18
RANGKUMAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT DAN ALIRANNYA Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Dosen Pengampu : Ibu Sri Susilaningsih Disusun oleh : Mulya Citra Devi 1401411125 Nailis Sa’adah 1401411132 Muhammad Yusuf Bahtiar 1401411201 Rini Susanti 1401411218 Rombel 6 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Rangkuman Filsafat Kel 9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

filsafat

Citation preview

Page 1: Rangkuman Filsafat Kel 9

RANGKUMAN

FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT DAN ALIRANNYA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu : Ibu Sri Susilaningsih

Disusun oleh :

Mulya Citra Devi 1401411125

Nailis Sa’adah 1401411132

Muhammad Yusuf Bahtiar 1401411201

Rini Susanti 1401411218

Rombel 6

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: Rangkuman Filsafat Kel 9

FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT DAN ALIRANNYA

Filsafat pendidikan merupakan hasil pikir manusia tentang realitas, pengetahuan, dan

nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktik pelaksanaan pendidikan. Dalam filsafat

terdapat berbagai madzhab, aliran-aliran, seperti materialisasi, idealisme, realisasi,

pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat,

sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan

temukan berbagai aliran. Di antaranya esensialisme, progressivisme, perenialisme, dan

rekontruksionisme, serta eksistensialisme. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai

aliran-aliran filsafat tersebut.

1. Aliran Progressivisme

Aliran progressivisme disebut juga dengan nama yang berbeda-beda seperti aliran

naturalisme dan eksperimentalisme, instrumentalisme, environmentalisme, dan

pragmatisme. Progressivisme disebut sebagai naturalisme mempunyai pandangan bahwa

kenyataan yang sebenarnya adalah alam semseta ini. Progressivisme identi dengan

eksperimentalisme, yang berarti aliran ini menyadari dan mempraktikan eksperimen

adalah alat untuk menguji kebenaran suatu teori dan ilmu pengetahuan. Disebut juga

sebagai instrumentalisme karena aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi

manusia sebagai kekuatan utama untuk menghadapi dan memecahkan probem kehidupan

manusia. Dengan sebutan lain yakni environmentalisme, karena aliran ini menganggap

lingkungan hidup sebagai medan berjuang menghadapi tantangan dalam hidup.

Sedangkan disebut sebagai aliran pragmatisme karena aliran ini dianggap sebagai

pelaksana pendidikan agar lebih maju dari sebelumnya.

Progressivisme menganggap pendidikan sebagai cultural transition. Ini berarti

bahwa pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti membina kebudayaan baru yang

dapat menyelamatkan manusia bagi hari depan yang makin kompleks dan menantang.

Karena pendidikan adalah lembaga yang mampu membina manusia untuk menyesuaikan

diri dengan perubahan-perubahan cultural dan tantangan-tantangan zaman, demi survive-

nya manusia.

A. Ciri-ciri Utama Aliran Progressivisme

Progressivisme mempunyai ciri utama, yakni mempercayai manusia sebagai subyek

yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang

Page 3: Rangkuman Filsafat Kel 9

multi kompleks dengan skill dan kekuatan sendiri. Pendidikan dianggap mampu

mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan. Namun, aliran ini kurang

menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoritas dan absolut dalam segala

bentuk.

Aliran Progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal. “The

Liberal road to culture” yang dimaksudkan dengan ini adalah pandangan hidup yang

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak

perubahan, tidak terikat oleh sesuatu doktrin tertentu), carious (ingin mengetahui,

ingin menyelidiki) tolerant dan open minded (mempunyai hati terbuka).

B. Progressivisme dan Perkembangannya

Meskipun Progresivisme dianggap sebagai aliran pikiran yang baru muncul

dengan jelas pada pertengahan abad ke-19, akan tetapi garis perkembangannya dapat

ditarik jauh kebelakang sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Hiraclitus (544

– 484 SM), Socrates (469 – 399 SM), Protagoras (480 – 410 SM), dan Aristoteles.

Mereka pernah mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur

yang ikut menyebabkan sikap jiwa yang disebut pragmatisme-Progresivisme. 

Heraclitus mengemukakan bahwa sifat yang utama dari realita ialah perubahan.

Tidak ada sesuatu yang tetap didunia ini, semuanya berubah-ubah, kecuali asa

perubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan epsitemologi dan aksiologi.

Ia mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat

dipelajari dengan kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman

bagi manusia untuk melakukan kebajikan. Ia percaya bahwa manusia sanggup

melakukan baik. Protagoras mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau nilai

tidak bersifat mutlak, melainkan relatif, yaitu bergantung pada waktu dan tempat.

Sedangkan Aristoteles menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah bukan

jalan ekstrim) dalam kehidupan.

Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant, dan

Hegel dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran munculnya aliran

Progresivisme. Francis Bacon memberikan sumbangan dengaan usahanya

memperbaiki dan memperhalus metode ilmiah dalam pengetahuan alam. Locke

dengan ajarannya tentang kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa

kebaikan berada didalam manusia karena kodrat yang baik dari para manusia. Kant

memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, memberi

martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa alam dan

Page 4: Rangkuman Filsafat Kel 9

masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan bergerak, dalam

proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya. 

Dalam abad ke- 19 dan ke-20, tokoh-tokoh Progresivisme banyak terdapat di

Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada

Progresivisme karena kepercayaan mereka pada demokrasi dan penolakan terhadap

sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Peirce mengemukakan teori

tentang pikiran dan hal berfikir “pikiran itu hanya berguna bagi manusia apabila

pikiran itu bekerja yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya”. Fungsi berfikir

adalah membiasakan manusia untuk berbuat . perasaan dan gerak jasmaniah adalah

manifestasi dari aktifitas manusia dan keduanya itu tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan berfikir. 

C. Prinsip – Prinsip Pendidikan Menurut Aliran Progresivisme

Prinsip – prinsip pendidikan yang didasarkan pada aliran progresivisme antara lain :

1 Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan

yang baik adalah kehidupan yang intelegen yaitu kehidupan yang mencakup

interpretasi dan rekonstruksi pengalaman. Tidak ada tujuan pendidikan umum

atau akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan untuk menghasilkan

pertumbuhan berikutnya.

2 Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak yang

dijadikan sebagai dasar motivasi belajar, sekolah menjadi child centered dimana

proses belajar ditentukan terutama oleh anak.

3 Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden pemberian subjek

materi. Jadi belajar harus dapat memecahkan masalah yang penting dan

bermanfaat bagi kehidupan anak.

4 Peranan guru tidak langsung, melainkan memberikan petunjuk kepada peserta

didik. Peserta didik hendaknya diberi kebebasan merencanakan perkembangan

diri mereka, dan pendidik hendaknya membimbing kegiatan mereka

5 Sekolah harus memberikan semangat untuk bekerja sama, bukan

mengembangkan persaingan. Progresif berpandangan bahwa kasih sayang dan

persaudaraan lebih berharga bagi kehidupan dari pada persaingan dan usaha

pribadi.

Page 5: Rangkuman Filsafat Kel 9

6 Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi

pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan.

Untuk mengajar demokrasi, sekolah itu sendiri harus demokratis.

Para pendidik aliran ini sangat menentang praktik sekolah tradisional, khususnya

dalam lima hal: 1. guru yang otoriter, 2. terlampau mengandalkan metode berbasis

buku teks, 3. pembelajaran pasif dengan mengingat fakta, 4. filsafat empat tembok,

yakni terisolasinya pendidikan dari kehidupan nyata, dan 5. penggunaan rasa takut

atau hukuman badan sebagai alat untuk menanamkan disiplin pada siswa.

2. Aliran Essensialisme

Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang

berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar

berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk

perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme,

pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah.

Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai

yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang

jelas.

Esensialisme merupakan perpaduan antara ide-ide filsafat idealisme dan realisme,

sehingga aliran ini nampak lebih mantap dan kaya dengan ide-ide dibanding jika hanya

mengambil dari salah satu aliran atau posisi sepihak saja. Atau pertemuan antara bersifat

elektrik, yakni keduanya sebagai pendukung namun tidak melebur diri menjadi satu, atau

tidak melepaskan identitas atau ciri masing-masing aliran.

Menurut aliran ini “education as cultural conservation”, pendidikan sebagai

pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli

sebagai “conservative roat to culture” yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan

lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan

manusia.

Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai

kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Kebudayaan yang mereka

wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan

sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari kini

dan masa depan manusia.

A. Ciri-ciri Utama Aliran Essensialisme

Page 6: Rangkuman Filsafat Kel 9

Aliran essensialisme memandang bahwa pendidikan bertumpu pada dasar pandangan

fleksibilitas dalam segala bentuk menjadi sumber timbulnya pandangan yang

berubah, mudah goyah, kurang terarah, dan tidak menentu serta kurang stabil. Karena

itu, pendidikan harus pmempunyai dasar pijakan di atas nilai yang dapat

mendatangkan kestabilan, telah teruji oleh waktu, tahan lama, dan nilai-nilai yang

memiliki kejelasan dan terseleksi.

B. Pola Dasar Pendidikan Essensialisme

Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap

hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu

juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan

realisme. Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme

diantaranya sebagai berikut:

1) Desiderius Erasmus, merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup

yang berpijak pada dunia lain, Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat

internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.

2) Johann Amos Comenius, berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan

membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakekatnya dunia

adalah dinamis dan bertujuan.

3) John Locke, berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan

situasi dan kondisi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.

4) Johann Henrich Pestalozzi. Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat

alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat

kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa

manusia juga mempunyai hubungan transedental langsung dengan Tuhan.

5) William T. Harris, tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya

realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual.

Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang

telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.

C. Prinsip-prinsip Pendidikan Essensialisme

1) Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan kadang-kadang dapat

menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.

2) Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik (guru) bukan pada

anak.

Page 7: Rangkuman Filsafat Kel 9

3) Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subyek materi yang telah

ditentukan.

4) Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan

dengan disiplin mental.

5) Tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum,

karena dianggap merupakan tuntutan demokrasi yang nyata

3. Aliran Perenialisme

Perennial merupakan asal kata perenialisme yang berarti abadi atau kekal. Secara

maknawi aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada

nilai-nilai dan norma yang bersifat kekal dan abadi. 

Aliran perenialisme dianggap sebagai “regressive road to culture” yakni jalan kembali,

mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam

kebudayaan manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia

modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan

dengan jalan kembali kepada kebudayaan masa lampau. Sikap ini bukanlah nostalgia

(rindu hal-hal yang sudah lampau saja) tetapi telah berdasarkan keyakinan.

A. Ciri-ciri Utama Aliran Perenialisme

Aliran ini memandang keadaan sekarang sebagai zaman yang sedang ditimpa krisis

kebudayaan kerana kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Untuk mengatasi

gangguan kebudayaan diperlukan usaha untuk menemukan dan mengamankan

lingkungan sosiokultural, intelektual, dan moral.

B. Prinsip-prinsip Pendidikan Perenialisme

Plato menguraikan ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dan hukum

universal yang abadi dan ideal. Sehingga, ketertiban sosial hanya akan mungkin bila

ide itu menjadi tolok ukur yang memiliki asas normatif tersebut dalam semua aspek

kehidupan.

Manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan akal. Program

pendidikan yang ideal adalah berorientasi pada ketiga potensi itu agar kebutuhan

dapat terpenuhi. Dengan demikian, peranan guru terutama mengajar dalam arti

memberi bantuan pada anak untuk berpikir jelas dan mampu mengembangkan

potensi yang ada pada diri anak.

4. Aliran Rekontruksionisme

Page 8: Rangkuman Filsafat Kel 9

Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang

berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan

yang bercorak modern.

Pada dasarnya aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme bahwa ada

kebutuhan anak mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman

modern sekarang (hendak menyatakan krisis kebudayaan modern), yang sekarang

mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran rekonstruksionisme

tidak sependapat dengan cara dan jalan pemecahan yang ditempuh filsafat perenialisme.

Aliran perenialisme memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad pertengahan.

Sementara itu aliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling

luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan

semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata hidup manusia dalam

suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui lembaga dan proses pendidikan.

Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan

hidup kebudayaan yang sama sekali baru.

A. Pandangan rekonstruksionisme dan penerapannya di bidang pendidikan

Aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia

yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi

oleh golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi

mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-

potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan

kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,

keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

Sekolah akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan

masyarakat baru secara keseluruhan, dan kesukuan (rasialisme). Masyarakat yang

menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan

tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan

rekonstruksi sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua dengan

ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.

B. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme

1) Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan

tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras

Page 9: Rangkuman Filsafat Kel 9

dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat

modern.

2) Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber

dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.

3) Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan

sosial.

4) Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara

bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis

5) Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan

untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya

dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang

mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak

bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.

6) meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai,

struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.

5. Aliran Eksistensialisme

A. Sejarah dan Pengertian  Eksistensialisme

Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger

(1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya

berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938).

Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan

Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab

pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena

pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan

individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia

(aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan

komitmen pribadi dalam kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan

filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia

unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk

merealisasikan diri secara jujur dan berani.

Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi

dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada.

Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat

materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia

Page 10: Rangkuman Filsafat Kel 9

adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut

idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran.

Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan

eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang

kongkrit.

Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi berarti berdiri.

Jadi ektensi berarti berdiri sebagai diri sendiri.

B. Eksistensialisme  dalam  Pendidikan

Menurut penjelasan di atas eksistensialisme adalah paham yang berkaitan tentang

individu atau diri pribadi seseorang, untuk eksis/bisa menjadi seorang manusia.

Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang

menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard

(1813 – 1915), Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah

respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi.

Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap

individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah, indah dan jelek.

Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will)

dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang mendalam

terhadap komitmen dan pilihan sendiri.

Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator

untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan berbagai

bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari

nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk

manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan

itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih

siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan

ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu

merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari

pengalaman hidup, cinta dan kematian.

Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar

reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.

Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat

yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan

hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.

Page 11: Rangkuman Filsafat Kel 9

Sebagai aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Paham

Eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri,

sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu: “filsafat

yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.”

Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu

penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.

Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional. Dengan demikian aliran

ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah

yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta

spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang

tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan

hidupnya.

Atas dasar pandangannya itu, sikap di kalangan kaum Eksistensialisme atau penganut

aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan

untuk freedom to adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.

Pandangannya tentang  pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve

Morris dalam Existentialism and Education, bahwa “Eksistensialisme tidak

menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk. Oleh sebab itu

Eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang

ada sekarang. Namun bagaimana konsep pendidikan eksistensialisme yang diajukan

oleh Morris sebagai “Eksistensialisme’s concept of freedom in education”, menurut

Bruce F. Baker, tidak memberikan kejelasan. Barangkali Ivan

Illich dengan Deschooling Society, yang banyak mengundang reaksi di kalangan ahli

pendidikan, merupakan salah satu model pendidikan yang dikehendaki aliran

Eksistensialisme tidak banyak dibicarakan dalam filsafat pendidikan.

Page 12: Rangkuman Filsafat Kel 9

Daftar Pustaka

Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mrndidik), Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Djumransjah. 2004. Filsafat Pendidikan.Malang: Bayumedia Publishing

Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2003

Syadzali, Ahmad, dkk, 1997. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia.