39
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Aqidah Aqidah ( ُ ةَ د ْ يِ قَ عْ لَ ا) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu ( ُ دْ قَ عْ لا) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( ُ ق ْ يِ ثْ وَ ي لا) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( ُ ام َ كْ حِ لْ ا) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ُ ط ْ $ بَ ر ل اٍ ةَ و ُ قِ $ ب) yang berarti mengikat dengan kuat. 1 Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. 2 1 Yasid bin Abdul Qadir Jawas, Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet.I, (Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2004), hlm. 11-14. 2 Ibid. 1

ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Citation preview

Page 1: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Aqidah

Aqidah �د�ة�) �ع�ق�ي �ل (ا menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata

al-‘aqdu �ع�ق�د�) (ال yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( �ق� �ي �و�ث (الت yang berarti

kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( �ام� �ح�ك �إل (ا yang artinya

mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( �ق�و�ة� ب �ط� ب yang berarti (الر�

mengikat dengan kuat.1 Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah

iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang

meyakininya.2

Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti

kepada Allah ,dengan segala pelaksanaan kewajiban ازوجل� bertauhid dan taat

kepada-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-

kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang

telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang

ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih,

serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara

amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih

serta ijma’ Salafush Shalih.3

1 Yasid bin Abdul Qadir Jawas, Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet.I, (Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2004), hlm. 11-14.2 Ibid.3 Ibid.

1

Page 2: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

B. Metode Pembentukan Aqidah para Sahabat pada Zaman Nabi Saw

1. Metode Pendidikan Aqidah Nabi Saw

Metode secara etimologis, yaitu “a way in achieving something” (cara

yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu)4. Sedangkan dalam bahasa

Yunani, metode berasal dari kata “meta” yang berarti sepanjang, “hodos”

berarti jalan. jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-

langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan

tertentu.5

Maka, metode Nabi Saw dalam membentuk aqidah para sahabat

dengan mengajarkan aqidah dapat diartikan sebagai cara yang digunakan Nabi

Saw untuk melakukan proses pembelajaran tentang segala yang termasuk dari

cakupan aqidah. Nabi Muhammad Saw sebagai nabi penutup yang diutus

untuk menyebarkan aqidah baru yaitu aqidah Islam, memiliki metode-metode

khusus dalam proses penyebaran atau pengajarannya kepada umat Islam

Quraisy yang memiliki sosio-kultural khusus. Mulai tahun 615 M. beliau

memperkenalkan ajarannya kepada masyarakat Arab, terutama kabilahnya

sendiri, yaitu Bani Hashim.6

4 Wina Senjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 29.

5 M. Myrda, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Delta Pemungkas, 1997), hlm. 296.

2

Page 3: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Masyarakat Arab menolak terhadap ajaran Muhammad Saw tersebut.

Mereka menganggap bahwa ajarannya bertentangan dengan martabat mereka.

Kemudian juga, pada tahun 616 M., ajaran Nabi Muhammad Saw

mendapatkan tantangan yang lebih berat lagi. Tauhid yang diajarkan beliau

dianggap sebagai bentuk tantangan terhadap tatanan lama, yaitu penyembahan

berhala (paganism), sehingga efek dari penolakan tersebut adalah

penganiayaan terhadap para pengikut Nabi Muhammad Saw, bahkan beliau

dianggap sebagai sosok yang paling membahayakan. Namun, kondisi tersebut

tidak membuatnya gentar di dalam menyebarkan ajaran Islam, terutama

aqidah. Beliau memiliki cara-cara khusus untuk menjadikan ajaran aqidahnya

diterima dengan baik oleh masyarakat Arab, sehingga dalam jangka waktu 23

tahun, Nabi Muhammad Saw mampu menanamkan ajaran aqidahnya dengan

kokoh dan sempurna, dan mampu mendekonstruksi paganisme yang telah

mengakar di kalangan masyarakat Arab.7

Kesuksesan ini tidak lepas dari metode Nabi Muhammad Saw dalam

mendidik para umat Islam periode pertama. Beliau mengarahkan

pendidikannya kepada pembangunan mentalitas spiritual (spiritual mentality

building). Beliau meletakkan fondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat

terhadap umat islam, yaitu pendidikan karakter terdalam jiwa seseorang, dan

6 Ali Sadiqin, Antropologi al- Qur’an; Model Dialektika Wahyu Dan Budaya, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2008), hlm. 72.

7 Ibid., hlm. 72.

3

Page 4: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

membangun mentalitas kokoh, sehingga umat Islam terbebas dari kekelaman

secara batin di dalam hidupnya.8

Metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah Saw lebih terfokus

kepada upaya menyucikan manusia, yang menghormati dan mengilhami nalar,

dan membimbing nalar menuju tingkatan tertinggi di bawah bimbingan

wahyu.9

Dalam mendidik para sahabat untuk membentuk aqidahnya,

setidaknya Nabi Saw menggunakan beberapa metode pendidikan yang

dilakukan Nabi Saw pada periode Mekkah dan Madinah sebagaimana yang

dijelaskan oleh Najib Khalid al- Amr dalam bukunya “Tarbiyah Islamiyah”

adalah :

a. Melalui teguran langsung 10:

Metode teguran ini dilakukan oleh Nabi Saw di dalam membentuk

aqidah dan mendidik para sahabat tentang keimanan secara total terhadap

Allah. Metode pendidikan seperti ini dilakukan ketika terdapat

sekelompok dari orang Islam Ahl al- kitab, seperti Abdullah Ibn Salam

dan para sahabatnya ketika telah mengatakan keberimanan mereka

terhadap ajaran Islam yang dibawaoleh Nabi Saw, mereka tetap ngotot

8 Muhammad Zairul Haq, Muhammad Saw Sebagai Guru, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010),

hlm. 72-73.

9 M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad Saw, Edisi Terj, (Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 194.

10 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 144-145.

4

Page 5: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

untuk melestarikan syari’at-syari’at yang telah diajarkan oleh Nabi Musa,

mereka mengagungkan hari Sabtu yang menjadi hari agungnya orang

Yahudi. Mereka tidak suka terhadap daging-daging unta karena

merupakan ajaran yang diwajibkan di dalam kitab Taurat untuk diikuti.11

Hal demikian oleh Nabi Saw dianggap salah dan ditegur langsung

oleh beliau dengan firman Allah di dalam QS: Al- Baqarah(2): 208 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.12

b. Menggunakan perbandingan kisah orang-orang terdahulu.

Di dalam mengajarkan tentang keimanan dalam pembentukan

aqidah para sahabat, Nabi Saw menggunakan perumpaan orang-orang

terdahulu yang pura-pura beriman di hadapan para nabi-nabi mereka,

tetapi ketika mereka berbalik, mereka ingkar kepada Allah:

Hal ini, dijelaskan di dalam di dalam QS: Al- Baqarah(02): 8-10 :

11 Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Hasan Ibn Husain al- Taimy al- Razi, Mafatih al-

Ghaib, Jilid III, (Bairut : Dar alKutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 224.

12 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992), hlm. 50 .

5

Page 6: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman

kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya

bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan

orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya

sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu

ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,

disebabkan mereka berdusta.13

Metode ini dipakai oleh Nabi Saw, karena cerita yang disampaikan

mampu meninggalkan bekas yang sangat dalam pada jiwa para sahabat

waktu itu. Ia menjadi pengarah yang paling indah. Di dengar oleh sahabat

dengan penuh perhatian dan konsentrasi serta diterima oleh pendengaran

dan hati mereka dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mereka

mendatangkan cerita tanpa menekan para sahabat dengan perintah dan

larangan, melainkan memberitahu mereka tentang peristiwa yang terjadi

pada orang lain, sehingga dengan sendirinya mereka bisa mengambil

pelajaran, hikmah, dan keteladanan.14

13 Ibid., hlm. 9-10.14 Sheikh Muhammad al- Azza’, Metode Pengajaran Nabi Saw, (Edisi Terj), (Surabaya:

Pustaka Elba, 2009), hlm. 101.

6

Page 7: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

c. Menggunakan Bahasa Isyarat

Di dalam membentuk aqidah para sahabat, Nabi Saw kadangkala

menggunakan metode isyarat untuk membuat mereka bisa menyerap dan

memahami apa yang telah dijelaskan, kaitannya dengan aqidah. Hal ini

dilakukan oleh beliau ketika menjelaskan tentang tempat atau posisi

keimanan seseorang kepada para sahabat, seperti yang dijelaskan di dalam

hadisnya :

Menceritakan kepada kami Mu’tamirdari Isma’il, dia berkata “aku

mendengar Qais meriwayatkan hadis dari Ibn Mas’ud, dia berkata “bahwa

Nabi Saw berisharah dengan tangannya ke arah Yaman dan bersabda “

ingatlah bahwa iman itu tempatnya di sini, dan sesungguhnya kerasnya

hati itu ada pada kalangan pengembala yang berada di ujung ekor unta di

mana dua tanduk syaitan itu tumbuh di musim dingin dan hijau”.15

Isyarat yang dijadikan metode pendidikan Nabi Saw, tujuannya

untuk memperjelas maksud dan mengingatkan para sahabata tentang

betapa pentingnya materi yang beliau sampaikan.

15 Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al- Hasan al Qushairi al- Nisaburi, Sahih Muslim, Jilid I, (Bairut:

Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), hlm. 270.

7

Page 8: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

d. Menghibur (Tabshir)

Salah satu metode Nabi Saw dalam membentuk aqidah para

sahabat yaitu dengan menggunakan metode menghibur atau memberikan

kabar gembira dengan iming-iming balasan yang akan diperoleh bagi

orang yang melakukannya. Hal itu, dapat dilihat ketika Nabi Saw

mengajarkan tentang status dan balasan orang yang mati dalam keadaan

beriman kepada Allah dan tidak menyekutukannya, seperti yang

dijelaskan di dalam hadisnya:

Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn al- Muthanna dan Ibn

Basshar, berkata Ibn al- Muthanna, menceritakan kepada kami

Muhammad Ibn Ja’far, menceritakan kepada kai Shu’bah dari Wasil al

Ahdab, dari Ma’rur Ibn Suwaid, dia berkata “aku mendengar Abu Dzar

Menceritakan dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda “ Jibril datang

kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa barang siapa yang mati

dari umatmu dalam keadaan tidak menyekutukan Allah sedikitpun, maka

8

Page 9: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

ia pasti masuk surga, aku bertanya “sekalipun berzina dan mencuri ?”

beliau menjawab “sekalipun berzina dan mencuri”. 16

e. Menakut-nakuti (Tandzir)

Metode lain yang dilakukan Nabi saw dalam mendidik dan

membentuk aqidah para sahabat yaitu menakut-nakuti dengan cara

menyebutkan konsekuensi yang akan diperolehnya. Hal ini seperti yang

dijelaskan oleh beliau di dalam hadisnya:

Menceritakan kepada kami Yazid, dia berkata “ mengabarkan

kepada kami Sadaqah Ibn Musa, dia berkata “menceritakan kepada kami

Abu ‘Imran al- Juwaini, dari Yazid Ibn Babnus, dari ‘Aisyah, dia berkata

“bahwa Rasulullah Saw bersabda “ pengadilan di sisi Allah itu ada tiga

macam, pertama pengadilan yang tidak dipedulikan sedikitpun oleh Allah,

kedua, pengadilan yang tidak pernah ditinggalkan sedikitpun oleh Allah,

ketiga adalah pengadilan yang tidak akan diampuni oleh Allah.17

16  Ibid., hlm. 254.17 Ahmad Ibn Hambal, Musnad al Imam Ahmad Ibn Hambal, Jilid VII, (Kairo: Muassasah al- Risalah, 1999), hm. 155.

9

Page 10: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Adapun pengadilan yang tidak akan diampuni oleh Allah adalah

pengadilan tentang musyrik kepada-Nya. Adapun pengadilan yang tidak

dipedulikan oleh Allah adalah aniayanya hamba kepada dirinya sendiri

akan hak-hak yang wajib kepadanya terhadap Allah, seperti puasa yang

ditinggalkannya dan shalat yang dilalaikannya, maka Allah akan

mengampuni semua itu jika berkehendak. Sedangkan pengadilan yang

tidak akan pernah ditinggalkan oleh Allah adalah aniayanya sebagian

hamba terhadap sebagian yang lain khususnya tukang gosip secara pasti.

2. Metode Pembelajaran Aqidah Nabi Saw

Untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif dan menyenangkan

dalam mengajar para sahabatnya, khususnya tentang masalah aqidah Islam,

Rasulullah Saw menggunakan bermacam-macam metode. Dari itu semua,

pendidikan Rasulullah Saw kepada para sahabat dapat dirasakan

kesuksesannya khususnya di bidang aqidah yang termanifestasi dalam bentuk

sikap dan prilaku yang ditampilkan oleh para sahabat. Dan pada saat itu juga,

Rasulullah dengan bangga menjuluki masa di mana beliau hidup dengan masa

yang paling baik (khair al qarn), khususnya dalam proses pendidikan. Dalam

hal ini, metode-metode yang dipakai Rasulullah Saw dalam proses

pembelajarannya adalah sebagai berikut:18

a. Ceramah

18 Syamsul Rizal, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2007), hlm. 16.

10

Page 11: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Nabi Saw paling sering menggunakan metode ini dalam proses

pengajarannya kepada para sahabat, khususnya untuk menyampaikan

perintah-perintah Allah yang berkaitan dengan aqidah islam. Dengan

tujuan pokok, meningkatnya ketakwaan dan dilakukannya dengan

perbaikan sikap, cara berfikir dan bertingkah laku karena telah memahami

isi firman Tuhan yang disampaikan.19

Nabi Saw sebagai pendidik atau guru di kala itu memiliki

karakteristik da’ie. Ceramah yang beliau sampaikan sangat menarik hati

dan menyentuh kepada semua pendengar serta sangat membantu dalam

meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Maka, tak jarang para sahabat

(murid) Nabi Saw menangis ketika mendengarkan ceramah beliau. Di

antara contoh pembelajaran aqidah islam yang diajarkan oleh Nabi Saw

dengan menggunaka metode ceramah adalah di dalam hadisnya :

Menceritakan kepada kami Musa Ibn Isma’il, menceritakan kepada

kami Hammad, mengabarkan kepada kami Suhail Ibn Abi Shalih dari

19 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 2003), hlm. 251.

11

Page 12: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Abdullah Ibn Dinar dari Abi Salih dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah

Saw bersabda “iman itu adalah terbagi mencadi tujuh puluh tujuh cabang,

paling utamanya adalah perkataan “laa ilaha illallah, dan paling rendahnya

adalah menyingkirkan hal-hal yang menggangu dari jalan.20

Rasa malu juga termasuk dari bagian dari iman. Kemudian di

dalam hadis lain di jelaskan :

Menceritakan kepada kami Isa Ibn Hammad, dia berkata

“menceritakan kepada kami al-Laith dari Ibn ‘Ajlan dari Suhail Ibn Abi

Salih dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda

“tidak akan berkumpul dua hal di neraka yaitu orang islam yang

memerangi orang kafir kemudian menolak dan mendekatinya, dan tidak

berkumpul dua hal di dalam hati orang mukmin yaitu debu berjihad di

jalan Allah dan kelapangan neraka Jahannam, dan tidak berkumpul dua

perkara di dalam hatinya seorang hamba, yaitu keimanan dan rasa iri

dengki.21

20 Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr al- Azdi,

Sunan Abi Dawud, Jilid XII, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), hlm. 285.

21 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shuieb al- Nasa’I, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VI, (Beirut: Dar al

Ma’rifah, tt), hlm. 320.

12

Page 13: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Metode ceramah yang digunakan Rasulullah Saw di dalam

menyampaikan materi tentang aqidah sangat menyentuh hati para sahabat

yang mendengarkannya, sehingga tidak jarang di antara mereka ada yang

menangis ketika mendengarkan cerahmnya, dan mereka dapat

meningkatkan nilai-nilai ketakwaan mereka kepada Allah.

b. Metode Dialog

Adapun metode yang akan dipakai Nabi Saw, di dalam proses

pembelajaran materi aqidah dalam membentuk aqidah para sahabat adalah

menggunakan metode dialog yang berpusat pada guru dan siswa (teacher-

student centered). Secara etimologis, dialog adalah percakapan, karya tulis

yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih. Jadi

berdialog adalah bertanya jawab secara langsung yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih.22

Rasulullah Saw juga cukup sering menggunakan metode ini untuk

mengajar para sahabat tentang masalah aqidah. Hal ini dapat dijumpai

dalam hadisnya ketika beliau mengajarkan tentang keimanan kepada

sahabatnya:

22 Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2000), hlm. 261.

13

Page 14: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Rafi’, dia berkata

“menceritakan kepada kami Abd al- Razzaq, dia berkata “mengabarkan

kepada kami Ma’mar dari al- Zuhri dari Ibn Musayyab dari Abu Hurairah,

dia berkata “bertanya seorang laki-laki kepada Nabi Saw, dia berkata

“wahai Rasulullah Saw ! perbuatan apa yang lebih utama ? beliau

menjawab “iman kepada Allah, dia bertanya “kemudian apa?” beliau

menjawab “jihad di jalan Allah”, kemudian dia bertanya lagi “kemudian

apa ?”, beliau menjawab “kemudian haji yang mabrur”.23

Di dalam berdialog, Rasulullah Saw berbicara kepada para

sahabat sesuai dengan kadar intelektual mereka. Suatu pembicaraan yang

tidak dapat dipersepsi oleh akal pendengar, terkadang menjadikan fitnah

sehingga yang terjadi tidak seperti yang dikehendaki. Nabi Saw benar-

benar berbicara kepada mereka yang hadir dengan bahasa yang dapat

ditangkap pengertiannya. Sehingga orang Arab pedalaman dapat karakter

23 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali al- Khurasani, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VIII,

(Beirut: Dar al- Ma’rifah, tt), hlm. 440.

14

Page 15: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

kerasnya mampu memahami. Demikian juga dengan lingkungan Arab

kota, mereka lebih dapat memahminya.24

Di samping itu juga beliau memperhatikan daya tangkap,

kecerdasan dan kemampuan alami maupun hasil latihan mereka dalam

berfikir. Nabi Saw mencontohkan hal ini di dalam hadisnya sebagai

berikut :

Menceritakan kepada kami Qutaibah, dia berkata “menceritakan

kepada kami Nuh Ibn Qais dari Khalid Ibn Qais dari Qatadah dari Anas

dia berkata “bertanyalah seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw, dia

berkata “wahai Rasul ! berapa kali Allah mewajibkan shalat kepada

hamba-Nya ?”, beliau menjawab “Allah mewajibkan shalat kepada

hamba-hamba-Nya lima kali, dia bertanya lagi “apakah sebelum dan

sesudahnya terdapat sesuatu yang harus dikerjakan ? beliau menjawab

“Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya shalat limakali, maka Nabi

Saw bersumpah kepada laki-laki itu dengan sabdanya tanpa dikurangi

24 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 195.

15

Page 16: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

sedikitpun dan ditambahnya. Rasulullah Saw bersabda“jika benar maka ia

akan masuk surga”. 25

Di dalam hadis tersebut, Nabi Saw melakukan dialog dengan

seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau tentang jumlah shalat yang

diwajibkan dalam bentuk Tanya jawab. Abdurrahman Saleh Abdullah

menyatakan, bahwa metode dialog yang dilakukan disertai dengan

tanyajawab bertujuan membantu manusia (dalam hal ini peserta didik

yaitu para sahabat) untuk menemukan kebenaran.26

 Nabi Saw dalam hal ini menggunakan metode dialog dalam

rangka untuk membangkitkan kesadaran para sahabat dan menyemangati

mereka dalam menjawab pertanyaan. Beliau sangat menganjurkan para

sahabat untuk menggunakan pikirannya, sehingga jawaban beliau lebih

mudah dipahami dan lebih berpengaruh kepada jiwa.27

Salah satu contoh yang dapat dilihat dari pembelajaran aqidah

yang beliau lakukan dengan menggunakan metode ini juga adalah di

dalam hadisnya :

25 Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali al- Khurasani, Op. Cit.,hlm. 247.26 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidika Berdasarkan al- Qur’an, Cet. I,

(Jakarta: Rineke Cipta, 1990), hlm. 215.

27 Syaikh Muhammad al- Azza’, Op. Cit., hlm. 54-55.

16

Page 17: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Menceritakan kepada kami Qutaibah Ibn Sa’id dan ‘Ali Ibn Hajar,

mereka berdua berkata “menceritakan kepada kami Isma’iel yaitu Ibn Abi

Ja’far dari al- ‘Ala’ dari bapaknya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah

saw bersabda “ apakah kamu sekalian tahu seperti apa orang yang

dikatakan bangkrut di antara kita ?”, mereka menjawab “orang yang

bangkrut diantara kita adalah orang yang tidak memiliki uang dan

kekayaan”. Beliau menjawab “ orang yang bangkrut itu dari umatku

adalah yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa, dan

zakat, tetapi pada saat yang sama dia telah mencaci ini, menuduh itu,

memakan harta ini, menumpahkan darah ini, dan memukul ini. Maka

orang ini (yang didzalimi) diberi kebaikannya, dan yang lain juga diberi

kebaikannya. Jika kebaikannya sudah habis sebelum tanggungan terlunasi,

maka dosa-dosa mereka diambil lalu ditimpakan kepadanya kemudian dia

dicampakkan ke dalam neraka. 28 

28 Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al Hasan al- Qushairi al- Naisaburi, Sahih Muslim , Jilid III, (Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 459.

17

Page 18: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Nabi Saw di dalam hadis di atas mengajari para sahabat untuk

menjaga kedamaian di antara sesama manusia sebagai wujud dari

keyakinan bahwa manusia di sisi Allah itu sama status dan derajatnya,

sebagaimana difirmankan oleh Allah didalam QS: al- Hujarat(49): 13 :

Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

disisiAllah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.29

c. Metode Demonstrasi

Demonstrasi berarti pertunjukan atau peragaan. Dalam

pembelajaran yang menggunakan metode ini dilakukan pertunjukan suatu

proses berkenaan dengan materi pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan oleh

guru sendiri ataupun orang yang diberi wewenang untuk melakukannya.30

29 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, hlm. 847.30 Sumiati Dan Asra, Metode Pembelajaran, Cet. Ke. 2, (Bandung: CV Wacana Prima, 2008), hlm. 101.

18

Page 19: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Metode ini digunakan oleh Nabi Saw ketika beliau mengajari para

sahabat tentang aqidah Islam yang berkaitan dengan jihad. Beliau selaku

Rasul selalu terjun secara demonstratif di medan peperangan, karena jihad

merupakan perbuatan yang sangat mulia, sehingga beliau tidak hanya

mengajarkan jihad itu baik kepada para sahabatnya, tetapi juga ikut terjun

dengan gigih di medan perang peperangan. Hal ini tergambar di dalam

hadisnya;

Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan kepada kami

Abu Muawiyah dari al- A’mash dari Abi Salih dari Abu Hurairah, dia

berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda “saya diperintahkan untuk

memerangi manusia sampai mereka mengatakan bahwa tiada Tuhan selain

Allah, dan apabila mereka mengatakannya, mereka tercegah darahnya

dariku dan hartanya kecuali sesuai dengan haknyadan hisabnya tergantung

Allah. 31

Di dalam hadis lain beliau bersabda :

31 Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr al- Azdi,

Sunan Abi Dawud, Jilid VII, hlm. 232.

19

Page 20: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibn Abi Shaibah,

menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Fudail, dari ‘Imarah Ibn

Qa’qa’ dari Abu Zar’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata “bahwa

Rasulullah Saw bersabda “Allah akan menyediakan surga bagi orang yang

hanya keluar di jalan-Nya untuk berjihad di jalanku, kemudian iman

kepadaku, iman kepada risalahku, maka aku akan menjadi jaminannya

akan memasukkan dia ke dalam surga atau aku akan kembalikan kepada

keluarganya dalam keadaan mendapatkan bayaran atau harta rampasan

perang. Kemudian beliau bersabda “andaikan tidak memberatkan kepada

seluruh orang mukmin, aku tidak akan pernah duduk memimpin tentara

yang keluar di jalan Allah selamaya. Akan tetapi aku tidak mendapatkan

keluasar, tetapi aku membawa mereka, mereka tidak mendapatkan

kelapangan sehingga mereka mengikutiku. Jiwa mereka tidak harum sebab

menjauh dari barisanku. Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam

kekuasaan-Nya, aku ingin selalu berperang di jalan Allah, kemudian aku

20

Page 21: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

terbunuh, kemudian aku ingin berperang, kemudian terbunuh, kemudian

aku ingin berperang kemudian aku terbunuh.32

Dengan hadis tersebut, digambarkan bahwa Rasulullah Saw

termasuk salah satu pemimpin perang yang sangat tangguh dan hebat

dalam rangka menegakkan kalimat tauhid kepada Allah. Terdapat 27

pertempuran beliau pimpin, seperti perang Uhud, Badar, dan lain

sebagainya.33

Sehingga, wajar ketika para sahabat senantiasa berbondong-

bondong untuk mengikuti setiap medan peperanga dalam rangka jihat dan

mencari syahid. Apa yang dilakukan Nabi Saw di dalam medan

pertempuran merupakan pendidikan aqidah yang kokoh, yaitu rela dan

ikhlas membela agama Islam, sehingga beliau menjamin akan surga bagi

para sahabat yang mau berjihad. Kekokohan aqidah yang dicontohkan

Nabi Saw membuat para sahabat berlomba-lomba untuk ikut berperang

dalam rangka membela agama Islam.

d. Metode Pemberian Tugas

Salah satu metode yang dipakai Rasulullah Saw, dalam mengajar

adalah balanceand capacity. Artinya, Rasulullah dalam mendidik para

sahabat dengan memberi tugas dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan

32 Ibid. 33 Ibnu al Jauzy, Sifat al- Sufuwwah, Jilid I, Edisi Terj., (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), hlm.130.

21

Page 22: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh para sahabat.. Metode ini

dinyatakan oleh Rasulullah Saw di dalam hadisnya :

Menceritakan kepada kami Abdullah, menceritakan kepadaku Abi,

menceritakan kepada kami MuhammadIbn Ja’far, menceritakan kepada

kami Shu’bah dari Muhammad Ibn Ziyad dari Abu Hurairah bahwa Nabi

Saw bersabda “tinggalkanlah kamu sekalian akan apa yang aku tinggalkan

kepada kamu sekalian, karena hanya orang-orang yang terdahulu dari

kamu sekalian celaka karena mereka terlalu banyak berbeda terhadap para

nabi mereka dan banyak bertanya, maka lihatlah, apa yang aku

perintahkan kepadamu sekalian ikutilah semampu kamu sekalian dan apa

yang aku cegah bagimu sekalian tinggalkanlah.34

Rasulullah Saw menggunakan metode ini untuk memberikan

pengalaman kepada para sahabat dan pemahaman setahap demi setahap

guna menanamkan keyakinan yang kokoh khususnya tentang aqidah atau

keyakinan bahwa apa yang disampaikan oleh beliau adalah benar dan

harus diikuti semampunya setahap demi setahap.35

34 Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad al- Shaibani, Musnad

Ahmad, Jilid VII, (Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah, tt), hlm. 175.

35 Muhammad Zairul Haq, Op. Cit., hlm. 200.

22

Page 23: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Dengan demikian, Nabi Saw menggunakan beberapa metode,

kaitannya dalam pembentukan aqidah para sahabat yang telah disebutkan

di atas, walaupaun masih banyak metode-metode yang sering digunakan

Nabi Saw di dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para

sahabat dalam pembentukan aqidahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al- Qur’an, Cet. I, Jakarta: Rineke Cipta, 1990.

Ahmad, Ibn Hambal, Musnad al Imam Ahmad Ibn Hambal, Jilid VII, Kairo: Muassasah al- Risalah, 1999.

Al- Azdi, Abu Daud Sulaiman Ibn al- Asha’ath Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad Ibn Amr, Sunan Abi Dawud, Jilid VII dan XII, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah.

Al- Azza’, Sheikh Muhammad, Metode Pengajaran Nabi Saw, Edisi Terj, Surabaya: Pustaka Elba, 2009.

Al Jauzy, Ibnu, Sifat al- Sufuwwah, Jilid I, Edisi Terj., Jakarta: Pustaka Azzam, 1998.

Al-Khurasani, Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shu’ieb Ib Ali, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VIII, Beirut: Dar al- Ma’rifah.

23

Page 24: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Al- Nasa’I, Abu Abdurrahman Ahmad Ibn Shuieb, Sunan al- Nasa’ie, Jilid VI, Beirut: Dar al Ma’rifah.

Al- Nisaburi, Muslim Ibn al- Hajjaj Abu al- Hasan al Qushairi, Sahih Muslim, Jilid I dan III, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah.

Al- Razi, Abu Abdullah Muhammad Ibn Umar Ibn Hasan Ibn Husain al- Taimyi, Mafatih al- Ghaib, Jilid III, Beirut : Dar alKutub al- Ilmiyah.

Al- Shaibani, Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad, Musnad Ahmad, Jilid VII, Beirut: Dar al Kutub al- Ilmiyah

Asra, Sumiati. Metode Pembelajaran, Cet. Ke. 2, Bandung: CV Wacana Prima, 2008.

Departemen Agama RI, Al- Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Gulen, M. Fethullah, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad Saw, Edisi Terj, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2002.

Haq, Muhammad Zairul, Muhammad Saw Sebagai Guru, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010.

Jawas, Yasid bin Abdul Qadir, Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet.I, Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2004

Myrda, M, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet. III, Jakarta: Delta Pemungkas, 1997.

Nawawi, Hadari, Pendidikan Dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.

Rizal, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2007.

Sadiqin, Ali, Antropologi al- Qur’an; Model Dialektika Wahyu Dan Budaya, Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2008.

Senjaya, Wina, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

24

Page 25: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

Mata Kuliah : Materi Pendidikan Agama IslamNama Dosen : DAMIS, S.Ag, MPd.I

METODE PEMBENTUKAN AQIDAH PARA SAHABAT PADA

ZAMAN RASULULLAH SAW

25

Page 26: ratnaAqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)

OLEH :

Nama : RATNAHNim : 10.801.002Kelas : B.10

FAKULTAS AGAMA ISLAMUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

MAKASSAR2013

26