Upload
others
View
45
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MEMAHAMI FILSAFAT ILMU DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
BAGI PELAJAR
Karya Tulis
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
dalam menyelesaikan program SMA
Oleh:
Ade Bimi Malidianti
No Induk : 07.3939
Kelas : XII IPS 1
SMA LABSCHOOL JAKARTA
2009/2010
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini telah dibaca dan disetujui oleh;
Guru Pembimbing
Marsono, S.Pd.
Guru Penguji 1
Sanin, S.Pd.
Guru Penguji 2
Ika Maharani, S.Pd.
Dan diketahui oleh wali kelas,
Nuniek Qurniasih, S.Pd.
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis ini merupakan salah satu tugas yang harus dilengkapi dalam
menyelesaikan pendidikan di SMA Labschool Jakarta. Dalam karya tulis ini,
penulis mengangkat tema filsafat bagi pelajar, khususnya filsafat ilmu dan
filsafat pendidikan. Penulis terinspirasi dalam mengangkat tema tersebut
berdasarkan pengalamannya sebagai pelajar di kehidupan sehari-hari. Dan
penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya, khususnya didedikasikan bagi pelajar yang merupakan generasi
penerus bangsa agar dapat memahami hakikat ilmu dan menjalani pendidikan
dengan sungguh-sungguh. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1) Kedua orang tua penulis, H.Hardianto Harsono dan Lieke Roosdianti
yang senantiasa memberikan dukungan dan doa sehingga karya tulis ini
dapat diselesaikan.
2) Drs. M. Fakhruddin, M.Si. selaku kepala SMA Labschool Jakarta.
3) Mrs. Nuniek Qurniasih, S.Pd. sebagai wali kelas yang memberi
dorongan semangat kepada penulis.
4) Bapak Marsono, S.Pd. sebagai guru pembimbing yang menuntun
pembuatan karya tulis ini di setiap prosesnya.
5) Ibu Elly Hastuty dan Bapak Christianto Eka yang turut membantu dalam
pembuatan karya tulis ini.
6) Choirunnisa, Niki, Monika, Valellum Wetadigna Emyris, Bhargava
Rakawicesa yang memberikan inspirasi bagi penulis khususnya dalam
menghayati karya tulis ini.
7) Syifa, Maulia, Dea, dan teman-teman penulis yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, atas persahabatan dan solidaritas yang begitu
bermakna dan membantu penulis dalam pembuatan karya tulis ini.
Dalam pembuatan karya tulis ini tentu saja tidak luput dari kekurangan,
oleh karena itu penulis mohon maklum dan meminta maaf jika ada kesalahan
dan kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis
“Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal. Dengan
memahami filsafat ilmu berarti memahami seluk beluk ilmu yang paling
mendasar, sehingga dapat pula dipahami sebagai perspektif ilmu.” (Kunto
Wibisono)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...................................................................................... ii
Kata Pengantar .............................................................................................. iii
Daftar Isi ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang masalah ................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 3 1.3 Tujuan Pembahasan ....................................................................... 4 1.4 Ruang Lingkup ............................................................................... 4 1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Filsafat……………………………………………...……………............ 6
2.1.1. Pengertian Filsafat………………………………………………..… 8 2.1.2. Objek dan Metode Filsafat………………………………………... 11 2.1.3. Ciri-Ciri Filsafat……………………………………………………… 16 2.1.4. Asal dan Peranan Filsafat ………………………………………... 17 2.1.5. Kegunaan Filsafat …………………………………………...….…. 20 2.1.6. Cabang – Cabang Filsafat……………………………………….... 21
2.2. Filsafat Ilmu………………………………………….…………………… 22
2.2.1 Definisi Ilmu Pengetahuan……………………………………….. 22 2.2.2 Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan………………………………….….... 22 2.2.3. Keragaman dalam Klasifikasi Ilmu Pengetahuan………….….. 23 2.2.4. Pengertian Filsafat Ilmu…………………………………………… 26 2.2.5. Objek Filsafat Ilmu………………………………………………... 27 2.2.6. Problema Filsafat Ilmu………………………………………….... 27
2.3. Filsafat Pendidikan………………………………………………………28
2.3.1. Makna Pendidikan…………………..……………………………...28 2.3.2. Tujuan Pendidikan………………………………………………... 29 2.3.3. Pengertian Filsafat Pendidikan…………………………….……. 29 2.3.4. Kebutuhan akan Filsafat Pendidikan………………………….…. 30 2.3.5. Peranan Filsafat Pendidikan…………………………………….... 31
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………....………... 34
3.1. Pelajar, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan……………..………....… 35
3.2. Pelajar dan Filsafat……………………………………………………… 38
3.3. Pelajar dan Filsafat Ilmu………………………………………………… 40
3.4. Pelajar dan Filsafat Pendidikan……………………………………....... 43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….... 48
4.1. Kesimpulan………………………………………………………………. 48
4.2. Saran……………………………………………………………………... 49
4.3. Daftar Pustaka…………………………………………………….…….. 50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua orang pasti bersentuhan dengan ilmu pengetahuan. Sejak masih
berusia dini, kita menimba ilmu di sekolah dan berusaha menjadi yang terbaik.
Kita berusaha sekeras mungkin agar mendapat nilai yang memuaskan, menjadi
juara kelas, masuk lembaga pendidikan yang bergengsi dan lain-lain. Tak
terhitung berapa kardus buku pelajaran yang telah kita baca, berapa lembar
kertas yang digunakan untuk mencatat, dan betapa otak dan psikis kita
terbebani ketika menghadapi suatu ujian. Banyak pengorbanan, baik yang
secara legal seperti murni belajar dengan keras, atau yang secara illegal
seperti mencontek dan bekerja sama, semua hal itu dilakukan agar kita
dipandang sebagai orang yang berilmu
Namun ketika penulis menelaah lebih lanjut, dari realita yang telah diuraikan
diatas, terdapat kesan bahwa pada era modern ini kedudukan ilmu
pengetahuan hanyalah menjadi sebuah formalitas, identitas, dan tolak ukur
semata. Formalitas dalam konteks ini adalah orang mengejar ilmu
pengetahuan hanya untuk nilai hitam diatas putih. Pada umumnya
masyarakat juga terlalu mengkotak-kotakkan cabang ilmu pengetahuan,
bahkan cenderung memandang sebelah mata ilmu yang bukan objek kajian
mereka, itulah yang dimaksud mereka hanya mementingkan identitas. Selain
itu, fokus mereka dalam menimba ilmu umumnya bertitik akhir dalam usaha
mereka untuk mencapai kesuksesan dan kepuasan materiil, mengingat ilmu
menjadi tolak ukur pada rekrutmen profesi.
Memang tidak ada salahnya jika ingin meraih kesuksesan melalui ilmu
pengetahuan. Tetapi jika hal tersebut tidak didasari kesadaran bahwa kita
perlu memahami dan mengkaji ilmu pengetahuan secara menyeluruh dan
mendalam, maka akan timbul berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam
pencapaian tujuan tersebut. Seperti contohnya mencontek dalam ujian,
menyewa joki snmptn, membeli karya skripsi, dan banyak hal lainnya.
Di satu sisi, seseorang yang begitu lurus dan jujur dalam menimba
ilmu pun dapat menghadapi kesulitan. Dia bisa menjadi seseorang yang
begitu ambisius dalam mengejar nilai. Dia selalu ingin menjadi yang terbaik
sehingga tak segan menjatuhkan orang lain yang dianggap menjadi
saingannya. Atau mungkin saja kesulitan itu dapat berupa tekanan psikis
karena seseorang tidak dapat menemukan metode yang tepat untuk dirinya
dalam belajar. Dia menimba ilmu dengan paksaan dan penderitaan yang luar
biasa karena terbebani obsesi untuk selalu menjadi sempurna dalam prestasi
belajarnya.
Penulis berpendapat hal ini disebabkan karena lunturnya pemahaman
mengenai esensi dasar perlunya mengkaji sebuah ilmu pengetahuan. Dan
melalui karya tulis ini, penulis ingin mengenalkan filsafat sebagai induk dari
segala ilmu pengetahuan, terutama filsafat ilmu dan filsafat pendidikan agar
pembaca khususnya pelajar dapat menjiwai ilmu pengetahuan dan
mengaplikasikan manfaat filsafat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
dalam belajar.
1.2. Perumusan Masalah
· Apakah perbedaan dan persamaan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan?
· Bagaimana filsafat dapat membantu memberi pengaruh kepada kaum
pelajar dalam memahami esensi dari ilmu pengetahuan itu sendiri?
· Apakah pemahaman konsep filsafat dapat membantu pelajar dalam
proses belajar?
· Apakah manfaat memahami filsafat bagi pelajar?
1.3. Tujuan Pembahasan
· Memperkenalkan filsafat khususnya bagi kalangan pelajar
· Menekankan pentingnya memahami filsafat, terutama filsafat ilmu dan
filsafat pendidikan
· Menggugah pelajar untuk menimba ilmu pengetahuan dengan
sungguh-sungguh dan memahami makna pendidikan
· Menguraikan konsep filsafat yang dapat membantu dalam metode
belajar
1.4. Ruang Lingkup
Dalam karya tulis ini, penulis akan mengkaji mengenai bagaimana
filsafat ilmu dan filsafat pendidikan sangat diperlukan. Khususnya bagi para
pelajar yang duduk di institusi pendidikan untuk memahami esensi dari
kegiatan belajar mengajar yang mereka alami setiap hari, serta membantu
mereka dalam proses belajar yang selama ini dianggap menjadi beban.
Adapun uraian mengenai bagaimana filsafat ilmu dan pendidikan itu sendiri
diperlukan oleh seorang guru, hanyalah sebagai pelengkap dalam mengkaji
keseluruhan topik karya tulis ini.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulis menyusun karya tulis ini bersumber dari kajian pustaka dan
menggunakan pendekatan analisis deskriptif.
Ada orang yang tahu di tahunya
Ada orang yang tahu di tidak tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Filsafat
Kita banyak menemukan berbagai macam nama tokoh-tokoh yang
berjasa dalam bidang ilmu pengetahuan di buku-buku pelajaran yang kita
baca. Buku-buku tersebut mengutip dan terkadang mengkaji tentang teori-
teori, hipotesis, analisis, atau sudut pandang suatu tokoh. Seiring dengan
bertambahnya materi yang kita baca, kita menyadari bahwa tiap tokoh
memiliki spesialisasi terhadap bidang ilmu tertentu, seperti Auguste Comte
yang merupakan Bapak Sosiologi, Jean-Jacques Rousseau yang mengkaji
politik dan kewarganegaraan, dan lain-lain.
Namun pada suatu momen, penulis menemukan bahwa ada beberapa
tokoh pula yang ternyata mengkaji dan menjadi ahli dalam beberapa bidang
ilmu secara bersamaan. Dan tak jarang ilmu-ilmu yang mereka kaji tersebut
saling kontras satu sama lain. Contoh tokoh yang dimaksud penulis tersebut
adalah Aristoteles. Kita mengenal salah satu teori Aristoteles tentang asal-
usul munculnya makhluk hidup yaitu teori Abiogenesis. Di sisi lain, beliau
juga menciptakan teori bahwa jarang ditemukan kasus dimana pria dan
wanita dapat menjadi sepasang sahabat sejati, karena seringkali hal tersebut
akhirnya bergeser menjadi perasaan cinta. Dalam kasus ini, beliau juga
membahas tentang psikologi. Bahkan penulis pun pernah menemukan salah
satu teori Aristoteles di salah satu buku mengenai politik.
Penulis lalu merasa sangsi dengan fakta tersebut, mengingat realita
pada era kini, ilmu pengetahuan begitu terklasifikasi dan sangat kecil
kemungkinan bagi seseorang untuk menjadi ahli dalam beberapa bidang
sekaligus. Bagaimana pada saat itu para cendekiawan dapat begitu ahli
bahkan hampir di semua bidang? Pasti ada sesuatu yang menjadi sumber
dari berbagai macam ilmu pengetahuan, dan sesuatu tersebut adalah filsafat.
2.1.1. Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi
dan terminologi.
a) Arti secara etimologi
Kata filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah, yang dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa
Yunani philo-sophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang
berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom),
sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of
wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah
pecinta atau pencari kebijaksanaan.
b) Arti secara terminologi
Arti terminologi maksudnya arti yang dikandung oleh istilah atau
pernyataan ‘filsafat’. Lantaran batasan filsafat itu banyak, maka
sebagai gambaran dikenalkan beberapa batasan menurut para filsuf
ternama:
- Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
- Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli.
- Notonagoro
Filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut
intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak
berubah, yang disebut hakikat.
Dengan memberikan batasan-batasan yang tentunya belum
sepenuhnya dicantumkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai
kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
mempergunakan akal pada sampai hakikatnya. Filsafat bukannya
mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari
adalah hakikat dari suatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan sesuatu adalah
sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala
sesuatu. Ada/Being merupakan implikasi dasar. Jadi segala
sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti dia adalah ‘being’.
Filsafat mempunyai tujuan untuk membicarakan keadaan. Jadi,
filsafat membahas lapisan terakhir dari segala sesuatu atau
membahas masalah-masalah yang paling dasar.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari sesuatu objek/gejala
secara mendalam. Adapun pada ilmu pengetahuan empiris hanya
membicarakan gejala-gejala. Membicarakan gejala untuk masuk
ke hakikat itulah dalam filsafat. Untuk sampai ke hakikat harus
melalui suatu metode yang khas dari filsafat.
Jadi dalam filsafat itu harus refleksi, radikal, dan integral.
Refleksi di sini berarti manusia menangkap objeknya secara
intensional dan sebagai hasil dari proses tersebut, yakni
keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia dari
objek-objek yang dihadapinya.
Radikal berasal dari kata radix (berarti akar). Jadi, filsafat itu
radikal berarti filsafat harus mencari pengetahuan sedalam-
dalamnya (sampai ke akar-akarnya). Radikalitas di sini berarti
dalam pengertian sejauh akal manusia mampu menemukannya,
sebab filsafat tidak akan membicarakan yang jelas berada di luar
jangkauan akal budi yang sehat. Filsafat tidak membatasi objeknya
seperti ilmu-ilmu pengetahuan. Di samping itu, filsafat itu radikal
karena berusaha untuk mencari hakikat dari objek yang dibahas.
Filsafat tidak berhenti pada pengetahuan periferis (kulit atau
penampakannya) tetapi filsafat ingin menembus hingga inti
masalah dengan mencari manakah faktor-faktor fundamental yang
membentuk adanya sesuatu.
Filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk
memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan.
Jadi, filsafat ingin memandang objeknya secara integral.
2.1.2. Objek dan Metode Filsafat
a) Objek Filsafat
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu
penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu
pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi
dua, yaitu objek material dan objek formal.
- Objek Material Filsafat
Objek material, yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian
atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material dapat diartikan
pula sebagai hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu
disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal
konkret ataupun hal yang abstrak.Objek material dari filsafat ada
beberapa istilah dari para cendekiawan, namun semua itu
sebenarnya tidak ada yang bertentangan. Mengutip pendapat
Mohammad Noor Syam, “Para ahli menerangkan bahwa objek
filsafat itu dibedakan atas objek material atau objek materiil filsafat;
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik materiil
konkret, phisis maupun nonmaterial abstrak, psikis. Termasuk pula
pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai.
Dengan demikian objek filsafat tak terbatas”. (Mohammad Noor
Syam, 1981, hlm.12)
- Objek Formal Filsafat
Objek formal, yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang
dari mana objek material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak
hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang lain. Satu objek material dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan
ilmu yang berbeda-beda. Misalnya objek materialnya adalah
“manusia” dan manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari
manusia di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan
sebagainya.
c) Metode Filsafat
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan
kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata beda
hodos (jalan, perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti
penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Sebenarnya
jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari
para ahli dan filsuf sendiri. Karena metode ini adalah suatu alat
pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan
filsuf itu sendiri.
Namun hanya beberapa metode yang khas bagi filsafat yang
dianggap paling penting dan berpengaruh sepanjang sejarah filsafat.
Metode yang khas itulah yang dibahas oleh Anton Bakker dalam
bukunya Metode-Metode Filsafat, yakni:
- Metode Kritis dari Plato dan Socrates
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika,
yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan.
Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
- Metode Intuisi oleh Plotinus dan Henri Bergson
Guna menyelami hakikat segala kenyataan diperlukan intuisi yaitu
suatu tenaga rohani, suatu kecakapan yang dapat melepaskan diri
dari akal, kecakapan untuk menyimpulkan serta meninjau dengan
sadar. Intuisi adalah naluri yang telah mendapatkan kesadaran diri,
yang telah diciptakan untuk memikirkan sasaran serta memperluas
sasaran itu menurut kehendak sendiri tanpa batas.
- Metode Skolastik oleh Aristoteles dan Thomas Aquinas
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi
atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik
kesimpulan-kesimpulan.
- Metode Geometris dan Metode Empiris
Rene Descartes menjadi tokoh pencetus metode geometris dan
metode empiris didukung oleh Hobbes, Locke, Berkeley, dan
Hume. Ia berpendapat bahwa ada ketersusunan alami dalam
kenyataan yang ada hubungannya dengan pengertian manusia. Di
samping itu, ia berusaha keras untuk menemukan yang benar.
Adapun yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa
yang jelas dan terang (clear and disticly)
.
- Metode Transendental oleh Immanuel Kant
Aliran rasionalisme dan empirisme akhirnya diatasi oleh filsafat
Immanuel Kant. Filsafatnya terutama ditekankan kepada aktivitas
pengertian dan penilaian manusia. Jadi, dalam hal ini tidak
menurut aspek atau segi kejiwaan sebagaimana dalam empirisme,
akan tetapi sebagai analisis kritis.
- Metode Dialektis oleh Hegel dan Karl Marx
Jalan untuk memahami kenyataan bagi Hegel adalah mengikuti
gerakan pikiran atau konsep. Asal mulai berpikir secara benar, ia
akan dibawa oleh dinamika pikiran itu sendiri, dan akan dapat
memahami seluruh perkembangan sejarah pula. Struktur di dalam
pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan,
maka metode dan teori atau ksistem tidak dapat dipisahkan.
Karena mengikuti dinamika di dalam pikiran dan kenyataan itu,
maka metode Hegel disebut metode dialektis. Dialektis itu
diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian yang
bertentangan, kemudian didamaikan (tesis-antitesis-sintesis).
- Metode Fenomenologi oleh Husserl
Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang
segala sesuatu yang menampakkan diri, atau suatu aliran yang
membicarakan tentang gejala. Pada prinsipnya metode ini ingin
mencapai “hakikat segala sesuatu”, maksudnya agar mencapai
“pengertian yang sebenarnya” atau “hal yang sebenarnya” yang
menerobos semua gejala yang tampak.Usaha untuk mencapai
hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan.
- Metode Analitika Bahasa
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan
sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. (Anton Bakker, 1984,
hlm.21-22). Keistimewaannya dalam metode ini ialah semua
kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan pada penelitian
bahasa yang logis. (Sudarsono, 1993, hlm.96-102)
2.1.3. Ciri-Ciri Filsafat
Menurut pendapat Drs. Sri Suprapto Wirodiningrat, filsafat mempunyai
tiga ciri yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
a) Menyeluruh
Artinya, pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan
hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan
ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu
lain, hubungan ilmu dengan moral,seni,dan tujuan hidup.
b) Mendasar
Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental
atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar
berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti
pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya.
c) Spekulatif
Artinya hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar
untuk menjelajah wilayah pengetahuan baru.
2.1.4. Asal dan Peranan Filsafat
a) Asal Filsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk “berfilsafat”, yaitu
sebagai berikut.
- Keheranan
Banyak filsuf menunjukkan rasa heran sebagai asal filsafat. Plato
misalnya mengatakan: “Mata kita memberi pengamatan bintang-
bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini member dorongan
untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal filsafat.”
- Kesangsian
Filsuf-filsuf lain, seperti Augustinus dan Rene Descartes
menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran.
Manusia heran, tetapi kemudian ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu
oleh pancaindranya kalo ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat
yang ingin kita lihat? Di mana dapat ditemukan kepastian? Karena
dunia ia penuh dengan berbagai pendapat, keyakinan, dan
interpretasi.
- Kesadaran Akan Keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat
kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam
sekelilingnya. Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan
terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau
kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya manusia
mulai berfilsafat. Ia mulai memikirkan bahwa di luar manusia yang
terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
b) Peranan Filsafat
Menyimak sebab-sebab kelahiran filsafat dan proses
perkembangannya, sesungguhya filsafat telah memerankan
setidaknya tiga peranan utama dalam sejarah pemikiran manusia.
- Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam
penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena
dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hal-hal serba rahasia
yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Manusia menerima
begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa
mempersoalkannya lebih lanjut. Keadaan tersebut berlangsung
cukup lama. Kehadiran filsafat telat mendobrak pintu dan tembok
tradisi yang begitu sakral dan selama itu tidak dapat diganggu-
gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup
panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat
benar-benar telah berperan selaku pendobrak yang
mencengangkan.
- Pembebas
Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjara tradisi dan
kebiasaan dengan penuh dengan berbagai mitos dan mite itu,
melainkan juga merenggut manusia keluar dari dalam penjara itu.
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan
kebodohannya. Sesungguhnya, filsafat telah, sedang, dan akan
terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan
kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal.
- Pembimbing
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan
mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional.
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan
dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas
dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal sambil
berupaya mencapai radix dan menemukan esensi suatu
permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir
yang tidak teratur dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari
cara berpikir yang begitu fragmentaris dengan membimbing
manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.
2.1.5. Kegunaan Filsafat
Menurut sebagian para filsuf kegunaan secara umum dari filsafat
adalah sebagai berikut.
a) Plato
Berpikir dan memikirkan itu sebagai suatu nikmat yang luar biasa
sehingga filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha
berharga.
b) Rene Descartes
Tokoh ini terkenal dengan ucapannya cogito ergo sum (Karena
berpikir maka saya ada). Ia menyangsikan segala-galanya, tetapi
dalam serba sangsi itu ada satu hal yang pasti, ialah bahwa aku
bersangsi dan bersangsi berarti aku berpikir. Berfilsafat berarti
berpangkalan kepada suatu kebenaran yang fundamental atau
pengalaman yang asasi.
c) Alfred North Whitehead
Filsafat adalah keinsafan dan pandangan jauh ke depan dan
kesadaran akan hidup pendeknya, kesadaran akan kepentingan
yang member semangat kepada seluruh peradaban.
d) Maurice Marleau Ponty
Jasa dari filsafat baru ialah terletak dalam sumber
penyelidikannya, sumber itu adalah eksistensi dan dengan sumber
itu kita bisa berpikir tentang manusia.
2.1.6. Cabang – Cabang Filsafat
Filsafat secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Filsafat
sistematis bertujuan dalam pembentukan dan pemberian landasan
pemikiran filsafat. Di dalamnya meliputi logika, metodelogi,
epistemologi, filsafat ilmu, etika, estetika, metafisika, filsafat
ketuhanan (teologi), filsafat manusia, dan kelompok filsafat khusus
seperti filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat komunikasi, dan lain-
lain. Adapun sejarah filsafat adalah bagian yang berusaha meninjau
pemikiran filsafat di sepanjang masa sejak zaman kuno hingga zaman
modern. Bagian ini meliputi sejarah filsafat Yunani (Barat), India, Cina
dan sejarah filsafat Islam.
2.2 Filsafat Ilmu
2.2.1. Definisi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science,
yang berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire
yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya
pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada
segenap pengetahuan sistematik.
2.2.2. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan yang bagaimanakah yang membedakan antara
pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lainnya? Ada banyak versi
tentang bagaimana ciri-ciri ilmu pengetahuan itu sendiri, namun pada
dasarnya mengarah pada konsep yang sama.
Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang
menandai ilmu, yaitu sebagai berikut.
a) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu
keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya
sistem dalam penelitian maupun harus susunan logis.
b) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat
kaitannya dengan tanggung jawab ilmuwan.
c) Universalitas ilmu pengetahuan.
d) Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan
tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.
e) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua
peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu
pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
f) Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat
ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan baru
dan menimbulkan problema baru lagi.
g) Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori
terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan
data-data baru.
h) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai
perwujudan keterkaitan antara teori dengan praktis.
2.2.3. Keragaman dalam Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
a) The Liang Gie
The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua
hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Untuk
lebih jelasnya digambarkan dalam tabel berikut.
No. Jenis Ilmu Ragam Ilmu Ilmu Teoritis Ilmu Praktis
1 Ilmu-ilmu matematis Aljabar Geometri
Accounting Statistik
2 Ilmu-ilmu fisis Kimia Fisika
Ilmu keinsiyuran Metalurgi
3 Ilmu-ilmu biologis Biologi molekuler Biologi sel
Ilmu pertanian Ilmu peternakan
4
Ilmu-ilmu psikologis
Psikologi eksperimental Psikologi perkembangan
Psikologi pendidikan Psikologi perindustrian
5 Ilmu-ilmu sosial Antropologi Ilmu ekonomi
Ilmu administrasi Ilmu marketing
6 Ilmu-ilmu linguistic
Linguistik teoritis Linguistik perbandingan
Linguistik terapan Seni terjemahan
7
Ilmu-ilmu interdisipliner Biokimia
Ilmu lingkungan
Farmasi Ilmu Perencanaan Kota
b) Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasi ilmu pengetahuan ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika,
dan filsafat. Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini
dapat diskemakan sebagai berikut.
- Ilmu pengetahuan empiris
o Kosmologis empiris
o Psikologi empiris
- Matematika
o Murni
§ Aritmatika
§ Geometri
§ Aljabar
o Campuran: mekanika, dan lain-lain.
- Filsafat
o Spekulatif (metafisika):
§ umum-ontologi,
§ khusus (psikologi,kosmologi,teologi)
o Praktis
§ Intelek –Logika
§ Kehendak: ekonomi, etika,politik
§ Pekerjaan fisik: teknologi
c) Jurgen Habermas
Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu
pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu,
pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan
tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sifat Ilmu
Jenis Ilmu
Pengetahuan yang Dihasilkan Akses kepada Realitas Tujuan
Empiris-analitis
Ilmu alam dan sosial empiris
Informasi
Observasi
Penguasaan teknik
Historis-hermeneutis
Humaniora
Interpretasi
Pemahaman arti via bahasa
Pengembangan intersubjektif
Sosial-kritis
Ekonomi,sosiologi, Politik
Analisis Self-Reflexion
Pembebasan kesadaran non-reflektif
2.2.4. Pengertian Filsafat Ilmu
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu.
Tujuannya adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan
cara bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Jadi, filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan
ilmiah itu sendiri. Istilah lain dari filsafat ilmu adalah theory of science (teori
ilmu), metascience (Adi-ilmu), dan science of science (ilmu tentang ilmu).
2.2.5. Objek Filsafat Ilmu
a) Objek Material Filsafat Ilmu
Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah
tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
umum.
b) Objek Formal Filsafat Ilmu
Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat
ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih
menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan seperti
apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh
kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan bagi manusia? Problem
inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan,
yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
2.2.6. Problema Filsafat Ilmu
Banyak sekali pendapat filsuf ilmu mengenai kelompok atau perincian
problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu. Dari beberapa
pendapat mengenai problem filsafat ilmu dapat ditarik benang merahnya,
yakni sebagai berikut.
a) Apakah konsep dasar dari ilmu? Maksudnya bagaimana filsafat ilmu
mencoba untuk menjelaskan praanggapan dari setiap ilmu, dengan
demikian filsafat ilmu dapat lebih menempatkan keadaan yang tepat
bagi setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini filsafat ilmu tidak dapat
lepas begitu saja dari cabang filsafat lainnya.
b) Apakah hakikat dari ilmu? Artinya langkah-langkah apakah suatu
pengetahuan sehingga mencapai yang bersifat keilmuan.
c) Apakah batas-batas dari ilmu? Maksudnya apakah setiap ilmu
mempunyai kebenaran yang bersifat sangat universal ataukah ada
norma-norma fundamental bagi kebenaran ilmu.
2.3. Filsafat Pendidikan
2.3.1. Makna Pendidikan
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus
dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan
bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang
terpusat dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang
hayat.Dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional, disebut bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran, dan/atau
pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
2.3.2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau
pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok.
Tujuan pendidikan harus mengandung tiga nilai yaitu autonomy, equity, dan
survival.
a) Autonomy yaitu member kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan
secara maksimum kepada individu maupun kelompok, untuk dapat
hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
b) Equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk
dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan
ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama.
c) Survival berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin
pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya.
2.3.3. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan menurut Al Syaibany (1979:30) adalah
pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan
falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
2.3.4. Kebutuhan akan Filsafat Pendidikan
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan
masalah hidup dan kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan
salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang
dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan
filsafat. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat? Karena masalah-
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang
hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-
masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak
terbatasi oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, tidak
memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Hubungan filsafat
dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa filsafat akan menelaah suatu
realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu radikal,
sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang
tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan
pendidikan.
2.3.5. Peranan Filsafat Pendidikan
Peranan filsafat pendidikan secara umum dapat dikaitkan dengan
empat hal, yaitu metafisika, epistemologi, aksiologi, dan logika.
Metafisika merupakan bagian dari filsafat spekulatif. Yang menjadi
pusat persoalannya adalah hakikat realitas akhir. Metafisika mencoba
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah alam semesta
memiliki bentuk rasional? Apakah alam semesta memiliki makna? Siapakah
manusia? Dari mana asalnya?
Dengan lahirnya sains, banyak orang beranggapan bahwa metafisika
merupakan barang kuno. Menurut mereka, penemuan ilmiah betul-betul
dapat dipercaya karena dapat diukur, sebaliknya pemikiran metafisika tidak
dapat dibuktikan kebenarannya dan tidak memiliki aplikasi praktis. Tetapi
dewasa ini kita kenal bahwa metafisikan dan sain merupakan dua kegiatan
yang berbeda, memiliki nilai dan manfaat dalam lapangannya masing-
masing. Keduanya berusaha menyusun pertanyaan-pertanyaan umum.
Tetapi, metafisika berkaitan dengan konsep-konsep yang kejadiannya tidak
dapat diukur secara empiris, seperti pernyataan :”Allah adalah pencipta alam
semesta. Tujuan akhir manusia adalah hidup bahagia dunia dan akhirat.”
Dalam hal ini tidak berarti bahwa metafisika menolak sains. Sebaliknya,
sains sendiri menimbulkan masalah tentang hakikat realitas. Metafisika
berusaha untuk memecahkan masalah hakikat realitas yang tidak mampu
sains pecahkan.
Selain itu, pendidikan berkaitan pula dengan epistemologi. Kegunaan
memahami epistemologi bagi pendidikan yang dikemukakan oleh Imam
Barnadib (1976:12) sebagai berikut:
Epistemologi diperlukan antara lain dalam hubungan dengan
penyusunan dasar kurikulum. Kurikulum yang lazimnya diartikan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, dapat diumpamakan sebagai
jalan raya yang perlu dilewati oleh siswa atau murid dalam usahanya untuk
mengenal dan memahami pengetahuan. Agar mereka berhasil dalam
mencapai tujuan perlu diperkenalkan sedikit demi sedikit hakikat dari
pengetahuan.
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai
buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendidikan,
karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar
pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Di dalam tujuan
pendidikan itulah tersimpul semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan
di dalam pribadi peserta didik.
Logika atau penalaran merupakan suatu proses berpikir yang
membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan
suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dikatakan sah kalau
proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan dengan cara tertentu
tersebut.
llmu hanya dapat maju apabila masyarakat berkembang dan berperadaban.
Ibnu Khaldun (1332-1406) dalam Muqaddimah.
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah mengemukakan landasan teori mengenai filsafat ilmu dan
filsafat pendidikan, dalam bab ini penulis akan mengkaji keterkaitan antara
pelajar dengan kedua hal tersebut. Dalam latar belakang karya tulis ini,
penulis telah menyebutkan beberapa macam masalah penyimpangan yang
dilakukan para pelajar yang umumnya disebabkan karena mereka merasa
terbebani dalam proses pembelajaran ilmu pengetahuan itu. Beban yang
mereka rasakan itu salah satunya dikarenakan oleh kurangnya pemahaman
yang mendalam mengenai apa yang mereka pelajari, mengapa mereka
harus mempelajari itu, apa nilai-nilai yang mereka dapat belajar, dan lain-
lain. Bagaimana pemahaman filsafat ilmu dan filsafat pendidikan dapat
membantu meningkatkan motivasi belajar serta prestasi pelajar, secara garis
besar akan penulis kemukakan dalam 2 sudut pandang, yaitu secara teknis
dan secara filosofis.
Namun sebelum membahas hal tersebut, penulis akan menjelaskan
mengenai pelajar, masalah-masalah yang dialami pelajar, dan mengapa
dalam karya tulis ini pelajar yang menjadi titik fokus sebagai subjek yang
sangat perlu memahami filsafat ilmu dan filsafat pendidikan.
3.1. Pelajar, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Definisi pelajar itu sendiri adalah pelaku atau peserta didik dalam suatu
pendidikan. Pelajar menjalani proses kegiatan belajar mengajar di suatu
institusi pendidikan untuk menimba ilmu pengetahuan. Pada dasarnya, posisi
ilmu pengetahuan dan pendidikan bagi manusia itu sendiri adalah suatu
kebutuhan. Kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas
dari manusia. Namun, status quo adalah pelajar pada umumnya merasa
bahwa mempelajari ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sulit dan
membebankan,ditambah lagi oleh sistem pendidikan yang dianggap tidak
mendukung kebutuhan pelajar.
Ilmu pengetahuan yang “menyulitkan” dalam konteks ini dapat berupa
materi yang terlalu banyak dan kompleks, tata bahasa yang sulit dimengerti,
melibatkan perhitungan matematis yang rumit, dan lain-lain. Sedangkan dari
sistem pendidikan itu sendiri, yang dimaksud tidak mendukung adalah ketika
pelajar merasa diforsir oleh sistem pengukuran ilmu seperti ujian, nilai dan
ranking. Kesulitan juga dapat dirasakan pelajar karena merasa bahwa
kurikulum pendidikan dirasa tidak sesuai mencakup mata pelajaran yang
dianggap terlalu banyak dan tidak penting, kalender akademik yang terlalu
padat, dan standar nilai yang dianggap yang terlalu tinggi. Faktor-faktor lain
seperti cara guru mengajar, peraturan sekolah yang dianggap terlalu ketat,
juga turut mempengaruhi pelajar sehingga merasa terbebani dengan
kegiatan belajar-mengajar mereka di sekolah.
Masalah-masalah tersebut menyebabkan munculnya berbagai
penyimpangan seperti mencontek, mencuri soal, menyewa joki snmptn, dan
banyak hal lain yang bentuknya semakin berkembang seiring dengan
pertumbuhan teknologi. Mungkin secara teknis mereka akan mendapat nilai
yang bagus, ranking yang bagus, namun itu semua palsu karena mereka
tidak jujur dalam prosesnya. Mereka tidak memahami landasan filosofis
mengenai mengapa mereka harus mempelajari ilmu dan bertindak jujur
dalam pelaksanaannya di sistem pendidikan.
Di satu sisi, mungkin ada sejumlah pelajar yang telah memahami
landasan filosofis mengenai pentingnya mempelajari ilmu dan dapat
melaksanakannya dengan jujur pada sistem pendidikan, namun sayangnya
mereka kurang menguasai landasan teknis. Landasan teknis yang dimaksud
di sini adalah metode-metode yang berkenaan dalam pencapaian prestasi
yang biasa diukur di suatu sistem pendidikan dalam bentuk nilai dan ranking.
Termasuk di dalamnya juga ketika mereka mengalami kesulitan dalam
pemecahan soal, meskipun mereka telah memahami secara teoritisnya.
Pelajar adalah generasi penerus bangsa, tumpuan harapan bangsa.
Jika dari sejak masa muda mereka telah melakukan beberapa
penyimpangan, hal itu dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk
penyimpangan lain seperti tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu
jika mereka tidak mengerti esensi dasar dari bersekolah dan menimba ilmu,
maka kita tidak akan melahirkan generasi-generasi yang dapat
mencerdaskan dan memajukan bangsa. Pelajar yang dimaksud perlu untuk
mengetahui esensi dalam karya tulis ini adalah pelajar yang memasuki usia
remaja-matang yaitu pelajar SMA. Akan lebih baik jika esensi itu ditanamkan
sejak kecil, namun dalam hal ini pelajar SMA memiliki urgensi yang tinggi
untuk memahami esensi dasar karena dalam usia SMA adalah titik di mana
remaja begitu bergejolak dalam upaya pencarian jati dirinya. Gejolak tersebut
harus diarahkan dengan benar sehingga tidak menjerumuskan diri mereka.
3.2. Pelajar dan Filsafat
Pelajar pada umumnya memiliki pandangan bahwa filsafat adalah ilmu
yang sulit untuk dipelajari. Filsafat hanya untuk kalangan tertentu saja, yang
dalam konteks ini mereka anggap kalangan cendekiawan. Namun pada
hakekatnya, berfilsafat adalah suatu kebutuhan bagi manusia. Filsafat dapat
memenuhi kebutuhan akibat implikasi dari keheranan, kesangsian, dan
keterbatasan yang dimiliki oleh manusia. Banyak pelajar yang mengeluh dan
merasa tidak mampu ketika mempelajari sesuatu yang dianggap sulit,
mereka panik ketika merasa heran dan tidak mampu mereka pahami. Namun
jika mereka memahami filsafat, mereka akan menyadari bahwa keheranan
dan kesangsian itu adalah sesuatu manusiawi karena pada dasarnya kita
memiliki keterbatasan. Tapi setelah itu diperlukan pemahaman bahwa hal
tersebut adalah titik di mana kita harus mulai berpikir dan akhirnya
menemukan kebenaran atas segala pertanyaan kita.
Selain karena kebutuhan akan filsafat, pelajar juga mampu untuk
berfilsafat. Bukti bahwa filsafat yang selama ini dianggap sulit ternyata dapat
dipelajari oleh pelajar adalah bahwa dalam proses menimba ilmu
pengetahuan, pelajar secara tidak sadar telah menggunakan metode-metode
filsafat di dalamnya. Contoh konkretnya dapat kita lihat dalam proses
pemecahan soal. Ketika kita akan mengerjakan soal studi kasus, secara
tidak sadar kita menggunakan metode analisis-kritis. Ketika kita mengerjakan
soal pilihan ganda dan merasa hoki atau beruntung karena mendapatkan
nilai bagus padahal dasarnya kita tidak memahami materi secara
menyeluruh, saat itulah kita menggunakan metode intuisi, suatu tenaga
rohani yang membuat kita dapat menyimpulkan serta meninjau dengan
sadar. Dan banyak kasus juga dimana kita dapat mengerjakan soal dengan
cara menganalisis definisi-definisi yang ada, itulah metode analitika bahasa.
Tidak hanya di bidang pendidikan, namun di kehidupan sehari-hari pun
sebenarnya para pelajar berfilsafat. Seperti contohnya di SMA Labschool
Jakarta, sejak masa orientasi siswa kita sudah dikenalkan untuk berfilsafat
dengan mencoba mencari filosofi name tag dan segala atribut. Filsafat juga
dapat berupa kata-kata bijak yang dapat memotivasi diri seperti
contohnya,”Sang juara bukanlah seseorang yang selalu menang, tetapi sang
juara adalah seseorang yang tidak pernah menyerah.”
Masih banyak lagi contoh kata-kata bijak yang merupakan salah satu
bentuk dari cara berpikir filsafat, seperti yang dapat kita lihat di lingkungan
SMA Labschool Jakarta. Ini adalah salah satu bentuk filsafat etika. Fakta-
fakta tersebut membuktikan bahwa secara alamiah filsafat adalah suatu
kebutuhan, sesuatu yang mampu dipelajari dan familiar bagi kalangan
pelajar, hanya saja keberadaannya kurang disadari.
3.3. Pelajar dan Filsafat Ilmu
Status quo, hanya sebagian kecil pelajar yang tahu bahwa filsafat
memiliki cabang-cabang yang fokus pada objek-objek tertentu. Salah satu
cabang yang sangat berkenaan dengan pelajar adalah filsafat ilmu. Seperti
yang telah dijelaskan pada Bab 2, bahwa filsafat ilmu adalah penyelidikan
tenyang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya.
Pelajar sebaiknya memiliki pemahaman mengenai filsafat ilmu. Tidak
perlu menjadi jenius untuk memahami filsafat ilmu. Ada tiga landasan utama
dalam problema filsafat ilmu, yaitu landasan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis.
a) Landasan ontologis, yaitu landasan mengenai apa ilmu yang sedang
kita pelajari.
b) Landasan epistemologis, yaitu landasan mengenai bagaimana cara
ilmu itu diperoleh, mengapa kita harus mempelajari ilmu tersebut, dan
lain-lain yang dapat menjelaskan bagaimana suatu pengetahuan
dapat menjadi suatu ilmu.
c) Landasan aksiologis, yaitu nilai-nilai apa yang kita dapat dalam
mempelajari ilmu tersebut.
Pemahaman terhadap tiga landasan tersebut akan membantu pelajar
dalam mengatasi segala keluhan yang dirasakan dalam proses
pembelajaran ilmu pengetahuan. Misalnya ketika kita mempelajari
sejarah. Landasan ontologisnya, sejarah adalah ilmu yang mempelajari
tentang perubahan. Landasan epistemologisnya, kita harus mempelajari
sejarah agar dapat belajar sesuatu dari masa lalu, dan kita
mempelajarinya dengan menganalisis bagaimana suatu peristiwa dapat
terjadi dan membuat perubahan. Landasan aksiologisnya, kita mendapat
nilai-nilai nasionalisme,patriotisme,dan lain-lain.
Seperti yang umumnya terjadi, salah satunya adalah keluhan
mengenai begitu banyaknya jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari.
Mereka menganggap ada beberapa pelajaran yang tidak penting dan
tidak sesuai dengan fokus objek studi mereka. Namun mereka sendiri
pun tidak dapat menjelaskan bagaimana mereka berpendapat bahwa
beberapa mata pelajaran itu tidak penting. Mereka tidak memahami tiga
landasan dalam mempelajari suatu ilmu
Contoh kasus, ada anggapan bahwa pelajaran geografi tidak penting
untuk dipelajari oleh pelajar yang berada di jurusan ilmu sosial. Alasan
mereka adalah karena mata pelajaran tersebut dianggap terlalu
mengarah ke ilmu alam dan tidak ada kaitannya dengan ilmu sosial.
Padahal faktanya, ilmu geografi itu sendiri sangat berkaitan dengan ilmu
sosial. Dalam mata pelajaran geografi kita mempelajari industri, bedanya
dengan mempelajari industri di ekonomi adalah dalam geografi kita
mempelajari lebih dalam mengenai keterkaitan antara industri dan
lingkungan. Sehingga kelak diharapkan jika kita menjadi seorang
pengusaha, kita tetap memperhatikan kelestarian lingkungan karena
dewasa ini begitu banyak kasus mengenai lingkungan yang dalam
konteks ini melibatkan pelaku ekonomi serta mempengaruhi proses
produksi industri itu sendiri.
Begitu pula sebaliknya. Pelajar jurusan ilmu alam juga mengeluhkan
beberapa pelajaran yang dianggap tidak penting dan tidak sesuai dengan
fokus objek studinya. Namun jika ditelusuri, memang pada hakikatnya
semua ilmu itu berkaitan. Kita tidak perlu mengkotak-kotakkan ilmu
pengetahuan dan mengabaikan bahkan merendahkan yang berada di
luar kotak tersebut, karena pada dasarnya ilmu adalah satu kesatuan
yang utuh. Atau mungkin yang akhir-akhir ini jarang diperhatikan adalah
ilmu bahasa. Banyak yang meremehkan cabang ilmu yang satu ini.
Padahal, kemampuan intelektual seseorang ditentukan dengan
kemampuannya dalam berbahasa.
Jujun S.Suriasumantri dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Ilmu,
Sebuah Pengantar Populer” mengelompokkan “bahasa” sebagai salah
satu sarana berpikir ilmiah. Manusia dapat berpikir dengan baik karena
dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat
berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam
kegiatan ilmiah. Demikian juga tanpa bahasa maka kita tak dapat
mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain.
Oleh karena itu, tidak perlu merasa terbebani dalam mempelajari
banyak mata pelajaran, karena implikasi dari keterkaitan antar ilmu
adalah dengan mempelajari suatu ilmu maka akan mempermudah kita
dalam mempelajari ilmu yang lain.
Secara filosofis, filsafat ilmu membantu dalam memahami esensi dari
mempelajari suatu ilmu. Karena muncul pemahaman tersebut, maka akan
meningkatkan motivasi belajar. Dan secara teknis, karena motivasi
belajar meningkat, hal itu akan memudahkan pelajar dalam menjalani
proses belajar-mengajar dan proses pemecahan soal dalam ujian.
Keterkaitan antar ilmu pula yang memudahkan pelajar dalam proses
pemahaman konsep suatu materi.
3.4. Pelajar dan Filsafat Pendidikan
Salah satu sarana untuk menimba ilmu pengetahuan adalah melalui
suatu institusi pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu bentuk
penyajian ilmu. Ada banyak metode pendidikan yang merupakan implikasi
dari sistem pendidikan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pemahaman
filsafat ilmu perlu dilengkapi dengan pemahaman filsafat pendidikan karena
keduanya merupakan hal yang saling berkesinambungan dan tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan pelajar.
Filsafat pendidikan seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2, adalah
pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Berdasarkan pada sumber-sumber pustaka yang penulis
temukan, umumnya filsafat pendidikan diaplikasikan untuk kegiatan
mengajar bagi para guru. Belum ditemukan sumber pustaka yang mengkaji
bagaimana pelajar juga perlu memahami filsafat pendidikan.
P enulis berpendapat bahwa selain pemahaman filsafat pendidikan
dibutuhkan oleh seorang guru, pelajar juga perlu untuk memahaminya. Hal
ini disebabkan karena pada dasarnya, pendidikan melibatkan proses
interaksi antara tenaga pendidik dengan yang dididik. Ketika tenaga pendidik
telah memahami esensi dari suatu proses pendidikan tetapi tidak didukung
atau tidak direspon dengan baik oleh pelajar, maka tujuan pendidikan tidak
dapat dicapai dengan baik.
Keluhan yang dikemukakan pelajar mengenai pendidikan contohnya
mengenai kurikulum yang dianggap tidak sesuai, kalender akademik yang
padat, cara mengajar yang tidak mendukung,tekanan psikis yang mereka
alami ketika nilai atau peringkat mereka turun, dan lain-lain. Namun kembali
filsafat dapat membantu mengatasi keluhan-keluhan yang ada. Inti dari
problema filsafat pendidikan pada dasarnya sama dengan filsafat ilmu, yaitu
berdasarkan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Pelajar
sebaiknya tidak menghakimi bahwa suatu sistem pendidikan itu dianggap
tidak sesuai tanpa menelusuri sscara mendalam tentang bagaimana sistem
tersebut dapat tercipta. Mereka harus meyakini bahwa sesuatu yang ada itu
ada karena alasan-alasan yang mendasar.
Seperti contohnya, banyak pelajar yang menginginkan kurikulum
layaknya di luar negeri, di mana pelajar memiliki otoritas dalam memilih mata
pelajaran sesuai dengan minat mereka. Secara umum masyarakat juga
terkesan mengagung-agungkan kurikulum luar negeri. Namun jika kita
telusuri lebih lanjut, apakah benar bahwa jika kurikulum luar negeri tersebut
diaplikasikan akan sesuai dengan karakteristik pelajar Indonesia? Kurikulum
dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik negara masing-
masing. Masalah otoritas dalam memilih mata pelajaran, apakah kita yakin
bahwa seluruh pelajar se-Indonesia telah memiliki kematangan berpikir yang
sama, apalagi jika dibandingkan dengan pelajar di negara-negara maju pada
umumnya?
Filsafat pendidikan jika dipandang dari suatu sudut pandang ternyata
juga dapat berkaitan dengan ideologi negara, termasuk di dalamnya
karakteristik suatu bangsa dan tujuan suatu negara. Salah satu bentuk
kontrol negara dalam pendidikan adalah pengadaan mata pelajaran agama,
sebagai salah satu pengamalan sila pertama pancasila. Pelajaran
kewarganegaraan yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan rasa
nasionalisme. Bahkan muatan lokal (mulok) yang selama ini dianggap
kurang krusial, sebenarnya memiliki makna yang mendalam untuk
melestarikan kebudayaan daerah. Penerapan mulok berbeda-beda di tiap
daerahnya, sesuai dengan karakteristik daerah tersebut. Seperti contohnya
sekolah yang berada di kawasan Jawa Barat menerapkan sastra dan
kebudayaan Sunda sebagai mulok, di kawasan Jawa Tengah menerapkan
sastra dan kebudayaan Jawa, dan lain-lain. Mungkin kritikan lebih banyak
berasal dari pelajar Jakarta, di mana Jakarta merupakan kota yang begitu
multikultur sehingga penerapan mulok di wilayah ini tidak seragam. Namun,
penulis berpendapat bahwa mulok tetap penting untuk mengkritisi segala isu-
isu kontroversial yang ada di sekitar Jakarta maupun secara keseluruhan
negara.
Keluhan-keluhan yang bersifat teknis, salah satunya adalah mengenai
ujian, nilai, dan peringkat. Menjadikan nilai atau peringkat sebagai motivasi
utama dalam belajar memang bukan sesuatu yang salah. Namun, tanpa
pemahaman yang mendasar mengenai mengapa kita harus belajar,
mengapa kita harus ujian, mengapa nilai kita sekian, mengapa peringkat kita
sekian, maka fondasi motivasi itu akan menjadi lemah. Akan muncul
penyimpangan-penyimpangan seperti mencontek karena fokus orientasi
mereka hanyalah nilai yang bagus dan peringkat yang tinggi. Selain itu juga
dapat menyebabkan tekanan psikis yang justru membuat mereka terobsesi
dan terbebani dalam proses belajar. Namun, jika kita telah memahami bahwa
esensi dari pendidikan adalah proses, bukan hasil, maka secara otomatis
nilai dan peringkat kita akan membaik dengan alamiah. Kita dapat menjalani
segala sesuatunya dengan senang hati dan tanpa beban, tidak ada pelajaran
yang dianggap sulit, karena kita tahu bahwa pada dasarnya kita
membutuhkan ilmu pengetahuan tersebut.
Cogito ergo sum. Aku berpikir, maka aku ada.
Rene Descartes (1596-1650)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan isi karya tulis ini, dapat kita simpulkan bahwa
pemahaman filsafat ilmu dan filsafat pendidikan sangat dibutuhkan untuk
mengatasi masalah-masalah atau keluhan-keluhan yang dialami oleh pelajar
saat ini. Pada intinya, pelajar perlu memahami tiga landasan utama, yaitu
landasan ontologis (apa), landasan epistemologis (mengapa,bagaimana),
dan aksiologis (nilai-nilai). Dalam konteks ini khususnya dapat menjadi
landasan berpikir bagi pelajar dalam memahami ilmu pengetahuan.Tidak
hanya terbatas pada dunia pendidikan saja, namun cara berpikir filsafat juga
perlu diterapkan oleh pelajar dalam kehidupan sehari-hari. Karena seperti
pada pengertiannya secara etimologi,
filsafat artinya cinta kebijaksanaan. Dengan berfilsafat, kita terbiasa berpikir
bijaksana dalam segala sesuatunya, dan pemikiran tersebut akan mendorong
kita untuk melakukan segala sesuatu dengan bijak pula.Terutama bagi pelajar
yang berada dalam usia remaja yang masih mengalami krisis jati diri,
pemahaman mengenai apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu,
menentukan pilihan, sangat diperlukan demi perkembangan mereka di masa
depan. Bangsa ini membutuhkan pelajar-pelajar yang hebat sebagai generasi
penerus.
4.2. Saran
Sebaiknya pemahaman mengenai filsafat, khususnya filsafat ilmu dan
filsafat pendidikan bagi pelajar diperkenalkan sejak dini. Hal itu dapat dilakukan
secara informal maupun formal. Salah satu bentuk formal adalah seperti yang
diterapkan di beberapa negara maju dengan cara memasukkan filsafat sebagai
salah satu mata pelajaran dalam kurikulum.
Alternatif lain yang disarankan penulis bagi pembaca yang masih duduk di
bangku sekolah jika ingin mengasah cara berpikir filsafat adalah dengan
mengikuti lomba debat bahasa Inggris yang berformat debat parlementer.
Karena dinamika dan tema-tema yang diperdebatkan dalam jenis lomba
tersebut menuntut peserta-pesertanya untuk berpikir kritis dan mendalam serta
mengembangkan argument-argumen yang sarat akan landasan filosofis.
DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. 2008. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. 2009. Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. 2009.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.