22

Click here to load reader

Ref Kulit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

refkul

Citation preview

Page 1: Ref Kulit

REFERAT

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Diajukan Kepada Yth :

Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK

Disusun Oleh :

Ichsanul Arifin : 98310001

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BP RSUD SALATIGA

2004

Page 2: Ref Kulit

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Telah Disetujui dan Dipresentasikan

Pada Tanggal : … Januari 2004

Menyetujui

Dokter Pembimbing

Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK

Page 3: Ref Kulit

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas rahmat, taufiq serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

referat yang berjudul Dermatitis Kontak Iritan. Dalam hal ini penulis berusaha mencoba

menguraikan berbagai hal tentang Dermatitis Kontak Iritan. Disamping itu tujuan

penulisan referat ini untuk memenuhi salah satu dari syarat program studi kepaniteraan

klinik sub bidang Kulit dan Kelamin di BP RSUD Salatiga.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Dr. H. Kuntjoro Adi Purjanto, MMR., selaku direktur BP RSUD Salatiga yang

telah memberi fasilitas dan dukungan sehingga kami dapat melaksanakan tugas

ko- asisten di BP RSUD Salatiga.

2. Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK., selaku Kepala Bagian Kulit dan Kelamin BP

RSUD Salatiga, atas bimbingan dan dukungan yang diberikan sehingga penulis

dapat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Kulit dan Kelamin BP RSUD

Salatiga mulai tanggal 29 Desember 2003 sampai tanggal 7 Februari 2004.

3. Dr. H. Rikyanto., Sp. KK., selaku pembimbing bagian Kulit dan Kelamin RSU

Kodya Yogyakarta dan RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Staf Paramedis bagian Kulit dan Kelamin BP RSUD Salatiga dan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan.

Penulis menyadari referat ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan

saran sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat bagi

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran.

Salatiga, 5 Januari 2004

Penyusun

Page 4: Ref Kulit

DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………… i

Halaman Pengesahan…………………………………………………………. ii

Kata Pengantar………………………………………………………………... iii

Daftar Isi………………………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi……………………………………………………………. 2

B. Epidemiologi……………………………………………………… 2

C. Etiologi…………………………………………………………… 2

D. Gejala Klinis……………………………………………………… 4

E. Pemeriksaan Laboratorium……………………………………….. 6

F. Diagnosis…………………………………………………………. 7

G. Diagnosis Banding……………………………………………….. 7

H. Pengobatan……………………………………………………….. 8

I. Prognosis…………………………………………………………. 9

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSATAKA

Page 5: Ref Kulit

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau

substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.

Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda yang

mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi secara langsung pada waktu menempel.

Berdasarkan sifat iritan dikenal dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh iritan

primer kuat atau absolut dan dermatitis kontak iritan kronis yang disebabkan oleh iritan

primer lemah atau relatif (Mulyono, 1986).

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun

angkanya secara tepat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara lain kerena banyak

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda dan Sularsito, 1999).

Pengobatan dermatitis kontak iritan tergantung dari jenis iritan. Jika asam kuat

tindakan berupa pencucian dengan air, kemudian basa dan natrium bikarbonas. Setelah

dicuci diberi salep atau krim kortikosteroid (Siregar, 1996).

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tentang definisi,

epidemiologi, etiologi, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis, diagnosis

banding, pengobatan dan prognosis dari dermatitis kontak iritan.

Page 6: Ref Kulit

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin

hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda

dan Sularsito, 1999).

Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis atau peradangan pada kulit yang disertai

dengan adanya spongiosis atau edema interseluler pada epidermis karena kulit

berinteraksi dengan dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit

(Harahap, 2000).

Pengertian dermatitis kontak iritan sendiri adalah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan atau substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.

B. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan

umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup

banyak, namun angkanya secara tepat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara

lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda dan

Sularsito, 1999).

C. Etiologi

Dermatitis kontak iritan merupakan 80 % dari seluruh dermatitis kontak.

Dermatitis kontak iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan. Bahan iritan

adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila

dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan

ini dapat merusak kulit dengan cara menghabiskan lapisan tanduk secara bertahap melalui

Page 7: Ref Kulit

denaturasi keratin sehingga mengubah kemampuan kulit untuk menahan air (Harahap,

2000).

Penyebab munculnya dematitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

konsentrasi, vehikulum serta suhu badan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain.

Faktor lain yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan

dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban juga ikut berperan (Djuanda dan Sularsito, 1999).

Dermatitis kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun

perempuan. Lepasnya ureum karena karena kerja enzim bakteri di feses dapat

menyebabkan dermatitis kontak iritan di gluteal, paha atas, perut bagian bawah, yang

disebut dermatitis popok atau napkin rash. Pada orang dewasa dermatitis kontak iritan

sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena dermatitis kontak iritan

pada orang tua sering berkaitan dengan pekerjaan. Muka dapat terkena oleh bahan yang

menguap misalnya amonia (Harahap, 2000).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas.

Usia anak di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi, ras kulit hitam lebih tahan daripada

kulit putih, jenis kelamin insidensi dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita,

penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami ambang rangsang terhadap bahan iritan

turun, misalnya dermatitis atopik (Djuanda dan Sularsito, 1999).

Dermatitis kontak tipe iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda

yang mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi pada kulit secara langsung pada

waktu menempel. Berdasarkan sifat iritan primer menurut Mulyono (1986) dibagi :

1. Dermatitis kontak tipe iritan akut, disebabkan oleh iritan

primer kuat atau absolut seperti asam kuat, basa kuat, racun serangga dan getah

tanaman tertentu.

2. Dermatitis kontak tipe iritan kronis, disebabkan oleh iritan

primer lemah atau relatif seperti sabun, detergen, asam lemah, wool, bulu binatang,

bahan pelarut, anti septik dan sebagainya.

Page 8: Ref Kulit

Menurut Mulyono (1986) terdapat beberapa faktor yang memegang peranan

sebagai etiologi dermatitis kontak iritan, meliputi :

a. Faktor individu

Terdapat individu yang mudah menderita dermatitis kontak tipe iritan dan adapula

yang sulit menderita penyakit tersebut.

b. Faktor kontaktan

Terdapat zat yang sangat poten untuk memberikan sensitisasi seperti dinitro

khlorbenzen. Pada pemeriksaan di luar negeri, 97 % orang kulit putih dapat

dirangsang sehingga iritan terhadap zat tersebut.

c. Faktor usia

Orang dewasa muda dan sebagian bayi lebih mudah menderita dermatitis kontak

dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua.

d. Faktor kulit

Kulit yang mengalami kerusakan oleh karena radang atau maserasi lebih mudah

menderita dermatitis kontak.

D. Gejala Klinis

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya

kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontakan eksternal.

Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau gatal (Siregar, 1996).

Kelainan terjadi apabila berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi

cukup, umumnya dermatitis yang terjadi berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan

menyebabkan proses menjadi kronis dan kulit menebal disebut sebagai skin hardering.

Gejala klinis dipengaruhi keadaan kulit waktu kontak antara lain, faktor kelembaban,

paparan dengan air, panas dingin, tekanan atau gesekan. Kulit kering lebih kurang

bereaksi (Sularsito, dkk., 1986).

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis

kontak juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak

iritan kronis (Djuanda dan Sularsito,1999).

Page 9: Ref Kulit

Menurut Djuanda dan Sularsito (1999) membagi dermatitis kontak iritan

berdasarkan gejala klinis menjadi :

1. Dermatitis kontak iritan akut

Penyebab iritan kuat biasanya kerena kecelakaan kerja, misalnya karena asam

kuat, basa kuat, racun serangga dan getah tanaman tertentu. Kulit terasa pedih atau

panas, eritema, vesikel atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang

terkena.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia

yang menimbulkan resksi akut, misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat,

sehingga disebut dermatitis kontak iritan akut.

Kelainan kulit baru terlihat setelah 12 – 24 jam atau lebih. Contohnya adalah

dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari,

penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan

sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

2. Dermatitis kontak iritan kronis

Nama lain dari dermatitis kontak iritan kronis adalah dermatitis kontak iritan

kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang oleh

faktor fisik misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin,

juga bahan, contohnya adalah detergen, sabun, pelarut, tanah dan juga air.

Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama

beberapa faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan

dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan bahkan bisa

bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor

paling penting. Dermatitis kontak iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak

iritan yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus

berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit

tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Ada

Page 10: Ref Kulit

kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga

diabaikan oleh penderita.

Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak

pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak

iritan kumulatif, misalnya mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan,

kerja di bengkel dan berkebun.

Menurut Harahap (2000) dermatitis kontak iritan kronis dibagi menjadi dua

stadium:

a. Stadium I

Berupa kulit kering dan pecah-pecah. Stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.

b. Stadium II

Terdapat kerusakan dermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak,

terasa panas dan mudah teriritasi. Kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta dan

apabila kronis timbul likenifikasi. Keadaan ini menyebabkan retensi keringat dan

perubahan flora bakteri.

E. Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Mulyono (1986) pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan yaitu dengan uji tempel (patch test).

Pemeriksaan ini dilakukan jika dermatitis sudah tenang dan dipilih lokasi yang

representatif seperti punggung dan lengan atas. Bahan yang digunakan adalah bahan

standar dan yang dicurigai. Peralatan yang dipakai antara lain kertas saring, tutup plastik,

kain kasa dan plester. Hasil dibaca 48 jam setelah dilakukan uji tersebut dan ditunggu 20

– 30 menit setelah dibuka. Bila setelah waktu 72 jam atau bahkan 96 jam sejak dilakukan

uji tersebut tidak terdapat apa-apa berarti negatif.

Pembacaan atas hasil uji tersebut adalah sebagai berikut :

1. 0 / - : tidak ada reaksi

2. + : eritem, papel

3. ++ : eritem, vesikel

4. +++ : eritem, bula

Page 11: Ref Kulit

Menurut Mansjoer, dkk. (2000), bila penyakit sudah sembuh dapat dilakukan uji

tempel (patch test). Pada daerah fleksor lengan bawah atau interskapular dioleskan

alergen yang dicurigai, ditutup dengan kain kasa dan selofan impermiabel. Sesudah 24 –

48 jam dibaca, apakah ada reaksi atau tidak.

Reksi dinilai sebagai :

1 + → eritema

2 + → eritema, edema, papul

3 + → eritema, edema, papul, vesikel

4 + → sama dengan 3 +, tetapi disertai vesikel yang berkonfluensi

5 + → sama dengan 4 +, tetapi keadaan medidans dengan atau tanpa nekrosis

Pada pemeriksaan dapat pula memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu.

Negatif palsu dapat terjadi bila konsentrasi terlalu rendah, teknik salah, vehikulum tidak

tepat, kondisi tidak sesuai dengan kondisi pada waktu timbulnya dermatitis kontak.

Sedangkan positif palsu dapat terjadi bila terdapat reaksi iritasi, efek tekanan dari plester,

terdapat miliaria dan folikulitis (Mulyono, 1986).

F. Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena

munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi

penyebabnya. Sebaliknya dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat serta

mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan

dengan dermatitis kontak alergi. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan bahan yang

dicurigai (Djuanda dan Sularsito, 1999).

G. Diagnosis Banding

Menurut Siregar (1996) sebagai diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan

ada dua, yaitu :

1. Antraks

Biasanya lesi bundar, pada bagian tepi terdapat lepuh-lepuh, badan panas dan dapat

ditemukan basil antraks.

Page 12: Ref Kulit

2. Erisipelas

Badan Panas, eritema difus tak berbatas tegas.

Menurut Sularsito, dkk. (1986), untuk diagnosis banding :

3. Dermatitis numularis

Gejalanya biasanya hebat dan hilang timbul, berupa rasa gatal dengan kelainan pada

kulit yang terdiri dari eritema, edema, papula, vesikel dengan bentuk lesi numuler,

dengan sifat lesi yang membasah.

4. Dermatitis seboroika

Gejala klinis berupa skuama kering atau basah, bisa halus atau kasar disertai dengan

rasa gatal.

5. Dermatitis atopik

Gejala klinis pada kulit berupa edema, vesikel bahkan sampai dengan bula, dapat pula

disertai dengan ekskoriasi. Pada keadaan kronis akan terdapat penebalan kulit,

likenifikasi dan hiperpigmentasi. Gatal bervariasi mulai dari ringan sampai berat,

disertai rasa terbakar.

H. Pengobatan

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan

pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini

dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis

kontak iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin

cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk

mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau

kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat

pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk

mencegah kontak dengan bahan tersebut (Djuanda dan Sularsito, 1999).

Proteksi terhadap zat penyebab dan penghindaran terhadap kontaktan merupakan

tindakan penting. Antihistamin sistemik tidak diindikasikan pada stadium permulaan,

sebab tidak ada pembebasan histamin. Pada stadium selanjutnya terjadi pembebasan

histamin secara pasif. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan bila penyakit berat,

Page 13: Ref Kulit

misalnya prednison 20 mg sehari. Terapi topikal digunakan sesuai dengan petunjuk

umum pengobatan dermatitis (Mansjoer, dkk., 2000).

Penatalaksanaan dermatitis kontak iritan menurut Siregar (1996) secara umum

dengan menghindari sumber iritan. Sedangkan untuk pengobatan tergantung dari jenis

iritan, jika asam kuat tindakan berupa pencucian dengan air, kemudian basa dan natrium

bikarbonas. Setelah dicuci diberi salep atau krim kortikosteroid. Sebagai terapi

sistemiknya digunakan kortikosteroid seperti prednison 40 – 60 mg/hari pada orang

dewasa.

Menurut Mulyono (1986) sebagai terapi topikal pada keadaan akut dapat

dikompres dengan larutan salisil 1 % atau larutan permanganas kalikus 1/10.000. Bila

sudah agak kering diberi krim kortikosteroid. Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam

keadaan kronik. Sebagai terapi sistemiknya diberikan antibiotik penisilin atau penisilin

semisintetik per oral untuk dermatitis kontak iritan akut.

Menurut Sularsito, dkk., (1986) dalam keadaan berat terapi dermatitis kontak

iritan dapat diberi peroral :

- Antihistamin

Contoh : klorfeniramin maleat, difenhidramin hidroklorida, prometazin hidroklorida,

dll.

- Kortikosteroid

Contoh : prednison, triamsinolon (kenacort), dll.

I. Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan

sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis

kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor (Djuanda dan Sularsito, 1999).

Page 14: Ref Kulit

BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau

substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.

Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda yang

mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi secara langsung pada waktu menempel.

Berdasarkan sifat iritan dikenal dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh

iritan primer kuat atau absolut dan dermatitis kontak iritan kronis yang disebabkan oleh

iritan primer lemah atau relatif.

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena

munculnya lebih cepat, sebaliknya dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat serta

mempunyai variasi gambaran klinis yang luas.

Pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan

pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini

dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis

kontak iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal.

Page 15: Ref Kulit

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, S. dan Sularsito, A. S. 1999, Dermatitis Kontak, dalam Djuanda, A., Hamzah,

M. dan Aisah, S, (eds) ; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 3 rd ed, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. : 126 – 129.

Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani, W. I. dan Setiowulan, W. 2000, Kapita Selekta

Kedokteran, 3 rd ed, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta. : 87 – 89.

Mulyono. 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1 st ed, Meidian

Mulyo Jaya, Jakarta. : 99 – 101.

Rusyanto, I. D. dan Mahadi. 2000, Dermatitis Kontak, dalam Harahap, M. (ed) ; Ilmu

Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta. : 22 – 23.

Siregar, R. S. 1996, Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. :

122 – 123.

Sularsito, A. S., Soebaryo, W. R. dan Kuswadji, 1986, Dermatologi Praktis, 1 st ed,

Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia. : 80 – 82.

Page 16: Ref Kulit