13
Ringkasan Materi Bab IV PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL DAN MORAL Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu : Bp. Sugeng Purwanto Kelompok 4 : 1. Erlin Novitaningrum (2101408102) 2. Muhamad Afriawan (4301408023)

Psikologi Pendidikan Bab 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Psikologi Pendidikan Bab 4

Ringkasan Materi Bab IV

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL DAN MORAL

Mata Kuliah : Psikologi PendidikanDosen Pengampu : Bp. Sugeng Purwanto

Kelompok 4 :

1. Erlin Novitaningrum (2101408102)

2. Muhamad Afriawan (4301408023)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2009

Page 2: Psikologi Pendidikan Bab 4

BAB IV

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL DAN MORAL

A. Perkembangan Personal dan Sosial

Pemahaman perkembangan personal dan sosial ini sangat penting bagi guru

karena dapat digunakan untuk dasar pemberian motivasi, mengajar, dan berinteraksi

dengan peserta didik.

Teori Erikson mengemukakan delapan tahap perkembanagan manusia yang

akan dilalui sepanjang rentang kehidupannya. Delapan tahap tersebut adalah :

1. Kepercayaan versus ketidakpercayaan

Perkembangan kepercayaan membutuhkan pengasuhan yang hangat dan

bersahabat. Hasil positifnya adalah rasa nyaman dan berkurangnya ketakutan

sampai titik minimal. Ketidakpercayaan akan tumbuh jika bayi diperlakukan

terlalu negatif.

2. Otonomi versus malu dan ragu

Tahap ini terjadi pada masa bayi akhir, setelah mempercayai pengasuhnya, sang

bayi mulai menemukan bahwa tindakannya adalah tindakannya sendiri. Jika bayi

dibatasi terlalu banyak, mereka akan mengembangkan rasa malu dan ragu.

3. Inisiatif versus rasa bersalah

Tahap ini berhubungan dengan masa kanak-kanak awal, saat anak merasakan

dunia sosial yang lebih luas, mereka mendapatkan lebih banyak tantangan.

Memunculkan tanggung jawab membutuhkan inisiatif, Anak merasa bersalah

tatkala ia merasa tak bertanggung jawab.

4. Upaya versus inferioritas

Tahap ini dialami anak pada usia sekolah dasar. Tatkala anak masuk sekolah

dasar menggunakan energinya untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan

intelektual.

Page 3: Psikologi Pendidikan Bab 4

5. Identitas versus kebimbangan

Tahap ini terjadi pada masa remaja. Remaja berusaha mencari tahu jati dirinya.

Mereka berhadapan dengan peran baru dan status dewasa .

6. Intimasi versus isolasi

Terjadi pada masa dewasa awal. Tugas perkembangannya adalah membentuk

hubungan yang positif dengan orang lain. Kalau mengalami kegagalan dalam

bertugas perkembangan ini akan terisolasi secara sosial.

7. Generativitas versus stagnasi

Dialami pada masa dewasa pertengahan. Generativitas berarti mentransmisikan

sesuatu yang positif kepada generasi selanjutnya. Desripsi stagnasi sebagai

perasaan tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu generasi muda.

8. Integritas versus putus asa

Tahap ini berhubungan dengan masa dewasa akhir. Orang tua merenungi

kembali hidupnya. Kalau evaluasi retropositif, mereka akan mengembangkan

rasa integritas, yaitu memandang hidup mereka yang utuh dan positif dan layak

dijalani.

Untuk memahami perilaku sosial individu, dapat dilihat dari cirri-ciri

respons interpersonalnya, yang dibagi ke dalam tiga kategori:

1. Kecenderungan peranan (role disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang

merujuk pada tugas dan kewajiban dari posisi tertentu.

2. Kecenderungan sosiometrik (sociometrik disposition); ciri-ciri respons

interpersonal yang bertalian dengan kesukaan, kepercayaan terhadap terhadap

individu lain.

3. Kecenderungan ekspresif (expressive disposition); ciri-ciri respons interpersonal

yang bertautan dengan ekspresi diri, dengan menampilkan kebiasan-kebiasan

khasnya.

Page 4: Psikologi Pendidikan Bab 4

Lebih lanjut perkembangan sosial ini diwarnai dengan dua ak tivitas yang

kontradiktif, yaitu otonomi dan keterikatan

a. Otonomi

Remaja pada tahapan ini mengalami proses pencarian otonomi dan tanggung

jawab , kondisi ini menimbulkan kebingungan dan konflik bagi banyak orang

implikasi perlakuannya dengan mengadakan pengendalian yang ketat. Namun

antisipasi perilaku ini justru menstimulasi panasnya suhu emosi komunikasi

antara remaja dan orang tua.

Tatkala anak memasuki remaja, satelisasi digantikan dengan desateliasi,

yakni remaja melepaskan diri dan bebas dari orang tua. Pada kondisi ini, potensi

pemisahan remaja dan orang tua mulai berkembang.

b. keterikatan

Kondisi ini diyakini bahwa keterikatan dengan orang tua dapat memfasilitasi

kecakapan dan kesejahteraan sosial, seperti harga diri, penyesuaian emosi,dan

kesejahteraan fisik.

Keterikatan pada orang tua semasa remaja dapat memiliki fungsi adaptif

untuk mendapatkan rasa aman, sehingga mereka dapat mengeksplorasi dan

menguasai lingkungan baru, serta dunia sosial yang lebih luas dengan kondisi

psikologis yang lebih sehat.

Sejalan dengan perkembangan remaja untuk menuju dewasa, remaja

melepaskan diri dari orang tua dan memasuki otonomi. Model ini akan menuai

konflik antara remaja dan orang tua sepanjang masa remaja.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial anak, pada prinsipnya dipengruhi oleh tiga faktor, yaitu

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Page 5: Psikologi Pendidikan Bab 4

1. Keluarga

Sejumlah studi membuktikan, bahwa hubungan pribadi di lingkungan

keluarga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan sosial

anak.

Anak yang merasa ditolak oleh orang tuanya, mungkin menganut sikap

kesyahidan (attitude of martyrdom) di luar rumah dan membawa sikap ini

sampai dewasa. Anak semacam ini mungkin suka menyendiri atau introvert.

Sebaliknya, penerimaan dan sikap orang tua yang penuh cinta kasih mendorong

anak bersifat ekstrovert.

Cara pendidikan anak yang digunakan oleh orang tua sangat berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku anak, utamanya pada tahun-tahun awal kehidupan.

2. Sekolah

Ketika anak-anak memasuki sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh

terhadap sosialisasi mereka, meskipun pengaruh teman-teman sebaya biasanya

lebih kuat. Studi tentang perbedaan antara pengaruh teman sebaya dengan orang

tua terhadap keputusan anak pada berbagai tingkatan umur, menemukan bahwa

dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat yang diberikan keduanya berbeda,

maka anak cenderung lebih terpengaruh oleh teman sebaya.

3. Masyarakat

Penerimaan dan penghargan secara baik masyarakat terhadap diri anak,

lebih-lebih peserta didik, mendasari adanya perkembangan sosial yang sehat,

citra diri yang positif dan percaya diri yang mantap. Sebaliknya, perkembangan

sosial yang sehat, citra diri yang positif dan percaya diri yang mantap bagi anak

akan menimbulkan pandangan positif terhadp masyarakat, sehingga anak lebih

berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Page 6: Psikologi Pendidikan Bab 4

C. Perkembangan Perasan dan Emosi:

1. Pengertian Perasaan dan Emosi

Emosi adalah suatu respon (reaksi) terhadap suatu perangsang yang dapat

menyebabkan perubahan fisiologis, disertai dengan perasaan yang kuat, biasanya

mengandung kemungkinan untuk meletus. Dapat disimpulkan bahwa perasaan erat

kaitannya dengan emosi.

Perasaan merupakan bagian dari emosi, dan tidak terdapat perbedaan yang tegas

antara perasaan dan emosi. Yang jelas emosi bersifat lebih intens daripada perasaan,

lebih ekspresif, ada kecenderungan untuk meletus, dan emosi dapat timbul dari

kombinasi beberapa perasaan, sehingga mosi mngandung arti yang lebih kompleks

daripada perasaan.

2. Hubungan antara Emosi dan Tingkah Laku

Teori yang membahas hubungan antara emosi dan tingkah laku diantaranya :

a. Teori Sentral

Individu mengalami emosi lebih dahulu baru kemudian mengalami

perubahan- perubahan dalam jasmaninya.

b. Teori Perifir

Perubahan fisiologis menyebabkan perubahan psikologis yang disebut

dengan emosi.

c. Teori Kedaruratan Emosi

Emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi

emergensi atau darurat.

Emosi dapat berfungsi sebagai motif yang dapat memotivasi atau menyebabkan

timbulnya semacam kekuatan agar individu dapat berbuat atau bertingkah laku.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi bergantung pada faktor pematangan (maturation) dan

faktor belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya.

Page 7: Psikologi Pendidikan Bab 4

Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan dominannya dan menguatnya emosi

seseorang :

a. Kondisi yang ikut memengaruhi emosi dominan

1). Kondisi kesehatan

2). Kondisi rumah

3). Cara mendidik anak

4). Hubungan dengan para anggota keluarga

5). Hubungan dengan teman sebaya

6). Perlindungan yang berlebihan

7). Aspirasi orang tua

8). Bimbingan

b. Kondisi yang menunjang timbulnya emosionalitas yang menguat

1). Kondisi fisik

2). Kondisi psikologis

3). Kondisi lingkungan

4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi

Kepribadian, lingkungan, pengalaman, kebudayaan, merupakan variabel yang

sangat berperan dalam perkembangan emosi individu.

Ragam faktor yang memengaruhi perkembangan emosi seseorang menyebabkan

reaksi yang dimunculkan oleh individu-individu terhadap suatu keadaan tidak sama

antara individu yang satu dengan yang lain.

Perbedaan individu dalam perasaan dan emosi dapat dipengaruhi oleh adanya

perbedaan kondisi atau keadaan individu yang bersangkutan, antara lain:

a. Kondisi dasar individu. Hal ini erat kaitannya dengan struktur pribadi

individu.

b. Kondisi psikis individu pada suatu waktu

c. Kondisi jasmani individu.

Page 8: Psikologi Pendidikan Bab 4

D. Perkembangan Moral

Masyarakat tidak dapat berfungsi bila tidak ada aturan mengenai cara

anggotanya berkomunikasi dan hidup bersama orang lain. Aturan yang terdapat

dalam masyarakat ini dapat berubah sewaktu-waktu, karena perubahan ini sebagai

akibat dari keinginan dari masyarakat itu sendiri.

1. Pandangan Piget

Piaget menamakan tahap pertama perkembangan moral adalah moralitas

heteronomous. Heteronomous berarti menjadi subjek aturan yang dihadapkan oleh

orang lain. Selama periode ini anak-anak dihadapkan oleh perintah-perintah orang

dewasa mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pelanggaran peraturan

diyakini akan menghasilkan hukuman secara otomatis. Penalaran molar ini

menciptakan keyakinan pada anak bahwa aturan moral adalah tetap.

Tahap kedua dinamakan moralitas otonomous. Moral ini muncul karena semakin

meluasnya dunia sosial anak, yakni anak memiliki banyak teman sebaya. Karena

anak secara terus-menerus berinteraksi dan bekerjasama dengan anak lainnya.

Gagasan anak mengenai aturan dan moralitas mulai berubah. Hukuman bagi

pelangggar aturan tidak lagi bersifat itomatis, melainkan melalui pertimbangan

tujuan perilaku pelanggar aturan tersebut serta situasi dan kondisi yang ada.

2. Pandangan Kolhberg

Konsep penting memahami teori Kolhberg adalah internalisasi, artinya

perubahan perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke perilaku

yang dikontrol secara internal.

Preconventional reasoning ( penalaran prakonvensional), merupakan level

terbawah dari perkembangan moral dalam teori Kolhberg. Anak tidak menunjukkan

internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikontrol oleh hukuman dan ganjaran

eksternal.

Conventional reasoning (penalaran konvensional), adalah tahap kedua dari teori

Kalhberg. Pada tahap ini internalisasi masih setengah-setengah. Anak patuh secara

internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya ditetapkan oleh orang

lain, seperti orang tua atau aturan sosial.

Page 9: Psikologi Pendidikan Bab 4

Pascaconventional reasoning (penalaran pasca konvensional), level yang

tertinggi, moralitas sudah depenuhnya diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada

standar eksternal. Individu mengetahui aturan-aturan moral alternative,

mengeksplorasi opsi, dan kemudian memutuskan sendiri kode moral apa yang

tebaik baginya.