Upload
riyang-pradewa-admawan
View
213
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat CHF
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan epidemi global yang terus meningkat, terutama
pada orang tua, yang mengakibatkan biaya perawatan kesehatan yang tinggi,
kecacatan, dan kematian. Penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes
mellitus merupakan faktor risiko mayor. Ironisnya, kemajuan dalam pengobatan
penyakit jantung koroner, yang telah menyelamatkan nyawa, telah menghasilkan
pertumbuhan populasi dengan disfungsi ventrikel kiri yang ditakdirkan untuk
mendapatkan sindrom gagal jantung. (Gray, 2003)
Langkah-langkah pencegahan yang telah dikembangkan selama 25 tahun
terakhir, termasuk manajemen hipertensi, belum mengurangi kejadian gagal
jantung. Gagal jantung adalah indikasi tersering di Amerika Serikat untuk pasien
yang lebih tua dari 65 tahun untuk mendapat perawatan rumah sakit.
Gagal jantung adalah penyakit kronis yang harus menerima perawatan
intensif multidisiplin. Pasien dengan gagal jantung stadium lanjut mewakili
sekitar 10% dari populasi keseluruhan gagal jantung, mereka memiliki angka
kematian tertinggi jangka pendek dan menghabiskan persentase terbesar dari
sumber daya (tenaga kerja dan biaya).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahanakan
curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. (Kabo, 2010).
Gagal jantung dapat disebabkan karena gangguan struktur dan atau fungsional
sehingga mengakibatkan timbulnya gejala (sesak nafas dan lemah) dan tanda
klinis (edem tungkai dan paru) (Panggabean, 2010). Gangguan fungsi jantung
ditinjau dari efek-efeknya terhadap perubahan 3 penentu utama dari fungsi
miokardium yaitu preload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut
miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolic, Afterload (beban akhir)
yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai selama sistol untuk
memompa darah dan kontraktilitas miokardium yaitu perubahan kekuatan
kontraksi.
B. Patofisiologi
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,
maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal
jantung, disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik ditemukan bersamaan. Pada
disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi
darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik
relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang
menyebabkan curah jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai
pompa tergantung pada bermacam-macam faktor yang saling terkait.
Menurunnya kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung.
(Joewono, 2003)
a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatis katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat secara maksimal untuk mempertahankan curah jantung. Selain
itu terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri
dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-
organ yang rendah metabolismenya (seperti kulit dan ginjal) agar perfusi
ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi untuk
mempertahankan kerja ventrikel.
b. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk
mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Renin
merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal.
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik
berlebih diberikan pada ventrikel normal, maka jantung akan mengadakan
sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga
curah jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Adapun mekanisme
kompensasi jantung yaitu: Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin
II (Ang II), yang mamiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat
dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek
vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan
beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung, sedangkan
aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah
peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang
meningkat akan meningkatkan curah jantung.
c. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka
darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir
diastole. Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut
berikutnya akan lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk
meningkatkan curah jantung yang berkurang berupa hipertropi
miokardium yaitu pembesaran otot-otot jantung sehingga dapat membuat
kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau peningkatan volume ventrikel untuk
meningkatkan tekanan dinding ventrikel. Jika penyakit jantung berlanjut,
maka diperlukan peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi
dalam memompa darah, hingga pada suatu saat kompensasi tidak lagi
efektif untuk menghasilkan kontraksi yang lebih baik, jantung gagal
melakukan fungsinya.
C. Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi dari New York Heart Association
Classification (NYHA) tahun 1964. (Kabo, 2010)
a. Kelas I : Penderita tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan dyspnea atau kelelahan.
b. Kelas II : Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi terdapat sedikit
limitasi aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari menimbulkan dyspnea
atau kelelahan.
c. Kelas III : Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi aktivitas fisik yang
lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan dyspnea
atau kelelahan.
d. Kelas IV : Saat istirahat sesak. Setiap aktivitas fisik akan menambah
beratnya keluhan sesak.
D. Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal
jantung adalah; (Mann dan Chakinala, 2012)
a. Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas merupakan
manisfetasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea diakibatkan karena
terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta
meningkatnya tahanan aliran udara.
b. Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari sirkulasi splanknik dan
ekstremitas ke jantung selama berbaring sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan pembuluh darah pulmoner. Orthopnea dapat mereda
dengan posisi duduk yang tegak atau berbaring dengan bantuan bantal
tinggi.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur berupa
sesak nafas (wheezing) dan batuk, biasanya 1-3 jam setelah pasien mulai
tidur. PND terjadi karena peningkatan tekanan arteri bronkial disekitar
edema interstitial paru sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi
aliran udara.
d. Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam
hari, yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi
berbaring. Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan
pendek. Batuk produktif bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial
dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi mukus.
e. Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang
biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan
kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung.
Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai
sumber energy untuk kontaksi otot berkurang.Gejala dapat diperberat oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat disertai
kegelisahan dan kebingungan.
f. Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan
pada pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut
kembung, mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada
hati dan usus.Gejala ini bisa diperburuk oleh edema organ intestinal,
yang bisa menyertai peningkatan menahun dalam tekanan vena sistemik.
g. Edema
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada
pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada penderita yang
mengalami kegagalan ventrikel kanan.
E. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda sesak nafas
Edema paru dan atau efusi pleura
Peningkatan JVP
Hepatomegali
Edema tungkai
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali
(rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah
kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau
kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikardium. Derajat
kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. Selain
itu juga bisa dinilai keadaan paru meliputi efusi pleura. (Manurung,
2010)
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan
ST-T, STEMI, NSTEMI, hipertropi LV, gangguan konduksi, dan
aritmia. (Manurung, 2010)
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik
dan diastolik), fungsi katup, dan abnormalitas gerakan dinding dapat
dinilai. Pada gagal jantung, dapat dilihat dari penurunan curah jantung
yaitu dari Ejection Fraction (EF) yang kurang dari 40%. (Mann dan
Chakala, 2012)
Pemeriksaan Laboratorium darah berupa darah rutin dan darah
lengkap diperlukan untuk menilai keadaan klinis pasien. Peningkatan
kadar ureum dan kreatinin dapat menjadi indikator kerusakan fungsi
ginjal yang dapat berkembang menjadi gagal jantung. Selain itu juga
dapat dinilai Troponin pada sindrom koroner akut. (Manurung, 2010)
Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan fungsi tiroid yaitu kadar FSH dan FT4 dapat dilakukan.
Kriteria Framingham digunakan pula dalam diagnosis gagal jantung,
dengan ketentuan terdapat minimal 1 tanda mayor dan 2 tanda minor atau terdapat
2 tanda mayor. (Panggabean, 2010)
F. Penatalaksanaan Gagal Jantung
a. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkatan gejala. Pada pasien
dengan sesak, aktivitas fisik harus dibatasi. Pasien harus istirahat tirah
baring dengan posisi setengah duduk.
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroxysmal noctunal dyspnea /
orthopnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
> 16 cmH2O
Waktu sirkulasi > 25 detik
Refluks hepatojugular
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
normal
Takikardia (>120/menit)
Oksigen yang adekuat harus diberikan untuk menjamin oksigenasi
jaringan tubuh tetap terjaga.
Control terhadap asupan garam pada makanan (kurang 2 gram per hari
NaCl) dan minum (kurang 1000ml per hari)
Hindari merokok dan minuman beralkohol.
b. Terapi obat-obatan
Berdasarkan patofisiologi gagal jantung, konsep terapi farmakologi
saat ini ditujukan pada: (Kabo, 2010)
1. Menurunkan preload melalui pemberian diuretik termasuk
aldosteron reseptor antagonis dan nitrat. Diuretik juga dipakai
sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung (bagi yang terjadi gangguan
kontraktilitas miokard) melalui pemberian digitalis, ibopamin, B-
Blocker generasi ketiga atau fosfodiesterase inhibitor.
3. Menurunkan afterload bagi yang terjadi peningkatan afterload)
dengan ACE-inhibitors, Angiotensin Reseptor Blocker (ARB),
Direct renin inhibitor, atau Calcium Channel Blocker (CCB)
golongan dehidroperidin.
4. Mencegah myocardial remodelling dan menghambat progresivitas
gagal jantung dengan ACE-inhibitors dan ARB.
5. Memperbaiki metabolisme energi miokard dengan Carnitine, Co-
enzyme Q10, D-ribose, Magnesium dan vitamin.
Penggunaan jenis obat-obatan pada pengobatan gagal jantung dapat
diuraikan seperti berikut: (Nafrialdi dan Setawati, 2007) (Kabo, 2010)
Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki
peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga meringankan kerja
jantung, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuretik
yang sering digunakan golongan diuterik loop, diuretik hemat
kalium dan thiazide. Diuretik Loop (bumetamid, furosemid)
meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat
kerja pada ansa henle asenden. Bagi penderita gagal jantung ringan
sampai sedang, furosemid dengan dosis 20-40 mg per hari akan
memberikan hasil yang baik. Sedangkan pada kasus yang berat
mungkin membutuhkan 40-80 mg per hari. Diuretik Thiazide dapat
menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu
reabsorbsi kalsium. Diuretik Thiazid kurang efektif dibandingkan
dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi
glomerulus turun dibawah 30%. Spironolakton yang merupakan
diuretik hemat kalium, memiliki efek yang diharapkan yaitu
antagonis reseptor aldosteron. Saat ini diketahui bahwa
perangsangan reseptor aldosteron di jantung dan pembuluh darah
akan mengakibatkan fibrosis miokard dan kekakuan pembuluh
darah. Dosis spironolakton dianjurkan tidak melebihi 25 mg karena
dapat menyebabkan hiperkalemia, apalagi bila dikombinasi dengan
ACE inhibitor.
Digoksin, dapat meningkatkan kontraksi miokard yang
menghasilkan inotropisme positif yaitu memperkuat kontraksi
jantung dan kronotropik negatif yaitu menurunkan laju jantung.
Sifat ini sangat ideal digunakan sebagai obat gagal jantung karena
hampir semua pasien gagal jantung mengalami takikardi. Dengan
menurunkan laju jantung, obat ini memberi kesempatan ventrikel
kiri mengadakan relaksasi dan pengisian darah yang efektif untuk
kemudian dipompakan keluar. Digoksin tidak menyebabkan
perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung
ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban
dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat
memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme
kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala. Dosis
(loading dose) yang dapat diberikan peroral yaitu 3 kali 0,25 mg
selama tiga hari, kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance dose) 0,25 mg per hari.
Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan
dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan
oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan
meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada
system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida).
Penggunaan ACE inhibitor (Captopril) dapat dimulai dengan dosis
rendah, yaitu 3 kali 6,25 mg per hari atau 3 kali 12,5 mg per hari.
Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang mengkonsumsi
diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan
menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung
kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan
biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan
darah.
Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja
inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang
yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada
reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa
aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas
reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih
tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi.
Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru
dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari
diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Pemberian
Beta Blocker harus secara hati-hati, yaitu harus dimulai dengan
dosis yang rendah dan kondisi pasien relatif stabil dan tidak sesak.
Misalnya dosis bisoprolol 5 mg per hari, maka dimulai dengan 1/8
tablet per hari dan apabila kondisi pasien tetap stabil (1-2 minggu)
dosis dapat ditingkatkan 1/8 tablet sampai mencapai dosis target.
Antikoagulan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan
darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis
vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat
kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis.Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat
jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini
terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini
sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita
Antiaritmia, dapat diberikan pada pasien gagal jantung yang
disertai dengan aritmia misalnya Atrial Fibrilasi (AF). Obat
antiaritmia mempertahankan irama sinus pada gagal jantung,
memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan
obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki
kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada. Dosis
amiodarone untuk AF adalah 600 mg per hari selama 1 -2 minggu
pertama dan 400 mg per hari selama 1-2 minggu kedua, kemudian
diikuti dosis pemeliharaan yaitu 200 mg per hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ghani, Ali, 2010, Gagal Jantung Kronik dalam Ilmu Penyakit Dalam Edisi
V Jilid 2, Jakarta: InternaPublishing.
Gray, H, dkk., 2007. Lecture Notes KARDIOLOGI. Penerbit Erlangga,
Jakarta
Joewono, B., 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press,
Surabaya.
Kabo, Peter, 2012, Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular
Secara Rasional, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Manurung, Daulat, 2010, Gagal Jantung Akut dalam Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid 2, Jakarta: InternaPublishing.
Mann, Douglas L dan Murali Chakinala, 2012, Heart Failure and Cor
Pulmonal dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 18,
New York: Mc Graw Hill Medical.
Panggabean, Marulam, 2010, Gagal Jantung dalam Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid 2, Jakarta: InternaPublishing.
Nafrialdi dan Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.