30
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim karena hanya satu kali berproduksi setelah itu mati, berumur pendek antara 90-180 hari dan berbentuk semak/herba. Batangnya yang berada di atas permukaan tanah ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Akan tetapi, warna batang ini juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan tanah yang lebih baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu. Sedangkan batang tanaman muda tidak berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan mudah roboh. (Komang dkk, 2013). Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mendapat prioritas dalam proses produksinya karena dapat mendatangkan keuntungan bagi petani, memiliki peluang dalam pemasaran dan ekspor, tidak mudah rusak seperti pada sayuran lainnya dan juga memiliki kadar kalori, protein dan vitamin yang

Pseudomonas Solanacearum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gulma

Citation preview

Page 1: Pseudomonas Solanacearum

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim karena hanya

satu kali berproduksi setelah itu mati, berumur pendek antara 90-180 hari dan

berbentuk semak/herba. Batangnya yang berada di atas permukaan tanah ada yang

berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Akan tetapi, warna batang ini

juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan

tanah yang lebih baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang

lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu. Sedangkan

batang tanaman muda tidak berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan mudah roboh.

(Komang dkk, 2013).

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas

sayuran yang mendapat prioritas dalam proses produksinya karena dapat

mendatangkan keuntungan bagi petani, memiliki peluang dalam pemasaran dan

ekspor, tidak mudah rusak seperti pada sayuran lainnya dan juga memiliki kadar

kalori, protein dan vitamin yang tinggi.Rendahnya produktivitas kentang di

Indonesia disebabkan oleh beberapa hal antara lain rendahnya mutu benih yang

digunakan petani, tingginya biaya produksi bibit, pengetahuan kultur teknis masih

kurang, menanam kentang secara terus menerus, umur panen yang kurang tepat,

penyimpanan yang kurang baik, permodalan yang terbatas dan yang paling utama

adalah faktor kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit (Kurnia, 2012).

Komoditi sayuran ini dikenal sebagai tanaman yang memiliki

produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan gandum, padi maupun jagung,

asalkan ditanam pada lokasi yang cocok dan dipelihara dengan baik. Masalahnya,

Page 2: Pseudomonas Solanacearum

2

apabila kentang sampai diserang penyakit, apalagi diserang penyakit yang

membahayakan dan serangannya sudah berat, maka umbi kentang yang

diharapkan sulit diperoleh karena dapat menyebabkan umbinya membusuk. Jika

pun umbinya ada yang bisa dipanen, hasilnya akan mengecewakan

(Muchdat, 2010).

Keberadaan penyakit tanaman selalu dianggap merugikan sehingga

manusia berusaha menghilangkannya dengan cara apapun. Semula cara untuk

menghilangkan hama dan penyakit dilakukan secara sederhana, yaitu secara fisik

dan mekanik menggunakan alat sederhana seperti dengan alat pemukul. Semakin

luasnya daerah pertanian membuat cara-cara sederhana tersebut tidak mampu lagi

membendung peningkatan populasi hama dan penyakit. Seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi para pakar hama dan penyakit

menemukan dan mengembangkan banyak metode dan teknik pengendalian hama

yang lebih efektif, seperti dengan menggunakan pestisida. Namun seiring

berjalannya waktu, karena pestisida tidak digunakan secara bijaksana, maka

sekarang lebih banyak digunakan pengendalian hayati, pengendalian secara

budidaya, pengendalian secara kultur teknis, pengendalian fisik dan mekanik,

serta pengendalian dengan varietas tahan (Lilie, 2013).

Pseudomonas solanacearum merupakan bakteri patogen tular tanah yang

menjadi faktor pembatas utama dalam produksi berbagai jenis tanaman di dunia.

Bakteri ini tersebar luas di daerah tropis, sub tropis, dan beberapa daerah hangat

lainnya. Spesies ini juga memiliki kisaran inang luas dan dapat menginfeksi

ratusan spesies pada banyak famili tanaman yang mempunyai arti penting

ekonomi (Hardiyanti, 2013).

Page 3: Pseudomonas Solanacearum

3

Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah penyakit "Layu Bakteri"

atau "Bacterial Wilt" yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum

atau yang dikenal pula sebagai bakteri Ralstonia solanacearum. Bakteri ini tidak

cuma menyerang kentang, tetapi dapat juga merusak tanaman lain seperti tomat,

tembakau, kacang tanah, terung, cabai dan beberapa jenis gulma dan terung-

terungan. Jenis-jenis tanaman ini lah merupakan tanaman inang bakteri tersebut

yang dapat menularkan penyakit pada tanaman kentang yang sedang kita tanam

(Muchdat, 2010).

Berdasarkan kisaran inangnya, R. solanacearum dikelompokkan menjadi 5

ras. Ras 1 menyerang tanaman tembakau, tomat dan famili solanaceae lainnya, ras

2 menyerang tanaman pisang, ras 3 menyerang tanaman kentang, ras 4

menyerang tanaman jahe, dan ras 5 menyerang tanaman mulberry

(Hardiyanti, 2013).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah mengetahui penyakit

yang disebabkan oleh bakteri dan mengetahu penyakit layu bakteri

(Pseudomonas solanacearum) pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.)

Kegunaan penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan

Tanaman Sub-Penyakit Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang

membutuhkan.

Page 4: Pseudomonas Solanacearum

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut,

Kingdom: Plantae; Divisi : Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae; Famili : Solanaceae; Genus : Solanum; Species : Solanum

tuberosum L. (Plantamor.com)

Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Daunnya terletak berselang-

seling pada batang tanaman. Daun berbentuk oval agak bulat dan meruncing, dan

bertulang daun menyirip seperti duri ikan. Daun berkerut-kerut dan permukaan

bagian bawah daun berbulu. Warna daun hijau muda sampai hijau tua hingga

kelabu. Ukuran daun sedang dengan tangkai pendek (Simamora, 2012).

Batang kentang umumnya lemah sehingga mudah roboh bila kena angin

kencang, warna batang umumnya hijau tua dengan pigmen ungu. Batang tanaman

bercabang-cabang dan setiap cabang ditumbuhi daun-daun yang rimbun dan letak

daun berselang seling mengelilingi batang tanaman (Setiadi, 2009).

Tanaman kentang yang berasal dari biji memiliki sistem perakaran akar

tunggang yang dapat menembus tanah sampai sedalam 45 cm dan mempunyai

banyak akar cabang yang tumbuh menyebar, akar berwarna keputih – putihan dan

berstruktur halus (Simamora, 2012).

Tanaman kentang ada yang berbunga dan ada juga yang tidak ber-

bunga,tergantung varietasnya. Warna bunga bervariasi, kuning atau ungu.

Kentang varietas Desiree berbunga ungu, varietas Cipanas, Segunung, dan

Cosima bunga dan be-nang sarinya berwarna kuning sedangkan putiknya

Page 5: Pseudomonas Solanacearum

5

berwarna putih. Bunga kentang tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah tandan

bunga juga bervariasi. Bunga kentang berjenis kelamin dua (Setiadi, 2009).

Proses pembentukan umbi ditandai dengan berhentinya pertumbuhan

memanjang stolon yang diikuti pembesaran stolon membentuk umbi sebagai

tempat penyimpanan gudang makanan, umbi kentang memiliki mata tunas

sebagai bahan perkembangan yang selanjutnya dapat menjadi tanaman baru

(Simamora, 2012).

Syarat Tumbuh Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Tanah

Secara fisik, tanah yang baik untuk bercocok tanaman kentang adalah yang

berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik

dan memiliki lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan menjamin

ketersediaan oksigen di dalam tanah. Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah

andosol yang terbentuk di pegunungan - pegunungan. Keadaan pH tanah yang

sesuai untuk tanaman kentang bervariasi antara 5,0 - 7,0, tergantung varietasnya

(Soelarso, 1997).

Untuk produksi yang baik pH yang rendah tidak cocok ditanami kentang.

Pengapuran mutlak diberikan terhadap tanah yang memiliki nilai pH sekitar 7.

Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi/daerah

pegunungan, dengan ketinggian antara 1.000 - 3.000 m dpl. Ketinggian idealnya

berkisar antara 1000 - 1300 m dpl. Beberapa varitas kentang dapat ditanam di

dataran menengah (300 - 700 m dpl)  (Simamora, 2012).

Daerah yang berangin kencang harus dilakukan pengairan yang cukup dan

sering dilakukan pengontrolan keadaan tanah karena angin kencang yang

Page 6: Pseudomonas Solanacearum

6

berkelanjutan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

pertumbuhan tanaman dan penularan bibit penyakit ke tanaman dan ke areal

pertanaman yang lain (Putro, 2011).

Iklim

Tanaman kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila

ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya.

Tanaman kentang memerlukan temperatur udara yang relatif rendah (terutama

pada pembentukan umbi) yaitu kisaran 15,6ºC – 17,8ºC. Pertumbuhan dan

produksi kentang sangat bergantung curah hujan dan penyebarannya, curah hujan

antara 200 – 300 mm tiap bulan atau rata-rata 1000mm selama pertumbuhan

merupakan salah satu syarat tumbuh tanaman kentang (Simamora, 2012).

Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan masa

perkembangan umbi. Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 18o - 21o C.

Pertumbuhan umbi akan terhambat apabila suhu tanah kurang dari  10o C dan lebih

dari 30o C. Kelembaban yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80 - 90%.

Kelembaban lingkungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman

mudah terserang hama dan penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan

(Soelarso, 1997).

Keadaan iklim yang ideal untuk tanaman kentang adalah suhu rendah

(dingin) dengan suhu rata–rata harian antara 15–20o C. Kelembaban udara 80-

90% cukup mendapat sinar matahari dan curah hujan antara 200– 300 mm per

bulan atau rata–rata 1000 mm selama pertumbuhan. Suhu tanah optimum untuk

pembentukan umbi yang normal berkisar antara 15–18o C Pertumbuhan terhambat

apabila suhu tanah kurang dari 10o C dan lebih dari 30o C (Putro, 2011).

Page 7: Pseudomonas Solanacearum

7

Bakteri Pseudomonas solanaceuarum

Biologi Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanaceuarum)

P. solanacearum diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom : Prokaryotae;

Divisi : Gracilicutes; Subdivisi : Proteobacteria; Famili : Pseudomonadaceae;

Genus : Pseudomonas; Spesies : P. Solanacearum (Hardiyanti, 2013).

Siklus hidup P. Solanacearum dapat dimulai dari terjadinya infeksi

patogen ke dalam akar, baik secara sendiri maupun melalui luka yang dibuat oleh

nematoda peluka akar, atau akibat serangga dan alat-alat pertanian. Setelah

berhasil masuk ke dalam jaringan akar, P. solanacearum akan berkembang biak di

dalam pembuluh kayu (xylem) dalam akar dan pangkal batang, kemudian

menyebar ke seluruh bagian tanaman. Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh

jutaan sel P. solanacearum, transportasi air dan mineral dari tanah terhambat

sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Supriadi, 2011).

P. solanacearum adalah spesies yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan

oleh variabilitas genetiknya yang luas dan kemampuannya untuk beradaptasi

dengan lingkungan setempat, sehingga di alam dijumpai berbagai strain

P. solanacearum dengan ciri yang sangat beragam. Ditinjau dari segi morfologi

dan fisiologinya, P. solanacearum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk

batang dengan ukuran 0,5-0,7 x 1,5-2,5 μm, berflagela, bersifat aerobik, tidak

berkapsula, serta membentuk koloni berlendir berwarna putih (Hardiyanti, 2013).

Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air, serta faktor

kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen.

P. solanacearum berkembang pesat pada kondisi suhu udara 24-35°C, tetapi

perkembangannya menurun pada suhu di atas 35°C atau di bawah 16°C.

Page 8: Pseudomonas Solanacearum

8

Kenyataan ini dimanfaatkan untuk memproduksi benih kentang bebas

P. solanacearum di dataran tinggi yang suhunya cukup dingin (Supriadi, 2011).

Gejala Serangan Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanaceuarum)

Gejala awal yang ditimbulkan pada tanaman yang terserang bakteri ini

adalah tanaman mulai layu. Kemudian menjalar ke daun bagian bawah. Gejala

yang lebih lanjut : seluruh tanaman layu, daum menguning sampai coklat

kehitam-hitaman, dan akhirnya tanaman mati. Serangan pada umbi menimbulkan

gejala dari luar tampak bercak-bercak kehitam-hitaman, terdapat lelehan putih

keruh (massa bakteri) yang keluar dari mata tunas atau ujung stolon. Adanya daun

muda pada pucuk dan daun tua tanaman akan menjadi layu, daun bagian bawah

menguning merupakan ciri khas gejala penyakit layu bakteri (Hardiyanti, 2013).

Gejala umum serangan, beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu;

daun tua dan daun bagian bawah menguning, atau tanaman layu sebagian atau

keseluruhan dengan bagian daun yang menguning lalu mati.  Gejala ini seperti

tanaman yang kekurangan air.  Bila tanaman dicabut tanaman masih kokoh karena

sistem perakarannya tidak terganggu (Komang dkk, 2013).

Daun-daun layu, dimulai dari daun-daun muda(ujung). Jika batang

dipotong, terlihat berkas pembuluh berwarna cokelat. Jika bagian tersebut ditekan,

dari lingkaran berkas pembuluh keluar massa lendir berwarna kelabuan. Umbi

juga dapat terserang. Pada ujung umbi terdapat bagian yang mengendap dan

berwarna hitam. Jika umbi dipotong tampak adanya jaringan busuk berwarna

cokelat, sedang pada lingkaran berkas pembuluh umbi terdapat lendir berwarna

cokelat muda sampai kelabu. Umbi dapat menjadi busuk lunak (Lilie, 2013)

Page 9: Pseudomonas Solanacearum

9

(Sumber, Hasna, 2012).

Faktor yang Mempengaruhi Bakteri (Pseudomonas solanaceuarum)

Penyakit berkembang ketika terdapat banyak hujan dan suhu udara tinggi.

Adanya gulma yang peka akan meningkatkan penyakit layu pada pertanaman

kentang berikutnya. Suhu tinggi dan kelembaban tinggi sangat menguntungkan

bagi bakteri sedangkan suhu yang rendah suhu yang menghambat

pertumbuhannya Penyebaran P.solanacearum mengindikasikan bahwa patogen

ini sangat mudah menyebar, baik melalui benih, air, tanah, maupun serangga,

sehingga sulit dikendalikan jika telah menjadi wabah (Lilie, 2013).

Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air, serta faktor

kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen.

P. solanacearum berkembang pesat pada kondisi suhu udara 24-35°C, tetapi

perkembangannya menurun pada suhu di atas 35°C atau di bawah 16°C.

Kenyataan ini dimanfaatkan untuk memproduksi benih kentang bebas

P. solanacearum di dataran tinggi yang suhunya cukup dingin (Supriadi, 2011).

Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanaceuarum)

Secara kultur teknis Penyediaan Benih Sehat Karena benih merupakan

faktor pengendalian utama maka penyediaan benih dapat dilakukan baik secara

konvensional maupun inkonvensional. Untuk benih tanaman obat yang

dibudidayakan secara vegetatif, seperti temu-temuan, penyediaan benih secara

Page 10: Pseudomonas Solanacearum

10

konvensional dapat dilakukan secara kolektif dengan menerapkan sistem

hamparan blok penghasil benih sumber. Hamparan benih dikelola oleh kelompok

tani di setiap desa sentra produksi (Supriadi, 2011).

Secara Fisik/Mekanis yaitu tanaman yang sakit dicabut sampai ke akar-

akarnya beserta tanah di sekitar perakaran, masukkan ke dalam kantong plastik

kemudian dimusnahkan, misal dibakar agar tidak menjadi sumber penyebaran

penyakit. Sanitasi juga dapat dilakukan agar patogen tular tanah tidak dapat

menyebar (Muchdat, 2010).

Secara Biologis Apabila akan dikendalikan dengan cara biologis, gunakan

agens hayati seperti bakteri Pseudomonas fluorescens dengan dosis aplikasi 10

ml/liter air pada saat awal tanam dan 100 ml/liter air pada saat tanaman berumur

15 hari dengan cara disemprotkan ke seluruh permukaan bedengan tanaman

secara merata (Supriadi, 2011).

Secara Kimiawi yaitui cara ini baru dilakukan apabila cara lain sulit

dilakukan atau hasilnya tidak tidak efektif. Mengingat penyakit tersebut

disebabkan oleh bakteri, maka apabila akan dikendalikan dengan cara kimiawi,

gunakanlah bakterisida yang berbahan aktif asam oksolinik 20 % dengan dosis

yang dianjurkan. Anjuran penggunaan bakterisida tersebut bisa dibaca pada lebel

pembungkusnya. Sebab, pada kemasan atau bungkus bakterisida tersebut

umumnya sudah tertera aturan penggunaannya (Muchdat, 2010).

Page 11: Pseudomonas Solanacearum

11

KESIMPULAN

1. Pseudomonas solanacearum merupakan bakteri patogen tular tanah tersebar

di daerah tropis, sub tropis, dan beberapa daerah hangat lainnya.

2. P. solanacearum akan berkembang biak di dalam pembuluh kayu (xylem)

dalam akar dan pangkal batang, kemudian menyebar ke seluruh bagian

tanaman.

3. P. solanacearum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan

ukuran 0,5-0,7 x 1,5-2,5 μm, berflagela, bersifat aerobik, tidak berkapsula,

serta membentuk koloni berlendir berwarna putih.

4. Gejala serangan, daun muda pada pucuk tanaman layu; daun tua dan daun

bagian bawah menguning, lalu mati.

5. Layu bakteri tersebut menular melalui tanah (soil borne patogen) atau melalui

peralatan pertanian.

6. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air, serta faktor

kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen.

7. Pengendalian peyakit layu bakteri dapat dilakukan dengan kultur teknis,

mekanis atau fisik, biologi dan kimiawi.

Page 12: Pseudomonas Solanacearum

12

DAFTAR PUSTAKA

Hardiyanti, S. 2013. Pengendalian Rolstania Solanacearum. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang.

Hasna, Q. 2012. Macam-Macam Penyakit Kentang. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Komang, E., Made, A. Yohana, A., 2012. Budidaya Tanaman Kentang. Tugas Kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Kurnia, P. 2012. Pengendalian Hayati pada Tanaman Kentang. Tugas Kuliah Pengendalian Hayati, Fakultas Pertanian, Universitas Garut.

Lielie, A. 2013. Makalah Penyakit pada Tanaman Kentang. Tugas Kuliah Dasar Pelindungan tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Muchdat, W. 2010. Layu Bakteri pada Kentang dan Upaya Pengendaliannya. Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM pertanian

Putro, A, T, A, M. 2011. Budidaya Tanaman Kentang di Luar Musim Tanam. Laporan pada Program Diploma-III. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Setiadi, D. 2009. Budidaya Tanaman Kentang. Penebar Swaday, Jakarta

Simamora, M. 2012. Budidaya Tanaman kentang. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Soelarso, B. P. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.

Supriadi. 2011. Penyakit Layu Bakteri Dampak, Bioekologi dan Peranan Teknologi Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(4), 2011: 279-293

Page 13: Pseudomonas Solanacearum

13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

PENDAHULUANLatar Belakang.............................................................................................1Tujuan Percobaan ........................................................................................3Kegunaan Penulisan ....................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ....................................4

Tanah.....................................................................................................5Iklim......................................................................................................6

Bakteri Pseudomonas solanacearum...........................................................7Biologi Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum)..............................................................7Gejala Serangan Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum)..............................................................8Faktor yang memepengaruhi Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum)..............................................................9Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum)..............................................................9

KESIMPULAN....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii

Page 14: Pseudomonas Solanacearum

14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tepat pada

waktunya.

Adapun judul laporan ini adalah “Penyakit Layu Bakteri

(Pseudomonas solanacearum) pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum )”

yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di

Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Gulma Program Studi

Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

Penanggung jawab Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Penyakit

yakni Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr., Ir. Lahmuddin Lubis, MP., dan

kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan penulisan kedepannya. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih, semoga

laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014

Penulis

i

Page 15: Pseudomonas Solanacearum

15

PERMASALAHAN

Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan

kultur teknis. Spesies gulma yang tumbuh bergantung pada pengairan,

pemupukan, pengolahan tanah, dan cara pengendalian gulma. Gulma berinteraksi

dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor

tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air.

Gulma pada perkebunan tanaman tahunan (karet, kelapa sawit, kelapa,

teh, kopi, kina) berbeda dengan pertanaman semusim (tebu, jagung, tembakau

rosella) pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan pada perkebunan dengan

pertanaman yang luas, karena ada kaitannya dengan faktor waktu yang terbatas,

tenaga kerja dan biaya.

Penggunaan pestisida khususnya herbisida. baik di Indonesia maupun di

negara-negara lain, bertujuan untuk mengendalikan gulma pengganggu pada

tanaman budidaya, tetapi dapat pula menimbulkan efek samping, yaitu akan

menimbulkan keracunan pada binatang ataupun manusia.

Penggunaan herbisida pada tumbuhan dapat mempengaruhi satu atau

lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan,

pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas

enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya.

Gulma yang dikendalikan dengan herbsida dapat mencapai tingkat

resistan atau tahan terhadap herbisida. Sehingga sulit untuk dikendalikan.

Terutama pada lahan yang luas akan sulit mengendalikan gulma yang resistan.

Page 16: Pseudomonas Solanacearum

16

Para pengembang herbisida berusaha menemukan cara untuk mengendalikan

gulma yang tahan akan herbisida.

Pengaplikasian herbisida yang keliru karena tidak mengetahui jenis

gulma dan yang tidak sesuai waktu dapat menyebabkan gagalnya pengendalian

gulma. Gulma yang gagal dikendalikan akan tetap tumbuh dan melakukan

persaingan dengan tanaman utama. Ini menyebabkan kurang efektifnya

pengendalian dan habisnya biaya.

Banyak petani yang belum paham mengenai herbisida. Herbisida juga

memiliki jenis-jenis dan penggolongannya. Petani yang tidak mengetahui jenis

herbisida yang digunakan akan menyebabkan kesalahann dalam penggunaan

herbisida. Kesalahan dalam penggunaan herbisida banyak menimbulkan kerugian

berupa tanaman rusak, habis biaya dan waktu.

Dalam pengaplikasian herbisida pada gulma yang tidak memperhatikan

faktor selektif herbisida fisik akan menimbulkan ketidak efektifan dan gagalnya

aplikasi herbisida. Faktor selektif biologi akan menimbulkan rusaknya jaringan

dan sel yang ada pada tanaman utama yang tidak tahan terhadap pengaplikasian

herbisida.

Page 17: Pseudomonas Solanacearum

17

PEMBAHASAN

Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk

mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara,

dan air. Untuk mengatasi hal ini maka gulma harus dikendalikan dengan berbagai

pengendalian seperti, pengendalian preventif, mnekanis, kimia dan sebagainya.

Hal ini sesuai literatur Sofnie dkk (2000) yang menyatakan bahwa Pengendalian

gulma dapat dilakukan dengan cara manual, mekanis dan kimiawi.

Masalah gulma lebih dirasakan pada perkebunan dengan pertanaman yang

luas, karena ada kaitannya dengan faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja dan

biaya. Untuk mengatasi hal ini maka harus di gunakan pengendalian secara

kimiawi (herbisida) yang sesuai dengan gulma tahunan, biasanya gulma yang ada

pada lahan perkebunan sulit dikendalikan dengan cara pengendalian mekanis atau

lainnya. Hal ini sesuia literatur Nurafni (2012) yang menyatakan bahwa Herbisida

adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh gulma. Herbisida telah

banyak digunakan dalam bidang pertanian.

Penggunaan pestisida khususnya herbisida dapat pula menimbulkan efek

samping, yaitu akan menimbulkan keracunan pada binatang ataupun manusia.

Untuk mengatasi hal ini penggunaan harus dibatasi dengan tepat dosis tepat

sasaran dan tepat waktu hal ini sesuai dengan literatur Riadi dkk (2011) yang

menyatakan bahwa Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan

mematikan seluruh bagian yang dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih

rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang

lainnya.

Page 18: Pseudomonas Solanacearum

18

Penggunaan herbisida pada tumbuhan dapat mempengaruhi satu atau lebih

proses-proses (pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil,

fotosintesis, respirasi, metabolisme) yang diperlukan tumbuhan untuk

mempertahankan hidupnya. Untuk mengatasi hal ini dalam pengaplikasian

herbisida harus sesuai dengan sasaran gulma yang dikendalikan dengan jenis

herbisida yang digunakan agar metabolisme dan anabolisme tanaman tidak

terganggu. Hal ini sesuai dengan literatur Riadi dkk (2011) selektivitas herbisida

berkaitan dengan sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Herbisida

yang telah masuk dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya

dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya.

Gulma yang dikendalikan dengan herbsida dapat mencapai tingkat resistan

atau tahan terhadap herbisida, sehingga sulit untuk dikendalikan. Untuk mengatasi

hal ini maka dikembangakan berbagai cara pengaplikasian herbisida dengan

mencampurkan bahan lain serta menggunakan bahan aktiv yang sesuai dengan

jenis gulma. Hal ini sesuai literatur Supriadi dkk (2012) yang menyatakan bahwa

Salah satu upaya untuk mengurangi tekanan terhadap munculnya gulma yang

tahan adalah dengan menggunakan jenis herbisida berlainan silih berganti atau

mencampurkan dua atau lebih jenis herbisida berbeda jenis.

Pengaplikasian herbisida yang keliru dan yang tidak sesuai waktu dapat

menyebabkan gagalnya pengendalian gulma. Untuk mengatasi halini maka kita

harus mengetahui dan mengenal herbisida yang digolongkan berdasarkan waktu

aplikasi. Hal ini sesuai dengan literatur Nurafni (2012) yang menyatakan bahwa

Klasifikasi herbisida berdasarkan waktu aplikasi: Herbisida pra tumbuh. Herbisida

Page 19: Pseudomonas Solanacearum

19

ini diaplikasikan pada tanah sebelum gulma tumbuh. Herbisida pasca tumbuh

Herbisida ini diaplikasikan saat gulma sudah tumbuh.

Petani yang tidak mengetahui jenis herbisida yang digunakan akan

menyebabkan kesalahann dalam penggunaan herbisida. Kesalahan dalam

penggunaan herbisida banyak menimbulkan kerugian. Untuk mengatasi hal ini

maka petani harus mengenal dan mengatahui golongan herbisida yang di gunakan

oleh petani seperti herbisida sistemik dan kontak. Hal ini sesuai dengan literatur

Nurafni (2012) yang menyatakan bahwa Herbisida kontak. Herbisida ini hanya

mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang

berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.

Herbisida Sistemik. Cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman

gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas

sampai ke perakarannya. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat.

pengaplikasian herbisida yang tidak memperhatikan faktor selektif

herbisida fisik akan menimbulkan ketidak efektifan dan gagalnya aplikasi

herbisida. Faktor biologi akan menimbulkan rusaknya jaringan dan sel yang ada

pada tanaman utama yang tidak tahan terhadap pengaplikasian herbisida. Untuk

mengatasai hal ini maka harus mengenal dan mengetahui faktor selektif dari

herbisida. Hal ini sesuai dengan literatur Riadi (2012) yang menyatakan

Klasifikasi herbisida berdasarkan selektif: Faktor fisik yang dapat mempengaruhi

kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan permukaan gulma. Supaya

efektif maka herbisida yang diaplikasikan harus tetap kontak atau melekat atau

berada pada tumbuhan sasaran Faktor biologi yang menentukan selektivitas

herbisida berkaitan dengan sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan.