25
FISIOLOGI SISTEM SARAF OTONOM Sistem saraf otonom (ANS) mengontrol aktivasi involunter badan diluar kesadaran. ANS merupakan sistem control yang paling primitif dan paling esensial. ANS dibagi menjadi dua subsistem, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Subsistem ketiga yaitu sistem saraf enterik ditambahkan. Aktivasi sistem saraf simpatis memunculkan yang secara tradisional disebut respon fight-or-flight, khususnya meliputi redistribusi aliran darah dari viscera ke otot skeletal, peningkatan fungsi jantung, kerinatan, dan dilatasi pupil. Sistem parasimpatis mengontrol aktivitas badan yang berhubungan erat dengan mengatur keperluan badan seperti fungsi pencernaan dan urogenital, rest-and- digest. 1,3 Gambar 1. Sistem Saraf Simpatis 1

Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

FISIOLOGI SISTEM SARAF OTONOM

Sistem saraf otonom (ANS) mengontrol aktivasi involunter badan diluar kesadaran. ANS

merupakan sistem control yang paling primitif dan paling esensial. ANS dibagi menjadi dua

subsistem, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Subsistem ketiga yaitu

sistem saraf enterik ditambahkan. Aktivasi sistem saraf simpatis memunculkan yang secara

tradisional disebut respon fight-or-flight, khususnya meliputi redistribusi aliran darah dari viscera

ke otot skeletal, peningkatan fungsi jantung, kerinatan, dan dilatasi pupil. Sistem parasimpatis

mengontrol aktivitas badan yang berhubungan erat dengan mengatur keperluan badan seperti

fungsi pencernaan dan urogenital, rest-and-digest.1,3

Gambar 1. Sistem Saraf Simpatis1

Serat preganglionic simpatis dan parasimpatis melepaskan neurotransmitter yang sama,

asetilkolin (ACh), namun ujung postganglinoik dari 2 sistem melepaskan neurotransmiter yang

berbeda. Serat postganglionic parasimpatis melepaskan asetilkolin. Semua serat preganglionic

otonom disebut serat kolinergik. Sebaliknya, hampir semua serat postganglionic simpatis disebut

serat adrenergik karena melepaskan noradrenalin, yang umumnya dikenal sebagai norepinefrin.1

Page 2: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Gambar 2. Neurotransmiter Sistem Saraf Otonom.1

FISIOLOGI ADRENOSEPTOR

Istilah adrenergik awalnya menggambarkan efek dari epinefrin (adrenalin), walaupun

neurotransmiter yang bertanggung jawab pada hampir sebagian besar dari aktifitas adrenergik

sitem saraf simpatis adalah norepinefrin (noradrenalin). Dengan pengecualian untuk kelenjar

keringat ekrin dan beberapa pembuluh darha, norepinefrin dilepaskan oleh serat-serat simpatis

postganglion dan jaringan end organ. Sebaliknya, asetilkolin dilepaskan oleh serat-serat simpatis

preganglion dan seluruh serat parasimpatis.2,3

Norepinefrin disintesis di sitoplasma ujung saraf simpatis postganglionik dan disimpan

dalam vesikel-vesikel. Setleah pelepasan melalui proses eksositosis, kerja norepinefrin diakhiri

dengan reuptake ke ujung saraf postganglionic (dihambat oleh antidepresan trisiklik), dan juga

difusi dari reseptor-reseptor atau metabolism monoamine oksidase (dihambat oleh monoamine

oksidase inhibitor) dan catechol-O-methyltransferase. Perpanjangan aktivitas adrenergic memicu

desensitisasi dan hiporesponsivness terhadap stimulasi yang lanjut. 2,3

Reseptor-reseptor adrenergik dibagi menjadi dua kategori, yaitu α dan β. Masing-masing

dibagi lagi menjadi paling tidak dua subtype, yaitu α1 dan α2 serta β1, β2, dan β3. 2,3

Page 3: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Reseptor -α1

Reseptor α1 adalah adrenoseptor postsinaptik yang berlokasi di otot polos di seluruh tubuh

(di mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dan sistem urogenital). Aktivasi dari reseptor-

reseptor tersebut meningkatkan konsentrasi ion kalsium intrasel yang menimbulkan kontraksi

dari otot-otot polos. Agonis α1 dihubungkan dengan midriasis (dilatasi pupil sampai terjadinya

kontraksi dari otot-otot radial mata), bronkokonstriksi, vasokonstriksi, kontraksi uterus dan

kontraksi spingter di gastrointestinal dan urogenital. Stimulasi α1 juga menghambat sekresi

insulin dan lipolisis. Miokardium terdapat reseptor-reseptor α1 yang memiliki efek inotropik

positif, yang dapat menyebabkan aritmia yang disebabkan katekolamin. Selain itu, efek

kardiovaskuler yang paling penting dari stimulasi α1 adalah vasokonstriksi, yang meningkatkan

resistensi pembuluh darah perifer, afterload ventrikel kiri dan tekanan darah arteri. 2

Reseptor- α2

Kebalikan dari reseptor-α1, reseptor α2 berlokasi di saraf terminal presinaptik. Aktivasi

dari adrenoseptor tersebut menghambat aktivitas adenylate cyclase, sehingga mengurangi

masuknya ion kalsium kedalam saraf terminal, yang membatasi eksositosis vesikel-vesikel

penyimpanan yang berisi norepinefrin. Kemudian, reseptor α2 menciptakan umpan balik negatif

yang menghambat pelepasan norepinefrin yang lebih lanjut dari neuron. Sebagai tambahan, otot

polos vaskuler mengandung reseptor-reseptor α2 postsinaptik yang menyebabkan vasokonstriksi.

Yang lebih penting, stimulasi dari reseptor-reseptor α2 postsinaptik di sistem saraf pusat

mengakibatkan sedasi dan mengurangi aliran balik simpatis, yang menyebabkan vasodilatasi di

perifer dan penurunan tekanan darah. 2

Reseptor- β1

Reseptor adrenergik- β dibagi menjadi reseptor β1, β2, dan β3. Katekolamin, norepinefrin,

dan epinefrin adalah equipoten pada reseptor- β1, namun epinefrin lebih poten secara signifikan

dibandingkan norepinefrin pada reseptor- β2. 2

Page 4: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Reseptor β1 yang paling utama berada di membran postsinaptik di jantung. Stimulasi dari

reseptor-reseptor tersebut mengaktivasi adenylate cyclase, yang mengubah adenosin trifosfat

menjadi siklik adenosin monofosfat dan mengawali kaskade fosforilase kinase. Awal dari

kaskade tersebut memiliki efek kronotropik positif (meningkatkan denyut jantung), efek

dromotropik (meningkatkan konduksi) dan efek inotropik (meningkatkan kontraktilitas). 2

Reseptor- β2

Reseptor β2 terutama sebagai adrenoseptor postsinaptik yang berlokasi di otot-otot polos

dan sel-sel kelenjar. Mekanisme kerjanya mirip dengan reseptor-reseptor β1, yaitu aktivasi

adenylate cyclase. Selain hal itu, stimulasi β2 menyebabkan relaksasi otot polos yang

mengakibatkan bronkodilatasi, vasodilatasi dan relaksasi uterus (tokolisis), kandung kemih dan

usus. Glikogenolisis, lipolisis, glukoneogenesis dan pelepasan insulin distimulasi oleh aktivitas

reseptor β2. Agonis β2 juga mengaktivasi pompa Na-K, yang menyebabkan kalium masuk ke

intrasel dan dapat menyebabkan hipokalemia dan disritmia. 2

Reseptor- β3

Reseptor β3 ditemukan pada gallbladder dan jaringan adipose otak. Fungsi reseptor ini

pada gallbladder fisiologi tidak diketahui, namun diperkirakan berfungsi dalam lipolisis dan

termogenesis pada brown fat. 2

Gambar 3. Reseptor Adrenergik1

Page 5: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Gambar 4. Fungsi Adrenoseptor1

AGONIS ADRENERGIK

Agonis adrenergik berinteraksi dengan berbagai spesifisitas (selektifitas) di α dan β

adrenoseptor. Ketumpangtindihan aktivitas tersebut berkomplikasi pada prediksi dari efek klinis.

Contohnya, epinefrin menstimulasi α1, α2, β1 dan β2 adrenoseptor. Efek pada tekanan darah

arterial tergantung pada keseimbangan antara vasokonstriksi α1, vasodilatasi α2, dan β1 serta

pengaruh-pengaruh dari β1 inotropik. Bahkan, keseimbangan ini berubah pada dosis yang

berbeda.1,2

Agonis adrenergik dapat dikategorikan sebagai direk dan indirek. Agonis direk berikatan

dengan reseptor, sedang agonis indirek meningkatkan aktivitas neurotransmiter endogen.

Mekanisme kerja dari indirek termasuk peningkatan pelepasan atau penurunan pengambilan dari

norepinefrin. Perbedaan antara mekanisme kerja direk dan indirek adalah penting bagi pasien-

pasien yang mempunyai simpanan abnormal norepinefrin endogen ditubuhnya, yang timbul

Page 6: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

bersamaan dengan penggunaan obat antihipertensi atau penghambat monoamine oksidase.

Hipotensi intra operatif pada pasien-pasien ini harus diterapi dengan agonis direk karena respon

mereka terhadap agonis indirek akan terganggu.1,2

Beberapa buku membedakan agonis adrenergik dari struktur kimianya. Agonis

adrenergik yang memiliki struktur 3,4 dihydroxybenzene disebut katekolamin. Obat ini memiliki

tipe short acting karena dimetabolisme oleh monoamine oksidase dan katekol-0-metiltransferase.

Pasien-pasien yang mengkonsumsi penghambat monoamine oksidase atau antidepresan trisiklik

dapat menunjukkan respon yang berlebihan terhadap katekolamin. Katekolamin yang terbentuk

secara alami adalah epinefrin, norepinefrin dan dopamin (DA). Merubah rantai struktur (R1, R2,

R3) katekolamin alamiah dapat memacu perkembangan dari katekolamin sintetik (contoh,

isoproterenol dan dobutamin) yang lebih spesifik. 1,2

Agonis reseptor-α1

Fenilefrin

Fenilefrin dan methoxamine merupaka agonis-α1 selektif. Obat-obat tersebut digunakan

secara umum pada saat cardiac output adekuat dan memerlukan vasokontriksi perifer, seperti

hipotensi yang terjadi setelah anestesia spinal, atau pada pasien dengan coronary artery diasease

atau stenosis arotic, untuk meningkatkan perfusi koroner tanpa efek samping chronotropic. 1,2

Fenilefrin adalah nonkatekolamin dengan aktivitas agonis α1 direk (dosis tinggi dapat

menstimulasi reseptor-reseptor α2 dan β). Efek primernya adalah vasokonstriksi perifer dengan

kenaikan resistensi pembuluh darah sistemik dan tekanan darah secara konkomitan. Refleks

bradikardi dapat mengurangi cardiac output. Aliran darah koroner meningkat karena efek

vasokonstriksi langsung dari fenilefrin terhadap arteri-arteri koroner yang sebelumnya

mengalami vasodilatasi karena pelepasan faktor-faktor metabolik. 1,2

Fenilefrin diberikan intravena, memiliki onset yang cepat dan durasi kerja yang relatif pendek, 5

sampai 10 menit. Fenilefrin dapat diberikan dalam bolus denga dosis 40-100 µg (0,5 - 1 µg/kg)

secara cepat mengembalikan pengurangan tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi

Page 7: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

perifer atau infus dengan rate 10 - 20 µg/menit (0,25 – 1 µg/kg/menit) akan memelihara tekanan

darah arteri pada aliran darah ginjal. Dosis lebih besar hingga 1 mg digunakan pada kasus

supraventrikular takikardia. Fenilefrin digunakan juga sebagai midratik dan dekongestan nasal.

Dapat diberikan secara topikal, tunggal atau dicampur dengan gel anestetik lokal untuk intubasi

nasotrakeal. Dapat juga ditambahkan pada anestesi lokal untuk memperpanjang blok

subaraknoid. Takifilaksis timbul pada pemberian infus fenilefrin dengan titrasi. Fenilefrin harus

dilarutkan dari 1 % larutan (10 mg/1 ml amp), biasanya hingga mencapai 100 µg/ml larutan.

Methoxamine memiliki durasi kerja lebih lama, 30-60 menit. 1,2

Agonis reseptor-α2

Efek primer agonis-α2 adalah simpatolitik. Agonis-α2 mengurangi pelepasan norepinefrin

perifer. Klonidin, obat prototipe golongan agonis- α2, merupakan agonis-α2 selektif parisal

(dengan rasio kurang lebih α2 banding α1 200:1), yang saat ini sering digunakan untuk terapi

antihipertensi dan efek-efek kronotropik negatif. Baru-baru ini, klonidin dan agonis α2 lain telah

dianggap sebagai agen yang memiliki efek sedatif. Studi penelitian telah meneliti efek anestesi

dari klonidin secara oral (3-5 µg/kg), IM (2 µg/kg), IV (1-3 µg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg

dilepas perhari), intratekal (75-100 µg) dan epidural (1-2 µg/kg). 1,2

Secara umum, klonidin dibutuhkan untuk mengurangi efek anestesi dan analgesi dan

untuk menghasilkan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan dapat

membantu stabilitas sirkulasi intraoperatif dengan mengurangi tingkat katekolamin. Selama

anestesi regional, termasuk blok saraf perifer, klonidin memperpanjang durasi dari blok. Efek

langsung pada spinal cord bisa dimediasi oleh reseptor α2 postsinaptik di dalam dorsal horn.

Keuntungan lain termasuk pengurangan kejadian menggigil postoperatif, menghambat rigiditas

otot yang dipacu oleh opioid, pelemahan dari gejala-gejala withdrawal opioid dan pengobatan

terhadap beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping termasuk bradikardi, hipotensi, sedasi,

depresi respirasi dan mulut kering. 1,2

Dexmedetomidin merupakan derivat dari lipofilik α-metilol dengan afinitas yang tinggi

untuk reseptor-reseptor α2 dibanding klonidin. Dibandingkan klonidin, dexmedetomidin

Page 8: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

lebihselektif terhadpa reseptor-α2 (dengan rasio α2: α1, 200:1 untuk klonidin dan 1600:1 untuk

dexmedetomidin). Dexmedetomidin memiliki waktu paruh lebih pendek (2-3 jam) dibandingkan

klonidin (12-24 jam). Dexmedetomidin memiliki efek sedatif, analgesia dan efek simpatolitik

yang memperjelas respon-respon kardiovaskuler (hipertensi, takikardi) yang tampak selama

masa perioperatif. Bila digunakan saat intraoperatif, dapat mengurangi kebutuhan obat-obat intra

vena dan volatile, bila digunakan setelah operasi, dapat mengurangi kebutuhan obat-obat

analgesik dan sedatif. Dexmedetomidin juga berguna untuk sedasi pasien post operasi di post

anestetic dan di ICU karena efek anxiolitik dan analgesiknya, tanpa depresi ventilasi yang

signifikan. Pemberian yang cepat dapat meningkatkan tekanan darah, tapi hipotensi dan

bradikardi tetap dapat timbul selama terapi berjalan. Dosis rekomendasi dexmedetomidine

adalah dosis loading 1 µg/kg pada 10 menit pertama diikuti infus dengan kecepatan 0,2-0,7

µg/kg/jam. 1,2

Efedrin

Efek kardiovaskuler dari efedrin serupa dengan epinefrin, meningkatkan tekanan darah,

denyut jantung, kontraktilitas dan cardiac output. Selain itu, efedrin juga merupakan

bronkodilator. Ada perbedaan-perbedaan penting diantara keduanya, yaitu efedrin memiliki

durasi kerja yang panjang karena ia merupakan nonkatekolamin, yang kurang poten, memiliki

kerja direk dan indirek dan menstimulasi sistem saraf pusat (meningkatkan MAC). Properti

agonis indirek dari efedrin dapat mencapai stimulasi sentral, pelepasan norepinefrin perifer

postsinaptik atau menghambat pengambilan norepinefrin. 1,2

Efedrin biasa digunakan sebagai vasopresor selama anestesia berlangsung. Sebagai

contoh, penatalaksanaannya harus selalu diperhatikan ketika penyebab hipotensinya diketahui

dan terulang kembali. Tidak seperti agonis α1 yang bekerja secara langsung, efedrin tidak

menurunkan aliran darah uterin. Sehingga vasopresor ini lebih sering dipilih untuk kasus-kasus

obstetri. Efedrin juga telah dilaporkan sebagai obat-obat antiemetik, terutama yang berhubungan

dengan hipotensi yang disebabkan oleh anestesi spinal. Pengobatan klonidin menguatkan efek

dari efedrin. 1,2

Page 9: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Pada orang dewasa, efedrin diberikan secara bolus sebesar 2,5 – 10 mg, pada anak secara

bolus sebesar 0,1 mg/kg. Dosis selanjutnya ditingkatkan untuk menghasilkan takifilaksis, yang

bisa menyebabkan terjadinya pengurangan simpanan norepinefrin. Efedrin tersedia dalam 1ml

ampul yang terdiri dari 25 sampai 50 mg obat. 1,2

Epinefrin

Epinefrin mengaktivasi semua adrenergik reseptor. Efek terapeutik epinefrin meliuti,

positif inotropi, kronotropi, dan meningkatkan konduksi jantung (β1), relaksasi otot polos pada

epmbuluh darah dan bronkus (β2), vasokontriksi (α1). Efek metabolik dan endokrin dari epinefrin

termasuk peningkatan kadar gula, laktat, dan asam lemak. 1,2

Epinefrin diberikan secara IV. Dosis bolus umumnya untuk mendukung tekanan adalh 2–

8 µg, 0,02-1 mg/kg diberikan pada kasus kardiovaskular collapse, asistol, ventrikular fibrilasi,

elektromekanikal disosiasi, atau syok anafilaktik. Dosis lebih besar direkomendasikan pada

kasus kritis untuk mempertahankan perfusi serbral dan miokardium melalui vasokonstriksi

perifer. 1,2

Norepinefrin

Stimulasi dari α1 langsung tanpa aktivitas β2 mencetuskan vasokonstriksi yang intensif

dari pembuluh darah arteri dan vena. Peningkatan kontraktilitas myocardial dari efek β1 dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri, tapi peningkatan afterload dan refleks

bradicardia mencegah kenaikan dari cardiac output. Penurunan aliran darah ginjal dan

peningkatan kebutuhan oksigen myocardial membatasi penggunaan dari norepinefrin pada

pengobatan shock yang berulang, dimana kebutuhan vasokonstriksi dilakukan untuk memelihara

tekanan perfusi jaringan. Norepinefrin telah digunakan bersamaan dengan α bloker (contoh,

fentolamin) untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas β tanpa penggunaan vasokonstriksi

yang disebabkan oleh stimulasi α tersebut. Ekstravasasi dari norepinefrin dalam pemberian intra

vena dapat menyebabkan nekrosis jaringan.2

Page 10: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Norepinefrin diberikan secara bolus (0,1 µg/kg) atau infus kontinue (4 mg obat dalam

500 ml D5W [8 µg/ml]) dengan kecepatan 2 – 20 µg/mnt. Sediaan ampul mengandung 4 mg

norepinefrin dalam 4 ml larutan. 2

Dopamin

Efek klinis dari DA, agonis direk dan indirek yang non selektif, bervariasi tergantung dari

dosisnya. Dosis kecil (≤ 2 µg/kg/mnt) memiliki efek adrenergik yang minimal tapi mengaktivasi

reseptor-reseptor dopaminergik. Stimulasi dari reseptor-reseptor dopaminergik ini (terutama

reseptor-reseptor DA1) mengakibatkan vasodilatasi dari pembuluh darah ginjal dan

menghasilkan diuresis. Pada dosis sedang (2 – 10 µg/kg/mnt) stimulasi β1 meningkatkan

kontraktilitas myocardial, denyut jantung dan curah jantung. Kebutuhan oksigen myocardial

meningkat melebihi pemasukan oksigen. Efek α1 menjadi lebih jelas pada dosis tinggi (10-20

µg/kg/mnt), yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan turunnya

aliran darah ginjal. Efek tidak langsung dari DA adalah terjadinya pelepasan dari Norepinefrin,

yang bertambah pada dosis diatas 20 µg/kg/mnt. 2

DA umumnya digunakan pada terapi shock untuk memperbaiki curah jantung,

mempertahankan tekanan darah dan memelihara fungsi ginjal. DA biasanya dikombinasikan

dengan vasodilator (contoh, nitrogliserin atau nitropruside), yang mengurangi afterload dan

lebih jauh lagi untuk memperbaiki curah jantung. Efek kronotropik dan disritmogenik dari DA

membatasi penggunaannya pada beberapa pasien. 2

DA tersedia dalam bentuk infus kontinue (400 mg dalam 1000 ml D5W; 400 µg/ml)

dengan kecepatan 1 – 20 µg/kg/mnt. DA banyak tersedia dalam ampul 5 ml yang berisi 200 –

400 mg dari DA. 2

Isoproterenol (receptor-β agonis nonselektif)

Isoproterenol banyak dicari karena ia merupakan β agonis yang murni. Efek β1

meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas dan curah jantung. Stimulasi β2 mengurangi

Page 11: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah sistolik. Kebutuhan oksigen myocardial

meningkat ketika pasokan oksigen berkurang, membuat isoproterenol atau agonis β murni lain

menjadi pilihan yang buruk pada beberapa situasi.1,2

Dobutamin (receptor-β agonis nonselektif)

Dobutamin merupakan agonis β1 yang relatif selektif. Efek primer kardiovaskulernya

adalah peningkatan curah jantung sebagai akibat dari peningkatan kontraktilitas myocardial.

Penurunan tajam dari resistensi pembuluh darah perifer disebabkan oleh aktivasi β2 yang

biasanya mencegah naiknya tekanan darah arteri. Tekanan pengisian ventrikel kiri menurun,

ketika aliran darah koroner meningkat. Denyut jantung meningkat bila dibandingkan dengan

agonis β lain. Efek menguntungkan dari keseimbangan oksigen myocardial ini membuat

dobutamin menjadi pilihan tepat untuk pasien-pasien dengan kombinasi gagal jantung kongestif

dan penyakit arteri koroner, terutama jika resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

telah meningkat. 1,2

Dobutamin tersedia dalam bentuk infus (1 gr dalam 250 ml [4 mg/ml]) dengan kecepatan

2 – 20 µg/kg/mnt. Sediaan terdiri dari 20 ml vial berisi 250 mg. 2

Dopexamin

Dopexamin secara struktural merupakan analog dari DA yang memiliki keuntungan

potensial dibandingkan dopamin karena efek adrenergik β dan adrenergik α nya kurang. Karena

kurangnya efek adrenergik β dan efek spesifik dari perfusi ginjal, hal ini lebih menguntungkan

dibandingkan dobutamin. 2

Dopexamin tersedia dalam konsentrasi 50 mg/ml dan harus diencerkan dalam D5W.

Infus harus dimulai dengan kecepatan 0,5 µg/kg/mnt, meningkat menjadi 1 µg/kg/mnt pada

interval 10 – 15 mnt hingga kecepatan maksimum menjadi 6 µg/kg/mnt. 2

Fenoldopam

Page 12: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Fenoldopam merupakan agonis reseptor DA1 yang selektif yang memiliki banyak

kelebihan DA tapi dengan sedikit atau tidak ada aktivitas dari α atau β adrenoseptor atau agonis

reseptor DA2. Fenoldopam menunjukkan efek hipotensi yang diperlihatkan dengan penurunan

resistensi pembuluh darah vaskuler, bersamaan dengan peningkatan aliran darah ginjal, diuresis

dan natriuresis. Obat ini diindikasikan pada pasien-pasien dengan operasi jantung dan perbaikan

aneurisma aorta, karena sifat antihipertensi dan proteksi ginjalnya. Obat ini juga diindikasikan

untuk pasien-pasien dengan hipertensi berat, khususnya dengan gangguan ginjal. 2

Fenoldopam tersedia dalam ampul 1ml, 2ml dan 5ml, 10 mg/ml. Dimulai dengan infus

kontinue 0,1 µg/kg/mnt, meningkat secara bertahap menjadi 0,1 µg/kg/mnt pada interval 15-20

menit sampai target tekanan darah tercapai. Dosis rendah diasosiasikan dengan berkurangnya

refleks takikardi. 2

ANTAGONIS ADRENERGIK

Antagonis adrenergik mengikat tapi tidak mengaktifkan adrenoseptor. Mereka bekerja

dengan mencegah aktivitas agonis adrenergik. Seperti agonis, antagonis berbeda pada spektrum

dari interaksi reseptornya. 2

α Bloker - Fentolamin

Fentolamin memproduksi blokade kompetitif dari reseptor-reseptor α yang bersifat

reversible. Antagonis α1 dan relaksasi langsung otot polos bertanggung jawab terhadap

vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah arteri. Turunnya tekanan darah memprovokasi

terjadinya refleks takikardia. Takikardia ini diperkuat oleh antagonis reseptor α2 di jantung

karena blokade α2 memacu pelepasan norepinefrin dengan mengeliminasi umpan balik yang

negatif. Efek kardiovaskuler ini biasanya timbul dalam waktu 2 – 15 menit. Pada antagonis

adrenergik, timbulnya respon terhadap blokade reseptor itu tergantung pada derajat munculnya

tonus simpatis. Refleks takikardi dan hipotensi postural membatasi penggunaan fentolamin untuk

pengobatan hipertensi yang disebabkan oleh stimulasi α yang berlebihan (contoh,

feokromositoma, penarikan klonidin). 2

Page 13: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

Fentolamin diberikan intra vena secara bolus intermiten (1-5 mg untuk dewasa) atau infus

kontinue (10 mg dalam 100 ml D5W [100 µg/ml]). Untuk mencegah nekrosis jaringan yang

mengikuti ekstravasase dari cairan intra vena yang berisi agonis α, seperti norepinefrin, 5-10 mg

fentolamin dalam 10 ml NaCl dapat diberikan. Fentolamin dikemas dalam bubuk lyophilized (5

mg).

Antagonis Campuran - Labetalol

Labetalol memblok reseptor-reseptor α1, β1 dan β2. Rasio dari blokade α dan blokade β

telah diukur sebesar 1 : 7 setelah pemberian intra vena. Blokade campuran ini mengurangi

resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah arteri. Denyut jantung dan curah jantung

biasanya menurun tajam atau tidak berubah. Kemudian, labetalol menurunkan tekanan darah

tanpa refleks takikardi, karena kombinasi dari efek α dan β. Efek puncak biasanya muncul dalam

5 menit setelah dosis intra vena. Gagal ventrikel kiri, hipertensi paradoksi dan bronkospasme

telah dilaporkan. 2

Dosis awal labetalol yang direkomendasikan adalah 0,1 – 0,25 mg/kg diberikan secara

intra vena setiap 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikan dalam interval 10 menit sampai

respon tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol juga dapat diberikan dalam infus

kontinue perlahan (200 mg dalam 250 ml D5W) dengan kecepatan 2 mg/mnt. Walau

bagaimanapun, meski obat ini memiliki waktu paruh eliminasi yang panjang (> 5 jam),

perpanjangan infus tidak dianjurkan. Labetalol (5 mg/ml) tersedia dalam bentuk 20 ml dan 40 ml

dengan kemasan yang multidosis, 4 ml dan 8 ml single dosis dalam prefilled syringes. 2

β Bloker

Reseptor β bloker memiliki derajat selektivitas yang bervariasi untuk reseptor β1. Banyak

obat yang memiliki selektif β1 kurang berpengaruh terhadap bronkopulmoner dan vaskularisasi

reseptor β2. Teorinya, selektif β1 bloker kurang memiliki efek inhibitor terhadap reseptor β2,

sehingga lebih cocok digunakan pada pasien-pasien dengan PPOK atau penyakit pembuluh darah

Page 14: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

perifer. Pasien dengan penyakit pembuluh darah perifer secara potensial dapat menurunkan

aliran darah jika reseptor β2 diblok, yang mengakibatkan dilatasi arteriol-arteriol. 2

β bloker juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah dari ISA (Intrinsic Sympathomimetic

Activity / Aktivitas Intrinsik dari Simpatomimetik) yang mereka miliki. Banyak dari β bloker

yang memiliki aktivitas agonis, meskipun mereka tidak menghasilkan efek yang serupa dengan

agonis, seperti epinefrin, β bloker dengan ISA tidak sebaik β bloker tanpa ISA dalam mengobati

pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskuler. 2

β bloker lebih jauh lagi dapat diklasifikasi oleh obat-obat yang dieliminasi oleh

metabolisme hati (seperti atenolol atau metoprolol), oleh obat yang disekresi di ginjal (seperti

atenolol) atau oleh obat yang dihidrolisa di darah (seperti esmolol). 2

Esmolol

Esmolol merupakan antagonis β1 selektif bersifat ultra short acting yang mengurangi

denyut jantung dan terutama tekanan darah. Obat ini telah berhasil digunakan untuk mencegah

takikardi dan hipertensi dalam responnya terhadap stimulus perioperatif, seperti intubasi,

rangsangan karena operasi dan keadaan darurat. Seperti contoh, esmolol (1mg/kg) menyebabkan

peningkatan tekanan darah dan denyut jantung yang biasanya menyertai terapi elektrokonvulsif,

tanpa durasi kejang. Esmolol seefektif propanolol dalam mengontrol kecepatan ventrikel pada

pasien-pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Meskipun esmolol dipertimbangkan sebagai

kardioselektif, pada dosis tinggi dapat menghambat reseptor β2 di bronkial dan vaskularisasi otot

polos. Obat ini memiliki durasi kerja yang pendek pada keadaan redistribusi cepat (waktu paruh

eliminasi 9 menit). Efek samping dapat dihilangkan dalam beberapa menit dengan menghentikan

infus. Seperti seluruh antagonis β1, esmolol tidak boleh diberikan pada pasien-pasien dengan

sinus bradikardi, blokade jantung lebih besar dari derajat I, shock kardiogenik atau gagal jantung. 2

Esmolol diberikan secara bolus (0,2 – 0,5 mg/kg) untuk terapi jangka pendek, seperti

lemahnya respon kardiovaskuler terhadap laringoskopi dan intubasi. Pengobatan jangka panjang

umumnya diawali dengan dosis loading sebesar 0,5 mg/kg diberikan lebih dari 1 menit, diikuti

Page 15: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

dengan infus kontinue sebesar 50 µg/kg/mnt untuk memelihara efek terapeutik. Jika terapi ini

gagal dalam menghasilkan respon yang diinginkan dalam waktu 5 menit, dosis loading dapat

diulang dan infus ditambah secara bertahap sebesar 50 µg/kg/mnt setiap 5 menit hingga

maksimal 200 µg/kg/mnt. 2

Esmolol tersedia dalam vial multidosis untuk pemberian bolus berisi 10 ml obat (10

mg/ml). Ampul untuk infus kontinue (2,5 g dalam 10 ml) juga tersedia tetapi harus diencerkan

terlebih dahulu hingga konsentrasinya menjadi 10 mg/ml. 2

Propanolol

Propanolol merupakan blokade non selektif dari reseptor-reseptor β1 dan β2. Tekanan

darah arteri menjadi rendah oleh beberapa mekanisme, termasuk penurunan kontraktilitas

myocard, penurunan denyut jantung dan menghilangnya pelepasan renin. Curah jantung dan

kebutuhan oksigen myocardial menjadi berkurang. Propanolol terutama digunakan selama

iskemia myocardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.

Impedansi dari ejeksi ventrikel sangat berguna bagi pasien-pasien dengan kardiomyopati

obstruksi dan aneurisma aorta. Propanolol memperlambat konduksi atrioventrikuler dan

menstabilisasikan membran myocardial, meskipun efek berikutnya tidak signifikan pada dosis

klinis. Propanolol sangat efektif dalam memperlambat respon ventrikel menjadi takikardi

supraventrikel dan sewaktu-waktu bisa mengontrol takikardi ventrikel rekuren atau fibrilasi yang

disebabkan oleh iskemik myocardial. Propanolol memblok efek β adrenergik dari tirotoksikosis

dan feokromositoma. 2

Efek samping mencakup bronkospasme (antagonis β2), gagal jantung kongestif,

bradikardi dan AV blok (antagonis β10. Propanolol dapat memperburuk depresi myocardial

karena anestesi volatile (contoh, enflurane) atau karakteristik inotropik negatif dari stimulasi

jantung indirek (contoh, isoflurane). Pemberian konkomitan propanolol dan verapamil (bloker

kalsium channel) secara sinergis dapat mendepresi denyut jantung, kontraktilitas dan konduksi

AV node. Diskontinuitas dari terapi propanolol untuk 24 – 48 jam dapat mencetuskan terjadinya

sindrom withdrawal yang ditunjukkan dengan hipertensi, takikardi dan angina pectoris. Efek ini

timbul disebabkan karena peningkatan jumlah reseptor β adrenergik (up-regulation). Propanolol

Page 16: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

berikatan kuat dengan protein melalui metabolisme hepar. Waktu paruh eliminasinya lebih lama

bila dibandingkan dengan esmolol. 2

Dosis individu dari propanolol tergantung dari tonus simpatis. Umumnya, propanolol

dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan, dimulai dengan 0,5 mg dan bertambah secara

bertahap 0,5 mg setiap 3-5 menit. Dosis total mencapai 0,15 mg/kg. Propanolol tersedia dalam

ampul 1 ml berisi 1 mg obat. 2

Page 17: Referat - Adrenergic Agonist and Antagonist

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller R. D, et al. Miller’s Anesthesia Eighth edition. Elsevier Saunders. 2015.

2. Butterworth J. F, Mackey D. C, Wasnick J. D.Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.

McGrawHill Education. 2013.

3. Sherwood L. Human Physiology : From Cells to Systems. Seventh edition. Brooks/Cole.

2010.