Upload
maulana-malik-ibrahim
View
28
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Aqidah
Aqidah �د�ة�) �ع�ق�ي �ل (ا menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata
al-‘aqdu �ع�ق�د�) (ال yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( �ق� �ي �و�ث (الت yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( �ام� �ح�ك �إل (ا yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( �ق�و�ة� ب �ط� ب yang berarti (الر�
mengikat dengan kuat.1 Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah
iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.2
Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah ,dengan segala pelaksanaan kewajiban ازوجل� bertauhid dan taat
kepada-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-
kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang
telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang
ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih,
serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara
amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih
serta ijma’ Salafush Shalih.3
1 Yasid bin Abdul Qadir Jawas, Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet.I, (Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2004), hlm. 11-14.2 Ibid.3 Ibid.
1
B. Metode Pembentukan Aqidah para Sahabat pada Zaman Nabi Saw
1. Metode Pendidikan Aqidah Nabi Saw
Metode secara etimologis, yaitu “a way in achieving something” (cara
yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu)4. Sedangkan dalam bahasa
Yunani, metode berasal dari kata “meta” yang berarti sepanjang, “hodos”
berarti jalan. jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-
langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu.5
Maka, metode Nabi Saw dalam membentuk aqidah para sahabat
dengan mengajarkan aqidah dapat diartikan sebagai cara yang digunakan Nabi
Saw untuk melakukan proses pembelajaran tentang segala yang termasuk dari
cakupan aqidah. Nabi Muhammad Saw sebagai nabi penutup yang diutus
untuk menyebarkan aqidah baru yaitu aqidah Islam, memiliki metode-metode
khusus dalam proses penyebaran atau pengajarannya kepada umat Islam
Quraisy yang memiliki sosio-kultural khusus. Mulai tahun 615 M. beliau
memperkenalkan ajarannya kepada masyarakat Arab, terutama kabilahnya
sendiri, yaitu Bani Hashim.6
4 Wina Senjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 29.
5 M. Myrda, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Delta Pemungkas, 1997), hlm. 296.
2
Masyarakat Arab menolak terhadap ajaran Muhammad Saw tersebut.
Mereka menganggap bahwa ajarannya bertentangan dengan martabat mereka.
Kemudian juga, pada tahun 616 M., ajaran Nabi Muhammad Saw
mendapatkan tantangan yang lebih berat lagi. Tauhid yang diajarkan beliau
dianggap sebagai bentuk tantangan terhadap tatanan lama, yaitu penyembahan
berhala (paganism), sehingga efek dari penolakan tersebut adalah
penganiayaan terhadap para pengikut Nabi Muhammad Saw, bahkan beliau
dianggap sebagai sosok yang paling membahayakan. Namun, kondisi tersebut
tidak membuatnya gentar di dalam menyebarkan ajaran Islam, terutama
aqidah. Beliau memiliki cara-cara khusus untuk menjadikan ajaran aqidahnya
diterima dengan baik oleh masyarakat Arab, sehingga dalam jangka waktu 23
tahun, Nabi Muhammad Saw mampu menanamkan ajaran aqidahnya dengan
kokoh dan sempurna, dan mampu mendekonstruksi paganisme yang telah
mengakar di kalangan masyarakat Arab.7
Kesuksesan ini tidak lepas dari metode Nabi Muhammad Saw dalam
mendidik para umat Islam periode pertama. Beliau mengarahkan
pendidikannya kepada pembangunan mentalitas spiritual (spiritual mentality
building). Beliau meletakkan fondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat
terhadap umat islam, yaitu pendidikan karakter terdalam jiwa seseorang, dan
6 Ali Sadiqin, Antropologi al- Qur’an; Model Dialektika Wahyu Dan Budaya, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2008), hlm. 72.
7 Ibid., hlm. 72.
3
membangun mentalitas kokoh, sehingga umat Islam terbebas dari kekelaman
secara batin di dalam hidupnya.8
Metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah Saw lebih terfokus
kepada upaya menyucikan manusia, yang menghormati dan mengilhami nalar,
dan membimbing nalar menuju tingkatan tertinggi di bawah bimbingan
wahyu.9
Dalam mendidik para sahabat untuk membentuk aqidahnya,
setidaknya Nabi Saw menggunakan beberapa metode pendidikan yang
dilakukan Nabi Saw pada periode Mekkah dan Madinah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Najib Khalid al- Amr dalam bukunya “Tarbiyah Islamiyah”
adalah :
a. Melalui teguran langsung 10:
Metode teguran ini dilakukan oleh Nabi Saw di dalam membentuk
aqidah dan mendidik para sahabat tentang keimanan secara total terhadap
Allah. Metode pendidikan seperti ini dilakukan ketika terdapat
sekelompok dari orang Islam Ahl al- kitab, seperti Abdullah Ibn Salam
dan para sahabatnya ketika telah mengatakan keberimanan mereka
terhadap ajaran Islam yang dibawaoleh Nabi Saw, mereka tetap ngotot
8 Muhammad Zairul Haq, Muhammad Saw Sebagai Guru, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010),
hlm. 72-73.
9 M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad Saw, Edisi Terj, (Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 194.
10 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 144-145.
4
untuk melestarikan syari’at-syari’at yang telah diajarkan oleh Nabi Musa,
mereka mengagungkan hari Sabtu yang menjadi hari agungnya orang
Yahudi. Mereka tidak suka terhadap daging-daging unta karena
merupakan ajaran yang diwajibkan di dalam kitab Taurat untuk diikuti.11
Hal demikian oleh Nabi Saw dianggap salah dan ditegur langsung
oleh beliau dengan firman Allah di dalam QS: Al- Baqarah(2): 208 :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.12
b. Menggunakan perbandingan kisah orang-orang terdahulu.
Di dalam mengajarkan tentang keimanan dalam pembentukan
aqidah para sahabat, Nabi Saw menggunakan perumpaan orang-orang
terdahulu yang pura-pura beriman di hadapan para nabi-nabi mereka,
tetapi ketika mereka berbalik, mereka ingkar kepada Allah:
Hal ini, dijelaskan di dalam di dalam QS: Al- Baqarah(02): 8-10 :
11 Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Hasan Ibn Husain al- Taimy al- Razi, Mafatih al-
Ghaib, Jilid III, (Bairut : Dar alKutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 224.
12 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992), hlm. 50 .
5
Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman
kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.13
Metode ini dipakai oleh Nabi Saw, karena cerita yang disampaikan
mampu meninggalkan bekas yang sangat dalam pada jiwa para sahabat
waktu itu. Ia menjadi pengarah yang paling indah. Di dengar oleh sahabat
dengan penuh perhatian dan konsentrasi serta diterima oleh pendengaran
dan hati mereka dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mereka
mendatangkan cerita tanpa menekan para sahabat dengan perintah dan
larangan, melainkan memberitahu mereka tentang peristiwa yang terjadi
pada orang lain, sehingga dengan sendirinya mereka bisa mengambil
pelajaran, hikmah, dan keteladanan.14
13 Ibid., hlm. 9-10.14 Sheikh Muhammad al- Azza’, Metode Pengajaran Nabi Saw, (Edisi Terj), (Surabaya:
Pustaka Elba, 2009), hlm. 101.
6
c. Menggunakan Bahasa Isyarat
Di dalam membentuk aqidah para sahabat, Nabi Saw kadangkala
menggunakan metode isyarat untuk membuat mereka bisa menyerap dan
memahami apa yang telah dijelaskan, kaitannya dengan aqidah. Hal ini
dilakukan oleh beliau ketika menjelaskan tentang tempat atau posisi
keimanan seseorang kepada para sahabat, seperti yang dijelaskan di dalam
hadisnya :
Menceritakan kepada kami Mu’tamirdari Isma’il, dia berkata “aku
mendengar Qais meriwayatkan hadis dari Ibn Mas’ud, dia berkata “bahwa
Nabi Saw berisharah dengan tangannya ke arah Yaman dan bersabda “
ingatlah bahwa iman itu tempatnya di sini, dan sesungguhnya kerasnya
hati itu ada pada kalangan pengembala yang berada di ujung ekor unta di
mana dua tanduk syaitan itu tumbuh di musim dingin dan hijau”.15
Isyarat yang dijadikan metode pendidikan Nabi Saw, tujuannya
untuk memperjelas maksud dan mengingatkan para sahabata tentang
betapa pentingnya materi yang beliau sampaikan.
15 Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al- Hasan al Qushairi al- Nisaburi, Sahih Muslim, Jilid I, (Bairut:
Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), hlm. 270.
7
d. Menghibur (Tabshir)
Salah satu metode Nabi Saw dalam membentuk aqidah para
sahabat yaitu dengan menggunakan metode menghibur atau memberikan
kabar gembira dengan iming-iming balasan yang akan diperoleh bagi
orang yang melakukannya. Hal itu, dapat dilihat ketika Nabi Saw
mengajarkan tentang status dan balasan orang yang mati dalam keadaan
beriman kepada Allah dan tidak menyekutukannya, seperti yang
dijelaskan di dalam hadisnya:
Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn al- Muthanna dan Ibn
Basshar, berkata Ibn al- Muthanna, menceritakan kepada kami
Muhammad Ibn Ja’far, menceritakan kepada kai Shu’bah dari Wasil al
Ahdab, dari Ma’rur Ibn Suwaid, dia berkata “aku mendengar Abu Dzar
Menceritakan dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda “ Jibril datang
kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa barang siapa yang mati
dari umatmu dalam keadaan tidak menyekutukan Allah sedikitpun, maka
8
ia pasti masuk surga, aku bertanya “sekalipun berzina dan mencuri ?”
beliau menjawab “sekalipun berzina dan mencuri”. 16
e. Menakut-nakuti (Tandzir)
Metode lain yang dilakukan Nabi saw dalam mendidik dan
membentuk aqidah para sahabat yaitu menakut-nakuti dengan cara
menyebutkan konsekuensi yang akan diperolehnya. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh beliau di dalam hadisnya:
Menceritakan kepada kami Yazid, dia berkata “ mengabarkan
kepada kami Sadaqah Ibn Musa, dia berkata “menceritakan kepada kami
Abu ‘Imran al- Juwaini, dari Yazid Ibn Babnus, dari ‘Aisyah, dia berkata
“bahwa Rasulullah Saw bersabda “ pengadilan di sisi Allah itu ada tiga
macam, pertama pengadilan yang tidak dipedulikan sedikitpun oleh Allah,
kedua, pengadilan yang tidak pernah ditinggalkan sedikitpun oleh Allah,
ketiga adalah pengadilan yang tidak akan diampuni oleh Allah.17
16 Ibid., hlm. 254.17 Ahmad Ibn Hambal, Musnad al Imam Ahmad Ibn Hambal, Jilid VII, (Kairo: Muassasah al- Risalah, 1999), hm. 155.
9
Adapun pengadilan yang tidak akan diampuni oleh Allah adalah
pengadilan tentang musyrik kepada-Nya. Adapun pengadilan yang tidak
dipedulikan oleh Allah adalah aniayanya hamba kepada dirinya sendiri
akan hak-hak yang wajib kepadanya terhadap Allah, seperti puasa yang
ditinggalkannya dan shalat yang dilalaikannya, maka Allah akan
mengampuni semua itu jika berkehendak. Sedangkan pengadilan yang
tidak akan pernah ditinggalkan oleh Allah adalah aniayanya sebagian
hamba terhadap sebagian yang lain khususnya tukang gosip secara pasti.
2. Metode Pembelajaran Aqidah Nabi Saw
Untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif dan menyenangkan
dalam mengajar para sahabatnya, khususnya tentang masalah aqidah Islam,
Rasulullah Saw menggunakan bermacam-macam metode. Dari itu semua,
pendidikan Rasulullah Saw kepada para sahabat dapat dirasakan
kesuksesannya khususnya di bidang aqidah yang termanifestasi dalam bentuk
sikap dan prilaku yang ditampilkan oleh para sahabat. Dan pada saat itu juga,
Rasulullah dengan bangga menjuluki masa di mana beliau hidup dengan masa
yang paling baik (khair al qarn), khususnya dalam proses pendidikan. Dalam
hal ini, metode-metode yang dipakai Rasulullah Saw dalam proses
pembelajarannya adalah sebagai berikut:18
a. Ceramah
18 Syamsul Rizal, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2007), hlm. 16.
10
Nabi Saw paling sering menggunakan metode ini dalam proses
pengajarannya kepada para sahabat, khususnya untuk menyampaikan
perintah-perintah Allah yang berkaitan dengan aqidah islam. Dengan
tujuan pokok, meningkatnya ketakwaan dan dilakukannya dengan
perbaikan sikap, cara berfikir dan bertingkah laku karena telah memahami
isi firman Tuhan yang disampaikan.19
Nabi Saw sebagai pendidik atau guru di kala itu memiliki
karakteristik da’ie. Ceramah yang beliau sampaikan sangat menarik hati
dan menyentuh kepada semua pendengar serta sangat membantu dalam
meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Maka, tak jarang para sahabat
(murid) Nabi Saw menangis ketika mendengarkan ceramah beliau. Di
antara contoh pembelajaran aqidah islam yang diajarkan oleh Nabi Saw
dengan menggunaka metode ceramah adalah di dalam hadisnya :
Menceritakan kepada kami Musa Ibn Isma’il, menceritakan kepada
kami Hammad, mengabarkan kepada kami Suhail Ibn Abi Shalih dari
19 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 2003), hlm. 251.
11
Abdullah Ibn Dinar dari Abi Salih dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah
Saw bersabda “iman itu adalah terbagi mencadi tujuh puluh tujuh cabang,
paling utamanya adalah perkataan “laa ilaha illallah, dan paling rendahnya
adalah menyingkirkan hal-hal yang menggangu dari jalan.20
Rasa malu juga termasuk dari bagian dari iman. Kemudian di
dalam hadis lain di jelaskan :
Menceritakan kepada kami Isa Ibn Hammad, dia berkata
“menceritakan kepada kami al-Laith dari Ibn ‘Ajlan dari Suhail Ibn Abi
Salih dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda
“tidak akan berkumpul dua hal di neraka yaitu orang islam yang
memerangi orang kafir kemudian menolak dan mendekatinya, dan tidak
berkumpul dua hal di dalam hati orang mukmin yaitu debu berjihad di
jalan Allah dan kelapangan neraka Jahannam, dan tidak berkumpul dua
perkara di dalam hatinya seorang hamba, yaitu keimanan dan rasa iri
dengki.21
20 Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr al- Azdi,
Sunan Abi Dawud, Jilid XII, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), hlm. 285.
21 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shuieb al- Nasa’I, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VI, (Beirut: Dar al
Ma’rifah, tt), hlm. 320.
12
Metode ceramah yang digunakan Rasulullah Saw di dalam
menyampaikan materi tentang aqidah sangat menyentuh hati para sahabat
yang mendengarkannya, sehingga tidak jarang di antara mereka ada yang
menangis ketika mendengarkan cerahmnya, dan mereka dapat
meningkatkan nilai-nilai ketakwaan mereka kepada Allah.
b. Metode Dialog
Adapun metode yang akan dipakai Nabi Saw, di dalam proses
pembelajaran materi aqidah dalam membentuk aqidah para sahabat adalah
menggunakan metode dialog yang berpusat pada guru dan siswa (teacher-
student centered). Secara etimologis, dialog adalah percakapan, karya tulis
yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih. Jadi
berdialog adalah bertanya jawab secara langsung yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih.22
Rasulullah Saw juga cukup sering menggunakan metode ini untuk
mengajar para sahabat tentang masalah aqidah. Hal ini dapat dijumpai
dalam hadisnya ketika beliau mengajarkan tentang keimanan kepada
sahabatnya:
22 Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2000), hlm. 261.
13
Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Rafi’, dia berkata
“menceritakan kepada kami Abd al- Razzaq, dia berkata “mengabarkan
kepada kami Ma’mar dari al- Zuhri dari Ibn Musayyab dari Abu Hurairah,
dia berkata “bertanya seorang laki-laki kepada Nabi Saw, dia berkata
“wahai Rasulullah Saw ! perbuatan apa yang lebih utama ? beliau
menjawab “iman kepada Allah, dia bertanya “kemudian apa?” beliau
menjawab “jihad di jalan Allah”, kemudian dia bertanya lagi “kemudian
apa ?”, beliau menjawab “kemudian haji yang mabrur”.23
Di dalam berdialog, Rasulullah Saw berbicara kepada para
sahabat sesuai dengan kadar intelektual mereka. Suatu pembicaraan yang
tidak dapat dipersepsi oleh akal pendengar, terkadang menjadikan fitnah
sehingga yang terjadi tidak seperti yang dikehendaki. Nabi Saw benar-
benar berbicara kepada mereka yang hadir dengan bahasa yang dapat
ditangkap pengertiannya. Sehingga orang Arab pedalaman dapat karakter
23 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali al- Khurasani, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VIII,
(Beirut: Dar al- Ma’rifah, tt), hlm. 440.
14
kerasnya mampu memahami. Demikian juga dengan lingkungan Arab
kota, mereka lebih dapat memahminya.24
Di samping itu juga beliau memperhatikan daya tangkap,
kecerdasan dan kemampuan alami maupun hasil latihan mereka dalam
berfikir. Nabi Saw mencontohkan hal ini di dalam hadisnya sebagai
berikut :
Menceritakan kepada kami Qutaibah, dia berkata “menceritakan
kepada kami Nuh Ibn Qais dari Khalid Ibn Qais dari Qatadah dari Anas
dia berkata “bertanyalah seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw, dia
berkata “wahai Rasul ! berapa kali Allah mewajibkan shalat kepada
hamba-Nya ?”, beliau menjawab “Allah mewajibkan shalat kepada
hamba-hamba-Nya lima kali, dia bertanya lagi “apakah sebelum dan
sesudahnya terdapat sesuatu yang harus dikerjakan ? beliau menjawab
“Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya shalat limakali, maka Nabi
Saw bersumpah kepada laki-laki itu dengan sabdanya tanpa dikurangi
24 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 195.
15
sedikitpun dan ditambahnya. Rasulullah Saw bersabda“jika benar maka ia
akan masuk surga”. 25
Di dalam hadis tersebut, Nabi Saw melakukan dialog dengan
seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau tentang jumlah shalat yang
diwajibkan dalam bentuk Tanya jawab. Abdurrahman Saleh Abdullah
menyatakan, bahwa metode dialog yang dilakukan disertai dengan
tanyajawab bertujuan membantu manusia (dalam hal ini peserta didik
yaitu para sahabat) untuk menemukan kebenaran.26
Nabi Saw dalam hal ini menggunakan metode dialog dalam
rangka untuk membangkitkan kesadaran para sahabat dan menyemangati
mereka dalam menjawab pertanyaan. Beliau sangat menganjurkan para
sahabat untuk menggunakan pikirannya, sehingga jawaban beliau lebih
mudah dipahami dan lebih berpengaruh kepada jiwa.27
Salah satu contoh yang dapat dilihat dari pembelajaran aqidah
yang beliau lakukan dengan menggunakan metode ini juga adalah di
dalam hadisnya :
25 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali al- Khurasani, Op. Cit.,hlm. 247.26 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidika Berdasarkan al- Qur’an, Cet. I,
(Jakarta: Rineke Cipta, 1990), hlm. 215.
27 Syaikh Muhammad al- Azza’, Op. Cit., hlm. 54-55.
16
Menceritakan kepada kami Qutaibah Ibn Sa’id dan ‘Ali Ibn Hajar,
mereka berdua berkata “menceritakan kepada kami Isma’iel yaitu Ibn Abi
Ja’far dari al- ‘Ala’ dari bapaknya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
saw bersabda “ apakah kamu sekalian tahu seperti apa orang yang
dikatakan bangkrut di antara kita ?”, mereka menjawab “orang yang
bangkrut diantara kita adalah orang yang tidak memiliki uang dan
kekayaan”. Beliau menjawab “ orang yang bangkrut itu dari umatku
adalah yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa, dan
zakat, tetapi pada saat yang sama dia telah mencaci ini, menuduh itu,
memakan harta ini, menumpahkan darah ini, dan memukul ini. Maka
orang ini (yang didzalimi) diberi kebaikannya, dan yang lain juga diberi
kebaikannya. Jika kebaikannya sudah habis sebelum tanggungan terlunasi,
maka dosa-dosa mereka diambil lalu ditimpakan kepadanya kemudian dia
dicampakkan ke dalam neraka. 28
28 Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al Hasan al- Qushairi al- Naisaburi, Sahih Muslim , Jilid III, (Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 459.
17
Nabi Saw di dalam hadis di atas mengajari para sahabat untuk
menjaga kedamaian di antara sesama manusia sebagai wujud dari
keyakinan bahwa manusia di sisi Allah itu sama status dan derajatnya,
sebagaimana difirmankan oleh Allah didalam QS: al- Hujarat(49): 13 :
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisiAllah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.29
c. Metode Demonstrasi
Demonstrasi berarti pertunjukan atau peragaan. Dalam
pembelajaran yang menggunakan metode ini dilakukan pertunjukan suatu
proses berkenaan dengan materi pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan oleh
guru sendiri ataupun orang yang diberi wewenang untuk melakukannya.30
29 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, hlm. 847.30 Sumiati Dan Asra, Metode Pembelajaran, Cet. Ke. 2, (Bandung: CV Wacana Prima, 2008), hlm. 101.
18
Metode ini digunakan oleh Nabi Saw ketika beliau mengajari para
sahabat tentang aqidah Islam yang berkaitan dengan jihad. Beliau selaku
Rasul selalu terjun secara demonstratif di medan peperangan, karena jihad
merupakan perbuatan yang sangat mulia, sehingga beliau tidak hanya
mengajarkan jihad itu baik kepada para sahabatnya, tetapi juga ikut terjun
dengan gigih di medan perang peperangan. Hal ini tergambar di dalam
hadisnya;
Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan kepada kami
Abu Muawiyah dari al- A’mash dari Abi Salih dari Abu Hurairah, dia
berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda “saya diperintahkan untuk
memerangi manusia sampai mereka mengatakan bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan apabila mereka mengatakannya, mereka tercegah darahnya
dariku dan hartanya kecuali sesuai dengan haknyadan hisabnya tergantung
Allah. 31
Di dalam hadis lain beliau bersabda :
31 Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr al- Azdi,
Sunan Abi Dawud, Jilid VII, hlm. 232.
19
Menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibn Abi Shaibah,
menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Fudail, dari ‘Imarah Ibn
Qa’qa’ dari Abu Zar’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata “bahwa
Rasulullah Saw bersabda “Allah akan menyediakan surga bagi orang yang
hanya keluar di jalan-Nya untuk berjihad di jalanku, kemudian iman
kepadaku, iman kepada risalahku, maka aku akan menjadi jaminannya
akan memasukkan dia ke dalam surga atau aku akan kembalikan kepada
keluarganya dalam keadaan mendapatkan bayaran atau harta rampasan
perang. Kemudian beliau bersabda “andaikan tidak memberatkan kepada
seluruh orang mukmin, aku tidak akan pernah duduk memimpin tentara
yang keluar di jalan Allah selamaya. Akan tetapi aku tidak mendapatkan
keluasar, tetapi aku membawa mereka, mereka tidak mendapatkan
kelapangan sehingga mereka mengikutiku. Jiwa mereka tidak harum sebab
menjauh dari barisanku. Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam
kekuasaan-Nya, aku ingin selalu berperang di jalan Allah, kemudian aku
20
terbunuh, kemudian aku ingin berperang, kemudian terbunuh, kemudian
aku ingin berperang kemudian aku terbunuh.32
Dengan hadis tersebut, digambarkan bahwa Rasulullah Saw
termasuk salah satu pemimpin perang yang sangat tangguh dan hebat
dalam rangka menegakkan kalimat tauhid kepada Allah. Terdapat 27
pertempuran beliau pimpin, seperti perang Uhud, Badar, dan lain
sebagainya.33
Sehingga, wajar ketika para sahabat senantiasa berbondong-
bondong untuk mengikuti setiap medan peperanga dalam rangka jihat dan
mencari syahid. Apa yang dilakukan Nabi Saw di dalam medan
pertempuran merupakan pendidikan aqidah yang kokoh, yaitu rela dan
ikhlas membela agama Islam, sehingga beliau menjamin akan surga bagi
para sahabat yang mau berjihad. Kekokohan aqidah yang dicontohkan
Nabi Saw membuat para sahabat berlomba-lomba untuk ikut berperang
dalam rangka membela agama Islam.
d. Metode Pemberian Tugas
Salah satu metode yang dipakai Rasulullah Saw, dalam mengajar
adalah balanceand capacity. Artinya, Rasulullah dalam mendidik para
sahabat dengan memberi tugas dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan
32 Ibid. 33 Ibnu al Jauzy, Sifat al- Sufuwwah, Jilid I, Edisi Terj., (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), hlm.130.
21
kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh para sahabat.. Metode ini
dinyatakan oleh Rasulullah Saw di dalam hadisnya :
Menceritakan kepada kami Abdullah, menceritakan kepadaku Abi,
menceritakan kepada kami MuhammadIbn Ja’far, menceritakan kepada
kami Shu’bah dari Muhammad Ibn Ziyad dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Saw bersabda “tinggalkanlah kamu sekalian akan apa yang aku tinggalkan
kepada kamu sekalian, karena hanya orang-orang yang terdahulu dari
kamu sekalian celaka karena mereka terlalu banyak berbeda terhadap para
nabi mereka dan banyak bertanya, maka lihatlah, apa yang aku
perintahkan kepadamu sekalian ikutilah semampu kamu sekalian dan apa
yang aku cegah bagimu sekalian tinggalkanlah.34
Rasulullah Saw menggunakan metode ini untuk memberikan
pengalaman kepada para sahabat dan pemahaman setahap demi setahap
guna menanamkan keyakinan yang kokoh khususnya tentang aqidah atau
keyakinan bahwa apa yang disampaikan oleh beliau adalah benar dan
harus diikuti semampunya setahap demi setahap.35
34 Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad al- Shaibani, Musnad
Ahmad, Jilid VII, (Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 175.
35 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 200.
22
Dengan demikian, Nabi Saw menggunakan beberapa metode,
kaitannya dalam pembentukan aqidah para sahabat yang telah disebutkan
di atas, walaupaun masih banyak metode-metode yang sering digunakan
Nabi Saw di dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para
sahabat dalam pembentukan aqidahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al- Qur’an, Cet. I, Jakarta: Rineke Cipta, 1990.
Ahmad, Ibn Hambal, Musnad al Imam Ahmad Ibn Hambal, Jilid VII, Kairo: Muassasah al- Risalah, 1999.
Al- Azdi, Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr, Sunan Abi Dawud, Jilid VII dan XII, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah.
Al- Azza’, Sheikh Muhammad, Metode Pengajaran Nabi Saw, Edisi Terj, Surabaya: Pustaka Elba, 2009.
Al Jauzy, Ibnu, Sifat al- Sufuwwah, Jilid I, Edisi Terj., Jakarta: Pustaka Azzam, 1998.
Al-Khurasani, Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VIII, Beirut: Dar al- Ma’rifah.
23
Al- Nasa’I, Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shuieb, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VI, Beirut: Dar al Ma’rifah.
Al- Nisaburi, Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al- Hasan al Qushairi, Sahih Muslim, Jilid I dan III, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah.
Al- Razi, Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Hasan Ibn Husain al- Taimyi, Mafatih al- Ghaib, Jilid III, Beirut : Dar alKutub al- Ilmiyah.
Al- Shaibani, Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad, Musnad Ahmad, Jilid VII, Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah
Asra, Sumiati. Metode Pembelajaran, Cet. Ke. 2, Bandung: CV Wacana Prima, 2008.
Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000.
Gulen, M. Fethullah, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad Saw, Edisi Terj, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2002.
Haq, Muhammad Zairul, Muhammad Saw Sebagai Guru, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010.
Jawas, Yasid bin Abdul Qadir, Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet.I, Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2004
Myrda, M, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet. III, Jakarta: Delta Pemungkas, 1997.
Nawawi, Hadari, Pendidikan Dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Rizal, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2007.
Sadiqin, Ali, Antropologi al- Qur’an; Model Dialektika Wahyu Dan Budaya, Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2008.
Senjaya, Wina, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
24
Mata Kuliah : Materi Pendidikan Agama IslamNama Dosen : DAMIS, S.Ag, MPd.I
METODE PEMBENTUKAN AQIDAH PARA SAHABAT PADA
ZAMAN RASULULLAH SAW
25
OLEH :
Nama : RATNAHNim : 10.801.002Kelas : B.10
FAKULTAS AGAMA ISLAMUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR2013
26