14
Drh. Ardilasunu Wicaksono Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Pseudomonas spp. Sebagai Bakteri Pembusuk pada Produk Pangan Asal Hewan PENDAHULUAN Latar belakang Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi manusia. Selain sebagai bahan makanan bagi manusia juga sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan makanan yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak. Kerusakan bahan pangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen biologis seperti keberadaan mikroorganisme pembusuk. Kerusakan yang ditimbulkan menimbulkan perubahan secara organoleptik yang menyimpang sehingga dapat mengganggu kelayakan konsumsi bahan pangan di masyarakat. Pangan yang busuk menyebabkan perubahan bau dan cita rasa yang tidak diharapkan. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan yang memproduksi komponen gas volatil selama proses metabolismenya. Gas volatil tersebut dapat dicium dan dirasakan oleh organ manusia dan menjadikan bahan pangan tidak lagi layak dikonsumsi. Namun pembusukan pada pangan tidak menyebabkan keracunan pangan, melainkan penurunan kualitas dari pangan tersebut. Kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan dapat terjadi saat proses di peternakan, pengolahan, maupun saat penyajian. Keberadaan mikroba pembusuk dan patogen dapat berasal dari bahan makanan tersebut sebelum dipanen/disembelih (pencemaran primer) dan adanya pencemaran dari luar (pencemaran sekunder). Salah satu bakteri yang sering menyebabkan kebusukan pada bahan pangan asal hewan adalah Pseudomonas spp. Bakteri ini telah dilaporkan dapat menyebabkan pembentukan lendir pada permukaan daging pada suhu yang

Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Drh. Ardilasunu Wicaksono

Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Pseudomonas spp. Sebagai Bakteri Pembusuk

pada Produk Pangan Asal Hewan

PENDAHULUAN

Latar belakang

Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak

dikonsumsi manusia. Selain sebagai bahan makanan bagi manusia juga sebagai

sumber makanan bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan makanan

yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak. Kerusakan bahan

pangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen biologis seperti keberadaan

mikroorganisme pembusuk. Kerusakan yang ditimbulkan menimbulkan

perubahan secara organoleptik yang menyimpang sehingga dapat mengganggu

kelayakan konsumsi bahan pangan di masyarakat.

Pangan yang busuk menyebabkan perubahan bau dan cita rasa yang

tidak diharapkan. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme yang

tidak diinginkan yang memproduksi komponen gas volatil selama proses

metabolismenya. Gas volatil tersebut dapat dicium dan dirasakan oleh organ

manusia dan menjadikan bahan pangan tidak lagi layak dikonsumsi. Namun

pembusukan pada pangan tidak menyebabkan keracunan pangan, melainkan

penurunan kualitas dari pangan tersebut.

Kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan dapat terjadi saat

proses di peternakan, pengolahan, maupun saat penyajian. Keberadaan mikroba

pembusuk dan patogen dapat berasal dari bahan makanan tersebut sebelum

dipanen/disembelih (pencemaran primer) dan adanya pencemaran dari luar

(pencemaran sekunder).

Salah satu bakteri yang sering menyebabkan kebusukan pada bahan

pangan asal hewan adalah Pseudomonas spp. Bakteri ini telah dilaporkan dapat

menyebabkan pembentukan lendir pada permukaan daging pada suhu yang

Page 2: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

dingin dengan kelembaban relatif rendah, ketengikan bahan pangan, dan

menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau busuk.

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang

Pseudomonas spp. sebagai salah satu bakteri pembusuk pada bahan pangan

asal hewan terkait dengan jenis dan bahan pangan yang dicemarinya, faktor

yang mempengaruhi pertumbuhannya, mekanisme pembusukan, dan tindakan

penanganan dan pencegahannya.

PEMBAHASAN

Species Pseudomonas spp. dan Bahan Pangan yang Dicemarinya

Pseudomonas merupakan genus bakteri yang termasuk ke dalam

golongan bakteri gram negatif, tidak berspora, dan berbentuk batang, yang

kebanyakan bersifat aerobik dan dapat motil menggunakan polar flagella.

Terdapat 40 species yang termasuk dalam genus ini.

Anggota dari genus Pseudomonas bersifat fluorescent dan banyak

ditemukan di tanah, air, dan habitat lainnya. Pseudomonas secara umum aktif

melakukan dekomposisi aerobik dan biodegradasi, dan memegang peran penting

dalam keseimbangan alam dan berpengaruh secara ekonomi bagi kepentingan

manusia. Pada daging merah yang disimpan pada temperatur dingin, bakteri

pembusuk yang banyak berkembang adalah Pseudomonas spp., dan daging

tersebut akan membusuk jika jumlah bakteri ini telah mencapai 107–108/cm2

pada daging.

Beberapa dari bakteri ini sangat terkait dengan tanaman dan hewan

sebagai patogen dan mikroorganisme saprofit. Empat species penyebab dari

pembusukan makanan antara lain Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas

viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas lundensis, yang terkadang

kombinasi dengan Shewanella putrefaciens dan Xanthomonas campestris yang

juga merupakan bakteri pembusuk. Pseudomonas merupakan bakteri pembusuk

dominan pada daging dan telur unggas.

Jenis pectolitik dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas

viridiflava, dan Xanthomonas campestris mengakibatkan kebusukan (kebusukan

Page 3: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

ringan) dari buah dan sayuran segar. Selain itu, jenis pectolitik dari

Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava diyakini merupakan

penyebab primer dari kebusukan produk segar yang disimpan pada suhu ruang

dan dingin. Bakteri tersebut juga dilaporkan menyebabkan lebih dari 40%

kebusukan produk panen segar yang dijual di pasar retail.

Jenis proteolitik dan lipolitik dari Pseudomonas fluorescens,

Pseudomonas fragi, Pseudomonas lundensis , dan Shewanella putrefaciens

menyebabkan kebusukan dari pangan asal hewani seperti daging, daging

unggas, susu, dan ikan. Pseudomonas yang mengontaminasi susu pasteurisasi

biasanya berasal dari rekontaminasi produk akhir dengan susu segar yang belum

diolah. Pembusukan dari bakteri-bakteri tersebut diindikasikan dengan

penampilan yang berlendir dan lembek, kehilangan aroma (off-odors), serta

degradasi sebagian atau keseluruhan dari sayuran atau pangan asal hewan.

Karakteristik fenotip dan molekuler dari psikotrofik yang diisolasi dari

daging sapi, susu sapi, susu kambing, ikan, dan daging unggas yang busuk

menunjukkan keberadaan dari tiga spesies utama dari Pseudomonas yakni

Pseudomonas viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas lundensis.

Ketiga species ini dapat dibedakan berdasarkan beberapa tes fisiologis dan

kemampuan mereka untuk menggunakan hydroxyl-L-proline, D-mannitol,

mucate, dan D-quinate sebagai karbon sebagai sumber energinya.

Pseudomonas fluorescens yang berhubungan dengan produk hewan dan

tumbuhan memiliki karakteristik fenotip dan molekuler yang sangat bervariasi,

sehingga bakteri ini diklasifikasikan menjadi lima biovars. Namun kelima biovars

ini masih perlu dilakukan revisi karena pernah dilaporkan adanya Pseudomonas

fluorescens ditemukan pada fillet ikan dan sosis babi tidak menunjukkan

karakteristik sesuai dengan kelima biovars tersebut. Pseudomonas fluorescens

biovars I dan III serta kombinasi dengan Pseudomonas fragi dan Pseudomonas

lundensis sering menjadi komponen mikroflora dominan pada bahan pangan

seperti susu, daging, daging unggas, dan ikan.

Sebagai salah satu anggota genus Pseudomonas, Pseudomonas fragi

tidak berfluoresence dan tidak motil. Namun, pernah diisolasi Pseudomonas

fragi yang dapat berfluoresence pada susu mentah dan ikan busuk. Sebagian

besar dari Pseudomonas fragi juga memiliki flagella, namun kemampuan flagella

untuk motilitas tidak dapat dideteksi.

Page 4: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

Pseudomonas fragi berperan besar sebagai mikroflora umum pada

pangan segar dan busuk. Telah dilaporkan pada daging sapi sebanyak 61% dan

pada daging babi sebesar 76-79% dari total jumlah keseluruhan Pseudomonas.

Bakteri ini dikenal dengan karakteristiknya yang dapat memproduksi fruity off-

odor dan membentuk cincin asam pada susu.

Janis bakteri Pseudomonas fragi banyak ditemukan pada beberapa jenis

pangan yang berbeda, termasuk susu, daging, daging unggas, dan ikan. Jika

bakteri ini berada pada bahan pangan dalam jumlah yang besar, maka dapat

memproduksi enzim protease ekstraselular dan lipase, lendir eksopolisakarida

serta menyebabkan fruity off-odor.

Pseudomonas fragi memainkan peranan penting di dalam penyebab

kebusukan pada susu dan produk hewani lainnya. Keberadaannya sering juga

disertai oleh bakteri psikotrofik lainnya seperti Pseudomonas fluorescens,

Pseudomonas lundensis, Shewanella putrefaciens, dan Psychrobacter

immobilis baik pada produk segar maupun produk basi/busuk.

Pseudomonas lundensis ditemukan pada daging segar dan busuk, ikan,

daging ayam, dan susu. Tipe ganas dari bakteri ini berfluoresence dan motil.

Pseudomonas lundensis memiliki kesamaan karakteristik fenotip dan molekuler

dengan Pseudomonas fluorescens biovars V.

Pseudomonas lundensis juga mirip dengan Pseudomonas fragi

subgroup B3. Namun Pseudomonas lundensis dapat dibedakan dengan

Pseudomonas lainnya berdasarkan kemampuannya memproduksi levan,

menggunakan trehalosa, kreatinin, D-mannitol dan mucate. Selain itu,

Pseudomonas lundensis juga dapat dibedakan dengan Pseudomonas fragi dari

kemampuan berfluoresence dan motilitasnya.

Pseudomonas putrefaciens yang sekarang dimasukkan dalam genus

Shewanella sehingga dikenal dengan Shewanella putrefaciens dapat ditemukan

pada lingkungan luas antara lain air tanah dan air laut, produk pangan asal ikan,

dan limbah ladang minyak. Shewanella putrefaciens merupakan bakteri gram

negatif berbentuk batang lurus dan bengkok, dapat motil dengan adanya polar

flagella. Bakteri ini bersifat uji oksidase positif dan membentuk koloni berwarna

merah muda pada media agar dan memproduksi volatile off-odors jika

ditumbuhkan pada kondisi anaerobik.

Shewanella putrefaciens dapat ditemukan pada bermacam bahan pangan

termasuk daging dan ikan, dan juga lingkungan lain seperti ladang minyak,

Page 5: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

permukaan dari peralatan produksi, dan spesimen klinik. Bakteri ini dikenali

sebagai penyebab kebusukan dari pangan yang disimpan dingin seperti ikan

sardin dan daging. Kemampuan pembusukan dari Shewanella putrefaciens

adalah dengan memproduksi H2S dan menghasilkan volatile off-odors

dikarenakan adanya komponen trimethylamines (TMA).

Tabel 1. Species Pseudomonas spp. yang teridentifikasi pada bahan pangan

asal hewan

No. Jenis bahan pangan Species Pseudomonas spp. yang

teridentifikasi

1 Susu segar dan pasteurisasi

P. fluorescens biovars I & III

(>70%)

P. fragi (20%)

P. fluorescens biovars II

P. lundensis

P. putida

2 Ikan busuk

P. fragi (>30%)

P. lundensis

P. fluorescens biovar III

P. putida

3 Ikan air tawar

P. lundensis (40%)

P. fluorescens

P. fragi

P. putida

4 Daging busuk

P. fragi (>50%)

P. fluorescens biovars I, II & III

P. aureofaciens

P. putida

5 Daging sapi, babi, dan domba

busuk

P. fragi (>70)

P. fluorescens biovars I & III

P. putida

6 Daging busuk, serta dari

lingkungan (tanah dan air)

P. fragi (>50%)

P. lundensis

P. fluorescens biovars I, II, III, & IV

P. aurefaciens

Page 6: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

P. aeruginosa

7 Daging unggas busuk

P. fragi

P. fluorescens

P. lundensis

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Daya tahan dan pertumbuhan bakteri pembusuk pada pangan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur, pH, aktifitas air,

keadaan lingkungan atmosfir, dan mikroba kompetitor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dibedakan menjadi faktor intrinsik

dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi pH, aktifitas air, Potensial oksidasi-

reduksi, nutrisi, keberadaan antimikroba dan struktur biologis. Sementara faktor

ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif (Rh), keberadaan dan konsentrasi

gas, serta proses pengolahan.

Pseudomonas tumbuh pada bahan pangan dengan suhu antara 5-10ºC.

Species dari Pseudomonas dan Shewanella yang menyebabkan kebusukan

pada pangan suhu dingin adalah bersifat psikotrofik dan dapat membentuk koloni

pada suhu 0-7 ºC. Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava jenis

pectolitik menyebabkan kebusukan dari produk segar dan dapat tumbuh pada

produk tersebut walaupun disimpan pada suhu 10°C atau di bawahnya.

Pseudomonas yang bersifat mesofilik seperti Pseudomonas aeruginosa

dan Pseudomonas corrugata tidak dapat tumbuh pada suhu 10°C atau lebih

namun tumbuh pada suhu 41°C. Sementara itu, Pseudomonas yang bersifat

psikrotrofik dan Shewanella putrefaciens sensitif terhadap suhu kamar dan tidak

dapat tumbuh pada suhu di atas 37°C.

Pertumbuhan dan daya tahan bakteri pembusuk juga dipengaruhi oleh

komposisi gas/udara di dalam atmosfir pada pangan. Konsentrasi CO2 yang

tinggi dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan

Pseudomonas fragi pada daging merah, karkas ayam, fillet ikan, dan juga

menghambat pertumbuhan dari Shewanella putrefaciens dari produk pangan

asal ikan.

Aktifitas air (aW) merupakan faktor penting lain yang dapat membatasi

daya tahan dan pertumbuhan dari bakteri pembusuk dan patogen dari produk

pangan segar dan lingkungan. Bakteri pada pangan pada umumnya lebih sensitif

Page 7: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

pada aktifitas air yang rendah dibandingkan yang tinggi. Pseudomonas dan

Shewanella putrefaciens lebih sering ditemukan pada permukaan dari daging

segar, ikan, dan sayuran dengan aktifitas air sebesar 0,99 atau lebih.

Pseudomonas pectolitik yang menyebabkan pembusukan dapat bertahan pada

air destilasi murni kurang lebih selama 15 tahun pada suhu kamar.

Pseudomonas dan shewanellae tidak dapat tumbuh pada aW 0,91. Kadar

minimum aktifitas air yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya yaitu pada kisaran

0,95-0,97, dimana tergantung dari tipe bahan pangan atau dari tipe garam dan

gula yang digunakan pada medium biakan. Sebagai contoh, Pseudomonas

fluorescens lebih dapat tumbuh pada kondisi aktifitas air yang rendah dimana

aktifitas air tersebut sudah dikondisikan dengan gliserol dibandingkan sengan

sukrosa atau NaCl. Meskipun Pseudomonas pembusuk tidak dapat tumbuh

pada kondisi aktifitas air di bawah 0,95, namun dapat bertahan pada biji-bijian

Pada kebanyakan bahan pangan yang memiliki pH di antara 5-7 cocok

untuk pertumbuhan bakteri baik pembusuk maupun patogen . pH minimum untuk

pertumbuhan Pseudomonas fragi dan Shewanella putrefaciens diperkirakan

adalah 5,0 dan 5,3.

Bakteri-bakteri yang telah disampaikan sebelumnya sensitif terhadap pH

yang rendah. Sebagai contoh, Shewanella putrefaciens gagal tumbuh pada susu

yang telah diasamkan pada pH 5,3. Dikarenakan sensitif pada pH yang asam,

Shewanella putrefaciens lebih sering menyebabkan kebusukan pada bagian

paha karkas ayam (pH 6,4-6,7) dibandingkan pada bagian dada karkas ayam

(pH 5,7-5,9).

Hal ini mengindikasikan bahwa sedikit perbedaan dari pH bahan pangan

akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan proses pembusukan oleh

bakteri tersebut. Pseudomonas atau Shewanella memiliki ketergantungan

terhadap jenis asam yang digunakan. Penggunaan dari asam sitrat, hydroklorat,

dan fosfat dapat menumbuhkan mikroba pembusuk di suasana pH yang lebih

rendah dibandingkan dengan penggunaan asam asetat atau laktat.

Pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Shewanella

putrefaciens pada pangan juga dipengaruhi oleh keberadaan mikroflora normal

yang dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Pertumbuhan alami dari

bakteri patogen seperti Salmonella spp. dan Listeria monocytogenes pada

produk pangan segar dapat dihambat atau justru dipercepat oleh keberadaan

mikroba Pseudomonas normal yang berfluoresence.

Page 8: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

Mikroflora alami yang diisolasi dari ikan menunjukkan dapat merusak

pertumbuhan dari Shewanella putrefaciens dengan produksi iron-chelating

siderophores-nya. Interaksi antara mikroflora alami dan bakteri pembusuk sangat

berpengaruh pada komposisi dan struktur komunitas mikroba pada produk

pangan yang segar maupun yang busuk. Keberadaan bakteri asam asetat dan

asam laktat seperti halnya Acinetobacter dan Gluconobacter pada bahan pangan

juga dapat menghambat perkembangan pembusukan oleh Pseudomonas dan

Shewanella.

Keberadaan dari zat antimikroba alami pada bahan pangan asal hewan

dan tumbuhan telah diketahui semenjak beberapa tahun yang lalu. Asam asetat,

asam sitrat, asam benzoat, dan asam sorbat telah banyak digunakan sebagai

bahan tambahan untuk menekan pertumbuhan dari bakteri pembusuk pada

bahan pangan. Pada susu sapi dan susu kambing mengandung sedikitnya dua

zat antimikroba yaitu lactoferrin dan coaglutinin yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescens.

Mekanisme Pembusukan

Daging merah dan daging unggas mulai mengeluarkan bau busuk ketika

jumlah populasi bakteri di permukaannya mencapai 107 cfu/cm2 dan menjadi

berlendir ketika populasi bakteri di permukaannya mencapai 108 cfu/cm2. Bau

busuk tersebut dihasilkan dari emisi gas etil/metil ester, asam lemak rantai

pendek atau komponen sulfida.

Permukaan yang berlendir dihasilkan dari akumulasi eksopolisakarida

dan tekstur pangan yang melunak akibat dari adanya proses degradasi dari

beberapa enzim seperti pektinase, protease, dan lipase yang dihasilkan oleh

bakteri pembusuk. Pseudomonas dapat menguraikan protein menjadi asam

amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam

dan berlendir. Perubahan pada bahan pangan yang diakibatkan oleh bakteri

pembusuk ini adalah sebagai regulasi pertahanan bakteri terhadap lingkungan,

ketersediaan nutrisi, pH yang ekstrim, dan temperatur yang tinggi.

Kemampuan dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi, dan

Pseudomonas lundensis untuk mengakibatkan kebusukan pada bahan pangan

dikarenakan adanya kemampuan mereka untuk memproduksi enzim protease

dan lipase untuk melakukan proses degradasi pada komponen protein dan lipid

dari daging, susu, daging unggas, dan produk hasil laut. Produksi dari protease

Page 9: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

juga dibutuhkan oleh Pseudomonas fluorescens untuk tumbuh pada permukaan

pangan yang mengandung unsur jaringan otot.

Produksi dari lipase atau protease dalam jumlah besar oleh

Pseudomonas fluorescens telah diketahui dapat menyebabkan kebusukan pada

susu. Jenis pembusuk ringan dari Pseudomonas fluorescens dapat

memproduksi protease yang stabil pada panas (heat-stable protease), yang

dapat menyebabkan gelatin pada susu mentah namun tidak dapat menyebabkan

kebusukan pada jaringan tumbuhan. Heat-stable protease yang juga diproduksi

oleh Pseudomonas psikotrofik pada susu mentah dapat menyebabkan

kebusukan pada susu mentah tersebut.

Produksi dari enzim protease dan lipase oleh bakteri dibutuhkan untuk

proses degradasi kasein susu, lemak mentega, dan fosfolipid dari produk hasil

ternak. Enzim lipase yang diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens dan

Pseudomonas fragi merupakan penyebab dari rasa tengik (rancid) dan pahit

(bitter) pada susu mentah, keju, dan produk hasil ternak lainnya.

Hilangnya aroma (off-odor) dari daging dan daging unggas yang busuk

disebabkan oleh pertumbuhan bakteri Shewanella putrefaciens, Pseudomonas

fluorescens dan Pseudomonas fragi. Pseudomonas fragi juga biasa

menyebabkan aroma yang manis (sweet-odor) dan aroma seperti buah (fruity-

odor) pada pangan. Shewanella putrefaciens yang merupakan bakteri pembusuk

yang aktif pada daging dan ikan juga dapat menimbulkan aroma tak sedap akibat

diproduksinya hydrogen sulfide (H2S) dan trimethylamine (TMA). Produksi dari

TMA oleh Shewanella putrefaciens dapat menjadi indikator kebusukan produk

ikan yang disimpan dingin.

Tindakan Penanganan dan Pencegahan

Penggunaan bahan-bahan kimia, fisik, dan biologik dapat digunakan

untuk mengontrol pertumbuhan species Pseudomonas dan Shewanella pada

permukaan bahan pangan baik segar maupun yang sudah diproses. Namun

penanganan yang dilakukan tidak dapat mengeliminasi seluruh Pseudomonas

dan Shewanella pada permukaan bahan pangan tanpa mempengaruhi kualitas

dari bahan pangan tersebut secara organoleptik.

Beberapa faktor yang membatasi keefektifan suatu penanganan

mikrobiologis masih diteliti lebih lanjut, seperti halnya pemberian desinfektan

secara terus menerus seperti komponen ammonium kuartener pada bahan

Page 10: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

pangan mentah dapat menimbulkan resitensi bagi Pseudomanas terhadap jenis

desinfektan tersebut. Susunan biofilm pada permukaan berbahan stainless steel

dapat meningkatkan toleransi Pseudomanas aeruginosa, Pseudomonas fragi,

dan Salmonella Typhimurium terhadap desinfektan.

Penanganan secara kimia

Penggunaan ozon dapat mereduksi mikroba pembusuk pada daging,

produk unggas, dan ikan. Karkas unggas yang diproses menggunakan air yang

diozonasi dapat membunuh Pseudomanas aeruginosa dan Enterobacter faecalis

pada permukaan dan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan air dingin

pada pengolahan karkas.

Bakteri gram negatif secara umum lebih sensitif terhadap ozon

dibandingkan bakteri gram positif. Penelitian telah menunjukkan bahwa

pemberian ozon dengan konsentrasi 2,5 ppm selama 40 detik dapat mereduksi

sejumlah 5-6 log pada penghitungan bakteri seperti Pseudomonas fluorescens,

E. coli O157:H7 dan Listeria monocytogenes. Penggunaan air mengandung ozon

sebanyak 0,19mg/ml selama lima menit juga dapat mengurangi sejumlah 5 log

dari bakteri Pseudomanas aeruginosa dan Salmonella Typhimurium.

Bakteri Pseudomonas spp. dan Shewanella putrefaciens sangat sensitif

dengan klorin (Cl2) dan klorin dioksida (ClO2). Aktifitas bakterisidal dari

komponen klorin dihasilkan dari formasi asam hipoklorit saat klorin atau garam

hipoklorit (sodium atau kalsium) dilarutkan pada air dengan pH 6,0-7,5. Untuk

dekontaminasi permukaan pada produk segar, klorin biasanya diberikan dengan

konsentrasi 50-200 ppm selama minimum 1-2 menit untuk dapat mereduksi

sejumlah 2 log pada populasi bakteri. Klorin dioksida juga efektif membunuh

bakteri pembusuk dan patogen.

Hidrogen peroksida (H2O2) sudah banyak dikenal aman sebagai bahan

antimikroba pada proses bahan pangan. Potensi dari hidrogen peroksida untuk

dekontaminasi permukaan produk segar dan pada karkas ayam juga sudah teruji

dengan baik. Namun demikian, hidrogen peroksida tidak cocok digunakan untuk

mencuci karkas hewan dikarenakan adanya interaksi antara H2O2 dan enzim

katalase yang dapat menyebabkan perubahan warna dan kebengkakan pada

karkas.

Asam organik seperti asam laktat, asetat, sitrat, maleat, benzoat, dan

sorbat secara alami ada pada tumbuhan dan terakumulasi sebagai agen

Page 11: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

fermentasi. Asam organik tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan

pengawet dan desinfeksi permukaan produk pangan.

Sodium benzoat biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 0,1% untuk

menghambat pertumbuhan kapang, khamir, dan Pseudomonas pembusuk.

Potassium sorbat juga biasa ditambahkan dengan konsentrasi kurang dari 0,2%

untuk mencegah pertumbuhan dari mikroba pembusuk. Tindakan penyemprotan

karkas hewan dengan asam laktat sebesar 6% dan asam asetat sebesar 3%

diketahui efektif mengurangi jumlah Pseudomonas pembusuk dan bakteri

patogen lain pada permukaan karkas dan karkas unggas.

Penanganan secara fisik

Modified Atmospheres (MA) Storage merupakan penyimpanan bahan

pangan di dalam kondisi atmosfir dengan konsentrasi CO2 di atas 10%. Metode

ini sangat efektif untuk mereduksi bakteri pembusuk dan memperpanjang masa

simpan produk pangan baik segar maupun yang telah diproses. Modified

Atmospheres Packaging (MAP) merupakan teknologi untuk memperpanjang

masa simpan suatu produk segar dengan cara menurunkan konsentrasi O2 dan

meningkatkan konsentrasi CO2, dan juga dapat dilakukan pengemasan secara

vakum.

Prinsip dari MA storage adalah mengganti udara sekitar bahan pangan

dengan campuran gas CO2, O2 dan N2. CO2 digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri aerob dan kapang dan N2 berfungsi untuk menghambat

oksidasi lemak. O2 digunakan untuk menghambat bakteri anaerobik dan juga

mempertahankan kualitas organoleptik dari pangan. Secara umum, penyimpanan

pangan pada konsentrasi CO2 yang tinggi dan O2 yang rendah dapat

menurunkan tingkat respirasi dari kontaminan aerobik di permukaan bahan

pangan.

Penggunaan konsentrasi CO2 yang tinggi di atas 10% dapat menghambat

pertumbuhan mikroba aerob dan memperpanjang daya tahan bahan pangan asal

hewan. Namun demikian, sangatlah penting untuk menyimpan bahan pangan

pada suhu 10 °C atau di bawahnya untuk memaksimalkan efek dari peningkatan

konsentrasi CO2. Pengemasan vakum dan shrink-wrap packaging juga dapat

menghambat pertumbuhan dari Pseudomonas aerob.

Pada bahan pangan yang dikemas secara vakum pada konsentrasi CO2

yang tinggi, masih terdapat bakteri psikotrofik yang toleran terhadap CO2 yakni

Page 12: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

Photobacterium phosphoreum dan bakteri asam laktat. Keberadaan bakteri

tersebut menggantikan Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi,

Pseudomonas lundensis , dan Shewanella putrefaciens yang biasanya dominan

ada pada daging, produk unggas, dan ikan yang busuk.

Penggunaan irradiasi ionisasi untuk dekontaminasi mikroba pada pangan

telah diperbolehkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) pada tahun

1997. Iradiasi yang boleh digunakan sebesar 1,5kGy dan ternyata efektif

menurunkan jumlah bakteri Shewanella putrefaciens pada permukaan daging

sapi, babi, kalkun, dan ayam. Daging steak sapi yang diirradiasi dengan 1,5 kGy

gamma atau sinar elektron dapat mengurangi sejumlah 4-5 log bakteri

Pseudomonas fluorescens pada steak sapi tersebut.

Selain teknik irradiasi, beberapa metode teknologi penanganan

nonthermal telah diuji untuk menggantikan teknologi penanganan secara thermal

yang konvensional. Sebagai contoh, sudah dilakukan proses pulsed electric field

(PEF) pada pengolahan susu skim dan terbukti dapat mengurangi jumlah bakteri

pembusuk seperti Pseudomonas fluorescens sebesar 0,3-3 log.

Aplikasi dari teknologi tekanan hidrostatik tinggi (high hydrostatic

pressure) merupakan teknologi nonthermal yang menjanjikan untuk proses

pasteurisasi bahan pangan. Efek dari teknologi ini bersinergi dengan sistem

laktoperoksidase di dalam membunuh bakteri Pseudomonas pembusuk dan

bakteri patogen pada susu.

Penanganan secara biologis

Akhir-akhir ini telah dipelajari mengenai bahaya dari penggunaan bahan-

bahan kimia pada pangan, sehingga dilakukan pembatasan senyawa kimia untuk

mencuci atau mengawetkan bahan pangan. Untuk itu, dilakukan pendekatan

biologis menggunakan mikroba kompetitor atau minyak esensial dari tumbuhan

untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembusuk pada pangan.

Pertumbuhan Pseudomonas fragi pada daging sapi dapat menghambat

pertumbuhan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus dan Pediococcus.

Demikian pula pertumbuhan species Pseudomonas pada produk unggas dapat

banyak mereduksi keberadaan bakteri asam laktat tertentu. Adapun mikroba

lainnya yang merupakan mikroba kompetitor aktif terhadap bakteri pembusuk

dan patogen antara lain Enterobacteriaceae, Pseudomonas berfluorescent, dan

khamir.

Page 13: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

Mekanisme dari biokontrol terkait dengan beberapa faktor seperti

pengurangan pH di bawah tingkat pertumbuhan bakteri, produksi dari komponen

antimikroba, atau kompetisi untuk nutrisi pertumbuhan. Agen biologis berupa

antimikroba yang berasal dari derivat tumbuhan seperti isothiocyanates telah

diketahui dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen pada

produk pangan kemasan.

KESIMPULAN

Bahan pangan asal hewan pada umumnya bersifat mudah rusak.

Kerusakan bahan pangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen biologis seperti

keberadaan mikroorganisme pembusuk yang salah satunya adalah

Pseudomonas spp. Bakteri ini memiliki beberapa species yang dapat

menyebabkan kebusukan pada pangan seperti daging, susu, produk unggas,

dan ikan. Kebusukan disebabkan oleh enzim yang dihasilkan oleh Pseudomonas

sehingga dapat mendegradasi komponen bahan pangan asal hewan. Tindakan

penanganan dan pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan secara kimia,

fisik, maupun biologis.

DAFTAR PUSTAKA

Balia RL .2010. Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroorganisme. Bandung:

Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran.

Cahyadi M .2010. Mikrobiologi Peternakan. Surakarta: Fakultas Peternakan,

Universitas Sebelas Maret.

Forsythe SJ .2000. The Microbiology of Safe Food. Oxford: Blackwell Science

Ltd.

Liao CH .2006. Pseudomonas and related genera. Di dalam: Blackburn CW,

editor. Food spoilage microorganisms. Cambridge dan New York:

Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press LLC. hlm 507-540.

Mead GC, editor .2007. Microbiological analysis of red meat, poultry and eggs.

Cambridge dan New York: Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press

LLC.

Page 14: Pseudomonas Spp. - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2010

Philips CA .1996. Modified Atmospheres Packaging and Its Effect on The

Microbilogical Quality and Safety of Produce. Int J Food Sci & Tech

31:463-479.

Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Lukman DW,

Latif H .2007. Higiene Pangan. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner,

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Bogor: Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Setiowati WE dan Mardiastuty E .2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan

Yang Asuh Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Prosiding PPI

Standardisasi Jakarta: Laboratorium Kesmavet DKI Jakarta.

Suwito W .2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,

Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. J Litbang Pertanian 29:96-100.