1
TEMA: Ada Apa di Inapa OTOMOTIF KAMIS (24/03/2011) FOKUS 21 USANTARA akibatkan un. RABU, 23 MARET 2011 “MANADO bukan lagi kota wisata bahari, tetapi wisata reklamasi!” umpat Selvi Roringkon, seraya menyodorkan pisang goreng panas dan toples kue ke- ring sisa Natal. Akhir Februari, ia menyambut war- tawan yang tiba di Pantai Kalasey, Mi- nahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Selvi ditemui di sebuah rumah kayu khas Minahasa yang menghadap pantai, yang menjadi kantor Aliansi Masyarakat Adat Bantik (AMAB). Aliansi ini mewakili warga suku Bantik, yang berabad-abad mendiami wilayah Desa Kalasey. Adapun Bantik yang masih anak suku Minahasa menghuni wilayah pesisir Teluk Manado mulai dari Maras, Molas, Bailang, Talawaan Bantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang, Tanamon, Somoit, sampai Kalasey. “Istilah Kalasey diambil dari Pinanga- lasey, yang berarti benteng pertahanan,” kata Ketua AMAB Teddy Mokoginta. Toh, benteng pertahanan itu bertambah rapuh saja. AMAB dua kali berunjuk rasa menolak penimbunan pesisir desa mere- ka. Penolakan didasari sepuluh kerapuh- an Kalasey yang mereka identifikasi terkait reklamasi. Pertama, mereka keberatan reklamasi mengubah bentuk pantai tempat selama ini mereka mencari ikan dan berekreasi. “Kami kehilangan akses menuju pantai,” ujar Teddy. Sebab rencana reklamasi dari empat perusahaan yang mengantongi izin prinsip memang ikut menghapus satu-satunya pantai berpasir di Teluk Manado. Yang kedua, yang tak kalah penting dari itu, masyarakat merasa dirugi- kan karena material yang dipakai menimbun lokasi pantai diambil dari area sekitar sumber air warga. Ya, granit raksasa yang kini menghu- jam terumbu Ngare Panjang, asalnya dari kawasan yang dinamai orang Bantik sebagai Hutan Batu. Letaknya persis di kaki Gunung Lokon (1.689 meter dpl), berfungsi seperti pengganjal. “Kami kha- watir jika terus dikorek, Kalasey akan jadi Wasior kedua,” imbuh Teddy. Hutan Batu yang sesungguhnya for- masi granit yang tampak memukau, merupakan tempat lenyapnya sebuah sungai yang bermuara di kawasan pun- cak Lokon. Dari celah granit, selanjutnya keluar air jernih yang menjadi sumber air bagi permukiman warga Bantik di Desa Kalasey I, Desa Kalasey II, dan Desa Tateli. “Kalau mau menyetujui reklamasi, kami terancam kekeringan.” Tidak cuma AMAB yang menggugat. Aktivis lingkungan dari Walhi Sulawesi Utara turut memidanakan pihak pengem- bang PT Pantai Indah Malalayang, perusahaan dengan kawasan reklamasi terluas di Pantai Kalasey. Adapun jaringan aktivis itu mem- bawahkan delapan lembaga seperti LBH Manado, Yayasan Konservasi Flora Fauna Sulawesi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Swadaya Tomohon, Ke- lompok Studi Lingkungan Hidup Tumou Tou, LPSM Tri Prasetya, Perkumpulan Kelola, Yayasan Serat, dan Yayasan Suara Nurani. “Dari perusahaan yang kami laporkan ini, kami berharap kepolisian daerah segera mengembangkan kasusnya ke tiga perusahaan lain. Sebab Pantai Kalasey milik semua, pengelolaannya juga ber- basis ecoregion,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Utara Edo Rakhman. (Ccr/VL/N-4) Hutan Batu Penahan Banjir adai adai Pantai Kalasey, menurut ren- cana awal, pengembang akan meletakkan resor, restoran, pusat cendera mata Sulawesi Utara, dan pusat selam, ter- masuk Hard Rock Cafe. Skenario pengembang “Mana lebih dekat dengan Bunaken, Manado atau Ka- lasey? Kok Manado boleh, Kalasey tidak. Ini ada apa?” kata Direktur PT Pantai Indah Malalayang Wenny Lumentut, balik menyoroti reklamasi Kota Manado yang sudah lebih dulu mengorbankan Napo Kran- jang, sebentuk susunan barrier reef seluas 6 hektare yang kini ditimbun untuk pembangunan kompleks belanja. Pengusaha cengkih ini meng- utarakan, di wilayah penimbun- an, ia sudah memohon izin dan melengkapi persyaratan yang diajukan Bupati Minahasa. Satu tahun, izin itu diproses. Dari izin itu site plan telah ba- nyak berubah dari awal luasan 6 hektare menjadi 3,5 hektare. Yang semula menimbun nyaris separuh Nyare Panjang, kini setelah mengikuti saran pemer- hati kelautan, dibelokkan untuk menghindari ekosistem itu. “Gambar awal kan begini (memperlihatkan site plan mu- la-mula), sekarang sudah jadi begini, kecil. Sudah berbelok ke kiri. Nah, ini dia karang (menunjuk lokasi Nyare Pan- jang). Ini pun untuk saya, kare- na di sini ada pusat diving saya. Kita mau buka diving center sama resor kecil, 5-6 buah,” kata Wenny, rakus. Kekeliruan konsep reklamasi Kota Manado pun diduplikasi. Di tempat berkantornya sek- retariat CTI ini, pelanggaran terhadap ekosistem terumbu karang justru luar biasa. Tragis. (N-4) [email protected] [email protected] ANTARA/BASRUL HAQ ANTARA/BASRUL HAQ MI/CLARA RONDONUWU MI/CLARA RONDONUWU BATAS KOTA: Warga duduk di lokasi Patung Boboca yang menjadi wilayah perbatasan Kota Manado dan Kabupaten Minahasa, menghadap ke lokasi penimbunan seluas 2,5 hektare di Pantai Kalasey. POSTER NELAYAN: Sebuah poster dipasang para nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sulawesi Utara (ANTRA) bersama sejumlah pengelola diving center. PESISIR BULO: Alat berat diparkir dekat tumpukan granit yang digunakan untuk menimbun kawasan pesisir Bulo, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. u merusak terumbu karang sehingga nelayan akan kehilangan tempat mencari ikan. TEMA: Ada Apa di Inapa OTOMOTIF KAMIS (24/03/2011) FOKUS

RABU, 23 MARET 2011 Kalasey Digadaiadai Penahan Banjir ... · Selvi ditemui di sebuah rumah kayu khas Minahasa yang menghadap pantai, yang menjadi kantor Aliansi Masyarakat Adat Bantik

  • Upload
    ngokhue

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RABU, 23 MARET 2011 Kalasey Digadaiadai Penahan Banjir ... · Selvi ditemui di sebuah rumah kayu khas Minahasa yang menghadap pantai, yang menjadi kantor Aliansi Masyarakat Adat Bantik

TEMA:Ada Apadi Inapa

OTOMOTIFKAMIS (24/03/2011)

FOKUS

21USANTARA

akibatkan un.

RABU, 23 MARET 2011

“MANADO bukan lagi kota wisata bahari, tetapi wisata reklamasi!” umpat Selvi Roringkon, seraya menyodorkan pisang goreng panas dan toples kue ke-ring sisa Natal.

Akhir Februari, ia menyambut war-tawan yang tiba di Pantai Kalasey, Mi-nahasa, Sulawesi Utara (Sulut).

Selvi ditemui di sebuah rumah kayu khas Minahasa yang menghadap pantai, yang menjadi kantor Aliansi Masyarakat Adat Bantik (AMAB).

Aliansi ini mewakili warga suku Bantik, yang berabad-abad mendiami wilayah Desa Kalasey.

Adapun Bantik yang masih anak suku Minahasa menghuni wilayah pesisir Teluk Manado mulai dari Maras, Molas, Bailang, Talawaan Bantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang, Tanamon, Somoit, sampai Kalasey.

“Istilah Kalasey diambil dari Pinanga-lasey, yang berarti benteng pertahanan,” kata Ketua AMAB Teddy Mokoginta.

Toh, benteng pertahanan itu bertambah rapuh saja. AMAB dua kali berunjuk rasa menolak penimbunan pesisir desa mere-ka. Penolakan didasari sepuluh kerapuh-an Kalasey yang mereka identifikasi terkait reklamasi.

Pertama, mereka keberatan reklamasi mengubah bentuk pantai tempat selama ini mereka mencari ikan dan berekreasi. “Kami kehilangan akses menuju pantai,” ujar Teddy. Sebab rencana reklamasi dari empat perusahaan yang mengantongi izin prinsip memang ikut menghapus satu-satunya pantai berpasir di Teluk Manado.

Yang kedua, yang tak kalah penting dari itu, masyarakat merasa dirugi-

kan karena material yang dipakai menimbun lokasi pantai diambil dari area

sekitar sumber air warga.Ya, granit raksasa yang kini menghu-

jam terumbu Ngare Panjang, asalnya dari kawasan yang dinamai orang Bantik sebagai Hutan Batu. Letaknya persis di kaki Gunung Lokon (1.689 meter dpl), berfungsi seperti pengganjal. “Kami kha-watir jika terus dikorek, Kalasey akan jadi Wasior kedua,” imbuh Teddy.

Hutan Batu yang sesungguhnya for-masi granit yang tampak memukau, merupakan tempat lenyapnya sebuah sungai yang bermuara di kawasan pun-cak Lokon. Dari celah granit, selanjutnya keluar air jernih yang menjadi sumber air bagi permukiman warga Bantik di Desa Kalasey I, Desa Kalasey II, dan Desa Tateli. “Kalau mau menyetujui reklamasi, kami terancam kekeringan.”

Tidak cuma AMAB yang menggugat. Aktivis lingkungan dari Walhi Sulawesi Utara turut memidanakan pihak pengem-bang PT Pantai Indah Malalayang, perusahaan dengan kawasan reklamasi terluas di Pantai Kalasey.

Adapun jaringan aktivis itu mem-bawahkan delapan lembaga seperti LBH Manado, Yayasan Konservasi Flora Fauna Sulawesi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Swadaya Tomohon, Ke-lompok Studi Lingkungan Hidup Tumou Tou, LPSM Tri Prasetya, Perkumpulan Kelola, Yayasan Serat, dan Yayasan Suara Nurani.

“Dari perusahaan yang kami laporkan ini, kami berharap kepolisian daerah segera mengembangkan kasusnya ke tiga perusahaan lain. Sebab Pantai Kalasey milik semua, pengelolaannya juga ber-basis ecoregion,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Utara Edo Rakhman. (Ccr/VL/N-4)

Hutan Batu Penahan BanjirKalasey Digadaiadai

Pantai Kalasey, menurut ren-cana awal, pengembang akan meletakkan resor, restoran, pusat cendera mata Sulawesi Utara, dan pusat selam, ter-masuk Hard Rock Cafe.

Skenario pengembang“Mana lebih dekat dengan

Bunaken, Manado atau Ka-lasey? Kok Manado boleh, Kalasey tidak. Ini ada apa?” kata Direktur PT Pantai Indah Malalayang Wenny Lumentut, balik menyoroti reklamasi Kota Manado yang sudah lebih dulu mengorbankan Napo Kran-jang, sebentuk susunan barrier reef seluas 6 hektare yang kini ditim bun untuk pembangunan kompleks belanja.

Pengusaha cengkih ini meng-utarakan, di wilayah penimbun-an, ia sudah memohon izin dan melengkapi persyarat an yang diajukan Bupati Minahasa. Satu tahun, izin itu diproses.

Dari izin itu site plan telah ba-n yak berubah dari awal luasan 6 hektare menjadi 3,5 hektare. Yang semula menimbun nyaris separuh Nyare Panjang, kini setelah mengikuti saran pemer-hati kelautan, dibelokkan untuk menghindari ekosistem itu.

“Gambar awal kan begini (memperlihatkan site plan mu-la-mula), sekarang sudah jadi begini, kecil. Sudah berbelok ke kiri. Nah, ini dia karang (menunjuk lokasi Nyare Pan-jang). Ini pun untuk saya, kare-na di sini ada pusat diving saya. Kita mau buka diving center sama resor kecil, 5-6 buah,” kata Wenny, rakus.

Kekeliruan konsep reklamasi Kota Manado pun diduplikasi. Di tempat berkantornya sek-retariat CTI ini, pelanggaran terhadap ekosistem terumbu karang justru luar biasa. Tragis. (N-4)

[email protected]@mediaindonesia.com

ANTARA/BASRUL HAQ

ANTARA/BASRUL HAQ

MI/CLARA RONDONUWU

MI/CLARA RONDONUWU

BATAS KOTA: Warga duduk di lokasi Patung Boboca yang menjadi wilayah perbatasan Kota Manado dan Kabupaten Minahasa, menghadap ke lokasi penimbunan seluas 2,5 hektare di Pantai Kalasey.

POSTER NELAYAN: Sebuah poster dipasang para nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sulawesi Utara (ANTRA) bersama sejumlah pengelola diving center.

PESISIR BULO: Alat berat diparkir dekat tumpukan granit yang digunakan untuk menimbun kawasan pesisir Bulo, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

u merusak terumbu karang sehingga nelayan akan kehilangan tempat mencari ikan.

TEMA:Ada Apadi Inapa

OTOMOTIFKAMIS (24/03/2011)

FOKUS