Upload
irvan9
View
41
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ghi
Citation preview
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
PROYEK 05
LIMA LEVEL PENCEGAHAN TERHADAP
PENYAKIT KUSTA
Kelompok 3
Iriyanti Aderina Patola (1108012031)
Yohana D. R. Koli (1108012037)
Calvin V. Y. Anang (118012041)
KT Wahyu A. Putra (1108012043)
Naoly D. Lado (1108012047)
BAGIAN IKMIKKOM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FEBRUARI 2014
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
FEBRUARI 2014DAFTAR ISI
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
DAFTAR TABEL
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
DAFTAR GAMBAR
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangIstilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushthaberarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama
yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874
sehingga penyakit ini disebutMorbus Hansen.
Kusta memberikan stigma yang sangat besar pada masyarakat, sehingga penderita
kusta tidak hanya menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga menyebabkan
penderitaan psikis dan sosial seperti dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat. Penyakit
ini sangat ditakuti, bukan karena menyebabkan kematian melainkan lebih banyak oleh
karena cacat permanen yang ditimbulkannya.
Menurut profil kesehatan 2012, kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit,
saraf, anggota gerak dan mata.
Berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2012 jumlah penderita kusta di Dunia
sebanyak 219.075 orang dan di negara-negara Asean jumlah penderita kusta
sebanyak 26.674 orang. Indonesia menempati urutan ke 3 sebagai negara
penyumbang kusta terbesar di dunia setelah Cina dan Brazil dengan kontribusi
penderita baru sebanyak 18.994 orang (8,7% di Dunia dan 71,2% di Asean).
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan telah
menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta yaitu provinsi
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsidengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low endemic).
Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 10 per 100.000 penduduk atau jumlah
kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low endemic jika NCDR < 10 per 100.000
penduduk atau jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus. Dengan 3 provinsi yang
memiliki proporsi cacat pada anak tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Kep
Bangka Belitung, dan Jawa Barat masing-masing sebesar 23,88%, 23,68%, dan 23,27%.
Sedangkan proporsi kusta pada anak cenderung meningkat sampai dengan tahun 2011
namun pada tahun 2012 sedikit menurun menjadi sebesar 11,4%. Papua Barat, Papua,
dan NTB merupakan provinsi dengan proporsi kusta anak tertinggi.
Di NTT, tahun 2008-2012 dilaporkan bahwa kasus Kusta ini mengalami fluktuasi,
pada tahun 2008 sebanyak 193 kasus, tahun 2009 meningkat menjadi 476 kasus, tahun
2010 sedikit menurun menjadi 442 kasus, pada tahun 2011 kembali menurun menjadi
343 kasus dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 486 kasus. Penderita
baru Kusta yang paling banyak di Kab. Flores Timur yaitu sebesar 75 kasus, menyusul
Kupang 74 kasus. Berdasarkan jenis kelamin jumlah kasus baru kusta di NTT pada
tahun 2012 yaitu lakilaki sebanyak 227 orang dan perempuan sebanyak 122 orang.
Menurut Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, penyakit kusta dapat diobati secara
sempurna hingga sembuh dan dicegah dengan cara sederhana yaitu dengan menerapkan
perilaku hidup bersih sehat (PHBS). Beliau juga menekankan kepada seluruh tenaga
kesehatan untuk mengutamakan tindakan promotif-preventif untuk penanggulangan
kusta dan deteksi dini kusta pada tingkat primer agar pengobatan kusta menjadi lebih
mudah dan mencegah kecacatan pada penderita kusta.
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Untuk itu penulis tertarik membahas lima level pencegahan terhadap penyakit
kustasebagai acuan bahan pembelajaran kompetensi dokter di pelayanan primer.
1.2Tujuan1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui 5 level pencegahan terhadap penyakit kusta.
1.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui angka kejadian kusta.2. Mengetahui gambaran umum kusta.3. Mengetahui 5 level pencegahan terhadap penyakit kusta.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1DefinisiKusta merupakan penyakit infeksi yang kronis dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organlain kecuali susunan saraf pusat.
2.2 PenyebabMycobacterium lepraeatau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta
yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, Gerhard Armouer Hansen pada tahun
1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron,
lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-
satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di
kultur dalam media buatan(Kemenkes RI, 2007). Waktu pembelahannya sangat
lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta
dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman
kusta pada tikus pada suhu 270-30
0C. (tata laksana kusta,2012)
2.3 Klasifikasi
Menurut WHO pada Tahun 1982, kusta di bagi menjadi multibasilar dan
pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL dan BB pada
klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan
pausabasilar adalah tipe I, TT dan BT dengan IB kurang dari 2+.
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Untuk kepentingan pengobatan pada Tahun 1987 telah terjadi perubahan.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada
pemeriksaan kerokan jaringan kulit, yaitu tipe-tipe I, TT, dan BT menurut klasifikasi
Ridley-Jopling. Bila pada tipe-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan
dimasukan kedalam kusta MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta
tipe BB, BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif, harus
diobati dengan rejimen MDT-MB.
Karena pemeriksaan kerokan jaringan kulit tidak selalu tersedia di lapangan,
pada tahun 1995 WHO lebih menyederhanakan klasifikasi klinis kusta berdasarkan
hitung lesi kulit dan saraf yang terkena. Hal ini tercantum pada tabel .
2.4 Gambaran klinis
2.5 Cara penularan
2.5.1 Cara keluar dari penjamu (tuan rumah=host)
Kuman kustabanyak ditemukan di mukosa hidung manusia. Telah terbukti
bahwa saluran napas bagian atas dari pasien tipe lepromatosa merupakan sumber
kuman.
2.5.2 Cara penularan ke penjamu
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi ratarata 2-5 tahun, akan tetapi dapat
juga bertahuntahun. Penularan terjadi apabila Mycobacterium leprae yang utuh
(hidup) keluar dari tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh orang lain.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan
pasien. Pasien yang sudah minum obat MDT tidak menjadi sumber penularan
kepada orang lain.
2.5.3 Cara masuk ke dalam penjamu
Menurut teori cara masuknya kuman ke dalam tubuh adalah melalui saluran
pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit.
2.5.4 Penjamu
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan pasien
kusta , hal ini disebabkan adanya kekebalan tubuh. Mycobacterium leprae
termaksud kuman obligat intraseluler sehingga kekebalan yang berperan adalah
sistem kekebalan seluler. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause,
kahamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan
klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95%) manusia kekebalan terhadap kusta, hanya sebagian kecil
yang dapat ditularkan (5%). Dari 5% yang tertular, sekitar 70% dapat sembuh
sendiri dan hanya 30 % yang menjadi sakit.
Seseorang dalam lingkuangan tertentu akan termaksud dalam salah satu dari tiga
k l k b ik t i i it
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
k l k b ik t i i ita. Penjamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan kelompokterbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
b. Penjamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bilamenderita kusta biasanya tipe PB.
c. Penjamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yangmerupakan kelompok terkecil, bila menderita kusta biasanya tipe MB.
Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit kusta.
2.6 Patogenesis
Setelah Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan
penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa
tunas dilampaui tergantung pada derajat sistwm imunitas selular (cellular mediated
immune) pasien. kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang ke arah
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah lepromatosa. M.Leprae
berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan
vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebandig dengan derajat infeksi karena respons
imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
selular daripada intensitas infeksi.
2.7 Pengobatan
Pengobatan penyakit kusta bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan,
mencegah resistensi obat, memperpendek masa pengobatan, meningkatkan keteraturan
berobat dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah
ada sebelum pengobatan.
Regimen pengobatan MDT di indonesia sesuai dengan yang direkomendasikan oleh
WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pasien pausibasiler (PB)Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg) 1 tablet dapson/DDS 100 mgPengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 100 mg
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
p gSatu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan.
2. Pasien multibasiler (MB)Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg) 3 tablet lampren @ 100 mg (300 mg) 1 tablet dapson/DDS 100 mgPengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg 1 tablet dapson/DDS 100 mgSatu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama
12-18 bulan.
3. Dosis MDT PB untuk anak (umur 10-15 tahun)Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 50 mgSatu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan
4. Dosis MDT untuk anak (umur 10-15 tahun)P b t b l h i t ( b t di i di d t )
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas) 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg 3 tablet lampren @50 mg (150 mg) 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg selang sehari 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-
18 bulan.
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.
Dosis anak disesuaikan dengan barat badan :
Rifampisisin : 1015mg/ kgBB Dapson : 1-2 mg/kgBB Lampren : 1 mg/kgBB
5. jsdskdapson
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
BAB 3
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
3.1 Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Menular Kusta
3.1.1 Pencegahan Penyakit Kusta
Upaya pencegahan dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan
patologis penyakit atau dengan kata lain sesuai dengan riwayat alamiah
penyakit tersebut.
Ada 3 tingkat utama pencegahan :
1. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan 1 pada tahap prepatogenesis dari riwayat alamiah
penyakit, tingkat pencegahan 2 dan 3 pada tahap patogenesis penyakit.
3.1.1.1 Pencegahan primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat
proses penyakit belum mulai (pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan
agar tidak terjadi proses penyakit. Tujuan pencegahan primer yaitu
mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab
penyakit dan faktor resikonya.
Upaya yang dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi
agent hostenvironment .
Terdiri dari:
1. Promosi kesehatan (Health promotion)
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
2. Perlindungan kesehatan (Specific protection)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
1. Promosi kesehatan (Health promotion)
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan mengenai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).
Edukasi tentang pemenuhan gizi masyarakat sesuai dengan
perkembangan usia.
Penyediaan perumahan yg sehat.
Pemeriksaan kesehatan berkala.
2. Perlindungan kesehatan (Specific protection)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
Kebersihan perorangan
Sanitasi lingkungan
b. Pencegahan sekunder (Secondary Preventi on)
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah
berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal)
dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut
Tujuan: menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
komplikasi
Terdiri dari :
1. Deteksi dini
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
2. Pemberian pengobatan (yang tepat)
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya terebut adalah
Deteksi dini
Penemuan kasus (individu atau masal)
Skrining
Pemeriksaan khusus dengan tujuan
Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut
Mencegah penyebaran penyakit menular
Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
Memperpendek masa ketidakmampuan
Pemberian pengobatan
Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
mencegah komplikasi dan sekuele yg lebih parah
Penyediaan fasilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan
dan mencegah kematian
c. Pencegahan Tersier (tertiary Prevention)
Adalah Pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah
lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacat
dan mengembalikan penderita ke status sehat
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Tujuan: menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil
penderitaan dan membantu penderita-penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi
Terdiri dari:
1. Disability limitation
2. Rehabilitation
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya tersebut adalah :
1. Disability limitation
Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar tidak
terjadi komplikasi.
Pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh.
Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan
dan perawatan yang lebih intensif.
mengusahakan pengurangan beban beban non medis ( sosial ) pada
penderita untuk memungkinkan meneruskan pengobatan dan
perawatannya.
2. Rehabilitasi
Penempatan secara selektif
Mempekerjakan sepenuh mungkin
penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi tubuh dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
Pendidikan pada masyarakat dan industriawan agar menggunakan
mereka yang telah direhabilitasi
Penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh.
Peningkatan terapi kerja untuk memungkinkan pengrmbangan
kehidupan sosial setelah ia sembuh.
Mengusahakan suatu perkampungan rehabilitasi sosial.
Penyadaran masyarakat untuk menerima mereka dalam fase
rehabilitasi.
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi
3.1.2 Penanggulangan Penyakit Kusta
Penanggulangan penyakit kusta telah banyak didengar dimana-mana
dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang
berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini
terdiri dari : metode pemberantasan dan pengobatan, metode rehabilitasi
yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan
metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi,
dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok
tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Di Indonesia, tujuan program
pemberantasan penyakit kuista adalah menurunkan angka prevalensi
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
penyakit kustra menjadi 0,3 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Upaya
yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta melalui :
1. Penemuan penderita secara dini.
2. Pengobatan penderita.
3. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.
4. Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta.
5. Rehabilitasi penderita kusta.
BAB 4
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 kesimpulan
4.2 Saran
5/26/2018 Proyek 05 Lima Level Pencegahan Penyakit Kusta_kel 3 (2)
DAFTAR PUSTAKA