32
BAB I PENDAHULUAN Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan, atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apa pun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Kematian maternal dapat digolongkan pada (1) kematian obstetric langsung (direct obstetric death), (2) kematian obstetric tidak langsung (indirect obstetric death), dan (3) kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, misalnya kecelakaan. Kematian obstetric langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilam, persalinan, nifas, atau penanganannya, di antaranya adalah emboli air ketuban. Pada umumnya di negara-negara berkembang, sebagian besar penyebab ini disebabkan oleh perdarahan, infeksi, dan abortus. Emboli air ketuban atau amniotic fluid embolism (AFE) merupakan suatu sindrom katastrofik yang terjadi selama kehamilan dan persalinan atau segera setelah melahirkan (postpartum). AFE juga merupakan penyebab penting kematian maternal di negara-negara berkembang. AFE memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 1

Referat AFE

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat AFE

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan,

atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan

lokasi kehamilan, disebabkan oleh apa pun yang berhubungan dengan kehamilan

atau penanganannya tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan

lainnya. Kematian maternal dapat digolongkan pada (1) kematian obstetric

langsung (direct obstetric death), (2) kematian obstetric tidak langsung (indirect

obstetric death), dan (3) kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak

berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, misalnya kecelakaan. Kematian

obstetric langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilam, persalinan, nifas, atau

penanganannya, di antaranya adalah emboli air ketuban. Pada umumnya di

negara-negara berkembang, sebagian besar penyebab ini disebabkan oleh

perdarahan, infeksi, dan abortus.

Emboli air ketuban atau amniotic fluid embolism (AFE) merupakan suatu

sindrom katastrofik yang terjadi selama kehamilan dan persalinan atau segera

setelah melahirkan (postpartum). AFE juga merupakan penyebab penting

kematian maternal di negara-negara berkembang. AFE memiliki tingkat

morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mortalitas dan morbiditas AFE telah

menurun secara dramatis akhir-akhir ini, dimana dilaporkan mortalitas maternal

adalah sekitar 16%. Insidensi yang sebenarnya tidak jelas disebabkan sindrom ini

sulit untuk dideteksi. ibu. Dengan menggunakan data dari 1,1 juta pelahiran di

California, Gilbert dan Danielsen (1999) memperkirakan frekuensinya sekitar 1

kasus per 20.000 kelahiran.

Patofisiologi AFE sampai saat ini tetap belum jelas. AFE terjadi ketika

terdapat kerusakan pada barier antara sirkulasi maternal dan cairan amnion. Kedua

proses yang berbeda yang mengancam nyawa terjadi secara simultan atau sebagai

suatu sebab-akibat, yaitu kolaps cardiorespiratorik dan koagulopati.

Gejala klinik dari AFE umumnya terjadi selama kehamilan dan persalinan

atau dalam periode segera setelah persalinan (postpartum). Sebagian besar kasus

1

Page 2: Referat AFE

(80%) terjadi selama persalinan, namun dapat pula terjadi sebelum persalinan

(20%) atau setelah kelahiran bayi. Sekitar 25% pasien akan meninggal dalam

onset 1 jam. Manifestasi klinik AFE yang klasik adalah onset dypsnea, kegagalan

respiratorik dan hipotensi yang diikuti dengan kolaps cardiovascular,

disseminated intravascular coagulation (DIC) dan kematian.

AFE masih sangat kurang dimengerti dan mayoritas didiagnosis secara

eksklusi. Saat ini, diagnosis AFE tidak berdasarkan pada hasil yang didapatkan

secara klinis maupun laboratorium. Penatalaksanaan AFE masih tetap berupa

terapi suportif, bukan kausatif, dan terfokus pada stabilisasi system

cardiopulmonal secara cepat. Tujuan terpenting dari terapi AFE adalah untuk

mencegah terjadinya hypoxia tambahan dan mengakibatkan end-organ failure.

Prognosis dan mortalitas AFE telah membaik secara signifikan dengan diagnosis

awal dan penanganan resusitasi secara cepat dan tepat.

Kasus emboli air ketuban pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 oleh

Meyer dan merupakan kejadian bersejarah yang mendapat perhatian publik dan

medis selama lebih dari 100 tahun. AFE menjadi masalah klinis pada tahun 1941

setelah Steiner dan Luschbaugh mempublikasikan kasus mortalitas maternal

tentang 8 wanita dengan sel skuamous dan mucin yang berasal dari fetal di dalam

pembuluh darah paru-paru.

Sampai saat ini pun, emboli air ketuban merupakan penyebab kematian

utama selama persalinan dan jam-jam pertama pasca persalinan, serta tetap

sebagai kegawat daruratan obstetric yang fatal dan tidak dapat dicegah. Di

samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, maternal mortality

rate emboli air ketuban tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat

memiliki kerusakan neurologis permanen akibat hypoxia (permanent hypoxia-

induced neurological damage). Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang

berhasil selamat mengalami kerusakan neurological permanen.

2

Page 3: Referat AFE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Ketuban

Pada awal kehamilan, rongga amnion diisi cairan yang komposisinya

mirip dengan cairan ekstraseluler. Air ketuban mulai terbentuk pada usia

kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Pada pertengahan awal

kehamilan, pertukaran air dan molekul kecil lainnya tidak hanya lewat amnion

tetapi juga kulit fetal. Saat trimester kedua, fetus mulai buang air kecil, menelan,

dan menghisap air ketuban. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan,

air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin. Proses-proses ini memiliki

peran mengatur volume cairan. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air

ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc.

Fungsi air ketuban adalah sebagai berikut

1) Untuk pergerakan janin

2) Sebagai bantalan bagi janin saat pembentukan muskuloskeletal dan

melindunginya dari trauma.

3) Melindungi tali pusat dari kompresi

4) Mempertahankan temperatur

5) Fungsi nutrisi yang minimal. Mengandung Epidermal Growth Factor (EGF)

dan EGF-like growth factors, seperti transforming growth factor-β.

6) Proses pencernaan air ketuban kedalam saluran cerna dan inhalasi ke dalam

paru-paru dapat menyebabkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan ini.

7) Sebagai bakteristatik untuk mengurangi potensi terjadinya infeksi

8) Air ketuban mempertahankan tekanan air ketuban dengan mengurangi

kehilangan cairan paru-paru, komponen yang penting untuk perkembangan

paru-paru

3

Page 4: Referat AFE

2.2 Definisi Emboli Air Ketuban

Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik

ditandai oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara

mendadak.

2.3 Insidensi dan Epidemiologi

Insidensi terjadinya AFE yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti

akibat ketidakakuratan pelaporan kematian maternal, kurangnya data dari kasus-

kasus non-fatal, dan fakta bahwa AFE sulit untuk dideteksi dan tetap merupakan

diagnosis eksklusi. Pada tahun 1979, penelitian yang dilakukan oleh Morgan dari

272 kasus, dilaporkan insidensi AFE berkisar antara 1 : 8000 dan 1 : 80000,

dengan mortalitas maternal sebesar 86%. AFE juga merupakan penyebab

kematian maternal sebesar 10% di USA. Burrow dan Khoo (1995)

mempublikasikan 10 kasus AFE dengan angka mortalitas maternal sebesar 22%.

Clarke et all (1995) melaporkan dalam registrasi nasional di USA, 70%

kasus terjadi selama labor, 19% selama persalinan sectio cesarean, dan 11%

setelah kelahiran per vaginam. Seluruh kasus yang terjadi selama sectio cesarean

memiliki onset segera setelah kelahiran bayi.

Di samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, angka

mortalitas maternal AFE tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat

mengalami kerusakan neurologis permanen akibat hipoxia. Angka mortalitas fetal,

meskipun lebih baik daripada angka maternal, adalah sekitar 21% dan 50% dari

yang bertahan hidup mengalami kerusakan neurologis permanen.

2.4 Faktor risiko

Secara normal, air ketuban tidak masuk ke dalam sirkulasi maternal karena

terdapat aman di dalam uterus, dilindungi oleh kantung ketuban. Perihal kenapa

masuknya air ketuban terjadi pada beberapa wanita dan tidak pada yang lainnya,

4

Page 5: Referat AFE

belum dapat dimengerti. Banyak faktor yang dipertimbangkan berhubungan

dengan meningkatnya risiko kejadian AFE, antara lain :

1. Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang

umumnya terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan

yang tidak terkontrol.

2. Rupture uteri

3. Multiparitas

4. Kehamilan lewat waktu

5. Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban,

di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang

penuh dengan kotoran bayi inilah yang sering kali menimbulkan kefatalan

pada kasus-kasus AFE.

6. Persalinan buatan

7. Janin laki-laki

8. Usia maternal yang lanjut

9. Sectio caesaria

10. Polihydramnion

11. Laserasi serviks yang luas

12. Solusio plasenta dan plasenta previa

13. IUFD

14. Bayi besar

15. Eklampsia

Tabel 2.1 Faktor-faktor risiko Amniotic Fluid Embolism

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

5

Page 6: Referat AFE

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi

2.5.1 Patogenesis

AFE pertama kali dilaporkan secara klinis oleh Steiner dan Lushbaugh

tahun 1941, yang mendapatkan bukti adanya debris janin berupa sel skuamous

dan mucin di sirkulasi paru-paru sekelompok wanita yang meninggal saat

bersalin. Namun, studi-studi selanjutnya jelas memperlihatkan bahwa cairan

amnion itu sendiri tidak berbahaya, bahkan apabila diinfuskan dalam jumlah

besar.

AFE merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen-komponennya

ke dalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada

dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin,

lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental.

Baik persalinan normal atau sectio tidak dijamin 100% aman dari risiko

AFE, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang

memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu akibat rusaknya sawar

fisiologis yang biasanya terdapat antara kompartemen ibu dan janin. Emboli air

ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian.

Selain itu dapat terjadi komplikasi berupa gangguan saraf.

Umumnya AFE terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan

setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan

diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu

hamil yang mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang terancam AFE.

Namun kasus AFE paling sering terjadi, saat persalinan atau beberapa saat setelah

ibu melahirkan (postpartum). Ibu mungkin terpajan ke berbagai elemen janin

sewaktu terminasi kehamilan, setelah amniosintesis atau trauma, atau yang lebih

sering selama persalinan atau pelahiran saat berbentuk laserasi-laserasi kecil di

segmen bawah uterus atau serviks. Selain itu seksio sesaria memberikan banyak

kesempatan terjadinya percampuran darah ibu dan jaringan janin. Pada sebagian

besar kasus, kejadian-kejadian ini tidak membahayakan. Namun, pada sebagian

6

Page 7: Referat AFE

wanita, pemajanan ini memicu serangkaian reaksi fisiologis kompleks yang mirip

dengan yang dijumpai pada anafilaksis dan sepsis. Proses serupa juga dibuktikan

terjadi pada emboli lemak traumatic, suatu proses yang semula diperkirakan hanya

melibatkan obstruksi vascular sederhana setelah trauma. Kaskade patofisologi

kemungkinan besar disebabkan oleh sejumlah kemokin dan sitokin.

Gambar 2.1 Patogenesis Emboli Air Ketuban

(Sumber:http://jficmexam.medbrains.net/files/2008/12/amniotic-fluid-

embolism.pdf)

7

Page 8: Referat AFE

2.5.2 Patofisiologi

Patofisiologi AFE mutifaktorial, masih belum jelas dan spekulatif, banyak

teori-teori berbeda yang dipublikasikan. Gei dan Hankins (2000) membuat suatu

patofisiologi AFE berupa tiga respon atau kombinasi respon klinis terhadap debris

fetal yang bersirkulasi. Repson inisial respirasi dimulai dengan transient

pulmonary vasospasm yang mungkin disebabkan oleh amniotic microemboli yang

mencetuskan pelepasan metabolit asam arachidonat dan akhirnya terjadi

hipertensi pulmonal, intrapulmonary shunting, bronkokonstriksi, dan hipoksia

berat. Komponen dari air ketuban yang menyebabkan efek tersebut tidak diketahui

secara pasti. Namun Clark (1990) dengan penjelasan konvensional menyatakan

komponen abnormal seperti sel skuamous fetal, lanugo, dan meconium yang

terdapat dalam air ketuban menyebabkan obstruksi vascular paru-paru yang pada

akhirnya mengakibatkan hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan dan kiri,

hipotensi, dan kematian. Bukti baru-baru ini menyarankan bahwa penyebabnya

lebih mungkin karena reaksi imunologis akibat pengaruh mediator-mediator

maternal.

Manifestasi kedua mencakup inotropisme negatif dan left ventricular

failure yang mengakibatkan meningkatnya edema pulmonal dan hipotensi yang

akhirnya terjadi syok. Manifestasi ketiga merupakan respon neurologis terhadap

kerusakan sistem respiratorik dan kerusakan hemodinamik, berupa kejang,

konfusi, atau koma. Sekitar 40%-50% pasien yang bertahan hidup sampai titik ini

akan mengalami koagulopati berat, biasanya disseminated intravascular

coagulation (DIC), mengakibatkan perdarahan uterus yang tidak terkontrol serta

perdarahan dari tempat tusukan seperti tempat insersi untuk jalur intravena dan

kateter epidural. Proses koagulopati ini dicetuskan oleh beberapa komponen

procoagulan dari air ketuban, yaitu tromboplastin yang menginisiasi jalur

ekstrinsik dari cascade pembekuan darah dan mengakibatkan aktivitas fibrinolitik

yang berlebihan.

8

Page 9: Referat AFE

Gambar 2.2 Patofisiologi Emboli Air Ketuban

(Sumber: http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Sebelum onset tanda dan gejala maternal, perubahan inisial pada pola

denyut jantung janin menjadi jelas pada monitor fetal. Perubahan ini terjadi

karena penurunan perfusi uterus yang mengakibatkan penurunan aliran darah

plasenta yang berhubungan dengan hipotensi maternal. Cadangan fetal yang

diperlukan untuk menngkompensasi penurunan perfusi ini dengan cepat akan

hilang dan fetus akan menunjukkan tanda-tanda hypoxia-induced stress. Denyut

jantung janin yang normal berkisar antara 110-160/menit dengan variabilitas 6-

25/menit. Penurunan oksigenasi fetal akibat hipotensi dan hipoksia maternal akan

9

Page 10: Referat AFE

menyebabkan non-reassuring pattern pada denyut jantung janin seperti pada tabel

di bawah ini.

Tabel 2.2 Perubahan Pola Denyut Jantung Janin Akibat Hipoksia Fetal

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Setiap pola yang terdapat pada tabel di atas mempunyai lebih dari satu

penyebab, beberapa diantaranya jinak dan mudah dikoreksi.

2.6 Gejala Klinik

Salah satu faktor utama yang membuat AFE sangat mengenaskan adalah

tidak dapat diprediksi sama sekali. Meskipun sebagian besar kasus terjadi saat

onset persalinan, beberapa insiden terjadi di luar persalinan. Pengecualian pada

onset waktu adalah jarang, tetapi beberapa kasus telah dilaporkan terjadi pada

periode post-partum lambat, setelah kelahiran seksio cesarean, amniocentesis,

pelepasan plasenta, atau dengan aborsi terapeutik. Beberapa kasus juga

berhubungan dengan trauma abdominal, cervical suture removal, ruptur uterus,

atau intrapartum amnioinfusion.

10

Page 11: Referat AFE

Manifestasi klasik AFE digambarkan sebagai dyspnea yang tiba-tiba, dan

tidak terduga, kegagalan respiratorik, hipotensi yang diikuti oleh kolaps

kardiovaskular, DIC dan kematian. Menurut Morgan, gejala klinik distress

pernafasan terjadi pada 51% pasien, hipotensi 27%, abnormalitas koagulopati

12%, dan kejang 10%. Analisis Clarke’s national registry (1995) menunjukkan

gejala klinik AFE yang terjadi sebelum persalinan adalah kejang (30%), dyspnea

(27%), bradikardi fetal (17%), dan hipotensi (13%). Gejala klinik AFE yang

terjadi setelah persalinan, 54% menunjukkan koagulopati yang mengakibatkan

perdarahan postpartum.

Terdapat tiga fase AFE yang diidentifikasi pada manusia. Fase pertama

meliputi :

1. Sistim respirasi berupa distress pernafasan dan sianosis

2. Hemodinamik berupa edema pulmonal dan syok hemoragik

3. Neurologis berupa konfusi dan koma

Jika pasien bertahan hidup melewati fase kardiorespiratorik, 40%-50%

akan masuk ke dalam fase kedua, yang dikarakteristik oleh koagulopati,

perdarahan, dan syok. Pada fase kedua, gagal jantung kiri merupakan tanda yang

jelas dan yang paling sering dilaporkan. Peningkatan tekanan kapiler pulmonal

dan central venous pressure merupakan karakteristik edema pulmonal.

Pada fase ketiga, gejala akut telah dilewati dan kerusakan terhadap sistim

otak, paru-paru, dan ginjal telah terjadi. Pasien meninggal akibat kerusakan otak

dan paru-paru berat. Infeksi dan kegagalan multi organ dapat menyebabkan

kematian.

Berikut adalah kriteria cardinal AFE.

11

Page 12: Referat AFE

Tabel 2.3 Kriteria Kardinal Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

2.7 Diagnosis

Pengenalan dan diagnosis AFE dengan segera sangat penting untuk

memperbaiki prognosis maternal dan fetal. Sampai saat ini, diagnosis pasti AFE

dibuat hanya setelah otopsi maternal menunjukkan adanya sel skuamous, lanugo,

atau material fetal dan air ketuban lainnya di dalam vaskulatur arterial pulmonal.

Meskipun data laboratorium mungkin menunjukkan kemungkinan AFE, tidak ada

hasil laboratorium atau tanda klinis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

AFE.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena

secara garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka amat

penting untuk mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami sesak napas,

wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah mendadak turun,

bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan perdarahan.

Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi yang berat

dapat mengakibatkan kematian ibu. Dahulu, ditemukannya sel skuamosa atau

debris lain yang berasal dari janin di sirkulasi paru sentral dianggap

patognomonik untuk emboli cairan amnion. Selain itu beberapa penelitian

memperlihatkan bahwa sel skuamosa, trophoblast dan debris lain yang berasal

12

Page 13: Referat AFE

dari janin mungkin sering ditemukan disirkulasi sentral wanita dengan kondisi

selain emboli cairan amnion.

Dengan demikian, temuan ini tidak sensitif atau spesifik dan diagnosis

umumnya ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang khas.

Clark et all juga membuat register nasional untuk AFE sebagai usaha

untuk meneliti dan memahami sindrom ini lebih baik. Berikut adalah kriteria

inklusi untuk diagnosis AFE.

Tabel 2.4 Kriteria National Registry untuk Diagnosis Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Pemeriksaan Penunjang:

1. Electrocardiogram dan pulse oximeter

Tanda klinik pertama sering terlihat pada ECG dan pulse oximeter. ECG

menunjukkan takikardia dengan perubahan gelombang ST-T. Pulse

oximeter menunjukkan penurunan saturasi oksigen tiba-tiba.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Analisa gas darah untuk menentukan ventilasi adekuat atau tidak dan

derajat hipoksemia.

3. Foto rontgen thorax

Menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, serta oedem

pulmonum (24%-93%).

4. CVP (Central Venous Pressure)

13

Page 14: Referat AFE

Pada awalnya CVP meningkat disebabkan hipertensi pulmonal, kemudian

pada akhirnya mengalami penurunan karena perdarahan yang hebat

5. Penilaian faktor pembekuan darah

Normalnya pada wanita hamil akan terjadi peningkatan dari factor

pembekuan darah. Di mana pada AFE akan terjadi peningkatan angka

kejadian DIC disertai kegagalan pembekuan darah, penurunan hitung

trombosit, penurunan kadar fibrinogen, pemanjangan protrombin time.

Pemeriksaan untuk mengevaluasi terjadinya DIC adalah kadar AT-III,

fibrinopeptide A, D-dimer, prothrombin fragment 1.2 (PF 1.2), thrombin

precursor protein, dan trombosit.

2.8 Diagnosis Banding

Tabel 2.5 Diagnosis Banding Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

14

Page 15: Referat AFE

2.9 Penatalaksanaan

Terapi untuk AFE tidak bersifat kausatif, tetapi suportif dan terfokus pada

stabilisasi jantung dan paru ibu. Kebanyakan pasien akan dirawat di Intensive

Care Unit (ICU) setelah dilakukan stabilisasi inisial. Tujuan utama terapi adalah

menghindari terjadinya tambahan hipoksia dan kegagalan organ. Prinsip utama

dalam menangani kegawatdaruratan obstetric sama dengan gawatdarurat lainnya,

yaitu prinsip ABC (Airway, Breathing, and Circulation). Perbedaan utamanya

adalah perlunya untuk menangani 2 pasien (ibu dan janin). Fetus harus dimonitor

secara kontinyu untuk mendeteksi tanda-tanda adanya gangguan (lebih diinginkan

dilakukan oleh perawat obstetric yang berpengalaman). Untuk memastikan perfusi

uterus yang optimal selama penanganan AFE, ibu harus dalam posisi miring ke

kiri untuk mencegah beban uterus gravid menekan vena cava inferior dan

mengganggu aliran darah.

Meskipun terdapat penurunan mortalitas, tidak ada terapi baru dan tetap

bersifat suportif. Strategi penanganan adalah meningkatkan oksigenasi,

mendukung sirkulasi, dan mengoreksi koagulopati. Bila secara klinis

memungkinkan, jalur arterial dan kateter arteri pulmonal harus dilakukan untuk

menyediakan akses sample darah untuk analisis sitologi air ketuban dan fetal

debris.

Oksigenasi maternal dengan tekanan oksigen arterial > 60 mmHg harus

dicapai dengan memberikan oksigen melalui face mask kepada seluruh pasien

yang sadar. Intubasi trakea dan ventilasi mekanik menggunakan oksigen 100%

harus dilakukan pada pasien dengan kejang atau koma.

Untuk meningkatkan cardiac output dan menyokong tekanan darah, dapat

diberikan dopamine, pada keadaan syok berat, lebih baik diberikan epinefrin atau

norepinefrin. Obat-obatan lain yang mungkin dapat berguna untuk hipertensi

pulmonal berat antara lain nitric oxide (sebagai vasodilator pulmonal selektif),

prostacyclin, dan sildenafil.

Dalam kurang dari 4 jam, 50% pasien yang bertahan hidup melewati fase

pertama akan mengalami DIC dengan perdarahan massif. Dengan demikian,

15

Page 16: Referat AFE

produk-produk darah harus disiapkan sebelumnya, seperti packed red blood cells

atau darah O-negative. Penanganan DIC memerlukan transfusi packed red blood

cells dan produk-produk darah lainnya. Akses intravena diperlukan karena

mungkin diperlukan transfusi massif. Platelets, cryoprecipitate, dan fresh frozen

plasma harus diberikan sesuai prosedur berdasarkan hasil laboratorium

prothrombin time, fibrinogen, fibrin dan fibrin degradation product (FDP).

Tabel 2.6 Terapi Umum Suportif pada Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

Secara ringkas, terdapat tiga tujuan utama terapi yaitu oksigenasi,

mempertahankan cardiac output dan tekanan darah, dan koreksi koagulopati.

Segera setelah keadaan ibu stabil, focus perhatian ditujukan pada kelahiran bayi.

Jika fetus telah matur dan belum dilahirkan pada saat maternal cardiac arrest,

seksio cesarean harus dilakukan sesegera mungkin.

Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus

dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat

sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya

tidak stabil, tetapi belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang

seperti itu menjadi semakin rumit.

Bila AFE terjadi sebelum atau selama persalinan, fetus dalam bahaya sejak

onset AFE terjadi akibat krisis kardiopulmonal maternal. Kelahiran fetus

meningkatkan kesempatan akan prognosis yang baik untuk ibu karena beban

uterus gravid pada vena cava inferior berkurang sehingga dapat mengurangi

penurunan tekanan darah sistemik. Dengan demikian, segera setelah kondisi ibu

stabil, kelahiran bayi harus segera dilakukan. Jika resusitasi ibu tidak berhasil,

16

Page 17: Referat AFE

emergency bedside seksio cesarean diperlukan untuk menyelamatkan janin.

Semakin segera setelah maternal cardiopulmonary arrest fetus dilahirkan,

semakin baik prognosis fetus. Oleh sebab itu, meskipun tampaknya sulit serta

meskipun ibu mungkin dipandang sebagai pasien utama, usaha resusitasi yang

berkepanjangan tidak disarankan.

Tabel 2.7 Strategi Terbaru dalam Penatalaksanaan AFE

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf)

17

Page 18: Referat AFE

Tabel 2.8 Penggunaan Obat-obatan pada AFE

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

18

Page 19: Referat AFE

2.10 Prognosis

Pasien dengan AFE memiliki prognosis yang buruk. Sampai saat ini, AFE

tidak dapat diprediksi maupun dicegah. AFE tetap menjadi salah satu komplikasi

kehamilan yang paling ditakuti dan yang paling lethal. Prognosis dan mortalitas

AFE telah membaik secara signifikan dengan early diagnosis dan penanganan

resusitasi yang cepat dan tepat. Meskipun mortalitas telah menurun, morbiditas

tetap tinggi dengan sequel yang berat, terutama kerusakan neurologis.

Kunci agar prognosis yang baik adalah identifikasi pasien dengan risiko

tinggi AFE. Pada beberapa kasus, kematian tidak dapat dihindari meskipun

dengan penanganan yang cepat dan tepat. Meskipun terdapat perkembangan

pengetahuan yang baru tentang sindrom ini, AFE tetap menjadi penyakit

catastrophic yang memerlukan high index of suspicion, pendekatan multidisiplin,

dan usaha resusitasi yang cepat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Pada laporan-laporan National Registry, angka kematian ibu adalah 60

persen. Di data dasar 1,1 juta persalinan di California, hanya seperempat kasus

yang dilaporkan yang meninggal. Sementara, data lain dari China menyatakan

dari 38 kasus, hampir 90 persen wanita dengan kasus ini meninggal. Kematian

dapat terjadi sangat cepat, dan diantara 34 wanita yang meninggal dalam

penelitian di China, 12 wanita meninggal dalam waktu 40 menit. Kelainan

neurologis yang parah sering terjadi ada mereka yang selamat. Diantara para

wanita yang dilaporkan ke National Registry mengalami henti jantung disertai

gejala-gejala awal, hanya 8 persen yang selamat tanpa mengalami kelainan

neurologis. Hasil akhir juga buruk bagi janin. Kelompok wanita yang selamat

tersebut dan dikaitkan dengan interval henti jantung sampai kelahiran. Angka

ketahanan hidup neonatus keseluruhan adalah 70%, tapi hampir separuh penderita

kelainan neurologis residual.

19

Page 20: Referat AFE

BAB III

KESIMPULAN

Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab syok dalam obstetric

yang bukan disebabkan karena perdarahan. Penyebabnya adalah masuknya air

ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka di daerah tempat

perlekatan plasenta. Masuknya air ketuban yang mengandung rambut lanugo,

verniks kaseosa dan mekonium ke dalam peredaran darah ibu akan menyumbat

pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, menimbulkan reaksi anafilaksis

dan gangguan pembekuan darah.

Gejala permulaan yaitu penderita tampak gelisah, mual, muntah dan

disertai takikardi dan takipnea, diikuti dyspnea dan sianosis. Tekanan darah

menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai nistagmus dan

kadang-kadang timbul kejang tonik-klonik. Penyumbatan kapiler paru-paru

tersebut akan menimbulkan edema paru-paru yang luas dan akhirnya

mengakibatkan gagal jantung. Komplikasi yang lain adalah terjadinya gangguan

pembekuan darah. Karena mortalitasnya yang sangat tinggi, di mana dalam 60

menit pertama dapat mencapai 50%, maka diperlukan tindakan yang cepat dan

tepat.

Terdapat tiga tujuan utama terapi yaitu oksigenasi, mempertahankan

cardiac output dan tekanan darah, dan koreksi koagulopati. Segera setelah

keadaan ibu stabil, fokus perhatian ditujukan pada kelahiran bayi. Jika fetus telah

matur dan belum dilahirkan pada saat maternal cardiac arrest, seksio cesarean

harus dilakukan sesegera mungkin. Jika resusitasi ibu tidak berhasil, emergency

bedside seksio cesarean diperlukan untuk menyelamatkan janin. Semakin segera

setelah maternal cardiopulmonary arrest fetus dilahirkan, semakin baik prognosis

fetus.

Berdasarkan National Registry, angka kematian ibu adalah sebesar 60%.

Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang berhasil selamat mengalami

kerusakan neurological permanen. Oleh karena itu, kunci agar prognosis yang

baik adalah identifikasi pasien dengan risiko tinggi AFE.

20

Page 21: Referat AFE

DAFTAR PUSTAKA

Seto Martohoedoso, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan, In:

Ilmu Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin,

Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2008 : 672-673.

Suwardjono Surjaningrat, Abdul Bari Saifuddin. Kematian Maternal, In: Ilmu

Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin,

Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2008 : 22-27.

Perozzi, Katherine J., Englert, Nadine C. 2004. Amniotic Fluid Embolism An

Obstetric Emergency. Aacnjournals.

http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf. Diambil tanggal

04/10/10

Skerman, Jonathan H, Rajab, Khalil E. 2003. Amniotic Fluid Embolism. Kuwait

Medical Journal. http://www.kma.org.kw/KMJ/Issues/jun2003/KMJ

%20June%202003.PDFs/Review%20Article/Amniotic%20Fluid

%20Embolism.pdf. Diambil tanggal 04/10/10

Toy, Harun. 2009. Amniotic Fluid Embolism. European Journal of General

Medicine. http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf. Diambil tanggal

05/10/10

21