Upload
helmatul-khairi
View
249
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari di
poliklinik, di ruang rawat biasa ataupun di ruang rawat intensif. manifestasi klinis aritmia
bervariasi dari bentuk yang ringan ( benigna ) tanpa keluhan sampai dengan bentuk aritmia
berat (maligna) dengan adanya konsekuensi gangguan hemodinamik yang berat. Pada aritmia
berat dengan adanya konsekuensi gangguan hemodinamik, jika tidak diatasi segera dapat
menimbulkan kematian. Alat bantu diagnostik utama dalah elektrokardiografi EKG
merupakan alat diagnosis yang paling sederhana,murah, mudah dikerjakan dan tersedia
sampai ketingkat puskesmas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (berdebar
irama jantung tidak teratur, hampir pingsan, sesak nafas), pemeriksaan fisis (nadi atau bunyi
jantung tidak teratur) dan dipastikan dengan pemeriksaan EKG. 1
TSV merupakan takidisritmia yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak,
dibandingkan dengan takidisritmia serius lainnya, dengan prevalensi kurang lebih 1 di antara
25.000 anak normal. Serangan pertama sering terjadi sebelurn usia 4 bulan dan lebih sering
terjadi pada anak lelaki daripada perempuan, sedang pada anak yang lebih besar prevalensi di
antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.2
Selain itu, gangguan konduksi nodus atrioventrikular (A-V) terutam blok A-V komplet
merupakan disritmia yang penting pada bayi dan anak. Pada sebagian disritmia ini diperlukan
tindakan yang cepat, keterlambatan diagnosis serta pengobatan dapat membahayakan jiwa
pasien. Sebaliknya tindakan yang cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa pasien.4
Istilah disritmia pada akhir-akhir ini lebih banyak dipakai sebagai pengganti istilah
aritmia. Secara harfiah aritmia berarti tanpa irama, sedangkan pada sebagian besar keadaan
yang terjadi adalah kesalahan irama (disritmia), artinya masih terdapat pola irama tertentu.
Istilah aritmia mungkin dapat diterapkan pada fibrilasi atrium atau aritmia sinus, karena
memang pada kedua keadaan tersebut tidak dapat pola irama tertentu. Sedang pada gangguan
irama yang lain biasanya masih terdapat pola irama tertentu, namun irama tersebut tidak
normal. Kadang kelainan irama terjadi secarateratur, sehingga sering disebut sebagai regular
irregulary. Karena itulah istilah disritmia dianggap lebih menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dibanding dengan istilah aritmia. 3
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KONDUKSI
Sistem konduksi jantung terdiri dari selsel khusus yang berfumgsi meneruskan impuls listrik. Sel sel
tersebut sama sekali tidak berperan dalam mekanisme kontraksi, melainkan berperan dalam
pengaturan koordinasi aktivitas jantung. System konduksi itu berturut turut adalah : 3
1. Nodus sino auricular (nodus SA)
2. Jaras intermodal atrium (intermodal atrial pathway)
3. Nodus atrio vemtrikular (nodus AV)
4. Bundel His
5. Cabang bundle kiri dan kanan
6. System purkinye
Gambar 1. Anatomi dan fisiologi listrik jantung
2.1.1 Nodus sino auricular (nodus SA)
Di dalam keadaan normal jantung memperoleh impuls dari nodus sinoaurikular Keith Flack
(nodus SA) yang disebut sebagai pacu jantung (pace maker). Nodus SA terletak di dekat
hubungan antara vena kava superior dan atrium kanan, yang pada orang sewasa berukuran
15x5x1,5 mm, dipengaruhi system saraf simpatik dan parasimpatik. Nodus SA ini terdiri dari sel
P dan sel transisional. Sel P ini terutama terdapat pada neonates, jumlahnya akan makin
berkurang dengan bertambahnya umur. Sel transisional lebih banyak ditemukan pada anak besar.
Nodus SA memperoleh darah dari a. sirkumfleksa sinistra. 3
2.1.2 Jaras intermodal atrium (intermodal atrial pathway)
Dari nodus SA impuls diteruskan ke nodus atrioventrikular melalui 3 jaras, yakni :3
1. Jaras intermodal anterior (Bachman) meninggalkan nodus SA ke depan sedikit melingkar
v. kava superior dan dinding anterior atrium kanan. Jaras tersebut terbagi 2, satu bagian
menuju ke atrium kiri dan sebagian lainnya melintasi bagian anterior septum atrium,
turun kea rah belakang aorta, yakni ke batas anterior superior nodus AV.
2. Jaras intermodal media (wenckebach) meninggalkan bagian posterior nodus SA dan
melingkar di belakang v. kava superior kemudian ke bagian superior nodus AV.
3. Jaras intermodal posterior(Thorel) yang meningggalkan bagian posterior nodus SA
kemudian menuju ke bagian posterior nodus AV.
Ketiga jaras intermodal tersebut saling berhubungan melalui serat serat di atas nodus AV,
hingga merupakan system konduksi terpadu yang mengantarkan impuls dari nodus SA ke
nodus AV.
2.1.3 Nodus atrio vemtrikular (nodus AV)
Nodus AV (Tawara) merupakan jaringan neuronuskular khusus yang pada orang dewasa
berukuran 2x5 mm. nodus ini terletak pada permukaan endokardium pada bagian kanan septum
interartrium,tepat diantara annulus katup tricuspid dan muara sinus koronarius. Impuls dari atrium
mengalami perlambatan selama 0,07 detik di nodus AV.3
Gambar
Kecepatan arus potensial listrik jantung sangat bervariasi, bergantung kepada tempat,
system konduksi, dan otot jantung yang dilalui. Kecepatan arus tertinggi terjadi di serabut
Purkinye yaitu sekitar 4000 mm/detik, sedang yang terendah adalah nodus AV, yakni 200
mm/detik. kecpatan listrik di atrium adalah 1000 mm/detik, sedang kecepatan di ventrikel adalah
400 mm/detik.3
2.1.4 Bundel His
Dari nodus AV impuls menuju ke bundle His pada pars membranesea septum ventrikel . bundle
his bercabang 2, menjadi cabang kanan dan kiri. Cabang kanan terletak di subendokardium
ventrikel kanan, cabang kiri pada subendokardium ventrikel kiri , dan bercabang menjadi
fasikulus anterior dan posterior.3
Cabang bundle kanan (righ bundle branch) menuju septum ventrikel sampai ke dasar
muskulus papilaris anterior. Sepertiga bagian proksimalnya memperoleh darah dari arteri nodus
AV, dan 2/3 bagian distal memperoleh darah dari cabang anterior kanan a. koronaria desendens.
Cabang bundle kiri (left bundle branch) menembus septum ventrikel dan terbagim enjadi 2
cabang dekat daun posterior katup aorta yaitu fasikulus anterior da posterior. Fasikulus anterior
memperoleh darah dari cabang anterior kiri a. desendens, ia berperan pada kontraksi ventrikel ke
kiri bagian anterior dan superior. Fasikulus posterior yang berperan pada bagian posterior dan
inferior ventrikel kiri, memeperoleh darahnya dari a. desendens kiri dan a. koronaria posterior.
Cabang kanan dan kiri berakhir pada system purkinye pada lapisan subendokardium kedua
ventrikel. Impuls berjalan dari endokardium ke epikardium yang membentuk kompleks QRS
pada EKG.4
2.1.5 Jaras tambahan (accessory Pathways)
Di samping jalan normal tersebut, pada beberapa individu terdapat jalan lain yang abnormal (by
pass) salah satu jaras tambahan yang sering ditemukan ialah bundle Kent yang menghubungkan
atrium dengan ventrikel.3
2.2 Elektrokardiografi
Evaluasi system kardiovaskular tidak lengkap tanpa pemeriksaan elektrokardiografi. Hendaknya
dibuat 12 antaran standar (6 antaran ekstremitas dan antaran dada) ditambah dengan 1 antaran dada di
kanan (V3R atau V4R). 4
Pada janin cukup bulan, resistensi vascular paru dan sistemik lebih kurang sama. Setelah lahir,
resistensi vascular sistemik meningkat dengan putusnya hubungan dengan plasenta, sedangkan
resistensi vascular paru menurun akibat pengembangan paru. Perubahan ini tercermin pada EKG,
yang memerlukan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Pada saat lahir sumbu QRS adalah ke
kanan, dengan gelombang R yang dominan serta gelombang T yang positif di dada kanan, dan
gelombang S yang dalam di antaran dada kiri. Setelah resistensi vascular paru menurun, maka
gelombang T di antaran dada kanan menjadi negative. Perubahan ini biasanya terjadi dalam 48 jam.
Gelombang T di antaran dada kanan yang masih positif setelah bayi berumur 1 minggu menunjukkan
keadaan abnormal. Sumbu QRS pada neonatus normal berkisar di antara +110 sampai +180 derajat.
Berangsur-angsur sumbu ini bbergeser ke kiri sampai mencapai bentuk dewasa.4
2.2.3 Sumbu jantung 3
Sumbu jantung menunjukkan kegiatan dan arah listrik jantung. Sebenarnya sumbu jantung bersifat 3
dimensi, hal ini dapat dicatat secara simultan dengan menggunakan osiloskop sehingga member
gambaran menyerupai jerat. Pada evaluasi EKG rutin, pada umumnya cukup ditentukan sumbu pada
satu bidang saja, biasanya bidang frontal ( frontal plane), baik sumbu QRS, T, maupun P.
Dalam keadaan normal sumbu QRS pada bidang frontal berubah ubah sesuai dengan umur. Pad
abayi sampai umur 6 bulan, sumbu QRS pada bidang frontal menunjukkan deviasi sumbu QRS pada
bidang frontal, menunjukkan deviasi ke kanan ( rata rata sekitar 1300 ). Antara umur 1 sampai 5 tahun
sumbu QRS bergeser ke kiri, sampai mendekati +500. Setelah itu berabgsur angsur sumbu QRS
kembali kea rah kanan, sehingga pada sekitar masa pubertas sumbu QRS ratarata ialah 65 o. akhirnya
akan tercapai arah sumbu QRS ratarata dewasa yakni sekitar 60o .
Gambar 2. Gelombang EKG
Gelombang P : defleksi akibat depolarisasi atrium
Interval PR : waktu antara permulan gelombang P dengan awal kompleks QRS. Meski lebih
lazim disebut interval PR, namun sebenarnya lebih tepat disebut interval PQ. Bila
kompleks QRS mengandung gelombang Q.
Gelombang Q (q) : defleksi pertama pada proses depolarisasi ventrikel sebelum defleksi positif.
Gelombang q tidak selalu tampak. Bergantung pada letak pencatatan dan sifat
otot ventrikel.
Glombang R (r) : defleksi positif pertama pada depolarisasi ventrikel.
Gelombang S (s) : defleksi negative pertama setelah defleksi positif (R) pada depolarisasi
ventrikel.
Gelombang R’ (r’) : defleksi positif kedua pada depolarisasi ventrikel.
Gelombang S‘ (s’) : defleksi negative kedua pada defleksi positif kedua pada depolarisasi ventrikel.
Gelombang T : defleksi akibat repolarisasi ventrikel.
Gelombang U : defleksi setelah gelombang T sebelum gelombang P, asalnya belum diketahui.
Interval R R : waktu antara 2 puncak R yang berurutan.
Interval P P : waktu antara 2 puncak gelombang P yang berurutan.
Interval QRS : waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q (atau R bila Q tidak
ada) sampai akhir gelombang S.
VAT : vebtricular activation time disebut juga defleksi intrinsic atau defleksi
intrinsikoid ialah waktu yang diperlukan bagi impuls melintasi miokarddium,
atau dari endokardium ke epikardium. VAT di ukur dari permulaan gelombang Q
sampai puncak R.
Interval Q T : waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q
(atau R bila q tidak ada ), sampai akhir gelombang T.
Frekuensi denyut jantung normal 3
Umur Rentangan normal
(per menit)
Neonatus
1 =12 bulan
1=5 tahun
6=10 tahun
11=15 tahun
70=160
80=140
80=110
70=100
55=90
Gelombang P
gelombang P menunjukkan depolarisasi atrium. Konfigurasi gelombang P pada umumnya simetris
diantara I dan antaran II. Bentuk yang normal adalah bulat, tidak runcing, atau membentuk lekukan
(notch). Amplitude gelombang P tidak lebih dari 2,5 mm, sedang waktu gelombang P berkisar diantara
0,03 sampai 0,09 detik pada anak berumur 3 tahun atau kurang, dan pada umur diatas 3 tahun antara 0,05
sampai 0,10 detik. 3
Karena penyebaran impuls dari nodus SA menuju nodus AV dengan arah kiri bawah, dalam
keadaan normal gelombang P positif (upright) pada antaran I, II, aVF dan V3 sampai V6. Gelombang P
umumnya negative (inverted) di aVR dan seringkali di V1. Gelombang P dapat positif, difasik, mendatar
(flat) atau negative di antaran III dan aVL. Biasanya gelombang P paling jelas terlihat pada antaran II, V3R
, dan V1. Gelombang P yang tinggi (>2,5 mm ) dan runcing disebut P pulmonal sedangkan gelombang P
yang lebar dengan puncak berlekuk ( lebih dari 0,08 detik) disebut P mitral.3
Berbagai keadaan dapat menyebabkan inveted gelombang P antara lain :
Dekstrokardia murni
Dekstorkardia teknis (electrode RA dan LA tertukar )
Focus ektopik di bagian bawah atrium atau di junction
Dalam keadaan normal sumbu P pada bidang frontal adalah antara 0 sampai 90 0 . hal ini berarti
depolarisasi atrium berasal dari daerah sebelah kanan atas (high right atrium) atau disebut irama sinus.
Dalam keadaan ini gelombang P diantara I dan aVF positif. Apabila gelombang P negative pada aVF dan
positif di antaran I berarti depolarisasi atrium dimulai dari sebelah bawah atrium kanan ( low right atrium)
dengan sumbu antara min 1 dan min 900 . bila gelombang P negative antara I, depolarisasi atrium di awali
di atrium kiri (sumbu antara +910 dan min 910 ). 3
Pembesaran atrium kanan ditandai oleh gelombang P yang tinggi dan runcing ( tingginya lebih dari
2,5 mm) disebut P pulmonal. Kelainan ini antara lain terdapat pada stenosis pulmonal, atresia pulmonal,
atresia tricuspid, defek septum atrium, dan hipertensi pulmonal. Pada pembesaran atrium kiri gelombang
P tampak lebar dan puncak yang mendatar atau berlekuk dengan puncak terpisah sekurang kurang nya
0,03 detik. Kelinan ini terlihat paling jelas di antaran II. Diantara V 3R , V1, atau V2 seringkali terlihat
sebagai gelombang P yang lebar dan difasik dengan komponen inisial positif dan komponen terminal
negative. Bentuk tersebut disebut P mitral. Di Indonesia P mitral terutama tampak pada stenosis mitral
reumatik. 2
Interval PR
Interval PR di ukur dari awal gelombang P sampai awal kompleks QRS, biasanya dinilai di antaran II.
Interval PR menggambarkan waktu antara awal depolarisasi atrium sampai awal depolarisasi ventrikel.
Selain oleh frekuensi jantung, interval PR dipengaruhi pula oleh umur. Interval PR memendek pada : 2
Bayi kurang dari 1 tahun
Pacu jantung tidak pada nodus SA
Antara dari nodus AV melalui jalan aberan pendek pada sindrom wolff Parkinson White.
Interval P-R memendek pada pacu jantung yang tidak terletak di nodus SA ke serat Purkinje,
misalnya pada sindrom Wolf-Parkinsons-White dan sindrom Lown-Ganong-Levine. Pada fenomena
Wenckebach (Mobitz tipe I), interval P-R secara beraturan makin panjang sampai suatu ketika gelombang
P tidak diikuti oleh gelombang QRS.
Kompleks QRS
Karena ventrikel kanan relative masih tebal selama masa bayi, maka pada antaran dada kanan terdapat
gelombang R yang dominan, dengan rasio R/S lebih besar dari pada 1. Pada antaran dada kiri juga tampak
dominasi ventrikel kanan tersebut, berupa rasio R/S di antaran dada kiri yang mungkin kurang dari 1.
Tetapi karena electrode antaran dada kiri langsung berhubungan dengan ventrikel kiri, maka gelombang
R akan segera dominan di antaran dada kiri dalam beberapa hari pasca lahir.4
Dengan pertumbuhan bayi, secara berangsur-angsur dominasi ventrikel kanan berkurang sedangkan
daya ventrikel kiri bertambah. Pada antaran dada kanan (V4R, V1) gelombang R masih prominen sampai
umur 6-8 bulan. Rasio R/S di V4R biasanya lebih dari 1 sampai anak umur 4 tahun. Gelombang T tampak
terbalik sejak umur beberapa hari sampai akhir masa remaja di V4R, V1, V2 dan V3. Pola EKG normal
pada berbagai umur dapat dilihat pada.4
Gambar 3. Tampilan gelombang EKG normal
2.3 Definisi Aritmia
Yang dimaksud dengan aritmia adalah irama jantung diluar irama sinus normal. Perkataan
“aritmia” sendiri sebenarnya tidak ada irama. Sebagian besar aritmia mempunyai irama
tersendiri, namun bukan irama sinus normal. Jenis aritmia yang tidak memiliki irama atau pola
hanyalah fibrilasi aritmia atau ventrikel. Oleh karena itu sekarang ini lebih sering dipakai
istilah”disritmia” atau “irama tidak normal” untuk menyebutkan kelainan irama jantung jenis
ini.2
2.4 Epidemiologi Aritmia
TSV merupakan takidisritmia yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak, dibandingkan
dengan takidisritmia serius lainnya, dengan prevalensi kurang lebih 1 di antara 25.000 anak
normal. Serangan pertama sering terjadi sebelurn usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak
lelaki daripada perempuan, sedang pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis
kelamin tidak berbeda. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda
dibanding dengan TSV pada orang dewasa. Takikardia atrial ektopik automatik jarang pada
orang dewasa namun pada anak ditemukan pada sebanyak 20 % dari 35 anak dengan TSV.
Takikardia A-V junctional automatik sering dijumpai pada miokarditis dan pasca bedah jantung.
Takikardia supraventrikular reentrant sinoatrial dapat dijumpai pada 15% di antara anak dengan
TSV, sedang pada dewasa hanya 5%. Takikardia supraventrikular reentrant di nodus A-V
dijumpai pada 23 % TSV pada anak, sedangkan pada dewasa merupakan TSV yang paling sering
yaitu 60% dari seluruh TSV. TSV dapat terjadi pada 35-69 % anak dengan sindrom WFW,
sedang pada pasien dengan sindrom LGL, yang terutama dijumpai pada wanita dewasa muda,
10,4 % di antaranya mengalami serangan TSV.2
Disritmia verrtrikel adalah ketidakteraturan denyut jantung akibat rangsangan abnormal
yang berasal dari ventrikel. Angka kejadian disritmia ventrikel dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu umur, cara mendeteksi, dan ada tidaknya serta derajat penyakit jantung organik yang
mendasarinya. Dengan bertambahnya usia, disritmia ventrikel makin lebih sering dijumpai.
Disritmia yang ringan dijumpai pada 0,17-1,7 % janin dari kehamilan normal, pada bayi sekitar
1% dan pada anak remaja dan dewasa muda sekitar 5 %. Sedang disritmia verrtrikel yang lebih
berat dan kompleks jarang dijumpai pada anak, hanya 0,1- 1 per mil.3
2.5 Klasifikasi
Aritmia diklasifikasikan menurut tempat asal impuls yaitu diatas, pada atau dibawah hubungan
atrioventrikuler (AV junction). Istilah supra ventrikuler takikardi (SVT) digunakan untuk jenis
taki aritmia yang mempunyai kompleks QRS sempit dan reguler. Penggunaan istilah
supraventrikuler pada AV-reentri tachycardia sebenarnya tidak begitu tepat, karena pada jenis
SVT ini membutuhkan atrium nodus AV, bundel his dan ventrikel untuk mempertahankan
aritmianya.
Untuk kepentingan klinis aritmia dibagi atas 2 kelompok: 1
1. taki-aritmia
supraventrikuler tachycardi
ventrikuler tachycardi
ventrikuler fibrilasi
2. bradi aritmia
Junctional rhytm
Atrioventricular block
Sinus node dysfunction
Pada refrat ini hanya dibahas jenis aritmia yang sering ditemukan pada bayi dan anak yaitu
TSV yang juga memerlukan penanganan khusus karena bersifat mengancam jiwa.
2.6 Etilogi dan Patogenesis Aritmia
2.6.1 etiologi dan patogenis takikardi supra ventrikular 1
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardial terdapat 2 mekanisme
terjadinya takikardi supra ventrikular yaitu :
1. Otomatisasi (automaticity)
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang
mengalami percepatan (akselarisasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi diatrium, AV
juction, bundel his, dan ventrikel sehingga muncul istilah takikardi atrial, junctional,
dan ventrikel otomatis. Struktur lain yang dapat menjadi sumber atau fokus
otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena cava superior. Contoh takikardi
ototmatis yang normal adalah sinus takikardi. Ciri khas taki- aritmia ini adalah
adanya fenomena warm up dan warm down yaitu peningkatan laju secara perlahan
dan kemidian laju nadi berkurang secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia
berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik
seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesimia, dan asidosis.
2. Re-entry
ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab taki-aritmia dan paling
mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisologi. Prasyarat mutlak untuk
timbulnya re-entery adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua jalur konduksi yang salingberhubungan baik pada bagian distal
maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.
2. Salah satu jalur tersebut hsrus memiliki blok se arah
3. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami
blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami
blok se arah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara
cepat pada jalur konduksi tersebut.
2.6.2 Etiologi dan patofisiologi terjadinya AV Block 2
Blok AV derajat pertama
Permanjangan interval PR pada anak dapat disebabkan oleh berbagai sebab yang
menimbulkan proses inflamasi atau iskemia, antara lain demam reumatik akut,
miokarditis atau keracunan digitalis.Permanjangan interval PR dapat bersifat
sementara atau menetap.adanya permanjangan interval PR yang progresif pada pasien
yang sedang memperoleh pengobatan digitalis mungkin menginsyaratkan terdapatnya
toksikasi digitalis.Pada demam rematik dan miokarditis lainnya, interval PR yang
panjang mungkin menunjukkan proses inflamasi belum tenang atau baru. Interval PR
yang panjang dijumpai pula pada defek septum atrium akibat adanya cacat sekat
atrium dan dilatasi atrium kanan. Pemanjangan interval PR terdapat pula anak
normal, atlet serta pada setiap peninggian tonus vagus.
Blok AV derajat kedua Mobitz tipe 1
Penyebab Mobitz tipe I pada anak sama dengan blokAV derajat pertama, yaitu
adanya proses inflamasi atau iskemia (intoksikasi digtialis, demam reumatik akut atau
miokarditis). Terdapat blok AV Morbitz tipe I pada pasien yang mendapat digitalis
mungkin merupakan tanda keracunan digitalis, sedang pada demam reumatik dan
miokarditis menunjukkan bahwa proses radangnya belum tenang.
Blok AV derajat kedua Mobitz tipe II
Biasanya berhubungan dengan adanya gangguan fungsi di infranodus, yaitu di serabut
His Purkinye, akibat suatu proses iskemia, inflamasi atau infiltrasi. Gangguan
elektrolit , obat obatan serta operasi jantung dapat pula menimbulkan blok AV
Mobitz tipe II
Blok AV derajat ketiga (Blok AV komplet)
Dapat disebabkan oleh kelainan bawaan (blok AV bawaan komplet) dan oleh
kelainan yang didapat. Kelainan yang didapat dapat berupa blok AV akibat operasi
Jantung blok AV didapat non bedah.
2.5 GAMBARAN KLINIS 3
TSV dapat dikelompokkan dalam 3 bentuk manifestasi klinis, yaitu: (1) takikardia
supraventrikular paroksimal (TSVP) pada bayi, (2) takikardia supraventrikular paroksismal
(TSVP) pada anak, dan (3) takikardia supraventrikular (TSV) kronik.
Dari ketiga bentuk klinis tersebut, TSVP pada bayi merupakan manifestasi klinis yang
paling sering ditemukan, umumnya terjadi pada bayi di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya
dibawa ke dokter karena mendadak gelisah, tidak mau menetek atau minun PASI. Kadang
orangtua membawa bayinya karena bayi tersebut bernapas cepat dan pucat. Dapat pula terjadi
muntah-muntah. Nadi sangat cepat, sekitar 200-300 per menit tidak jarang disertai gagal jantung
atau kegagalan sirkulasi yang nyata.2
Pada anak umumnya gejala lebih ringan dan jarang dijumpai tanda dan gejala gagal
jantung atau gagal sirkulasi karena laju jantung yang umumnya lebih lambat jika dibandingkan
dengan SVT pada bayi. Pasien kebanyakan dibawa ke dokter karena merasa berdebar-debar atau
adanya perasaan tidak enak di dada.2
Berbeda dengan kedua kelompok di atas, TSV kronik dapat berlangsung selama
berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut
nadi yang lebih lambat berlangsung lebih lama gejalanya lebih ringan, dan juga lebih
dipengaruhi oleh system susunan saraf autonom. Pada kebanyakan pasien terdapat disfungsi
miokar akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya. Elektrofisiologi pada
kelompok ini menunjukkan adanya fokus ektopik automatik di atrium atau A-V junction.3
2.6 DIAGNOSIS
Pada takikardia atrium primer, tampak adanya gelombang “P” yang agak berbeda dengan
gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa di sertai pemanjangan interval PR. Pada
pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).1
Pada atrioventikular reentrant takchykardia (AVRT) pada sindrom Wolf-Parkinson-White
(WPW) jenis orthohdromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras His-Purkinje (fast cunduction).
Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardia dengan kompleks QRS yang sempit degan
gelombang p’ yang timbul segera dengan kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang
antidromic, konduksiantegrad tejadi pada jaras tambahan (fast cunduction) sedangkan konduksi
retrograd terjadi pada jarang His-purkinje (slow cunduction). Kelainan pada EKG yang tampak
adalah takikardia dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombamg p’ yang terbalik dan
timbul pada jarak yang jauh setelaah kompleks QRS.2
Pada jenis atrioventrikular nodal reentry tachycardia (AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus
AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan SVT pada bayi dan
anak. Sikuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini
disebut jenis typical (slow-fast) atau arthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah
takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p’ yang timbul segera setelah
kompleks QRS tersebut dan terbali, atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p’
tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat (fast
limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat (slow limb), jenis ini disebut jenis atypical
(fast slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks
QRS sempit dan gelombang p’ terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah kompleks
QRS.3
2.7 PENATALAKSANAAN
Walau berbagai macam TSV tersebut mempunyai respons terapi yang berbeda tetapi secara garis
besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu (1) tindakan non-invasif
(yakni pengobatan konservatif) dan (2) tindakan invasive yang terdiri dari (a) pacu jantung, (b)
tindakan bedah.3
2.7.1 TINDAKAN NON-INVASIF (PENGOBATAN KONSERVATIF)
Dengan adanya tiga bentuk manifestasi klinis TSV, maka dibedakan pula tiga tindakan
non-invasif.
1. Tindakan Non lnvasif pada Bayi dengan TSVP
TSVP pada bayi, lebih-lebih bila disertai gejala dan tanda gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi, harus ditangani dengan cepat dan tepat. Dua cara dapat ditempuh;
pilihan pertama adalah direct current synchronized cardioversion dan pilihan kedua
dengan preparat digitalis atau obat lain secara intraverra, bila alat DC shock tidak
tersedia. Tindakan lain yang dulu lazim dicoba untuk TSVP pada anak yang lebih besar
seperti perasat Valsalva tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Apabila
tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau sirkulasi dapat dicoba refleks selam
(diving reflex). Cara lain yang dianjurkan oleh karena sering dilaporkan berhasil adalah
dengan menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es, dan jangan sekali-sekali
membenamkan muka bayi ke dalam air es. Bila tanda gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia dianjurkan pengunaan direct current
synchronized cardioversion dengan kekuatan litrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada
umumnya cukup efektif. Keadaan ini berbeda dengan takikardia ventrikular yang
memerlukan kekuatan listrik lebih tingi sarnpai 1 watt-detik /pon DC shock yang
diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak
gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan untuk
memberikan digitalis sebelum dilakukan DC shock, oleh karena akan menambah
kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadi fibrilasi ventrikel, maka
dilakulran DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock yang kedua ini tetap
tidak berhasil, rnaka diperlukan tindakan terapi yang invasive.
Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif yang kedua, yaitu preparat
digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adala sebesar
l/2 dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan 1/4 dosis digitalisasi, 2 kali
berturut-turut berselang 8 jam. Dapat digunakan lanatosid C intravena dengan dosis
digitalisasi untuk bayi adalah 0,03-0,04 mg/kgBB.Apabila sudah kembali ke irama sinus
maka dilanjutkan dengan digitalis oral dosis rumat, yang dapat dipertalrankan sampai
umur satu tahun.
Apabila digitalisasi tidak berhasil, dapat dicoba preparat lain. Verapamil, satu
obat antagonis kalsium, dapat dicoba untuk menghentikan mekanime re-entry, karena
dapat menekan nodus A-V. Pemberian verapamil harus dilakukan dengan hati-hati oleh
karena dapat merrimbulkan hipotensi. Pada percobaan binatang terbukti bahwa pengaruh
depresi miokard lebih besar pada neonatus dibanding dengan pada orang dewasa.
Walaupun laporan sebelumnya menunjukkan bahwa verapamil kurang berhasil, dengan
pemantauan yang ketat kami telah berhasil menghentikan TSVP pada beberapa bayi
dengan verapamil intraverra secara aman. Ternyata kasus-kasus TSVP yang dapat kami
atasi mempunyai dasar mekanisme re-entry. Verapamil telah terbukti kurang bermanfaat
pada kasus TSVP yang disebabkan oletr mekanisme automatik.
2. Tindakan Non-lnvasif PSVT pada Anak
Penanganan TSVP pada anak besar agak berbeda dengan pada anak. Perasat vagus harus
dicoba dahulu, oleh karena sering berhasil. Gillette menganjurkan melakukan
modifikasi : anak dirninta mengernbungkan perut dan menahannya. Kemudian dilakukan
penekanan pada abdomen dengan agak kuat akan tetapi jangan sampai merimbulkan
trauma intraabdominal. Penekanan ini dilakukan selama 20-30 detik, kemudian
dilepaskan mendadak. Cara tersebut berhasil mengatasi TSVP yang disebabkan oleh
mekanisme re-entry. Perasat vagus lain seperti induksi muntah, menahan nafas,
mengejan, masase karotis unilateral dan minum es dapat pula dicoba.
Cara lainyang pernah dilaporkan berhasil adalah menumbuk dada kiri, tetapi kami
tidak mempunyai pengalaman dengan cara tersebut. Refleks menyelam dengan cara
menempatkan kantong es di muka atau membenamkan muka ke permukaan air es
dilaporkan cukup pula berhasil. Penekanan bola mata tidak dianjurkan oleh karena dapat
menimbulkan kerusakan pada retina. Apabila cara-cara di atas tidak berhasil
mengembalikannya ke irama sinus maka dianjurkan untuk memberikan obat, arrtara lain:
1. verapamil. Verapamil obat pilihan untuk TSVP pada anak besar yang tidak disertai
dengan gagal jantung. Verapamil 0,1 mg/kgBB diberikan secara intravena selama 30
detik. Biasanya irama sinus akan terjadi kurang dari 1 menit setelah pemberian
verapamil. Apabila tidak berhasil dan tidak ada penurunan tekanan darah dapat
diulangi 5 menit kernudian. Harus tersedia atropin, isoproterenof dan kalsium kloride
yang sewaktu-waktu diperlukan bila terjadi bradikardia atau hipotensi akibat
verapamil. Verapamil merupakan kontraindikasi pada pasien yang sebelumnya telah
mendapat propranolol, penghambat beta lain, kuinidin, atau disopiramid. Verapamil
ini juga tidak dianjurkan pada pasien sick-sinus syndrome dan TSVP yang
disebabkan oleh mekanisrne automatik.
2. Jikalau tidak tersedia veraparnil dan keadaan anak relatif stabil maka dapat digunakan
digitalis lntravena seperti untuk TSVP pada bayi. Efek digitalis ini tidak sebaik pada
TSVP pada bayi.
3. Fenilefrin intravena (0,001-0,1 mg/kg), secara bolus dimulai dengan dosis rendah
merupakan alternatif lain. Bila belum berhasil dosis dapat dinaikkan sarnpai tekanan
darah sistolik meningkat sampai 2 kali.
4. Tensilon (0,2 mg/kg dapat digunakan untuk meninggikan tonus vagus. Perlu
disediakan pula sulfas atropin yang bermanfaat pada bradikardia pada waktu irama
jantung kembali ke sinus.
5. Obat lain yang juga dilaporkan bermanfaat adalah propanolol, disopiramid,
amiodaron, propafenon, dan flekainid. Namun demikian pada umumnya efek obat-
obat ini sangat bervariasi.
3. Tindakan Non-lnvasif pada TSV Kronik
TSV kronik yang jauh lebih jarang dijumpai daripada TVSP pada bayi dan anak,
mempunyai denyut jantung yang relatif lebih lambat pada umumnya disebabkan oleh
mekanisne automatik dari fokus ektopik yang berada di atrium atau bundel his (A-V
junction) serta mekanisme re-entry pada concealed uindirectional retrograde accessory
connection.
Pengobatan medis TSV didasarkan atas gejala dan tanda klinis, serta dibantu
dengan penemuan EKG, foto dada, serta ekokardiografi.Pada umumnya pasien
memerlukan digoksin untuk memperbaiki penampilan miokard. Digoksin dapat
menurunkan frekuensi jarrtung dan kadang mengembalikan ke irama sinus pada
concealed uindirectional retrograde accessory connection.
Bila tidak berhasil setelah pemberian digoksin, dicoba dengan penambahan
propnanolol atau kuinidin, yang diharapkan dapat mengembalikan irama sinus.
Kombinasi verapamil dengan digoksin oral dapat mengatasi hampir semua TSV kronik
yang disebabkan oleh mekanisme re-entry pada nodus A-V. Mengingat penggunaan
jangka panjang obat-obat tersebut mempunyai efek sarnping maka perlu dipertimbangkan
tindakan pembedahan pada pasien yang menunjukkan jaras tambahan. Obat-obat
tersebut tidak banyak bemanfaat pada TSV kronik yang disebabkan mekanisme
automatik, hal ini memerlukan tindakan invasif.
2.7.2 TINDAKAN INVASIF
Tindakan invasif diperlukan pada sebagian kecil pasien TSV yang tidak berhasil diobati
dengan cara-cara non invasif. Tindakan invasif ini meliputi tindakan di laboratorium,
kateterisasi dan tindakan bedah.
Jikalau DC shock tidak berhasil mengatasi TSVP pada bayi maka tindakan
dilanjutkan di laboratorium kateterisasi untuk pemeriksaan elektrofisiologi. Kegagalan
DC shock mengisyaratkan batrwa TSV disebabkan oleh mekanisme kegagalan
automatik, bukan oleh re-entry. Biasanya overdrive pacing pun tidak efektif. Tindakan
selanjutnya adalah pemberian propanolol intravena (0,01- 0,1 mg/kg), sedang kateter
pacu jantung harus terpasang di ventrikel kanan untuk siap siaga.
Alat pacu jarrtung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu
jantung untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic multi
program overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya pada pasien
yang memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah pemotongan
bundel His, yaitu pada pasien dengan TSV automatic yang tidak dapat diatasi. Tindakan
ini merupakan pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung gagal. Tindakan
pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka keberhasilannya
mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan, akhir-akhir ini cara
ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa.Telah dicoba pula tindakan bedah
pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik, dengan jalan menghilangkan fokus
ektopik secara kriotermik (cryothermic treatment) Gillete melaporkan satu kasus dengan
fokus ektopik di A-V junction yang berhasil diatasi dengan teknik kriotermi dilanjutkan
dengan pemasangan pacu jantung permanen di ventrikel.
BAB III
KESIMPULAN
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
manifestasi klinisnya bervariasi dari bentuk yang ringan (benigna) sampai bentuk yang berat
(maligna) dengan berbagai konsekuensi gangguan hemodinamik. Pada bentuk aritmia berat
dengan gangguan hemodinamik jika tidak ditatalaksana secepatnya, pasien akan meninggal.
Klasifikasi aritmia dikelompokkan berdasarkan asal/fokus iramanya apakah di atas, pada atau di
bawah AV junction. Secara klinis aritmia dibagi dua kelompok yaitu takiaritmia dan
bradiaritmia.Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan EKG. Takikardia
supraventrikular adalah jenis takiaritmia yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak yang
perlu dikenali dan ditatalaksana segera. Terdapat dua mekanisme timbulnya SVT, yaitu
otomatisasi dan re-entry. Untuk tatalaksana segera SVT mencakup perasat vagus,
medikamentosa dan electrical conversion. Obat terpilih untuk tatalaksana segera VST pada bayi
dan anak adalah adenosin. Untuk tatalaksana kuratif SVT perlu prosedur elektrofisiologi berupa
terapi ablasi kateter.