Click here to load reader
Upload
wuland90
View
17
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
refkul
Citation preview
REFERAT
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Diajukan Kepada Yth :
Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK
Disusun Oleh :
Ichsanul Arifin : 98310001
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BP RSUD SALATIGA
2004
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Telah Disetujui dan Dipresentasikan
Pada Tanggal : … Januari 2004
Menyetujui
Dokter Pembimbing
Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas rahmat, taufiq serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul Dermatitis Kontak Iritan. Dalam hal ini penulis berusaha mencoba
menguraikan berbagai hal tentang Dermatitis Kontak Iritan. Disamping itu tujuan
penulisan referat ini untuk memenuhi salah satu dari syarat program studi kepaniteraan
klinik sub bidang Kulit dan Kelamin di BP RSUD Salatiga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr. H. Kuntjoro Adi Purjanto, MMR., selaku direktur BP RSUD Salatiga yang
telah memberi fasilitas dan dukungan sehingga kami dapat melaksanakan tugas
ko- asisten di BP RSUD Salatiga.
2. Dr. H. Bambang Sudarto., Sp. KK., selaku Kepala Bagian Kulit dan Kelamin BP
RSUD Salatiga, atas bimbingan dan dukungan yang diberikan sehingga penulis
dapat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Kulit dan Kelamin BP RSUD
Salatiga mulai tanggal 29 Desember 2003 sampai tanggal 7 Februari 2004.
3. Dr. H. Rikyanto., Sp. KK., selaku pembimbing bagian Kulit dan Kelamin RSU
Kodya Yogyakarta dan RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Staf Paramedis bagian Kulit dan Kelamin BP RSUD Salatiga dan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan.
Penulis menyadari referat ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran.
Salatiga, 5 Januari 2004
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan…………………………………………………………. ii
Kata Pengantar………………………………………………………………... iii
Daftar Isi………………………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi……………………………………………………………. 2
B. Epidemiologi……………………………………………………… 2
C. Etiologi…………………………………………………………… 2
D. Gejala Klinis……………………………………………………… 4
E. Pemeriksaan Laboratorium……………………………………….. 6
F. Diagnosis…………………………………………………………. 7
G. Diagnosis Banding……………………………………………….. 7
H. Pengobatan……………………………………………………….. 8
I. Prognosis…………………………………………………………. 9
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSATAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.
Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda yang
mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi secara langsung pada waktu menempel.
Berdasarkan sifat iritan dikenal dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh iritan
primer kuat atau absolut dan dermatitis kontak iritan kronis yang disebabkan oleh iritan
primer lemah atau relatif (Mulyono, 1986).
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun
angkanya secara tepat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara lain kerena banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda dan Sularsito, 1999).
Pengobatan dermatitis kontak iritan tergantung dari jenis iritan. Jika asam kuat
tindakan berupa pencucian dengan air, kemudian basa dan natrium bikarbonas. Setelah
dicuci diberi salep atau krim kortikosteroid (Siregar, 1996).
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tentang definisi,
epidemiologi, etiologi, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis, diagnosis
banding, pengobatan dan prognosis dari dermatitis kontak iritan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin
hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda
dan Sularsito, 1999).
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis atau peradangan pada kulit yang disertai
dengan adanya spongiosis atau edema interseluler pada epidermis karena kulit
berinteraksi dengan dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit
(Harahap, 2000).
Pengertian dermatitis kontak iritan sendiri adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan atau substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.
B. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup
banyak, namun angkanya secara tepat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda dan
Sularsito, 1999).
C. Etiologi
Dermatitis kontak iritan merupakan 80 % dari seluruh dermatitis kontak.
Dermatitis kontak iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan. Bahan iritan
adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila
dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan
ini dapat merusak kulit dengan cara menghabiskan lapisan tanduk secara bertahap melalui
denaturasi keratin sehingga mengubah kemampuan kulit untuk menahan air (Harahap,
2000).
Penyebab munculnya dematitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, vehikulum serta suhu badan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain.
Faktor lain yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan
dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban juga ikut berperan (Djuanda dan Sularsito, 1999).
Dermatitis kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun
perempuan. Lepasnya ureum karena karena kerja enzim bakteri di feses dapat
menyebabkan dermatitis kontak iritan di gluteal, paha atas, perut bagian bawah, yang
disebut dermatitis popok atau napkin rash. Pada orang dewasa dermatitis kontak iritan
sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena dermatitis kontak iritan
pada orang tua sering berkaitan dengan pekerjaan. Muka dapat terkena oleh bahan yang
menguap misalnya amonia (Harahap, 2000).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas.
Usia anak di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi, ras kulit hitam lebih tahan daripada
kulit putih, jenis kelamin insidensi dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita,
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami ambang rangsang terhadap bahan iritan
turun, misalnya dermatitis atopik (Djuanda dan Sularsito, 1999).
Dermatitis kontak tipe iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda
yang mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi pada kulit secara langsung pada
waktu menempel. Berdasarkan sifat iritan primer menurut Mulyono (1986) dibagi :
1. Dermatitis kontak tipe iritan akut, disebabkan oleh iritan
primer kuat atau absolut seperti asam kuat, basa kuat, racun serangga dan getah
tanaman tertentu.
2. Dermatitis kontak tipe iritan kronis, disebabkan oleh iritan
primer lemah atau relatif seperti sabun, detergen, asam lemah, wool, bulu binatang,
bahan pelarut, anti septik dan sebagainya.
Menurut Mulyono (1986) terdapat beberapa faktor yang memegang peranan
sebagai etiologi dermatitis kontak iritan, meliputi :
a. Faktor individu
Terdapat individu yang mudah menderita dermatitis kontak tipe iritan dan adapula
yang sulit menderita penyakit tersebut.
b. Faktor kontaktan
Terdapat zat yang sangat poten untuk memberikan sensitisasi seperti dinitro
khlorbenzen. Pada pemeriksaan di luar negeri, 97 % orang kulit putih dapat
dirangsang sehingga iritan terhadap zat tersebut.
c. Faktor usia
Orang dewasa muda dan sebagian bayi lebih mudah menderita dermatitis kontak
dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua.
d. Faktor kulit
Kulit yang mengalami kerusakan oleh karena radang atau maserasi lebih mudah
menderita dermatitis kontak.
D. Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya
kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontakan eksternal.
Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau gatal (Siregar, 1996).
Kelainan terjadi apabila berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi
cukup, umumnya dermatitis yang terjadi berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan
menyebabkan proses menjadi kronis dan kulit menebal disebut sebagai skin hardering.
Gejala klinis dipengaruhi keadaan kulit waktu kontak antara lain, faktor kelembaban,
paparan dengan air, panas dingin, tekanan atau gesekan. Kulit kering lebih kurang
bereaksi (Sularsito, dkk., 1986).
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis
kontak juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak
iritan kronis (Djuanda dan Sularsito,1999).
Menurut Djuanda dan Sularsito (1999) membagi dermatitis kontak iritan
berdasarkan gejala klinis menjadi :
1. Dermatitis kontak iritan akut
Penyebab iritan kuat biasanya kerena kecelakaan kerja, misalnya karena asam
kuat, basa kuat, racun serangga dan getah tanaman tertentu. Kulit terasa pedih atau
panas, eritema, vesikel atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang
terkena.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia
yang menimbulkan resksi akut, misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat,
sehingga disebut dermatitis kontak iritan akut.
Kelainan kulit baru terlihat setelah 12 – 24 jam atau lebih. Contohnya adalah
dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari,
penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan
sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
2. Dermatitis kontak iritan kronis
Nama lain dari dermatitis kontak iritan kronis adalah dermatitis kontak iritan
kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang oleh
faktor fisik misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin,
juga bahan, contohnya adalah detergen, sabun, pelarut, tanah dan juga air.
Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama
beberapa faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan
dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
paling penting. Dermatitis kontak iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita.
Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak
pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak
iritan kumulatif, misalnya mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan,
kerja di bengkel dan berkebun.
Menurut Harahap (2000) dermatitis kontak iritan kronis dibagi menjadi dua
stadium:
a. Stadium I
Berupa kulit kering dan pecah-pecah. Stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
b. Stadium II
Terdapat kerusakan dermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak,
terasa panas dan mudah teriritasi. Kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta dan
apabila kronis timbul likenifikasi. Keadaan ini menyebabkan retensi keringat dan
perubahan flora bakteri.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Mulyono (1986) pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan yaitu dengan uji tempel (patch test).
Pemeriksaan ini dilakukan jika dermatitis sudah tenang dan dipilih lokasi yang
representatif seperti punggung dan lengan atas. Bahan yang digunakan adalah bahan
standar dan yang dicurigai. Peralatan yang dipakai antara lain kertas saring, tutup plastik,
kain kasa dan plester. Hasil dibaca 48 jam setelah dilakukan uji tersebut dan ditunggu 20
– 30 menit setelah dibuka. Bila setelah waktu 72 jam atau bahkan 96 jam sejak dilakukan
uji tersebut tidak terdapat apa-apa berarti negatif.
Pembacaan atas hasil uji tersebut adalah sebagai berikut :
1. 0 / - : tidak ada reaksi
2. + : eritem, papel
3. ++ : eritem, vesikel
4. +++ : eritem, bula
Menurut Mansjoer, dkk. (2000), bila penyakit sudah sembuh dapat dilakukan uji
tempel (patch test). Pada daerah fleksor lengan bawah atau interskapular dioleskan
alergen yang dicurigai, ditutup dengan kain kasa dan selofan impermiabel. Sesudah 24 –
48 jam dibaca, apakah ada reaksi atau tidak.
Reksi dinilai sebagai :
1 + → eritema
2 + → eritema, edema, papul
3 + → eritema, edema, papul, vesikel
4 + → sama dengan 3 +, tetapi disertai vesikel yang berkonfluensi
5 + → sama dengan 4 +, tetapi keadaan medidans dengan atau tanpa nekrosis
Pada pemeriksaan dapat pula memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu.
Negatif palsu dapat terjadi bila konsentrasi terlalu rendah, teknik salah, vehikulum tidak
tepat, kondisi tidak sesuai dengan kondisi pada waktu timbulnya dermatitis kontak.
Sedangkan positif palsu dapat terjadi bila terdapat reaksi iritasi, efek tekanan dari plester,
terdapat miliaria dan folikulitis (Mulyono, 1986).
F. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi
penyebabnya. Sebaliknya dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan
dengan dermatitis kontak alergi. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan bahan yang
dicurigai (Djuanda dan Sularsito, 1999).
G. Diagnosis Banding
Menurut Siregar (1996) sebagai diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan
ada dua, yaitu :
1. Antraks
Biasanya lesi bundar, pada bagian tepi terdapat lepuh-lepuh, badan panas dan dapat
ditemukan basil antraks.
2. Erisipelas
Badan Panas, eritema difus tak berbatas tegas.
Menurut Sularsito, dkk. (1986), untuk diagnosis banding :
3. Dermatitis numularis
Gejalanya biasanya hebat dan hilang timbul, berupa rasa gatal dengan kelainan pada
kulit yang terdiri dari eritema, edema, papula, vesikel dengan bentuk lesi numuler,
dengan sifat lesi yang membasah.
4. Dermatitis seboroika
Gejala klinis berupa skuama kering atau basah, bisa halus atau kasar disertai dengan
rasa gatal.
5. Dermatitis atopik
Gejala klinis pada kulit berupa edema, vesikel bahkan sampai dengan bula, dapat pula
disertai dengan ekskoriasi. Pada keadaan kronis akan terdapat penebalan kulit,
likenifikasi dan hiperpigmentasi. Gatal bervariasi mulai dari ringan sampai berat,
disertai rasa terbakar.
H. Pengobatan
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan
pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini
dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis
kontak iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin
cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau
kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat
pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk
mencegah kontak dengan bahan tersebut (Djuanda dan Sularsito, 1999).
Proteksi terhadap zat penyebab dan penghindaran terhadap kontaktan merupakan
tindakan penting. Antihistamin sistemik tidak diindikasikan pada stadium permulaan,
sebab tidak ada pembebasan histamin. Pada stadium selanjutnya terjadi pembebasan
histamin secara pasif. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan bila penyakit berat,
misalnya prednison 20 mg sehari. Terapi topikal digunakan sesuai dengan petunjuk
umum pengobatan dermatitis (Mansjoer, dkk., 2000).
Penatalaksanaan dermatitis kontak iritan menurut Siregar (1996) secara umum
dengan menghindari sumber iritan. Sedangkan untuk pengobatan tergantung dari jenis
iritan, jika asam kuat tindakan berupa pencucian dengan air, kemudian basa dan natrium
bikarbonas. Setelah dicuci diberi salep atau krim kortikosteroid. Sebagai terapi
sistemiknya digunakan kortikosteroid seperti prednison 40 – 60 mg/hari pada orang
dewasa.
Menurut Mulyono (1986) sebagai terapi topikal pada keadaan akut dapat
dikompres dengan larutan salisil 1 % atau larutan permanganas kalikus 1/10.000. Bila
sudah agak kering diberi krim kortikosteroid. Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam
keadaan kronik. Sebagai terapi sistemiknya diberikan antibiotik penisilin atau penisilin
semisintetik per oral untuk dermatitis kontak iritan akut.
Menurut Sularsito, dkk., (1986) dalam keadaan berat terapi dermatitis kontak
iritan dapat diberi peroral :
- Antihistamin
Contoh : klorfeniramin maleat, difenhidramin hidroklorida, prometazin hidroklorida,
dll.
- Kortikosteroid
Contoh : prednison, triamsinolon (kenacort), dll.
I. Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis
kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor (Djuanda dan Sularsito, 1999).
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit dan bersifat mengiritasi.
Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh iritan primer yaitu benda-benda yang
mempunyai sifat memberi rangsang atau iritasi secara langsung pada waktu menempel.
Berdasarkan sifat iritan dikenal dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh
iritan primer kuat atau absolut dan dermatitis kontak iritan kronis yang disebabkan oleh
iritan primer lemah atau relatif.
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat, sebaliknya dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas.
Pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan
pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini
dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis
kontak iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, S. dan Sularsito, A. S. 1999, Dermatitis Kontak, dalam Djuanda, A., Hamzah,
M. dan Aisah, S, (eds) ; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 3 rd ed, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. : 126 – 129.
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani, W. I. dan Setiowulan, W. 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, 3 rd ed, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. : 87 – 89.
Mulyono. 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1 st ed, Meidian
Mulyo Jaya, Jakarta. : 99 – 101.
Rusyanto, I. D. dan Mahadi. 2000, Dermatitis Kontak, dalam Harahap, M. (ed) ; Ilmu
Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta. : 22 – 23.
Siregar, R. S. 1996, Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. :
122 – 123.
Sularsito, A. S., Soebaryo, W. R. dan Kuswadji, 1986, Dermatologi Praktis, 1 st ed,
Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia. : 80 – 82.