27
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA

PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA

Page 2: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

Dalam rangka pengembangan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) menjadi StandarAkuntansi Keuangan (SAK), maka Pernyataan Prinsip Akuntansi Indonesia No. 6 tentangStandar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha telah disesuaikan seperlunya menjadiPernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha,yang telah disetujui dalam Rapat Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 24 Agustus1994 dan telah disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 7September 1994. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material (immaterial items) Jakarta, 7 September 1994

Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia

Komite Prinsip Akuntansi Indonesia

Hans Kartikahadi Ketua Jusuf Halim Sekretaris Hein G. Surjaatmadja Anggota Katjep K. Abdoelkadir Anggota Wahjudi Prakarsa Anggota Jan Hoesada Anggota M. Ashadi Anggota Mirza Mochtar Anggota IPG. Ary Suta Anggota Sobo Sitorus Anggota Timoty Marnandus Anggota Mirawati Soedjono Anggota

Page 3: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

KATA PENGANTAR Perkembangan perekonomian Indonesia yang sedemikian pesat, khususnya sejak

Pemerintah menggalakkan program deregulasi dan debirokratisasi pada awal dasawarsa 1980-an, telah mendorong peningkatan kebutuhan yang mendesak terhadap dana investasi yang harus dipenuhi melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan. Tidak terkecuali kebutuhan dana investasi yang dapat digali dari salah satu alternatif sumber pembiayaan barang modal yang relatif baru di Indonesia, yaitu sektor leasing atau sewa guna usaha.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, timbul kebutuhan yang mendesak pula untuk

menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewa guna usaha sebagai salah satu cara pembiayaan di samping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui sektor perbankan dan pasar modal.

Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang berlaku saat ini belum sepenuhnya dapat

memenuhi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan untuk transaksi sewa guna usaha. Menyadari hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Asosiasi Leasing Indonesia (ALI), Direktorat Jenderal Moneter (DJM) serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengadakan kerjasama untuk menyusun Pernyataan ini, yang dituangkan dalam Piagam Kerjasama tertanggal 10 Nopember 1989.

Berdasarkan Piagam Kerjasama tersebut, telah dibentuk suatu Tim Perumus untuk

menyusun Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha, dengan susunan anggota sebagai berikut:

Ketua : Drs. Jusuf Halim (IAI) Wakil Ketua : Drs. Karnedi Djairan (DJM) Sekretaris : Drs. Budi Purwanto (ALI) Anggota : Drs. Taufieq Herman M.A (DJP) Anggota : Drs. Bambang Heryanto (DJM) Anggota : Dr. Wahjudi Prakarsa (IAI) Anggota : Drs. Sobo Sitorus (DJP) Anggota : Drs. M.V. Adhiprabawa (ALI) Anggota : Drs. Muchtar Tumin (DJP) Anggota : Drs. Victor Panjaitan (DJM)

Page 4: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 memuat konsep dasar, prinsip, prosedur, metode, danteknik akuntansi yang merupakan norma umum dalam praktik penyusunan laporankeuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar (akuntansi keuangan). Untukmelengkapi dan mengembangkan buku PAI 1984, maka diterbitkan serf "Pernyataan" dan"Interpretasi Prinsip Akuntansi Indonesia (IPAI)". Di samping itu, sebagai pedoman dalampenyusunan laporan keuangan industri atau jenis usaha tertentu, Ikatan Akuntan Indonesiajuga memandang perlu untuk menerbitkan standar akuntansi dengan sebutan khusus. Setelahdiadakan pengkajian secara mendalam balk dari sudut pengetahuan maupun praktikakuntansi, maka telah diperoleh kesepakatan untuk menggunakan istilah "Standar KhususAkuntansi" bagi setiap Pernyataan PAI yang khusus berlaku bagi suatu industri atau jenisusaha tertentu.

Sehubungan dengan itu Prinsip Akuntansi Indonesia - Pernyataan No. 6 ini disebut

"Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha". Standar Khusus Akuntansi Sewa GunaUsaha ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam perlakuan dan pelaporantransaksi sewa guna usaha. Jakarta, 19 September 1990

Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia

Page 5: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

Prinsip Akuntansi Indonesia - Pernyataan No. 6 berjudul Standar Khusus Akuntansi SewaGuna Usaha telah disetujui dalam rapat komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 15September 1990 dan telah disahkan oleh rapat pengurus Pusat Ikatan AkuntanIndonesia pada tanggal 19 September 1990.

Jakarta, 19 September 1990

Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia

Komite Prinsip Akuntansi Indonesia

Hans Kartikahadi Ketua Jusuf Halim Sekretaris Hein G. Surjaatmadja Anggota Katjep K. Abdoelkadir Anggota Wahjudi Prakarsa Anggota M. Ashadi Anggota Mirza Mochtar Anggota IPG. Ary Suta Anggota Sobo Sitorus Anggota Timoty Marnandus Anggota Mirawati Soedjono Anggota

Page 6: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR I. PENDAHULUAN .................................................................................................................30.1-30.41. Latar Belakang ................................................................................................................ 30.1-30.22 Jenis-jenis Sewa Guna Usaha ......................................................................................... 30.2-30.43. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha .............................................................................. 30.44. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndikated Lease) ..................................................................... 30.4 11. STANDAR AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA .............................................30.5-30.111. Dasar perhitungan ...................................................................................................................30.52 Tujuan ...............................................................................................................................30.5-30.63. Kriteria Pengelompokan Transaksi Sewa Guna Usaha ........................................................30.64. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna (Lessor) ........................................30.6-30.75. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewagunausaha (Lessee) 30.7-30.8 6. Pelaporan dan Pengungka

Perusahaan Sewa Guna Usaha ............................................................................. 30.9-30.10 7.Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh

Penyewa guna usaha ..........................................................................................30.10-30.11 III. TANGGAL BERLAKU ..........................................................................................………..30.12 LAMPIRAN Masalah serta Perkembangan dalam Akuntansi Transaksi

Sewa Guna Usaha ................................................................................................30.13-30.21

Page 7: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesiapada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/ 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang "Perizinan UsahaLeasing". Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usahadan transaksi sewa guna usaha makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untukmembiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha.

Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaanswasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagaialternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di Indonesia,disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan.

Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewaguna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, MenteriPerdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut di atas yang menyatakan:

"Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaanbarang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktutertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih(optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan ataumemperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakatibersama".

Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yanglazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, denganditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013/1988 tanggal 20Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalampasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini: (a) Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal balk secara

30.1

Page 8: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA

Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usahaselama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

(b) Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna Usaha padaakhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usahaberdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.

(c) Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna Usaha tidakmempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.

(d) Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yangmenggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa GunaUsaha (lessor)."

Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna

usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna usahauntuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakikatnyamerupakan usaha sews-menyewa biasa.

Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi perusahaan sewa guna usahauntuk memperluas bidang usahanya yang mencakup balk sewa guna usaha pembiayaan(finance lease) maupun sewa-menyewa biasa (operating lease) maka dirasakan adanyakebutuhan yang mendesak untuk menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapatdigunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewaguna usaha sesuai dengan karakteristik serta ruang lingkup yang telah ditetapkan dalamKeputusan Menteri Keuangan tersebut. Kebutuhan ini terutama lebihdirasakan pentingnya mengingat selama ini belum ada ketetapan tentang status hukummaupun perlakuan akuntansi yang jelas mengenai transaksi sewa guna usaha.

Di samping itu, meskipun kegiatan sewa guna usaha di negara-negara maju relatiflebih dikenal dan berkembang, perlakuan akuntansi atas transaksi sewa guna usahaternyata masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadiobyek pertentangan.

Masalah-masalah yang dihadapi dalam hubungan ini serta perkembangan akuntansisewa guna usaha diikhtisarkan dalam Lampiran. 2. Jenis jenis Sewa Guna Usaha

Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenissewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut,adalah sebagai berikut:

30.2

Page 9: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

2. 1. Finance Lease (Sewa Guna Usaha Pembiayaan)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yangmembiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barangmodal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barangmodal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yangmenjadi obyek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usahamelakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambahdengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian hargaperolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatanperusahaan sewa guna usaha. 2.2 . Operating Lease (Sewa-Menyewa Biasa)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal danselanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan financelease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidakmencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikutdengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usahamengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yangdisewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha Iainnya.

Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewaguna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yangdisewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa guna usahadalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa gunausaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan. 2 .3 . Sales- Type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan)

Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secaralangsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba yangdiperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa gunausaha. Sewa guna usaha jenis ini sering kali merupakan suatu jalur pemasaran bagiproduk perusahaan tertentu.

30.3

Page 10: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

2.4 Leveraged Lease Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa

guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayaibagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.

3. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan

sebagai berikut:

3.1 . Sewa Guna Usaha Langsung (Direct Lease) Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal

yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya perusahaan sewa gunausaha membeli barang modal tersebut.

Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan pembiayaan melalui sewa

guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.

3.2 . Penjualan dan Pen yewaan Kembali (Sale and Leaseback) Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang

sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yangsama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha(pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.

4. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease) Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara

bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha. Sewa gunausaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktorlain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk sebagai koordinator sehinggapenyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untukmelaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaantransaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan danpenyewaan kembali.

30.4

Page 11: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

Akuntansi Sewa Guna Usaha PSAK No. 30

BAB II

STANDAR AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA

1. Dasar Pertimbangan

Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.01 3/1988 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal title) atas aktiva yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna usaha meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha.

Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek akuntansi, paragraf 35 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi (economic substance) dari suatu peristiwa/ transaksi daripada bentuk hukumnya (legal form).

Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna

ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta risiko yang melekat pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capitallease) bagi penyewa guna usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan (finance lease) bagi perusahaan sewa guna usaha.

Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna

ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan risiko yang melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease) antara perusahaan sewa guna usaha dengan penyewa guna usaha. 2. Tujuan

Pernyataan ini dirumuskan berdasarkan beberapa alasan berikut ini: (a) Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi sewa guna usaha

30*. 5

Page 12: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

yang dapat mengungkapkan status aktiva yang disewagunausahakan baik bagi perusahaan sewa guna usaha maupun penyewa guna usaha;

(b) Perlu adanya pedoman tentang keseragaman perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha sehingga data keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan;

(c) Dengan meluasnya transaksi sewa guna usaha di Indonesia setelah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak dalam standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai laporan keuangan.

3. Kriteria Pengelompokan Transaksi Sewa Guna Usaha

Berhubung dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna ekonomi, maka

suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi penyewa guna usaha atau finance lease bagi perusahaan sewa guna usaha apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini: (a) Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang

disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha;

(b) Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha (full payout lease);

(c) Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun. Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa guna usaha

dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease). 4. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)

4. 1. Finance Lease (1) Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan

dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha. Jumlah penanaman neto tersebut terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security deposit).

30.6

Page 13: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

PSAK No. 30 AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA

(2) Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan hargaperolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai pendapatan sewaguna usaha yang belum diakui (unearned lease income).

(3) Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten

sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala(periodic rate of return) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.

(4) Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna

usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jualdengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harusdiakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.

(5) Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha harus

diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan. 4.2. Operating Lease (1) Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai

aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.

(2) Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh daripenyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewaharus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa gunausaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yangtidak sama setiap periode.

(3) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam jumlah yang

layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. (4) Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan

harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan. 5. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewagunausaha (Lessee) 5.1. Capital Lease (1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan

kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh

3 0 . 7

Page 14: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar olehpenyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usahasetiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokokkewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yangdiperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.

(2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa

guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atautingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.

(3) Aktiva yang disewagunausahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar

berdasarkan taksiran masa manfaatnya. (4) Kalau aktiva yang disewagunausahakan dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna

usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajibandibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.

(5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka

panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha. (6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka

transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitutransaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilaibuku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yangditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harusdilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yangdisewagunausahakan apabila leaseback merupakan capital lease atau secaraproporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

5.2 . Se wa Men ye wa Biasa (Operating Lease)

Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yangdiakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha,meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiapperiode.

30.8

Page 15: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30

6. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Perusahaan SewaGuna Usaha

6. 1. Finance Lease (1) Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuiditasnya, kewajiban dilaporkan berdasarkan

urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke dalam unsur lancar dan tidaklancar (unclassified balance sheet).

(2) Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus dilaporkan dalamneraca dengan rincian sebagai berikut:

Piutang Sewa Guna Usaha Rp xxxxx Nilai Sisa yang Terjamin - xxxxx Pendapatan Sewa Guna Usaha yang Belum Diakui - (xxxxx) Simpanan Jaminan - (xxxxx)

Penanaman Neto Sewa Guna Usaha Rp xxxxx Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha yang Diragukan (xxxxx)

Jumlah Penanaman Neto Rp xxxxx

(3) Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan

dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewaguna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan.

(4) Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa guna usaha

sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh masing-masing pihak secaraproposional sesuai dengan penyertaannya.

(5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan

mengenai hal-hal sebagai berikut: (i) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa

guna usaha; (ii) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya; (iii) Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan sewa guna

usaha kepada penyewa guna usaha; (iv) Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga;

3 0 . 9

Page 16: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

(v) Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases. 6.2. Operating Lease (1) Barang modal yang disewagunausat akan dilaporkan berdasarkan harga perolehan

setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. (2) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang

tidak disewagunausahakan. (3) Perhitungan laba rugi harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan

dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan.

(4) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari

penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan. (5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan

mengenai hal-hal sebagai berikut: (i) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa

guna usaha; (ii) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya; (iii) Sifat dari simpanan jaminan (jika ada); (iv) Aktiva yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga; (v) Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.

7. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Penyewa-gunausaha

7.1. Capital Lease (1) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam

kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.

(2) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan

mengenai hal-hal sebagai berikut:

30.10

Page 17: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30

Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2 (dua)tahun berikutnya:

(i) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan dalam tahunberjalan;

(ii) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha; (iii) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta

amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback; (iv) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha

(major covenants). 7.2. Operating Lease

Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporankeuangan mengenai hal-hal sebagai berikut: (i) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan

sebagai biaya sewa; (ii) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk 2

(dua) tahun berikutnya; (iii) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha; (iv) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya

sehubungan dengan transaksi sale and leaseback; (v) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha

(major covenants).

30.11

Page 18: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

BAB III

TANGGAL BERLAKU Pernyataan ini berlaku untuk transaksi sewa guna usaha yang dilakukan selambat-

Iambatnya mulai tanggal 1 Januari 1991. Namun demikian penerapan Iebih dini dianjurkan. Transaksi sewa guna usaha yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 1991,

perlakuannya harus mengacu pada pernyataan ini mulai tanggal 1 Januari 1991, tanpa perlu melakukan pernyataan kembali (restatement) terhadap laporan keuangan yang telah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya.

30.12

Page 19: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30

LAMPIRAN

MASALAH SERTA PERKEMBANGAN DALAM AKUNTANSI TRANSAKSI GUNA USAHA

Sebagaimana telah disinggung dalam Bab Pendahuluan, meskipun tahap perkembangan

kegiatan sewa guna usaha di negara-negara maju sudah jauh lebih lanjut relatif terhadapperkembangannya di Indonesia, perlakuan akuntansinya masih terbentur pada berbagaimasalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadi obyek pertentangan.

Misalnya, Leaseurope (organisasi yang mewakili assosiasi-assosiasi leasing dari 16

negara-negara Eropa Barat) keberatan apabila kapitalisasi sewa guna usaha dilakukan olehpenyewa guna usaha karena pertentangan hak atas aktiva yang dikapitalisasi sertakerumitan yang inheren dalam penerapannya. Penolakan ini menunjukkan bahwa prosespenerapan International Accounting Standard (IAS) 17 di Eropa tidak selancar sepertiyang diharapkan, karena belum adanya kesepakatan di kalangan profesi akuntansi dan parapraktisi mengenai perlakuan akuntansinya.

Demikian pula halnya di Amerika Serikat di mana penerapan Statement of FinancialAccounting Standard (SFAS) 13 telah terbukti mengalami berbagai kesulitan. Akibatnya,Statement tersebut terpaksa diikuti dengan berbagai tindak lanjut di antaranya melaluibeberapa SFAS dan FASB Interpretation.'

Meskipun baru berkembang pada tahap dini, situasi yang dihadapi di Indonesia tidakjauh berbeda. Selama ini, perkembangan perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha yangditerapkan oleh perusahaan sewa guna usaha dan penyewa guna usaha selama ini hanyamengacu pada berbagai sumber serta ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini:

_______________

1 SFAS S22, "Changes in the Provision of Lease Agreements Resulting from Refunding of Tax Exempt Debt;SFAS 23, "Inception of the Lease"; SFAS 26,"Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate";SFAS 27, "Classification of Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases";SFAS 29, "Determining Contingent Rentals"; FASB Interpretation 19, "Lessee Guarantee of the ResidualValue of Leased Property"; FASB Interpretation 23, "Leases of Certain Property Owned by aGovernmental Unit or Authority"; FASB Interpretation 24, "Leases Involving Only Part of a Building"; FASB'Interpretation 26, "Accounting for Purchase of a Leased Asset by the Lessee During the Term of the Lease"; dan FASBInterpretation 27, "Accounting for a Loss on Sublease".

30.13

Page 20: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

1. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri No. SE-499/MD/1 984 tanggal 24Januari 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian Laporan Perusahaan Leasing.Butir 5 Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa: "Neraca dan Perhitungan Laba RugiPerusahaan disusun berdasarkan finance method dengan ketentuan sekurang-kurangnyaharus dapat mencerminkan secara jelas posisi investasi dalam leasing, aktiva lancar,aktiva tetap, hutang lancar/ jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri(equity) perusahaan pada periode laporan"

Surat Edaran tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Keputusan PresidenNo. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 /KMK.01 3/1988 tanggal 20Desember 1988.

2. Exposure Draft Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1983

Pasal 13 Pada Bab III tentang leasing menyatakan:

2.1. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentukpenyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuksuatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secaraberkala, disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membelibarang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktusewa berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.

2.2. Akuntansi untuk lease berlandaskan pada konsep makna ekonomi ("substance overform"), yaitu dengan melihat pada makna/hakikat dari transaksi yangbersangkutan, apakah telah terjadi pemindahan secara substantial atas manfaat danrisiko yang inherent dalam pemilikan aktiva yang disewakan.

Bila terjadi pemindahan risiko dan manfaat secara substansial dari lessor kepada.lessee, lease demikian dikategorikan sebagai, "capital lease" oleh lessee, danmerupakan "direct financing lease" atau "sales-type lease" bagi lessor. Bila terjadihal yang sebaliknya, baik lessor maupun lessee mempertanggung-jawabkannya sebagai operating lease.

2.3. Perlakuan akuntansi untuk lease dalam laporan keuangan lessee dapat

diikhtisarkan sebagai berikut:

2.3.1. Capital lease. Direfleksikan dalam neraca dengan cara mencatattimbulnya suatu aktiva dan kewajiban sebesar nilai terendah dari nilai

30.14

Page 21: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30

tunai pembayaran sewa minimum selama periode lease atau nilai wajar aktiva yang disewa pada awal periode lease.

Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha akan dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta biaya bunga. Aktiva yang disewagunausahakan berdasarkan capital lease serta akumulasi penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah ataupun diungkapkan secara wajar dalam catatan atas laporan keuangan. Demikian pula dengan kewajiban karena suatu sewa guna usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai kewajiban lancar atau kewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan ketentuan yang lazim dilakukan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan terhadap pendapatan harus pula diungkapkan.

2.3.2. Operating lease. Pembayaran sewa guna usaha dalam suatu operat ing lease dibebankan sebagai biaya sepanjang masa sewa guna usaha pada saat terhutang.

Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garis lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus kecuali terdapat dasar lain yang lebih sistematis dan mencerminkan pola waktu manfaat yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.

2.4. Dari pihak lessor, perlakuan akuntansinya adalah sebagai berikut:

2.4.1. Direct financing lease. Pada neraca dicatat "tagihan pembayaran lease" (lease payments receivable) sejumlah pembayaran sewa minimum ditambah unguaranteed residual value. Selisih nilai tersebut dengan biaya atau nilai buku aktiva yang disewakan, dicatat sebagai pendapatan yang ditangguhkan.

2.4.2. Sales-type lease. Perlakuan akuntansinya sama dengan direct financing lease.

Satu hal yang membedakan sales-type lease dengan direct financing lease adalah adanya unsur "manufacturer's or dealer's profit" pada permulaan lease.

2.4.3. Operating lease. Lessor tetap mencatat aktiva yang disewakan sebagai

aktiva tetap dan menyusutkannya sesuai dengan kebijaksanaan

30.15

Page 22: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

penyusutan yang normal. Pendapatan sewa harus dilaporkan dalamlaporan laba rugi selama jangka waktu lease.

Usul ini telah diputuskan untuk ditangguhkan dan tidak ditampung dalam StandarAkuntansi Keuangan dengan catatan akan dikeluarkan dalam suatu pernyataantersendiri.

3. International Accounting Standard (IAS) No. 17 3. 1. Pengelompokan Sewa Guna Usaha

Pengelompokan sewa guna usaha oleh AS didasarkan pada pandangan makna ekonomi dimana risiko serta manfaat yang melekat pada kepemilikan aktiva yangdisewagunausahakan ada pads pihak lessor atau lessee dan bukannya berdasarkankontrak sewa guna usaha.

Suatu sewa guna usaha dikelompokkan sebagai finance lease apabila seluruh risikoserta manfaat yang melekat pada kepemilikkan diserahkan kepada lessee. Sewa gunausaha jenis ini biasanya tidak dapat dibatalkan dan menjamin lessor terhadappengembalian modal maupun pendapatannya dalam penanaman sewa guna usahatersebut.

Sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria ini dikelompokkan sebagai operatinglease. 3.2 . Akuntansi Sewa Guna Usaha dalam Laporan Keuangan Lessor

Dalam pasal 48 dinyatakan bahwa suatu aktiva berdasarkan finance lease harusdicatat dalam neraca sebagai piutang sejumlah yang sama dengan penanaman neto dalam sewaguna usaha dan bukannya sebagai aktiva tetap.

Sedangkan dalam pasal 49 dinyatakan bahwa pendapatan dalam finance lease harusdidasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian berkalayang tetap dan harus diterapkan secara konsisten.

Dalam operating lease pendapatan sewa guna usaha harus diakui berdasarkan garis lurusselama masa sewa guna usaha atau dengan dasar lain yang lebih sistimatis dan tetapberdasarkan pola waktu pembentukan pendapatan.

30.16

Page 23: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30

Sedangkan penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus diterapkansecara konsisten berdasarkan kebijaksanaan umum lessor dalam penyusutan aktiva tetaplainnya.

Atas transaksi sewa guna usaha yang dilaporkan sebagai finance lease pengungkapan

yang layak harus dilakukan pada setiap tanggal neraca mengenai jumlah bruto penanaman,pendapatan yang belum dihasilkan serta nilai sisa aktiva yang dilease yang tidak terjamin.Dasar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan juga harus diungkapkan. Sedangkanapabila sebagian besar kegiatan usaha lessor terdiri dari operating lease, pada setiaptanggal neraca lessor harus mengungkapkan jumlah aktiva berdasarkan pengelompokkanaktiva serta akumulasi penyusutannya. 3.3 . Akuntansi Sewa Guna Usaha dalam Laporan Keuangan Lessee

Dalam pasal 44 dinyatakan bahwa suatu finance lease harus dicerminkan dalam

neraca lessee dengan mencatat aktiva dan kewajiban sejumlah yang sama dengan nilaipasar yang wajar atau dengan nilai tunai jumlah pembayaran sewa guna usaha berkalapada saat permulaan masa sewa guna usaha.

Sedangkan dalam pasal 47 dinyatakan bahwa dalam operating lease pembebanan

biaya terhadap pendapatan harus merupakan biaya sewa (sewa guna usaha) untuk periodeakuntansi yang bersangkutan dan diakui berdasarkan metode yang sistimatis sertamencerminkan pola waktu manfaat yang diperoleh lessee.

Dalam finance lease, alokasi pembayaran sewa guna usaha harus dilakukan terhadap

pengurangan pokok kewajiban lessee serta pembayaran bunga berdasarkan tingkat bungayang tetap terhadap sisa kewajiban lessee. Suatu finance lease mengakibatkan timbulnyapenyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan bagi lessee. Kebijaksanaan penyusutanaktiva yang disewagunausahakan harus diterapkan secara konsisten sesuai dengankebijaksanaan penyusutan aktiva tetap lainnya.

Apabila tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan kepemilikan pada

akhir masa sewa guna usaha, nilai aktiva yang disewa guna usaha harus disusutkanseluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada masa sewa guna usahaatau umur ekonomisnya.

Dalam transaksi sale-leaseback yang dilakukan secara finance lease, kelebihan hasil

penjualan terhadap nilai buku tidak boleh segera diakui sebagai pendapatan dalam laporankeuangan penjual (lessee) melainkan pengakuannya ditangguhkan dan dialokasikan selamamasa sewa guna usaha.

30.17

Page 24: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

Apabila transaksi sale-leaseback ini dilakukan secara operating lease berdasarkan nilai pasar yang wajar, laba atau rugi harus langsung diakui. Sedangkan apabila nilai transaksi sale-leaseback itu dilakukan di atas nilai pasar yang wajar, kelebihan terhadap nilai pasar yang wajar harus ditangguhkan pengakuannya dan dialokasikan selama masa sewa guna usaha.

Pada setiap tanggal neraca, pengungkapan yang Iayak harus dilakukan

terhadap jumlah aktiva yang diperoleh melalui finance lease. Kewajiban yang berhubungan dengan sewa guna usaha harus dinyatakan secara terpisah dari kewajiban lainnya dengan membedakan bagian yang bersifat lancar dan jangka panjang.

Ikatan untuk pembayaran sewa guna usaha minimum berdasarkan finance lease

maupun dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan dan jangka waktunya melebihi satu tahun, harus diungkapkan dalam bentuk ringkasan yang meliputi jumlah serta masa berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.

Pengungkapan juga harus dilakukan terhadap data penting seperti pembatasan-

pembatasan di bidang keuangan, pembaharuan serta opsi untuk membeli, pembayaran sewa yang masih harus dilakukan serta ikatan-ikatan lainnya yang ditimbulkan oleh adanya sewa guna usaha.

4. Statement of Financial Accounting Standard (SFAS) No. 13 4. 1. Kriteria Pengelompokkan Sewa Guna Usaha

SFAS No. 13 menentukan kriteria pengelompokkan sewa guna usaha berdasarkan

suatu konsep makna ekonomi yaitu apabila suatu sewa guna usaha memindahkan seluruh manfaat dan risiko yang melekat pada kepemilikan aktiva, maka sewa guna usaha harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva dan terjadinya suatu kewajiban bagi lessee, dan sebagai suatu penjualan atau pembiayaan bagi lessor.

Dan apabila pada awal suatu sewa guna usaha terpenuhi salah satu dari

kriteria berikut, maka sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi lessee, apabila tidak, maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai operating lease.

Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat pemindahan kepemilikan aktiva

yang disewagunausahakan dari lessor kepada lessee;

30.18

Page 25: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

(2) Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat hak opsi bagi lessee untuk membeliaktiva yang disewagunausahakan pada suatu tingkat harga yang lebih rendah daritaksiran nilai pasar yang wajar pada saat hak opsi dilakukan;

(3) Masa sewa guna usaha sama atau melebihi 75 % dari taksiran umur ekonomis aktiva yangdisewagunausahakan;

(4) Nilai tunai pada awal masa sewa guna usaha atas pembayaran sewa guna usahaminimum, tidak termasuk biaya-biaya pelaksanaan, sama atau lebih besar dari 90 nilaiwajar aktiva yang disewagunausahakan.

Sedangkan bagi lessor untuk dapat dikelompokkan sebagai direct financing lease

selain salah satu dari kriteria di atas, dua kriteria lain juga mutlak harus dipenuhi. Apabilatidak maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai operating lease. Kedua kriteria tersebut adalah sebagai berikut: (1) Tertagihnya pembayaran sewa guna usaha minimum dapat diramalkan. (2) Tidak terdapat ketidakpastian yang berarti terhadap jumlah biaya yang

merupakan beban lessor atas suatu sewa guna usaha. 4.2 . Akuntansi Sewa Guna Usaha dalam Laporan Keuangan Lessor

Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa dalam direct financing lease pembayaran sewaguna usaha minimum ditambah dengan nilai sisa yang tidak dijamin yang diperhitungkansebagai manfaat lessor harus dicatat sebagai penanaman bruto dalam sewa guna usaha.

Selisih jumlah penanaman bruto dengan harga perolehan akan dicatat sebagaipendapatan yang belum diakui yang akan dialokasikan selama masa sewa guna usahauntuk menghasilkan suatu tingkat pengembalian berkala terhadap penanaman neto dalamsewa guna usaha. Penanaman bruto dikurangkan dengan pendapatan yang belum diakui,akan merupakan penanaman neto dalam sewa guna usaha. Pengelompokkan penanamanneto sebagai aktiva lancar dan aktiva jangka panjang dalam neraca dilakukan sesuaidengan ketentuan yang berlaku.

Sedangkan dalam pasal 19 dinyatakan bahwa dalam operating lease, barang modalyang menjadi obyek sewa guna usaha akan dicatat sebagai aktiva yangdisewagunausahakan, dan disajikan mendahului atau segera setelah aktiva tetap dalamneraca lessor. Penyusutan dilakukan berdasarkan cara yang lazim dilakukan lessor untukpenyusutan aktiva tetap lainnya dan akumulasi penyusutannya dikurangkanatas penanaman dalam sewa guna usaha tersebut.

30.19

Page 26: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

Pembayaran sewa guna usaha dalam operating lease akan dilaporkan sebagaipendapatan selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang oleh lessee sesuai denganketentuan dalam kontrak sewa guna usaha.

Meskipun pembayaran sewa guna usaha berbeda dengan metode garis lurus, namun

pengakuan sebagai pendapatan dilakukan dengan metode garis lurus, kecuali apabilaterdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu penguranganmanfaat aktiva akibat penggunaan.

Pada setiap tanggal neraca dalam suatu direct financing lease harus diungkapkan

secara layak jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum yang harus diterima untuksetiap tahun sampai tahun kelima, nilai sisa yang tidak dijamin yang diperhitungkan untukmanfaat lessor serta pendapatan yang belum diakui. Sedangkan untuk operating lease hargaperolehan aktiva yang disewagunausahakan atau nilai sisanya apabila berbedadiungkapkan dengan merinci berdasarkan sifat dan fungsi kelompok aktiva disertai denganakumulasi penyusutannya masing-masing. Jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum atassewa guna usaha yang tidak bisa dibatalkan harus diungkapkan untuk setiap tahun sampaitahun kelima berikutnya.

4 .3 . Akuntansi Sewa Guna Usaha dalam Laporan Keuangan Lessee

Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa dalam capita/ lease, lessee harus mencatat barang

modal sewa guna usaha sebagai aktiva, dan kewajiban pada suatu jumlah yang samadengan nilai tunai pembayaran sewa guna usaha minimum selama masa sewa guna usaha padasaat permulaan sewa guna usaha. Dalam hal jumlah yang ditentukan terhadap aktivayang disewagunausahakan melebihi nilai pasar yang wajar pada saat permulaan sewaguna usaha, jumlah yang dicatat sebagai aktiva dan kewajiban harus tetapberdasarkan jumlah nilai pasar yang wajar. Selama masa sewa guna usaha setiappembayaran sewa guna usaha akan dialokasikan sebagai pengurang kewajiban sertabiaya bunga. Aktiva yang disewagunausahakan berdasarkan capitallease serta akumulasipenyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah ataupun diungkapkan secarawajar dalam catatan atas laporan keuangan. Demikian pula dengan kewajiban karenasuatu sewa guna usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai kewajiban lancar ataukewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan ketentuan yang lazim dilakukan.

Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan terhadap pendapatan

harus pula diungkapkan. Sedangkan dalam pasal 15 dinyatakan bahwa biasanyapembayaran sewa guna usaha dalam suatu operating lease akan dibebankan sebagai biayaselama masa sewa guna usaha pada saat terhutang.

30.20

Page 27: PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha

AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30

Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garislurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus kecualiterdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu manfaat yangdiperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.

Pengungkapan yang layak harus dilakukan dalam direct financing lease terhadap

jumlah bruto aktiva yang disajikan berdasarkan sifat dan fungsi aktiva serta jumlahpembayaran sewa guna usaha minimum setiap tahun sampai tahun kelima.

Pengungkapan yang layak dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan harus

dilakukan terhadap jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum untuk setiap tahunsampai tahun kelima.

Pembayaran sewa guna usaha yang merupakan biaya dalam perhitungan laba rugi

yang disajikan harus pula diungkapkan.

30.21