78
I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi 2.1.1 Empedu 2.1.2 Traktus biliaris 2.1.3 Vaskularisasi 2.2 Fisiologi 2.2.1 Fungsi dari sistem empedu 2.2.2 Saluran empedu 2.2.3 Kandung empedu 2.2.4 Sfingter Oddi 2.3 Gejala yang Berhubungan dengan Kondisi Patologis pada Traktus Biliaris 2.3.1 Nyeri abdomen 2.3.2 Ikterus 2.3.3 Demam 2.4 Pemeriksaan Diagnostik untuk Traktus Biliaris 2.4.1 Foto polos abdomen 2.4.2 Cholecystografi oral 2.4.3 Percutaneous transhepatic cholangiography 2.4.5 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography 2.4.6 USG 2.4.5 Radionuclide scan 2.4.6 CT scan abdomen 2.4.7 Scintigraphy

Referat Batu Empedu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat batu empedu bertha arviani s

Citation preview

Page 1: Referat Batu Empedu

I PENDAHULUAN

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Empedu

2.1.2 Traktus biliaris

2.1.3 Vaskularisasi

2.2 Fisiologi

2.2.1 Fungsi dari sistem empedu

2.2.2 Saluran empedu

2.2.3 Kandung empedu

2.2.4 Sfingter Oddi

2.3 Gejala yang Berhubungan dengan Kondisi Patologis pada Traktus

Biliaris

2.3.1 Nyeri abdomen

2.3.2 Ikterus

2.3.3 Demam

2.4 Pemeriksaan Diagnostik untuk Traktus Biliaris

2.4.1 Foto polos abdomen

2.4.2 Cholecystografi oral

2.4.3 Percutaneous transhepatic cholangiography

2.4.5 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

2.4.6 USG

2.4.5 Radionuclide scan

2.4.6 CT scan abdomen

2.4.7 Scintigraphy

2.4.8 Laparoskopi

2.4.8 FDG-PET scanning

2.4.9 Bakteriologi

2.5 Patogenesis dari Batu Empedu

2.5.1 Batu kolesterol

2.5.2 Batu pigmen

Page 2: Referat Batu Empedu

2.5.3 Batu campuran

2.6 Batu Empedu (kolelitiasis)

2.6.1 Pendahuluan

2.6.2 Insidensi

2.6.3 Faktor resiko

2.6.3 Patogenesis

2.6.4 Gambaran klinis

2.6.5 Pemeriksaan penunjang

2.6.6 Komplikasi

2.6.7 Prognosis

2.7 Batu Empedu Asimptomatis

2.8 Batu Empedu dan Kolesistitis Kronis

2.8.1 Pendahuluan

2.8.2 Gambaran klinis

2.8.3 Pemeriksaan laboratorium

2.8.4 Diagnosis banding

2.8.5 Komplikasi

2.8.6 Treatment

2.8.6.1 non bedah

2.8.6.2 bedah

2.8.7 Prognosis

2.9 Kolesistitis Akut

2.9.1 Pendahuluan

2.9.2 Gambaran klinis

2.9.3 Pemeriksaan laboratorium

2.9.4 Pemeriksaan radiologis

2.9.5 Diagnosis banding

2.9.6 Komplikasi

2.9.7 Treatment

2.9.8 Prognosis

2.10 Ileus akibat Batu Empedu

Page 3: Referat Batu Empedu

2.10.1 Pendahuluan

2.10.2 Gambaran klinis

2.10.3 Treatment

2.10.10 Prognosis

2.11 Koledokolithiasis

2.11.1 Pendahuluan

2.11.2 Gambaran klinis

2.11.3 Pemeriksaan laboratorium

2.11.4 Diagnosa banding

2.11.5 Komplikasi

2.11.6 Treatment

2.12 Pankreatitis akibat Batu Empedu

2.13 Pembedahan untuk Batu Empedu

2.13.1 Kolesistektomi laparoskopi

2.13.2 Intraoperatif kolangiogram atau ultrasound

2.13.3 Kolesistektomi terbuka

2.14 Sindrom Postkolesistektomi

III KESIMPULAN

Page 4: Referat Batu Empedu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Kandung empedu

Kandung empedu merupakan kantong yang berbentuk seperti buah pir

yang terletak pada permukaan visceral pada lobus kanan hati di suatu fossa

diantara lobus kanan dan quadratus. Kandung empedu memiliki :

- Akhiran yang bulat (fundus dari empedu), yang tampak pada batas inferior

dari hepar.

- Bagian utama di fossa (corpus dari empedu), yang berada melawan colon

transversum dan pada bagian superior dari duodenum.

- Bagian yang sempit (leher dari empedu) dengan lipatan mukosa

berbentuk spiral.

Kandung empedu menerima, mengkonsentrasikan, dan menyimpan cairan

empedu dari hati.(4) Kandung empedu memiliki panjang 7-10 sentimeter,

diameter 3-5 sentimeter, dan kapasitas 30-60 mililiter.(2)

Page 5: Referat Batu Empedu

Gambar 2.1 Anatomi Kandung Empedu

Diambil dari Gray’s Anatomy for Students

2.1.2 Traktus biliaris

Sistem duktus yang mengalirkan cairan empedu dimulai dari hati,

menyambung dengan kandung empedu, dan berakhir pada duodenum pars

desenden. Perpaduan dari duktus dimulai dari parenkim hepar dan berlanjut

hingga duktus hepatik kanan dan kiri terbentuk. Duktus ini mendrainase masing-

masing lobus dari hepar.

Duktus hepatik kanan dan kiri bergabung membentuk duktus hepatik

komunis yang terletak dekat dengan hati, bersama dengan arteri hepatika dan

vena porta pada margin bebas dari omentum minus. Duktus hepatik komunis

terus berjalan ke bawah dan kemudian duktus sistikus yang berasal dari

kandung empedu akan turut bergabung. Setelah itu terbentuklah duktus empedu

Page 6: Referat Batu Empedu

secara lengkap. Duktus empedu ini berada di sisi kanan dari arteri hepatik dan di

sisi anterior kanan dari vena porta pada margin bebas dari omentum minus.

Foramen omentum terletak di sisi posterior. Duktus empedu terus berjalan ke

bawah, memasuki duodenum bagian superior dari sisi posterior sebelum

bergabung dengan duktus pankreatikus untuk memasuki duodenum pars

desenden pada papilla duodenum mayor. (4)

Gambar 2.2 Traktus Biliaris

Diambil dari Gray’s Anatomy for Students

Page 7: Referat Batu Empedu

2.1.3 Vaskularisasi

Vaskularisasi dari system empedu ekstrahepatik berasal dari : bagian

distal dari arteri gastroduodenal, retroduodenal, dan posterosuperior

pancreatoduodenal dan pada bagian proksimal dari arteri hepatik kanan dan

arteri sistikus.

Kandung empedu disuplai oleh arteri sistikus. Arteri sistikus mungkin

berasal dari arteri hepatic kiri, hepatic komunis, gastroduodenal, atau

mesenterika superior. Arteri sistikus ini dibagi menjadi cabang superficial dan

profunda sebelum memasuki kandung empedu. Duktus hepatik komunis, hati,

dan duktus sistikus menentukan batas dari segitiga Calot. Dalam segitiga Calot

ini terdapat struktur penting yaitu : arteri sistikus, arteri hepatic kanan, dan

kelenjar getah bening dari duktus sistikus. Simpul Calot adalah rute utama dari

drainase limfatik kandung empedu dan sering terlibat dalam penyakit inflamasi

atau neoplastik dari kandung empedu. (2)

Gambar 2.3 Segitiga Calot

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Page 8: Referat Batu Empedu

2.2 Fisiologi

2.2.1 Fungsi dari sistem empedu

Empedu melakukan dua fungsi penting :

Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan

absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan

pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu melakukan dua

hal yaitu : 1. Asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak

yang besar dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel

tersebut dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah

pancreas, dan 2. Asam empedu membantu absorpsi produk akhir lemak yang

telah dicerna melalui membrane mukosa intestinal.

Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa

produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin,

suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol. (5)

2.2.2 Saluran empedu

Saluran empedu, kandung empedu, dan sfingter Oddi memodifikasi,

menyimpan, dan mengatur aliran empedu. Hati memproduksi 500 sampai 1000

mL empedu per hari dan mengeluarkannya ke dalam kanalikuli empedu. Selama

perjalanan melalui duktus empedu dan duktus hepatic, empedu kanalikular

dimodifikasi dengan proses penyerapan dan sekresi elektrolit dan air.

Sekresi empedu peka terhadap rangsangan neurogenik, humoral, dan

kimia. Stimulasi vagal akan meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi

saraf splanikus akan menurunkan aliran empedu. Hormon gastrointestinal,

sekretin, merangsang aliran empedu terutama dengan meningkatkan sekresi

aktif dari cairan kaya akan klorida oleh saluran empedu dan ductules.

Pngeluaran sekretin dirangsang oleh asam HCl, protein, dan asam lemak dari

duodenum. Sekresi duktular empedu juga dirangsang oleh cholecystokinin

(CCK), gastrin, dan hormone lainnya. Epitel dari duktus empedu juga

mengabsorbsi air dan elektrolit, yang penting untuk penyimpanan empedu

selama pasien puasa setelah dilakukan kolesistektomi.

Page 9: Referat Batu Empedu

Empedu terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan

pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klor memiliki konsentrasi yang

sama dalam empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. Garam

empedu primer , cholate dan chenodeoxycholate, disintesis di hati oleh

kolesterol. Garam empedu ini dikonjugasi di hati dengan taurine dan glisin, dan

berperan sebagai anion (asam empedu) yang diseimbangkan oleh sodium.

Garam empedu diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan membantu

dalam mencerna dan menyerap lemak di usus. Sekitar 95% dari asam empedu

diserap kembali dan dikembalikan melalui system vena porta ke hati, yang

disebut juga sebgai sirkulasi enterohepatik (gambar 54-5). Sementara 5%

sisanya diekskresikan dalam tinja.

Kolesterol dan fosfolipid yang disintesis di hati adalah lemak utama yang

ditemukan dalam empedu. Sintesis kolesterol dan fosfolipid oleh hati diatur

sebagian oleh asam empedu. Warna dari empedu diakibatkan adanya pigmen

bilirubin diglucoronide, yang merupakan produk metabolism dari pemecahan

hemoglobin, dan ada dalam empedu dengan konsentrasi 100 kali lebih besar

dibandingkan di plasma. Setelah masuk ke usus halus, bakteri akan

mengubahnya menjadi urobilinogen, fraksi kecil yang kemudian diserap dan

disekresikan ke empedu. (2)

Page 10: Referat Batu Empedu

Gambar 2.4 Sirkulasi Enterohepatik

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

2.2.3 Kandung empedu

Kandung empedu mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu selama

puasa dan mengalirkan empedu ke duodenum sebagai respon saat seseorang

tersebut makan. Karena kapasitas dari kandung empedu umumnya hanya

sekitar 30 sampai 60 mL, kapasitas serap yang luar biasa dari kandung empedu

dapat menyimpan hingga 600 mL empedu yang diproduksi setiap harinya.

Mukosa dari kandung empedu memiliki daya serap terbesar per unit areanya

dibandingkan dengan struktur lain di tubuh. Empedu biasanya terkonsentrasi 5

Page 11: Referat Batu Empedu

hingga 10 kali lipat oleh karena penyerapan dari air dan elektrolit yang

menyebabkan perubahan pada komposisi empedu.

Transport aktif NaCl oleh epitel kandung empedu merupakan pendorong

untuk konsentrasi dari empedu. Air diserap secara pasif sebagai respon dari

dorongan osmosis yang dihasilkan oleh penyerapan zat terlarut. Konsentrasi dari

empedu dapat mempengaruhi kelarutan dari dua komponen penting

terbentuknya batu empedu yaitu : kalsium dan kolesterol. Meskipun mukosa dari

kandung empedu menyerap kalsium, proses ini tidak seefektif penyerapan air

atau sodium, hal ini menyebabkan peningkatan secara relative dari konsentrasi

kalsium. Pada saat empedu menjadi terkonsentrasi, terjadi beberapa perubahan

pada kemampuan empedu untuk melarutkan kolesterol. Kelarutan untuk fraksi

miselar meningkat, tetapi stabilitas dari fofolipid-kolesterol vesicle menurun

tajam. Dikarenakan presipitasi dari kristal kolesterol terjadi lebih karena

mekanisme vesicular dibandingkan miselar, efek dari konsentrasi empedu

adalah peningkatan daripada nukleasi kolesterol.

Sel epitel kandung empedu mengeluarkan setidaknya dua produk penting

ke lumen dari kandung empedu yaitu, ion glikoprotein dan ion hydrogen. Sekresi

dari mucus glikoprotein terjadi terutama dari kelenjar di leher kandung empedu

dan duktus sistikus. Gel glikoprotein musin diyakini merupakan bagian penting

dari unstirred layer (diffusion-resistant barrier) yang memisahkan membran sel

kandung empedu dari lumen empedu. Barier mucus ini sangat penting untuk

melindungi epitel kandung empedu dari efek detergen yang kuat dari garam

empedu yang berkonsentrasi tinggi yang ada di kandung empedu. Namun, ada

bukti-bukti yang cukup juga menunjukkan bahwa glikoprotein musin ini berperan

sebagai agen pronucleating untuk kristalisasi kolesterol. Pengangkutan ion

hydrogen oleh epitel kandung empedu mengakibatkan penurunan pH dari cairan

empedu dalam kandung empedu melalui mekanisme pertukaran sodium.

Pengasaman dari empedu akan meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga

mencegah pengendapan sebagai garam kalsium. Proses pengasaman normal

dari kandung empedu akan menurunkan pH epedu hepatik dari 7,5 hingga 7,8

turun menjadi 7,1 hingga 7,3.

Page 12: Referat Batu Empedu

Pengisisan kandung empedu berasal dari produksi terus menerus

empedu oleh hati melawan kekuatan kontraksi dari sfingter Oddi yang

berkontraksi. Jika tekanan di dalam duktus empedu melebihi tekanan dalam

lumen kandung empedu, empedu hati akan memasuki kandung empedu melalui

aliran retrograde dari duktus sistikus, dan akan cepat terkonsentrasi.

Setelah makan, kandung empedu akan berkontraksi sebagai respon dari

fase cephalic yang dimediasi oleh vagal dan oleh pengeluaran CCK, regulator

utama dari fungsi kandung empedu. Pada 60 hingga 120 menit selanjutnya,

sekitar 50 hingga 70% dari empedu kandung empedu akan dialirkan ke dalam

saluran usus. CCK akan terlokalisir ke usus halus bagian proksimal, terutama sel

epitel duodenum, dimana pengeluaran CCK ini dirangsang oleh lemak

intraluminal, asam amino,dan asam lambung dan diinhibisi oleh empedu. Selain

menstimulasi kandung empedu, CCK juga berfungsi untuk menginhibisi aktivitas

phasic motorik normal dari sfingter Oddi. Pengisian ulang kandung empedu

kemudian terjadi secara bertahap selama 60 hingga 90 menit berikutnya. (2)

2.2.4 Sfingter Oddi

Sfingter Oddi merupakan suatu struktur kompleks yang berfungsi secara

independen dari lapisan otot duodenum. Sfingter ini menciptakan zona

bertekanan tinggi diantara duktus empedu dan duodenum. Sfingter ini

meregulasi aliran empedu dan cairan pancreas yang menuju ke duodenum,

mencegah regurgitasi dari isi duodenum ke traktus empedu, dan mengalihkan

cairan empedu menuju ke kandung empedu.

Baik faktor neural dan hormonal mempengaruhi sfingter Oddi. Sebagai

respon terhadap CCK, baik tekanan maupun aktifitas phasic dari sfingter Oddi

menghilang. Setelah makan, tekanan sfingter akan berelaksasi sehubungan

dengan kontraksi dari kandung empedu, yang mengakibatkan aliran pasif dari

cairan empedu menuju ke duodenum. Saat puasa, kontraksi bertekanan tinggi

dari sfingter Oddi akan menetap. Aktivitas dari sfingter Oddi tampak

berkoordinasi dengan pengosongan kandung empedu dan peningkatan aliran

Page 13: Referat Batu Empedu

empedu. Aktivitas ini mungkin sebagai mekanisme preventif terhadap akumulasi

dari kristal empedu selama puasa. (2)

2.3 Gejala yang Berhubungan dengan Kondisi Patologis pada Traktus

Biliaris

2.3.1 Nyeri abdomen

Batu empedu dan inflamasi dari kandung empedu merupakan penyebab

yang paling banyak dari nyeri abdomen yang disebabkan adanya penyakit pada

traktus biliaris. Obstruksi akut dari kandung empedu oleh batu akan

menyebabkan timbulnya biliary colic, yang merupakan nyeri yang tidak kolik

pada epigastrium atau kuadran kanan atas. Biliary colic merupakan nyeri yang

konstan yang intensitasnya makin meningkat, dan dapat terasa hingga ke

punggung, region interscapula, atau bahu kanan. Rasa nyerinya dideskripsikan

sebagai bandlike tightness pada abdomen atas dan dapat menimbulkan mual

dan muntah. Hal ini disebabkan karena kandung empedu yang normal

berkontraksi melawan obstruksi luminal, seperti adanya batu yang terletak pada

leher dari kandung empedu, duktus sistikus, atau duktus koledukus. Rasa nyeri

ini biasanya dipicu oleh makanan yang berlemak, tetapi dpaat juga oleh tipe

makanan lain ataupun terjadi secara spontan. Hubungan dengan makanan

muncul pada 50% pasien, dan pada tipe pasien ini, rasa nyerinya biasa muncul

lebih dari 1 jam setelah makan.

Rasa nyeri pada biliary colic berbeda dengan rasa nyeri pada kolesistitis

akut. Meskipun biliary colic juga terlokalisir pada kuadran kanan atas, rasa nyeri

pada kolesistitis akut memberat dengan sentuhan, dan biasanya ditemukan juga

adanya demam dan leukositosis. Iritasi dari peritoneum visceral dan parietal

yang disebabkan karena inflamasi transmural dari kolesistitis menyebabkan

Murphy’s sign yang positif. Dari pemeriksaan fisik (pada pasien yang tidak dapat

bernapas karena nyeri pada saat pemeriksa mempalpasi dibawah costa kanan)

dapat merupakan indikasi dari kolesistitis akut. (2)

Page 14: Referat Batu Empedu

2.3.2 Jaundice

Apabila konsentrasi bilirubin dalam serum mencapai lebih dari 2,5 mg/dl,

akan terjadi perubahan warna sclera menjadi kekuningan (scleral icterus).

Jaundice merupakan perubahan warna menjadi kekuningan yang terjadi di kulit

apabila kadar bilirubin serum melebihi 5 mg/dl. Perubahan warna ini disebabkan

adanya deposisi dari pigmen empedu pada jaringan tersebut. Adanya bilirubin

terkonjugasi pada urin merupakan salah satu tanda yang dapat diketahui oleh

penderita.

Penanganan dan diagnose dari pasien yang mengalami jaundice

membutuhkan suatu algoritma (gambar 2.5). penyakit yang menyebabkan

jaundice dapat dibedakan menjadi “medical” jaundice, seperti adanya

peningkatan produksi, penurunan transport oleh hepatosit atau konjugasi, atau

ekskresi yang terganggu dari bilirubin, dan ada juga yang menyebabkan

“surgical” jaundice melalui pengiriman bilirubin menuju ke usus halus yang

terganggu. Penyebab yang umum dari peningkatan produksi bilirubin adalah

anemia hemolitik dan keadaan hemolisis yang didapat, termasuk sepsis, luka

bakar, reaksi transfuse, dan obat-obatan. Ekskresi bilirubin yang terganggu

mengakibatkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi dan

dapat disebabkan karena hepatitis akibat virus atau alcohol, sirosis, dan

kolestasis yang disebabkan obat. (2)

Page 15: Referat Batu Empedu

Gambar 2.5 Algoritma Diagnostik pada Pasien dengan Jaundice

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

2.3.3 Demam

Peningkatan suhu tubuh yang signifikan (> 38˚C) menunjukkan adanya

suatu proses inflamasi yang terlokalisir. Kontaminasi bakteri pada sistem

empedu merupakan hal yang umum pada kolesistitis akut atau koledokolitiasis

dengan obstruksi, dan dapat diperiksa dengan kolangiografi perkutan atau

endoskopi. Kombinasi dari rasa nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,

Page 16: Referat Batu Empedu

jaundice, dan demam, disebut juga triad Charcot, menunjukkan adanya infeksi

aktif dari system empedu yang disebut kolangitis akut. (2)

2.4 Pemeriksaan Diagnostik untuk Traktus Biliaris

2.4.1 Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dalam posisi posteroanterior supine akan

menunjukkan adanya batu empedu pada 10-15% kasus apabila batu tersebut

radioopak. Terkadang empedu itu sendiri mengandung kalsium (kandungan susu

dari kalsium empedu) yang juga dapat terlihat. Kandung empedu yang

membesar juga terkadang dapat diidentifikasi sebagai soft tissue mass pada

kuadaran kanan atas indenting an air-filled hepatic flexure.

Pada beberapa tipe penyakit bilier, diagnosis juga dapat ditegakkan

dengan adanya gambaran udara yang terlihat pada duktus koledukus pada foto

polos. Gambaran udara ini biasanya menunjukkan adanya fistula biliary-intestinal

(dari penyakit ataupun pembedahan) tetapi juga terkadang tampak pada

kolangitis yang berat, emfisematus kolesistitis, dan ascariasis bilier. (3)

2.4.2 Cholecystografi oral

Sodium tyropanoate atau asam lopanoic diminum secara oral pada malam

sebelum pemeriksaan, bersama dengan makanan yang ringan. Obat ini akan

diserap, berikatan dengan albumin pada darah porta, diekstraksi oleh hepatosit,

dan disekresikan di empedu. Opasifikasi terjadi hanya dengan konsentrasi pada

kandung empedu dan rata-rata dicapai dalam waktu 10 jam setelah pemberian

obat. Dilakukan pemeriksaan dalam posisi posteroanterior dan oblique supine

dan dekubitus lateral atau upright.

Kolesistogram oral tidak memuaskan apabila agen kontras tidak diserap

baik dari usus halus atau tidak diekskresi baik oleh hati. Penyerapan biasnya

terganggu pada penyakit abdomen akut dengan ileus, muntah, atau diare.

Apabila kadar bilirubin melebihi 3 mg/dl, ekskresi hepatik biasanya tidak adekuat.

Hasil false negative dapat terjadi pada 5% tes.

Page 17: Referat Batu Empedu

Nonopasifikasi terjadi pada 20% pasien setelah pemberian dosis tunggal.

Saat dosis kedua diberikan dan x-ray diulang keesokan harinya, ditemukan

opasifikasi pada 25% pasien. Nonopasifikasi yang persisten merupakan indikasi

adanya penyakit pada kandung empedu. (3)

2.4.3 Percutaneous transhepatic cholangiography (THC,PTC)

Percutaneous transhepatic cholangiography dilakukan dengan

memasukkan jarum memasuki iga kanan bawah dan parenkim hati hingga ke

lumen dari duktus empedu. Kemudian diinjeksikan material kontras yang larut

air, dan dilakukan foto x-ray.

Kesuksesan teknik ini berhubungan dengan derajat dilatasi dari duktus

empedu intrahepatik. THC terutama baik untuk memperlihatkan anatomi empedu

pada pasien dengan striktur empedu, lesi maligna dari duktus empedu proksimal,

atau apabila ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) tidak

berhasil. Kegagalan masuknya kontras ke duktus tidak membuktikan tidak

adanya obstruksi. THC tidak boleh dilakukan pada pasien dengan kolangitis

hinga infeksinya terkontrol dengan antibiotik. (3)

2.4.5 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

ERCP involves cannulating sfingter Oddi melalui penglihatan langsung

lewat duodenoskopi yang dilihat dari sisi lateral. ERCP membutuhkan latihan

khusus dalam penggunaan endoskopi dengan fiber optic. Biasanya,

dimungkinkan untuk mengopasifikasi pancreas dan juga duktus empedu. Metode

ini biasa dipilih untuk memeriksa traktus biliaris pada pasien yang dicurigai

menderita koledokolitiasis atau lesi obstruktif pada region periampular. (3)

2.4.6 USG

Ultrasonografi sensitive dan spesifik untuk mendeteksi batu pada kandung

empedu dan dilatasi pada duktus empedu. Pada pemeriksaan dari penyakit yang

menyerang kandung empedu, diagnosis false positif untuk batu itu jarang, dan

false negative terhadap batu kecil atau kandung empedu yang berkontraksi

Page 18: Referat Batu Empedu

terjadi hanya pada 5% pasien yang diperiksa. Ultrasonografi biasanya

melewatkan batu yang terletak di duktus komunis.

Pemeriksa terkadang melaporkan bahwa terdapat “sludge” (endapan).

Material ini tampak opaq pada ultrasonografi, tidak tampak bayangan akustik,

dan membentuk lapisan dependen pada kandung empedu. Endapan ini dapat

disertai panyakit batu empedu ataupun tidak. Endapan ini biasa ditemukan pada

stasis empedu (karena puasa berkepanjangan) dan bukan merupakan indikasi

kolesistektomi. (3)

2.4.5 Radionuclide scan (HIDA scan)

Technetium 99m-labeled derivate dari asam iminodiacetic (IDA) diekskresi

dalam konsentrasi tinggi di empedu dan menghasilkan gamma camera images

yang baik. Setelah injeksi radionuklida secara intravena, gambaran dari duktus

empedu dan kandung empedu akan tampak setelah 15-30 menit. Pada pasien

dengan rasa nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, gambaran yang baik dari

duktus empedu diikuti dengan tidak adanya gambaran dari kandung empedu

mengindikasikan adanya obstruksi pada duktus sistikus dan menunjukkan

diagnosa kolesistitis akut. (3)

2.4.6 CT scan abdomen

Meskipun CT scan abdomen merupakan alat radiografi yang paling

informatif untuk memeriksa patologi dalam abdomen, diagnosis untuk penyakit

pada traktus bilier lebih baik menggunakan ultrasonografi. Tidak gunanya CT

scan diakibatkan karena batu empedu dan cairan empedu tampak isodense

pada CT scan, sehingga sulit untuk membedakan batu empedu dari cairan

empedu itu sendiri, kecuali batu empedu sangat terkalsifikasi. CT scan

mengidentifikasi batu empedu di traktus bilier dan kandung empedu dengan

sensitifitas hanya 55-65%. CT scan lebih akurat untuk mengidentifikasi lokasi

dan penyebab dari obstruksi ekstrahepatik. CT scan abdomen merupakan alat

yang baik untuk menevaluasi penyakit pada traktus biliaris dengan diagnosa

Page 19: Referat Batu Empedu

banding neoplasma hepatobilier atau pancreas, abses hati, atau penyakit

parenkim hati. (2)

2.4.7 Scintigraphy

Scintigraphy bilier berguna untuk memvisualisasi traktus bilier, memeriksa

fungsi hati dan kandung empedu, dan mendiagnosa beberapa penyakit termasuk

kolesistitis. Meskipun ini merupakan tes yang baik untuk melihat apakah duktus

sistikus dan duktus empedu dalam kondisi baik, scintigraphy tidak

memperlihatkan adanya batu empedu. Tidak adanya gambaran dari kandung

empedu setelah 2 jam setelah injeksi menunjukkan adanya obstruksi dari duktus

sistikus. Scintiraphy bilier yang diikuti oleh pemberian CCK berguna untuk

memperlihatkan adanya diskinesia bilier saat kontraksi dari kandung empedu

diikuti dengan nyeri pada traktus bilier pada pasien tanpa kecurigaan adanya

batu. (2)

2.4.8 Laparoskopi

Laparoskopi paling efektif saat digunakan dengan ultrasonografi

laparoskopi untuk menentukan stadium dan manajemen operatif dari malignansi

bilier. (2)

2.4.8 FDG-PET scanning

Fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET)

merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi metastasis yang dapat

mengakibatkan perubahan manajemen pembedahan pada pasien. (2)

2.4.9 Bakteriologi

Cairan empedu pada kandung empedu tanpa adanya batu atau penyakit

lain steril. Adanya batu empedu atau obstruksi bilier menyebabkan peningkatan

pada bakteri. Persentase kultur cairan empedu dari kandung empedu pada

pasien dengan batu empedu simptomatis dan kolesistitis kronis bervariasi antara

11-30%. Prevalensi dari kultur empedu yang positif lebih tinggi pada pasien

Page 20: Referat Batu Empedu

dengan kolesistitis akut dibandingkan kolesistitis kronis (46% dibandingkan 22%)

dan meningkat apabila disertai adanya batu pada duktus empedu. Bakteri aerob

gram negative merupakan organism yang paling banyak ditemukan pada cairan

empedu pada pasien dengan batu empedu simptomatis, kolesistitis akut, atau

kolangitis. Escherichia coli dan Klebsiella merupakan bakteri gram negative yang

paling banyak ditemukan (Gambar 2.6). (2)

Gambar 2.6 Bakteri pada Infeksi Traktus Biliaris

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

2.5 Patogenesis dari Batu Empedu

2.5.1 Batu kolesterol

Batu kolesterol berasal dari sekresi empedu dari hati yang

tersupersaturasi dengan kolesterol. Dipengaruhi oleh bermacam-macam factor

yang muncul di empedu, kolesterol berpresipitasi dari larutan dan kristal baru

yang terbentuk bertumbuh menjadi batu makroskopis. Perkecualian apabila

duktus empedu komunis mengalami dilatasi atau mengalami obstruksi parsial,

batu akan terbentuk secara khusus pada kandung empedu. Batu yang

ditemukan di duktus biasanya mencapai duktus setelah melewati duktus sistikus.

Page 21: Referat Batu Empedu

Seperti dituliskan sebelumnya, kolesterol bersifat tidak larut dan pada

empedu harus ditranspor melalui misel garam empedu dan vesikel fosfolipid.

Saat kadar kolesterol pada empedu melebihi kapasitas, Kristal kolesterol akan

mengalami presipitasi dari vesikel fosfolipid.

Sekresi dari garam empedu dan kolesterol menuju ke empedu saling

berkaitan. Garam empedu elutes kolesterol dari membrane hepatosit saat

berjalan menuju kanalikuli empedu. Pada saat kadar garam empedu tinggi, kadar

dari kolesterol yang memasuki empedu menurun. Yang berarti bahwa pada saat

aliran empedu rendah (saat puasa), kemampuan empedu untuk mengikat

kolesterol lebih tersaturasi dibandingkan pada saat aliran empedu tinggi. Kadar

garam empedu pada pasien dengan batu kolesterol setengah lebih sedikit

dibandingkan normal, tetapi hal ini merupakan akibat dari penyakitnya (batu

menggantikan cairan empedu dalam kandung empedu) bukan penyebab. (CDT)

Tiga tipe abnormalitas dipertimbangkan berhubungan dengan

pembentukan batu empedu yang berasal dari kolesterol. Yang terutama adalah

supersaturasi empedu dengan kolesterol. Persentase saturasi dari kolesterol di

empedu ditentukan oleh rasio molar dari 3 lemak mayor yang ada dalam empedu

yaitu : kolesterol, asam empedu, dan fosfolipid. Supersaturasi kolesterol, hal

utama yang menyebabkan pembentukan batu, dapat terjadi akibat biosintesis

kolesterol yang berlebihan ( peningkatan aktivitas 3-hydroxy-3-methylglutaryl

(HMG) coenzyme A (CoA) reduktase), yang merupakan mekanisme litogenik

utama (seperti pada pasien obesitas). Penurunan aktifitas acyl-CoA cholesterol

acyltransferase (ACAT), inhibisi esterifikasi kolesterol, mengakibatkan

peningkatan ekskresi dari kolesterol bebas ke empedu. Pada pasien yang tidak

obesitas, sekresi kolesterol yang berlebihan dapat diakibatkan konversi dari

kolesterol ke asam empedu yang kurang baik, yang disebabkan rendahnya

aktivitas dari cholesterol 7α hydroxylase, enzim yang diperlukan untuk biosintesis

dari asam empedu (dan eliminasi kolesterol). Akhirnya, gangguan pada sirkulasi

enterohepatik dari asam empedu dapat meningkatkan saturasi empedu.

Gangguan sementara pada sirkulasi enterohepatik seperti saat puasa

Page 22: Referat Batu Empedu

semalaman mengakibatkan peningkatan rasio kolesterol di vesikel yang

disekresi oleh hati.

Abnormalitas yang kedua merupakan peningkatan nukleasi dari Kristal

kolesterol. Musin dan congeners, protein utama, bertindak sebagai matriks

molekul yang mengakibatkan kristal kolesterol menyatu dan membentuk batu.

Agar terjadi nukleasi ini juga diperlukan waktu yang cukup, dari terbentuknya

Kristal hingga bertumbuh menjadi mikrolit, dan mikrolit untuk bergabung menjadi

satu dan membentuk batu, sehingga stasis dari kandung empedu juga

berkontribusi terhadap terbentuknya batu. Saat puasa semalam, kandung

empedu tidak kosong sehingga waktu untuk penyimpanan dapat terjadi pada

semua orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 3 faktor ini yang berperan

dalam pembentukan batu yaitu : apabila empedu tersaturasi, hipernukleasi, dan

adanya stasis.

Hipomotilitas dari usus halus baru-baru ini dikenali sebagai factor keempat

yang menyebabkan pembentukan batu kolesterol. Paparan yang lebih lama

terhadap mikroorganisme di usus halus menyebabkan garam empedu primer

terkonjugasi dan terhidroksilasi lebih besar menjadi garam empedu sekunder

yang lebih hidrofobik. Peningkatan kadar garam empedu sekunder ini,

merupakan penghambat yang kuat dari enzim yang diperlukan untuk biosintesis

dari asam empedu, sehingga akan meningkatkan sekresi kolesterol ke empedu.

(1)

2.5.2 Batu pigmen,kalsium, dan bilirubin

Bilirubin, pigmen berwarna kuning yang berasal dari metabolisme heme,

secara aktif disekresikan ke empedu oleh sel hati. Sebagian besar dari bilirubin

yang ada di empedu berada dalam bentuk terkonjugasi, yang cukup larut air dan

stabil, tetapi ada sebagian kecil yang mengandung bilirubin yang tidak

terkonjugasi. Bilirubin yang tidak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat,

karbonat,dan anion lain, memiliki kecenderungan untuk membentuk presipitat

yang tidak larut bersama dengan kalsium. Kalsium sendiri memasuki empedu

secara pasif bersamaan dengan elektrolit lain.

Page 23: Referat Batu Empedu

Pada situasi dimana terjadi turnover heme yang tinggi, seperti pada

hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin yang tidak terkonjugasi dapat muncul di

empedu dalam konsentrasi lebih tinggi dari normal. Kalsium bilirubinate

kemudian akan mengkristal dari larutan dan terkadang membentuk batu. Lama

kelamaan, bermacam-macam oksidasi akan menyebabkan presipitat bilirubin

berubah warna menjadi hitam, dan batu akan terbentuk dan disebut batu pigmen

empedu hitam (black pigment gallstones). Batu pigmen empedu hitam ini muncul

dalam persentase 10-20% di Amerika Serikat.

Dalam kondisi normal, empedu itu steril, tetapi pada kondisi yang tidak

umum (seperti adanya striktur), empedu akan terkolonisasi dengan bakteri.

Bakteri akan menghidrolisir bilirubin terkonjugasi, sehingga birlirubin yang tidak

terkonjugasi meningkat dan dapat menyebabkan terbentuknya kristal kalsium

bilirubinate.

Bakteri juga menghidrolisir lesitin untuk melepaskan asam lemak, yang

dapat mengikat kalsium dan presipitat dari larutan. Hal ini menyebabkan

dihasilkannya batu yang memiliki konsistensi seperti tanah liat dan disebut batu

pigmen empedu coklat (brown pigment stones). Tidak seperti batu kolesterol

ataupun batu pigmen hitam, yang terbentuk secara khusus dalam kandung

empedu, batu pigmen coklat seringkali terbentuk di duktus empedu. (6)

2.5.3 Batu campuran

Batu kolesterol dapat terkolonisasi dengan bakteri dan menyebabkan

inflamasi pada mukosa kandung empedu. Enzim litik dari bakteri dan leukosit

akan menghidrolisir bilirubin terkonjugasi dan asam lemak. Hal ini lama

kelamaan menyebabkan batu kolesterol terakumulasi dengan kalsium

bilirubinate dan garam kalsium lain, yang menyebabkan terbentuknya batu

campuran. (6)

Page 24: Referat Batu Empedu

2.6 Batu Empedu (Kolelitiasis)

2.6.1 Pendahuluan

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat

ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledukus, atau pada

kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,

terbentuk di dalam kandung empedu. Kalau batu kandung empedu ini berpindah

ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder

atau koledokolitiasis sekunder.

Kebanyakan batu duktus koledukus berasal dari batu kandung empedu,

tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik

maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu harus memenuhi kriteria

sebagai berikut : ada massa asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologi

cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledukus

atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang Asia,

dapat ditemukan sisa cacing askariasis atau cacing jenis lain di dalam batu

tersebut. Morfologi batu primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid,

lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warna coklat muda sampai coklat

gelap. (8)

2.6.2 Insidensi

Insidensi kolelitiasis di negara Barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau

bertanda.

Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di

Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia

Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara

diagnosis dengan ultrasonografi.

Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau

batu bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di Negara

Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu

pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu

Page 25: Referat Batu Empedu

pigmen dibanding batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak

1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka ini betul-betul oleh

karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya hidup, termasuk

perubahan pola hidup, termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi

parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi empedu, mungkin menimbulkan

perubahan insiden hepatolitiasis.

Perbedaan lain dengan negara Barat ialah batu empedu banyak

ditemukan mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata

tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insidens batu saluran

empedu meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah

penderita lelaki. (8)

2.6.3 Faktor resiko

Batu Kolesterol :

Faktor genetik/demografi : prevalensi tertinggi di Indian Amerika

Utara, Indian Chile, dan Hispanik Chile, lebih besar di Eropa Utara

dan Amerika Utara dibandingkan di Asia, terendah di Jepang,

disposisi genetik.

Obesitas : sekresi dan penyimpanan asam empedu normal tetapi

ada peningkatan sekresi empedu yang mengandung kolesterol.

Penurunan berat badan : mobilisasi dari kolesterol jaringan

mengakibatkan peningkatan sekresi kolesterol oleh empedu

dimana terjadi penurunan sirkulasi enterohepatik dari asam

empedu.

Hormon seks wanita :

a. Estrogen menstimulasi reseptor lipoprotein hati,

peningkatan uptake dari kolesterol harian, dan

peningkatan sekresi kolesterol dari empedu.

b. Estrogen alami, estrogen lain, dan kontrasepsi oral

menyebabkan penurunan garam empedu dan

Page 26: Referat Batu Empedu

penurunan konversi kolesterol menjadi cholesteryl

esters.

Peningkatan usia : peningkatan sekresi kolesterol dari empedu,

penurunan simpanan asam empedu, penurunan sekresi garam

empedu.

Hipomotilitas kandung empedu karena stasis dan formasi endapan

(sludge)

a. Nutrisi parenteral berkepanjangan

b. Puasa

c. Kehamilan

d. Obat seperti octreotide

Terapi clofibrat : meningkatkan sekresi kolesterol dari empedu.

Penurunan sekresi asam empedu

a. Sirosis empedu primer

b. Defek genetik dari gen CYP7A1

Penurunan sekresi fosfolipid : defek genetik dari gen MDR3

Lain-lain

a. Diet tinggi lemak dan kalori

b. Cedera tulang belakang

Batu pigmen

Faktor demografi/genetik : Asia, area pedesaan

Hemolisis kronis

Sirosis alkoholik

Anemia pernisiosa

Fibrosis kistik

Infeksi traktus biliaris kronis, infeksi parasit

Peningkatan usia

Penyakit ileum, reseksi atau bypass ileum (7)

Page 27: Referat Batu Empedu

2.6.3 Patogenesis

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat dalam saluran empedu

dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan

tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu tersebut umumnya berupa

batu pigmen yang berwarna cokelat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan rapuh.

Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau

kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledukus

melalui duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu

tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau

komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu

berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan

perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan

striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu

besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu

duktus sistikus. (8)

2.6.4 Gambaran klinis

Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu

adalah asimptomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia

yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.

Pada yang simptomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah

epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri lainnya

adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan

kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau

ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

menghilang setelah makan antasida. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan

Page 28: Referat Batu Empedu

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan

sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien

berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum

setempat (tanda Murphy).

Pada batu duktus koledukus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium

dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan

mengigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin

berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda

dengan ikterus karena hepatitis.

Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan

dan lenih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan.

Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan

disertai syok dan gangguan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik pada Batu Kandung Empedu

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,

hidrops kandung empedu, atau pancreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum

maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas

panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari

tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.

Pemeriksaan Fisik pada Batu Saluran Empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam

fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sclera ikterik. Patut

diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala

ikterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,

baru akan timbul ikterus klinis.

Page 29: Referat Batu Empedu

Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai

obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya

kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya

kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu

demam dan mengigil, nyeri di daerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi

kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul

lima gejala pentade *Reynold*, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah

syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.

Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus

dicurigai kemungkinan hepatolitiasis. (8)

2.6.5 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila ada sindroma Mirizzi, akan ditemukan

kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh

batu, dinding yang edem ke daerah kantong Hartmann, dan penjalaran

radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin serum yang

tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya

meningkat setiap kali ada serangan akut.

Pencitraan

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran

empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga

dapat dilihat dinding kandung empedu yan g menebal karena fibrosis atau

edem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat dalam

duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di

dalam usus. Dengan ultrasonografi, lumpur empedu dpat diketahui karena

Page 30: Referat Batu Empedu

bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi, punktum

maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangrene lebih

jelas daripada dengan palpasi biasa.

Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu

berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan

akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan

atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura

hepatika.

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang

diberikan per os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup

akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,

muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan

hepatitis karena pada keadaaan tersebut kontras tidak dapat mencapai

hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi

kandung empedu.

CT-scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk

mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu

diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu,

dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

Foto rontgen dengan kolangiopankreatografi endoskop retrogad

(ERCP) di papilla Vater atau melalui kolangiografi transhepatik perkutan

(PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledukus. Indikasinya

ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak

dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya

karena batu kecil. Saat ini sedang dikembangkan pemeriksaan

ultrasonografi endoluminal dengan endoskopi fleksibel untuk mendeteksi

batu empedu di saluran empedu. Cara ini dianggap jauh lebih aman

Page 31: Referat Batu Empedu

daripada ERCP. Kelemahan ERCP untuk diagnosis adalah bahaya

timbulnya komplikasi pancreatitis. (8)

2.6.6 Komplikasi

Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat

menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,

kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,

pancreatitis, dan perubahan keganasan.

Batu empedu dari duktus koledukus dapat masuk ke dalam

duodenum melalui papilla Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan

mukosa, peradangan, edem, dan striktur papilla Vater. (8)

2.6.7 Prognosis

Kurang dari 50% pasien dengan batu empedu tidak mengalami gejala.

Mortalitas dari kolesistektomi elektif adalah 0,5% dengan morbiditas kurang dari

10%. Mortalitas dari kolesistektomi darurat adalah 3-5% dengan morbiditas 30-

50%.

Setelah kolesistektomi, batu dapat muncul kembali di duktus empedu.

Sekitar 10-15% pasien juga mengalami koledokolitiasis. Prognosis pada

pasien dengan koledokoloitiasis bergantung pada adanya dan keparahan dari

komplikasi. Dari seluruh pasien yang menolak operasi ataupun tidak

memungkinkan untuk dioperasi, 45%nya tetap asimptomatis, sedangkan

55%nya mengalami banyak kompilkasi. (6)

2.7 Batu Empedu Asimptomatis

Berdasarkan data dari prevalensi kandung empedu di Amerika Serikat

menunjukkan bahwa hanya 30% pasien dengan kolelitiasis yang datang untuk

operasi. Alasan untuk dilakukannya profilaksis kolesistektomi adalah : 1. Batu

empedu yang besar (diameter lebih dari 2 cm), dikarenakan dapat menyebabkan

kolesistitis akut yang lebih sering dibandingkan batu kecil; dan 2. Kandung

Page 32: Referat Batu Empedu

empedu yang mengalami kalsifikasi, karena sangat sering berhubungan dengan

karsinoma. (3)

2.8 Batu Empedu dan Kolesistitis Kronis

2.8.1 Pendahuluan

Inflamasi yang terus berjalan dengan episode kolik bilier atau nyeri akibat

obstruksi pada duktus sistikus yang berulang disebut dengan kolesistitis kronis.

Sekitar dua pertiga pasien dengan penyakit batu empedu mengalami serangan

yang berulang. Meskipun perubahan patologis pada kandung empedu dapat

bervariasi, serangan yang berulang, jaringan parut, dan kandung empedu yang

tidak berfungsi memegang peranan. Secara histologis, kolesistitis kronis

dikarakteristikkan dengan peningkatan fibrosis subepitelial dan subserosa dan

adanya infiltrate sel mononuklear. (2)

2.8.2 Gambaran klinis

Gejala utama dari kolesistitis kronis adalah nyeri, yang biasa disebut

sebagai kolik bilier. Rasa nyerinya konstan dan biasanya berlangsung selama 1

hingga 5 jam. Serangannya biasa berlangsung selama lebih dari 1 jam tetapi

menghilang setelah 24 jam, apabila nyeri berlangsung selama lebih dari 1 hari,

penyebabnya lebih kea rah kolesistitis akut. Serangannya berbeda dari yang lain

dan berat sehingga pasien dapat mengingatnya dan menghitung jumlah

serangan. Gejala lain seperti mual dan muntah juga sering mengikuti tiap

episode serangan, dan rasa kembung dan bersendawa juga muncul pada 50%

penderita. Demam dan jaundice jarang ditemukan pada kolik bilier yang ringan.

Pasien tanpa gejala, sekitar dua pertiga pasien dengan batu empedu,

merasakan gejala yang jarang dan komplikasi pada taraf yang rendah. Pada

banyak kasus tidak diperlukan terapi pada pasien tanpa gejala. Pasien dengan

batu empedu tetapi tanpa gejala yang khas mungkin memiliki penyebab lain

yang menyebabkan nyeri pada kuadran kanan atas seperti ulkus peptikum,

pneumonia, batu ginjal, penyakit hati, hernia, refluks, atau angina. Pemeriksaan

fisik dan tes fungsi hati umumnya normal pada pasien dengan kolesistitis kronis,

Page 33: Referat Batu Empedu

terutama apabila yang tidak menimbulkan gejala. Selama episode kolik bilier,

mungkin dapat teraba tenderness pada kuadran kanan atas. (2)

2.8.3 Pemeriksaan laboratorium

Tes yang seharusnya dilakukan pertama kali adalah USG. Batu empedu

ditemukan pada 95% kasus, dan gambaran positif dari batu tidak pernah salah.

Kolesistogram oral seharusnya dilakukan apabila hasil USG kurang tegas,

pasien merupakan kandidat litotripsi atau terapi ursodiol, atau apabila gejala

yang ditunjukkan mendukung tetapi hasil USG normal.

Sekitar 2% pasien dengan batu empedu memiliki hasil USG dan

kolesistogram oral yang normal. Sehingga apabila pasien dicurigai memiliki batu

empedu, harus dilakukan ERCP (untuk mengopasifikasi kandung empedu untuk

mencari batu) atau intubasi duodenum dan pemeriksaan empedu duodenum

untuk Kristal kolesterol atau granul bilirubin. (3)

2.8.4 Diagnosis banding

Kolik bilier dapat dicurigai melalui riwayat penyakit penderita, tetapi untuk

diagnosa klinis harus dilakukan USG. Kolik bilier juga dapat menunjukkan rasa

nyeri dari ulkus duodenum, hernia hiatal, pancreatitis, dan infark miokard.

Elektrokardiogram dan foto thorax juga harus dilakukan untuk memeriksa

penyakit kardiopulmoner. Kolik bilier dapat memperberat penyakit jantung, tetapi

angina pectoris atau elektrokardiogram yang abnormal dapat menjadi salah satu

indikasi dilakukannya kolesistektomi.

Rasa nyeri radikular di sisi kanan pada dermatom T6-T10 dapat disalah

artikan dengan kolik bilier. Spur osteoarthritis, lesi vertebra, atau tumor dapat

terlihat dengan foto tulang belakang atau dapat ditunjukkan dengan adanya

hiperestesia dari kulit abdomen.

Pemeriksaan saluran cerna bagian atas diindikasikan untuk memeriksa

adanya spasme esophagus, hernia hiatal, ulkus peptic, atau tumor gaster. Pada

beberapa pasien, sindrom iritasi kolon dapat disalah artikan dengan ketidak

nyamanan pada kandung empedu. (3)

Page 34: Referat Batu Empedu

2.8.5 Komplikasi

Kolesistitis kronis dapat menjadi kolesistitis akut, batu duktus koledukus,

dan adenocarcinoma dari kandung empedu. Semakin lama batu ada, semakin

tinggi kemungkinan komplikasi terjadi. (3)

2.8.6 Treatment

2.8.6.1 non bedah

Menghindari makanan pencetus dapat membantu.

Disolusi

Batu kolesterol pada kandung empedu dapat dilarutkan pada beberapa

kasus tertentu dengan terapi menggunakan ursodiol, yang menurunkan

saturasi kolesterol di empedu dengan menghambat sekresi kolesterol.

Empedu yang tidak tersaturasi lama kelamaan akan melarutkan kolesterol

padat di batu empedu. Disolusi dicapai dalam waktu 2 tahun pada 50%

pasien yang telah dipilih secara ketat. Relapsnya batu terjadi dalam waktu

5 tahun pada 50% kasus. Secara umum, terapi disolusi baik monoterapi

atau dikombinasi dengan litotripsi sudah sangat jarang digunakan.

Litotripsi dan disolusi

Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) yang fokus pada

gelombang kejut, melewati jaringan dan cairan, diatas batu empedu. Batu

akan dipecah melalui ledakan dari gelembung air kecil dalam celah dari

material padat. Litotripsi memiliki kadar terapeutik yang kecil karena

pecahan dari batu tetap berada dalam kandung empedu kecuali dapat

disolusi. Sehingga pasien yang melakukan litotripsi harus menggunakan

ursodiol. Eliminasi total dari batu dicapai dalam waktu 9 bulan pada 25%

pasien yang sudah terpilih.

2.8.6.2 bedah

Kolesistektomi diindikasikan pada hamper semua pasien dengan gejala.

Prosedur ini dapat dijadwalkan untuk kenyamanan pasien, dalam jangka waktu

Page 35: Referat Batu Empedu

mingguan atau bulanan setelah diagnosis. Adanya penyakit penyerta yang dapat

meningkatkan resiko bedah harus diterapi sebelum pembedahan dilaksanakan.

Kolesistektomi seringkali dilakukan secara laparoskopi, tetapi apabila

laparoskopi merupakan kontra indikasi (seperti apabila terlalu banyak perlekatan)

atau gagal, akan dilakukan melalui laparotomi. (3)

2.8.7 Prognosis

Komplilkasi berat dan kematian akibat pembedahan jarang terjadi. Rate

kematian akibat pembedahan sebesar 0,1% pada pasien berusia dibawah 50

tahun dan sekitar 0,5% pada pasien berusia diatas 50 tahun. Kematian

kebanyakan terjadi pada pasien yang mengalami peningkatan resiko sebelum

operasi. Operasi sendiri menghilangkan gejala pada 95% kasus. (3)

2.9 Kolesistitis Akut

2.9.1 Pendahuluan

Pada 80% kasus, kolesistitis akut disebabkan karena adanya obstruksi

dari duktus sistikus oleh karena batu yang terletak pada kantong Hartmann.

Kandung empedu akan mengalami peradangan dan peregangan, menyebabkan

nyeri pada abdomen dan nyeri tekan. Penyebab awal dari kolesistitis akut

bermacam-macam, bergantung pada penyembuhan dari obstruksi yang telah

terjadi, ada tidaknya invasi bakteri sekunder, usia pasien, dan ada tidaknya

penyakit penyerta seperti diabetes melitus. Kebanyakan serangan membaik

secara spontan tanpa pembedahan ataupun terapi spesifik, tetapi beberapa

menjadi abses atau perforasi bebas dengan peritonitis general.

Perubahan patologis pada kandung empedu tampak sebagai suatu pola

yang atipik. Perubahan pertama yang terjadi adalah edema subserosa,

perdarahan dan patchy mucosal nekrosis. Kemudian leukosit polimorfonuklear

(PMN) akan muncul. Puncak dari perubahan ini adalah terbentuknya fibrosis.

Gangren dan perforasi dapat terjadi paling cepat 3 hari setelah onset, tetapi

kebanyakan perforasi terjadi pada minggu kedua. Pada kasus yang membaik

secara spontan, inflamasi akut dapat hilang setelah 4 minggu, tetapi residu dari

Page 36: Referat Batu Empedu

inflamasi dapat menetap hingga beberapa bulan. Sekitar 90% dari kandung

empedu yang diambil pada saat serangan akut menunjukkan adanya scar yang

kronis, meskipun banyak dari pasien ini yang menyangkal adanya gejala

sebelumnya.

Penyebab dari kolesistitis akut tidak sepenuhnya dipahami. Obstruksi dari

duktus sistikus tampak pada kebanyakan kasus, tetapi pada hewan eksperimen,

obstruksi dari duktus sistikus tidak tampak pada kolesistitis akut kecuali kandung

empedunya terisi dengan empedu yang terkonsentrasi atau tersaturasi dengan

kolesterol. Ada juga kejadian yang menunjukkan bahwa adanya trauma pada

kandung empedu akan melepaskan fosfolipase dari sel mukosa kandung

empedu. Hal ini kemudian diikuti dengan konversi dari lecithin di empedu

menjadi lysolecithin, yang merupakan komponen toksik yang menyebabkan

peradangan menjadi lebih berat. Munculnya bakteri hanya memiliki peranan kecil

pada stadium awal kolesistitis, meskipun kebanyakan komplikasi dari penyakit ini

melibatkan suatu proses supurasi. (3)

2.9.2 Gambaran klinis

Gejala pertama yang muncul adalah nyeri pada kuadran kanan atas

abdomen, terkadang dapat terjadi nyeri alih pada skapula kanan. Pada 75%

kasus, pasien akan memiliki riwayat kolik bilier sebelumnya, dimana awalnya

tidak dapat dibedakan dengan myeri yang sekarang. Tetapi, pada kolesistitis

akut, rasa nyerinya menetap dan berhubungan dengan nyeri tekan abdomen.

Mual dan muntah muncul pada setengah pasien, tetapi muntahnya tidak berat.

Ikterus ringan terjadi pada 10% kasus.temperatur tubuh berkisar antara 38

hingga 38,5° C. Demam tinggi dan mengigil jarang ditemukan dan apabila

ditemukan harus diperkirakan adanya komplikasi atau kesalahan diagnosa.

Didapatkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas, dan pada 1/3 pasien

kandung empedu dapat teraba (seringkali dalam posisi lebih lateral dibandingkan

normal). Pada pasien lain, kandung empedu tidak membesar dikarenakan

adanya jaringan parut pada dindingnya yang mencegah distensi. Apabila pasien

diinstruksikan untuk bernafas dalam pada saat palpasi pada regio subkosta

Page 37: Referat Batu Empedu

kanan, pasien akan merasakan nyeri tekan yang semakin memberat dan

kegagalan bernafas mendadak (tanda Murphy). (3)

2.9.3 Pemeriksaan laboratorium

Jumlah leukosit biasanya meningkat hingga 12.000-15.000/μL. Jumlah

leukosit yang normal juga umum terjadi, tetapi apabila jumlah leukosit meningkat

lebih dari 15.000, harus dipertimbangkan adanya komplikasi. Peningkatan ringan

pada serum bilirubin (sekitar 2-4 mg/dL) juga umum ditemukan, mungkin

diakibatkan karena peradangan sekunder dari duktus koledukus yang ditularkan

dari kandung empedu. Kadar bilirubin yang melebihi kisaran ini dapat menjadi

indikasi adanya batu pada duktus koledukus. Peningkatan ringan dari alkali

fosfatase mungkin menyertai serangan. Terkadang, konsentrasi dari serum

amilase dapat mencapai 1000 unit/dL atau lebih. (3)

2.9.4 Pemeriksaan radiologis

Foto polos abdomen terkadang dapat menunjukkan bayangan dari

kandung empedu yang membesar. Pada 15% pasien, batu empedunya

mengandung cukup banyak kalsium sehingga dapat terlihat pada foto polos.

Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya batu empedu, endapan,

dan penebalan dari dinding kandung empedu, dan pemeriksa dapat

memperkirakan dengan lebih jelas dibandingkan dokter apabila titik maksimum

dari nyeri tekan pada kandung empedu dapat ditemukan (tanda Murphy

ultrasonografi). Tanda yang terakhir ini jarang ditemukan, terutama apabila

kandung empedu mengalami gangren. Biasanya, ultrasonografi merupakan satu-

satunya pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosa kolesistitis akut. (3)

2.9.5 Diagnosis banding

Diagnosis banding termasuk penyebab umum yang lain dari nyeri pada

abdomen bagian atas dan nyeri tekan. Ulkus peptikum yang akut dengan

ataupun tanpa perforasi dapat diperkirakan dari adanya riwayat nyeri pada

daerah epigastrium yang membaik dengan pemberian makanan atau antasida.

Page 38: Referat Batu Empedu

Kebanyakan kasus dari ulkus yang mengalami perforasi memperlihatkan adanya

gambaran udara bebas dibawah diafragma pada pemeriksaan x ray.

Pankreatitis akut dapat dibingungkan dengan kolesistitis akut, terutama

apabila kolesistitis diikuti dengan peningkatan kadar amilase.

Appendisitis akut pada pasien dengan caecum yang tinggi dapat tampak

sebagai kolesistitis akut.

Nyeri pada kuadran kanan atas yang berat disertai dengan demam tinggi

dan nyeri tekan lokal dapat menunjukkan adanya perihepatitis gonokokal akut.

(3)

2.9.6 Komplikasi

Komplikasi utama dari kolesistitis akut adalah empiema, gangren, dan

perforasi.

Empiema

Pada empiema (kolesistitis supuratif), kandung empedu berisi nanah, dan

pasien akan menjadi lebih toksik, dengan demam yang tinggi (39-40°C),

mengigil, dan leukositosis lebih tinggi dari 15.000/μL. Harus diberikan

antibiotik parenteral dan kolesistotomi perkutan atau kolesistektomi harus

dilakukan.

Perforasi

Perforasi dapat terjadi dalam 3 bentuk : 1. Perforasi terlokalisir dengan

abses perikolesistik, 2. Perforasi bebas dengan peritonitis general, dan 3.

Perforasi yang masuk ke dalam viscus yang berlubang, disertai dengan

pembentukan fistula. Perforasi dapat terjadi dalam 3 hari setelah gejala

akut kolesistitis muncul atau tidak lebih lama dari minggu kedua. Angka

kejadian total dari perforasi sekitar 10%.

1. Abses perikolesistik

Abses perikolesistik merupakan bentuk perforasi yang paling

umum, harus diperkirakan sesuai dengan peningkatan keparahan

dari tanda dan gejala, terutama apabila diikuti dengan adanya

Page 39: Referat Batu Empedu

massa yang terpalpasi. Pasien seringkali tampak toksik, dengan

demam hingga 39°C dan hitung leukosit diatas 15.000/μL, tetapi

terkadang tidak ada hubungannyaantara tanda klinis dan

perkembangan dari abses secara lokal. Kolesistektomi dan

drainase dari abses dapat dilakukan secara aman pada banyak

pasien, tetapi apabila kondisi pasien tidak stabil, lebih dipilih untuk

dilakukan kolesistotomi perkutan.

2. Perforasi bebas

Perforasi bebas terjadi hanya pada 1-2% pasien, lebih sering pada

awal penyakit dimana gangren terbentuk sebelum terjadi

perlekatan dari dinding kandung empedu. Diagnosis dibuat secara

preoperatif pada lebih dari setengah kasus. Pada beberapa pasien

dengan nyeri yang terlokalisir, penyebaran mendadak dari nyeri

dan nyeri tekan ke bagian abdomen yang lain dpaat mendukung

diagnosis. Apabila sudah didiagnosa, perforasi harus ditangani

dengan laparotomi darurat.

3. Fistula kolesistenterik

Apabila kandung empedu yang mengalami peradangan akut

menempel dengan gaster, duodenum, atau colon dan terjadi

nekrosis pada salah satu titik dari perlekatan, perforasi dapat terjadi

hingga ke lumen usus. Apabila batu keluar melalui fistula dan

apabila ia cukup besar, batu ini dapat mengobstruksi intestinal dan

menyebabkan ileus batu empedu. Fistula kolesistenterik tidak

selalu menyebabkan gejala kecuali kandung empedu dalam

keadaan terobstruksi parsial oleh batu atau jaringan parut. Fistula

kolesistenterik diterapi dengan kolesistektomi dan penutupan

fistula. (3)

Page 40: Referat Batu Empedu

2.9.7 Treatment

Setelah diagnosis kolesistitis akut ditegakkan, pemberian cairan intravena,

antibiotik, dan analgesia harus segera dilakukan. Antibiotik yang digunakan

sebaiknya berguna untuk bakteri gram negatif aerob maupun anaerob. Lebih dari

setengah pasien dengan kolesistitis akut memiliki hasil kultur positif dari empedu

yang berasal dari kandung empedu. Dikarenakan sulit untuk mengetahui mana

yang terinfeksi secara sekunder, antibiotik secara intra vena merupakan bagian

yang penting untuk manajemen kolesistitis akut.

Kolesistektomi merupakan terapi definitif untuk pasien dengan kolesistitis

akut. Kolesistektomi awal yang dilakukan dalam 2 hingga 3 hari setelah gejala

muncul lebih dipilih dibandingkan kolesistektomi yang dilakukan 6 hingga 10

minggu setelah dilakukan terapi medis inisial.

Kolesistektomi laparoskopi merupakan metode yang dipilih untuk pasien

dengan kolesistitis akut. Konversi ke prosedur kolesistektomi terbuka hanya

dilakukan apabila peradangan yang ada menghalangi visualisasi dari struktur-

struktur penting. Tingginya konversi ke pembedahan terbuka lebih tinggi (4%-

35%) pada kolesistektomi akut dibandingkan pada kolesistektomi kronis. Dari

banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat morbiditas, lama di

rumah sakit, dan waktu untuk kembali bekerja lebih cepat pada pasien yang

mengalami kolesistektomi laparoskopi dibandingkan dengan yang menjalani

kolesistektomi terbuka. Faktor tambahan yang menyebabkan dilakukannya

kolesistektomi terbuka termasuk usia pasien yang lebih tua, pasien pria,

peningkatan ASA, obesitas, dan penebalan dinding kandung empedu (>4mm).

Kolesistitis akut dapat menjadi empiema dari kandung empedu, kolesistitis

emfisematus, atau perforasi dari kandung empedu tanpa memandang

penggunaan antibiotik. Pada kebanyakan pasien, kolesistektomi dapat dilakukan

dan merupakan terapi terbaik untuk kolesistektomi akut yang mengalami

komplikasi. Terkadang, proses peradangan akan menghalangi struktur yang ada

si segitiga Calot, menghalangi diseksi yang aman dan ligasi dari duktus sistikus.

Pada pasien ini, kolesistektomi partial, kauterisasi dari mukosa kandung

empedu, dan drainage mencegah adanya kerusakan pada duktus koledukus. (2)

Page 41: Referat Batu Empedu

2.9.8 Prognosis

Angka kematian total dari kolesistitis akut sebesar 5%. Hampir semua

kematian berasal dari pasien berusia lebih dari 60 tahun atau yang disertai

dengan diabetes melitus. Pada kelompok yang berusia lebih tua, adanya

komplikasi kardiovaskular atau paru berkontribusi terhadap angka kematian.

Sepsis yang tidak terkontrol dengan peritonitis dan abses intrahepatik

merupakan kondisi lokal yang banyak berkontribusi terhadap angka kematian.

Batu duktus koledukus tampak pada 15% pasien dengan kolesistitis akut,

dan pada beberapa pasien yang sakitnya berat mengalami kolangitis akibat

obstruksi bilier.

Pasien dengan bentuk supuratif dari penyakit kandung empedu seperti

empiema atau perforasi lebih sulit mengalami kesembuhan. Penanganan yang

tepat dan kolesistektomi yang segera menurunkan resiko komplikasi. (3)

2.10 Ileus akibat Batu Empedu

2.10.1 Pendahuluan

Ileus akibat batu empedu merupakan obstruksi pada usus secara mekanis

yang disebabkan oleh batu empedu besar yang menyumbat di lumen. Paling

sering ditemukan pada wanita, dan usia rata-rata 70 tahun. (3)

2.10.2 Gambaran klinis

2.10.2.1 Gejala

Pasien biasanya datang dengan obstruksi pada usus halus, baik parsial

ataupun komplit. Batu empedu yang mengobstruksi masuk ke usus melalui

fistula kolesistenterik yang terletak di duodenum, colon, atau gaster atau

jejunum. Kandung empedu mungkin berisi satu atau lebih batu, tetapi batu yang

menyebabkan ileus selalu berdiameter 2,5 cm atau lebih. Lumen pada usus

bagian proksimal akan menyebabkan batu besar ini untuk masuk secara kaudal

hingga mencapai ileum. Obstruksi dari kolon dapat diakibatkan lewatnya batu

melalui fistula pada fleksura hepatika. (3)

Page 42: Referat Batu Empedu

2.10.2.2 Tanda

Pada kebanyakan pasien, dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda

dari obstruksi pada usus halus bagian distal. Obstruksi dari duodenum dan

jejunum dapat memberikan tanda yang membingungkan karena rendahnya

distensi. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen dan adanya massa

dapat ditemukan pada beberapa kasus, tetapi abdomen yang terdistensi dapat

menyulitkan pemeriksaan. (3)

2.10.2.3 Pemeriksaan radiologis

Dari pemeriksaan radiologis, selain tampak adanya usus halus yang

mengalami distensi, foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya batu

empedu radioopak. Pada 40% kasus, pemeriksaan dari foto akan menunjukkan

adanya udara pada traktus empedu, yang merupakan manifestasi dari fistula

kolesistenterik. Apabila gambaran klinis tidak jelas , pemeriksaan dari saluran

cerna bagian atas harus dilakukan, yang akan menunjukkan adanya fistula

kolesistoduodenal dan menunjukkan obstruksi usus halus. (3)

2.10.3 Treatment

Treatment yang paling tepat adalah laparotomi darurat dan pengleuaran

batu yang mengobstruksi melalui enterotomi kecil. Usus bagian proksimal harus

diperiksa secara teliti untuk memeriksa adanya batu kedua yang dapat

mengakibatkan rekurensi post operatif.

Setelah pasien mengalami proses pemulihan, kolesistektomi elektif harus

direncanakan apabila pasien mengeluhkan gejala kandung empedu kronis.

Untuk fistulanya sendiri dapat menutup secara spontan pada kebanyakan

pasien. (3)

2.10.10 Prognosis

Angka kematian dari ileus akibat batu empedu sekitar 20%, biasanya

disebabkan karena kondisi umum yang buruk pada pasien tua pada saat

laparotomi. (3)

Page 43: Referat Batu Empedu

2.11 Koledokolithiasis

2.11.1 Pendahuluan

Batu pada duktus koledukus diklasifikasikan berdasarkan asalnya dan

ditemukan pada 6% hingga 12% pasien dengan batu pada kandung empedu. Di

daerah barat kebanyakan batu pada duktus koledukus berasal dari kandung

empedu dan bermigrasi melalui duktus sistikus ke duktus koledukus. Batu ini

diidentifikasi sebagai batu sekunder untuk membedakannya dengan batu primer

yang memang berasal dari duktus koledukus. Batu duktus koledukus juga

disebut tersimpan apabila ditemukan dalam kurun waktu 2 tahun setelah

kolesistektomi, atau rekuren apabila dideteksi dalam kurun waktu lebih dari 2

tahun setelah kolesistektomi. Batu sekunder biasanya merupakan batu pigmen

coklat. Identifikasi adanya batu coklat pada duktus koledukus mengingatkan

adanya kemungkinan tinggi rekurensi dan prosedur biliary-enteric drainage. Batu

primer berhubungan dengan stasis bilier dan infeksi dan lebih sering ditemukan

pada populasi Asia. Penyebab dari stasis bilier yang menyebabkan

pembentukan batu primer termasuk striktur bilier, stenosis papila, tumor, dan

adanya batu lain.(2)

2.11.2 Gambaran klinis

2.11.2.1 Gejala

Koledokolitiasis dapat asimptomatis atau mengakibatkan kolangitis toksik

yang mendadak, yang menyebabkan kematian cepat. Keparahan dari penyakit

dilihat dari derajat obstruksi, lamanya penyakit, dan ada tidaknya infeksi bakteri

sekunder. Kolik bilier, jaundice, atau pankreatitis dapat ditemukan bersaan

dengan tanda-tanda infeksi (kolangitis).

Kolik bilier dari obstruksi duktus koledukus tidak dapat dibedakan dengan

yang disebabkan oleh batu pada kandung empedu. Rasa nyeri dirasakan pada

regio subkosta kanan, epigastrium, atau area substernal. Nyeri alih pada regio

skapula kanan juga biasanya ditemukan.

Koledokolitiasis harus diperkirakan apabila ditemukan mengigil yang

kumat-kumatan, demam, atau jaundice yang diikuti adanya kolik bilier. Beberapa

Page 44: Referat Batu Empedu

pasien juga mengatakan warna urin yang bertambah gelap pada saat serangan

meski tidak ditemukan jaundice.

Pruritus biasanya merupakan akibat dari obstruksi yang lama dan

persisten. Rasa gatalnya lebih berat dirasakan saat udara panas saat pasien

berkeringat dan lebih berat pada ekstrimitas dibandingkan yag ada di tubuh. (3)

2.11.2.2 Tanda

Pasien tampak ikterik dan toksik, dengan demam tinggi dan mengigil, atau

juga dapat tampak sehat. Kandung empedu yang dapat terpalpasi tidak umum

pada pasien dengan jaundice obstruksi dari batu duktus koledukus dikarenakan

obstruksinya tidak menetap dan parsial, dan pembentukan jaringan parut

menyebabkan kandung empedu menjadi tidak elastis dan tidak mudah

terdistensi. Nyeri tekan dapat muncul pada kuadran kanan atas tetapi tidak

sesering seperti pada kolesistitis akut, ulkus peptik yang mengalami perforasi,

atau pankreatitis akut. Pembesaran hati dapat terjadi. (3)

2.11.3 Pemeriksaan laboratorium

Pada kolangitis, leukositosis 15.000/μL merupakan hal biasa, dan kadar

leukosit lebih dari 20.000/μL sering ditemukan. Peningkatan kadar bilirubin sering

muncul dalam 24 jam setelah gejala muncul. Kadar absolut nya biasa dibawah

10 mg/dL, dan kebanyakan berada pada kisaran 2-4 mg/dL. Bilirubin direk lebih

tinggi dibandingkan indirek, tetapi akan ikut meningkat pada banyak kasus.

Peningkatan kadar serum alkaline fosfatase biasa terjai dan mungkin

menjadi satu-satunya abnormalitas kimia pada pasien tanpa jaundice. Saat

obstruksi hilang, kadar alkaline fosfatase dan bilirubin akan kembali normal

dalam waktu 1-2 minggu. (3)

2.11.4 Pemeriksaan radiologis

Dapat ditemukan adanya batu empedu radioopak pada foto polos

abdomen atau CT scan. Ultrasound biasanya menunjukkan batu kandung

empedu dan tergantung derajat obstruksinya, dilatasi dari kandung empedu.

Page 45: Referat Batu Empedu

Ultrasound dan CT scan tidak sensitif untuk mencari batu pada duktus

koledukus. ERCP diindikasikan apabila pasien pernah menjalankan

kolesistektomi. Apabila kolesistektomi tidak dilakukan, kolangiografi haruslah

menjadi bagian dari manajemen operatif. Preoperatif ERCP juga sering dipilih

untuk pasien yang telah direncanakan melakukan kolesistektomi untuk

membersihkan duktus koledukus. Apabila ERCP tidak sukses, harus dilakukan

eksplorasi terbuka dari duktus koledukus untuk membersihkan duktus dari batu.

(2)

2.11.4 Diagnosa banding

Kadar serum amilase diatas 500 units/dL dapat disebabkan juga oleh

pankreatitis akut, kolesistitis akut, atau koledokolitiasis. Sirosis alkoholik atau

hepatitis alkoholik akut juga menyebabkan jaundice. Myeri tekan pada kuadran

kanan atas, dan leukositosis. Kolestasis intrahepatik akibat obat, kehamilan,

hepatitis kronik aktif, atau sirosis bilier primer akan sulit dibedakan dengan

obstruksi ekstrahepatik. ERCP akan dibutuhkan untuk membedakannya,

terutama apabila studi lain gagal memperlihatkan adanya penyakit batu empedu.

Apabila jaundice menetap hingga 4-6 minggu, mungkin disebabkan karena

masalah mekanis. Jaundice intermiten dan kolangitis setelah kolesistektomi

dapat disebabkan adanya striktur bilier, dan untuk pemeriksaan dibutuhkan

ERCP. Tumor bilier akan mengakibatkan jaundice yang berat tanpa kolik bilier

atau demam. (3)

2.11.5 Komplikasi

Infeksi pada duktus yang berkepanjangan dapat menyebabkan abses

intrahepatik. Kegagalan hati atau sirosis bilier sekunder dapat muncul apabila

obstruksi dibiarkan dalam jangka panjang. Pankreatitis akut merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi dari penyakit batu bilier. Batu pada duktus

koledukus dapat menuju ke ampulla, dan menyebabkan ileus akibat batu

empedu. (3)

Page 46: Referat Batu Empedu

2.11.6 Treatment

Pasien dengan kolangitis akut harus diterapi dengan antibiotik sistemik

dan terapi lain seperti pengobatan pada penyakit akibat batu empedu yang lain

dan terapi ini akan mengkontrol serangan dalam waktu 24-48 jam. Apabila

kondisi pasien memburuk atau tidak ada perbaikan selama 2-4 hari,

sphingterotomi endoskopi atau pembedahan dan eksplorasi duktus koledukus

harus dilaksanakan.

Pasien biasanya datang dengan kolangitis ringan dan adanya batu

kandung empedu yang dilihat dari pemeriksaan ultrasound. Diindikasikan

kolesistektomi laparoskopi, dan bergantung pada keahlian ahli bedah, eksplorasi

laparoskopik dari duktus koledukus harus dilakukan apabila kolangiogram

operatif atau laparoskopi ultrasound menunjukkan perkiraan adanya batu duktus

koledukus. Eksplorasi duktus koledukus dengan laparoskopi dilakukan melalui

duktus sistikus (yang mungkin terdilatasi), tetapi apabila duktus koledukus

membesar (> 1,5 cm), dapat dilakukan melalui insisi koledokotomi, seperti pada

pembedahan terbuka. Apabila batu pada duktus koledukus tidak dapat diambil

secara laparoskopi, akan dilakukan pengambilan kandung empedu secara

laparoskopi dan duktus koledukus dengan sphingterotomi endoskopi. Apabila

batu tidak dapat diambil dengan sphingterotomi, pembedahan terbuka mungkin

diperlukan.

Pada saat duktus koledukus dieksplorasi melalui duktus sistikus dan batu

berhasil dibuang, duktus sistikus harus diligasi, tetapi kateter drainase tidak

selalu ditinggalkan dalam duktus koledukus. Saat duktus koledukus dieksplorasi

melalui koledokotomi (baik melalui laparoskopi atau pembedahan terbuka), T

tube akan ditinggalkan di dukutus, dan kolangiogram diambil setelah satu

minggu atau setelah operasi. Adanya batu residu yang ditemukan melalui x-ray

post operasi dapat diambil dalam waktu 4-6 minggu melalui T tube tract.

Pasien dengan batu pada duktus koledukus yang telah menjalani

kolesistektomi akan diterapi dengan sfingterotomi endoskopi. Dengan

menggunakan duodenoskop yang dilihat dari sisi samping, ampula akan

dikanulasi, dan dibuat insisi berukuran 1 cm di sfingter dengan kawat

Page 47: Referat Batu Empedu

elektrokauter. Insisi yang telah dibuat di sfingter akan membuat batu dapat

melewati duktus menuju ke duodenum. Sfingterotomi endoskopi tidak sukses

pada pasien dengan batu yang besar (> 2 cm), dan merupakan kontra indikasi

apabila ditemukan adanya stenosis dari kandung empedu pada bagian proksimal

dari sfingter. (3)

2.12 Pankreatitis akibat Batu Empedu

Penyumbatan duktus pankreatikus oleh batu atau obstruksi sementara

oleh karena batu yang melewati ampulla dapat mengakibatkan terjadinya

pankreatitis tanpa mekanisme yang jelas. Ultrasound pada pasien dengan

pankreatitis akut dengan sebab yang tidak jelas harus mencari ada tidaknya batu

empedu dan koledokolitiasis. ERCP dengan sfingterotomi dan ekstraksi batu

merupakan terapi utama dan dapat menyembuhkan pankreatitis. Setelah

pankreatitis teratasi, kandung empedu sebaiknya dibuang. Apabila

pankreatitisnya dapat sembuh sendiri, batu berarti telah melewati. Pada pasien

dengan kondisi ini, diindikasikan kolesistektomi dan kolangiogram intraoperatif.

(2)

2.13 Pembedahan untuk Batu Empedu

2.13.1 Kolesistektomi laparoskopi

Sejak adanya kolesistektomi laparoskopi, angka kolesistektomi yang

dilakukan di Amerika Serikat, meningkat dari 500.000-700.000 per tahunnya.

Kontra indikasi untuk dilakukannya kolesistektomi laparoskopi termasuk

koagulopati, penyakit obstruktif paru kronis yang berat, penyakit hati stadium

akhir, dan penyakit jantung kongestif. Saat ini, kontra indikasi utama untuk

dilakukannya kolesistektomi laparoskopi adalah ketidak mampuan untuk

mengidentifikasi semua struktur anatomi secara jelas. Tingkat konversi untuk

kolesistektomi laparoskopi elektif sekitar 5%, sedangkan tingkat konversi pada

kolesistitis akut setinggi 30%. Konversi ke prosedur pembedahan terbuka bukan

merupakan suatu kesalahan, dan kemungkinannya harus didiskusikan dengan

pasien sebelum operasi.

Page 48: Referat Batu Empedu

Pasien yang menjalani kolesistektomi laparoskopi akan disiapkan

menggunakan pakaian khusus untuk kolesistektomi terbuka. Pasien berada

dalam posisi supinasi dengan dokter berdiri di sisi kiri pasien. Diciptakan

pneumoperitoneum dengan gas karbon dioksida, baik untuk teknik terbuka atau

dengan teknik jarum-tertutup. Apabila menggunakan teknik terbuka, insisi kecil

dilakukan baik diatas dan dibawah umbilikus hingga ke rongga peritoneum.

Kanula khusus berujung tumpul (Hasson) dengan gas tight sleeve dimasukkan

ke rongga peritoneum dan dikaitkan ke fascia. Pada teknik tertutup, jarum

insufflation berlubang khusus (Veress) dengan a retractable cutting sheath

dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui insisi periumbilikus dan

digunakan unntuk insufflation.

Laparoskopi dengan video kamera kemudian dimasukkan melalui insisi

dan dilakukan inspeksi abdomen. Bagian tambahan kemudian dimasukkan

melalui penglihatan langsung. Kanula medial 5-mm digunakan untuk

mencengkeram infundibulum kandung empedu dan menariknya ke arah lateral

dengan tarikan ke arah pelvis kanan, untuk memperlihatkan segitiga Calot; hal ini

penting dilakukan untuk mengekspose segitiga Calot secara luas dengan arah

tarikan seperti ini untuk memperlihatkan anatomi dari kandung empedu. Manuver

ini memerlukan pelepasan adhesi diantara omentum atau duodenum dan

kandung empedu. Kebanyakan diseksi dapat dilakukan menggunakan disektor,

pengait, atau gunting. Penghubung antara kandung empedu dan duktus sistikus

didiseksi hingga arteri dan duktus sistikus terlihat jelas memasuki kandung

empedu. Penunjuk anatomis yang berguna adalah pembuluh limfe sistik. Diseksi

dari basis kandung empedu secara hati-hati diatas liver bed diperlukan untuk

memperlihatkan duktus dan arteri. Teknik infundibular yang terdahulu untuk

identifikasi dan diseksi duktus sistikus tidak memperlihatkan segitiga Calot

secara jelas dan mengakibatkan terjadinya misidentifikasi yang dapat

menyebabkan kerusakan pada duktus empedu. Diseksi sebagian dari basis

kandung empedu diatas liver bed sebelum memisahkan arteri dan duktus

sistikus diperlukan untuk memperlihatkan gambaran anatomi secara keseluruhan

dan meminimalisir resiko kerusakan pada duktus empedu.

Page 49: Referat Batu Empedu

Tahap berikutnya adalah ligasi dari arteri sistikus. Arteri ini biasanya

berjalan beriringan dan bersebelahan dengan duktus sistikus. Klip diletakkan di

bagian proksimal dan distal dari arteri, sebelum nantinya akan dipisahkan.

Apabila ada indikasi, kolangiogram intraoperatif akan dilakukan dengan

meletakkan hemoklip di bagian proksimal dari duktus sistikus, kemudian

dilakukan insisi pada permukaan anterior dari duktus, dan kateter kolangiogram

dimasukkan ke dalam duktus sistikus. Setelah kolangiogram selesai, 2 klip

diletakkan di bagian distal dari duktus sistikus, baru kemudian dipisahkan.

Duktus sistikus yang besar mungkin akan membutuhkan pemasangan dari

pretied loop ligature atau standard suture tied secara laparoskopi untuk

pendekatan yang lebih aman. Akhirnya, kandung empedu akan didiseksi keluar

dari fossa kandung empedu dengan elektrokauter. Sebelum memisahkan

kandung empedu dari hepar, lapangan operasi harus diperiksa untuk melihat

kemungkinan hemostasis. Kandung empedu kemudian didiseksi dari hati dan

dikeluarkan melalui port dari umbilikus. Apabila kandung empedu mengalami

inflamasi akut, gangren, atau masuk pada saat diseksi dilakukan, dimasukkan

plastic specimen retrieval bag untuk membersihkan cavum abdomen. Adanya

darah atau cairan empedu yang terakumulasi harus diirigasi dan dihisap keluar.

Adanya kemungkinan akumulasi cairan empedu atau kebocoran harus diatasi

dengan menggunakan closed suction drain melalui 5-mm ports dan ditinggalkan

di bawah lobus kanan hepar dekat dengan fossa kandung empedu. (2)

Page 50: Referat Batu Empedu

Gambar 2.7 Penempatan trokar untuk kolesistektomi laparoskopi. Laparoskop

diletakkan melalui port 10 mm diatas umbilikus. Port lain diletakkan di

epigastrium dan subcosta pada garis midklavikula dan dekat garis axillary

anterior.

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Page 51: Referat Batu Empedu

Gambar 2.8 Kandung empedu diretraksi dibagian cephal dengan menggunakan

pencapit pada fundus dari kandung empedu dan pada infundibulum, dengan

arah tarikan ke arah pelvis kanan. Peritoneum diatas kandung empedu,

infundibulum, dan leher dari duktus sistikus dipisahkan, agar duktus sistikus

terlihat jelas.

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Page 52: Referat Batu Empedu

Gambar 2.9 Gambaran yang didapat stelah diseksi dalam segitiga Calot yang

menunjukkan duktus sistikus dan arteri sistikus yang memasuki kandung

empedu. Pada titik ini, merupakan hal yang aman untuk meligasi dan

memisahkan kandung empedu.

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

2.13.2 Intraoperatif kolangiogram atau ultrasound

Pengunaan kolangiogram atau ultrasound secara rutin untuk

mengidentifikasi batu pada duktus koledukus yang tidak menimbulkan gejala

merupakan suatu kontroversi. Kolangiografi intraoperatif secara rutin akan

mendeteksi batu pada 7% pasien, memperlihatkan gambaran anatominya, dan

mengidentifikasi potensi kerusakan pada duktus empedu, meskipun tidak

mencegahnya. Kolangiogram intraoperatif selektif sebaiknya dilakukan apabila

Page 53: Referat Batu Empedu

pasien memiliki riwayat tes fungsi hati yang abnormal, duktus yang besar dan

batu yang kecil, atau duktus koledukusnya mengalami dilatasi, atau apabila

kolangiografi endoskopi preoperative tidak dikerjakan pada pasien suspek

koledokolitiasis. Ultrasonografi laparoskopi memiliki keakuratan yang sama

seperti kolangiografi intraoperatif untuk mendeteksi batu duktus koledukus. (2)

Gambar 2.10 Indikasi untuk kolangiogram intraoperatif

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Page 54: Referat Batu Empedu

Gambar 2.11 Kolangiogram intraoperatif menunjukkan adanya batu duktus

koledukus. (arah panah)

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Page 55: Referat Batu Empedu

2.13.3 Kolesistektomi terbuka

Kolesistektomi terbuka menjadi suatu prosedur yang tidak umum

dilakukan. Saat ini kolesistektomi terbuka dilakukan sebagai konversi dari

kolesistektomi laparoskopi atau sebagai prosedur kedua pada pasien yang

membutuhkan laparotomi untuk alas an lain. Kolesistektomi terbuka dikerjakan

pada pasien yang tidak dapat mentoleransi keadaan pneumoperitoneum

dikarenakan kondisi jantung dan paru yang kurang baik. Pertimbangan penting

untuk kolesistektomi terbuka adalah pada pasien yang diduga mengalami kanker

kandung empedu.

Gambar 2.12 Indikasi untuk kolesistektomi terbuka

Diambil dari Sabiston Textbook of Surgery 18th Edition

Dilihat dari segi teknik, kolesistektomi terbuka dapat dilaksanakan hampir

mirip dengan pendekatan laparoskopi. Setelah arteri sistikus dan duktus sistikus

terlihat, kandung empedu didiseksi dari hepar, dimulai dari bagian fundus.

Secara alternatif, teknik retrograde dapat digunakan dimana diseksi dimulai dari

bagian fundus kemudian dilakukan pengidentifikasian duktus dan arteri, diligasi,

dan dipisahkan pada akhirnya. Diseksi harus dilakukan sedekat ,mungkin

dengan kandung empedu, untuk mencegah diseksi mengenai hepar dan

menyebabkan perdarahan. Diseksi dilakukan pada bagian proksimal dari arteri

dan duktus sistikus baru kemudian diligasi dan dipisahkan.(2)