Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    1/7

    REAKSI ALERGI DAN ANAFILAKSIS SELAMA PROSES ANESTESI

    ABSTRAK 

    Meskipun reaksi alergi selama proses anestesi jarang terjadi, namun memiliki konsekuensi yang

     berpotensi mengancam jiwa jika berkembang menjadi reaksi anafilaksis. Jika pasien memiliki

    riwayat alergi yang terjadi selama proses anestesi, penting untuk mengidentifikasi agen penyebab

    untuk mencegah paparan kembali selama prosedur berikutnya. Ulasan ini bertujuan untuk 

    mengidentifikasi penyebab umum dari reaksi anafilaksis selama proses anestesi, bagaimana

    menghadapi keadaan darurat, dan bagaimana cara melakukan follow-up pada pasien yang

     berisiko mengalami reaksi ini.

    PENDAHULUAN

    Reaksi anafilaksis selama proses anestesi merupakan fenomena yang langka, tetapi memiliki potensi yang mengancam jiwa ketika terjadi dan jika tidak dikelola dengan benar. Reaksi alergi

    dan anafilaksis pada saat proses anestesi merupakan situasi yang berbahaya disebabkan karena

     berbagai macam alasan.1  ertama, dokter anestesi melihat kondisi yang berpotensi untuk 

    menimbulkan bahaya jika keadaan tersebut sudah cukup berat untuk menyebabkan respon cepat

    dari system kardio!askular dan pernapasan " #$abel %&, sehingga hanya menyisikan sedikit waktu

    untuk menangani krisis tersebut. $anda awal dan gejala ringan hampir selalu tidak terlihat, atau

    ketika pasien tidak sadar dan ditutupi dengan kain bedah sehingga mencegah pengamatan

    manifestasi awal yang timbul pada kulit. 'edua, tingkat keparahan reaksi dianggap remeh oleh

    ahli anaestesi.(  'egagalan sistem kardio!askular awalnya mungkin dianggap sebagai efek 

    samping dari anestesi umum #atau anastesi block yang luas&. )ebaliknya, hipotensi dan kesulitan

    yang timbul dalam proses !entilasi mungkin memiliki penyebab umum lainnya yang perlu dicari.

    'etiga, beberapa obat-obatan yang diberikan selama periode waktu yang singkat. *eberapa

    diantaranya dikenal sebagai histamine releasers, sementara obat yang lain berpotensi

    menyebabkan alergi. Untuk mengidentifikasi agen penyebab selama krisis berlangsung hanya

    merupakan sebuah perkiraan.+  'eempat, agen alergi tidak terbatas pada obat atau cairan

    intra!ena, tetapi termasuk at lain yang digunakan di ruang operasi seperti desinfektan, sarung

    tangan dan kateter dari lateks. aparan pada kulit atau mukosa menyebabkan onset reaksi

    menjadi tertunda, baru tampak 1-( menit saat sebuah procedure dilakukan.

    /aporkan global mengenai reaksi alergi selama anestesi sulit untuk diperkirakan, dengan insiden

    10 (. #'anada&, 10 ." #2orwegia&, 10 1 sampai 10 ".3 #4ustralia& dan 10

    (+.5 #sebuah pusat, U)4&, dengan reaksi anafilaksis memiliki tingkat kematian (,6-16 1

    #tergantung pada asal data&. 7asil yang akurat tidak diketahui, dikarenakan seperti yang

    dilaporkan hal ini jarang terjadi. 4lergi setiap obat yang digunakan dalam anestesi #kecuali

    !olatil& telah didokumentasikan, dengan obat muscle relaksan dan antibiotic dianggap sebagai

     penyebab utama.

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    2/7

    PATOFISIOLOGI

    4nafilaksis adalah reaksi alergi yang bersifat berat diperantarai oleh respon imunologi yang

     bersifat cepat terhadap suatu at yang diberikan.11  8iklasifikasikan sebagai reaksi

    hipersensiti!itas tipe % #menurut 9ell dan :oombs&, sekarang diakui bahwa reaksi ini mungkin

    diperantarai atau tanpa diperantarai %g; #dikenal sebagai reaksi anaphylatoid&.1" )ensitisasi awalterjadi ketika allergen disajikan kepada limfosit $ pada pasien yang rentan, kemudian akan

    menghasilkan antibodi berupa %g; sebagai responnya. 4ntibodi %g; memilikit afinitas tinggi

    terhadap reseptor

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    3/7

    terhadap antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan. $erapi asma dan penggunaan B blocker 

    dapat menyebabkan berkembanynya reaksi anafilaksis yang berat dan sulit diatasi dengan

     pengobatan kon!ensional. asien dengan terapi B blocker, menunjukkan resistensi terhadap

    adrenalin, mewajibkan pemberian glukagon #1- mg& sebagai bagian dari upaya resusitasi. ""

    remedikasi dengan antagoins reseptor histamin #7&1 atau " atau glukokortikoid tidak 

    menguntungkan, karena jarang dapat mencegah reaksi dan dapat mengacaukan timbulnya

    gambaran onset lebih awal sehingga terjadi keterlambatan diagnosis."( Cbat ini harus disediakan

    untuk pengobatan awal reaksi anafilaksis.

    8iagnosis awal untuk reaksi anafilaksis mengandalkan gambaran klinis #$abel %&, dan harus

    diikuti dengan konfirmasi secara retrospektif melalui uji kulit dan serologi.

    eningkatan serum tryptase dianggap sebagai indikaror yang cukup handal untuk 

    menggambarkan adanya degranulasi sel mast, bukan sebagai indicator untuk mendiagnosis

    reaksi anafilaksis. Mencapai tingkat yang dapat dinilai untuk diagnostik dalam waktu ( menit

    dari timbulnya reaksi, dan paruh waktu enim berlangsung selama " jam, diperlukan pengumpulan serum sedini mungkin untuk deteksi. $ryptase serum mungkin tidak meningkat

    meskipun ketika reaksi dapat dikonfirmasi berdasarkan titer antibodi %g;, dengan atau tanpa

    disertai hipotensi."  )ebaliknya, obat-obatan yang menyebabkan degranulasi sel mast secara

    langsung akan meningkatkan kadar tryptase.

    OBAT –OBATAN KHUSUS

    NEURO MUSCULAR BLOCKING AGENT (NMBAS)

    'elompok obat muscle relaksan menyebabkan sekitar 6 reaksi hipersensiti!itas yang bersifat

    cepat. 4danya 4monium kuaterner merupakan faktor utama terjadinya reaksi alergi ini."1

    Meskipun paparan pertama 2M*4 dapat menyebabkan reaksi sensitisasi tipe % pada paparan

     berikutnya, sebagian besar reaksi terhadap 2M*4 ini terjadi tanpa paparan sebelumnya. *ahan

    kimia rumah tangga #sampo, deterjen, pasta gigi& dan bahkan opioid kelompok kuaterner 

    ammonium pada struktur inti masing-masing molekul ini bertanggung jawab terhadap adanya

    sensitisasi silang pada sistem kekebalan tubuh. 8i 2orwegia, di mana pholocodeine #opioid yang

     bersifat menekan refleks batuk& tersedia diberbagai toko obat, sehingga angka kejadian alergi

    terhadap 2M*4Ds sangat tinggi."3

    )ebagian besar kasus anafilaksis diakibatkan penggunaan succinylcholine."5 Mobilitas struktur 

    molecular dari obat ini melekat pada %g; sebagai akibatnya berikutnya timbul raksi anafilaksis.

    Rocuronium memiliki struktur yang mobilitasnya rendah, tapi mungkin saja berikatan dengan

    %g;."@ *ukti menunjukkan bahwa sugammadeE, agen re!erse alternati!e untuk amino steroid

    non-depolarisasi 2M*4 mungkin mengakhiri reaksi anafilaksis karena berikatan dan

    menghilangkan molekul rocuronium.(

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    4/7

    9olongan *enylisoFuinoliniums seperti mi!akurium dan atracurium menyebabkan degranulasi

    sel mast secara langsung, ketika disuntikkan secara cepat, menyebabkan reaksi kemerahan dan

    rasa seperti terbaka. 8apat meluas menjadi reaksi sistemik, sehingga alangkah bijaksananya

    untuk menghindari pemberian obat ini pada populasi dengan riwayat atopik. (1  :isatracurium,

    isomer dari atrakurium, tidak merangsang pelepasan histamin, meskipun masih merupakan

    golongan benylisoFuinolinium.(" sama

    Uji skin test rutin dengan muscle relaksan tidak dianjurkan karena sebagai prediksi positif 

    sangat kecil. Jika agen penyebab sudah pasti karena muscle relaksan, pengujian dengan agen

    tertentu akan menghasilkan niali perdiksi positif yang tinggi. (( Cbat-obatan seperti atracurium

    dan mi!akurium dikenal dapat meningkatkan pelepasan baik local maupuan sistemik dari

    histamin, sering tanpa diperantarai %g;.(+ 'arena adanya reakti!itas silang, radio immune assay

    #R%4& sangat sensitif untuk mendeteksi %g; yang muncul akibat reaksi musle relaEants.( 

    ANTIBIOTIK 

    enisilin bertanggung jawab pada sekitar 36 dari reaksi anafilaksis pada populasi umum. (

     2amun, hanya 1-"6 dari pasien yang melaporkan alergi terhadap penisilin dalam periode peri-

    operatif.(3  *eberapa referensi mengataakan bhawa terjadi reaksi silang 5-16 untuk 

    sefalosporin generasi 1 pada alergi penisilin, mungkin karena mereka sama-sama memiliki

    struktur cincin beta-laktam. Rekomendasi yang ada saat ini adalah bahwa sefalosporin generasi "

    dan ( diberikan secara hati-hati kepada indi!idu dengan alergi penisilin, tapi tidak boleh

    diberikan pada pasien dengan anafilaksis, dkarenakan alergi mereka terhadap penicillin.(5

    Gancomycin, ketika diberikan dalam periode waktu yang singkat diketahui menyebabkan

     pelepasan histamin - HRed Man )yndromeH .(@ Reaksi anafilaksis terhadap antibiotik lainnya

     jarang terjadi pada saat anestesi.

    LATEX

    /ateks adalah karet alam yang berasal dari getah 7e!ea brasilliensis. Menyebabkan sekitar "6

    dari semua reaksi anaphylac pada periode peri-operatif.+ 'ejadian ini tampaknya menurun

    karena meningkatnya kesadaran dan menghindari penggunaan lateks selama periode

     perioperatif."  'elompok risiko tinggi termasuk pasien dengan riwayat atopik, pasien alergi

    makanan dan buah #pisang, mangga, kiwi, alpukat, kacang&, anak yang berulang kali menjalani

     prosedur bedah dari usia dini #khususnya spina bifida&, +1 pekerja kesehatan, +" dan pasien dengan

    dermatitis kontak yang berat pada tangan.

    +(

    /iterature baru mengenai penggunaan etilen oksidauntuk sterilisasi instrument bedah, lateks dan spina bifida ++ telah muncul di baru-baru ini.+ 

    )elama periode anestesi ada beberapa poin yang memungkinkan terjadinya kontak sehingga

    dapat memicu reaksi termasuk penggunaan sarung tangan oleh penyedia layanan kesehatan,

    injeksi obat intra!ena, penggunaan kateter urine dan endotrakeal tube. Menghindari kontak 

    adalah satu-satunya pilihan pengobatan yang efektif pada saat ini, meskipun desensitisasi melalui

     paparan ulang pada indi!idu dengan alergi terhadap lateks telah dilaporkan.+

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    5/7

    ANESTESI LOKAL

    Reaksi anafilaksis akibat anestesi lokal #/4& sangat jarang terjadi.+3  9olongan ester seperti

    tetrakain dan benocaine dimetabolisme menjdadi asam para-amino-benoat #4*4& yang dapat

    memicu reaksi tipe % yang diperantarai %g;. engawet berupa methylparaben dan metabisulfit,

    adalah penyebab terbanyak kedua pada reaksi anafilaksis akibat /4.+5 Cleh karena itu pentingmemastikan bahwa anestesi lokal yang bebas pengawet digunakan ketika pasien akan melakukan

    skin test atau test tantangan. $idak ada sensitisasi silang antara ester dan kelompok amida dari

    obat-obatan /4. $oksisitas sistemik harus selalu dipertimbangkan ketika pasien berada dalam

    kolaps system cardio-respiratory setelah dilakuakan injeksi /4.

    OPIOID

    Reaksi anafilaksis telah dilaporkan pada setiap penggunaan obat opioid, tetapi insidennya sangat

    rendah. )truktur amina tersier morfin, codeine dan meperidin #ethidineI& merupakan factor 

     predisposisi dari degranulasi sel mast sehingga terjadi pelepasan histamin, dengan meperidinsebagai penyebab masalah yang paling sering.+ 7al ini dapat mengacaukan hasil tes kulit ketika

    mencari penyebab golongan opioid. Reakti!itas silang ada antara opioid dari kelompok yang

    sama, kecuali dalam kelompok phenylpiperidine #fentanil sufentanil, alfentanil, remifentanil&"5

    AGEN INDUKSI

    ropofol bertanggung jawab untuk 1,"6 sampai "6 dari semua reaksi anafilaksis selama periode

     peri-operatif.+@  formula emulsi yang dibentuk dari minyak kedelai, albumin telur dan gliserol

    #%ntalipidI& menyarankan penggunaan secara hati-hati pada pasien dengan alergi telur atau

    kedelai, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko anafilaksis pada populasi

    ini. %sopropyl ada dalam produk perawatan kulit dan dapat menyebabkan sensitisasi %g; dengan

    reaksi silang dengan kelompok isopropyl molekul propofol.1 

    $imbulnya alergi thiopentone adalah 10 (., tapi karena jarang digunakan saat ini, laporan

    mengenai reaksi anafilaksi sangat jarang pula." 4lergi ketamine sangat jarang +, dan etomidate

    dianggap sebagai Hobat yang paling aman secara imunologisH dalam anaesthesia.(

    4nafilaksis terhadap obat benodiaepin #*& sangat jarang. 8iaepam dilarutkan dalam glikol

    dasar propilena, menyebabkan benodiaepine lebih mungkin menyebabkan reakis anafilaksis

    dibandingkan midaolam.+ Metabolit desmethyldiaepam bertanggung jawab terhadap reaksi

    silang dengan *i. Midaolam tidak menghasilkan metabolit, dan dianggap paling amanterhadap reaksi imunologis.+

    AGEN Volatile

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    6/7

    $idak ada laporan mengenai reaksi anafilaksis dari salah satu agen !olatile. *entuk langka terkait

    hepatitis fulminan dengan penggunaan halotan diduga memiliki komponen kekebalan tubuh

    tetapi tidak berhubungan dengan anaphylaEis.

    POTENSI ALERGEN PERIOPERATIVE LAINN!A

    4ntiseptik topikal seperti po!idone-iodine #betadine& dan chlorheEidine jarang dilaporkan

    sebagai allergen.,3 Riwayat hipersensiti!itas terhadap iodin atau reaksi atau uji prick test positif 

    menghalangi penggunaan at ini pada pasien.

    Media kontras iodin mengandung fraksi iodin bebas yang dapat merangsang adanya reaksi. 5

    Media 2on-ionik merupakan penyebab reaksi derajat 1 #manifestasi kulit& dan pengobatan

    sebelum pemberian media ionic berupa antihistamin dan kortikosteroid efektif untuk mencegah

    reaksi.@ Media ionik hyperosmolar terbersar, dapat menyebabkan reaksi tanpa diperantari %g;,

    dan ppengobatan sebelum pemberian media ionic hyperosmolar ini berupa steroid tidak 

    mencegah terjadinya reaksi.

    'oloid merupakan plasma ekspander yang digunakan untuk mengembalikan !olume cairan

    intra!ascular selama operasi dan trauma. 'oloid menyebabkan sekitar ",6 dari semua reaksi

    anafilaksis selamam periode intraoperati!e." %nsiden reaksi alergi diperkirakan menjadi ,6

    untuk hidroksil-etil starches, ,16 untuk albumin, ,"6 untuk dekstran dan ,(+6 untuk 

    gelatins.1 $idak ada reakti!itas silang antara koloid berbeda.

    PENGELOLAAN

    )etelah reaksi anafilaksis diketahui, manajemen terdiri dari tiga tindakan yang berbeda0 i&

     penarikan substansi penyebab, ii& menhilangkan efek dari mediator yang dilepas dalammenanggapi presentasi antigen, dan iii& pencegahan pelepasan mediator yang lanjut. /ihat $abel

    %% untuk ringkasan manajemen.

    )ejak anestesi terutama bergantung pada pemberian obat intra!ena, penarikan agen penyebab

    reaksi anafilaksis mustahil dilakukan. emberian segera bantuan hidup dasar #jalan napas,

     pernapasan, sirkulasi& dan pemberian adrenalin #epinefrin& awal adalah dasar pengobatan.

    %ntubasi endotrakeal dengan pemberian oksigen 16 melalui !entilasi tekanan positif 

    diperlukan untuk mengkompensasi peningkatan konsumsi oksigen. *antuan terhadap peredaran

    darah termasuk pemberian cairan intra!ena dalam jumlah besar #"-+l kristaloid& untuk 

    mengkompensasi hilangnya !olume intra!askular akibat kebocoran kapiler, dan pemberianadrenalin #epinefrin - K dan B agonis&. ;fek K1 melawan hipotensi melalui peningkatan

    kontraktilitas jantung dan !asokonstriksi, sementara efek B" berupa bronkodilatasi. 7ipotensi

    membutuhkan bolus -1 mikrogram #," mikrogram ? kg&, tetapi kolapsnya :G) membutuhkan

     bolus ,-1 mg #," mg ? kg&."

  • 8/18/2019 Reaksi Alergi Dan Anafilaksis Selama Proses Anestesi

    7/7

    Untuk melawan efek dari mediator yang dilepas, penting juga untuk memberikan antagonist

    reseptor 71 #diphenhydramine& dan 7" #simetidin, ranitidin&. *ronkospasme yang persisten

    mengharuskan penggunaan agonis B" murni #salbutamol&. 9lukokortikoid memiliki sifat

    menstabilkan sel mast, berperan sebagai anti-inflamasi dan akan mencegah kekambuhan dan

    meminimalkan pembengkakan saluran napas. 7idrokortison lebih disukai karena onset aksi yang

    cepat.(

    )etelah pasien stabil jalan napas dapat diekstubasi. asien memerrlukan pengamatan selama "+

     jam."  embengkakan jalan nafas, bronkospasme yang persisten atau berulang dan

    ketidakstabilan hemodinamik menunda dilakukannya ekstubasi dan masuk kedalam unit

     perawatan intensif.

    RINGKASAN

    Meskipun sebagian besar obat yang digunakan dalam periode perioperatif dapat menyebabkan

    reaksi anafilaksis, utungnya peristiwa tersebut jarang terjadi. Untuk mengidentifikasi agen penyebab selama prosedur masih berlansgung bersifat sulit, dan pasien tidak selalu dirujuk untuk 

    melakukan uji alergi pasca-operasi. )kin test dapat mengkonfirmasi identitas agen penyebab

    reaksi anafilaksis pada sebagian kecil pasien saja. Muscle Relaksan, lateks dan antibiotic adalah

    alergen anestesi yang paling umum, dan pencegahan adalah komponen yang paling penting

    untuk mengurangi terjadinya risiko. Rujukan pasca-operasi kepada ahli alergi untuk identifikasi

    alergen penyebab penting untuk mencegah insiden terjadinya anafilaksis dimasa yang akan

    datang.