan pembelajaran bahasa kedua pada anak dan orang dewasaOleh : Irma Diani

80-83

12. Model komunikasi interpersonal guru bimbingan dan konseling dalamkonteks kelekatan sebagai upaya peningkatan psikologi sekolah siswaOleh : Dian Mustika Maya

84-89

vii

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 201613. Peranan teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling

Oleh : Asniti Karni90-96

14. Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam MembentukKesadaran Bersekolah Siswa SD di Kabupaten Banjar KalimantanSelatanOleh : Dwi Nur Rachmah

97-104

15. Strategi layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkankemampuan resolusi konflik untuk menangani konflik interpersonal siswaOleh : Khairi Bintani dan Shufiyanti Arfalah

105-112

16. Kematangan sosial remaja yang diasuh orang tua tunggal (single parent)Oleh : Melda Rumia Rosmery Simorangkir

113-120

17. Urgensi bimbingan penyuluhan Islam dalam keluargaOleh : Mirna Ari Mulyani

121-125

18. Pengaruh keterikatan kerja dan konflik pekerjaan-keluarga terhadapkepuasan kerja pada ibu yang bekerjaOleh : Nita Sri Handayani dan Intaglia Harsanti

126-136

19. Layanan bimbingan belajar dalam pendidikan yang menjadi sistemOleh : Nurlatifah Alauddin,Ismi Komariatun Nisa, Handamari AngganaRaras, Liya Husna Risqiyain

137-142

20. Profesionalisasi bimbingan dan konseling sebagai helping professionOleh : Permata Sari dan Ishlakhatus Sa’idah

143-150

21. Peningkatan Kinerja Guru BK Berkaitan Tugas dan Kewajiban konselor“Problematika Konselor yang tidak Melaksanakan Evaluasi ProgramBimbingan dan Konseling Disekolah”Oleh : Pujang Putri

150-157

22. Konseling Kelompok Sebagai Intervensi Permasalahan Siswa UsiaRemajaOleh : Rika Vira Zwagery

158-164

23. Aplikasi Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Sistem Pakar UntukMengidentifikasi Prilaku Seksual Siswa Menggunakan Visual Basic 6.0.Oleh : Selvia Tristianti Hidajat dan Sriyanto

165-171

24. Penerapan Lesson Study Untuk Meningkatkan Kualitas PembelajaranOleh : Rita Sinthia

172-177

25. Gawat Darurat Kebutuhan Profesi Konselor Disekolah DasarOleh : Dian Fithriwati Darusmin

178-183

viii

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 201626. Resiko Penyalahgunaan Nafza : Apa yang Bisa Dilakukan Konselor Kota

dan DesaOleh : Eny Purwandari

184-195

27. Pergeseran Etika Dalam Komunikasi Dosen-Mahasiswa di Era DigitalOleh : Mahargyantari Purwani Dewi dan Hendro Prabowo

196-202

28. Cybercounceling : Memanfaatkan Teknologi Di Era Digital. BagaimanaKelebihan dan KelemahannyaOleh : Nidya Dudija

203-210

29. Strategi Orang Tua dalam Mengembangkan Interaksi Komunikatifdengan Anak Untuk Meningkatkan Kemampuan Membina HubunganSosial AnakOleh: Vira Afriyati

211-222

30. Tantangan Profesi Guru BK/ Konselor Sekolah Sekarang dan AkanDatangOleh: Wahid Suharmawan

223-231

31. Benarkah Standar Ganda Seksual Mempengaruhi Prilaku Seks PranikahPada MahasiswaOleh: Wahyu Rahardjo, Ajeng Furida Citra, Maizar Saputra, MetaDamariyanti, Aprillia Maharani Ayuningsih, Marcia Martha Siahay

232-238

32. Peran Outbond Management Training Terhadap Motivasi KerjasamaOleh: Wiwien Dinar Pratisti dan Zainudin

239-245

33. Profesionalisasi Konselor Di Era Globalisasi Pentingnya PeranPenyeliaan KlinisOleh: I Wayan Dharmayana

246-253

34. Membentuk Problem Focused Coping melalui Cognitive BehaviorTherapyOleh: Eko Sujadi dan Bukhari Ahmad

35. Dilema anak berbakat dalam pengambilan keputusan karierOleh: Yessy Elita

36. Pentingnya Bimbingan dan Konseling di PAUDOleh: Mona Ardina

37. Penerapan Pendidikan Karakter Berbasis Religi Dalam PembelajaranPendidikan Agama IslamOleh: Arsyadani Mishbahuddin

254-261

262-267

268-276

277-286

ix

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016

277

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RELIGI

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Arsyadani Mishbahuddin

E-mail: [email protected]

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

Abstrak

Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang mengembangkanpotensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang berkarakter danberbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten pada diri individu(peserta didik) diiringi dengan penanaman nilai-nilai agama di dalamnya. Prinsippembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengupayakanagar setiap individu peserta didik dapat mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagaimiliknya dan juga dapat bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melaluitahapan mengenal, menilai, dan menentukan pilihannya, serta selanjutnya menjadikansuatu nilai sesuai dengan keyakinan diri yang ada pada setiap individu (peserta didik).Dengan prinsip tersebut, peserta didik dapat belajar melalui proses berpikir, bersikap, danberbuat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

PENDAHULUANSecara konstitusional, PAI merupakan bagian integral dalam upaya pencapaian

tujuan pendidikan nasional yang bersifat sistemik dan berkelanjutan agar peserta didik

menjadi orang-orang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana amanat yang

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.

Undang-Undang di atas secara tegas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan

nasional diarahkan pada pembentukan empat aspek yaitu: aspek religius, aspek moral,

aspek intelektual, dan aspek kebangsaan. Semua aspek itu diwujudkan dalam rangka

membentuk manusia yang utuh dan paripurna (insan kamil). Pendidikan agama mengambil

peran utama dalam membina aspek religius dan aspek moralitas.

Selanjutnya dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang

Pendidikan Tinggi kembali dikukuhkan wajib adanya mata kuliah pendidikan agama, yang

sudah dapat dipastikan merupakan suatu entitas utuh psikopedagogis/andragogis dalam

278

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016kurikulum program diploma dan sarjana. Secara konseptual dan paradigmatik, tujuan akhir

atau capaian pembelajaran (learning outcomes) pendidikan agama Islam adalah

terbentuknya kepribadian mahasiswa secara utuh (kaffah) dengan menjadikan ajaran Islam

sebagai landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam pengembangan keilmuan dan

profesinya. Artinya, kepribadian yang utuh hanya dapat diwujudkan apabila pada diri setiap

mahasiswa tertanam iman dan takwa kepada Allah SWT. Namun, perlu dicatat bahwa

keimanan dan ketakwaan, hanya akan terwujud apabila ditopang dengan pengembangan

elemen-elemennya, yakni: wawasan/pengetahuan tentang Islam (Islamic knowledge), sikap

keberagamaan(religion dispositions), keterampilan menjalankan ajaran Islam (Islamic skills),

komitmen terhadap Islam (Islamic committment), kepercayaan diri sebagai seorang muslim

(moslem confidence), dan kecakapan dalam melaksanakan ajaran agama (Islamic

competence). Secara keseluruhan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sangat

diperlukan oleh setiap mahasiswa muslim agar mau dan mampu mewujudkan ajaran Islam

dalam kehidupan pribadi, pengembangan keilmuan dan profesinya secara aktif, kreatif,

cerdas, dan bertanggung jawab sebagai seorang muslim yang taat beragama.

Adanya wacana dan semangat membentuk pribadi bangsa yang berkarakter,

muncullah berbagai variasi dari pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter terdapat

banyak nilai-nilai yang wajib untuk ditumbuhkan, dikembangkan, dan dilaksanakan. Nilai-

nilai yang terdapat dalam pendidikan karakter diantaranya adalah jujur, disiplin, toleransi,

cinta tanah air dan sebagainya. Dari nilai-nilai tersebut terbentuklah banyak model

pembelajaran karakter.

Tentu saja dengan model-model pembelajaran nilai karakter yang berbeda-beda

akan semakin memudahkan guru dalam menyampaikan dan mengajarkan serta mendidik

nilai-nilai karakter pada peserta didik. Semakin mudah guru menyampaikan makin mudah

pula peserta didik dalam menangkap dan menumbuhkan nilai-nilai karakter dalam dirinya

masing-masing. Tidak dapat dikatakan mudah pula untuk dapat menerapkan nilai-nilai

karakter secara konsisten. Kita tahu bahwa kondisi yang ada pada bangsa ini telah terlalu

memprihatinkan. Sehingga perlu kerja keras untuk dapat menumbuhkan dan melaksanakan

nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam model pembelajaran pendidikan karakter terdapat beberapa variasi seperti

yang telah dipaparkan di atas, bahwa terdapat pendidikan nilai karakter dengan basis kasih

sayang, media massa, IT, agama dan sebagainya. Dari adanya berbagai basis yang dapat

digunakan untuk pembelajaran nilai karakter, dalam makalah ini penulis akan memaparkan

mengenai salah satu basis pembelajaran dari nilai-nilai karakter berbasis religi, dimana

pembelajaran nilai-nilai karakter dengan basis ini dirasa paling pokok, mendasar, dan efektif

untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter, mengontrol perilaku dan membentuk karakter

bangsa.

279

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PEMBAHASANPendidikan Islam dan Pendidikan Karakter

Pendidikan Islam menurut Muhammad Fadhil al-Jamali dalam (Abdul Mujib, 2010:26)

mengartikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk

lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga

terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun

perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan Islam yaitu:

1. aktivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong dan mengajak peserta didik

untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Peserta didik yang tidak memiliki

pengetahuan dan pengalaman apa-apa dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat

pengetahuan, agar ia mampu merespon dengan baik.

2. upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai-nilai akhlak yang luhur dan mulia.

Peningkatan pengetahuan dan pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas

akhlak dan

3. upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia baik potensi kognitif (akal), afektif

(perasaan), dan psikomotorik (perbuatan).

Ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan),

bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian akhlak

(karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang

utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah merupakan pondasi yang menjadi tumpuan untuk

terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang

hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada

pencapaian akhlak (karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter)

sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang

dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan

terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.

Pendidikan akhlak (karakter) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlak

yang karimah (karakter mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di samping

membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkan

pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987:

1). Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan

kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pelajaran akhlak (karakter) dan setiap

guru atau dosen haruslah memperhatikan sikap dan tingkah laku peserta didiknya.

Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu, akan tetapi yang

dimaksud adalah ilmu yang amaliyah. Artinya, seorang yang memperoleh suatu ilmu akan

dianggap berarti apabila ia mau mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, Imam Al-

Ghazali mengatakan, “Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yang berilmu,

280

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal, semua orang

yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas dan jujur” (al-Abrasyi, 1987:

46). Al-Ghazali memandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan sebagai sebuah

ilmu yang bertujuan untuk memberi manusia pengetahuan dan watak (disposition) yang

dibutuhkan untuk mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga dapat beribadah kepada-Nya dan

mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup.

Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama mempunyai peran yang

sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan

nasional. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan Pasal 2 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan

Agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan

hubungan inter dan antarumat beragama.

Melihat demikian pentingnya Pendidikan Agama di sekolah dan perguruan tinggi

sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan di atas, maka Pendidikan

Agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan tanggung jawab yang sangat besar

dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional, terutama untuk mempersiapkan

peserta didik dalam memahami ajaran-ajaran agama dan berbagai ilmu yang dipelajari serta

melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Islam hendaknya lebih

ditekankan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki budi pekerti atau karakter

mulia (al-akhlaq al-karimah), yang ditunjang dengan penguasaan ilmu dengan baik

kemudian mampu mengamalkan ilmunya dengan tetap dilandasi oleh iman yang benar

(tauhid). Dengan kriteria seperti ini, diharapkan Pendidikan Agama Islam mampu

mengangkat derajat para peserta didik sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya.

Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Agama di atas, bukanlah hal yang mudah.

Banyak hal yang harus diperhatikan mulai dari materinya, pengelolaan atau manajemennya,

metodologinya, sarana dan prasarananya, hingga guru/dosen dan peserta didiknya.

Pendidikan Agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah (mata kuliah di PT) harus

diupayakan agar bisa mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman sehingga mampu

mengemban fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang ditegaskan di atas tanpa

harus meninggalkan ajaran-ajaran pokoknya.

Sementara itu karakter menurut Alwisol dalam (Zubaedi, 2011:11) diartikan sebagai

gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara

eksplisit, maupun implisit. Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni:

moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral) dan moral behavior

(perilaku moral). Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan, (knowing the

281

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good) dan berbuat kebaikan (doing the

good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (habist of the mind),

pembiasaan dalam hati (habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the

action).

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,

sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi

seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan

dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam

pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,

hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep

pendidikan karakter (character education). Ahmad Amin menjadikan kehendak (niat)

sebagai awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan

dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku (Ahmad Amin, 1995: 62). Pendidikan karakter

tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi

lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik

sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan

demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau

pendidikan moral.

Seperti dijelaskan di atas bahwa karakter identik dengan akhlak. Dalam perspektif

Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan

syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Ibarat

bangunan, karakter/akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah

fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri

seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang benar. Seorang Muslim yang

memiliki aqidah atau iman yang benar pasti akan mewujud pada sikap dan perilaku sehari-

hari yang didasari oleh imannya.

Penerapan Nilai-nilai Karakter Berbasis ReligiDalam sejarah peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW adalah model terbaik dalam

berkarakter sekaligus dalam penanaman karakter di kalangan masyarakatnya. Nabi

Muhammad berhasil membangun karakter masyarakat Arab menjadi berbalik dari karakter

sebelumnya, yakni yang sebelumnya jahiliyah (bodoh dan biadab) menjadi Islami (penuh

dengan nilai-nilai Islam yang beradab). Pembinaan karakter ini dimulai dengan membangun

aqidah orang-orang Arab selama kurang lebih tiga belas tahun, yakni ketika Nabi masih

berdomisili di Makkah dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter mereka dengan

mengajarkan syariah (hukum Islam) untuk membekali ibadah dan muamalah mereka sehari-

hari selama kurang lebih sepuluh tahun. Dengan modal aqidah dan syariah serta didukung

282

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016dengan keteladanan sikap dan perilakunya, Nabi berhasil membangun masyarakat Arab

menjadi masyarakat madani (yang berkarakter mulia).

Para ahli akhlak (karakter) Islam memberikan wacana yang bervariasi dalam rangka

pencapaian manusia paripurna (insan kamil) yang dipengaruhi oleh landasan teologis yang

bervariasi pula. Di antara tokoh-tokoh karakter tersebut yang ide-idenya relevan banyak

dijadikan rujukan dalam pemikiran dan pembinaan karakter dalam Islam adalah Al-Raghib

Al-Asfahani dan al-Ghazali. Al-Asfahani menuangkan ide-ide penyucian jiwa (berkarakter

mulia) bagi manusia dalam kitabnya yang diberi judul al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah.

Menurut al-Asfahani, landasan kemuliaan agama adalah kesucian jiwa yang dicapai melalui

pendidikan dan melakukan kesederhanaan, kesabaran, dan keadilan. Kesempurnaannya

diperoleh dari kebijaksanaan yang ditempuh melalui pelaksanaan perintah-perintah agama,

kedermawanan dicapai melalui kesederhanaan, keberanian dicapai melalui kesabaran, dan

kebenaran berbuat diperoleh melalui keadilan (Majid Fakhry, 1996: 102). Itulah keterkaitan

yang sangat erat antara agama dengan karakter seseorang. Ditambahkan, bahwa siapa

saja yang memenuhi persyaratan tersebut ia akan memperoleh tingkat kemuliaan tertinggi

yang oleh al-Quran (QS. al-Hujurat (49: 13) adalah ketakwaan. Disamping itu, ia akan

menjadi khalifah yang mulia di muka bumi dan memasuki tingkatan ketuhanan, syahid, dan

orang suci (Majid Fakhry, 1996: 103). Al-Asfahani membedakan kemuliaan agama dengan

ketaatan beragama. Dalam pandangannya, ketaatan beragama terbatas pada ritus-ritus

(peribadatan), sedang kemuliaan agama sama sekali tidak terbatas. Aturan-aturan yang

berlaku bagi ketaatan beragama adalah kewajiban (fardlu) untuk memilih (nafal) atau

keadilan (‘adl) untuk mencapai keutamaan (fadll). Dengan melaksanakan keadilan manusia

diperbolehkan melakukan kewajiban yang menjadi prasyarat utama (Majid Fakhry, 1996:

103).

Telah dipaparkan dengan jelas pada pembahasan sebelumnya bahwa pendidikan

karakter memiliki pengertian yang terkait erat dengan moral dan etika. Dimana sehubungan

dengan hal itu, pada dasarnya agama atau religi juga mengutamakan aspek moral dan etika

dalam nilai-nilainya. Sehingga, ketika pembelajaran pendidikan karakter diberikan melalui

aspek-aspek keagamaan atau berbasis pada religi, maka akan membentuk suatu kombinasi

yang baik tanpa ada nilai-nilai yang saling berlawanan atau bertolak belakang. Hal ini

dikarenakan agama merupakan salah satu sumber nilai dalam membangun pembelajaran

pendidikan karakter. Dimana dari sumber keagamaan tersebut muncullah nilai religi sebagai

salah satu nilai yang menjadi bagian atau unsur yang membentuk karakter individu

(bangsa). Selain itu, pendidikan karakter yang diajarkan melalui nilai-nilai keagamaan atau

berbasis religi ini merupakan salah satu jenis dari pendidikan karakter yang dapat

dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah/ lembaga pendidikan.

283

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016Diantara nilai karakter yang baik untuk dikembangkan dalam pribadi seseorang

adalah bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli pada orang

lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tidak mudah putus asa, dapat berpikir

secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak

sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan

diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk, mempunyai inisiatif, setia

menghargai waktu, dan bisa bersikap adil. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat

beragama. Karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada

ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari

pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai

pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang

berasal dari agama.

Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dapat diuraikan secara lebih spesifik,

bahwa pendidikan karakter yang berbasis religius mengacu pada nilai-nilai dasar yang

terdapat dalam agama Islam. Nilai-nilai karakter yang menjadi dasar pendidikan karakter

dapat bersumber dari keteladanan Rasulullah SAW yang dapat terwujud dalam kehidupan

sehari-hari beliau. Sumber yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pendidikan

karakter dapat disebut sebagai prinsip. Karena dalam pembahasan ini berkenaan dengan

karakter berbasis religi, maka sumber dari pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai

prinsip pendidikan karakter yang berbasis religi berhubungan erat dengan nilai-nilai

keagamaan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti yang telah disinggung

pada kalimat sebelumnya. Prinsip-prinsip yang bersumber dari nilai agama Islam yang

digunakan dalam merekonstruksi pendidikan karakter berbasis religi yaitu:

1. Shiddiq; merupakan perilaku yang diartikan dan dimaknai secara harfiah atau bahasa

sebagai perilaku jujur. Pengertian dari shiddiq itu sendiri merupakan sebuah kenyataan

yang benar yang tercermin dalam perkataan, perbuatan, tindakan dan keadaan

batinnya. Pengertian shiddiq tersebut dapat diuraikan dalam beberapa butir, yakni:

a. Memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan

b. Memiliki kemampuan kepribadian yang stabil, arif, dewasa, mantap, jujur menjadi

teladan, berwibawa, dan berakhlak mulia. Kejujuran ini juga menjadi nilai-nilai yang

mendasar untuk diajarkan pada individu (peserta didik).

2. Amanah; merupakan sikap atau perilaku seseorang yang dapat menjalankan dan

menepati setiap janji serta tanggungjawabnya, atau dapat diartikan juga

bahwa amanah adalah sebuah kepercayaan yang harus ditanggung dalam mewujudkan

sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja keras dan konsisten.

Pengertian amanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir yakni:

a. rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi

284

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016b. memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal

c. memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup dan

d. memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan

3. Tabligh; merupakan perilaku seseorang yang berusaha menyampaikan pesan atau

amanat yang diberikan kepadanya untuk disampaikan pada seseorang yang dituju.

Sehingga, sifat Tabligh ini masih dalam runtutan dari sifat jujur dan amanah. Ketika

seseorang dapat dengan jujur dan mampu menyampaikan amanat yang diberikan

padanya, maka ia akan dipercaya. Karena itulah, sifat-sifat ini pantas menjadi prinsip dari

terbentuknya pendidikan nilai karakter berdasarkan nilai agama/ religi (Islam). Tidak

hanya itu, Tablîgh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang

dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Dapat diuraikan mengenai

pengertian ini diarahkan pada:

a. memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi,

b. memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif, dan

c. memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik yang tepat

4. Fathonah; merupakan salah satu sifat dari Rasulullah SAW, fathonah ini berarti cerdas.

Pengertian secara utuh dari fathonah adalah sifat yang meliputi kecerdasan, kemahiran,

atau penguasaan bidang tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan

spiritual. Karakteristik jiwa fathanah meliputi arif dan bijak, integritas tinggi, kesadaran

untuk belajar, sikap proaktif, orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama, menjadi

yang terbaik, empati dan perasaan terharu, kematangan emosi, keseimbangan, jiwa

penyampai misi, dan jiwa kompetisi. Sifat fathanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-

butir:

a. memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman

b. memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing

c. memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual. Inilah prinsip keempat yang

melengkapi ketiga prinsip lainnya, dimana setiap prinsip masih saling

berkesiambungan dan membentuk sifat atau kepribadian yang luhur.

Melalui prinsip-prinsip secara agama (Islam) tersebut tanpa mengesampingkan

agama lain dimana sebenarnya terdapat ajaran yang tidak berbeda jauh dalam hal bermoral

dan beretika, pada dasarnya setiap agama sama dalam membentuk umat yang patuh pada

moral dan etika. Sehingga dengan prinsip tersebut, dapat dijadikan sebagai dasar bagi

pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai karakter lainnya. Dimana dengan ditambah

berbagai sumber lainnya, maka muncul berbagai nilai karakter yang dapat ditanamkan pada

diri individu (peserta didik). Nilai religi yang merupakan hasil dari sumber keagamaan, dan

toleransi, peduli lingkungan sebagai hasil dari sumber sosial.

285

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016Pendidikan karakter merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik

dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar mereka memiliki nilai dan karakter

sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai

anggota masyarakat, dan sebagai warga negara. Berdasarkan hal tersebut, kemudian

dirangkai dengan pengertian agama atau religi yakni sistem keyakinan yang dimiliki setiap

individu terhadap Sang Pencipta dimana agama ini merupakan agama langit yang

datangnya atau turunnya dari Tuhan melalui firman-Nya (agama samawi) dan bukan

merupakan agama bumi atau buatan manusia. Agama juga merupakan sistem pengontrol

dan pemberi petunjuk serta menjadi pedoman bagi setiap individu dalam menjalani

kehidupan sehari-hari. Dari agama ini pula manusia telah mengenal dan diajarkan tentang

bagaimana berpikir baik, bertutur kata yang baik, dan berperilaku baik sesuai dengan nilai,

norma, dan moral yang sesuai dengan aturan. Sehingga, pada hakikatnya sejak lahir kita

telah diberi anugerah yakni agama yang mampu menjadi dinding kokoh dan pembatas dari

hal-hal yang menyimpang. Agama merupakan hak yang paling hakiki bagi setiap manusia.

Maka dari itu, setiap manusia berhak memeluk agamanya masing-masing. Apapun

agamanya pada dasarnya sama-sama menjadi pilar, pondasi, dinding pembatas, dan

pelindung dari berbagai pengaruh buruk dunia.

Berdasarkan hal tersebut, pendidikan karakter berbasis religi ini adalah kebenaran

wahyu Tuhan. Kebenaran wahyu tersebut yang selanjutnya dimasukan ke dalam mata

pelajaran. Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang

mengembangkan potensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang

berkarakter dan berbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten

pada diri individu (peserta didik) dibarengi dengan penanaman nilai-nilai agama di

dalamnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa agama menjadi tembok

pembatas paling kuat terhadap berbagai penyimpangan, karena itulah dengan pendidikan

karakter yang berbasis agama/ religi, pembelajaran yang melibatkan nilai-nilai karakter

dapat berjalan baik dan konsisten dengan selalu dipantau dan dikontrol oleh agama. Ketika

individu telah menanamkan nilai karakter dalam dirinya dengan dibarengi adanya nilai

keagamaan yang membuatnya selalu merasa bahwa Tuhan selalu melihat dan bersamanya,

maka akan lebih kuat filter (penyaring) untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Berbeda

dengan individu yang hanya tahu tentang nilai karakter dan tidak dibekali dengan ilmu

agama, maka tidak akan menjadikannya konsisten dalam menerapkan nilai-nilai karakter

dan agama, masih terdapat kemungkinan melakukan penyimpangan. Dengan begitu

pentingnya agama di sekolah dan perguruan tinggi sebagaimana dirumuskan dalam

peraturan perundang-undangan, maka agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan

tanggung jawab yang sangat besar dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional

yang berhaluan pada karakter bangsa dan budaya.

286

PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016KESIMPULAN

Pengembangan karakter yang ditawarkan para tokoh etika Islam mendasari

pengembangan karakter manusia dengan fondasi teologis (aqidah) yang benar, meskipun

pemahaman teologi mereka berbeda-beda. Dengan fondasi teologis itulah mereka

membangun ide bagaimana seharusnya manusia dapat mencapai kesempurnaan

agamanya sehingga menjadi orang yang benar-benar berkarakter mulia. Pendidikan

karakter berbasis nilai religi ini pada dasarnya merupakan pendidikan yang berpedoman

pada pembentukan dan pengembangan peserta didik yang sesuai dengan nilai karakter dan

nilai-nilai keagamaan. Dalam hal ini, agama sangat erat kaitannya dengan karakter dan

karakter berhubungan dengan akhlah manusia. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religi

ini di sekolah atau Perguruan Tinggi, dapat diimplementasikan dalam beberapa model

pembelajaran baik dalam kelas maupun luar kelas. Pendidikan dengan basis ini, dapat

dengan melalui Pendidikan Agama. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa belajar pendidikan

agama disini bukan hanya belajar saja untuk memperoleh nilai. Melainkan belajar dengan

menumbuhkan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKAAbdul, Mujiib. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: KencanaAhmad Amin. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Terjemah oleh Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan

Bintang Cet. VIII.Borba, Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak

Bermoral Tinggi. Terjemah oleh Lina Jusuf. Jakarta: Gramedia PustakaUtama

Darmiyati, Zuchdi, dkk. (2009). Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press

Ghazali, Imam dalam al-Qosimi, Muhammad Jamaluddîn. (1986). Bimbingan untukMencapai Tingkat Mu`min (Ringkasan Ihya`Ulumiddîn Al-Ghazali)terjemahan. Bandung: Diponegoro.

Majid, Fakhry. (1996). Etika dalam Islam. Terjemah oleh Zakiyuddin Baidhawi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Marzuki. (2009). Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar EtikaDalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press-FISE UNY

Muhammad, Rohmadi dan Taufiq, Ahmad. (2010). Pendidikan Agama : Pendidikan KarakterBerbasis Agama. Lingkar Media

Musfiroh, T. (2008). Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakterdalam Character Building. Yogyakarta : Tiara Wacana

Muwafik Saleh, Akh, (2012). Membangun Karakter dengan Hati Nurani; Pendidikan Karakteruntuk Generasi Bangsa. Jakarta: Erlangga

Syahidin dkk. (2014). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Aplikasinya Dalam LembagaPendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group

O<)c{-{-

a\oOOc{

aEPd(.)a'

Fo

Alcs

d-J!JI t-

.r--r-{

) ra

fi X

Ec

Y-e

;ft)\./

co o-

fr€ ?g3 E

F -E

\o:iF

Aa

= =

F? E

tr

aSF

EE

+

HC

rh ,J

tr O

6

€26+E

A

E=

FlE

V

bu e*.

=-?fr-gPE

'd =E

gs4+;

€E

E $H

J $ ?.H

'Z

<D

7 cd

ca

SeE

s s+trl an7 p ea a5:A

^3vH

4

c

fr sP3 E

riifi

(t)cd.Fc)J

|+{

l!Fl

vrnFr

Fl '$

Ql $

n|sD

t s\c

i+{l tr

3* HE

,i-j

\, ^A

l8I

Hl :A

Ht E

l rF

t -l €6€?lEci

Al

Zz

Fl fi

.ol E^t)l?I E(u

F-{

vHFl{

ir{F{

&rI1C

NOOeq<

>+@C

F\

oc{

JcboC,

0)F

Arocda6.)