Rani Rochmatika x Ak 2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    1/21

     

    ir Soekarno

    Oleh:

    RANI ROCHMATIKA 21)

    X AKUNTANSI 2

    SMK NEGERI 2 PURWOREJO

    TAHUN PELAJARAN 2015/2016

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    2/21

    KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi MahaPanyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,

     yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,

    sehingga kami dapat menyelesaikan buku digital tentang Pahlawan

    Indonesia yaitu Ir. Soekarno.

    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan

    mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar

    pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan

    makalah ini.

    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih

    ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

    Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan

    kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

    Akhir kata kami berharap semoga buku digital tentang pahlawan

    Indonesia yaitu Ir. Soekarno dapat memberikan manfaat maupun

    inpirasi terhadap pembaca.

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    3/21

    BAB I 

    PENDAHULUAN 

    A.  Latar Belakang 

    Soekarno merupakan sosok yang jasanya tidak bisa dilupakan begitu saja

    dalam membangun negeri Ini. Peranan besar yang telah dilakukan oleh orang ini,

    terutama dalam hal memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan akan

    selalu terpatri sebagai jasa-jasa yang tidak akan tergerus selamanya oleh masa.

    Memang, jika kita amati, Sosok Bapak Bangsa ini merupakan pribadi yang unik,

    bersama Drs. Muhammad Hatta satu sama lainnya menjadi pribadi yang saling

    melengkapi dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di antara mereka.

    Sebagai sosok yang memiliki label penggerak massa, Soekarno memiliki

    peranan sebagai pemain depan yang dengan jelas terlihat bagaimana pola pikir dan

    cara berbicaranya Ketika berada di depan podium untuk berpidato, Soekarno adalah

    singa podium yang berjuluk “Penyambung Solidaritas Rakyat”. Ia memainkan peran

    dalam menyampaikan pesan persatuan dan kesatuan untuk tercapainya Indonesia

    merdeka.

    B.  Rumusan Masalah 

    Makalah ini akan membatasi pengangkatan materi tentang Ir. Soekarno dalam

    2 rumusan masalah yang cukup menarik perhatian yaitu tentang :

    1.  Bagaimanakah biografi Ir. Soekarno ?2.  Bagaimanakah pemikiran Ir. Soekarno dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?

    3.  Hal-hal yang menarik apa sajakah dalam biografi Ir. Soekarno ?

    4.  Apa sajakah yang dapat diteladani dari biografi Ir. Soekarno ?

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    4/21

    C.  Tujuan

    1.  Mengetahui sejarah kehidupan dari Ir. Soekarno

    2.  Mengetahui berbagai sikap dan pemikiran dari Ir. Soekarno terhadap kelangsungan

    kehidupan berbangsa dan bernegara.

    3.  Mengetahui berbagai hal yang menarik dalam sikap dan sepak terjang serta

    pemikiran Ir. Soekarno terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang

    berpengaruh sampai di tingkat dunia.

    4.  Mengetahui dan meneladani konsistensi dari sikap dan pemikiran Ir. Soekarno

    dalam perjuangannya membebaskan Indonesia dari belenggu imperialisme kolonial.

    D.  Manfaat 

    Diharapkan dari makalah ini bisa dipetik contoh-contoh keteladanan yang

    diberikan oleh sang proklamator khususnya bagi para pembaca dan generasi muda

    pada umumnya supaya bisa dijadikan penyemangat dalam berjuang mengisi

    kemerdekaan dengan menjadi pribadi yang baik dan berjuang baik untuk

    kehidupannya pribadi maupun memajukan bangsa.

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    5/21

    BAB II 

    PEMBAHASAN 

    A.  Biografi Soekarno 

    Ir. Soekarno (lahir di Blitar pada 6 Juni 1901- meninggal pada tanggal 21 Juni

    1970 di kota Blitar, Jawa Timur). Ayahnya Raden Sukemi Sosrohadihardjo, adalah

    seorang priyayi rendahan yang bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Ibunya Nyoman

    Rai berdarah biru dari Bali dan beragama Hindu. Pertemuan mereka terjadi ketika

    Raden Sukemi, yang sehabis menyelesaikan studi di Sekolah Pendidikan Guru

    Pertama di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, ditempatkan di Sekolah Dasar

    Pribumi di Singaraja, Bali.

    Dalam usia kanak-kanak, Soekarno tinggal dan diasuh oleh kakeknya, Raden

    Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Kakeknya adalah seorang pedagang

    batik, yang secara tidak langsung membantu penghidupan dari kedua orangtua

    Soekarno yang pada waktu itu tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk

    menghidupi dirinya dan kakaknya. Kecintaan Soekarno terhadap wayang kulit, mulai

    tumbuh selama tinggal bersama kakeknya. Ia sering kali menonton wayang kulit

    sampai larut malam. Kesenangannya menonton wayang membuatnya terkesan dengan

    tokoh Bima dibandingkan dengan tokoh lain.

    Tokoh Bima juga memiliki pengaruh yang besar dalam sikap dan pandangan

    politiknya kelak. Sikap nonkooperasi terhadap musuh-musuhnya, kaum imperialis

    maupun kaum kapitalis, serta kesediaannya dalam waktu bersamaan berkompromi

    dengan sesama rekan seperjuangannya, meskipun berbeda pandangan praktis dapat

    dikatakan berasal dari Bima.

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    6/21

    Di Tulung Agung, ia pertama kali masuk sekolah. Tetapi ia kurang

    mempergunakan kesempatan sebaik mungkin untuk belajar. Hal ini disebabkan ia

    lebih sering melamun tentang kisah perang Bharata Yudha. Namun, sisi

    keingintahuan yang besar dan minatnya terhadap pengetahuan sudah mulai tumbuh

    pada saat ini. Berkat sifat keingintahuan yang dimiliki olehnya, Soekarno memiliki

    wawasan yang lebih luas daripada teman-teman sebayanya.

    Tidak lama kemudian, setelah kedua orangtuanya pindah ke Sidoarjo dan

    mendapat jabatan sebagai Kepala Eerste Klasse School di Mojokerto, di sini,

    kepandaiannya mulai terlihat dengan jelas. Mungkin ini disebabkan oleh profesi

    ayahnya yang juga seorang guru sehingga dapat mengawasi kegiatan belajar

    mengajar anaknya secara langsung. Kemudian, Raden Sukemi memasukkan Soekarno

    ke Europeesche Lagere School (E.L.S). Sekolah tersebut didirikan guna memenuhi

    kebutuhan anak-anak pekerja di pabrik gula.

    Selama bersekolah di sini, Soekarno merasakan adanya diskriminasi yang

    diberlakukan kepada kaumnya. Hanya bumiputera tertentu yang mendapatkan

    kesempatan untuk mendapatkan hak istimewa itu. Mereka yang bukan anak pejabat

    hanya bisa masuk ketika ada izin khusus dari residen dan memenuhi syarat-syarat

    tertentu. Sebelum ia menginjakkan kaki di tempat tersebut, pada tahun 1913,

    Soekarno harus mengorbankan waktunya untuk memperdalam bahasa Belanda pada

    Juffrow M.P De La Riviera, guru bahasa Belanda di ELS. Selama bersekolah di ELS

    Soekarno juga mengalami cinta pertama kepada seorang gadis Belanda yang

    bernama, Rikameelhuysen. Tetapi, hubungan mereka berdua ditentang oleh ayahsang gadis karena melihat kedudukan Soekarno yang hanya merupakan pribumi.

    Meskipun, akhirnya hubungan itu putus dan Soekarno dihina, ia tidak marah karena

    menganggap hal itu sudah biasa.

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    7/21

    Pribadi Soekarno, selain banyak mendapatkan pendidikan di ELS, ia juga

    mendapatkan pendidikan dari ayahnya dengan keras, penuh disiplin, tetapi di sisi lain

    mengajarkan untuk mencintai makhluk tak berdaya. Sedangkan dari ibunya, Nyoman

    Rai, ia mendapatkan pengaruh mistik dari pemikiran Hindu dan sifat yang lemah

    lembut serta kasih sayang. Dari pembantunya Sarinah, sebagaimana diungkapkan

    oleh Soekarno sendiri, ia memperoleh pengaruh kemanusiaan dan sikap emansipasif.

    Ia amat terkesan dan mengagumi sikap perempuan tersebut. Meskipun ia hanya

    seorang pembantu, di mata Soekarno ia adalah perempuan bijaksana dan berbudi

    luhur.

    Setelah menyelesaikan ELS di Mojokerto, pada tahun 1915, Sukarno ingin

    melanjutkan pelajarannya di Hogere Burger School (HBS). Agar Soekarno diterima

    sebagai siswa HBS, ayahnya menggunakan pengaruh kawannya untuk memasukkan ke

    sekolah tertinggi yang ada di Jawa Timur tersebut. Melalui jasa baik, H.O.S

    Tjokrominoto, Soekarno akhirnya diterima di sana. Bahkan tokoh gerakan massa

    nasionalis Islam itu memberikan pondokan di kediamannya, walaupun ia tidak

    mendapatkan kamar yang baik. Ia menempati sebuah kamar yang gelap tanpa jendela

    dan daun pintu. Sebagai penerangan lampu pijar yang menyala sepanjang hari. Tetapi

    ia menerima kenyataan tersebut tanpa menggerutu, karena memang tidak ada kamar

    lagi dan hanya itulah satu-satunya kamar yang belum terisi dan Soekarno menjadi

    penghuninya. Tetapi yang penting bagi ayahnya adalah anaknya dapat tinggal satu

    atap dengan “Raja Jawa” yang tak bermahkota.

    Alasan dari Sukemi untuk menitipkan Soekarno kepada Tjokrominotodijelaskan oleh Soekarno dalam buku biografinya yang ditulis oleh Cindy Adams

    (1966), sebagaimana yang diungkap oleh Soekarno: “Tjokro adalah pemimpin baik

    dari orang Jawa. Sungguhpun engkau akan mendapat pendidikan Belanda, aku tidak

    ingin darah dagingku menjadi kebarat-baratan. Karena itu kukirim kepada Tjokro

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    8/21

    orang yang dijuluki Belanda sebagai Raja Jawa yang tidak dinobatkan. Aku tidak

    ingin melupakan, bahwa warisanmu adalah untuk menjadi Karna kedua.” 

    Selama berada di Surabaya, Soekarno banyak mendapatkan pengaruh

    pemikiran barat yang modern. Perpisahan dengan orangtua dan lingkungan desanya

     juga memberikan pengaruh positif bagi dirinya. Soekarno berada di Surabaya

    selama lima tahun. Selama itu ia tinggal di rumah Tjokrominoto. Di tempat itulah

    pendidikan politik Soekarno dimulai dengan interaksi dengan berbagai pemahaman

    pemikiran yang ada di sana. Soekarno juga berkenalan dengan orang-orang beraliran

    sosialis, seperti Alimin, Muso, dan Dharsono yang juga mendapat kedudukan penting

    dalam kepengurusan Sarekat Islam maupun di dalam keanggotaan Indische School

    Democratische Vereeniging (ISDV).

    Sebagai remaja yang gelisah, ia menyalurkan aspirasinya melalui surat kabar

    Milik Sarekat Islam, Oetoesan Hindia. Ia Menuangkan Pemikiran Dengan Nama

    samaran ‘Bima”. Menurut pengakuannya, penggunaan nama samaran itu dimaksudkan

    agar ia tidak dimarahi oleh ayahnya, sebab ayahnya akan marah apabila mengetahui

    anaknya membahayakan masa depannya sendiri. Memang kata-kata yang digunakan

    Soekarno cukup tajam seperti “Hancurkan segera kapitalisme yang dibantu oleh

    budaknya, imperialisme. Dengan kekuatan Islam, Insya Allah itu segera

    dilaksanakan.” Di samping itu, Soekarno juga aktif dan melibatkan dirinya dalam

    organisasi pemuda Tri Koro Darmo Cabang Surabaya, yang dibentuk pada 1915

    sebagai bagian dari organisasi Budi Oetomo. Kemudian berganti nama menjadi Jong

    Java 

    pada 1918.Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS pada 10 Juni 1921, Soekarno

    beserta istrinya, Siti Oetari Tjokrominoto, puteri Tjokrominoto yang dinikahi

    olehnya pada 1920 atau 1921, meninggalkan Surabaya menuju Bandung. Di sana ia

    bersama istrinya berdiam di kediaman Haji Sanusi, anggota Sarekat Islam dan juga

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    9/21

    kawan akrab Tjokrominoto. Di tempat itu pula Soekarno pertama kali bertemu

    dengan Inggit Garnasih, Isteri Haji Sanusi. Kota Bandung mempunyai iklim ideologis

     yang khas jika dibandingkan dengan kota-kota lain. Jika Sarekat Islam berpusat di

    Surabaya, maka Semarang dikenal sebagai pusat pemikiran Marxisme. Kedua kota ini

    saling mempengaruhi dan saling berebut pengaruh.

    Tetapi Bandung justru menampilkan watak yang berlainan dengan kedua kota di

    atas, sebab di kota Bandung telah berkembang sebuah pemikiran bahwa tujuan

    pergerakan adalah kemerdekaan penuh bagi Indonesia. Gagasan-gagasan ini

    dikembangkan oleh para pemimpin Indische Partij yang akhirnya mempengaruhi

    pemikiran-pemikiran selanjutnya. Akhirnya kota Bandung menampilkan diri sebagai

    pusat pemikiran nasionalis sekuler.

    Di kota ini, Soekarno berkenalan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler,

    seperti, E.F.E Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara.

    Perkenalan ini telah membawa nuansa baru dalam berpikir Soekarno. Seperti halnya

    dalam pendekatan yang diperkenalkan oleh Douwes Dekker dalam mendekati situasi

    Hindia Belanda dan bagaimana cara mengubahnya amat menarik perhatian Soekarno.

    Pemikiran yang diperkenalkan tersebut terlihat berbeda dari pemikiran sebelumnya

    didapat dari tokoh-tokoh yang ditemuinya.

    Dengan bertemunya berbagai tokoh yang memiliki berbagai aliran pemikiran

    tentunya membuat pikiran Soekarno semakin tersusun secara teratur. Di samping

    itu kesaksiaannya terlihat di depan matanya. Soekarno melihat di lingkungan

    Tjokrominoto senantiasa timbul pertentangan antara Golongan Kanan(Tjokrominoto) dengan Golongan Kiri (Semaun-Darsono) dalam Sentral Serikat

    Islam yang berkedudukan di Surabaya. Pertikaian yang memuncak tersebut berakhir

    dengan terpecahnya Sarekat Islam menjadi dua bagian, yakni Sarekat Islam Putih

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    10/21

    dan Merah. Sarekat Islam Merah, akhirnya merubah dirinya menjadi Sarekat

    Rakyat.

    Jiwa patriotisme Soekarno tidak hanya dibentuk melalui figur seorang

    Tjokrominoto. Sebagaimana diungkapkan oleh Bob Hering, bahwa adanya interaksi

    antara Soekarno dan para pengikut aliran Marxis seperti Muso, Alimin, dan Semaun.

    Juga para orang-orang sosialisme radikal Belanda, seperti Coos Hartogh, Henk

    Sneevliet, dan Aser Baars. Memang jika dipahami, pengaruh Nasionalisme, Islam,

    dan Marxisme-Sosialisme sudah memiliki andil yang besar pada diri Soekarno

    bahkan pada saat dia muda. Secara jelas, ini dibentuk dari keberadaan Soekarno

     yang pada mulanya mendapatkan pendidikan politik di Surabaya.

    Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung.

    Organisasi ini merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang

    didirikan olehnya pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkan dirinya

    ditangkap oleh Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan Pledoi atau

    Pembelaannya yang fenomenal dengan judul Indonesia Menggugat, hingga

    dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

    Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo),

     yang merupakan pecahan dari PNI. Akibatnya, Soekarno kembali ditangkap pada

    bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir hilang dan

    terlupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun, semangat dan api perjuangan yang

    tidak pernah padam senantiasa membuat Soekarno tetap tegar dalam menghadapi

    hambatan dalam perjuangan. Ini terbukti melalui suratnya kepada seorang guruPersatuan Islam bernama Ahmad Hassan.

    Selama menjadi Presiden, Soekarno banyak memberikan gagasan-gagasan di

    Dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, yang

    masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri,

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    11/21

    menyebabkan Presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk

    mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung dan menghasilkan Dasa Sila

    Bandung. Tujuan dari KAA adalah untuk menentang tindakan imperialisme dan

    kolonialisme yang terjadi di dunia yang banyak dilakukan oleh negara-negara barat.

    Setelah ‘Bercerai’ dengan Mohammad Hatta, pada tahun 1955, masa-masa

    kesuraman pemerintahan Soekarno sudah mulai tampak. Ditambah dengan keadaan

    politik dalam negeri yang sudah mulai tidak stabil akibat adanya pemberontakan

    separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Dan berpucak pada

    pemberontakkan G 30 S/ PKI, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak

    bisa memenuhi cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera. Akibat

    selanjutnya, Soekarno terpaksa dicabut masa jabatannya oleh MPRS setelah pidato

    pertanggungjawabannya ditolak.

    B.  Pemikiran Soekarno 

    Pada tanggal 17 Mei 1956 Presiden Soekarno mendapat kehormatan untuk

    menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat dalam rangka kunjungan

    resminya ke negeri tersebut. Sebagaimana dilaporkan dalam halaman pertama New

    York Times pada hari berikutnya, dalam pidato itu, dengan gigih Soekarno

    menyerang kolonialisme. Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi

    pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme,” kata Bung Karno, “Telah

    berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad.” Tetapi, tambahnya,

    perjuangan itu masih belum selesai. “Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakanselesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi

    kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan.

    Menarik untuk disimak bahwa meskipun pidato itu dengan keras menentang

    kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara barat, ia

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    12/21

    mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS). Namun, lebih menarik lagi

    karena pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno.

    Sebagaimana kita tahu, kuatnya semangat antikolonialisme dalam pidato itu

    bukanlah merupakan hal baru bagi Bung Karno. Bahkan sejak masa mudanya,

    terutama pada periode tahun 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-

    Imperialisme itu sudah jelas tampak. Bisa dikatakan bahwa sikap antikolonialisme

    dan anti-imperialisme Soekarno pada tahun 1950-an dan selanjutnya hanyalah

    merupakan kelanjutan dari pemikiran-pemikiran dia waktu muda.Tulisan berikut

    dimaksudkan untuk secara singkat melihat pemikiran Soekarno muda dalam

    menentang kolonialisme dan imperialisme dan selanjutnya elitisme serta bagaimana

    relevansinya untuk sekarang.

    1.  Antikolonialisme Dan Anti-Imperialisme

    Salah satu tulisan pokok yang biasanya diacu untuk menunjukkan sikap dan

    pemikiran Soekarno dalam menentang kolonialisme. Adalah tulisannya yang terkenal

     yang berjudul Nasionalisme, Islam Dan Marxisme”. Dalam tulisan yang aslinya

    dimuat secara berseri di Jurnal Indonesia Muda tahun 1926. Itu, sikap

    antikolonialisme tersebut tampak jelas sekali. Menurut Soekarno, yang pertama-

    tama perlu disadari adalah bahwa alasan utama kenapa para kolonialis Eropa datang

    ke Asia bukanlah untuk menjalankan suatu kewajiban luhur tertentu. Mereka datang

    terutama “Untuk mengisi perutnya yang keroncong belaka.” Artinya, motivasi pokok

    dari kolonialisme itu adalah ekonomi.

    Sebagai sistem yang motivasi utamanya adalah ekonomi, Soekarno percaya,kolonialisme erat terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang

    dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuan pokoknya adalah

    memaksimalisasi keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itu, kaum

    kapitalis tak segan-segan untuk mengeksploitasi orang lain. Melalui kolonialisme para

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    13/21

    kapitalis Eropa memeras tenaga dan kekayaan alam rakyat negeri-negeri terjajah

    demi keuntungan mereka. Melalui kolonialisme inilah di Asia dan Afrika, termasuk

    Indonesia, kapitalisme mendorong terjadinya apa yang ia sebut sebagai Exploitation

    De L’homme Par L’homme atau Eksploitasi Manusia oleh manusia lain.

    Soekarno menentang kolonialisme dan kapitalisme itu. Keduanya melahirkan

    struktur masyarakat yang eksploitatif. Sebagai suatu sistem yang eksploitatif,

    kapitalisme. Itu mendorong imperialisme, baik imperialisme politik maupun

    imperialisme ekonomi. Tetapi Soekarno muda tak ingin menyamakan begitu saja

    imperialisme dengan pemerintah kolonial imperialisme.

    2.  Anti-Elitisme

    Selain kolonialisme dan imperialisme, di mata Soekarno ada tantangan besar

    lain yang tak kalah pentingnya untuk dilawan, yakni Elitisme. Elitisme mendorong

    sekelompok orang merasa diri memiliki status sosial politik yang lebih tinggi

    daripada orang-orang lain, terutama rakyat kebanyakan.

    Elitisme ini tak kalah bahayanya, menurut Soekarno, karena melalui sistem

    feodal yang ada ia bisa dipraktikkan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyat

    negeri sendiri. Kalau dibiarkan, sikap ini tidak hanya bisa memecah-belah

    masyarakat terjajah, tetapi juga memungkinkan lestarinya sistem kolonial maupun

    sikap-sikap imperialis yang sedang mau dilawan itu. Lebih dari itu, elitisme bisa

    menjadi penghambat sikap-sikap demokratis dalam masyarakat modern yang dicita-

    citakan bagi Indonesia merdeka.

    Soekarno melihat bahwa kecenderungan elitisme itu tercermin kuat dalamstruktur bahasa Jawa yang dengan pola “Kromo” dan “Ngoko”-Nya mendukung

    adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat. Untuk menunjukkan

    ketidaksetujuannya atas stratifikasi. Demikian itu, dalam Rapat Tahunan Jong Java

    di Surabaya pada bulan Februari 1921, Soekarno berpidato dalam Bahasa Jawa

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    14/21

    Ngoko, dengan akibat bahwa ia menimbulkan keributan dan ditegur oleh Ketua

    Panitia. Upaya Soekarno yang jauh lebih besar dalam rangka menentang elitisme dan

    meninggikan harkat rakyat kecil di dalam proses perjuangan kemerdekaan tentu

    saja adalah pencetusan gagasan marhaenisme. Dalam kaitan dengan usaha mengatasi

    elitisme itu ditegaskan bahwa marhaneisme “Menolak tiap tindak borjuisme”  yang

    bagi Soekarno, merupakan sumber dari kepincangan yang ada dalam masyarakat. Ia

    berpandangan bahwa orang tidak seharusnya berpandangan rendah terhadap rakyat.

    Sebagaimana dikatakan oleh Ruth Mcvey, bagi Soekarno rakyat merupakan “Padanan

    mesianik dari proletariat dalam pemikiran Marx,” Dalam arti bahwa mereka ini

    merupakan “Kelompok  yang sekarang ini lemah dan terampas hak-haknya, tetapi

     yang nantinya, ketika digerakkan dalam gelora revolusi, akan mampu mengubah

    dunia.” 

    Langkah-langkah apa yang diusulkan oleh Soekarno untuk melawan kolonialisme,

    imperialisme serta elitisme itu? Pertama-tama ia mengusulkan ditempuhnya jalan

    nonkooperasi. Bahkan sejak tahun 1923 Soekarno sudah mulai mengambil langkah

    nonkooperasi itu, yakni ketika ia sama sekali menolak kerja sama dengan pemerintah

    kolonial. Dalam kaitan dengan ini ia kembali mengingatkan bahwa motivasi utama

    kolonialisme oleh orang Eropa adalah motivasi ekonomi. Oleh karena itu mereka tak

    akan dengan sukarela melepaskan koloninya.

    Langkah lain yang menurut Soekarno perlu segera diambil dalam menentang

    kolonialisme dan imperialisme itu adalah menggalang persatuan di antara para

    aktivis pergerakan. Dalam serial tulisan Nasionalisme, Islam dan Marxisme iamenyatakan bahwa sebagai bagian dari upaya melawan penjajahan itu tiga kelompok

    utama dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yakni para pejuang Nasionalis,

    Islam dan Marxis, hendaknya bersatu. Dalam persatuan itu nanti mereka akan

    mampu bekerja sama demi terciptanya kemerdekaan Indonesia. “Bahtera yang akan

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    15/21

    membawa kita kepada Indonesia merdeka,” ingat Soekarno, “Adalah Bahtera

    Persatuan.” 

    Seruan-seruan Soekarno itu pada tanggal 4 Juli 1927 dilanjutkan dengan

    pendirian Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sebagai tujuan utamanya

    dicanangkan untuk “Mencapai Kemerdekaan Indonesia.” Guna memberi semangat

    kepada para aktivis pergerakan, pada tahun 1928 ia menulis artikel berjudul Jerit

    Kegemparan, di mana ia menunjukkan bahwa sekarang ini pemerintah kolonial mulai

    waswas dengan semakin kuatnya pergerakan nasional yang mengancam kekuasaannya.

    Ketika pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan pada tanggal 29

    Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah kolonial, Soekarno justru memanfaatkan

    kesempatan di persidangan itu. Dalam Pleidoinya yang terkenal berjudul Indonesia

    Menggugat dengan tegas ia menyatakan perlawanannya terhadap kolonialisme. Dan

    tak lama setelah dibebaskan dari penjara pada tanggal 31 Desember 1931 ia

    bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yakni partai berhaluan nonkooperasi

     yang dibentuk pada tahun 1931 untuk menggantikan PNI yang telah dibubarkan oleh

    pemerintah kolonial.

    C.  Hal-hal yang Menarik dari Biografi Ir. Sookarno 

    Kecintaan Ir. Soekarno pada wayang semasa kecilnya sangat

    mempengaruhi sikap dan perilakunya terutama berdasarkan kecintaannya pada

    tokoh Bima menjadikannya pribadi yang jujur dan berani. Sikapnya yang keras dan

    nonkoopertaif membuatnya harus berurusan dengan pemerintah kolonial danmerelakan dirinya menjadi tawanan dan dipenjara berkali-kali.

    Sikapnya terhadap antielitisme jelas karena elitisme hanya merugikan

    kehidupan berbangsa karena bisa memecah kutuhan berbangsa apalagi bila itu

    tercermin dari sikap para elit pemerintahan dan elite metropolitan yang hanya

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    16/21

    saling berebut pengaruh dan kekuasaan serta meninggalkan kesejahteraan rakyat

     yang menjadi tujuan utama.

    Hal ini tampak misalnya ketika ia mendirikan PNI. Di satu pihak memang

    dengan jelas digariskan bahwa tujuan utama PNI adalah mencapai Indonesia

    merdeka. Tetapi di lain pihak cita-cita kemerdekaan itu tidak disertai hasrat untuk

    mengubah sistem politik yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial dengan sistem

    politik yang sama sekali baru. Alih-alih perubahan total, Soekarno, sebagaimana

    banyak aktivis pergerakan waktu itu, berkeinginan bahwa negeri yang merdeka itu

    nanti akan ditopang oleh sistem yang mirip dengan sistem yang menopangnya saat

    terjajah. Hanya elitenya akan diganti dengan elite baru, yakni elite pribumi.

    Berhubungan dengan sikap anti-elitismenya perlu dilihat bahwa meskipun

    dalam pidato dan tulisan-tulisannya Soekarno tampak melawan elitisme, tetapi

    sebenarnya bisa diragukan apakah ia sepenuhnya demikian. Hal ini tampak misalnya

    dalam pidato yang ia sampaikan pada tanggal

    26 November 1932 di Yogyakarta, kota pusat aristokrasi Jawa. Dalam pidato itu

    Soekarno mengajak setiap orang, apapun status sosialnya, untuk bersatu demi

    kemerdekaan. Tetapi sekaligus ia menegaskan bahwa bersama Partindo dirinya tidak

    menginginkan perjuangan kelas. Dalam tulisan Nasionalisme, Islam dan Marxisme,

    sebagaimana disinyalir oleh Mcvey, sebenarnya Soekarno sama sekali tidak sedang

    bicara dengan rakyat banyak. Dalam tulisan itu ia, menurut Mcvey, “Tidak

    menyampaikan imbauannya kepada kelompok-kelompok radikal pedesaan dan proletar yang telah memelopori pemberontakan komunis setahun sebelumnya, atau kepada

    para santri-santri taat pejuang Islam, atau kepada rakyat kebanyakan di dalam

    maupun di sekitar wilayah perkotaan yang bergabung ke dalam PNI yang didirikan

    oleh Soekarno saat mereka sedang mencari pegangan di tengah lunturnya nilai-nilai

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    17/21

    tradisional.” Soekarno, sebaliknya, lebih mengalamatkan imbauannya kepada sesama

    kaum elite pergerakan, atau kepada apa yang disebut oleh Mcvey sebagai “Elite

    Metropolitan,”  yang keanggotaannya biasanya ditentukan oleh tingkat pendidikan

    barat yang diperoleh seseorang.

    Jika Soekarno tampak terpisah dari rakyat, sebenarnya ia tidak sendirian.

    Banyak tokoh elite perjuangan pada zamannya juga demikian. Ketika membubarkan

    PNI pada tanggal 25 April 1931, misalnya, para pemimpin partai itu tidak banyak

    berkonsultasi dengan rakyat kebanyakan yang menjadi anggotanya. Akibatnya

    rakyat menjadi kecewa, membentuk apa yang disebut “Golongan Merdeka,” dan

    memperjuangkan pentingnya pendidikan rakyat.

    Bahkan pada masa revolusi sendiri bisa dipertanyakan apakah sebenarnya

    rakyat yang ikut gigih bertempur dan berkorban mempertahankan kemerdekaan itu

    mendapat kesempatan yang maksimal dalam menentukan arah revolusi. Dalam

    tulisannya mengenai pola hubungan antara elite dan rakyat pada zaman revolusi,

    Barbara Harvey menyatakan bahwa hubungan itu tidak hanya amat lemah, tetapi

     juga berakibat cukup fatal bagi revolusi kemerdekaan itu sendiri. Lemahnya

    hubungan antara para pemimpin nasional di tingkat pusat dengan rakyat di desa-

    desa, menurut dia, “Merupakan faktor utama bagi gagalnya elite kepemimpinan

    untuk menggalang dan mengarahkan kekuatan rakyat demi terwujudnya tujuan-

    tujuan revolusi.” 

    Dengan kata lain, sebenarnya rakyat tidak sepenuhnya dilibatkan dalam proses

    bernegara. Jika ini benar, mungkin tak terlalu mengherankan jika PKImeskipun pada tahun 1948 ditekan besar-besaran setelah Peristiwa Madiun, dalam

    waktu singkat berkembang pesat pengikutnya. Ini antara lain karena di dalam PKI

    banyak rakyat merasakan bahwa justru dalam partai yang menekankan

    antikemapanan (Baca: Anti-Elite Metropolitan) itu kepentingan dan cita-cita mereka

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    18/21

    mendapat tempatnya. Dalam Pemilu 1955 PKI bahkan berhasil memperoleh suara

    terbanyak keempat.

    Dengan sedikit meminjam seruan Bung Karno yang terkenal, sekarang ini kita

    perlu “Membangun Dunia Baru.” Tetapi upaya untuk membangun dunia yang baru itu

    kiranya harus dimulai dengan terlebih dahulu “Membangun Indonesia Baru.” Dan

    upaya membangun Indonesia Baru itu mungkin harus dimulai dengan membangun elite

    politik yang benar-benar lahir dari kalangan rakyat dan memperjuangkan

    kepentingan rakyat. Dalam Indonesia yang baru itu diharapkan tiada lagi, kalaupun

    ada kecil peranannya, kelompok elite yang hanya sibuk berebut kekuasaan dan

    pengaruh.

    Hal ini bisa terjadi jika para aktivis muda reformasi sekarang ini tidak enggan

    untuk belajar dari para aktivis pergerakan generasi tahun 1920-an. Di satu pihak

    meneruskan sikap militan generasi itu dalam memperjuangkan cita-cita bersama dan

    rela berkorban demi cita-cita itu. Di lain pihak menolak kecenderungan untuk

    mewarisi sistem pemerintahan sebelumnya, yakni Kecenderungan Untuk Mengganti

    Elite Lama Dengan Elite Yang Baru Tetapi yang pola dan orientasi politiknya tetap

    sama. Dengan demikian akan bisa diharapkan lahirnya elite politik yang benar-benar

    berorientasi pada semakin terwujudnya demokrasi.

    D.  Hal-hal yang dapat diteladani dari biografi Ir. Soekarno 

    Ir. Soekarno adalah bapak bangsa yang lahir hanya dari golongan priyayi

    rendahan namun dengan semangat dan keteguhan hati dia mampu mengenyam

    pendidikan yang tinggi dan susah dicapai pada zamannya. Di samping itu diamendapat bimbingan dari tokoh –tokoh pergerakan yang berbeda pandangan dan

    pikiran sehingga dia mampu menerima semua bimbingan itu dan mengaplikasikannya

    secara objektif dalam berpikir dan bertindak khususnya dalam usaha perjuangannya

    mewujudkan Indonesia merdeka dan memerangi elitsme yang bisa menghancurkan

    keutuhan berbangsa. Sikap konsistensi dari idealismenya terhadap perjuangan serta

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    19/21

    cita-citanya merelakan dirinya menjadi tawanan karena menentang kolonialisme

    menjadi sesuatu yang patut dicontoh karena saat ini kita telah kehilangan figur

    pemimpin yang berani dan rela berkorban demi rakyatnya dan tidak mementingkan

    diri sendiri. Beliau rela dibuang di pulau terpencil namun semangatnya tidak pernah

    padam. Belanda boleh memenjarakan tubuhnya tetapi tidak semangat danpemikirannya. Sikap militansi ini yang jarang dimiliki para pemimpin dan generasi

    muda yang ada di era ini.

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    20/21

    BAB III 

    PENUTUP 

    A.  Simpulan

    1.  Ir. Soekarno (lahir di Blitar pada 6 Juni 1901- meninggal pada tanggal 21 Juni 1970

    di kota Blitar, Jawa Timur). Ayahnya Raden Sukemi Sosrohadihardjo, adalah

    seorang priyayi rendahan yang bekerja sebagai guru sekolah dasar. Ibunya Nyoman

    Rai berdarah biru dari Bali dan beragama Hindu. Pertemuan mereka terjadi ketika

    Raden Sukemi, yang sehabis menyelesaikan studi di Sekolah Pendidikan Guru

    Pertama di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, ditempatkan di Sekolah Dasar

    Pribumi di Singaraja, Bali.

    2.  Dua hal besar yang menjadi sikap dan pemikiran Ir Soekarno yang dijadikan

    sebagai pedoman perjuangannya yaitu Soekarno menentang kolonialisme dan

    kapitalisme itu. Keduanya melahirkan struktur masyarakat yang eksploitatif.

    Sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong imperialisme,

    baik imperialisme politik maupun imperialisme ekonomi. Tetapi Soekarno tak ingin

    menyamakan begitu saja imperialisme dengan pemerintah kolonial. Imperialisme,

    menurut Soekarno, yang pertama-tama perlu disadari adalah bahwa alasan utama

    kenapa para kolonialis Eropa datang ke Asia bukanlah untuk menjalankan suatu

    kewajiban luhur tertentu. Mereka datang terutama “Untuk mengisi perutnya yang

    keroncongan belaka.” Artinya, motivasi pokok dari kolonialisme itu adalah ekonomi.

    Sebagai sistem yang motivasi utamanya adalah ekonomi. Langkah lain yang menurutSoekarno perlu segera diambil dalam menentang kolonialisme dan imperialisme itu

    adalah menggalang persatuan di antara para aktivis pergerakan.

    3.  Ada beberapa hal yang menarik dalam biografi Ir. Soekarno dimana semasa

    mudanya ia sangat menggemari tokoh Bima dalam pewayangan yang mempengaruhi

  • 8/17/2019 Rani Rochmatika x Ak 2

    21/21

    sikap dan cara hidupnya. Di samping itu dia memiliki pendidikan baik formal maupun

    non formal yang tinggi dan dibimbing oleh tokoh-tokoh yang berbeda aliran sehingga

    turut mempengaruhi cara berpikir dan bersikap dalam setiap usahanya berjuang

    untuk Indonesia. Walaupun di akhir masa-masa kepemimpinannya dia telah mampu

    berjuang memerangi kolonialisme dan imperialisme namun ternyata dia tidak mampu

    melepaskan diri dari belenggu elitisme yang juga menjadi sikap perjuangannya yang

    anti elitisme dimana sikap ini hanya mementingkan diri dan kelompoknya terutama

    bagi para kaum elit metropolitan sikap ini tercermin dalam perebutan pengaruh dan

    kekuasaan dan meninggalkan kepentingan rakyat yang menjadi tujuan utamanya.

    4.  Sikapnya yang konsisten dan nonkooperatif membuatnya rela dibuang dan

    ditangkap oleh pemerintaha kolonial merupakan idealisme yang jarang ditemui saat

    ini. Kemauan belajar dan menerima bimbingan dari semua pihak juga patut diteladani

    karena melatih kita untuk berpikir objektif dan memandang dari 1 sisi saja dan

    cenderung berpikiran sempit.