18
 BAB I PENDAHULUAN Myopia (minus ) dapat di kl asif ikasikan seba gai myopia si mplek s dan myopia  pato logis . Myop ia simpl eks biasa nya ringan dan myop ia patalo gis hamp ir selalu progresi f. Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu  penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi a dalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih  besar untuk terjadinya komplikasi pada mata. 1 Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun dekat dan 200.00 diantaranya menderita myopia tinggi. Pada beberapa orang, myopia tinggi dapat menyebabkan kerusakan retina atau ablasio. Myo pia tin ggi jug a ber kai tan den gan kat arak dan gla uko ma. Myo pia tingg i atau myopia degen eratif kronik dapat terjad i dalam suatu keluarga (bersifat familial). Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang kemungkinan genetik mende rita myop ia tingg i pada 2 genera si terakh ir didap atkan hasil bahwa lokus autosoma l dominan yang berkaitan dengan myopia tinggi adalah kromosom 18p. 2,3 Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kira sat u mil yar orang di seluru h dun ia. Myo pia diklasifikasil an menjad i san gat rin gan atau rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat kekhwatiran bahwa pasi en denga n myop ia tingg i beris iko untu k terjadi nya robek an retina apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio retina yan g tel ah dit ang ani ) yan g melahi rka n sec ara per vag ina m tidak mempun yai efe k merugikan pada retina pasien tersebut. BAB II PEMBAHASAN 1

Refer At

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 1/18

 

BAB I

PENDAHULUAN

Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu progresif.

Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu

 penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran

6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih

 besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.1

Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun dekat dan 200.00 diantaranya

menderita myopia tinggi. Pada beberapa orang, myopia tinggi dapat menyebabkan kerusakan

retina atau ablasio. Myopia tinggi juga berkaitan dengan katarak dan glaukoma. Myopia

tinggi atau myopia degeneratif kronik dapat terjadi dalam suatu keluarga (bersifat familial).

Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang kemungkinan genetik 

menderita myopia tinggi pada 2 generasi terakhir didapatkan hasil bahwa lokus autosomal

dominan yang berkaitan dengan myopia tinggi adalah kromosom 18p.2,3

Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kirasatu milyar orang di seluruh dunia. Myopia diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau

rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat

kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina

apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah

menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio

retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek 

merugikan pada retina pasien tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

1

Page 2: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 2/18

 

2.1. ANATOMI

Bola mata terdiri atas :1

 –  dinding bola mata

 –  isi bola mata.

Dinding bola mata terdiri atas :1

 – sklera

 –  kornea.

Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.1 Bola mata

  berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan

(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan

2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :2

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera

disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam

 bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh

ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda

  paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris,

 badan siliar, dan koroid.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai

susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris

yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke

otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina

dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang

hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat

di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi

ablasi retina.2

2

Page 3: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 3/18

 

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada

 badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi

atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. 2

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang

terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. 2

Gambar 1. Penampang horizontal mata kanan

Pupil

Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya

cahaya yang masuk.1

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.

Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa

silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.2

Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma

dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :2

1. Berkurangnya rangsangan simpatis

2. Kurang rangsangan hambatan miosis

3

Page 4: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 4/18

 

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun

korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur 

hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang

akan menjadikan miosis.2

Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi

dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya

dikecilkan.2

Sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.

Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan

  pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam

 bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan

sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe

dan jonjot iris.2

Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan

disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat danmerupakan batas belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal.

Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua

komponen yaitu badan siliar dan uvea.2

Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer 

endotel dan membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata

keluar ke salurannya. Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat

glaukoma sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan

sinekia posterior perifer.2

2.1. DEFINISI

2.1.1. Myopia

Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata

yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau nearsighted .3 Pada

myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan

4

Page 5: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 5/18

 

 pembiasan media refraksi terlalu kuat.2 Jika objek digeser lebih dekat dari 6 meter,

  bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih fokus. Titik tempat

 bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut “titik jauh”. Derajat myopia

dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik jauh tersebut.3 

1.2.1.1 Epidemiologi

Prevalensi dan Insiden

Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi

myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada

 populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-

negara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa area di

Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia sekarang

mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di atas 45 tahun,

mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada orang berusia 70-

an.

Faktor Resiko

Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat

keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang tua

 penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua yang

menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia.

Myopia yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan

kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah

tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada masa kanak-kanak. Suatu

analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk sekolah adalah

 prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan mengalami myopia pada

masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada orang tua. Anak dan dewasa

muda dengan anomali refraksi berkisar antara emetropia hingga hiperopia 0,5 D

memiliki kemungkinan mengalami myopia yang lebih besar dibanding individu

 berusia sama dengan hiperopia lebih dari 0,5 D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi

 pada anak dengan astigmat against-the-rule.

Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan

5

Page 6: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 6/18

 

risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk 

membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak 

kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial

terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anak-

anak, kondisi yang mengganggu pembentukan penglihatan yang normal sering

menyebabkan myopia.

1.2.1.2 Tipe Myopia

Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:2

a. Myopia refraktif 

Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata,

kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif.3

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak 

intumesen, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, yakni myopia yang terjadi akibat

 pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.2 

 b. Myopia aksial

Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal. Untuk 

setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri.

3

Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:2

a. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 – 3 dioptri

 b. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 – 6 dioptri

c. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan

melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut “rabun

 jauh”. Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling

dan celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan

mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek 

 pinhole.2

Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga

mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.2 

6

Page 7: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 7/18

 

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran bulan

sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh koroid. Pada

mata dnegan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti

degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.2

Myopia derajat tinggi menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap

gangguan-gangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun gangguan lain

sepserti juling2. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata

 berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata

telah berkurang atau terdapat ambliopia.2 

2.1.1. Persalinan

Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus ialah

 partus yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20

minggu dengan berat janin antara 1000 – 500 gram. Partus prematurus adalah suatu

 partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum cukup bulan. Berat janin

antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2

minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.4

2.1.1.1. Fisiologi Persalinan Normal

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka samapai terjadi

 pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala

 pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong

keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus

dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala

itu, diamati apakah terjadi perdarahan postpartum.4

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal dari

lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan

7

Page 8: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 8/18

 

darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada di sekitar 

kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. 4

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu: 4 

a. Fase Laten

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai

ukuran diameter 3 cm.

 b. Fase Aktif 

Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:

i. Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi

menjadi 4 cm.

ii. Fase Dilatasi Maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung

sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

iii. Fase Deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam

waktu 2 jam, pembukaan 9 cm menjadi

lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi

demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme membukanya

serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama, ostiumuteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan

menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium

uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta

 penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.4

Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah

lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir atau telah

lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap

atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm,

disebut ketuban pecah dini. 4

Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada

 primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira

7 jam. 4

Kala II

8

Page 9: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 9/18

 

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit

sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang panggul,

maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris

menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak 

 buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus

membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak 

dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin

tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala

  janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu

melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan

 badan, dan anggota bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan

 pada multipara rata-rata 0,5 jam.4 

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.

Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari

dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir 

dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta

disertai dengan pengeluaran darah.

4

Kala IV

Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah

ada perdarahan postpartum.4 

2.1. PERUBAHAN DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA KEHAMILAN

Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik 

sistemik maupun okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada

sistem kardiovaskular, sistem hormon, metabolik, hematologik, dan sistem

imunologik.5 

Akibat beberapa mekanisme ini, kehamilan menyebabkan perubahan padamata. Perubahan hormon dan metabolik yang terjadi pada saat kehamilan,

9

Page 10: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 10/18

 

hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan progresivitas dari

retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes.6 

Perubahan hormon merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada

wanita hamil. Plasenta, kelenjar endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus

mengkombinasi produktivitasnya menghasilkan pabrik hormon berkekuatan tinggi.

Kadar imun tersupresi, menyebabkan wanita hamil tersebut mudah mengalami

kelainan imun yang serius.7 

Perubahan penglihatan pada kehamilan sering terjadi, dan sebagian besar 

  berhubungan secara spesifik dengan kehamilan itu sendiri. Kehamilan sering

dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya bersifat sementara, namun

dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat bersifat fisiologis maupun

 patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah ada sebelumnya.5 

Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider angiomas

dan ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu berkurangnya

kapiler di konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di venula dan lengkungan

kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi, ketidaksesuaian akomodasi danrefraksi, dan menurunnya tekanan intraokular.5 

Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior termasuk perburukan dari

retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan resiko terjadinya

distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang menguntungkan

dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada kehamilan

 juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Grave’s dan sklerosis

multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada kehamilan yaitu

 Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehan’s.5

Adneksa Okular

Chloasma atau yang lebih dikenal sebagai “topeng kehamilan” adalah proses

hormonal, yang ditandai dengan meningkatnya pigmentasi di sekitar mata dan pipi. 8,9

Perubahan pigmentasi tersebut akan hilang perlahan setelah melahirkan. Spider 

angiomas, yang merupakan salah satu jenis telengiektasi, biasanya timbul pada saatkehamilan di daerah muka dan tubuh bagian atas, dan juga hilang setelah

10

Page 11: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 11/18

 

melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan setelah kehamilan dan biasanya

  bersifat unilateral.9 Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan akibat defek yang

terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan serta hormonal,

akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9

 

Segmen Anterior Konjungtiva

Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula

konjungtiva telah dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.9

Kerusakan Lensa

Kehamilan menginduksi terjadinya “syndrone kekeringan mata” yang timbul

akibat gangguan pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat mencetuskan

 perubahan dari ekspresi faktor pertumbuhan ( growth factor ) kelenjar lakrimal dan

redistribusi limfosit dari   periductal foci ke celah interacinar, serta meningkatkan

reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1 dan EGF pada sel duktus.5

Kornea

Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat

kehamilan, walaupun mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak sebelumkehamilannya. Suatu penelitian yang meneliti mengenai lengkungan kornea pada

wanita hamil menyebutkan peningkatan statiskik yang signifikan pada lengkungan

kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun akan hilang setelah melahirkan atauun

setelah mulai menyusui.5

Kehamilan juga dihubungkan dengan perubahan pada ketebalan dan

sensitifitas kornea. Peningkatan ketebalan yang sedikit namun dapat terukur pada

kornea disebabkan oleh terjadinya edema pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea

cenderung berkurang, dengan perubahan terbesar terjadi pada tahap akhir kehamilan.

Akibat dari variasi ketebalan tersebut, indeks refraksi kornea juga dapat berubah.

  Namun dianjurkan untuk menunda pemberian resep maupun lensa kontak sampai

 beberapa minggu setelah kelahiran.5

 

Gangguan Akomodasi dan Refraksi

Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telahdilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada saat

11

Page 12: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 12/18

 

maupun sesudah kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan

 berhubungan dengan laktasi. Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun

segera setelah kehamilan tidak dapat diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk 

ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah kelahiran.5 

Myopia dapat meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh

Pizzarello yang telah melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk 

menentukan penyebab perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum.

Wanita hamil yang mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan

 pada kondisi myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke

tingkat semulanya pada post-partum. 4, 7,8

Tekanan Intraokular

Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan

dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan

hipertensi okular. Pada subjek yang normal, kehamilan menurunkan tekanan

intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada

minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan

menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%.

5

Berbagai macam mekanisme telah diimplikasikan pada hasil penelitian ini.

Beberapa mekanisme ini termasuk adanya peningkatan keluaran aqueous humor ,

  penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan

tekanan vena episclera, peningkatan elastisitas jaringan generalisata yang

menyebabkan berkurangnya kekakuan sklera, dan asidosis generalisata selama

kehamilan.5 

Gangguan Segmen Posterior

a. Retinopati Diabetika

Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada.

Perubahan diabetik yang terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda

dengan yang ditemukan pada pasien non diabetik dan pada pria. Namun,

kehamilan pada pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor resiko

untuk terjadinya komplikasi vaskular.5

12

Page 13: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 13/18

 

Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh retinopati diabetika pada

kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi yang buruk 

terhadap ibu dan bayinya. Foto-koagulasi dengan laser harus

dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati

diabetika yang berat. Retinopati diabetika proliferatif mungkin tidak 

membaik setelah kelahiran.5

 

b. Korioretinopati serosa sentral

Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa

lokalisata. Umumnya menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20

samapai 45 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan

 perbandingan 10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor resiko terjadinya

  penyakit ini. Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering

dihubungkan dengan eksudat subretina yang kemungkinan bersifat

fibrinosa alami. Eksudat subretinal fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien,

dibandingkan dengan kurang dari 20% korioretinopati sentral serosa (tanpa

kehamilan). 5

Gangguan ini akan sembuh secara spontan pada akhir kehamilan atausetelah melahirkan, namun dapat timbul kembali di luar kehamilan.5 

c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)

Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi

vitrokorioretinal (121 mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut

  berkembang selama masa kehamilan pada 33,8% kasus. Menurunnya

haemodinamik okular dan kekakuan sklera adalah karakteristik kehamilan.

Insidens tertinggi progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan

sistem haemodinamik tipe hipokinetik.5 

d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa

Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau

 perlubangan retina, atau diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya

dirujuk ke spesialis mata untuk meminta saran manajemen kelahiran,apakah diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau harus

13

Page 14: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 14/18

 

dilakukan profilaksis atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina.

Banyak ahli obstetri masih mempercayai bahwa wanita hamil dengan

kelainan mata beresiko mengalami ablatio retina rhegmatogenosa harus

melahirkan dengan instrumen atau bahkan dianjurkan untuk Sectio

Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal untuk kelainan

retina asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan pervaginam

diperbolehkan untuk dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina resiko

tinggi.5

 

e. Edema Makular

Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat

timbul pada masa kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk 

selama kehamilan. Telah ditunjukkan bahwa edema makular sering

 berhubungan dengan wanita hamil yang menderita diabetes yang juga

memiliki proteinuria dan hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa

  pada beberapa kasus dapat membaik secara spontan setelah kelahiran

namun dapat juga menetap, dan menyebabkan kehilangan penglihatan

 jangka panjang.5

f. Uveitis

Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris,

 badan siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan

dengan sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan

kondisi tanpa kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan,

umumnya terjadi pada trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis

non-infeksi ini menunjukkan efek yang menguntungkan dari kehamilan

termasuk sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, uveitis idiopatik dan penyakit

Behcet’s. Sebagian besar dari wanita-wanota tersebut akan mengalami

kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran. Diduga bahwa peningkatan

hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid, dan beberapa faktor 

lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh penekanan pada

uveitis.5

14

Page 15: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 15/18

 

2.1. MYOPIA TINGGI PADA PERSALINAN

Banyak pendapat mengenai hal ini. Banyak yang mengatakan pasien dengan

myopia yang tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat melahirkan secara

spontan.   Namun tidak ada kasus yang dilaporkan dalam literatur yang dapat

menghubungkan ablasio atau robekan retina dengan myopia pada wanita yang

melahirkan.5 

Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi

seksio Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena

indikasi okular yang telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk 

 persalinan secara operasi. Frekuensi operasi seksio Caesarea atas indikasi okular telah

meningkat banyak pada tahun 2005 hingga 2006 tapi merosot sejak tahun 2006.

 Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun 2000. Dua

kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea adalah myopia

dan retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk operasi seksio Caesarea

diambil hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.11

Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan retina

 pada persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74 orang ahli

kebidanan di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon, Portugal.

Mayoritas dari dokter spesialis kebidanan ini tidak mendukung pandangan ini.

Kebanyakan dari responden (76 % di antaranya) merekomendasikan persalinan yang

dibantu alat (salah satu operasi seksio Caesarea atau persalinan instrumental),

sedangkan 24 % yang memberikan saran persalinan yang normal dan tidak ada faktor 

lain yang mempengaruhi keputusan ini. Sebagian besar (58 % ) mengambil keputusan

tentang pelaksanaan persalinan ibu hamil hanya berdasarkan pendapat pribadi saja.

Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia

tinggi, riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat

operasi mata sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk 

 persalinan spontan. Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko atau

risiko rendah (59 %), riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73 %),riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %) dan

15

Page 16: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 16/18

 

riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %). Apabila ditanyakan

tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan mempengaruhi pengambilan

keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea dengan persalinan apontan

 pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan pasien tanpa riwayat kelainan mata,

13.6 % lagi mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk 

menjawab pertanyaan ini yang mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih

 bingung untuk memilih apa yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan

riwayat ablasio retina merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei

ini sejalan dengan data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan

 pegangan ini dipakai secara internasional.10

Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan

 persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat

 peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip Valsalva

  pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan

tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intra-okular. Hal ini hanya

dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran drainase dari aqueous pada

ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu, peningkatan tekanan intra-okular 

 bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio retina.

10

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan pengamatan

terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan myopia tinggi disertai

riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak terbukti adanya progresivitas

dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina, namun pada beberapa pasien

ditemukan adanya perdarahan retina dan edema makular. Dari pengamatan tersebut

disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan merupakan indikasi untuk dilakukan operasi

caesar, namun sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah

melahirkan.10 

Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10

wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan

memiliki riwayat ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami degenerasi

lattice yang luas, atau telah mendapat terapi simptomatik untuk kerusakan retina.

Subjek diikuti sejak trimester ketiga kehamilan sampai pada proses persalinan dan  post partum, diawasi adanya perubahan pada retina. Hasil penelitian tersebut

16

Page 17: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 17/18

 

menyatakan tidak ditemukannya perubahan pada retina pada pemeriksaan postpartum,

sehingga dapat disimpulkan terapi prenatal pada kelainan retina asimptomatik tidak 

dianjurkan, dan kelahiran spontan per vaginam dapat dilakukan pada wanita dengan

resiko tinggi terjadinya kelainan retina.11

Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al  juga mendukung hal tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 – 15.0 D)

yang akan melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh responden

sebelum dan setelah melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi retina dan

kerusakan retina ditemukan pada pemeriksaan pre partum, namun tidak ditemukan

adanya perburukan dari kelainan yang ada pada pemeriksaan post partum. Dari hasil

 penelitian tersebut, disarankan untuk tetap dilakukan persalinan spontan per vaginam

 pada pasien dengan myopia tinggi.12 

Sebuah penelitian telah menunjukkan terdapat kecenderungan yang tinggi

 persalinan secara seksio caesarean pada pasien denga myopia tinggi.  Loncare et. Al

telah meneliti 30553 persalinan selama 9 tahun di antara 1993 hingga 2002. Terdapat

87 % pasien melahirkan secara spontan, 3 % melahirkan dibantu ekstraksi vakum dan

10 % persalinan secara seksio caesarean. Di dalam jumlah tersebut terdapat 693wanita hamil dengan myopia, 421 orang (61 %) dengan myopia rendah, 159 orang (23

%) dengan myopia sedang dan 113 orang (16 %) dengan myopia tinggi. Persalinan

dengan operasi seksio caesarea dilaporkan kurang lebih sama pada pasien yang tidak 

myopia, dan myopia tingkat rendah-sedang serta lebih tinggi pada pasien dengan

myopia tinggi.Tingkat persalinan secara ekstraksi vakum diamati lebih tinggi pada

 pasien dengan myopia sedang dan tinggi berbanding pasien dengan myopia rendah

dan tidak myopia. Di antara semua pasien, pasien dengan myopia tinggi mempunyai

kadar persalinan secara operasi yang lebih tinggi berbanding persalinan spontan.

Kesimpulannya, persalinan spontan pervaginam tidak dianggap sebuah kontraindikasi

untuk pasien dengan myopia tinggi. 6,7

17

Page 18: Refer At

5/13/2018 Refer At - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55a752c16e5a7 18/18

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.

3. Oftalmologi gede

4. Buku merah 06

5. Jurnal afrika

6. 5 d afrika

7. 2 d afrika

8. 8 d afrika9. 9 d afrika

10. Jurnal 1

11. Jurnal 2

12. Jurnal 3

18