referat 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

orto

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 latar belakang Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodic dan berat.Tetanus disebut juga dengan seven day disease.Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strychnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. Imunisasi dengan mengaktivasi derivate tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus (Marjono, 2004).Bakteri Clostridium tetani dapat ditemukan di semua tempat di dunia tetapi tetanus terutama ditemukan pada negara negara kurang dan sedang berkembang yang padat penduduk dengan iklim hangat dan lembab dan tanah yang kaya akan material organik. Tanpa imunisasi, angka kematian penyakit ini berkisar antara 35 70% tergantung umur, jenis kelamin, letak geografi, masa inkubasi, dan penatalaksanaan (sumarno, et al, 2008)Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi diseluruh dunia.Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir hanya terdapat 9 penelitian RCT ( randomized controller trials) mengenai pencegahan dan tatalaksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18,833 kasus yang dilaporkan ke WHO.Sekitar 76 negara, termasuk didalamnya Negara yang beresiko tinggi, tidak memiliki data serta seringkali tidak memiliki informasi yang lengkap. (depkes, 2008).Di Negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50 % dengan perkiraan jumlah kematian 800.000 1.000.000 orang per tahun. Di bagian neurologi RS Hasan Sadikin Bandung, dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999-2000 di RS Sanglah didapatkan 54 kasus tetanus dengan mortalitas 47 % (mahadewa, 2009)Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Nganjuk pada pada bulan Januari tahun 2011 April tahun 2012 didapatkan pasien tetanus yang terbanyak pada pasien laki-laki (88 %) dari pada pasien perempuan (12 %). Pada kelompok usia 60 tahun didapatkan pasien terbanyak menderita tetanus dibandingkan kelompok usia lain. Angka mortalitas pasien mencapai 35 % dari total pasien tetanus 34. Semua pasien tetanus yang meninggal berasal dari pasien tetanus derajat berat. (referat bedah umum RSUD Nganjuk, 2011 - 2012)RSUD Nganjuk merupakan salah satu rumah sakit daerah yang mendapat pasien atau bahkan rujukan pasien tetanus, tentunya pasien ini datang dengan berbagai kondisi.Pada penelitian ini kami mencoba untuk lebih mengetahui profil pasien yang terkena terkena tetanus dan seberapa tinggi angka mortalitas di RSUD Nganjuk.1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Profil pasien tetanus di RSUD Nganjuk ?2. Berapa tingkat mortalitas pasien tetatus di RSUD Nganjuk?

3. Membandingkan penelitian tetanus periode 1 januari 2014 31 Desember 2014 dengan tetanus periode Januari 2011 April 2012 di RSUD Nganjuk.1.3 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui profil pasien tetanus yang meliputi jenis kelamin, usia, dan kondisi KRS pada periode 1 januari 2014 31 Desember 20142. Untuk mengetahui tingkat mortalitas pasien tetanus 1 januari 2014 31 Desember 20143. Untuk mengetahui perbandingan pasien tetanus periode 1 januari 2014 31 Desember 2014 dengan pasien tetanus periode Januari 2011 April 2012 di RSUD Nganjuk.1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat bagi RSUD Nganjuk

Diharapkan hasil dari penelitian ini nanti dapat menjadi masukan bagi pendekatan baru dalam rangka memperbaiki program penanggulangan tetanus di RSUD Nganjuk. Manfaat untuk Peneliti

Untuk dijadikan standart penyuluhan terhadap masyarakat ketika menjadi dokter dan sebagai pengetahuan yang penting yang dapat segera di aplikasikan ke masyarakat.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISITetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular (neuromuscular junction) dan saraf otonom. (Sumarmo, 2010)2.2 SEJARAHPenyakit ini telah dikenal sejak zaman Hipocrates. Pada abad II Areanus the Cappadocian melaporkan gambaran klinis tetanus, kemudian selama berabad abad penyakit ini jarang disebutkan. Pada tahun 1884, Carle dan Rattone menggambarkan transmisi tetanus pada kelinci Percobaan. Kitasato pertama kali mengisolasi Clostridium Tetani. Setahun kemudian bersama dengan von Behring melaporkan adanya antitoksin spesifik pada serum binatang yang telah disuntikkan dengan toksin tetanus. Pada tahun1926, mulai dikembangkan toksoid yang dapat merangsang pembentukan imunitas (Behreman, 2000).Nocard kemudian membuktikan efek protektif antibody yang ditransfer secara pasif pada tahun 1897. Imunisasi pasif ini digunakan untuk pengobatan dan profilaksis tetanus selama Perang Dunia I. Descombey kemudian mengembangkan imunisasi aktif tetanus toksoid pada tahun 1924 dan digunakan secara luas selama Perang Dunia II. Pada tahun 1926, mulai dikembangkan toksoid yang dapat merangsang pembentukan imunitas (Marjono, 2004)2.3 EPIDEMIOLOGIBakteri Clostridium Tetani dapat ditemukan di semua tempat di dunia tetapi tetanus terutama ditemukan pada negara negara kurang dan sedang berkembang yang padat penduduk dengan iklim hangat dan lembab dan tanah yang kaya akan material organik. Tanah dan usus manusia serta hewan merupakan reservoir spora Clostridium Tetani. Transmisi Clostridium Tetani terjadi melalui luka yang kotor (terkontaminasi) atau cidera jaringan lain. Insiden puncak tetanus terutama terjadi pada musim panas atau hujan. Tetanus tidak menular dari manusia ke manusia ( Sumarno, 2010)2.4 ETIOLOGITetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Cloastridium tetani. Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap antiseptic, pemanasan 1000C dan bahkan pada otoklaf 1200C selama 15 20 menit (De jong, 2003)2.5 PATOGENESECloastridium tetani masuk ke tubuh manusia melalui luka. Port dentre pada 60% pasien tetanus terdapat pada daerah kaki, terutama pada luka tusuk. Otitis media atau karies gigi juga dapat dianggap sebagai port dentre bila pada pasien tetanus tidak ditemukan luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus (de jong, 2003). Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.

d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urineSpora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg. (Depkes RI, 2014)Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar. (Depkes RI, 2014)Dampak toksin antara lain :1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia. (Ismanoe, 2010)

Gambar 1. Opistotonus akibat masuknya toksin dari Clostridium tetani www.google.co.id 2.6 GEJALA KLINISMasa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian (Tolan, 2008)Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis menurut Tolan (2008), yakni :1. Generalized tetanus (Tetanus umum)Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan.Derajat luka bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki pola yang desendens.Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen.Gejala utama berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut.Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung.Manifestasi dini ini merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek. Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa bulan.

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan, hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.2. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis).Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum, bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari dan prognosis biasanya buruk.3. Tetanus neonatorumBentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari.Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat.Angka mortalitas dapat melebihi 70%.Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus dapat dibagi menjadi empat.Tabel 1. Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus www.google.co.id

DerajatManifestasi Klinis

I : RinganTrismus ringan sampai sedang; spastisitas umum tanpa spasmeatau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau disfagia ringan

II : SedangTrismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit; disfagia ringan

III : BeratTrismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju napas > 40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia berat

IV : Sangat berat

(derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut

dapat menetap

2.7 PHILLIPS SCORE PADA PASIEN TETANUSRingan:< 9

Sedang: 9 16

Berat:> 16A. Masa inkubasi5:< 48 jam

4:2 5 hari

3:6 10 hari

2:11 14 hari

1 :> 14 hari

B. Lokalisasi nyeri / port dentri5: Internal/umbilikal4: Leher, kepala, dinding tubuh3: Ekstermitas Proksimal2: Ekstermitas Distal1 : Tidak diketahui

C. Imunisasi10: Tidak ada8: Mungkin ada/ibu mendapatkan4: >10 tahun yang lalu2: 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)4. AntikonvulsanPenyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya.Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.Tabel 4.Jenis AntikonvulsanJenis ObatDosisEfek Samping

Diazepam0,5 1,0 mg/kg Stupor, Koma

Berat badan / 4 jam (IM)Stupor, koma

Meprobamat300 400 mg/ 4 jam (IM)Tidak Ada

Klorpromasin25 75 mg/ 4 jam (IM)Hipotensi

Fenobarbital50 100 mg/ 4 jam (IM)Depresi pernafasan

Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia 9)Sedang (9 16 )Berat (650178

Didapatkan bahwa pasien usia 26 - 45 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 8 pasien dengan presentase 20 % dimana dari 8 pasien,3 pasien dengan presentase 37,5 % mengalami derajat berat, 2 pasien dengan presentase 25% mengalami derajat sedang dan 3 pasien dengan presentase 37,5 % mengalami derajat ringan.

pasien usia 46 - 65 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 24 pasien dengan presentase 60 % dimana dari 24 pasien, 12 pasien dengan presentase 50 % mengalami derajat berat, 12 pasien dengan presentase 50% mengalami derajat sedang dan 0 pasien dengan presentase 0 % mengalami derajat ringan.

pasien usia >65 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 8 pasien dengan presentase 20 % dimana dari 8 pasien 7 pasien dengan presentase 87,5 % mengalami derajat berat, 1 pasien dengan presentase 12,5 % mengalami derajat sedang dan 0 pasien dengan presentase 0 % mengalami derajat ringan.

Mengenai perbandingan antara usia dengan derajat tetanus pada tabel 7 didapatkan bahwa pasien dengan kategori lansia yaitu usia diatas 46 - 65 tahun lebih berisiko terkena tetanus, selain itu pasien dengan di rentang umur ini (46 - 65) penyakit tetanus yang dideritanya termasuk didalam kategori berat dan tentunya lebih beresiko untuk mengalami kematian.

Diagram 2. Analisa Perbandingan data antara Usia dengan derajat Tetanus

4.2.3 Perbandingan Derajat Tetanus dengan kondisi pasien saat KRS

Table 7. Perbandingan derajat kesembuhan dengan kondisi pasien saat KRSDerajatJumlah pasienTingkat Mortalitas

SembuhMeninggal

Ringan ( 16 )22715

Untuk tingkat mortalitas pada pasien tetanus ini , didapatkan jumlah mortalitas yaitu 37,5% yang mana itu terdiri dari 15 dari 40 total pasien tetanus . Selain itu perbandingan antara derajat tetanus dengan kondisi pasien saat KRS didapatkan bahwa pasien dengan derajat ringan dan sedang tingkat kematian nya 0% , artinya pasien dengan derajat ringan dan sedang lebih bisa bertahan hidup dari pada derajat berat. Sedangkan angka tertinggi ada pada pasien dengan derajat berat, dari 22 pasien dengan kondisi derajat berat terdapat 15 pasien yang meninggal karena penyakit tetanus dengan presentase 65%.Diagram 3. Perbandingan Derajat Tetanus dengan kondisipasien saat KRS

4.2.4 Analisa Data pasien yang meninggal dengan perawatan di RSUD NganjukDiagram 4. Analisa Data pasien yang meninggal dengan perawatan di RSUD Nganjuk

Terdapat 15 pasien yang meninggal di RSUD nganjuk dikarenakan tetanus dimana pasien meninggal dalam waktu kurang dari 7 hari.Angka kematian penderita tetanus di RSUD Nganjuk mencapai 37,5 %. BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan perbandingan antara jenis kelamin terhadap derajat tetanus

Pada periode 1 januari 2014 31 Desember 2014 di RSUD Nganjuk terdapat 40 pasien dengan diagnose tetanus. Hal ini menunjukan adanya peningkatan jumlah pasien dengan diagnose tetanus, yang mana pada penelitian sebelumnya periode Januari 2011 April 2012 jumlah pasien dengan diagnose tetanus terdapat 34 pasien. Dari 40 pasien yang didiagnosa tetanus terdapat 33 pasien laki laki dan 7 pasien perempuan,yang mana dari 33 pasien laki-laki 19 pasien dengan presentase 57,57 % mengalami derajat berat , 11 pasien dengan presentase 33,33 % mengalami derajat sedang dan hanya 3 pasien dengan presentase 9,1 % yang mengalami tetanus derajat ringan. Sedangkan wanita hanya terdapat 7 pasien yang mengalami tetanus, terdapat 4 pasien dengan presentase 57,14 % mengalami derajat berat, 3 pasien dengan presentase 42,86% mengalami derajat sedang dan 0 pasien dengan presentase 0 % yang mengalami tetanus derajat ringan. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu di RSUD Nganjuk pada pada bulan Januari tahun 2011 April tahun 2012, hasil dari penelitian ini tidak jauh beda dengan hasil penelitian di RSUD Nganjuk pada pada bulan Januari tahun 2014 Desember tahun 2014 yaitu pasien laki laki yang terkena tetanus masi lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Pasien laki laki banyak yang terkena tetanus dikarenakan sebagian besar laki laki banyak menghabiskan waktu diluar rumah seperti bekerja sehingga resiko untuk terkena tetanus jauh lebih besar dibandingkan perempuan yang sebagian besar menghabiskan waktunya di rumah sebagai ibu rumah tangga.Hal ini didukung juga dengan kondisi masyarakat nganjuk pada umunya yang bekerja sebagai petani atau buruh serabutan, yang kurang memperhatikan tentang masalah kebersihan.5.2 Pembahasan perbandingan antara usia terhadap derajat tetanus

Didapatkan bahwa pasien usia 26 - 45 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 8 pasien dengan presentase 20 % dimana dari 8 pasien,3 pasien dengan presentase 37,5 % mengalami derajat berat, 2 pasien dengan presentase 25% mengalami derajat sedang dan 3 pasien dengan presentase 37,5 % mengalami derajat ringan.

pasien usia 46 - 65 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 24 pasien dengan presentase 60 % dimana dari 24 pasien, 12 pasien dengan presentase 50 % mengalami derajat berat, 12 pasien dengan presentase 50% mengalami derajat sedang dan 0 pasien dengan presentase 0 % mengalami derajat ringan.

pasien usia >65 tahun dengan diagnose tetanus sejumlah 8 pasien dengan presentase 20 % dimana dari 8 pasien 7 pasien dengan presentase 87,5 % mengalami derajat berat, 1 pasien dengan presentase 12,5 % mengalami derajat sedang dan 0 pasien dengan presentase 0 % mengalami derajat ringan.

Pasien dengan kategori lansia yaitu usia diatas 46 - 65 tahun lebih berisiko terkena tetanus, selain itu pasien dengan di rentang umur ini (46 - 65) penyakit tetanus yang dideritanya termasuk didalam kategori berat dan tentunya lebih beresiko untuk mengalami kematian. Hasil dari penelitian ini tidak jauh beda pada hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Nganjuk pada pada bulan Januari tahun 2011 April tahun 2012 dimana pada kelompok usia 60 tahun didapatkan pasien terbanyak menderita tetanus.Hal ini mungkin disebabkan karena pasien lansia memiliki antibody yang kurang kuat didalam melawan virus tetanus.5.3 Pembahasan antara derajat tetanus terhadap kondisi pasien saat keluar rumah sakit

Pada tinggkat mortalitas, pasien tetanus hanya yang terdiagnosa dengan derajat berat yang menyebabkan kematian. Tingkat mortalitas pasien tetanus di RSUD Nganjuk pada tahun 2014 yaitu 15 pasien (37,5 %) dari total pasien tetanus sebanyak 40 pasien. Semua pasien yang meninggal di RSUD Nganjuk yaitu kurang dari 7 hari. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di RSUD Nganjuk periode Januari 2011 April 2012 dimana tingkat mortalitas pasien yaitu dari 34 pasien tetanus ada 12 pasien meninggal (35,3 %). Pada penelitian lain di bagian neurologi RS Hasan Sadikin Bandung, dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999-2000 di RS Sanglah didapatkan 54 kasus tetanus dengan mortalitas 47 %.Angka kejadian tetanus didunia pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat mortalitas tetanus di RSUD Nganjuk pada tahun 2014 meningkat yaitu 2,2 % dibandingkan dengan tingkat mortalitas tetanus di RSUD Nganjuk pada periode Januari 2011 April 2012. Dibandingkan dengan RS Sanglah dengan tingkat mortalitas 47 % dan di dunia dengan tingkat mortalitas 60 %, tingkat mortalitas di RSUD Nganjuk lebih rendah yaitupada tahun 2014 sebesar 37,5 % dan periode Januari 2011 April 2012 sebesar 35,3 %.5.4 Pembahasan Analisa Data pasien yang meninggal dengan perawatan di RSUD NganjukPada pembahasan ini didapatkan angka bahwa 100% dari pasien yang meninggal karena tetanus meninggal pada seminggu pertama perawatan disini.Ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seminggu pertama pasien dirawat disini merupakan minggu yang krusial bagi pasien.Karena pada data selanjutnya pasien yang dapat melewati minggu ini kemungkinan hidupnya semakin besar, terutama pada pasien dengan derajat tetanus berat karena dari semua pasie tetanus yang meninggal 100% berasal dari derajat ini.BAB VIPENUTUP5.1 Kesimpulan

Didalam referat ini kami dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :1. Laki-laki lebih sering terkena tetanus 82 % dari pada pada perempuan 18%.

2. Pasien dengan derajat Berat pada tetanus tingkat kematiannnya lebih tinggi dari pada derajat lain, bahkan dipenelitian ini pasien yang meninggal hanya terdapat pada derajat berat.3. Pasien dengan kategori lansia usia diatas 46 - 65 tahun lebih banyak terkena tetanus, selain itu pasien dengan di rentang umur ini (46 - 65) penyakit tetanus yang dideritanya termasuk didalam kategori berat.4. Pada pasien yang meninggal dikarenakan tetanus, meninggal kurang dari 7 hari sepanjang MRS.5. Adanya peningkatan jumlah pasien dengan diagnose tetanus, jika dibandingkan antara penelitian sebelumnya periode Januari 2011 April 2012 dengan penelitian sekarang tahun 2014 sekitar 15 %6. Dibandingkan dengan RS Sanglah dengan tingkat mortalitas 47 % dan di dunia dengan tingkat mortalitas 60 %, tingkat mortalitas di RSUD Nganjuk lebih rendah yaitu periode Januari 2011 April 2012 sebesar 35,3 % dan pada tahun 2014 sebesar 37,5 % .5.2 Saran

1. Meningkatkan Fasilitas disetiap ruangan yang merawat tetanus2. Memberi penyuluhan mengenai tetanus kepada masyarakat3. Meningkatkan pelaksanaan imunisasi tetanus

4. Untuk peneliti selanjutnya, gunakan rentang waktu yang lebih panjang serta sample yang lebih banyak supaya data yang didapat lebih valid.DAFTAR PUSTAKA

Behreman RE, kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Jakarta. EGC, 2000. 1004-1007.Dr. Herry Setya Yudha Utama,SpB,MHKes,FinaCS. SMF BEDAH. RSUD ARJAWINANGUN 2011. https://herrysetyayudha.wordpress.com/ algoritma-tetanus/ ( diakses 18 desember 2014)Ismanoe, G.:buku ajar llmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi V, Pusat Penerbitan Ilmu `Penyakit Dalam, Jakarta, 2010, 2911-23.Marjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322

Nitin M. Apte and ilip R. karnad (2010)"Short report: The spatula test: A simple BedsideTestto Diagnose Tetanus diunduh dari http:www.ajtmh.org/cgi/content/abstract/53/4/386.AmJTrop.Med.Hyg. (diakses 18 desember 2014)Penatalaksanaan tetanus pada anak. Departemen Kesehatan RI Subdirektoraat Surveilan Epidemiologi Diunduh dari http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&taks=doc_download&gid=275&itemid=142. (diakses 18 Desember 2014).

Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan penyakitTropis : Tetanus. Edisi 2. IDAI. 2010Tolan Jr RW. Tetanus. Available in: www.emedicine.com Last updated Feb 1, 2008. [Tingkat Pembuktian IV].TGB Mahadewa, Maliawan S. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang. Jakarta:CV Sagung Seto; 2009

LAMPIRAN

Data Pasien Tetanus RSUD Nganjuk Periode 1 Januari 2014 31 Desember 2014

noNamaUsia

(tahun)Jenis Kelaminphilips scoreKRS

HidupMeninggal (hari)

0 - 78 14> 14

1Sundari57Perempuan14+

2Semi67Perempuan17+

3Sajid40laki laki8+

4Sarjono51laki laki14+

5Panimin59laki laki17+

6Senen56laki laki15+

7Wito42laki laki14+

8Sutaji45laki laki16+

9Slamet67laki laki17+

10Sumiran62laki laki19+

11Sumiran57laki laki15+

12Debora71Perempuan17+

13Djaini69laki laki19+

14Suparman60laki laki19+

15Narto50laki laki17+

16Wakidi35laki laki8+

17Sariman67laki laki17+

18Mulyadi52laki laki14+

19Munari34laki laki8+

20Sudiono53laki laki15+

21Binti umayah60Perempuan14+

22Sunarsih56Perempuan17+

23Pakar52laki laki15+

24Suprapto56laki laki15+

25Agus c40laki laki18+

26A. Latif58laki laki17+

27Pawiro71laki laki18+

28Suwarni52laki laki14+

29Sira70Perempuan15+

30Soleman61laki laki17+

31Sukarman57laki laki18+

32Supriyati52Perempuan17+

33Samidi58laki laki17+

34Muradi52laki laki18+

35Budiono43laki laki17+

36Sutyitno44laki laki18+

37Sidem69laki laki19+

38Taniman61laki laki17+

39Basir52laki laki16+

40Sutrisno57laki laki15+

1. jenis kelamin

2. umur

3. Philips score (Derajat Tetanus)

4. Kondisi KRS

Mortalitas

2.3

1. 0-7 hari

2. 8-14 hari

3. > 14 hari

Tetanus

2.1

Profil

2.2

Rekam Medik

Semua pasien yang didiagnosa Tetanus tahun 2014 dan dirawat di RSUD nganjuk

Kondisi KRS

Philips score

(Derajat Tetanus)

Jenis kelamin

usia

Pengumpulan Data

Analisa Data

Kesimpulan

DERAJAT TETANUS

USIA

1

_1492481784.xlsChart1

313

063

0717

Ringan ( 16)

Sheet1

Ringan ( 16)

26 - 45 th313

46 - 65 th063

> 65 th0717

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

Sheet2

_1492481959.xlsChart1

330

14140

23815

Jumlah pasien

Sembuh

Meninggal

Sheet1

Jumlah pasienSembuhMeninggal

Ringan ( 16 )23815

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1484384882.xlsChart1

31119

034

Ringan (>9)

Sedang (9 16 )

Berat (9)Sedang (9 16 )Berat ( 14 hari

jumlah pasien meninggal

jumlah pasien hidup

Column1

Sheet1

jumlah pasien meninggaljumlah pasien hidupColumn1

pasien hidup025

pasien meninggal 0 - 7 hari150

pasien meninggal 8 - 14 hari00

pasien meninggal > 14 hari00

To resize chart data range, drag lower right corner of range.