34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA BRONKOPNEUMONIA DEFINISI Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. 5 Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. 6 Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak – anak. 7,8 EPIDEMIOLOGI Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia

Referat Bronkopneumonia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bronkopneumonia

Citation preview

Page 1: Referat Bronkopneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan

interstisial.5 Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Bila parenkim paru terkena

infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka

disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu

lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka

disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering

dijumpai pada anak – anak. 7,8

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di

bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih

2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika

dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan

negara maju. Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi

dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama

pneumonia.1, 9

Page 2: Referat Bronkopneumonia

Gambar 5. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 ( WHO/Child Health

Epidemiology Reference Group (CHERG) )

ETIOLOGI

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri,

jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan

asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or

radiation induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan

penting pada perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi,

gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 1

Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang

berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber

infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus

group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus

pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses

persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat

terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes

simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh

infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus

Page 3: Referat Bronkopneumonia

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga

ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.1,9

Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping

bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia

anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan

bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah

Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang

terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan

Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi

infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.

Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data

di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju1

USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG

JARANG

Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI

E. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group B Streptococcus group D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

VIRUS Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Page 4: Referat Bronkopneumonia

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS

Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe

B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

VIRUS Staphylococcus aureus

Virus Adeno VIRUS

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial virus

5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

FAKTOR RISIKO

Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak

balita di negara berkembang, antara lain:

pneumonia yang terjadi pada masa bayi

berat badan lahir rendah ( BBLR )

tidak mendapat imunisasi

tidak mendapat ASI yang adekuat

Page 5: Referat Bronkopneumonia

malnutrisi

defisiensi vitamin A

tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring

tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)

imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )

adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak

intubasi, trakeostomi

abnormalitas anatomi 1,8

PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang

berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme pertahanan

lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen,

sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka

mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk

sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme

mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang

telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran

hematogen dari bagian ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen

– agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara

penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,

mikroorganisme atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 –

2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi

proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian

terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret

orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan penurunan

kesadaran. Sekret dari faring tersebut mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10

/mL, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer

inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme

biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di

Page 6: Referat Bronkopneumonia

saluran napas bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada beberapa

penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama. 1,6,8

PATOLOGI

Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen etiologinya.

Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif

disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam

alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah

proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan

konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi

permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke

permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik

mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.

Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi,

dan stadium resolusi. Pada stadium prodromal, yaitu 4 – 12 jam pertama, alveolus – alveolus

mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi

dengan kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah

dan bergranulasi, seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama

sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium hepatisasi

merah. Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit

fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.

Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat

menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping itu, pada

saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas yang

tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut.

Dengan demikian akan timbul pula rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan

menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita

mengalami sesak napas, tetapi karena tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar

wheezing.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7 sampai 11

terjadi stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami

degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak

untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru

kembali kembali pada struktur semulanya.

Page 7: Referat Bronkopneumonia

Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada

pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia

terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 – 4 cm yang

mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran

patologi ditandai dengan peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam

dinding alveolus, meskipun rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada

konsolidasi. 1,6,7,8

KLASIFIKASI PNEUMONIA

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) : pneumonia yang

didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif (

Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus

influenzae ), dan bakteri atipik.

b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia yang

timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan

oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh

pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.

c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain

makanan dan asam lambung

d. Pneumonia pada penderita immunocompramised

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal

b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada

penderita dengan daya tahan tubuh lemah ( immunocompromised )

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisial 6,10

MANIFESTASI KLINIS

Page 8: Referat Bronkopneumonia

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga

sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi

komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis

pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,

gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik

invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,

tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gambaran infeksi umum :

o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC

o sakit kepala

o gelisah

o malaise

o penurunan nafsu makan

o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare

o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

Gambaran gangguan respiratori:

o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif

o sesak nafas

o retraksi dada

o takipnea

o napas cuping hidung

o penggunaan otat pernafasan tambahan

o air hunger

o merintih

o sianosis

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk

berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti

vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup

pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi

Page 9: Referat Bronkopneumonia

pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu

terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7,11

1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil

Gambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan

apnea, sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau

minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR

sering terjadi hipotermi. Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.1,12

Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah

2 bulan, dimana gejala baru timbul pada usia 4 – 12 minggu dan pada beberapa kasus

pada usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan. Gejala timbul perlahan – lahan,

dan dapat berlangsung hingga berminggu – minggu. Gejala umum berupa gejala

infeksi respiratori ringan – sedang, ditandai dengan batuk staccato ( inspirasi diantara

setiap satu kali batuk ), kadang – kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak

demam. Bila berkembang menjadi pneumonia berat yang juga dikenal sebagai

sindroma pneumonitis, terdapat gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.1

2. Pneumonia pada Balita dan Anak

Pada anak – anak prasekolah, keluhan meliputi demam, menggigil, batuk

( nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding

dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk

( nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang – kadang

keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan juga dehidrasi. Secara klinis

ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta ( chest indrawing ),

sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada anak

besar dapat tidak dijumpai pada bayi.

Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,

faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada dan bila berat

gerakan dada akan menurun waktu inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih

suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Rasa

nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Ronki hanya ditemukan bila ada

infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang

bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di

Page 10: Referat Bronkopneumonia

daerah efusi. Bula efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah,

tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.

Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan

bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke

kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomenn mengalami distensi

akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati

mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena

terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.1,12

3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniae

Infeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat. Masa inkubasi kurang

lebih 3 minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala

menyerupai influenza ( influenza like syndrome ) seperti demam, malaise, sakit

kepala, mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai 38,5 °C.

Batuk terjadi setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi kemudian

menjadi produktif. Sputum mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap hingga

berminggu – minggu.

4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniae

Clamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas

atas, seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan pnumonia

juga. Gejala klinis awalnya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit

kepala, malaise, pilek, dan demam tidak tinggi. Pada pemeriksaan auskultasi dada

tidak ditemukan kelainan. Gejala respiratori umumnya tidak mencolok. Leukosit

darah tepi biasanya normal. Gambaran foto toraks menunjukan infiltrat difus atau

gambaran peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam

batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri

didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan

predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang

buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri

Page 11: Referat Bronkopneumonia

sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih

tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan

eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar

antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah

dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan laju

endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni dapat ditemukan pada 90%

penderita pneumonia dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah

perifer tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara

pasti.1

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai

respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh

sitokin, terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui,

CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang

rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan

antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi

virus dan infeksi bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.1

3. Uji Serologis

Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat

dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1

4. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,

bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum

kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam

darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana

kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.1

Page 12: Referat Bronkopneumonia

5. Analisa Gas Darah

Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax

Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis

untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan,

misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu

berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak – bercak sudah

ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,

resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis

menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto

rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis

menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran

foto toraks terdiri dari:

Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya

disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi

patchy consolidation karena atelektasis

Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan

pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya

cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan

menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus atau bakteri lain.

Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial

Page 13: Referat Bronkopneumonia

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu

paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan

pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas. Bila

ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut

merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko

terjadinya pleuritis lebih meningkat.

Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan

kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial

merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat

alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air

bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia

Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan pneumoatokel dengan

berbagai ukuran.

Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada

beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks

pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia

terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang

jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto

toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat

gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular

fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.

Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground – glass

consolidation, serta transient pseudoconsolidation.

Page 14: Referat Bronkopneumonia

DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis

merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah

karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia

pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem

respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah

demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas

cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah. 1

WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk

Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara

berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan

berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan

menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai

dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas

( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada

anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,

mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan

pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.1

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat

bila ada sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

bila tidak ada sesak napas

ada napas cepat dengan laju napas

o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

Page 15: Referat Bronkopneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah

terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok

usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1

Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia

bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat

dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:

1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat

saja, dimana napas cepat adalah:

a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal

berikut ini:

a. kepala terangguk – angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat

Page 16: Referat Bronkopneumonia

o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit

o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit

Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda

Pada auskultasi terdengar

o crackles ( ronki )

o suara pernapasan menurun

o suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

kejang, letargi, atau tidak sadar

sianosis

distress pernapasan berat 12

DIAGNOSIS BANDING 12

1. Pneumonia lobaris

Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang

pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe kontinua.

Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan

nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat

adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

2. Bronkioloitis

Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping

hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus

pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah

menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing

Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing

atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.

Page 17: Referat Bronkopneumonia

4. Tuberkulosis

Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif

( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih,

batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun,

pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan

tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan

menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang

seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,

takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser

dan letak diafragma mungkin meninggi.

TATALAKSANA 1,5,12

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak

mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama

mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis

pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah

pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif

meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat

diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama

keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan

pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme

tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris

yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan

keadaan klinis pasien serta faktor epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama

secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP

Page 18: Referat Bronkopneumonia

dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik

eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta –

laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas

ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.

Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk

membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk

atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ),

demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3

hari. Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti

ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda

pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia

berat.

2. Pneumonia Rawat Inap

Terapi Antibiotik

Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam

atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan

kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau

sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan

selama 7 – 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus

dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh

karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik

yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi

betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.

WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali

IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila

anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi

dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali

tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan

adalah antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat

diberikan beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,

atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah

stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.

Page 19: Referat Bronkopneumonia

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang

berat maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam.

Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai

alternatif, beri seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak

membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5

mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau

klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,

lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara

keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse

oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan

saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi

tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Terapi Penunjang

Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri

antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator

kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan

oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak

mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap

kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak

dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah

sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa

nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia

aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang

keduanya pada lubang hidung yang sama.

Page 20: Referat Bronkopneumonia

KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah

empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada

yang mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada

perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).

Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.

Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel

kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri

pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,

maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,

ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim. 1

PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin

berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan

terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela

yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang

diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70%

dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin

bagi kontak di rumah tangga atau tempat penitipan anak. 11,12

PROGNOSIS

Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa

lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein dan

datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah

lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis,

Page 21: Referat Bronkopneumonia

maka malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar

dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.11,12

Page 22: Referat Bronkopneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.

2. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.[ internet ]. 2009 April.[ cited 18 Januari 2014

]. Available from:

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24

964c5c0a.pdf

3. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors.

11th ed. [ e – book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006

4. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal.

451 - 455

5. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim

MS, et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.

6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al.

Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.

7. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

2000. Hal. 74 – 92

8. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2.

6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810

9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

Pediatrics. 18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007

10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.

11. Iwantono HS. Bronkopneumoni.[ internet ]. 2008 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ].

Available from: http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html

12. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota.

Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113

Page 23: Referat Bronkopneumonia

13. Bennett NJ, Steele RW. Pediatric Pneumonia.[ internet ]. 2010 May.[ cited 18

Januari 2014 ]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/967822-

medication

14. UNICEF. The Challange: Pneumonia is the Leading Killer of Children. .

[ internet ]. 2011 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from:

http://www.childinfo.org/pneumonia.html